Jatmiko Aziz BAB II

BAB II DASAR TEORI A. Tinjauan Pustaka Sistem keandalan pada jaringan distribusi sangat besar peranannya untuk

  mengetahui kebutuhan tenaga listrik pada setiap konsumen. Oleh karena itu peranannya yang sangat penting bagi konsumen, maka penyaluran listrik oleh PT.PLN tidak boleh terputus selama 24 jam. Hal ini akan mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi konsumen, untuk mengantisipasi hal ini maka diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui seberapa besar indeks keandalan sistem tenaga listrik yang berhubungan dengan pelanggan pengguna jasa PLN.

  Penelitian yang dilakukan oleh Affandy (2011) , “Analisis Keandalan Sistem Distribusi Tenaga Listrik Menggunakan Perhitungan SAIDI-SAIFI di PT.PLN (Persero) Unit Pelayanan Dan Jaringan Pemalang”. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil penelitian yang menunjukan bahwa : (1).

  

Feeder PML (pemalang) 1, feeder PML 2, feeder PML 6, feeder PML 7, feeder

  PML 8, feeder PML 9 memenuhi nilai target PT.PLN yaitu masing-masing 0,25; 0,66; 1,44; 0; 3,06; 1,7 kali/tahun untuk indeks SAIFI dan untuk indeks SAIDI yaitu 0,09; 0,87; 0,42; 0; 1,69; 0,87 jam/tahun. (2). Feeder PML 3 dan feeder PML 5 melebihi nilai target PT.PLN yaitu masing

  • – masing 10,56 kali/tahun dan 12,25 kali/tahun untuk nilai indeks SAIFI dan nilai indeks SAIDI yaitu 5,46 jam/tahun dan 6,3 jam/tahun.
Penelitian yang dilakukan oleh Apriyadi (2008), dengan judul penelitian “Analisis Keandalan Sistem Distribusi Tenaga Listrik Penyulang Padayungan dan Penyulang Cidua pada PT.PLN (Persero) APJ Tasikmalaya

  ”. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, nilai SAIDI Penyulang Padayungan pertahun sebesar 0,585 jam/tahun,dan SAIFI per tahun sebesar 3,167 pemadaman/tahun. Sedangkan target PLN (APJ Tasikmalaya) untuk SAIDI per tahun 3.350 jam/tahun dan SAIFI per tahun 9.020 pemadaman/ tahun.

  Pada penyulang Padayungan mempunyai tingkat keandalan yang tinggi karena nilai SAIDI-SAIFI pada Penyulang ini tidak melebihi nilai dari target PLN.

  Sedangkan pada penyulang Cidua didapatakan indeks keandalan SAIDI-SAIFI dengan nilai SAIDI 4.077 jam/tahun, dan nilai SAIFI 3.667 kali pemadaman/tahun.

  Dapat dikatakan bahwa penyulang Cidua memiliki tingkat keadalan sistem yang rendah, karena terdapat nilai penyimpangan Nilai realisasi SAIDI-SAIFI terhadap target PLN.

  Penelitian yang dilakukan oleh Onime (2013), dengan judul “Analisis Keandalan Distribusi Daya Sistem di Nigeria Studi Kasus Jaringan Ekpoma“.

  Berdasarkan penelitian yang dilakukan, nilai indeks SAIFI pada jaringan Ekpoma pada tahun 2012 sebesar 0,1324 kali padam/ tahun, dan nilai indeks SAIDI sebesar 0,2972 jam/ tahun.

  Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Dan Husein (2011) dengan judul “Analisis keandalan distribusi listrik “. Penelitian dilakukan pada jaringan distribusi tenaga listrik di wilayah Omdurman, Sudan. Penelitian ini membahas keandalan jaringan distribusi listrik pada jaringan 33 kV dan 11 kV dengan menggunakan indeks keandalan SAIFI-SAIDI sebagai indikator keandalan jaringan distribusi listrik di wilayah Omdurman. Dari penelitian dilakukan, diperoleh nilai indeks SAIFI pada bulan Januari

  • – Desember tahun 2011 pada jaringan 33 kV sebanyak 1,1875 kali padam pada bulan Januari, Februari sebanyak 1 kali padam , Maret 1 kali padam, April seabnyak 1,25 kali padam, Mei sebanyak 2 kali padam, Juni sebanyak 1,47 kali padam, Juli sebanyak 0,58 kali padam, Agustus sebanyak 2,47 kali padam, September sebanyak 1,7 kali padam, Oktober sebanyak 1,06 kali padam, November sebanyak 0.889 kali padam, Desember sebesar 1,7368 kali padam. Dan SAIDI pada bulan januari sebesar 0,0022 jam , Februari 0,0017 jam, Maret 0,0075 jam, April 0,0028, Mei 0,0027 jam, Juni 0,0015 jam, July 0,0023 jam, Agustus 0,0053 jam, September 0,0096 jam, Oktober 0,0022 jam, November 0,0039 jam, Desember 0,0052 jam. Dan pada jaringan 11 kV untuk SAIFI bulan Januari sebanyak 1,597 kali padam, Februari 1,719 kali padam, Maret 2,549 kali padam, April 3,11 kali padam, Mei 4,23 kali padam, Juni 3,02 kali padam, July 1,793 kali padam, Agustus 4,27 kali padam, September 2,892 kali padam, Oktober 2,521 kali padam, November 1,319 kali padam, dan Desember sebanyak 1,622 kali padam. Dan untuk SAIDI pada bulan Januari sebesar 0,0021 jam, Februari 0,0034 jam, Maret 0,0034 jam, April 0,0055 jam, Mei 0,0057 jam, Juni 0,0037 jam, July 0,0032 jam, Agustus 0,0061 jam, September 0,0031 jam, Oktober 0,0019 jam, November 0,094 jam, dan Desember sebesar 0,0039 jam.

2.2 Sistem Tenaga Listrik

  Sistem tenaga listrik dikatakan sebagai kumpulan/gabungan yang terdiri dari komponen-komponen atau alat-alat listrik seperti generator, transformator, saluran transmisi, saluran distribusi dan beban yang saling berhubungan.

Gambar 2.1 Sistem tenaga listrik

  Tenaga listrik dibangkitkan di pusat-pusat tenaga listrik seperti PLTA, PLTU, PLTG, PLTGU, PLTP dan PLTD yang kemudian disalurkan melalui saluran transmisi setelah terlebih dahulu dinaikkan tegangannya oleh transformator penaik tegangan (step up transformator) yang ada di pusat listrik. Kemudian saluran tenaga listrik yang meghubungkan pembangkitan dengan gardu induk (GI) dikatakan sebagai saluran transmisi, karena saluran ini memakai standar tegangan tinggi yang dikatakan sebagai saluran udara tegangan tinggi atau sering disebut dengan singkatan SUTT. Pada saluran transmisi ini dibagi menjadi dua yaitu saluran udara tegangan tinggi (SUTT) dengan tegangan nominal 150 kV dan saluran udara tegangan ekstra tinggi atau sering disingkat dengan SUTET yaitu dengan tegangan nominal 500 kV. Setelah tenaga listrik disalurkan melalui saluran transmisi maka sampailah tenaga listrik di gardu induk (GI) sebagai pusat pengatur beban untuk diturunkan tegangannya melalui transformator penurun tegangan (step down

  

transformator ) menjadi tegangan menengah atau biasa disebut sebagai tegangan

  distribusi primer. Tegangan distribusi primer PLN yang berkembang saat ini memiliki tegangan nominal 20 kV. Jaringan distribusi primer yaitu jaringan tenaga listrik yang keluar dari GI yang keluar dari GI baik berupa saluran kabel tanah, saluran kabel udara atau saluran kawat terbuka yang menggunakan standar tegangan menengah dikatakan sebagai jaringan tegangan menengah atau sering disebut dengan singkatan JTM. Setelah tenaga listrik disalurkan melalui jaringan distribusi primer, maka kemudian tenaga listrik diturunkan tegangannya dengan menggunakan trafo distribusi (step down transformator) menjadi tegangan rendah dengan tegangan standar 380/220 Volt. Tenaga listrik yang menggunakan standar tegangan rendah ini kemudian disalurkan melalui suatu jaringan yang disebut jaringan tegangan rendah atau JTR.

2.3 Sistem jaringan Distribusi

  Jaringan distribusi adalah bagian-bagian rangkaian listrik dari sumber daya sampai saklar pelayanan pelanggan (kWh meter). Saluran distribusi adalah saluran listrik yang dipakai untuk menyalurkan energi listrik dengan tegangan nominal sampai dengan 30 kV (SPLN 73:1987). Fungsi sistem distribusi, untuk menyalurkan dan mendistribusikan tenaga listrik dari pusat suplai (gardu induk) ke pusat-pusat beban (gardu distribusi) dan ke konsumen. (SPLN 52-3:1983) Secara garis besar jaringan distribusi dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:

  1. Distribusi primer Distribusi primer adalah jaringan distribusi daya listrik yang bertegangan menengah (20kV). Jaringan distribusi primer tersebut merupakan jaringan penyulang. Jaringan ini berawal dari sisi sekunder trafo daya yang terpasang pada gardu induk hingga ke sisi primer trafo distribusi yang terpasang pada tiang-tiang saluran.

  2. Distribusi sekunder Distribusi sekunder adalah jaringan daya listrik yang termasuk dalam kategori tegangan rendah (380/220 Volt), yaitu rating yang sama dengan tegangan peralatan yang dilayani. Jaringan distribusi sekunder bermula dari sisi sekunder trafo distribusi dan berakhir hingga ke alat ukur (kWh meter) pelanggan. Sistem jaringan distribusi sekunder ini disalurkan kepada para pelanggan melalui kawat berisolasi. Untuk lebih jelasnya sistem distribusi dapat dilihat pada Gambar 2.2 .

Gambar 2.2 Sistem distribusi tenaga listrik

  Dilihat dari pengawatannya dapat kita pisahkan menjadi 2 macam, yaitu :

  1. Sistem distribusi 20 kV 3 fasa 3 kawat terdapat pada sistem distribusi 20 kV dengan pentanahan netral tinggi dan pada sistem distribusi 20 kV dengan pentanahan netral rendah.

  2. Sistem distribusi 20 kV 3 fasa 4 kawat terdapat pada sistem ditribusi 20 kV dengan netral pentanahan langsung.

2.4 Peralatan-peralatan pada Sistem Distribusi

  Jaringan distribusi yang baik adalah jaringan yang memiliki perlengkapan dan peralatan yang cukup lengkap, baik itu peralatan guna kontruksi maupun peralatan proteksi. Untuk jaringan distribusi sistem saluran udara, peralatan proteksi dipasangkan diatas tiang-tiang listrik berdekatan dekat letak pemasangan trafo, perlengkapan utama pada sistem distribusi tersebut antara lain :

  1. Tiang Berfungsi untuk meletakan penghantar serta perlengkapan system seperti

  Transformator, Fuse, Isolator, Arrester, Recloser. Tiang dibagi menjadi

  3 jenis yaitu tiang kayu, besi, dan beton sesuai dengan fungsi bawah tanah.

  2. Penghantar Berfungsi sebagai penyaluran arus listrik dari trafo daya pada gardu induk ke konsumen.

  3. Kapasitor Berfungsi untuk memperbesar faktor daya pada sistem penyaluran energi listrik.

  4. Recloser Berfungsi untuk memutuskan saluran secara otomatis ketika terjadi gangguan dan akan segera menutup kembali beberapa waktu kemudian sesuai dengan setting waktunya. Biasanya alat ini akan disetting untuk 2 kali bekerja, yaitu dua kali pemutusan dan dua kali penyambungan.

  5. Fuse Berfungsi untuk memutuskan saluran apabila terjadi gangguan beban lebih maupun adanya gangguan hubung singkat.

  6. PMT (Pemutus Tenaga) Berfungsi untuk memutuskan saluran pada tiap out put. Pemutusan dapat terjadi karena adanya gangguan sehingga secara otomatis PMT akan membuka ataupun secara manual diputuskan karena adanya pemeliharaan jaringan.

  7. Transformator Berfungsi untuk menurukan level tegangan (step down) sehingga sesuai dengan tegangan kerja untuk konsumen yaitu 220/380.

  8. Isolator Berfungsi untuk melindungi kebocoran arus dari penghantar ke tiang maupun ke penghantar lainya.

  9. Sectionalizer atau SSO (Saklar Seksi Otomatis) Pengertian dan Fungsi SSO:

  1) SSO atau auto setionalizer adalah saklar yang dilengkapi dengan kontrol elektronik/ mekanik yang digunakan sebagai pengaman seksi jaringan tegangan menengah. 2) SSO sebagai alat pemutus rangkaian/beban untuk memisah- misahkan saluran utama dalam beberapa seksi, agar pada keadaan gangguan permanen, luas daerah (jaringan) yang harus dibebaskan di sekitar lokasi gangguan sekecil mungkin.

  3) Bila tidak ada relai recloser di sisi sumber maka SSO tidak berfungsi otomatis (sebagai saklar biasa).

  Perlengkapan

  • – perlengkapan sistem distribusi sangat penting keberadaannya, terutama untuk peralatan proteksi. Agar dapat bekerja dengan baik dan terjaminnya kontinuitas pelayanan, maka harus dilakukan pemeliharaan secara rutin untuk mengetahui kerusakan dan kehandalan dari masing-masing peralatan tersebut.
Pemeliharan peralatan yang rutin sangat penting dilakukan agar setiap saat dapat diawasi keadaannya apakah masih layak dipakai atau tidak.

2.5 Bentuk Konfigurasi Jaringan Sistem Distribusi

  Sedikitnya ada 3 jenis konfigurasi sistem distribusi primer yang sesuai dengan spesifikasi PLN adalah :

1. Radial 2.

   Lingkar / Ring (Loop) 3. Spindle

  Pemilihan jenis konfigurasi untuk sistem distribusi tegangan menengah tergantung kepada beberapa faktor antara lain faktor kawasan, kapasitas beban dan peruntukan. Untuk tujuan meningkatkan pelayanan tenaga listrik kepada konsumen modifikasi konfigurasi jaringan dilapangan sering dilakukan dengan harapan dapat melancarkan tugas operasi sistem dengan mempertahankan kontinuitas suplai pada konsumen.

  Berikut adalah sedikit penjelasan dengan bentuk

  • –bentuk dari konfigurasi sistem distribusi tegangan menengah:

  1. Konfigurasi Sistem Radial Sistem pola radial adalah yang paling sederhana dan paling banyak dipakai. Jaringan ini terdiri atas feeder atau penyulang yang merupakan rangkaian tersendiri yang seolah-olah keluar dari suatu sumber atau wilayah tertentu secara radial.

  150/70 kV GARDU TRAFO GI DISTRIBUSI

  20 kV PMT GARDU DISTRIBUSI BEBAN

Gambar 2.3 Konfigurasi jaringan sistem radial

  Spesifikasi dari jaringan bentuk radial ini adalah: Kelebihan : 1) Bentuknya sederhana.

  2) Biaya investasinya relatif murah. Kekurangan : 1) Kualitas pelayanan dayanya relatif jelek, karena rugi tegangan dan rugi daya yang terjadi pada saluran relatif besar.

  2) Kontinyuitas pelayanan daya tidak terjamin, sebab antara titik sumber dan titik beban hanya ada satu alternatif saluran sehingga bila saluran tersebut mengalami gangguan, maka seluruh rangkaian sesudah titik gangguan akan mengalami "black out" secara total.

  2. Konfigurasi Sistim Lingkar / Ring (Loop) Salah satu cara mengurangi lama interupsi daya yang di sebabkan gangguan adalah dengan merancang feeder sebagai loop dengan menyambung kedua ujung saluran. Dalam hal ini pelanggan dapat memperoleh pasokan dari dua arah lainnya. Sehingga apabila terjadi gangguan pada section 1, dengan sistem jaringan loop ini kebutuhan pasokan listrik pada section 2 dapat dimanuver dari feeder yang lain.

Gambar 2.4 Konfigurasi jaringan ring/loop

  Bentuk loop ini ada 2 macam, yaitu: 1) Open Loop

  Konfigurasi jaringan Open Loop ini merupakan pengembangan dari sistem radial, sebagai akibat diperlukannya keandalan yang lebih tinggi dan umumnya sistem ini dapat dipasok dalam satu gardu induk. Dimungkinkan juga dari gardu induk lain tetapi harus dalam satu sistem di sisi tegangan tinggi karena hal ini diperlukan untuk memudahkan manuver beban pada saat terjadi gangguan atau kondisi-kondisi pengurangan beban. Proteksi untuk sistem ini masih sederhana tetapi harus memperhitungkan panjang jaringan pada titik manuver terjauh di sistem tersebut. Sistem ini umunya banyak digunakan di PLN baik pada SUTM (Saluran Udara Tegangan Menengah maupun SUTR (Saluran Udara Tegangan Rendah).

  150/70 kV 150/70 kV

  TRAFO GI-2 20 kV

TRAFO GI-1

  Open loop dari 2 GI PMT

  20 kV GARDU PMT PMT PMT DISTRIBUSI GARDU DISTRIBUSI

  Open loop dari 1 GI BEBAN BEBAN

Gambar 2.5 Konfigurasi jaringan open loop

  2) Close Loop Konfigurasi Jaringan Close Loop ini layak digunakan untuk jaringan yang dipasok dari satu gardu induk, memerlukan sistem proteksi yang cukup rumit biasanya menggunakan relai arah (directional relay). Sistem ini mempunyai kehandalan yang lebih tinggi dibandingkan sistem lainnya, dan sistem ini jarang digunakan di PLN tetapi biasanya dipakai untuk pelanggan- pelanggan khusus yang membutuhkan keandalan tinggi.

  150/70 kV 20 kV

GARDU

Close

  PMT

DISTRIBUSI

Loop

  BEBAN TRAFO GI GARDU DISTRIBUSI

Gambar 2.6 Konfigurasi jaringan close loop

  3. Konfigurasi Sistem Spindle Sistem spindle adalah suatu pola konfigurasi jaringan dari pola radial dan

  

ring . Spindle terdiri dari beberapa penyulang (feeder) yang tegangannya diberikan

  dari gardu induk dan tegangan tersebut berakhir pada gardu hubung (GH). Pada sebuah jaringan spindle biasanya terdiri dari beberapa penyulang aktif dan sebuah penyulang cadangan yang akan dihubungkan melalui gardu hubung.

Gambar 2.7 Konfigurasi jaringan pola spindel

2.6 Proteksi Distribusi Tenaga Listrik

  Proteksi sistem tenaga listrik adalah sistem proteksi yang dipasang pada peralatan-peralatan listrik suatu sistem tenaga listrik, misalnya generator,

  transformator , jaringan dan lain-lain, terhadap kondisi abnormal operasi sistem itu

  sendiri. Kondisi abnormal itu dapat berupa antara lain: hubung singkat, tegangan lebih, beban lebih, frekuensi sistem rendah, dan lain-lain.

2.6.1 Manfaat Sistem Proteksi

  1. Menghindari ataupun untuk mengurangi kerusakan peralatan-peralatan akibat gangguan (kondisi abnormal operasi sistem). Semakin cepat reaksi perangkat proteksi yang digunakan maka akan semakin sedikit pengaruh gangguan kepada kemungkinan kerusakan pada peralatan-peralatan yang ada di jaringan distribusi.

  2. Cepat melokalisir luas daerah yang mengalami gangguan, menjadi sekecil mungkin.

  3. Dapat memberikan pelayanan listrik dengan keandalan yang tinggi kepada konsumen dan juga mutu atau kontinyuitas listrik yang baik.

  4. Mengamankan manusia terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh listrik.

  Dalam distribusi, pembangkitan dan transmisi energi listrik, gangguan selalu terjadi. Pada umumnya gangguan tersebut merupakan gangguan hubung singkat, baik hubung singkat antar fasa atau fasa dengan tanah atau keduanya. Gangguan itu menimbulkan arus yang besar dan dapat merusak peralatan dan sistem yang ada. Beberapa pengaman yang sering digunakan antara lain : 1.

   Fuse Cut Out (FCO) 2. Arrester

  3. Pemisah (PMS)

  4. Pemutus Tenaga (PMT) 5.

   Recloser

2.6.2 Fuse Cut Out

  Fungsi umum pelebur dalam suatu rangkaian listrik adalah setiap saat menjaga atau mengamankan rangkaian berikut peralatan atau perlengkapan yang tersambung padanya dari kerusakan, dalam batas nilai pengenalnya.

  Kesempurnaan kerja pelebur tidak hanya tergantung pada ketelitian pembuatanya, tetapi juga pada ketepatan pengunaanya dan perhatian atau perawatan yang diberikan padanya setelah dilakukan pemasangan. Jika pelebur tidak secara tepat digunakan dan dipelihara, dapat menimbulkan kerusakan berarti pada peralatan yang dilindungi.

  Pengaman ini banyak digunakan pada sistem jaringan distribusi 20 kV karena disamping harganya murah juga mudah dalam pemasangannya dan dalam pengoperasianya. Kelemahan dari fuse cut out ialah penggunaanya terbatas pada daya yang kecil.

  Fuse tidak dilengkapi pemadam busur api, sehingga bila digunakan untuk daya

  yang besar, fuse tidak mampu meredam busur api yang timbul pada saat terjadi gangguan.

Gambar 2.8 Pengaman lebur atau fuse cut out

2.6.2.1 Macam-macam Fuse

  Pengaman yang digunakan untuk tegangan di atas 600 Volt digolongkan dalam “Distribution Cut Out” atau “Power Fuse”.

  Berdasarkan cara kerjanya fuse dibedakan menjadi : 1. Current Zero Awaiting Type, contohnya Expultion Fuse.

  2. Current Zero Shifting Type, contohnya Current Limiting. Sedang berdasarkan bentuk dan fisiknya fuse dapat dibedakan menjadi : 1. Enclosed (tertutup).

  2. Open (terbuka).

  3. Open Link (elemen terbuka).

  2 .7 Arrester Arrester adalah suatu alat pelindung bagi peralatan sistem tenanga listrik

  terhadap surja petir. Alat pelindung terhadap gangguan surja ini berfungsi melindungi peralatan sistem tanaga listrik dengan cara membatasi surja tegangan lebih yang datang dan mengalirkan ke tanah. yang ideal harus mempunyai karakteristik sebagai berikut :

  Arrester 1. Pada sistem tegangan yang normal arrester tidak bekerja.

  2. Setiap gelombang transien dengan tegangan puncak yang lebih tinggi dari tegangan tembus arrester harus mempu mengalirkan arus ketanah.

  3. Arrester harus mampu mengalirkan arus surja ke tanah tanpa merusak

  arrester itu sendiri tanpa menyebabkan tegangan pada terminal arrester lebih tinggi dari tegangan sumbunya.

  Arus tidak boleh mengalir ke tanah setelah gangguan diatasi. Bagian-bagian dan meliputi:

  1. Elektroda Terdapat dua elektroda pada arrester, yaitu elektroda atas yang menghubungkan dengan bagian yang bertegangan dan elektroda bawah yang dihubungkan dengan tanah.

  2. Spark Gap Apabila terjadi tegangan lebih oleh surja petir atau surja hubung pada yang terpasang, maka pada spark gap atau sela percik akan terjadi

  arrester busur api.

  3. Tahanan katup/kran Tahanan yang dipergunakan dalam arrester ini adalah suatu jenis material yang sifat tahananya dapat berubah bila mendapatkan tegangan.

2.8 Pemisah (PMS)

  Disconnecting switch atau pemisah (PMS) suatu peralatan sistem tenaga listrik

  yang berfungsi sebagai saklar pemisah rangkaian listrik tanpa arus beban (memisahkan peralatan listrik dari peralatan lain yang bertegangan), dimana pembukaan atau penutupan PMS ini hanya dapat dilakukan dalam kondisi tanpa beban.

  Pengertian dan fungsi Pemisah (PMS)

  Pemisah adalah suatu alat untuk memisahkan tegangan pada peralatan instalasi tegangan tinggi. Ada dua macam fungsi PMS, yaitu:

  1. Pemisah peralatan Berfungsi untuk memisahkan peralatan listrik dari peralatan lain atau instalasi lain yang bertegangan. PMS ini boleh dibuka atau ditutup hanya pada rangkaian yang tidak berbeban.

  2. Pemisah Tanah (Pisau Pentanahan/Pembumian) Berfungsi untuk mengamankan dari arus tegangan yang timbul sesudah saluran tegangan tinggi diputuskan atau induksi tegangan dari penghantar atau kabel lainnya. Hal ini perlu untuk keamanan bagi orang-orang yang bekerja pada peralatan instalasi.

Gambar 2.9 Single line PMS

2.9 PMT (Pemutus Tenaga)

  PMT (Pemutus Tenaga) adalah saklar yang dapat digunakan untuk menghubungkan atau memutuskan instalasi listrik dalam keadaan berbeban sesuai dengan ratingnya. Pada saat PMT menghubungkan atau memutuskan arus listrik (beban) terjadi busur api. Untuk memadamkan busur api, PMT dilengkapi dengan media pemadam busur api antara lain berupa : minyak, udara dan gas.

Gambar 2.10 Pemutus Tenaga (PMT) 2. 10 Recloser

2.10.1 Pengertian Recloser (Pemutus Balik Otomatis)

  Recloser adalah pemutus balik otomatis (Automatis Circuits Reclosers) secara

  fisik mempunyai kemampuan sebagai pemutus beban yang dapat bekerja secara otomatis untuk mengamankan sistem dari arus lebih yang diakibatkan adanya gangguan hubung singkat. Recloser digunakan sebagai pelengkap untuk pengaman terhadap gangguan temporer dan membatasi luas daerah yang padam akibat gangguan.

  Recloser bekerja secara otomatis untuk mengamankan sistem yang diakibatkan adanya

  gangguan hubung singkat. Bekerjanya untuk menutup balik dan membuka secara otomatis dan dapat diatur selang waktunya.

Gambar 2.11 Kondisi recloser yang terpasang di jaringan 20 kV

2.10.2 Prinsip Kerja Recloser

  Relai penutup balik umumnya mempunyai dua elemen utama, yaitu : 1.

   Dead Time Element

  Berfungsi untuk menentukan selang waktu dari saat PMT trip sampai PMT diperintah masuk kembali, dan dead time element ini dimaksudkan untuk memadamkan busur api gangguan.

  2. Blocking Time Element Berfungsi untuk memblok elemen “Dead Time Delay” selama beberapa waktu setelah bekerja memasukkan PMT, blocking time dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada PMT guna memulihkan tenaganya setelah habis untuk melakukan suatu siklus auto reclosing. akan mulai bekerja saat mendapat tegangan positif dari

  Recloser ground fault relay (GFR) yaitu ketika relai GFR bekerja memberika

  perintah trip ke PMT. Elemen yang start adalah elemen DT (Dead Time

  Delay Element ). Setelah beberapa waktu elemen DT menutup kontaknya

  dan memberi perintah masuk ke PMT dan mengenergise elemen BT (Blocking Time Delay Element).

  Element DT ini segera membuka rangkaian closing coil PMT sehingga PMT tidah bisa reclose. Setelah beberapa waktu sesuai settingannya element BT akan reset yang berarti DT dapat bekerja kembali siap untuk melakukan penutupan lagi.

  Diagram Pengawatan Prinsip Kerja Recloser GFR CT S BT DT C CC TC PMT

  S = saklar on-off DT = dead time element BT = blocking time element C = counter / penghitung kerja relai TC = trip coil CC = closing coil

  • + Keterangan gambar:

Gambar 2.12 Rangkaian reclosing relai

  Cara Kerja : Ketika terjadi gangguan, relai GFR memberikan perintah trip ke PMT dan pada saat yang sama juga akan menjalankan reclosing-relay. Setelah dead time t1 yang sangat pendek (kurang dari 0,6 detik), relai memberikan perintah reclose ke PMT. Jika gangguan masih ada, PMT akan trip kembali dan reclosing-relay akan melakukan

  reclose yang kedua setelah dead time t2 yang cukup lama (antara 15-60 sec). Jika

  gangguan masih ada, maka PMT akan trip kembali dan reclosing-relay akan melakukan reclose yang ketiga setelah dead time (t3=t2). Bila terjadi gangguan lagi dalam periode blocking tb3, maka PMT akan trip dan lock-out.

  Dalam penggunaan multi-shot reclosing harus disesuaikan dengan siklus kerja (duty

  cycle ) dari PMT. Berikut ini adalah beberapa setting waktu pada gangguan yang

  terjadi:

  1. Setting recloser terhadap gangguan permanen

  Interval

  1 st : 2 detik 2 nd : 5 detik

  Lock out : 3x trip (reclose 2x) Reset delay : 90 detik

  2. Setting recloser terhadap gangguan temporer sama dengan gangguan permanen yang membedakan adalah tidak ada trip ke 3.

2.10.3 Komponen –Komponen Recloser

  Di dalam Recloser terdapat komponen

  • –komponen pendukungnya yaitu :

  1. PMT (Pemutus Tenaga) PMT adalah bagian dari recloser yang berhubungan langsung dengan tegangan menengah 20 kV yang mana PMT tersebut mengadakan interruptor pada saat pemasukan dan pelepasan beban. PMT recloser selalu dilengkapi dengan pemadam busur api seperti menggunakan media minyak, vacuum, atau gas SF6.

  2. Kontrol elektronik Kontrol elektronik pada recloser adalah peralatan pengontrol yang mengatur pemasukan dan pelepasan PMT dimana dari kontrol ini setting recloser ditentukan.

  Kontrol elektronik ini terdiri dari beberapa kelengkapan sebagai berikut : 1) Batere.

  2) Switch untuk pengoperasian. 3) Lampu control. 4) Reclosing relay.

2.10.4 Klasifikasi Recloser

  1. Recloser menurut jumlah fasanya dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : 1) Fasa tunggal

  Recloser ini dipergunakan sebagai pengaman saluran fasa tunggal, misalnya saluran cabang fasa tunggal dari saluran utama fasa tiga.

  2) Fasa tiga Fasa tiga umumnya untuk mengamankan saluran tiga fasa terutama pada saluran utama.

  2. Recloser menurut media peredam busur apinya dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: 1) Media minyak

  2) Vaccum

  3) SF6

  3. Recloser menurut peralatan pengendalinya (control) dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: 1) PBO Hidrolik (kontrol hidrolik)

  Recloser ini menggunakan kumparan penjatuh yang dipasang seri terhadap

  beban. Bila arus yang mengalir pada recloser 200% dari arus setting-nya, maka kumparan penjatuh akan menarik tuas yang secara mekanik membuka kontak utama recloser. 2) PBO Terkontrol Elektrik

  Cara kontrol elektronis lebih fleksibel, lebih mudah diatur dan diuji secara lebih teliti dibanding recloser terkontrol hidrolis.

  Perlengkapan elektronis diletakkan dalam kotak yang terpisah. Pengubah karakteristik, tingkat arus penjatuh, urutan operasi dari recloser terkontrol elektronis dapat dilakukan dengan mudah tanpa mematikan dan mengeluarkan dari tangki recloser.

  4. Berdasarkan tipe perintah reclosing ke PMT dapat dibedakan dalam dua jenis

  reclosing relay , yaitu : 1) Single Shot Reclosing Relay

  Jenis ini hanya dapat memberikan perintah reclosing kepada CB (Circuit

  Breaker ) sebanyak satu kali saja dan baru dapat melakukan reclosing lagi setelah

  jangka waktu blocking time berakhir. Apabila terjadi gangguan selama periode

  blocking time belum berakhir, maka CB akan trip yang kemudian mengunci (lock-out).

  2) Multi Shot Reclosing Relay

  Jenis relay ini dapat melakukan reclosing lebih dari satu kali, umunya tiga kali. Apabila terjadi gangguan, relay akan memberikan perintah trip kepada CB dan pada saat yang sama mengerjakan relay dengan mengoperasikan DT (dead-time). Setelah jangka waktu dead-time pertama yang sangat pendek (< 0,6 detik) berakhir, relay memberikan perintah menutup ke CB.

  Jika ternyata gangguan masih ada, CB akan trip kembali dan relay akan melakukan proses reclosing untuk yang kedua. Setelah jangka waktu dead time kedua berakhir (sekitar 15 sampai 60 detik) maka CB akan menutup. Jika ternyata gangguan masih ada, CB akan trip kembali dan relay akan melakukan reclose untuk siklus yang ketiga. Setelah jangka waktu dead time ketiga berakhir (sekitar 1 sampai 3 menit) maka CB akan menutup. Jika gangguan masih ada selama jangka waktu blocking time masih berlangsung maka CB akan trip dan mengunci (lock- out ).

2.11 Gangguan

  Pada dasarnya gangguan yang sering terjadi pada sistem distribusi saluran 20 kV dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu gangguan dari luar sistem dan gangguan dari dalam sistem. Gangguan yang berasal dari luar sistem disebabkan oleh sentuhan daun/ pohon pada penghantar, sambaran petir, manusia, binatang, cuaca dan lain-lain. Sedangkan gangguan yang datang dari dalam sistem dapat berupa kegagalan dari fungsi peralatan sistem, kerusakan dari peralatan jaringan, kerusakan dari peralatan pemutus beban dan kesalahan pada alat pendeteksi.

  Klasifikasi gangguan yang terjadi pada jaringan distribusi (hutauruk,1987:4) adalah:

  1. Dari jenis gangguanya, antara lain: 1. Gangguan dua fasa atau tiga fasa melalui hubungan tanah.

  2. Gangguan fasa ke fasa.

  3. Gangguan dua fasa ke tanah.

  4. Gangguan satu fasa ke tanah atau gangguan tanah.

  2. Dari lamanya gangguan, antara lain: 1. Gangguan permanen.

  2. Gangguan temporer.

2.11.1 Penyebab gangguan

  Gangguan biasanya diakibatkan oleh kegagalan isolasi diantara penghantar fasa atau antara fasa dengan tanah. Efek dari kegagalan isolasi terhadap sistem yaitu menghasilkan arus yang cukup besar. Penyebab terjadinya gangguan pada jaringan distribusi disebabkan oleh: 1) Kesalahan mekanis.

  2) Kesalahan thermis. 3) Kesalahan karena tegangan lebih. 4) Kesalahan karena material yang cacat atau rusak.

  5) Gangguan hubung singkat. 6) Konduktor putus.

  Faktor-faktor penyebab terjadinya gangguan pada jaringan distribusi adalah karena: 1) Surja petir. 2) Burung atau daun-daun. 3) Polusi debu. 4) Pohon-pohon yang tumbuh didekat jaringan. 5) Keretakan pada isolator. 6) Andongan yang terlalu kendor.

2.11.2 Akibat Dari Gangguan

  Akibat yang paling serius dari gangguan adalah kebakaran yang tidak hanya akan merusak peralatan dimana gangguan terjadi tetapi bisa berkembang ke sistem dan akan menyebabkan kegagalan total dari sistem. Berikut ini akibat-akibat yang disebabkan oleh gangguan:

  1. Penurunan tegangan yang cukup besar pada sistem daya sehingga dapat merugikan pelanggan atau mengganggu kerja peralatan listrik.

  2. Bahaya kerusakan pada peralatan akibat overheating (pemanasan berlebih) dan akibat tekanan mekanis (alat pecah dan sebagainya).

  3. Terganggunya stabilitas sistem dan ini dapat menimbulkan pemadaman menyeluruh pada sistem energi listrik.

  2.11.3 Jenis Gangguan Gangguan yang terjadi pada sistem distribusi biasanya merupakan gangguan- gangguan yang terkait dengan saluran penghantar dan peralatan-peralatan gardu distribusi seperti trafo distribusi, kawat pentanahan dan sebagainya. Gangguan pada sistem distribusi dapat dikategorikan sebagai berikut:

  1. Gangguan hubung singkat Gangguan hubung singkat pada sistem tenaga listrik terjadi ketika isolasi peralatan gagal karena tegangan lebih yang disebabkan oleh petir, kontaminasi isolasi, atau penyebab teknis lainnya.

  2. Gangguan beban lebih (Over Load) Gangguan beban lebih terjadi karena pembebanan sistem distribusi yang melebihi kapasistas yang terpasang. Gangguan ini sebenarnya bukan gangguan murni, tetapi bila dibiarkan terus menerus berlangsung dapat merusak peralatan.

  3. Gangguan tegangan lebih (Over Voltage) Gangguan tegangan lebih termasuk gangguan yang sering terjadi pada saluran distribusi. Berdasarkan penyebabnya maka gangguan tegangan lebih ini dapat dikelompokan atas dua hal:

  1) Tegangan lebih over frekuensi Pada sistem distribusi hal ini biasanya disebabkan oleh kesalahan pada AVR (Automatic Voltage Regulator) atau pengatur tap pada trafo distribusi.

  2) Tegangan lebih surja Gangguan ini biasanya disebabkan oleh surja hubung atau surja petir.

  Dari ketiga jenis gangguan tersebut, gangguan yang lebih sering terjadi dan berdampak sangat besar bagi sistem distribusi adalah gangguan hubung singkat. Sehingga peralatan proteksi yang dipasang cenderung mengatasi gangguan hubung singkat ini.

2.11.4 Pencegahan Gangguan

  Sistem tenaga listrik dikatakan baik apabila dapat mencatu dan menyalurkan tenaga listrik ke konsumen dengan tingkat keandalan yang tinggi. Keandalan di sisi meliputi kelangsungan, stabilitas, dan harga per kWh yang terjangkau oleh konsumen. Pemadaman listrik yang sering terjadi akibat gangguan yang tidak bisa diatasi oleh sistem pengamannya. Keadaan ini akan sangat menggangu kelangsungan penyaluran tenaga listrik, naik turunnya kondisi tegangngan dan catu daya listrik pun bisa merusak peralatan listrik.

  Pencegahan pada gangguan pada sistem tenaga listrik bisa dikategorikan menjadi dua langkah sebagai berikut :

  1. Usaha Memperkecil Terjadinya Gangguan Cara yang ditempuh, antara lain: 1) Membuat isolasi yang baik untuk semua peralatan.

  2) Membuat koordinasi isolasi yang baik antara ketahanan isolasi peralatan dan penangkal petir (arrester).

  3) Membuat kawat tanah dan membuat tahanan tanah pada kaki menara sekecil mungkin, serta selalu mengadakan pengecekan.

  4) Membuat perencanaan yang baik untuk mengurangi pengaruh luar mekanis dan mengurangi atau menghindarkan sebab-sebab gangguan karena binatang, manusia, pohon, dan lain sebagainya. 5) Pemasangan yang baik, artinya pada saat pemasangan harus mengikuti peraturan-peraturan yang baku.

  6) Menghindari kemungkinan kesalahan operasi, yaitu dengan membuat prosedur tata cara operasional (standing operational procedur) dan membuat jadwal pemeliharaan yang rutin. 7) Memasang kawat tanah pada SUTT (Saluran Udara Tegangan Tinggi) dan gardu induk untuk melindungi terhadap sambaran petir.

  8) Memasang lightning arrester (penangkal petir) untuk mencegah kerusakan pada peralatan akibat sambaran petir.

  2. Usaha Mengurangi Kerusakan Akibat Gangguan Beberapa cara untuk mengurangi pengaruh akibat gangguan, antara lain sebagai berikut:

  1) Mengurangi akibat gangguan, misalnya dengan membatasi arus hubung singkat, caranya dengan menghindari konsentrasi pembangkitan atau dengan memakai impedansi pembatas arus, pemasangan tahanan, atau reaktansi untuk sistem pentanahanya sehingga arus gangguan satu fasa terbatas. Pemakaian peralatan yang tahan atau handal terhadap terjadinya arus hubung singkat.

  2) Secepatnya memisahkan bagian sistem yang terganggu dengan memakai pengaman lebur atau dengan relai pengaman dan pemutus beban dengan kapasasitas pemutusan yang memadai. 3) Merencanakan agar bagian sistem yang terganggu harus dipisahkan dari sistem tidak akan menggangu operasi sistem secara keseluruhan atau penyaluran tenaga listrik ke konsumen tidak terganggu. Hal ini bisa dilakukan, misalnya dengan :

  1) Memakai saluran ganda atau memakai saluran yang membentuk ring.

  2) Memakai penutup balik otomatis. 3) Memakai generator cadangan atau pembangkitan siap pakai. 4) Mempertahankan stabilitas sistem selama terjadi gangguan, yaitu dengan memakai pengatur tegangan otomatis yang cepat dan karakteristik kestabilan generator yang memadai. 5) Membuat data/pengamatan gangguan yang sistematis dan efektif, misalnya dengan menggunakan alat pencabut gangguan untuk mengambil langkah –langkah pencegahan lebih lanjut.

2.12 Sistem Keandalan

  Definisi klasik dari keandalan adalah peluang berfungsinya suatu alat atau sistem secara memuaskan pada keadaan tertentu dan dalam periode waktu tertentu pula. Dapat juga dikatakan kemungkinan atau tingkat kepastian suatu alat atau sistem akan berfungsi secara memuaskan pada keadaan tertentu dalam periode waktu tertentu pula. Dalam pengertian ini, tidak hanya peluang dari kegagalan tetapi juga banyaknya, lamanya, dan frekuensinya juga penting. Kemungkinan atau tingkat kepastian sedemikian itu tidak dapat diduga dengan pasti, tetapi dapat dianalisa atas dasar logika ilmiah.

  Untuk mengevaluasi keandalan jaringan distribusi digunakan teknik analisis menggunakan rumus matematik, yaitu indeks keandalan dasar digunakan laju kegagalan λ (kegagalan/Tahun), Rata-rata waktu keluar (outage) r (jam/kegagalan) dan rata-rata ketidaktersedian tahunan U (jam/tahun). Sedangkan indeks berbasis sistem diantaranya adalah SAIFI dan SAIDI.

  Secara umum keandalan didefinisikan sebagai kemungkinan (probability) dari suatu sistem yang mampu bekerja sesuai dengan kondisi operasi tertentu dalam jangka waktu yang ditentukan, dengan kata lain keandalan disebut juga dengan kecukupan atau ketersediaan .

  Keandalan memiliki sifat non deterministik (terjadi secara kebetulan) tapi

  probabilistik (suatu yang bersifat acak, tidak pasti, namun dianalisa dengan teori probabilitas).

  Dalam mendefinisikan keandalan terhadap gangguan terdapat empat faktor yang memegang peranan penting yaitu:

  1. Kemungkinan (probability) Angka yang menyatakan berapa kali gangguan terjadi dalam waktu tertentu pada suatu sistem atau saluran.

  2. Bekerja Dengan Baik (performance) Menunjukan kriteria kontinuitas suatu saluran sistem penyaluran tenaga listrik tanpa mengalami gangguan.

  3. Periode Waktu Periode waktu adalah lama suatu saluran bekerja dengan baik sesuai dengan fungsinya. Semakin lama saluran digunakan, maka akan semakin banyak kemungkinan terjadinya kegagalan.

  4. Kondisi Operasi Kondisi operasi yang dimaksud disini adalah keadaan lingkungan kerja dari suatu jaringan seperti pengaruh suhu, kelembaban udara dan getaran yang mempengaruhi kondisi operasi.

2.13 Metode Section Technique

  Dalam perkembangan dunia kelistrikan, semakin banyak metode yang digunakan dalam mencari nilai keandalan salah satunya metode section technique. Metode section

  

technique di dalam perhitungannya membagi suatu topologi jaringan menjadi beberapa

  

section dan lebih mudah dikerjakan. Dengan menggunakan metode ini maka dapat diketahui

  area mana pada jaringan yang perlu diperbaiki keandalannya. Baik melalui pemeliharaan maupun otomatisasi sistem.

  Section Technique merupakan suatu metode terstruktur untuk menganalisa suatu

  sistem. Metode ini dalam mengevaluasi keandalan sistem distribusi didasarkan pada bagaimana suatu gangguan atau kegagalan dari suatu peralatan mempengaruhi operasi sistem. Membagi batas area pada section berdasarkan letak sectionalizer. Efek atau konsekuensi dari gangguan individual peralatan secara sistematis diindentifikasi dengan penganalisaan apa yang terjadi jika gangguan terjadi. Kemudian masing-masing kegagalan peralatan dianalisis dari semua titik beban (load point).

  Data yang digunakan dalam perhitungan metode section technique adalah sebagai berikut :

  1. Data kapasitas dan beban transformator pada sistem distribusi.

  2. Data panjang saluran jaringan distribusi.

  3. Data jenis penghantar jaringan distribusi.

  4. Data jumlah pelanggan.

  5. Data gangguan Data-data tersebut digunakan untuk menganalisis keandalan sistem jaringan distribusi dengan mengunakan metode section technique.

  Sistem kerja metode section technique adalah sebagai berikut : Input

   Topologi jaringan  Mekanisme pengaman sistem pemulihan gangguan  Laju kegagalan peralatan  Waktu perbaikan kerusakan

  

Section technique

  Output  SAIFI  SAIDI

Gambar 2.13 Skema sistem kerja metode section technique Berikut ini adalah alur pengerjaan section technique sebagaimana terlihat pada gambar 2.14.

Gambar 2.14 Alur pengerjaan section technique

2.14 Keandalan Sistem Distribusi 20 kV

2.14.1 Angka/Laju Kegagalan/ failure rate (

  λ) Laju kegagalan λ adalah harga rata-rata dari jumlah kegagalan per satuan waktu pada suatu selang waktu pengamatan (T). Laju kegagalan ini dihitung dengan satuan kegagalan per tahun. Untuk selang waktu pengamatan diperoleh : = ....................................(2.1)

  λ = Keterangan : λ = Angka/laju kegagalan (failure rate). f = Jumlah kegagalan (Total number of failure) adalah jumlah kegagalan /gangguan/padam.

  T = total of unit test or operating times yaitu jumlah lamanya selang waktu pengamatan .

  Rumus diatas menjelaskan bahwa angka /laju kegagalan diperoleh banyaknya padam dibagi dengan waktu, sesuai dengan total waktu pengamatan.

  SAIFI (System Average Interruption Frequency Index) merupakan indeks yang menyatakan banyaknya gangguan (padam) yang terjadi dalam selang waktu tertentu pada pelanggan dalam suatu sistem secara keseluruhan.

  Ʃ i.Ni

  SAIFI =

  Ʃ jumlah gangguan pelanggan

  = ..............................................................(2.2)

  jumlah pelanggan

  Keterangan : = angka /laju kegagalan pada bagian i.

  = Jumlah pelanggan yang padam pada bagian i. N N = Total pelanggan yang dilayani.

  Rumus di atas menjelaskan bahwa SAIFI diperoleh dari jumlah banyaknya padam dikalikan dengan jumlah pelanggan yang padam dibagi dengan total pelanggan yang dilayani. Sehingga apabila pelanggan padam berulang kali dalam sebulan selama satu tahun maka pelanggan padam akan ditambahkan.

2.14.2 Waktu / Lama kegagalan (U)

  Lama kegagalan ini merupakan fungsi dari waktu atau umum dari sistem atau saluran selama beroperasi.

  Untuk menghitung lama gangguan rata-rata (Average Annual Outage Time).

  Ʃ

  U= ........................................................................................(2.3) Keterangan : t = Lamanya gangguan.

  T = Jumlah lamanya selang waktu pengamatan. u = Waktu kegagalan. Rumus diatas menjelaskan bahwa waktu kegagalan diperoleh dari jumlah lamanya gangguan dibagi jumlah lamanya selang waktu pengamatan.

  SAIDI (System Average Interruption Duration Index) merupakan suatu indek yang menyatakan lamanya gangguan (pemadaman) yang terjadi dalam selang waktu tertentu. jumlah durasi gangguan pelanggan

  SAIDI =

  jumlah pelangga ƩUi.Ni

  = ..............................................................................(2.4)

  ƩN

  Keterangan : = Lama kegagalan pada bagian i.

  U = Jumlah pelanggan yang padam pada bagian i.

  N N = Jumlah pelanggan yang dilayani.