Pengaruh Bahan Setek dan Pemberian ZPT NAA Terhadap Pertumbuhan Bibit Tanaman Buah Naga Merah (Hylocereus costaricensis (Web) Britton & Rose)

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Klasifikasi tanaman buah naga adalah sebagai berikut ; Divisi:
Spermatophyta, Subdivisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae, Ordo:
Caryophyllales, Famili: Cactaceae, Genus: Hylocereus,Spesies: Hylocereus
costaricensis(Web.) Britton & Rose

(Britton and Rose, 1963).

Tanaman buah naga mempunyai akar serabut yang menyebar di
permukaan tanah. Akar tersebut berfungsi untuk menyerap unsur hara dan air
untuk kebutuhan hidupnya. Disamping itu, dibagian batangnya juga tumbuh akar
yang berfungsi sebagai alat pelekat padapohon panjatan atau tiang penyangga
(Samadi, 2013).
Batang tanaman ini memiliki kandungan air berbentuk lendir seperti lidah
buaya dan apabila dewasa memiliki lapisan lilin. Warna batangnya hijau kebirubiruan sedikit ungu, dengan bentuk seperti siku dan segitiga yang memanjang.
Batang dan cabang inilah yang berfungsi sebagai daun dalam terjadinya asimilasi.
Bentuknya serupa dengan kaktus, lengkap dengan duri dan sulur yang memanjang
bak lidah naga. Pada tepi siku siku batang dan cabang, terdapat 4-5 buah duri
setiap titik tumbuhnya (Rahayu, 2014).
Bunga tanaman buah naga berbentuk seperti terompet, mahkota bunga

bagian luar berwarna krem dan mahkota bunga bagian dalam berwarna putih
bersih sehingga pada saat bunga mekar tampak mahkota bunga berwarna krem
bercampur putih. Bunga memiliki sejumlah benang sari (sel kelamin jantan) yang
berwarna kuning. Bunga buah naga tergolong bunga hermaprodit, yaitu dalam
satu bunga terdapat benangsari (sel kelamin jantan) dan putik (sel kelamin betina).
Bunga muncul atau tumbuh di sepanjang batang di bagian punggung sirip yang

4
Universitas Sumatera Utara

berduri. Sehingga dengan demikian, pada satu ruas batang tumbuh bunga yang
berjumlah banyak dan tangkai bunga yang sangat pendek (Renasari, 2010).
Bentuk buah ada yang bulat dan bulat panjang. Umumnya buah berada di
dekat ujung cabang atau pertengahan cabang. Buah bisa tumbuh lebih dari satu
pada setiap cabang sehingga terkadang posisi buah saling berdekatan. Kulit buah
berwarna merah menyala saat buah matang dengan sirip berwarna hijau,
berukuran 2 cm, ketebalan kulit buah sekitar 1-4 mm. Rata-rata bobot buah
umumnya berkisar 400-800 g/buah (Warisno dan Dahana, 2010).
Daging buah berserat sangat halus dan di dalam daging buah bertebaran bijibiji hitam yang sangat banyak dan berukuran sangat kecil. Daging buah ada yang
berwarna merah, putih, dan hitam, tergantung dari jenisnya. Daging buah

bertekstur lunak dan rasanya manis sedikit masam (Renasari, 2010).
Biji buah naga ini dapat digunakan untuk perbanyakan tanaman generatif.
Sayangnya, pembiakan dengan menggunakan biji memakan waktu yang cukup
lama, sehingga jarang sekali pembudidaya yang menerapkannya. Setiap satu buah
naga mengandung biji hampir 1.000 biji (Rahayu, 2014).
Syarat Tumbuh
Iklim
Buah naga dapat tumbuh subur pada daerah yang mendapatkan sinar
matahari tinggi. Tanamana ini tergolong tanaman gurun yang tahan terhadap
kekeringan dan membutuhkan sinar matahari yang tinggi. Indonesia sebagai
Negara beriklim tropis sangat cocok untuk mengembangkan tanaman buah naga.
(Rahayu, 2014).
Ketinggian tempat untuk pembudidayaan buah naga merah dan putih yaitu
dataran rendah sampai medium yang berkisar 0 m – 500 m dari permukaan laut,
yang ideal adalah kurang dari 400 m dpl. Di daerah pada ketinggian di atas 500 m
5
Universitas Sumatera Utara

dpl, buah naga merah dan putih masih dapat tumbuh dengan baik dan berbuah,
namun buahnya tidak lebat dan rasa buah kurang manis. Untuk buah naga kuning,

ketinggian tempat yang cocok untuk pertumbuhan dan berproduksinya adalah di
atas 800 m dpl (Warisno dan Dahana, 2010).
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman ini akan lebih baik bila ditanam
di daerah dataran rendah antara 0-350 m dpl. Suhu udara yang ideal bagi tanaman
ini antara 26oC-36oC dan kelembaban 70-90% (Gunasena,et al., 2006).
Tanah
Tanaman buah naga menyukai kondisi tanah yang gembur, berporous,
banyak mengandung bahan organik, banyak mengandung unsure hara, dan pH
tanah 6,5-7. Media tanaman harus memiliki kandungan air yang cukup tersedia,
karena tanaman ini peka terhadap kekeringan atau cukup rakus air, namun akan
busuk apabilah kelebihan air (Rahayu, 2014).
Struktur tanah yang gembur juga meningkatkan drainase tanah sehingga
dapat mencegah genangan air. Jika drainase tanah baik, maka seluruh kehidupan
yang berada di dalam tanah berjalan dengan baik dan tanaman dapat tumbuh
dengan subur dan berproduksi baik. Tanaman buah naga tidak tahan terhadap air
yang menggenang lama karena dapat menyebabkan perakaran dan batang
membusuk. Di samping itu, bila tanaman sedang berbunga atau berbuah, maka
keadaaan air yang menggenang dan berlebihan dapat menyebabkan rontoknya
semua bunga dan buah (Renasari, 2010).
Bahan organik yang digunakan harus benar-benar matang. Bahan organik

ini berfungsi untuk menjaga kelembapan, menyangga kation dan aktivitas
mikroorganisme, serta menyediakan hara. Beberapa bahan organik yang dapat
digunakan antara lain kompos, pupuk kandang, dan sekam. Selain bahan organik,
media pun perlu dicampur dengan bahan anorganik untuk memperlancar aerasi
6
Universitas Sumatera Utara

dan drainase serta mempertahankan dan mengubah sifat fisik media. Contoh
bahan

anorganik

antara

lain

pasir

dan


bubuk

batu

bata

merah

(Warisno dan Dahana, 2010).
Setek Tanaman
Setek adalah salah satu cara pembiakan vegetatif yang paling umum
digunakan. Penyetekan didefinisikan sebagai cara perbanyakan tanaman secara
vegetatif buatan dengan menggunakan sebagian batang, akar, atau daun tanaman
untuk ditumbuhkan menjadi tanaman baru (Hartman,et al.,2002).
Perkembangbiakan dengan carasetek diharapkan dapat menjamin sifat-sifat
yang sama dengan induknya, dan waktu berbuah relatif lebih pendek.
Perbanyakan dengan cara setek dapat memperoleh sifat seperti induknya. Sifat ini
meliputi ketahanan terhadap serangan penyakit, rasa buah, dan sebagainya
(Shofiana,et al., 2013).
Tanaman buah naga dapat diperbanyak dengan menggunakan biji maupun

setek. Petani umumnya lebih memilih memperbanyak dengan setek karena
menghasilkan bibit dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan biji.
Penyetekan merupakan cara pembiakan tanaman dengan menggunakan bagianbagian vegetatif yang dipisahkan dari induknya, yang apabila ditanam pada
kondisi menguntungkan akan berkembang menjadi tanaman sempurna dengan
sifat yang sama dengan pohon induk (Febriana, 2009).
Pertumbuhan setek dipengaruhi oleh interaksi faktor genetik dan faktor
lingkungan (Hartmann,et al., 1997). Faktor genetik meliputi kandungan cadangan
makanan dalam jaringan setek, dan jenis tanaman. Faktor lingkungan yang
mempengaruhi keberhasilan penyetekan antara lain media perakaran, kelembaban,
suhu, intensitas cahaya dan teknik penyetekan (Danu,et al., 2011).
7
Universitas Sumatera Utara

Bibit asal cabang harus berasal dari tanaman sehat, tumbuh normal dan
telah berbuah. Bibit yang baik berbatang lebih keras hingga lebih tahan penyakit.
Standar bibit yang baik berukuran 20 – 30 cm agar berpotensi memiliki cabang
yang lebih banyak, cepat besar dan produksi tinggi. Mengingat kebutuhan bibit
yang begitu besar dan dalam batas waktu yang cukup singkat, sedangkan pohon
induk yang terpilih tersebut jumlahnya terbatas, maka perlu diusahakan
penggunaan bahan setek seefisien mungkin (Nurfadilah,et al., 2012).

Apabila setek diambil dari batang muda dan belum pernah berbuah atau
setek susulan akan mengakibatkan pertumbuhannya kurang cepat dan umur
produksinya tidak lama. Kualitas bibit dipengaruhi oleh umur tanaman dan
diameter batang. Semakin besar diameter batang maka daya tahannya terhadap
penyakit semakin kuat (Renasari, 2010).
Pembentukan Akar Setek
Pembentukan akar terjadi karena adanya pergerakan ke bawah dari auksin,
karbohidrat dan rooting cofactor (zat-zat yang berinteraksi dengan auksin yang
mengakibatkan perakaran) baik dari tunas maupun dari daun. Zat-zat ini akan
mengumpul yang selanjutnya akan menstimulir pembentukan akar setek tersebut.
Akar adventif dapat timbul dari dua macam sumber, yaitu : (1) dari jaringan kalus,
dan (2) dari akar morfologi atau akar primordial (Kusuma, 2003).
Faktor penting dalam pembentukan perakaran setek, yaitu :menyediakan air
yang cukup untuk seluruh setek dan mengurangi penguapan dari bagian atas
seperti daun, persedian udara yang cukup di bagian bawah setek, perkembangan
dan pertumbuhan akar dapat terhenti jika kekurangan oksigen, dan cahaya yang
terpencar menyebar ratadan suhu optimum yang tetap. Keadaan di atas dapat
diperoleh dengan mempergunakan medium akar yang longgar dan bersifat spon,
sehingga dapat menahan air banyak tetapi aerasi cukup (Suprapto, 2004).
8

Universitas Sumatera Utara

Peranan Zat Pengatur Tumbuh
Auksin hanya efektif pada jumlah tertentu, konsentrasi yang terlalu tinggi
mampu merusak bagian tanaman sedangkan konsentrasi hormon di bawah optimal
menjadi tidak efektif. Menurut Harjadi (2009), salah satu jenis auksin yang umum
digunakan adalah NAA (Naftalen asetik amid), penggunaan NAA pada
konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan tanaman berupa
kecoklatan pada pangkal setek, namun pada konsentrasi rendah sangat efektif
pada jenis tanaman tertentu.
Perakaran pada setek dapat dipercepat dengan perlakuan khusus, yaitu
dengan penambahan ZPT (zat pengatur tumbuh) golongan auksin. Auksin
merupakan ZPT yang berperan dalam proses pemanjangan sel, pembelahan sel,
diferensiasi jaringan pembuluh dan inisiasi akar (Heddy, 2002). Inisiasi akar
dalam waktu relatif singkat dan sistem perakaran yang baik, dapat diperoleh
dengan penambahan ZPT pada konsentrasi optimal (Yasman dan Smits, 1998).
Penggunaan ZPT NAA dengan konsentrasi 500 ppm pada setek batang
sangitan (Sanbucus javanicar Reinw.) memberikan hasil terbaik pada jumlah daun
yaitu 5-6 helai. Pengamatan dilapangan diperoleh ZPT NAA 400 ppm
memberikan hasil terbaik pada penambahan jumlah daun yaitu sebanyak 28-29

helai dan ZPT NAA 500 ppm memberikan hasil terbaik pada penambahan tinggi
tanaman yaitu sebesar 61-62 cm (Rahardiyanti,2005).
Pada penelitian lain, Konsentrasi NAA 100 ppm meningkatkan persentase
hidup bibit, panjang daun, dan tinggi bibit nenas pada tahap aklimatisasi,
sedangkan jumlah akar terbanyak pada konsentrasi NAA 200 ppm.Pemberian
NAA dengan tingkat konsentrasi 100 ppm dan lama perendaman 30 menit
menghasilkan panjang akar yang lebih panjang, pada tingkat konsentrasi 200 ppm

9
Universitas Sumatera Utara

dengan lama perendaman 20 menit menghasilkan bobot segar dan bobot kering
akar bibit nenas yang lebih besar ( Marzuki, et al., 2008).

10
Universitas Sumatera Utara