Pemberdayaan Masyarakat Desa

Bahan Bacaan Pendamping Lokal Desa

1

Pemberdayaan Masyarakat Desa:
Visi Menuju Perubahan Sosial Desa
Ibe Karyanto

Pemberdayaan masyarakat desa merupakan mandat UU Desa yang
mengakar pada pokok persoalan (radikal). Artinya mandat itu diberikan atas
dasar pemahaman yang obyektif tentang akar penyebab kemiskinan desa. UU
Desa memahami kemiskinan desa bukan sebuah keniscayaan tetapi akibat dari
sistem, peraturan perundangan dan kebijakan yang tidak adil terhadap desa.
Selama ini desa telah dipinggirkan. Desa ditempatkan hanya sebagai obyek
program.
Penggunaan istilah pemberdayaan masyarakat desa dalam rumusan
mandat UU Desa memiliki makna ganda. Di samping bermakna sebagai
tindakan memulihkan kuasa, daya masyarakat desa, pemberdayaan dalam UU
Desa juga bermakna pengakuan atas berlangsungnya proses pemiskinan dan
kondisi kemiskinan di desa.


Pembangunan dan Kemiskinan
Pemberdayaan merupakan bagian dari perkembangan pandangan para
pemikir kritis yang berusaha menghadirkan teori baru tentang ekonomi
pembangunan. Gagasan kritis tentang pemberdayaan mucul sebagai bentuk
alternatif dari model pembangunan yang materialistis, berorientasi pada
pertumbuhan ekonomi. Sementara pertumbuhan ekonomi diukur dari jumlah
rata-rata penghasilan masyarakat produktif di suatu negara dalam periode
tertentu. Hasilnya memang bisa menjadi indikasi pembanding kemajuan
ekonomi suatu negara dibanding negara lain. Namun di balik data keberhasilan
tersebut teori pertumbuhan ekonomi senantiasa menyisakan kenyataan
jumlah masyarakat miskin dan tak berdaya yang lebih besar.
Tersebutlah salah satu filosof, tokoh eknomi berkebangsaan Slotlandia,
Adam Smith (1723 – 1790), yang memperkenalkan teori pertumbuhan
ekonomi. Baginya pertumbuhan ekonomi akan terjadi kalau ada pembagian
Konsultan Nasional Pengembangan
Program - Transisi | KNPPT

Bahan Bacaan Pendamping Lokal Desa

2


kerja. Karena pembagian kerja akan memacu produktivitas dan dengan
demikian mempercepat pula pendapatan. Produktivitas dan peningkatan
pendapatan akan terjadi kalau disertai terbukanya pasar. Pasar atau sektor
swasta menjadi penentu ukuran meningkatnya pertumbuhan ekonomi.
Dari cikal bakal teorinya Adam Smith berkembang teori lain yang disebut
teori pertumbuhan ekonomi modern. Teorinya menjelaskan bahwa
pertumbuhan ekonomi tidak hanya ditentukan oleh kekuatan pasar, tetapi juga
keterlibatan negara. Ada dua kecenderungan dalam teori pertumbuhan
ekonomi modern. Teori yang satu menekankan pentingnya penumpukan
(akumulasi) modal. Penumpukan modal ditentukan oleh dua unsur penting
yaitu unsur kepemilikan tabungan (investasi) dan produktivitas modal. Semakin
tinggi kemampuan produksi modal, semakin tinggi pula kemampuan untuk
memperbesar tabungan (investasi). Dengan demikian semakin tinggi pula
pertumbuhan ekonomi.
Teori itu tetap menyisakan kesenjangan antara kaum yang memiliki
modal, yang mampu menabung atau berinvestasi dengan kaum yang tidak
memiliki modal. Terlebih ketika tokoh sejamannya Keynes menekankan unsur
kelebihan tenaga kerja (surplus of labour). Menurut teori ini kelebihan tenaga
kerja membuat harga tenaga kerja menjadi murah. Karena itu pemilik modal

atau pengusaha bisa mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dengan
memanfaatkan kelebihan tenaga kerja tanpa perlu memikirkan kewajibannya
untuk menaikkan upah.
Pemikiran untuk mencari model pertumbuhan ekonomi yang
memberikan manfaat yang merata terus berkembang. Lahir kemudian teori
pertumbuhan ekonomi neoklasik, yang menempatkan teknologi sebagai unsur
penting pendorong pertumbuhan ekonomi. Muncul lagi teori yang
menekankan pentingnya unsur kemampuan manusia (human capital).
Kemampuan manusia perlu dikembangkan melalui pendidikan atu pelatihan
untuk mendorong tingginya tingkat pertumbuhan eknomi. Manusia menjadi
unit produksi. Menyusul kemudian teori yang menjelaskan pembangunan
merupakan perubahan yang akan dicapai melalui pertumbuhan ekonomi
secara bertahap.
Harapannya setiap hasil pembangunan akan dirasakan oleh setiap
penduduk sampai ke lapisan yang paling bawah. Namun kenyataan di banyak
Konsultan Nasional Pengembangan
Program - Transisi | KNPPT

Bahan Bacaan Pendamping Lokal Desa


3

negara berkembang, termasuk Indonesia, menunjukkan bahwa teori-teori
pembangunan belum terbukti menjamin pertumbuhan ekonomi benar-benar
bisa merembes dan dirasakan oleh masyarakat bawah. Pertumbuhan ekonomi
dari masa ke masa menegaskan bahwa yang kaya semakin kaya, sedangkan
yang miskin tetap miskin. Bisa jadi yang miskin malah semakin miskin.
Oleh karena itu dalam perkembangan berikut muncul pandanganpandangan alternatif yang memikirkan pembangunan tidak hanya semata
diukur dari pertumbuhan ekonomi, tetapi juga diukur dari pertumbuhan
kesejahteraan sosial. Pandangan ini menekankan pentingya mengembangkan
model pembangunan yang berkeadilan. Selama 4 sampai 5 dekade terakhir
bahkan semakin menguat pandangan yang mempromosikan supaya setiap
teori pembangunan menempatkan nilai-nilai demokrasi, Hak Asasi Manusia,
gender dan nilai-nilai kemanusiaan universal sebagai pusat perhatian.
Sekalipun pandangan itu semakin menguat, tetapi toh belum terbukti
menjadi kenyataan. Sampai sejauh ini pembangunan ekonomi masih terus
tumbuh di atas ketidakadilan yang melahirkan ketimpangan. Pertumbuhan
ekonomi masih menyisakan kemiskinan.

Ketidakberdayaan Desa

Pembangunan tidak hanya menyisakan kemiskinan di perkotaan. Data
Badan Pusat Statistik tahun 2014 menunjukan jumlah penduduk miskin di
Indonesia kebanyakan adalah penduduk yang bermata pencaharian petani.
Artinya data tersebut bisa dibaca bahwa kemiskinan lebih banyak dijumpai di
pedesaan yang nota bene masih merupakan sektor penyerap tenaga kerja
terbanyak. Kondisi tersebut boleh dikatakan belum pernah mengalami
perubahan berarti dari waktu ke waktu. Ironis, desa sebagai sumber daya
utama negeri agraris justru hidup dalam kemiskinan.
Sejarah desa adalah sejarah kemiskinan petani di atas tanahnya sendiri
yang kaya. Kemiskinan pedesaan merupakan kemiskinan struktural, yaitu
kemiskinan akibat dari sistem tata kelola dan kebijakan yang tidak adil.
Kemiskinan struktural di pedesaan sudah dimulai dari sejak pemerintah
kolonial memberikan secara berlebihan hak penguasaan tanah kepada
Konsultan Nasional Pengembangan
Program - Transisi | KNPPT

Bahan Bacaan Pendamping Lokal Desa

4


pengusaha-pengusaha swasta melalui Undang-undang Agraria (Agrarische
Wet) tahun 1870. Akibatnya pengusaha swasta menguasai sebagian terbesar
tanah, sementara sebagian penduduk bumi putera hanya memiliki sebagian
kecil sisa tanah. Ketimpangan kepemilikan atas tanah mengakibatkan
kesenjangan pembagian kekayaan.
Warisan kemiskinan pasca kolonial masih berlangsung di masa
kemerdekaan. Di masa kemerdekaan produk hukum dan peraturan yang
menyakut tata kelola pedesaan banyak dipengaruhi peraturan yang diproduksi
pemerintah kolonial. Ambil contoh, makna desentralisasi desa yang menjadi
amanat UU No.1 Tahun 1945 tidak berbeda dengan desentralisasi desa yang
dimaksud dalam peraturan perundangan yang diberlakukan pemerintah
kolonial. Di masa kolonial desentralisasi yang diberikan bersifat transaksional.
Desentralisasi memberikan kewenangan pada Kepala Desa untuk mengatur
sendiri wilayah desanya dengan maksud supaya pemerintah kolonial mendapat
kemudahan dalam menarik pajak dan upeti. Demikian pula dengan produk
Undang-undang lain yang terkait dengan tata kelola desa belum sepenuhnya
mengembalikan kewenangan desa. Desa diberikan otonomi tetapi sekaligus
pemerintahan desa ditetapkan sebagai bagian dari pemerintahan terkecil dan
terbawah.
Harapan kembalinya kewenangan desa sempat muncul ketika lahir UU

No. 18 Tahun 1965 yang mendudukan desa sebagai daerah yang memiliki
kekuasaan hukum, politik dan pemerintahan otonom. Posisi desa menjadi
semakin kuat ketika pemerintah menetapkan Undang-undang No.19 Tahun
1965 tentang Desa Swapraja. Amanat Undang-undang ini menghadirkan
semangat untuk menjunjung nilai-niali demokrasi, kemandirian dan
kemerdekaan desa.
Namun sayang, implementasi amanat Undang-undang belum sempat
terwujud Orde Baru sudah mengambil alih kekuasaan. Kepemimpinan Orde
Baru segera membekukan Undang-undang tersebut melalui ketetapan
Undang-undang No. 6 Tahun 1969 yang menyabut pemberlakukan seluruh
Undang-undang tentang desa. Sementara belum ada peraturan perundangan
tentang desa yang menggantikan. Akibatnya banyak tanah-tanah desa yang
dikuasai oleh elit desa dan pemilik modal.

Konsultan Nasional Pengembangan
Program - Transisi | KNPPT

Bahan Bacaan Pendamping Lokal Desa

5


Desa semakin menderita dan pemiskinan desa semakin menguat akibat
dari perundang-undangan dan kebijakan Orde Baru yang tidak adil. Di satu sisi
peraturan perundangan dan kebijakan memberangus kewenangan
pemerintahan desa, tapi di sisi lain dibuka kesempatan luas bagi para pemilik
modal untuk menjadikan desa sebagai lahan investasi. Undang-undang No.1
Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing merupakan produk perundangan
yang tidak secara langsung menngatur tentang desa, namun mempercepat
dampak kemiskinan di desa. Undang-undang tersebut memberikan
kesempatan bagi para pemilik modal asing untuk masuk ke Indonesia dan
menguasai industri pertanian dan industri lainnya.
Produk perundangan Orde Baru lain yang melemahkan keberadaan desa
adalah UU No.5 Tahun 1979. Undang-undang ini jelas menunjukkan karakter
kekuasaan otoritarian pemerintah pusat yang memberangus kewenangan desa
untuk bisa mengatur dan menguasai. Salah satu amanatnya adalah
menyeragamkan bentuk dan susunan desa. Akibatnya desa kehilangan
karakter sosial-budayanya.
Kebijakan Orde Baru lain yang menambah beban kemiskinan desa
adalah kebijakan ditetapkannya industrialisasi pertanian melalui revolusi hijau.
Dalam jangka pendek kebijakan revolusi hijau memang terbukti mampu

meningkatkan produksi pertanian secara nasional. Namun dalam jangka
panjang industrialisasi pertanian menyisakan penderitaan berkepanjangan.
Kearifan budaya yang menyertai siklus tanam sampai panen tergerus oleh
sikap pragmatis petani yang lebih mengandalkan teknologi dari pada
keterlibatan sosial masyarakat desa. Pengetahuan dan keterampilan
perempuan tani tidak lagi diperhitungkan. Kebiasaan memanfaatkan pestisida
dan teknologi pengolahan tanah menggerus tingkat kesuburan tanak.
Memasuki era reformasi banyak pihak berharap akan ada angin
kebijakan pembangunan yang segar yang juga menghentikan pemiskinan desa.
Namun harapan tinggal harapan. Pemerintahan semasa reformasi masih belum
menunjukkan kesungguhan niat politik untuk melakukan perubahan desa. Dua
produk hukum, UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No.32 Tahun 2004 belum
mampu menjawab hakekat kedudukan desa. Desa masih didudukkan sebagai
pemerintahan terkecil bagian dari pemerintahan di atasnya. Posisi desa adalah
obyek yang tidak memiliki kewenangan mengatur kehidupannya sendiri.
Konsultan Nasional Pengembangan
Program - Transisi | KNPPT

Bahan Bacaan Pendamping Lokal Desa


6

Undang-undang No.6 tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) merupakan
produk perundangan terbaru yang dihasilkan sesudah lebih dari lima belas
tahun pemerintahan reformasi. Ada sebagian pihak yang menyambut
kehadiran UU Desa dengan keraguan (skeptis). Tapi sebagian terbesar
menyambutnya dengan penuh harapan (optimistik). Para pihak yang optimistik
melihat UU Desa sebagai gerbang harapan bagi desa, atau yang disebtu dengan
nama lain.

Pemberdayaan Masyarakat Desa
Lepas dari beragam reaksi, yang pasti UU Desa tegas mengakui
kedudukan desa subyek hukum yang memiliki hak dan kewenangan untuk
mengatur dan mengurus pemerintahannya sendiri (Psl 1, at 1). Desa boleh dan
berhak merencanakan dan melaksanakan pembangunannya sendiri dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengakuan desa sebagai subyek
tidak hanya diungkapkan secara jelas pada pasal tertentu, tetapi juga tersirat
pada setiap pasal. Salah satu rumusan yang menyiratkan semangat pengakuan
sebagai subyek adalah pasal yang menyatakan amanat tentang pemberdayaan
masyarakat desa (Psl 1, at 12).

Pemberdayaan masyarakat desa merupakan amanat yang sesungguhnya
menjungkirbalikkan pendekatan pembangunan yang selama ini berorientasi
pada kekuasaan. Pemberdayaan adalah sebuah konsep pembangunan yang
manghadirkan karakter dan nilai-nilai kemanusiaan. Karakter pertama,
pemberdayaan mewujudkan pembangunan yang berpusat pada masyarakat.
Masyarakat menjadi pelaku utama sekaligus tujuan (people centre). Dalam
konteks ini pemberdayaan merupakan bagian dari gerakan budaya. Salah satu
karakter dari pemberdayaan adalah kesadaran kritis masyarakat tentang
makna pembangunan. Karakter ini mengandaikan tumbuh dari sikap kesediaan
masyarakat untuk senantiasa belajar memahami beragam aspek yang
mempengaruhi dampak pembangunan bagi masyarakat dan lingkungan.
Karakter berikutnya adalah partisipatif, yaitu menyertakan keterlibatan
aktif masyarakat untuk menggagas, merencanakan, melaksanakan dan
mempertanggungjawabkan proses pembangunan. Dalam UU Desa karakter ini
Konsultan Nasional Pengembangan
Program - Transisi | KNPPT

Bahan Bacaan Pendamping Lokal Desa

7

jelas dan tegas terlihat pada azas pengaturan desa (Pasal 3). Di samping itu
karakter partisipatif juga sejalan dengan kearifan desa yang menghormati
musyawarah desa sebagai forum pengambilan keputusan tertinggi desa.
Berikutnya pemberdayaan memiliki karakter meningkatkan kemampuan
(empowering) masyarakat yang terlibat dalam aktivitas pembangunan. Sejalan
dengan karakter ini maka bisa dipahami kalau amanat pasal pemberdayaan
dalam UU Desa disertai dengan Peraturan Pemerintah yang menegaskan
perlunya para pihak, utamanya pemerintah untuk melakukan pendampingan
terhadap masyarakat dan aparatus desa (Psl 128, PP No. 43 Tahun 2014).
Tujuan pendampingan adalah untuk meningkatkan kapasitas pendamping
dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan
pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan
masyarakat Desa (Psl 129 at 1 C, PP. No 43 Tahun 2014).
Di samping itu pemberdayaan merupakan model pembangunan yang
berkarakter keberlanjutan (sustainable). Karakter ini mendorong pelaku
pembangunan untuk tidak bersikap pragmatis (aji mumpung) dalam
merencanakan dan melakukan pembangunan. Pembangunan berkelanjutan
merupakan konsep yang menuntut kemampuan visioner, kemampuan melihat
manfaat pembangunan tidak saja untuk kebutuhan saat ini, tetapi mampu
terus menerus memenuhi kebutuhan jangka panjang. Di samping itu
kerberlanjutan juga berarti sifat pembangunan yang memperhatikan dampak
kehancuran lingkungan. Artinya perencanaan pembangunan perlu disertai
dengan upaya menjaga keberlangsungan ketahanan sumber daya alam dan
lingkungan.
Karakter-karakter tersebut juga menegaskan bahwa pemberdayaan
merupakan sebuah konsep gerakan budaya, yaitu sebuah gerakan yang
dilakukan secara sadar dilakukan terus menerus untuk menghormati martabat
manusia dengan memenuhi kebutuhan-kebutuhan asasi dan menjaga
lingkungan tempat manusia berada.
Dalam kerangka implementasi Undang-undang Desa pemberdayaan
merupakan sebuah konsep pembangunan yang menjujung tinggi nilai
kedaulatan masyarakat desa sebagai subyek, kesatuan masyarkat hukum yang
memiliki hak dan kewenangan. Karena itu keberhasilan pemberdayaan
masyarakat desa tidak hanya diukur secara materialistik, terpenuhinya sarana
Konsultan Nasional Pengembangan
Program - Transisi | KNPPT

Bahan Bacaan Pendamping Lokal Desa

8

dan prasarana fisik, tetapi juga diukur dari tingkat pemerataan kesejahteraan.
Di atas itu semua ukuran yang terpenting adalah perubahan sikap dan perilaku
masyarakat. Pemberdayaan merupakan wujud lain dari pendidikan karakter
yang mendorong masyarakat tidak hanya semakin mampu atau terampil,
tetapi berkembang menjadi masyarakat yang memiliki integritas sosial.

Bacaan Acuan
 Astuti, Dwi, Pedesaa : Potret Pe iski a ya g Belu Usai dalam
Menelusuri Akar Otoritarianisme di Indonesia, Elsam, 2007.
 Brata Gunadi, Aloysius, Kehancuran Ekonomi Perdesaan, Mengapa
Berla jut dalam Menelusuri Akar Otoritarianisme di Indonesia, Elsam,
2007
 Budiman, Arief Dr, Teori Pembangunan Dunia Ketiga, Gramedia, 1996
 Kartasasmita, Ginandjar,
Pe berdayaa
Masyarakat: Ko sep
Pe ba gu a ya g Berakar Pada Masyarakat , (Art), 1997
 Subhilhar, Pemberdayaan Masyarakat dan Modal Sosial, Art , …..
 Zakaria, R. Yando, Peluang dan Tantangan Undang-undang Nomor 6
Tahun
4 tentang Desa Art ,
4

Konsultan Nasional Pengembangan
Program - Transisi | KNPPT