B1J009097 10.

8
II. MATERI DAN METODE PENELITIAN

A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Materi
1.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: perahu
untuk mengambil sampel air dan plankton; ember, plankton-net No. 25,
botol sampel, mikroskop cahaya untuk alat pengambilan sampel dan
pengamatan plankton; jerigen, coolbox, pipet tetes, alat destilasi, kondensor,
batang pengaduk, statif, sendok, batu didih, hot plate, spektrometer untuk
alat pengukuran TN dan TP; thermometer untuk mengukur suhu, depth
sounder untuk mengukur kedalaman, keping secchi untuk mengukur
penetrasi cahaya, kertas saring Whatman No. 41 untuk pengukuran TSS dan
TDS, mangkok porselin untuk tempat sampel air TDS, oven mengeringkan
kertas Whatman dan mangkok porselin, vacum pump untuk membantu
penyaringan

agar

lebih


cepat

terhisap,

desikator

kabinet

untuk

mendinginkan bahan atau wadah sebelum penimbangan, timbangan digital
untuk menimbang berat kering dan basah kertas Whatman juga cawan
porselin, kertas pH, mikropipet dan tip ukuran 1 ml, BOD inkubator, GPS
(Global Positioning System), kertas label, dan alat-alat gelas adalah objec
glass, cover glass, biuret, gelas ukur, labu Erlenmeyer, botol Winkler 250
ml gelap dan terang, gelas beker.
1.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel air
Waduk P.B Soedirman. Bahan yang digunakan untuk pengawetan sampel

air adalah es batu, sedangkan untuk pengawetan sampel Chrysophyta adalah

9
formalin 40% dan lugol; bahan untuk pengukuran TN dan TP (akuades,
hidroxythiosulfate, H3BO3, H2SO4 0,02N, akuades,

sudip kalsium

perodoksulfat, asam sulfat perak, NaOH, H2SO4 5N, kalium antimotil,
ammonium molybdat, asam asorfic); bahan untuk pengukuran parameter
fisik-kimia air meliputi: larutan MnSO4, KOH-KI, H2SO4 pekat, indikator
amilum, Na2S2O3 0,025N, idikator phenolpthalein (PP), Na2CO3 0,01 N,
bufer fosfat, magnesium sulfat, kalsium klorida feriklorida, bubuk inhibitor
nitrifikasi, HCl 1 N.
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di perairan Waduk Panglima Besar Soedirman,
Banjarnegara dan analisis plankton dilakukan di Laboratorium Biologi Akuatik,
sedangkan analisis beberapa parameter fisika-kimia dilakukan di Laboratorium
Lingkungan Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Penelitian di lapangan ini dilaksanakan Mei-September 2012.


B. Metode Penelitian

1. Teknik Pengambilan Sampel
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survai. Penentuan stasiun
pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling dan ditentukan pada 7
stasiun berdasarkan perbedaan rona lingkungan waduk (Gambar 2.1).

9

10

Gambar 2.1. Lokasi stasiun pengambilan sampel Waduk P. B Soedirman
(Sumber : maps.google.com)
U = utara
S = selatan
Stasiun I = inlet waduk dari Sungai Lumajang
Stasiun II = inlet waduk dari Sungai Kandangwangi
Stasiun III = inlet waduk dari Sungai Serayu
Stasiun IV = wilayah tengah Waduk

Stasiun V = wilayah Darmaga
Stasiun VI = outlet waduk dari Wilayah Irigasi
Stasiun VII = KJA Karangjambe

(070 22’ 42,2” LS dan 1090 38’ 58,6” BT)
(070 22’ 30” LS dan 1090 39’ 34,3” BT)
(070 22’ 51” LS dan 1090 38’ 10,6” BT)
(070 23’ 7,4” LS dan 1090 36’ 58,2” BT)
(070 23’ 24,8” LS dan 1090 37’ 1,3” BT)
(070 23’ 18,6” LS dan 1090 30’ 10,5” BT)
(070 22’ 42,9” LS dan 1090 36’ 50,8” BT)

2. Variabel dan Parameter Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi variabel bebas dan
variabel tergantung. Variabel bebas yaitu Perbandingan Total Nitrogen dan Total
Fosfor, dan variabel tergantungnya yaitu kelimpahan Chrysophyta. Parameter
utamanya yaitu total N dan total P, jenis dan jumlah individu Chrysophyta,
sedangkan parameter pendukungnya meliputi suhu air dan udara, penetrasi
cahaya, kedalaman, Total Suspended Solid (TSS), Total Disolved Solid (TDS),
oksigen (O2) terlarut, pH, karbondioksida (CO2) bebas, Biological Oksigen

Demand (BOD5), silika, dan fitoplankton secara keseluruhan.

10

11
3. Cara Kerja
3.1. Pengambilan sampel air untuk analisis fisik dan kimia air
Pengambilan sampel air waduk untuk pengukuran total nitrogen, total
fosfor, TSS dan TDS menggunakan 2 l air permukaan yang diambil
menggunakan jerigen dan kemudian dimasukkan ke dalam coolbox.
Sampel air kemudian dibawa ke laboratorium untuk dianalisis
kandungan nitrogen, fosfor, TSS dan TDS. Sedangkan untuk pengukuran
O2 terlarut, CO2 bebas dan BOD dengan mengambil air permukaan pada
tiap stasiun menggunakan botol Winkler dan diisi sampai penuh.
Pengukuran kandungan O2 terlarut dan CO2 bebas dilakukan secara
insitu sedangkan untuk pengukuran BOD botol Winkler dimasukkan
kedalam coolbox yang sudah diisi dengan es batu dan diamati di
laboratorium.
3.2. Pengukuran N total (Metode Mikrokjeldahl dari APHA, 1992)
Sampel air sebanyak 50 ml dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml

dan ditambahkan 10 ml larutan digesti yaitu dengan penambahan akuades
sebanyak 30 ml dan 10ml sodium hidroxythiosulfate Kjeldahl disambung
ke alat destilasi dan kondensor, dengan ujung kondensor di bawah
tingkat. Larutan H3BO3 2% sebanyak 5 ml dimasukan ke dalam
erlenmeyer. Destilasi 30 ml pada kecepatan 6-10 ml/menit, kemudian
dipindahkan ke labu seukuran dan ditambahkan akuades sampai tanda
batas dan diaduk. Larutan sebanyak 25 ml diambil dan dimasukkan ke
dalam Erlenmeyer, kemudian dititrasi dengan H2SO4. Apabila absorbansi
di bawah 1 ml/l, maka penentuan dilakukan dengan menggunakan
Kolorimetri atau Potensiometer dengan menggunakan 20 ml larutan yang

11

12
tersisa. Pengukuran N total di analisakan di Laboratorium Wahana
Semarang. Penentuan N total dilakukan dengan rumus :
N total =

x


mg/l

Keterangan:
A : ml 0,02 H2SO4 untuk titrasi sampel
B : ml 0,02 untuk H2SO4 titrasi blanko
N : normalitas H2SO4
S : ml destilasi yang diperlukan untuk titrasi
C : ml destilasi awal yang diperlukan untuk titrasi
D : ml destilasi akhir yang disesuaikan

3.3. Pengukuran P total (Metode Asam Askorbat dari APHA, 1992)
Sampel air sebanyak 50 ml dituang ke dalam Erlenmeyer,
diberi 1 sendok sudip kalsium perodoksulfat (K2S2O6), ditambahkan
asam sulfat perak kemudian dihomogenkan, lalu dipanaskan sampai sisa
sampel hingga 30 ml, dinginkan kemudian tambahkan indikator
phenolphthalein dan NaOH sampai berwarna merah muda. Ditambahkan
reagen campuran (50 ml H2SO4 5 N, 5 ml kalium antimotil, 15 ml
ammonium molybdat, 30 ml asam asorfic, 100 ml aquades), tunggu
maksimal 5 menit kemudian diukur dengan Spektrofotometer pada
panjang


gelombang

880

nm.

Nilai

yang

ditunjukkan

pada

spektrofotometer adalah hasil dari total fosfor (mg/l) yang diperoleh.
3.4. Mengukur suhu air dan suhu udara (Metode Pemuaian dari APHA,
1992)
Suhu air menurut APHA (1992), diukur dengan menggunakan
termometer Celcius yang dicelupkan ke dalam perairan. Dilakukan

pencatatan setelah skala menunjukkan angka yang konstan
Pengukuran suhu udara dilakukan dengan menggunakan
termometer Celcius yang digantung pada tempat terbuka sampai

12

13
beberapa saat dan tidak boleh terkena sinar matahari langsung. Dilakukan
pencatatan setelah skala menunjukkan angka yang konstan.
3.5. Mengukur kedalaman
Pengukuran kedalaman dilakukan menggunakan depth sounder.
Ujung depth sounder ditempelkan ke permukaan air, lalu tekan tombol
maka kedalaman air akan nampak pada layar.
3.6. Mengukur penetrasi cahaya
Kecerahan atau penetrasi cahaya diukur menurut Wetzel dan
Likens (1992), yaitu dengan menggunakan Secchi disk dengan diameter
20 cm. Secchi disk dimasukkan ke dalam air dengan menggunakan tali.
Secchi disk diturunkan ke dalam badan air hingga tidak nampak oleh
mata, dan diukur jaraknya dengan meteran sebagai nilai x. Secchi disk
diturunkan kembali, kemudian diangkat perlahan hingga tepat terlihat

oleh mata, dan jaraknya diukur sebagai nilai y. Pengukuran penetrasi
cahaya dengan rumus :
Penetrasi cahaya =

cm

3.7. Mengukur Total Suspended Solids (TSS) dan Total Disolved Solids
(TDS) (Metode pengeringan dari APHA, 1985)
Pengukuran TSS dan TDS yaitu dengan menggunakan metode
pengeringan Kertas whatman no.41 dan mangkok porselin dioven selama
1 jam pada suhu 105 0C, kemudian dinginkan dalam desikator selama 15
menit, masing-masing ditimbang (berat awal) dengan menggunakan
timbangan analitik. Kertas Whatman untuk menyaring sampel sebanyak
50 ml. Air yang lolos saringan dituang ke mangkok porselin sebanyak 30
ml digunakan untuk mengukur TDS, sedangkan kertas saring untuk
mengukur TSS masing-masing dioven 1 jam pada suhu 1050C, dan
13

14
mangkok porselin sampai kering (24 jam) untuk TDS, dinginkan dalam

desikator 15 menit lalu ditimbang (berat akhir). TSS dan TDS ditentukan
dengan rumus sebagai berikut:
Perhitungan : TSS (total suspended solid)

Keterangan :
Y = berat kertas saring + residu
X = berat kertas saring

Perhitungan : TDS (total disolved solid)

Keterangan :
Y = berat cawan porselin + residu
X = berat cawan porselin

3.8. Derajat keasaman (metode Kolorometri dari Alaerts dan Santika, 1987)
Nilai pH diukur menggunakan kertas indikator pH universal.
Kertas indikator pH dicelupkan ke dalam sampel air. Kertas indikator pH
itu dibiarkan selama 1 menit hingga perubahan warna konstan.
Perubahan warna pada kertas indikator pH dicocokkan dengan warna
standar yang terdapat pada wadah lembaran kertas indikator pH
universal. Kesesuaian warna pada kertas indikator pH dan warna standar
yang menunjukkan nilai pH.
3.9. Oksigen terlarut (metode Winkler dari Alaerts dan Santika, 1987)
Sampel air diambil menggunakan botol Winkler 250 ml secara
hati-hati agar tidak terdapat gelembung udara di dalam botol sampel.
Sampel air tersebut ditambahkan larutan MnSO4 dan larutan KOH-KI
dengan pipet seukuran dengan volume 1 ml, lalu dibolak-balik sampai
homogen dan didiamkan hingga terbentuk endapan coklat. Kemudian
14

15
ditambahkn 1 ml larutan H2SO4 pekat sampai endapan larut kembali.
Selanjutnya diambil sebanyak 100 ml larutan dari botol Winkler dengan
menggunakan gelas ukur dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer,
kemudian ditambahkan indikator amilum sebanyak 3 tetes, sehingga
larutan berubah menjadi biru tua. Sampel hasil kerja tersebut dititrasi
dengan larutan Na2S2O3 0,025 N hingga warna biru tepat hilang.
Banyaknya titrasi yang dibutuhkn dicatat, kemudian dihitung kandungan
oksigen terlarut dengan menggunakan rumus :
Oksigen terlarut (DO) =

1000
 p  q  8 mg/l
100

Keterangan:
p
= jumlah Na2S2O3 0,025 N yang digunakan dalam titrasi (ml)
q
= normalitas larutan Na2S2O3 (0,025 N)
8
= bobot setara dengan O2
1000 = volume air dalam 1l
100 = volume air sampel (ml)

3.10. Karbondioksida bebas (metode Titrimetri dari Wetzel dan Likens,
1992)
Sampel air diambil menggunakan botol Winkler 250 ml secara
hati-hati agar tidak terdapat gelembung udara di dalam botol sampel.
Sampel air diambil sebanyak 100 ml dengan menggunakan gelas ukur
dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer, kemudian ditambahkan
indikator pp (phenolphthalein) sebanyak 5 tetes. Dititrasi dengan larutan
Na2CO3 0,01 N sampai larutan berwarna merah muda kemudian dicatat
banyaknya larutan Na2CO3 yang habis digunakan.
CO2 bebas =

1000
 p  q  22 mg/l
100

Keterangan :
p
= jumlah Na2CO3 0,01 N yang digunakan dalam titrasi (ml)
q
= normalitas larutan Na2CO3 0,01 N
22 = bobot setara dengan CO2
1000 = volume air dalam 1l
100 = volume air sampel (ml)

15

16
3.11. Pengukuran Biological Oxygen Demand (BOD)
BOD diukur dengan menggunakan metode titrimetri (APHA, 1992).
250 ml air sampel tiap stasiun diencerkan sampai volume 500 ml atau
perbandingan 1:1. Air pengencer dibuat dari akuades dengan volume 1 liter
dituang dalam wadah bersih ditambah larutan bufer fosfat, magnesium
sulfat, kalsium klorida feriklorida masing- masing 1 ml dan bubuk inhibitor
nitrifikasi kira-kira 10 mg nilai pH disesuaikan pada pH 7,0±0,1. Air sampel
yang telah diencerkan dimasukkan ke dalam dua botol BOD untuk masingmasing pengukuran DO nol hari dan DO sampel lima hari. Larutan blanko
dibuat dari akuades yang diperlakukan sama dengan air sampel. Kemudian
dimasukkan ke dalam dua botol BOD untuk masing-masing pengukuran DO
blanko nol hari dan DO blanko lima hari. DO sampel dan DO blanko
langsung diukur oksigen terlarutnya (sebagai X0 dan B0) dan DO sampel
dan blanko lima hari diinkubasi selama lima hari pada suhu 20oC. Setelah
lima hari diukur kandungan oksigen terlarutnya (sebagai X5 dan B5).
mg/l

BOD =

Keterangan :
X0 = oksigen terlarut sampel saat t = 0 (mg O2/l)
X5 = oksigen terlarut sampel saat t = 5 (mg O2/l)
B0 = oksigen terlarut blanko saat t = 0 (mg O2/l)
B5 = oksigen terlarut blanko saat t = 5 (mg O2/l)
P = faktor pengenceran
3.12. Pengukuran konsentrasi silika
Konsentrasi

silika

diukur

menggunakan

metode

spektrofotometri menurut Alaerts dan Santika (1987) yaitu sampel air
sebanyak 50 ml ditambahkan 1 ml HCl 1:1. Lalu ditambahkan 2 ml
Amonium Molybdate, didiamkan selama 5 menit. Setelah itu,
ditambahkan 2 ml Asam Oksalat. Kandungan silika air sampel diukur
16

17
menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 410 nm,
kemudian hasil yang diperoleh dicatat.
3.13. Penghitungan kelimpahan Chrysophyta
Pengambilan

sampel

plankton

dilakukan

dengan

cara

mengambil air dari lokasi penelitian menggunakan ember (volume 10 l)
sebanyak 10 kali, kemudian disaring menggunakan plankton-net no 25.
Sampel air dalam botol penampung plankton net dipindahkan ke dalam
botol sampel lalu diberi larutan formalin 40% hingga konsentrasinya
menjadi 4% dan diberi larutan lugol sebanyak 3 tetes (APHA, 1992).
Jumlah formalin 40% yang dibutuhkan untuk memperoleh konsentrasi
formalin 4% pada sampel plankton dengan menggunakan rumus :
N1.V1 = N2.V2
Keterangan :
N1 = Konsentrasi formalin yang dikehendaki (4%)
N2 = Konsentrasi formalin yang tersedia (40%)
V1 = Volume air yang terkonsentrasi dalam botol sampel
V2 = Volume formalin yang dibutuhkan

Pengamatan plankton dilakukan dengan cara, botol sampel
dihomogenkan (dikocok), kemudian diambil satu tetes diletakkan di atas
object glass dan ditutup dengan cover glass. Pengamatan plankton
menggunakan mikroskop binokuler diulang tiga kali ulangan dengan
perbesaran 10 x 10 untuk menghitung jumlah. Untuk identifikasi
fitoplankton menggunakan perbesaran 10 x 40. Plankton yang ditemukan
di identifikasi menggunakan buku identifikasi: Thompson (1959), Shirota
(1966), dan Sachlan (1982). Kelimpahan plankton dihitung dengan
menggunakan metode Lackey Drop Microtransect Counting (APHA,
1992) dengan rumus :

17

18

F=

Q1 V 1 1
1
X
X X
Q2 V 2 P W

Rumus Kelimpahan (ind/l) = F x N
Keterangan :
F = jumlah individu per liter
Q1 = luas gelas penutup 18x18 mm (324 mm2)
Q2 = luas lapang pandang (1,11279 mm2)
V1 = volume air dalam botol penampung (145 ml)
V2 = volume air di bawah gelas penutup (0,05 ml)
P = jumlah lapang pandang yang diamati (25 kali)
W = volume air yang disaring (100 liter)
N = jumlah plankton rata-rata pada setiap preparat

C. Metode Analisis

Kelimpahan Chrysophyta dianalisis menggunakan metode deskriptif. Metode
deskriptif adalah metode yang berfungsi untuk mendiskripsikan atau memberi
gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi, tanpa
melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum (Sugiyono,
2004).
Hubungan total nitrogen,total fosfor, perbandingan total nitrogen dan total
fosfor, dengan kelimpahan Chrysophyta dianalisis menggunakan koefesien korelasi
(r). Menurut Schefler (1987), koefisien korelasi dapat dijelaskan dengan rumus
sebagai berikut:

Besarnya nilai r = -1 ≤ r ≤ +1, nilai r mendekati +1 atau r mendekati -1 maka
X dan Y memiliki korelasi yang kuat. Nilai r = +1 atau r = -1 maka X dan Y
memiliki korelasi sangat kuat (sempurna), jika nilai r = 0 maka X dan Y tidak
memiliki korelasi. Menurut Arikunto (2006), untuk dapat memberikan penafsiran

18

19
terhadap koefisien korelasi yang ditemukan, maka dapat berpedoman pada ketentuan
yang tertera pada tabel berikut:
Tabel 1. Pedoman untuk memberikan interpretasi terhadap koefisien korelasi
Interval Koefisien
Hubungan
0,00 – 0,199
Sangat Lemah
0,20 – 0,399
Lemah
0,40 – 0,599
Sedang
0,60 – 0,799
Kuat
0,80 – 1,000
Sangat Kuat
Sumber : Arikunto (2006)
Besarnya kehandalan total N, total P, perbandingan total N/P dengan
kelimpahan Chrysophyta ditentukan oleh koefisien determinasi (R2) (Gomez dan
Gomez, 1995). Menurut Sugiyono (2004), rumus untuk mencari koefesien
determinasi (R2) :
R2= (r2) 100%
Keterangan :
R2
: Koefisien determinasi
r
: Koefisien korelasi

Hubungan kedua variabel koefesien korelasi dapat dilanjutkan ke analisis
regresi jika nilai koefesien korelasi yang didapatkan kuat atau sangat kuat. Regresi
merupakan sebuah alat statistik yang memberikan penjelasan tentang pola besarnya
hubungan antara dua variabel atau lebih. Besarnya hubungan antara total nitrogen,
total fosfor, rasio total nitrogen dan total fosfor dengan kelimpahan Chrysophyta
dinyatakan dengan analisis regresi sederhana. Menurut Sudjana (2002), bentuk
umum analisis regresi sederhana yaitu:
Y = a + bx
Keterangan:
Y = Subjek variabel dependen (kelimpahan chrysophyta)
X = Subyek variabel independen dengan nilai tertentu (perbandingan konsentrasi total nitrogen dan
total fosfor)
a = harga Y bila x = 0
b = Angka arah atau koefisien regresi yang menunjukkan angka peningkatan atau penurunan
variabeldependen yang didasarkan pada variabel independen

19

20
Besarnya hubungan total nitrogen, total fosfor, perbandingan total nitrogen dan total
fosfor dengan kelimpahan Chrysophyta ditentukan menggunakan analisis regresi
berganda. Menurut Sudjana (2002), analisis regresi berganda dapat dijelaskan
melalui persamaan :
Y = a + b. X1 + b. X2 + b. X3
Keterangan :
Y = subyek variabel dependen dalam hal ini yaitu kelimpahan Chrysophyta.
X = subyek variabel independen dengan nilai tertentu dalam hal ini yaitu kandungan total nitrogen
(X1), total fosfor (X2) dan rasio total nitrogen dan total fosfor (X3).
a = harga Y bila X = 0
b =angka arah atau koefisien regresi yang menunjukan angka peningkatan atau penurunan variabel
dependen yang didasarkan pada variabel independen.

Nilai a dan b dapat diperoleh dengan rumus sebagai barikut:
b =

a=

- b , sehingga a =

–b

Keterangan:
n = banyak pasangan data
y1 = nilai peubah takbebas Y ke-i
x1 = nilai peubah bebas X ke-i

Penghitungan hubungan kelimpahan Chrysophyta dengan total nitrogen dan total
fosfor dilakukan dengan bantuan program SPSS versi 16 (Statistical Product and
Service Solutions).

20