PENGARUH PENDEKATAN SCAFFOLDING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VIII DI MTSN JAMBEWANGI SELOPURO BLITAR SEMESTER I TAHUN PELAJARAN 2014 2015 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

BAB II
LANDASAN TEORI

A.

Pembelajaran Matematika
1.

Hakekat Matematika
Setiap orang selalu mempunyai keinginan untuk belajar misalnya
belajar berhitung, bahasa, menggambar dan lain-lainnya. Hal ini
dilakukan karena semua orang mempunyai sifat keingintahuan yang tinggi
dan ingin maju. Untuk saat ini yang perlu kita bahas adalah belajar
matematika, apa yang dimaksud dengan Matematika itu?
Istilah Matematika berasal dari kata Yunani “Mathein” atau
“Manthenein”, yang artinya “mempelajari”. Mungkin juga kata tersebut
erat hubungannya dengan kata sensekerta “medha” atau “widya” yang
artinya “kepandaian”, “ketahuan” atau “intelegensi”.1 Definisi matematika
sendiri sampai saat ini belum ada definisi tunggal. Hal ini terbukti adanya
puluhan definisi matematika yang belum mendapat kesepakatan
diantaranya


para matematikawan, mereka saling

berbeda dalam

mendefinisikan matematika, namun yang jelas hakekat matematika dapat
diketahui karena obyek penelaahan matematika yaitu sasarannya telah
diketahui sehingga dapat diketahui pula bagaimana cara berfikir
matematika tersebut. 2

1Muhammad Maskur dan Abdul Halim Fatoni, Mathematical Intelegence, (Jogjakarta: ArRuzz Media, 2008), hlm.42
2Herman Hudoyo, Pengembangan Kurikulum dan Pengembangan Matematika, (Malang:
Universitas Negeri Malang, 2001), hlm.45

11

12

Pengertian matematika diantaranya dijelaskan menurut W. W.
Sawyer adalah studi dari semua kemungkinan, maksud dari pola adalah

keteraturan yang dapat dimengerti pikiran kita.3 Dalam pengertian lain
mngenai matematika adalah suatu ilmu tentang logika mengenai bentuk,
susunan, besaran dan konsep berhubungan satu sama lain yang jumlahnya
banyak. 4
Menurut R. Soedjadi menyebutkan beberapa definisi atau
pengertian dengan Matematika menurut sudut pandangnya adalah sebagai
berikut: 5
a.

Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan, eksak dan
terorganisir.

b.

Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.

c.

Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan
berhubungan dengan bilangan.


d.

Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan
masalah tentang ruang dan bentuk.

e.

Matematika adalah pengetahuan tentang unsur-unsur yang ketat.
Sedangkan menurut Abdul Halim Fathani matematika adalah

sebuah ilmu pasti yang memang selama ini menjadi induk dari segala ilmu

3 Herman Hudoyo, Mengajar Belajar Matematika, (Depdikbud, 1998), hlm.74
4 Russefendi, Pengajaran Matematika Modern dan Masa Kini Untuk Guru dan PGSD,
(Bandung: Tarsito, 1990), hlm.1
5 Soedjadio. R, Kiat Pendidikan Matematika Di Indonesia, Konstanta Keadaan Masa Kini
Menuju Harapan Masa Depan, ( Jakarta:Dirjen Diknas, 2000),hlm.11

13


pengetahuan di dunia ini.6 Selain itu menurut Herman Hudoyo matematika
adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir. 7
Menurut Johnson dan Myklehost Matematika adalah bahasa
simbolis yang fungsi praktisnya mengekspresikan hubungan-hubungan
kuantitatif dan keuangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk
memudahkan berfikir. Sedangkan Leiner mengatakan bahwa selain
sebagai bahasa simbolis, matematika juga merupakan bahasa yang
universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat dan
mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas.
Kline juga mengemukakan bahwa selain sebagai bahasa simbolis.
Ciri utama matematika adalah penggunaan cara bernalar deduktif tetapi
juga tidak merupakan cara bernalar induktif.8 Reys dkk. mengatakan
bahwa matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat
sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama
untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan
sosial, ekonomi dan alam. 9
2.

Belajar Matematika

Belajar merupakan suatu kata yang menggambarkan aktivitas
seseorang, namun kita belum memberikan batasan aktivitas seseorang
yang bagaimana yang dapat dikatakan sebagai belajar. Banyak ditemukan

6 Abdul Halim Fathoni, Matematika hakikat dan Logika, (Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA,
2009), hlm.5
7 Herman Hudoyo, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika, (Malang:
Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, 2001), hlm.45
8 Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2003), hlm. 252
9 H. Erman Suherman. Ar.dkk. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia, 2003), hlm. 7

14

dalam buku-buku pendidikan dan psikologi tentang definisi belajar yang
dikemukakan oleh para ahli, diantaranya menurut rumusan kimble
mengatakan bahwa:
Belajar adalah perubahan yang relatif menetap dalm potensi
tingkah laku yang terjadi. Sebagai akibat dari latihan dengan

penguatan dan tidak temasuk perubahan-perubahan karena
kematangan, kelelehan atau kerusakan pada susunan saraf atau
dengan kata lain bahwa mngetahui dan memahami sesuatu
sehingga terjadi perubahan dalam diri seseorang yang belajar. 10
Definisi lain diungkapkan oleh Wittig yang dikutip oleh Muhibin
Syah bahwa belajar adalah perubahan yang relatif menetap yang terjadi
dalam segala macam atau keseluruhan tingkah laku suatu organisme
sebagai hasil pengalaman.

11

Hal ini senada dengan yang diungkapakan

oleh Herman Hudojo belajar merupakan suatu usaha yang merupakan
kegiatan hingga terjadi perubahan tingkah laku yang relatif tetap. 12
Perubahan tingkah laku tersebut merupakan suatu hasil belajar yang dapat
diamati dan berlaku dalam waktu yang relatif lama atau menetap.
Menurut Lyle E.Bourne, J.R Bruce R.Ekstrand Belajar adalah
“perubahan tingkah laku yang relatif tetap yang diakibatkan oleh
pengalaman


dan

latihan”.

13

Sedangkan

menurut

pandangan

kontruktivisme, belajar merupakan proses aktif belajar mengkonstruksi

10 Lysnawati Simanjuntak, dkk. Metode Mengajar matematika, (Jakarta: Rineka Cipta,
1993), hlm.38
11 Muhibbin Syah, MPd, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003),
hlm.66
12 Herman Hudojo, Strategi Belajar Mengajar Matematika, (Malang: Ikip Malang, 1990),

hlm.13
13 Mustaqim, Psikologi Pendidikan, (Semarang: Fakultas tarbiyah IAIN Wali Songo
Semarang, 2004), hlm. 33

15

arti, entah teks, dialog, pengalaman fisis dan lain-lain.14 Proses yang
dimaksud disini dapat dicirikan sebagai belajar yang berarti membentuk
makna, konstruksi arti itu adalah proses yang terus menerus, belajar
merupakan suatu pengembangan pikiran dengan membuat pengertian baru
dan hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman dalam dunia nyata dan
lingkungannya. Hal ini di dukung juga oleh Sardiman bahwa belajar
merupakan tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan
misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain
sebagainya. 15
Dari beberapa definisi di atas menunjukkan bahwa belajar
merupakan suatu aktifitas yang melibatkan tiga hal pokok yaitu adanya
perubahan tingkah laku, sifat perubahan tersebut relatif permanen serta
perubahan tersebut disebabkan interaksi dengan lingkungannya.
Matematika


seringkali

dilukiskan

sebagai

suatu

kumpulan

metematika yang setiap dari sistem tersebut mempunyai struktur tersendiri
yang sifatnya bersifat deduktif. Matematika juga berkenaan dengan ideide abstrak yang diberi simbol-simbol yang tersusun secara hirarkis dan
penalarannya deduktif. Jelas bahwa belajar metematika itu merupakan
kegiatan mental yang tinggi. 16
Jeroni Bruner brpendapat bahwa belajar matematika adalah belajar
tentang konsep-konsep dan struktur matematika yang terdapat di dalam
14 Paul Suparno, Filsafat Kontruktifis Dalam Pendidikan, (Jakarta: Konisius, 1997),
hlm.61
15 Sardiman, Interaksi dan Motifasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 1986), hlm.20
16 Hudoyo, Mengajar Belajar….hlm.3

16

materi yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antara konsepkonsep dan struktur-struktur matematika itu. Pemahaman terhadap konsep
dan struktur suatu materi itu dipahami secara komprehenshif. 17 Jadi untuk
mempelajari suatu konsep matematika yang lebih tinggi maka ia harus
mempelajari atau menguasai konsep prasyarat yang mendahului konsep
tersebut. Oleh karenanya belajar matematika itu sebenarnya untuk
mendapatkan hubungan-hubungan dan simbol-simbol dan kemudian
mengaplikasikannya kesituasi yang nyata.
3.

Belajar Mengajar Matematika
Teknik penyajian pelajaran atau metode mengajar adalah suatu
pengajaran tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh guru atau
instruktur.18 Definisi lainnya yang melihat dari sudut siswa, mengajar
adalah mengatur dan menciptakan kondisi yang terdapat di lingkungan
siswa sehingga dapat menumbuhkan niat siswa melakukan kegiatan

belajar. 19
Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa
dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjuk pada apa yang harus
dilakukan seseorang sebagai subyek yang menerima pelajaran (sasaran
didik), sedangkan mengajar menunjukan pada apa yang harus dilakukan
oleh guru sebagai pengajar.20 Mengajar sendiri pada dasarnya merupakan

17 Ibid…hlm.48
18 Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hlm.1
19 Drs. Radno Harsanto, M.Si, Pengelolaan Kelas Yang Dinamis, (Yogyakarta:
KANISIUS, 2007), hlm.87
20 Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: SINAR BARU
ALGESINDO OFFSET, 2004), hlm.28

17

suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem

lingkungan yang

mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar. 21
Di dalam mengajar metemetika, seorang pengajar matematika
mampu memberikan intervensi yang bila pengajar itu telah menguasai
dengan baik bahan atau konsep matematika yang akan diajarkan. Namun
penguasaan terhadap bahan matematika saja tidak cukup untuk dapat
membuat peserta didik berpartisipasi secara aktif dalam belajar. Pengajar
juga harus menguasai atau memahami teori belajar sehingga belajar
matematika menjadi digemari oleh peserta didik. Jadi dapat dikatakan
bahwa belajar dan mengajar merupakan dua hal yang berkaitan dan saling
mempengaruhi yang dapat menentukan hasil belajar. Mangajar akan
efektif bila kemampuan berpikir anak diperlihatkan dan karena itu
perhatian ditujukan kepada kesiapan struktur kognitif siswa. Adapun
struktur

kognitif

mengacu

kepada

organisasi

pengetahuan

atau

pengalaman yang telah dikuasai seorang siswa yang memungkinkan siswa
dapat

menangkap

ide-ide

atau

konsep-konsep

baru,

kenyataan

menunjukkan bahwa perkembangan intelektual siswa berlangsung
bertahap secara kualitatif. Walaupun perkembangan itu nampaknya
berjalan

dengan

sendirinya,

nampaknya

perlu

diarahkan

sebab

perkembangan tersebut dapat dibantu atau terhalang oleh keadaan
lingkungan. 22

21 Sardiman, Interaksi dan Motifasi…hlm.47
22 Hudojo, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika…., hlm.51

18

Guru atau pengajar dalam proses mengajar dapat saja tidak
langsung berhadapan muka dengan yang diberi pelajaran atau peserta
didik, misalnya melalui media seperti buku, teks, modul dan lain-lain.
Menurut Simanjuntak keberhasilan proses belajar mengajar matematika
tidak terlepas dari persiapan peserta didik dan persiapan oleh tenaga
pendidik dibidangnya dan bagi para peserta didik yang sudah mempunyai
minat (siap) untuk belajar matematika akan merasa senang dan dengan
penuh perhatian mengikuti pelajaran tersebut, oleh karena itu para
pendidik harus berupaya untuk memelihara maupun mengembangkan
minat ataupun kesiapan belajar anak didiknya atau dengan kata lain bahwa
“teori belajar mengajar matematika harus dipahami” betul- betul oleh para
pengelok pendidikan.23
4.

Proses Belajar Mengajar Matematika.
Proses belajar mengajar merupakan serangkaian kegiatan guru
mulai perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai dengan evaluasi dan
program tindak lanjut yang berlangsung untuk mencapai tujuan tertentu
yaitu pengajaran. Menurut M. Uzer Usman proses belajar mengajar adalah
satu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas
dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif
untuk mencapai tujuan tertentu.24
Di dalam proses belajar mengajar terdapat beberapa komponen
yang sangat berpengaruh terhadap kegiatan tersebut antara lain:
23 Simanjuntak, Metode mengajar…., hlm.65
24 Suryabrata, Proses Belajar Mengajar Di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hlm.19

19

a.

Tujuan
Tujuan adalah cita-cita yang ingin dicapai dari suatu kegiatan.
Adapun dalam pendidikan dan pengajaran tujuannya adalah
terdapatnya sejumlah nilai-nilai yang baru ditanamkan kepada anak
didik

b.

Bahan Pelajaran
Bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan
dalam proses belajar mengajar.

c.

Kegiatan

Belajar

Mengajar
Segala sesuatu yang telah diprogramkan akan dilaksanakan
dalam proses belajar mengajar.
d.

Metode
Metode adalah suatu cara mengajar untuk mebahas bahan
pelajaran sehingga mencapai tujuan pembelajaran.

e.

Alat (Media)
Alat atau media adalah sesuatu yang dapat digunakan dalam
rangka mencapai tujuan pengajaran.

f.

Sumber Pengajaran.
Sumber pengajaran adalah segala sesuatu yang menjadi pusat
bahan pelajaran.

g.

Evaluasi

20

Evaluasi adalah satu keadaan atau suatu proses untuk
menentukan nilai dari suatu di dalam dunia pendidikan atau untuk
mengetahui sejauh mana kemampuan anak dalam memahami suatu
materi yang telah diajarkan.
Adapun fungsi dari evaluasi antara lain:
1) Untuk menilai hasil pembelajaran.
2) Untuk menentukan metode yang tepat supaya tercapai tujuan
pembelajaran.
3) Untuk mengetahui kesulitan-kesulitan belajar yang nantinya dapat
ditemukan suatu pemecahannya.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar
mengajar metematika antara lain:
a. Peserta Didik
Tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran tergantung
kepada peserta didik, misalnya bagaimana kemampuan
kesiapan, minat peserta didik terhadap mengikuti kegiatan
belajar mengajar matematika dan psikologi peserta didik.
b. Pengajar
Kemampuan

pengajar

untuk

menyampaikan

dan

sekaligus penguasaannya materi sangat mempengaruhi proses
belajar.
c. Prasarana dan Sarana

21

Sarana yang memadahi akan menunjang tercapainya
tujuan belajar mengajar matematika dan juga merupakan
fasilitas belajar yang penting.
d. Penilaian
Hal ini digunakan melihat keberhasilan proses belajar
mengajar sehingga akan didapat peningkatan keberhasilan.25
Jadi dapat disimpulkan proses belajar mengajar metematika
merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan
guru yang mengamati dan siswa yang belajar metematika atas dasar
timbal balik untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
5.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Belajar
Mengajar Matematika
Ada banyak faktor yang mempengaruhi terhadap keberhasilan studi
anak. Faktor-faktor tersebut dapat digolongkan ke dalam 2 macam yaitu
faktor berasal dari dalam diri anak itu (internal) dan fakor yang berasal
dari luar diri anak (eksternal).
Faktor yang berasal dari dalam diri anak (internal) antar lain:
1. Faktor Jasmaniah

a.

Faktor Kesehatan
Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagianbagiannya atau bebas dari penyakit.

b.

Cacat Tubuh

25 Hudojo, Strategi Belajar…hlm.8-9

22

Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau
kurang sempurna mengenai tubuh atau badan.

2. Faktor Psikologi
a. Intelegensi
Intelegensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu
kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi
yang baru dan cepat dan efektif, mengetahuai atau menggunakan
konsep-konsep yang abstrak secara efektif mengetahui relasi dan
mempelajarinya dengan cepat.
b. Perhatian
Perhatian menurut Ghozali adalah kreatifitas jiwa yang di
pertinggi. Jika itu pun semata-mata tertuju kepada suatu obyek
benda atau hal atau sekumpulan obyek.
c. Minat
Minat

adalah

kecenderungan

yang

tetap

untuk

memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan.
d. Bakat
Bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu baru
akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau
berlatih.
e. Motif

23

Motif erat hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai. Di
dalam menentukan tujuan itu dapat disadari atau tidak, akan tetapi
untuk mencapai tujuan itu perlu berbuat, sedangkan yang menjadi
penyebab berbuat adalah motif itu sendiri sebagai daya penggerak
atau pendorong.
f. Kematangan
Kematangan

adalah

suatu

tingkat

atau

fase

dalam

perkumpulan seseorang, dimana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk
melaksanakan kecakapan baru.
g. Kesiapan
Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi response atau
bereaksi.
3. Faktor Kelelahan
Kelelahan pada seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi
dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu kelelahan jasmani dan
kelelahan rohani (bersifa psikis).
Adapun faktor yang berasal dari luar diri anak (eksternal) antara
lain:
a) Faktor Keluarga
Faktor keluarga terdiri dari: cara orang tua mendidik, relasi
antar anggota, suasana rumah, keadaan ekonomi, pengertian orang
tua dan latar belakang kebudayaan
b) Faktor Sekolah

24

Faktor sekolah terdiri dari: metode mengajar, kurikulum,
relasi guru dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu
sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode
belajar, tugas rumah.
c) Faktor Masyarakat
Faktor masyarakat terdiri dari: kegiatan siswa dalam
masyarakat, mass media, teman bergaul dan bentuk kehidupan
masyarakat.
B.

Pendekatan Scaffolding
Teori Vygotskian berpendapat bahwa pengetahuan dikonstruksi secara
kolaboratif antar individual dan keadaan tersebut dapat disesuaikan oleh setiap
individu. Proses dalam kognisi diarahkan melalui adaptasi intelektual dalam
konteks

sosial

budaya.

Proses

penyesuaian

itu

equivalen

dengan

pengkonstruksian pengetahuan secara intra individual yakni melalui proses
regulasi diri internal. Dalam hubungan ini, para konstruktivis Vygotskian lebih
menekankan pada penerapan teknik saling tukar gagasan antar individual.
Dua prinsip penting yang diturunkan dari teori Vygotsky adalah: (1)
mengenai fungsi dan pentingnya bahasa dalam komunikasi sosial yang
dimulai proses pencanderaan terhadap tanda (sign) sampai kepada tukar
menukar informasi dan pengetahuan, (2) zone of proximal development. Guru
sebagai mediator memiliki peran mendorong dan menjembatani siswa dalam
upayanya membangun pengetahuan, pengertian dan kompetensi. Sumbangan
penting teori Vygotsky adalah penekanan pada hakikat pembelajaran

25

sosiokultural. Inti teori Vygotsky adalah menekankan interaksi antara aspek
internal dan eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan
sosial pembelajaran.
Teori Vygotsky diantaranya adalah scaffolding. Scaffolding berarti
memberikan kepada seorang anak sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap
awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan
memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung
jawab yang semakin besar segera setelah mampu mengerjakan sendiri.
Bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan,
menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat
mandiri. Vygotsky mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa dalam
upayanya memecahkan permasalahan, yaitu (1) siswa mencapai keberhasilan
dengan baik, (2) siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan, (3) siswa gagal
meraih keberhasilan. Scaffolding berarti upaya guru untuk membimbing siswa
dalam upayanya mencapai suatu keberhasilan. Dorongan guru sangat
dibutuhkan agar pencapaian siswa ke jenjang yang lebih tinggi menjadi
optimum.26
Teori Vygotsky memberikan suatu sumbangan yang sangat berarti
dalam kegiatan pembelajaran. Teori ini memberi penekanan pada hakekat
sosiokultural dari pembelajaran. Vygotsky menyatakan bahwa pembelajaran
terjadi apabila peserta didik bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang
belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan
kemampuan atau tugas itu berada dalam zone of proximal development daerah
26 Vygotsky, Mind in society…, hlm. 5

26

terletak antara tingkat perkembangan anak saat ini yang didefinisikan sebagai
kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau
teman sebaya yang lebih mampu. 27
Teori Vigotsky dalam kegiatan pembelajaran juga dikenal apa yang
dikatakan scaffolding (perancahan), dimana perancahan mengacu kepada
bantuan yang diberikan teman sebaya atau orang dewasa yang lebih lompeten,
yang berarti bahwa memberikan sejumlah besar dukungan kepada anak selama
tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan dan
memberikan kesempatan kepada anak itu untuk mengambil tanggung jawab
yang semakin besar segera setelah ia mampu melakukannya sendiri.
Scaffolding adalah pemberian bantuan kepada anak selama tahap-tahap
awal perkembangannya dan mengurangi bantuan tersebut dan memberikan
kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin
besar segera setelah anak dapat melakukannya.

28

Dalam teori scaffolding

siswa diberikan tugas-tugas kompleks, sulit dan realistic dan kemudian
diberikan bantuan secukupnya untuk menyelesaikan tugas-tugas itu. Hal ini
bukan berarti bahwa diajar sedikit demi sedikit komponen-komponen suatu
tugas yang kompleks yang pada suatu hari diharapkan akan terwujud menjadi
suatu kemampuan untuk menyelesaikan tugas kompleks tersebut.
Penulis sendiri mendefinisikan scaffolding sebagai bantuan yang besar
kepada seorang anak selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian
mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak
27 Nur dan Wikandari, Pengajaran…, hlm. 4.
28 Trianto, Mendesain …, 39

27

tersebut untuk mengerjakan pekerjaannya sendiri dan mengambil alih
tanggung jawab pekerjaan itu. Bantuan yang diberikan guru dapat berupa
petunjuk, peringatan, dorongan menguraikan masalah kedalam bentuk lain
yang memungkinkan siswa dapat mandiri. Lihat gambar di bawah ini!
Perkembangan
aktual

Intervensi
awal berupa
sajian
masalah

Intervensi lanjutan
melalui teknik
scaffolding

Gambar 2.1 Model Pengembangan ZPD
Gambar di atas menunjukan bahwa pemberian intervensi atau
bantuan oleh guru dilberikan pada saat siswa sudah merasa sangat
kesulitan, yakni ketika ia benar-benar berada di ujung kemampuan
aktualnya. Dengan diberikan bantuan misalnya dengan contoh, diskusi,
hints atau pertanyaan, siswa dapat menuju kemampuan potensialnya, dan
jika anak telah sampai pada tingkat yang lebih sulit lagi, maka bantuan
pun dapat kembali diberikan begitu seterusnya. Sehingga siswa tidak akan
merasa terganggu dan merasa diabaikan.
Gasong

mengemukakan

langkah-langkah

pembelajaran

pembelajaran Vygotsky tentang Scaffolding sebagai berikut:

Teori

28

Tabel 1
Langkah-langkah pembelajaran Teori Scaffolding
Fase
1. Mencapai persetujuan dan
menetapkan fokus belajar
2. Mengecek hasil belajar
sebelumnya (prior
learning)
3. Merancang dan
menyiapkan tugas-tugas
belajar (aktivitas belajar
scaffolding)
4. Melaksanakan tugas
pembelajaran
5. Memantau dan memediasi
aktivitas dan belajar
6. Mengecek dan
mengevaluasi hasil belajar
7. Mendorong dilakukannya
transferensi belajar

Peran Guru
a. Guru memperoleh persetujuan dari
siswa mengenai tujuan-tujuan khusus
yang ingin dicapai dari setiap
kegiatan yang akan dilaksanakan.
b. Mengecek harapan, kebutuhan,
pengetahuan, dan pengalaman siswa
serta Menentukan ZPD dengan
membagi siswa dalam kelompok
c. Menjabarkan secara eksplisit tujuan,
spesifikasi aktivitas dan jadwal
pelaksanaannya, memasukkan
kemajuan dan prestasi dan
d. Guru atau siswa menyiapkan
scaffolding untuk aktivitas belajar.
e. Guru memediasi siswa melakukan
tugas belajar
f. Mendorong siswa untuk berkerja
secara mandiri
g. Mengarahkan siswa yang
kemampuanya tinggi mengajari siswa
yang kemampuanya rendah

Menurut Nadhirin kelebihan dan kekurangan metode scaffolding
adalah:29
a.

Kelebihan
1) Pembelajaran menjadi lebih membuat siswa lebih termotivasi dan
mengaitkan minat siswa dengan tugas belajar dan memberi
petunjuk untuk membantu anak berfokus pada pencapaian tujuan,
hal ini sangat penting, sebab dengan dapat memecahkan masalah
dalam materi yang ditemukan siswa akan lebih termotivasi dalam

29 Nadhirin, http://nadhirin.blogspot.com; 2011, diakses tanggal 22 Maret 2014

29

belajar bukan saja bagi siswa, guru juga akan lebih semangat dalam
melakukan kegiatan pembelajaran.
2) Secara jelas menunjukkan perbedaan antara pekerjaan anak dan
solusi standar atau yang diharapkan, juga mengurangi frustasi,
memberi model dan mendefenisikan dengan jelas harapan
mengenai aktivitas yang akan dilakukan. Dengan demikian
pembelajaran yang sesuai dengan apa yang diharabkan akan terjadi
dan berjalan lancar.
b. Kekurangan
1) Guru

lebih

intensif

dalam

membimbing.

Karena

dalam

pembelajaran dengan menggunakan teori Vygotsky, guru tidak lagi
berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola
kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan
pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa
dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan
belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan
keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran
guru bukanlah sebagai instruktur atau penguasa yang memaksa
kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka
dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
2) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan
atau menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar

30

menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi–strategi
mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya
guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap
siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan
semula.
C.

Prestasi Belajar
1. Pengertian Prestasi Belajar
Dalam Tesaurus Bahasa Indonesia Prestasi adalah hasil, kinerja. 30
Adapun pengertian prestasi menurut WJS. Poerdaminta adalah hasil yang
telah dicapai (dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya) dan menurut Mas’ud
Khasan Abdul Qohar dalam kamus ilmiah populer, prestasi adalah apa
yang telah diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang
diperoleh dengan keuletan kerja.31
Sedangkan Belajar dalam Tesaurus Bahasa Indonesia adalah
menuntut ilmu, bersekolah, berlatih. Untuk menjelaskan apa yang
dimaksud dengan belajar disini dipaparkan pengertian belajar:32
a. Belajar adalah suatu perubahan tingkah laku manusia sebagai hasil dari
pengalaman, tingkah laku dapat bersifat jasmaniah (kelihatan) dapat

30 Eko Endarmoko, Tesaurus Bahasa Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2007), hlm.
317
31 W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: PN Balai Pustaka,
1982), hlm. 768
32 Muhaimin, dkk, Strategi belajar Mengajar (Surabaya: CV Citra Media 1996) hlm. 37

31

juga bersifat intelektualatau merupakan suatu sikap sehingga tidak
dapat dilihat.
b. Belajar merupakan suatu proses timbulnya atau berubahnya tingkah
laku melalui latihan (pendidikan) yang membedakan dari perubahan
oleh faktor-faktor yang tidak dapat digolongkan dalam latihan
(pendidikan)
c. Belajar adalah suatu proses dimana suatu organisme berubah
perilakunya sebagai akibat dari pengalaman.
Jadi belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui
pengalaman dan proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi
dengan lingkungan.33 Dalam Q.S. Al-Nahl: 78 Allah berfirman:

   
   
   
   

dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.34
Prestasi belajar merupakan simbol dari keberhasilan seorang siswa
dalam

studinya.

Menurut

Bloom

salah

satu

tokoh

Humanistik

menyebutkan bahwa prestasi belajar adalah sebagai perubahan tingkah

33 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm. 27-28
34 Depag RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya, (Semarang: PT Toha Putra, 1995), hlm.

32

laku meliputi tiga ranah yang disebut Taksonomi. Tiga ranah dalam
Taksonomi Bloom adalah:35
a.

Domain kognitif, terdiri atas enam tingkatan:
Pengetahuan, Pemahaman, Aplikasi, Analisis, Sintesis, Evaluasi

b.

Domain

psikomotor,

terdiri

atas

lima

tingkatan: Peniruan, Penggunaan, Ketepatan, Perangkaian, Naturalisasi
c.

Domain afektif terdiri atas lima tingkatan:
Pengenalan, Merespon, Penghargaan, Pengorganisasian, Pengamalan
Prestasi belajar di bidang pendidikan adalah hasil dari pengukuran

terhadap peserta didik yang meliputi faktor Kognitif, Afektif dan
Psikomotor setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan
menggunakan instrumen tes atau instrumen yang relevan. Prestasi belajar
adalah penilaian pendidikan tentang kemajuan siswa dalam segala hal
yang dipelajari di sekolah yang menyangkut pengetahuan atau ketrampilan
yang dinyatakan sesudah hasil penelitian.36
Jadi prestasi belajar adalah hasil pengukuran dari penilaian usaha
belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, huruf maupun kalimat yang
menceritakan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak pada periode
tertentu.37

35Asri Budiningsih, Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: Rineka Cipta,
2005), hlm.75
36Syaiful Bakhri Djamarah, op.cit., hlm. 24
37Sunarto, Pengertian Prestasi Belajar(http://sunartombs.wordpress.com/2012/06/11/
pengertian-prestasi-belajar/, diakses 11 Maret 2012)

33

Dalam kegiatan pendidikan formal tes prestasi belajar dapat
berbentuk ulangan harian, Ujian Tengah Semester, Ujian Akhir Semester
bahkan Ujian Akhir Nasional dan ujian-ujian masuk Perguruan Tinggi.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa
adalah sebagai berikut:
a. Faktor yang berasal dari diri sendiri (internal), terdiri dari faktor
fisiologis, psikologis dan kematangan.
1) Faktor jasmaniah (phisiologis) baik yang bersifat bawaan maupun
yang diperoleh (kesehatan).
Kondisi tubuh yang lemah dapat menurunkan kualitas
ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajari kurang
dipahami. Untuk mempertahankan jasmani yang sehat maka siswa
dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang
bergizi. Selain itu siswa juga dianjurkan memilih pola istirahat dan
olah raga ringan yang berkesinambungan.
Tingkat kesehatan indera pendengar dan indera penglihat
juga mempengaruhi siswa dalam menyerap informasi dan
pengetahuan. Untuk mengatasi kemungkinan timbulnya masalah
mata dan telinga, maka sebaiknya guru bekerjasama dengan
sekolah untuk memperoleh bantuan pemeriksaan rutin dari dinas

34

kesehatan. Kiat lain adalah menempatkan siswa yang penglihatan
dan penglihatan dan pendengarannya kurang sempurna di deretan
bangku terdepan secara bijaksana.38
2) Faktor psikologis, baik yang bersifat bawaan maupun yang
diperoleh (intelegensi, perhatian, sikap siswa, bakat, minat,
motivasi)
a) Intelegensi
Intelegensi adalah kesanggupan untuk menyesuaikan
diri kepada kebutuhan baru, dengan menggunakan alat-alat
berpikir yang sesuai dengan tujuannya.39 Tingkat intelegensi
siswa sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.
Semakin tinggi kemampuan intelegensi siswa maka semakin
besar peluangnya meraih sukses, demikian pula sebaliknya.
b) Perhatian
Perhatian merupakan keaktifan jiwa yang dipertinggi,
jiwa itupun semata-mata tertuju kepada suatu objek atau
benda-benda atau sekumpulan objek. Untuk memperoleh hasil
belajar yang baik maka guru harus mengusahakan bahan
pelajaran yang menarik perhatian sesuai dengan hobi dan
bakatnya. Proses timbulnya perhatian ada dua cara, yaitu
perhatian yang timbul dari keinginan (volitional attention) dan
38Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hlm.
145-146
39Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007),
hlm. 52

35

bukan dari keinginan atau tanpa kesadaran kehendak
(nonvolitional attention).40

c) Sikap
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif
berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan
cara yang relative tetap terhadap objek orang, barang dan
sebagainya baik secara positif maupun negative. Untuk
mengantisipasi sikap negative guru dituntut untuk lebih
menunjukkan sikap positif terhadap dirinya sendiri dan mata
pelajarannya. Selain menguasai bahan-bahan yang terdapat
dalam bidang studinya, tetapi juga meyakinkan siswa akan
manfaat bidang studi itu bagi kehidupan mereka. Sehingga
siswa merasa membutuhkannya, dan muncullah sikap positif
itu.
d) Bakat
Bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki
seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan
datang. Hendaknya orangtua tidak memaksakan anaknya
untuk menyekolahkan anaknya ke jurusan tertentu tanpa
mengetahui bakat yang dimiliki anaknya. Siswa yang tidak
mengetahui bakatnya, sehingga memilih jurusan yang bukan
40Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Integrasi Dan
Kompetensi (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 129-130

36

bakatnya akan berpengaruh buruk terhadap kinerja akademik
atau prestasi belajarnya.41

e) Minat
Minat adalah kecenderungan dan kegairahan yang
tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Siswa yang
menaruh minat besar terhadap kesenian akan memusatkan
perhatiannya lebih banyak daripada yang lain. Pemusatan
perhatian itu memungkinkan siswa untuk belajar lebih giat
dan mencapai prestasi yang diinginkan.42
f) Motivasi
Motivasi belajar merupakan kekuatan, daya pendorong,
atau alat pembangun kesediaan dan keinginan yang kuat
dalam diri siswa untuk belajar secara aktif, kreatif, efektif,
inovatif, dan menyenangkan dalam rangka perubahan
perilaku, baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun
psikomotor. Motivasi ada dua jenis, intrinsik dan ekstrinsik.
Motivasi intrinsik adalah motivasi yang datang secara alamiah
dari diri siswa itu sendiri sebagai wujud adanya kesadaran diri
dari lubuk hati paling dalam. Motivasi ekstrinsik adalah
motivasi yang datangnya disebabkan faktor-faktor di luar diri
41Muhibbin Syah, Psikologi Belajar…., hlm. 150
42E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004 Panduan Pembelajaran KBK (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 194

37

peserta didik, seperti adanya pemberian nasihat dari gurunya,
hadiah, kompetisi sehat antarpeserta didik, hukuman dan
sebagainya.43
3) Faktor kematangan fisik maupun psikis (kesiapan, kelelahan)44
a) Kematangan
Kematangan merupakan suatu tingkatan atau fase dalam
pertumbuhan seseorang, di mana seluruh organ-organ
biologisnya sudah siap untuk melakukan kecakapan baru.
Anak yang sudah siap (matang) belum dapat melaksanakan
kecakapannya sebelum belajar. Belajar akan lebih berhasil
apabila anak sudah siap (matang) untuk belajar. Dalam
konteks proses pembelajaran kesiapan untuk belajar sangat
menentukan aktivitas belajar siswa.
b) Kesiapan
Kesiapan atau readiness merupakan kesediaan untuk memberi
respons atau bereaksi. Kesediaan itu datang dari dalam diri
siswa dan juga berhubungan dengan kematangan. Kesiapan
amat perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika
siswa belajar dengan kesiapan, maka hasil belajarnya akan
lebih baik.

43Nanang Hanafiah, dkk, Konsep Strategi Pembelajaran (Bandung: PT Refika Aditama,
2009), hlm. 26-27
44Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Integrasi Dan
Kompetensi (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 135-137

38

c) Kelelahan
Kelelahan ada dua macam, yaitu kelelahan jasmani (fisik) dan
kelelahan rohani (psikis). Kelelahan jasmani terlihat dengan
lemah lunglainya tubuh dan muncul kecenderungan untuk
membaringkan tubuh (beristirahat). Sedangkan kelelahan
rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan,
sehingga minat dan dorongan untuk berbuat sesuatu termasuk
belajar menjadi hilang.
b. Faktor yang berasal dari luar (eksternal) diantaranya:
Faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar diri anak
didik.45 Faktor eksternal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa
dikelompokkan menjadi 3 faktor yaitu: faktor keluarga, faktor sekolah,
dan faktor masyarakat.
1) Faktor keluarga
Pengertian keluarga menurut Abu Ahmadi adalah Unit
satuan masyarakat yang terkecil yang sekaligus merupakan
kelompok terkecil dalam masyarakat.46
Keluarga akan memberikan pengaruh kepada siswa yang
belajar berupa: cara orang tua mendidik, relasi antar anggota
keluarga, suasana rumah tangga, keadaan ekonomi keluarga,
pengertian orang tua dan latar belakang kebudayaan.
45 Roestiyah, Didaktik Metodik, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hal. 57
46 Abu Ahmadi, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hal. 87

39

a) Cara orang tua mendidik
Orang tua merupakan sumber pembentukan kepribadian
anak, karena anak mulai mengenal pendidikan yang pertama
kali adalah pendidikan keluarga oleh orang tuanya.
b) Relasi antar anggota keluarga
Relasi antar anggota keluarga yang terpenting adalah
relasi orang tua dengan anaknya. Selain itu relasi anak dengan
saudaranya atau dengan anggota keluarga lainpun turut
mempengaruhi belajar anak.47 Wujud relasi ini misalnya apakah
hubungan itu penuh dengan kasih sayang dan pengertian,
ataukah diliputi oleh kebencian, sikap yang terlalu keras,
ataukan sikap yang acuh tak acuh dan sebagainya.
Demi kelancaran belajar serta keberhasilan anak, perlu
diusahakan relasi yang baik di dalam keluarga anak tersebut.
Hubungan yang baik adalah hubungan yang penuh pengertian
dan kasih sayang, disertai dengan bimbingan dan bila perlu
hukuman-hukuman untuk menyukseskan belajar anak sendiri.
c) Suasana rumah tangga
Suasana rumah dimaksudkan sebagai situasi-situasi atau
kejadian-kejadian yang sering terjadi di dalam keluarga di
mana anak berada dan belajar.48

47 Ibid.,
48 Slameto, Belajar dan Foktor-faktor..., hal. 65

40

Suasana rumah juga merupakan faktor yang penting
yang tidak termasuk faktor yang disengaja. Suasana rumah
yang gaduh/ramai dan semrawut tidak akan memberi
ketenangan kepada anak yang belajar.49 Suasana tersebut dapat
terjadi pada keluarga yang besar dan terlalu banyak
penghuninya. Suasana rumah yang tegang, ribut dan sering
terjadi cekcok, pertengkaran antar anggota keluarga atau
dengan keluarga lainnya menyebabkan anak menjadi bosan di
rumah, akibatnya belajarnya menjadi kacau.
d) Keadaan ekonomi keluarga
Keadaan ekonomi keluarga sangat erat hubungannya
dengan belajar anak. Anak yang sedang belajar selain harus
terpenuhi kebutuhan pokoknya, misalnya: makan, pakaian,
perlindungan, kesehatan dan lain-lainnya, juga membutuhkan
fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja, kursi, penerangan,
alat tulis-menulis, buku-buku dan lain sebagainya. Fasilitas
belajar itu hanya dapat terpenuhi jika keluarga mempunyai
cukup uang.50
e) Latar belakang kebudayaan
Tingkat pendidikan atau kebiasaaan di dalam keluarga
mempengaruhi sikap anak dalam belajar. Perlu kepada anak

49 Ibid.,
50 Abu Ahmadi, Psikologi…, hal.

41

ditanamkan kebiasaaan-kebiasaaan yang baik, agar mendorong
semangat anak untuk belajar.

2) Faktor sekolah
Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup
metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa
dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah,
standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas
rumah. Berikut ini akan penulis bahas faktor-faktor tersebut satu
persatu.
a)

Metode Mengajar
Metode adalah cara yang di dalam fungsinya
merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan.51
Sebagaimana kita ketahui ada banyak sekali metode
mengajar. Faktor-faktor penyebab adanya berbagai macam
metode mengajar ini adalah:
(1) Tujuan yang berbeda dari masing-masing mata pelajaran
sesuai dengan jenis, sifat maupun isi mata pelajaran
masing-masing.

51 Winarno Surakhmad, Metodologi Pengajaran Nasional, (Bandung, Jemmars, 1980),
75

42

(2) Perbedaan latar belakang individual anak, baik latar
belakang kehidupan, tingkat usia maupun tingkat
kemampuan berfikirnya.
(3) Perbedaan situasi dan kondisi di mana pendidikan
berlangsung.
(4) Perbedaan pribadi dan kemampuan dari pendidik masingmasing.
(5) Karena adanya sarana/fasilitas yang berbeda baik dari segi
kualitas maupun dari segi kuantitas.52
Metode mengajar seorang guru akan mempengaruhi
belajar siswa. Metode mengajar guru yang kurang baik akan
mempengaruhi belajar siswa menjadi tidak baik pula. Metode
mengajar yang kurang baik itu dapat terjadi karena guru kurang
persiapan dan kurang menguasai bahan pelajaran sehingga guru
tersebut menerangkannya tidak jelas. Akibatnya siswa malas
untuk belajar.
Guru yang lama biasaa mengajar dengan metode
ceramah saja. Siswa menjadi bosan, mengantuk, pasif dan
hanya mencatat saja. Guru yang progresif berani mencoba
metode-metode yang baru, yang dapat membantu
meningkatkan kegiatan belajar mengajar, dan meningkatkan

52Zuhairini, dkk, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya, Usana Offset
Printing, 1983), 80

43

motivasi siswa untuk belajar. Agar siswa dapat belajar dengan
baik, maka metode mengajar harus diusahakan yang setepat,
seefisien, dan seefektif mungkin.

b)

Kurikulum
Kurikulum dipandang sebagai sejumlah mata pelajaran
yang tertentu yang harus ditempuh atau sejumlah pengetahuan
yang harus dikuasai untuk mencapai suatu tingkat atau ijazah.53
Kurikulum sangat mempengaruhi belajar siswa.
Kurikulum yang kurang baik berpengaruh tidak baik terhadap
belajar. Kurikulum yang tidak baik itu misalnya kurikulum
yang terlalu padat, di atas kemampuan siswa, tidak sesuai
dengan bakat, minat dan perhatian siswa. Sistem instruksional
sekarang menghendaki proses belajar mengajar yang
mementingkan kebutuhan siswa. Guru perlu mendalami siswa
dengan baik, harus mempunyai perencanaan yang mendetail,
agar dapat melayani siswa belajar secara individual.

c)

Relasi Guru dengan Siswa
Proses belajar mengajar terjadi antara guru dengan
siswa. Proses tersebut juga dipengaruhi oleh relasi yang ada

53Ibid.,

44

dalam proses itu sendiri. Jadi cara belajar juga dipengaruhi oleh
relasinya dengan gurunya.
Di dalam relasi (guru dengan siswa) yang baik, siswa
akan menyukai mata pelajaran yang diberikannya sehingga
siswa berusaha mempelajari sebaik-baiknya. Hal tersebut juga
terjadi sebaliknya, jika siswa membenci gurunya. Ia segan
mempelajari mata pelajaran yang diberikannya, akibatnya
pelajarannya tidak maju.
Guru yang kurang berinteraksi dengan siswa secara
akrab, menyebabkan proses belajar mengajar itu kurang lancar.
Juga siswa merasa jauh dari guru, maka segan untuk
berpartisipasi secara aktif dalam belajar.
d)

Relasi Siswa dengan Siswa
Guru yang kurang mendekati siswa dan kurang
bijaksana, tidak akan melihat bahwa di dalam kelas ada grup
yang saling bersaing secara tidak sehat. Jiwa kelas tidak
terbina, bahkan hubungan masing-masing individu tidak
tampak.
Siswa yang mempunyai sifat-sifat dan tingkah laku
yang kurang menyenangkan teman lain, mempunyai rasa
rendah diri atau sedang mengalami tekanan-tekanan batin, akan
diasingkan dari kelompok. Akibatnya makin parah masalahnya
dan akan mengganggu belajarnya. Lebih-lebih lagi ia akan

45

menjadi malas untuk masuk sekolah dengan alasan-alasan yang
tidak-tidak karena di sekolah mengalami perlakuan yang
kurang menyenangkan dari teman-temannya.
e)

Disiplin Sekolah
Disiplin sekolah berarti adanya kesediaan untuk
mematuhi peraturan-peraturan dan larangan-larangan.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk menanamkan
disiplin kepada anak antara lain adalah: dengan pembiasaaan,
dengan contoh atau tauladan dan dengan penyadaran.
Kedisiplinan sekolah erat hubungannya dengan
kerajinan siswa dalam sekolah dan juga dalam belajar.
Kedisiplinan sekolah mencakup kedisiplinan guru dalam
mengajar dengan melaksanakan tata tertib, kedisiplinan
pegawai/karyawan dalam pekerjaan administerasi dan
kebersihan/keteraturan kelas, gedung sekolah, halaman dan
lain-lain. Kedisiplinan kepala sekolah dalam mengelola seluruh
staf beserta siswa-siswanya, dan kedisiplinan team BP dalam
pelayanannya kepada siswa.

f)

Alat Pelajaran
Alat pelajaran erat hubungannya dengan cara belajar
siswa, karena alat pelajaran yang dipakai oleh guru pada waktu
mengajar dipakai oleh siswa untuk menerima bahan yang
diajarkan itu. Alat pelajaran yang lengkap dan tepat akan

46

memperlancar penerimaan bahan pelajaran yang diberikan
kepada siswa. Jika siswa mudah menerima pelajaran dan
menguasainya, maka belajarnya akan menjadi lebih giat dan
lebih maju.
Mengusahakan alat pelajaran yang baik dan lengkap
adalah perlu agar guru dapat mengajar dengan baik sehingga
siswa dapat menerima pelajaran dengan baik pula.
g)

Waktu Sekolah
Waktu sekolah adalah waktu terjadinya proses belajar
mengajar di sekolah, waktu itu dapat pagi hari, siang,
sore/malam hari.54
Waktu sekolah juga mempengaruhi belajar siswa.
Akibat meledaknya jumlah anak yang masuk sekolah, dan
penambahan gedung sekolah belum seimbang dengan jumlah
siswa, banyak siswa yang terpaksa masuk sekolah disore hari,
hal yang sebenarnya kurang dapat dipertanggung jawabkan. Di
mana siswa harus istirahat, tetapi terpaksa masuk sekolah,
sehingga mereka mendengarkan pelajaran sambil mengantuk
dan lain sebagainya. Sebaliknya bagi siswa yang belajar dipagi
hari, pikiran masih segar, jasmani dan rohani dalam keadaan
yang baik. Jika siswa bersekolah pada waktu kondisi badannya
sudah lelah, misalnya pada siang hari, akan mengalami
kesulitan di dalam menerima pelajaran. Kesulitan itu

54Slameto, Belajar dan Foktor-faktor ..., 70

47

disebabkan karena siswa kurang berkonsentrasi dan berpikir
pada kondisi badan yang sudah lemah tadi. Jadi memilih waktu
sekolah yang tepat akan memberi pengaruh positif terhadap
belajar.
h)

Standar Pelajaran
Guru berpendirian untuk mempertahankan wibawanya,
perlu memberi pelajaran di atas standar akibatnya siswa merasa
kurang mampu dan takut kepada guru.
Bila banyak siswa yang tidak berhasil dalam
mempelajari mata pelajarannya, guru semacam itu merasa
senang. Tetapi berdasarkan teori belajar, yang mengingat
perkembangan psikis dan kepribadian siswa yang berbedabeda, hal tersebut tidak boleh terjadi. Guru dalam menuntut
penguasaan materi harus sesuai dengan kemampuan masingmasing. Yang penting tujuan yang telah dirumuskan dapat
tercapai.

i)

Keadaan Gedung
Dengan jumlah siswa yang luar biasaa banyaknya,
keadaan gedung dewasa ini terpaksa kurang, mereka duduk
berjejal-jejal di dalam setiap kelas.

j)

Metode Belajar
Banyak siswa melaksanakan cara belajar yang salah,
dalam hal ini perlu pembinaan dari guru. Dengan cara belajar

48

yang tepat akan efektif pula hasil belajar siswa itu. Juga dalam
pembagian waktu untuk belajar. Kadang-kadang siswa belajar
tidak teratur, atau terus menerus, karena besok akan ujian.
Dengan belajar demikian siswa akan kurang beristirahat,
bahkan mungkin jatuh sakit.
k)

Tugas Rumah
Waktu belajar adalah di sekolah, waktu di rumah biarlah
digunakan untuk kegiatan-kegiatan lain. Maka diharapkan guru
jangan memberi tugas yang harus dikerjakan di rumah,
sehingga anak tidak mempunyai waktu lagi untuk kegiatan
lainnya.

3) Faktor Masyarakat
Abu Ahmadi mendefinisikan masyarakat dengan suatu
kelompok yang telah memiliki tatanan kehidupan, norma-norma,
adat istiadat yang sama-sama ditaati dalam lingkungannya.55
Masyarakat merupakan faktor eksternal yang juga
berpengaruh terhadap belajar siswa. Yang termasuk dalam faktor
masyarakat ini antara lain adalah: kegiatan siswa dalam
masyarakat, mass media, teman bergaul dan bentuk kehidupan
masyarakat.
a) Kegiatan siswa dalam masyarakat

55 Abu Ahmadi, Psikologi…, 97

49

Kegiatan siswa dalam masyarakat dapat
menguntungkan terhadap perkembangan pribadinya. Tetapi jika
siswa ambil bagian dalam kegiatan masyarakat yang terlalu
banyak, misalnya berorganisasi, kegiatan-kegiatan sosial,
keagamaan dan lain-lain, belajarnya akan terganggu, lebihlebih jika tidak bijaksana dalam mengatur waktunya.
Perlulah kiranya membatasi kegiatan siswa dalam
masyarakat supaya jangan sampai mengganggu belajarnya. Jika
mungkin memilih kegiatan yang mendukung belajar. Kegiatan
ini misalnya kursus bahasa Inggris, PKK remaja, kelompok
diskusi dan lain sebagainya.
b) Mass media
Yang termasuk mass media adalah bioskop, radio, TV,
surat kabar, majalah, buku-buku, komik-komik dan lain-lain.
Semuanya itu ada dan beredar dalam masyarakat.56
Mass media yang baik memberi pengaruh yang baik
terhadap siswa dan belajarnya. Sebaliknya mass media yang
jelek juga memberi pengaruh yang jelek terhadap siswa.
Sebagai contoh, siswa yang suka nonton film atau membaca
cerita-cerita detektif, pergaulan bebas akan berkecenderungan
untuk berbuat seperti tokoh yang dikagumi dalam cerita itu,
karena pengaruh dari jalan ceritanya. Jika tidak ada kontrol dan
pembinaan dari orang tua (bahkan pendidik), pastilah semangat
belajarnya menurun bahkan mundur sama sekali.
56Ibid., hal.

50

c) Teman bergaul
Pengaruh-pengaruh dari teman bergaul siswa lebih
cepat masuk dalam jiwanya daripada yang kita duga. Teman
bergaul yang baik akan berpengaruh baik terhadap diri siswa,
begitu juga sebaliknya, teman bergaul yang jelek pasti
berpengaruh jelek pula.
Teman bergaul yang tidak baik misalnya yang suka
bergadang, minum-minum dan lain sebagainya. Agar siswa
dapat belajar dengan baik, maka perlulah diusahakan agar
siswa memiliki teman bergaul yang baik-baik dan pembinaan
pergaulan yang baik serta pengawasan dari orang tua dan
pendidik harus cukup bijaksana.
d) Bentuk kehidupan masyarakat
Kehidupan masyarakat di sekitar siswa juga
berpengaruh terhadap belajar siswa. Masyarakat yang terdiri
dari orang-orang yang tidak terpelajar, penjudi, suka mencuri,
dan mempunyai kebiasaaan yang tidak baik akan berpengruh
jelek terhadap anak (siswa) yang berada di situ.57 Masih banyak
lagi faktor-faktor lain yang dapat berpengaruh pada prestasi
belajar seseorang. Maka tugas orang tua, pendidik untuk
memahami secara mendalam, sehingga dikemudian hari dapat
membina anak/siswanya secara individual dan efektif.
3. Bentuk-Bentuk Upaya Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa
Adapun bentuk upaya dalam meningkatkan proses belajar siswa
antara lain yaitu :
57Ibid.,

51

a. Tujuan
Tujuan menunj

Dokumen yang terkait

PENGARUH PENDEKATAN SCAFFOLDING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VIII DI MTSN JAMBEWANGI SELOPURO BLITAR SEMESTER I TAHUN PELAJARAN 2014 2015 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung Tabel t & r

0 0 1

PENGARUH PENDEKATAN SCAFFOLDING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VIII DI MTSN JAMBEWANGI SELOPURO BLITAR SEMESTER I TAHUN PELAJARAN 2014 2015 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

1 1 1

PENGARUH PENDEKATAN SCAFFOLDING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VIII DI MTSN JAMBEWANGI SELOPURO BLITAR SEMESTER I TAHUN PELAJARAN 2014 2015 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 3

PENGARUH PENDEKATAN SCAFFOLDING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VIII DI MTSN JAMBEWANGI SELOPURO BLITAR SEMESTER I TAHUN PELAJARAN 2014 2015 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

1 1 16

PENGARUH PENDEKATAN SCAFFOLDING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VIII DI MTSN JAMBEWANGI SELOPURO BLITAR SEMESTER I TAHUN PELAJARAN 2014 2015 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 19

PENGARUH PENDEKATAN SCAFFOLDING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VIII DI MTSN JAMBEWANGI SELOPURO BLITAR SEMESTER I TAHUN PELAJARAN 2014 2015 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 16

PENGARUH PENDEKATAN SCAFFOLDING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VIII DI MTSN JAMBEWANGI SELOPURO BLITAR SEMESTER I TAHUN PELAJARAN 2014 2015 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 1

Pengaruh Teknik Pembelajaran Probing Prompting Terhadap Pemahaman Konsep dan Keterampilan Berfikir Matematika Siswa Kelas VIII MTsN Jambewangi Selopuro Blitar - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 67

Pengaruh Teknik Pembelajaran Probing Prompting Terhadap Pemahaman Konsep dan Keterampilan Berfikir Matematika Siswa Kelas VIII MTsN Jambewangi Selopuro Blitar - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 102

PENGARUH KECERDASAN NUMERIK DAN PERSEPSI SISWA PADA MATEMATIKA TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII MTsN JAMBEWANGI SELOPURO BLITAR TAHUN AJARAN 2016 2017 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 3