Kedudukan Hukum Sewa Beli Dalam Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan Studi Atas Sewa Beli Antara PT.PLN (Persero) Wilayah Sumbagut Dengan Karyawan

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tanah merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. Manusia beraktifitas,
bermasyarakat, dan dalam melangsungkan kehidupannya memerlukan tanah, yang
hidup dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada baik di permukaan, di
dalam tubuh bumi, maupun di atas permukaan bumi. Demikian besar keberadaan
tanah bagi kehidupan, sehingga tanah menjadi bagian dasar dari kebutuhan manusia.
Tanah juga merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki nilai
ekonomis dan nilai sosial yang tinggi. Tanah tidak dapat diproduksi ataupun
diperbaharui seperti sumber daya alam yang lain yang dapat tergantikan.
Perbandingan antara ketersediaan tanah sebagai sumber daya alam yang langka di
satu sisi dan pertambahan jumlah penduduk dengan berbagai pemenuhan
kebutuhannya akan tanah disisi lain, tidak mudah dicari titik temunya. Dengan
perkataan lain, akses untuk memperoleh dan memanfaatkan tanah untuk memenuhi
kebutuhan dasar manusia itu belum dapat dinikmati oleh setiap orang yang antara lain
disebabkan karena perbedaan dalam akses modal.1
Undang-Undang no 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria (selanjutnya disebut UUPA) menyebutkan “Semua hak atas tanah

1

Bernhard Limbong, 2012, Hukum Agraria Nasional, cet. I, Margaretha Pustaka, hal.245.

1

Universitas Sumatera Utara

2

mempunyai fungsi sosial”.2 Pasal ini menjelaskan bahwa hak atas tanah apapun yang
ada pada seseorang, tidak boleh semata-mata dipergunakan untuk pribadinya,
pemakaian atau tidak dipakainya tanah yang menyebabkan kerugian bagi masyarakat.
Dengan demikian, tidak dibenarkan bahwa seorang pemilik tanah membiarkan
tanahnya terlantar sedangkan orang lain menderita kelaparan karena tidak memiliki
tanah untuk menghasilkan bahan makanan. Penggunaan tanah harus disesuaikan
dengan keadaanya dan sifat daripada haknya, hingga bermanfaat bagi baik
kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyainya maupun bermanfaat bagi

masyarakat dan negara.3
Mengingat kenyataan bahwa tanah merupakan sumber daya alam yang tidak
dapat diperbaharui dan pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, maka pengaturan
penguasaan tanah dipandang sangat penting, berdasarkan Pasal 33 ayat (3) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD
NRI Tahun 1945) yang menyatakan bahwa tanah dikuasai oleh negara dan
dipergunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan dan kemakmuran rakyat
Indonesia. Hubungan hukum antara negara dengan tanah, yang dalam UUD NRI
Tahun 1945 dirumuskan dengan istilah “dikuasai” itu, ditegaskan sifatnya sebagai
hubungan hukum publik oleh UUPA yang tercantum dalam Pasal 2.
Pasal 2 UUPA menyebutkan rincian kewenangan hak menguasai dari negara
berupa kegiatan :4

2

Lihat Penjelasan Pasal 6 UUPA 1960.
Boedi Harsono, 2010, Hukum Agraria Indonesia, cet. X, Djambatan, Jakarta, hal. 577.
4
Ibid, Hal 232

3


Universitas Sumatera Utara

3

1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa
2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang orang
dengan bumi, air dan ruang angkasa
3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang orang
dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa.
Berdasarkan hak menguasai dari Negara seperti ditegaskan dalam Pasal 2
UUPA, maka menurut ketentuan dalam Pasal 4 UUPA bahwa kepada perseorangan
atau badan hukum diberikan beberapa macam hak atas tanah. Konsekuensi
pengakuan negara terhadap hak atas tanah yang dimiliki orang-orang atau badan
hukum, maka negara berkewajiban memberikan jaminan kepastian hukum terhadap
hak atas tanah tersebut, sehingga setiap orang atau badan hukum yang memiliki hak
tersebut dapat mempertahankan haknya.
Hak-hak atas tanah yang selanjutnya dirinci dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA,
adalah: hak milik, hak guna-usaha, hak guna-bangunan, hak pakai, hak sewa, hak

membuka tanah, hak memungut hasil hutan, dan hak-hak lain yang tidak tersebut
dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta
hak-hak yang sifatnya sementara yang akan ditetapkan sementara, dimaksudkan
untuk memberikan hak atas tanah berdasarkan peruntukannya dan subjek yang
memohon hak atas tanah tersebut.
Berkaitan dengan hak sewa yang diuraikan secara khusus dalam Pasal 44 ayat
(1) UUPA dinyatakan bahwa “Seseorang atau suatu badan hukum mempunyai hak

Universitas Sumatera Utara

4

sewa atas tanah, apabila ia berhak menggunakan tanah milik orang lain untuk
keperluan pembangunan, dengan membayar sejumlah uang sebagai sewanya.” Dalam
penjelasan Pasal 44 UUPA disebutkan bahwa oleh karena hak sewa merupakan hak
pakai yang mempunyai sifat khusus maka disebut tersendiri. Hak pakai yang intinya
adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah milik orang lain
selama jangka waktu tertentu.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata)
pada buku II mengatur tentang kebendaan (kecuali mengenai tanah). Benda

diantaranya dibedakan ke dalam benda bergerak dan benda tidak bergerak. Setiap
benda dapat diberikan hak status keperdataan (hak kebendaan). Hak kebendaan
adalah hak yang melekat pada kebendaan tersebut ke mana pun kebendaan tersebut
beralih, pemegang hak memiliki hak atas kebendaan tersebut.5 Ada beberapa jenis
hak keperdataan yang dapat dibebankan atas benda yaitu hak milik, hak sewa, hak
pakai, hak gadai, hak tanggungan dan lain sebagainya.
Dalam kegiatan ekonomi, bentuk hak-hak atas tanah dituangkan dalam bentuk
praktek ekonomi atau kegiatan bisnis, dalam arti kata tanah dapat diperoleh dengan
mengadakan perjanjian.6 KUHPerdata mengenal berbagai perjanjian,7 beberapa

5

Herlien Budiono, 2008, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, Citra
Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disingakat Herlien Budiono I), hal. 229.
6
Dalam tulisan ini, penulis mempersamakan istilah perjanjian dan kontrak.
7
Ada 14 jenis perjanjian antara lain : a. Perjanjian timbal balik; b. Perjanjian cuma-cuma; c.
Perjanjian atas beban; d. Perjanjian bernama; f. Perjanjian obligatoir; g. Perjanjian kebendaan; h.
Perjanjian konsensual; i. Perjanjian riil; j. Perjanjian liberatori; k. Perjanjian pembuktian; m. Perjanjian

untung-untungan; n. Perjanjian publik; o. Perjanjian campuran. Mariam Darus Badrulzaman,
dkk,2001, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 66.

Universitas Sumatera Utara

5

contoh dari perjanjian yang sering ditemui dalam kegiatan sehari-hari antara lain
seperti: jual-beli, sewa-menyewa, tukar menukar, pinjam-meminjam, dan lain-lain.
Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata adalah “Suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang lain atau lebih”. Perjanjian tersebut mengikat para pihak secara hukum, untuk
pelaksanaan hak dan kewajiban yang ditentukan dalam perjanjian itu. Perjanjian
memberikan kepastian bagi penyelesaian sengketa, dan perjanjian ditujukan untuk
memperjelas hubungan hukum.8
Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Memang
perikatan itu paling banyak lahir dari perjanjian, tetapi ada juga perikatan yang
lahirdari undang-undang.9 Eksistensi perjanjian sebagai salah satu sumber perikatan
dapat kita temui landasannya pada ketentuan Pasal 1233 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata yang menyatakan bahwa : Tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena

perjanjian baik karena undang-undang. Ketentuan tersebut dipertegas lagi dengan
rumusan ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang
menyatakan bahwa : Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau
lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Setiap perjanjian yang
melahirkan suatu perikatan diantara kedua belah pihak adalah mengikat bagi kedua
belah pihak yang membuat perjanjian, hal ini berdasarkan atas ketentuan hukum yang
berlaku di dalam Pasal 1338 (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
8

I Ketut Artadi, I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, 2010, Implementasi Ketentuan-Ketentuan
Hukum Perjanjian kedalam Perancangan Perjanjian, Udayana University Press, Denpasar, hal. 27.
9
R. Subekti,Hukum Perjanjian, (Jakarta : Intermasa, 1979), hal. 1.

Universitas Sumatera Utara

6

berbunyi “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya.”

Pada kenyataannya dewasa ini, perkembangan masyarakat yang ditunjang
oleh kemampuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi modern telah
menimbulkan lembaga hukum baru yang sebelumnya tidak pernah dikenal di dalam
hukum tertulis Indonesia. Timbulnya lembaga hukum baru itu sebagai suatu
perwujudan nyata akibat dari adanya perkembangan tersebut. Diantara berbagai
macam lembaga hukum yang erat kaitannya dengan perkembangan dan kemajuan
ekonomi suatu masyarakat dan merupakan perkembangan dari bentuk perjanjian yang
cukup banyak digunakan dalam praktek, adalah apa yang dinamakan dengan
perjanjian sewa beli atau dalam bahasa Belanda disebut juga dengan huurkoop dan
dalam bahasa Inggris disebut dengan hire purchase.
Perjanjian atau Verbintenis, mengandung pengertian suatu hubungan hukum
kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih yang memberikan kekuatan hak
pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain
untuk menunaikan prestasi.10 Jadi, perjanjian adalah suatu hubungan hukum
mengenai harta kekayaan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih atas kesepakatan
bersama sehingga melahirkan hak dan kewajiban. Di dalam pengertian tentang
perjanjian yang telah dikemukakan, ternyata terdapat kesepakatan antara para pihak
yang setuju untuk melaksanakan perjanjian yang telah dimaksud, kemudian yang
akan dilaksanakan itu terletak dalam lapangan harta kekayaan serta dapat dinilai
10


M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian,Alumni,Bandung, 1986,hal 6.

Universitas Sumatera Utara

7

dengan uang, jadi tidak termasuk bidang moral seperti kewajiban alimentasi
(memberi nafkah) itu sendiri bisa berupa sejumlah uang.
Sewa beli tersebut merupakan suatu perjanjian yang didasarkan pada “asas
kebebasan berkontrak”. Hal tersebut sebagai asas pokok dari hukum perjanjian yang
diatur dalam pasal 1338 KUH Perdata, yang berbunyi: Suatu perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu
perjanjian tidak dapat ditarik kembali, kecuali dengan sepakat bersama kedua pihak,
atau karena alasan-alasan yang oleh Undang-Undang dinyatakan cukup untuk itu.
Suatu perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik.
Sewa beli merupakan suatu perjanjian yang dikelompokkan dalam perjanjian
tidak bernama (Onbenoemde Contracten). Menurut Wirjonon Prodjodikoro, bahwa
“sistem dalam KUH Perdata memungkinkan para pihak mengadakan persetujuanpersetujuan yang sama sekali belum diatur dalam KUH Perdata maupun peraturan
perundang-undangan”.

Pengertian beli sewa sendiri sudah diatur dalam Pasal 1 huruf a Keputusan
Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor: 34/KP/11/80 tentang Perizinan Beli
Sewa, yang menyatakan “Beli sewa adalah jual beli barang dimana penjual
melaksanankan penjualan barang dengan cara memperhitungkan setiap pembayaran
yang dilakukan oleh pembeli dengan pelunasan atas harga yang telah disepakati
bersama dan diikat dalam suatu perjanjian, serta hak milik atas barang tersebut
beralih dari penjual kepada pembeli setelah harga dibayar lunas oleh pembeli”. Dari

Universitas Sumatera Utara

8

pengertian beli sewa diatas penulis menarik unsur-unsur dari beli sewa adalah sebagai
berikut:
1. Jual beli barang.
2. Penjual dan pembeli.
3. Objek sewa berada sama pembeli
4. Uang sewa diperhitungkan sebagai harga pembayaran
5. Momentum peralihan hak milik setelah pelunasan.
J. Satrio memberikan pengertian yang dimaksud dengan perjanjian tak

bernama adalah “perjanjian-perjanjian yang belum ada pengaturannya secara khusus
di dalam Undang-Undang, baik dalam KUH Perdata maupun Undang-Undang
lainnya. Karena belum diatur tersebut maka dalam praktiknya didasarkan pada
kebiasaan-kebiasaan masyarakat dan putusan pengadilan atau yurisprudensi”.11
Persetujuan dinamakan sewa menyewa barang dengan akibat bahwa penerima
tidak menjadi pemilik, melainkan pemakai saja. Baru kalau uang sewa telah dibayar
berjumlah sama. Dengan harga pembelian penyewa beralih menjadi pembeli yaitu
barangnya menjadi miliknya.12 Dalam hal sewa beli dikelompokkan pada jual beli
ataukah sewa menyewa. Menurut Mariam Darus Badrulzaman, perjanjian tersebut
merupakan perjanjian campuran di mana dalam ketentuan-ketentuan mengenai
perjanjian khusus diterapkan secara analogis, sehingga setiap unsur dari perjanjian
khusus tetap ada.13

11

J. Satrio, Hukum Perjanjian, Bandung , Alumni, 1992.
R. Subekti, Aspek Aspek Hukum Perikatan Nasional, Alumni, Bandung, 1986, Ha.l 33.
13
Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata buku III tentang Hukum Perikatan dengan
Penjelasan. Bandung, Alumni, 1983, Hal. 90-91.
12

Universitas Sumatera Utara

9

Sewa beli ini mirip dengan jual beli angsuran dimana konsumen yang
membutuhkan suatu barang dan dapat memperolehnya dengan cara pembayaran tidak
secara tunai tetapi dengan sistem angsuran beberapa kali sesuai dengan perjanjian.
Dalam sewa beli, penjual menjual barangnya secara angsuran artinya setelah barang
diserahkan oleh penjual kepada pembeli, harga barang atau benda baru dibayar secara
angsuran tetapi selama angsuran terakhir belum dibayar lunas oleh pembeli maka
status pembeli hanya sebagai penyewa saja terhadap barang yang dikuasai dan akan
menjadi pemilik bila telah dibayar lunas oleh pembeli.14
Dalam sewa beli, barang yang dijual sewa pada saat lahirnya perjanjian telah
langsung dikuasai oleh pembeli. Namun, penguasa disini belum bersetatus pemilik
melainkan sebagai penyewa saja. Pembeli dalam sewa beli tidak menguasai barang
secara mutlak sebelum angsuran terakhir dibayar lunas dan pembeli belum dapat
memindahkan barang yang diperjanjiakan tersebut. Sementara pembeli hanya
berwenang menguasai dalam arti mengambil manfaat dari barang yang diperjanjikan.
Salah satu obyek sewa beli adalah tanah, Tanah merupakan salah satu sumber
daya alami penghasil barang dan jasa, yang merupakan kebutuhan yang hakiki dan
berfungsi sangat essensial bagi kehidupan dan penghidupan manusia, bahkan
menentukan peradaban suatu bangsa.15 Oleh karena itu manusia harus dapat
mempergunakan dan memelihara tanah tersebut dengan sebaik-baiknya, dimana

14

Qirom Syamsudin meliala A, Pokok–Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya,
Cetakan I, Yogyakarta, Liberty, 1985, Hal. 88.
15
Muchtar Wahid, Memaknai Kepastian Hukum Hak Milik Atas Tanah, Republika, Jakarta,
2008, Hal. 1.

Universitas Sumatera Utara

10

hubungan suatu kelompok manusia dengan tanah juga merupakan hubungan yang
hakiki dan bersifat magis-religius. Tanah disamping memberikan kesejahteraan bagi
manusia, tapi juga sebaliknya dapat membawa malapetaka jika disalahgunakan.16
Perjanjian sewa beli ini sebenarnya merupakan bentuk khusus darikoop
enverkoop op afbetaling,17 dimana selama pembayaran atas barang itu belum
dilunasi, maka selama itu hak atas kekuasaan pemilikan tetap berada pada pihak
penjual. Bentuk kekhususan itu terletak pada objek jual beli. Yang mana objek jual
beli tersebut ialah segala sesuatu yang dapat dijadikan objek “harta benda” atau
“harta kekayaan”, kedalamnya termasuk perusahaan dagang, porsi warisan, dan
sebagainya. Bukan hanya benda yang dapat dilihat wujudnya, tapi semua benda yang
dapatbernilai harta kekayaan, baik yang nyata maupun yang tidak berwujud.
Dalam praktik memang tidak mudah untuk menentukan hukum mana yang
berlaku dalam perjanjian campuran seperti sewa beli. Namun kenyataannya
perjanjian beli sewa banyak diterapkan dalam kegiatan bisnis misalnya sewa beli
kendaraan bermotor, sewa beli rumah, sewa beli tanah dan lain-lain. Pelaksanaannya
biasanya dilakukan dengan perjanjian tertulis tapi juga ada yang dilakukan tidak
tertulis, semua tergantung para pihak yang membuatnya, adapula yang dilakukan
dengan perjanjian baku, namun adapula isi perjanjiannya dilakukan secara negosiasi
kemudian dituangkan dalam perjanjian tertulis. Oleh karena itu dengan adanya buku

16

Chaddijah Dalimunthe, Politik Hukum Agraria Nasional Terhadap Hak-Hak Atas Tanah,
Yayasan Pencerahan Mandailing, Medan, 2008, Hal. 33.
17
Hartono Soerjopratiknyo,AnekaPerjanjianJual Beli, Cet. 1, (Yogyakarta : seksi
NotariatFakultas Hukum Universitas Gajah Mada, 1982, hal. 67.

Universitas Sumatera Utara

11

III KUHPerdata yang menganut asas kebebasan berkontrak/sistem terbuka, maka para
pihak bebas menentukan jenis perjanjian, dengan siapa dia harus mengadakan
kontrak, objek kontrak, serta menentukan format kontrak, asalkan semuanya tidak
bertentangan dengan undang-undang, kepentingan umum, kesusilaan/moral dan
kepatutan. Dari kenyataan tersebut pasti akan banyak masalah yang muncul oleh
karena perjanjian tersebut masih cukup muda dan berlakunya baru di Indonesia,
sehingga banyak masyarakat yang belum mengerti dan memahami penerapan
perjanjian tersebut, bahkan penetapan risikonya, sehingga pasti akan muncul ketidak
seimbangan antara para pihak khususnya bagi debitur.
Seperti halnya perjanjian sewa beli tanah dan bangunan yang dilaksanakan
oleh PT PLN (Persero) dengan karyawannya. Dalam pelaksanaan perjanjian tersebut
PT PLN (Persero) menggunakan perjanjian baku terhadap karyawannya.
Mariam Darus juga mengajukan 3 (tiga) jenis ‘standaard contract’ (perjanjian
baku) sebagai berikut:18
1. Perjanjian baku sepihak adalah perjanjian yang isinya ditentukan oleh pihak
yang kuat kedudukannya di dalam perjanjian itu. Pihak yang kuat lazimnya
adalah pihak kreditur.
2. Perjanjian baku yang ditetapkan oleh Pemerintah adalah perjanjian baku yang
isinya ditetapkan oleh Pemerintah terhadap perbuatan-perbuatan hukum
tertentu, misalnya terhadap perjanjian yang berhubungan dengan objek hakhak atas tanah.
3. Perjanjian baku yang ditentukan di lingkungan Notaris atau Advokat adalah
perjanjian yang konsepnya sejak semula sudah disediakan untuk memenuhi
permintaan dari anggota masyarakat yang meminta bantuan Notaris atau
Advokat bersangkutan.

18

Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan. Bandung, Citra AdityaBakti,

2001

Universitas Sumatera Utara

12

Dari penjelasan pengertian perjanjian baku diatas, bisa dilihat pihak mana
yang lemah dari perjanjian sewa beli tanah dan bangunan yang dilakukan oleh PT
PLN (Persero) dengan karyawannya. Pengalihan tanah dan bangunan milik PT PLN
(Persero) kepada karyawannya dengan memakai perjanjian sewa beli didasarkan pada
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara. Kemudian
dengan PP tersebut oleh PT PLN (Persero) diterbitkan Surat Keputusan Direksi PT
PLN (Persero) Nomor : 1234.K/DIR/2011 Tentang Perumahan Di Lingkungan PT
PLN (Persero). Dalam Pasal 3 Keputusan Dreksi tersebut meliputi :
1. Penyediaan Rumah Dinas
2. Peruntukan Rumah Dinas
3. Luas Tanah dan Bangunan Rumah Dinas
4. Fasilitas Sewa Rumah Dinas
5. Penempatan Rumah Dinas
6. Penghapus bukuan dan Pemindahtanganan Rumah Dinas
7. Persyaratan Penjualan Rumah Dinas
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, agar terdapat keseragaman dalam
pelaksanaannya, perlu menetapkan petunjuk pelaksanaan penjualan rumah dinas PT
PLN (Persero).
Penjualan rumah dinas PT PLN (Persero), dilaksanakan berdasarkan
ketentuan dalam keputusan Menteri Keuangan No. 89/KMK.013/1991 tanggal 25
Januari 1991 tentang Pedomoan Pemindahtanganan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik
Negara, keputusan Direksi PLN No. 037.K/7850/DIR/1992 tanggal 11 April 1992

Universitas Sumatera Utara

13

Tentang Kebijakan Perumahan Di lingkungan PLN dan Keputusan Direksi PT PLN
(Persero) No. 004.K/7850/DIR/1995 tanggal 18 Januari 1995 Tentang Ketentuan
Penggolongan Rumah Jabatan, Rumah Instalasi dan Rumah Dinas PT PLN (Persero).
Berdasarkan ketentuan dalam keputusan Menteri keuangan dan Keputusan
Direksi PT PLN (Persero) tersebut diatas, rumah dinas yang dapat diusulkan untuk
dijual adalah rumah yang telah memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Rumah yang bersangkutan telah ditetapkan golongannya oleh Direksi PT PLN
(Persero) sebagai rumah dinas dan telah dimiliki perusahaan sekurangkurangnya selama 10 (sepuluh) tahun.
2. Yang berhak membeli atau calon pembeli rumah dinas PT PLN (Persero)
sebagaimana dimaksud adalah :
a. Penghuni sah, yaitu Direksi/ mantan Direksi, Pegawai PT PLN (Persero),
Pegawai/ manatan pegawai negeri sipil atau BUMN atau ABRI yang
ditugaskaryakan di PT PLN (Persero) yang telah memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
1) Memegang Surat Ijin Penempatan atau ijin tertulis lainnya yang sah
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2) Telah bekerja/ mengabdi pada PT PLN (Persero)/ Negara/ BUMN/
ABRI sekurang-kurangnya selama 15 (lima belas) tahun.
3) Belum pernah membeli rumah dari PT PLN (Persero)/ Negara/
BUMN/ ABRI.
4) Telah menempati secara sah rumah PT PLN (Persero) tersebut
sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun.
b. Pensiunan pegawai PT PLN (Persero) atau penerima pensiun lainnya
yaitu penerima pensiun janda, penerima pensiun duda atau anak pegawai
yang berhak menerima pensiun janda/ pensiun duda sesuai ketentuan
berlaku.
c. Penghuni sah rumah dinas PT PLN (Persero) lainnya.
3. Khusus untuk butir 2 huruf c harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Memegang Surat Ijin Penempatan atau ijin tertulis lainnya yang sah
menurut ketentuan yang berlaku.
b. Belum pernah menbeli rumah dari PT PLN (Persero)/ Negara/ BUMN/
ABRI.
c. Telah menempati secara sah rumah PT PLN (Persero) tersebut sekurangkurangnya selama 10 (sepuluh) tahun.

Universitas Sumatera Utara

14

d.

Dengan pertimbangan khusus, Direksi PT PLN (Persero) dapat
mengadakan pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam angka 3 butir a, b dan c edaran ini.

Status rumah tersebut juga dapat disebut sebagai rumah dinas atau
rumahinstansi. Oleh karena itu segala biaya yang berkaitan dengan pemeliharaan
rumahtersebut ditanggung oleh PT PLN (Persero), tetapi dalam kenyataannya setelah
penandatanganan perjanjian sewa beli tanah dan bangunan tersebut pemeliharaan
rumah dinas tersebut menjadi tanggung jawab karyawan.
Karyawan PT PLN (Persero) dapat memiliki rumah dinas tersebut dengan
proses sewa beli yang dilakukan dengan cara angsuran dimana jangka waktunya
ditentukan dalamperjanjian yang dibuat antara PT PLN (Persero) dengan
karyawannya, melalui suatu lembaga yang tidak merugikan PT PLN (Persero). Suatu
sarana yang tepat apabila lembaga sewa beli yang diterapkan dalam hal ini.
Selama karyawan sebagai pembeli masih membayar angsuran danbelum
melunasi maka selama itu pula pemiliknya masih tetap dipihak PT PLN (Persero).
Bagi PT PLN (Persero) juga untuk mengurangi anggaran negara terutama untuk
memelihara rumah dinas tersebut. Lembaga sewa beli ini merupakan salah satu dari
hasil perkembangan sosial dalam masyarakat yang memerlukan saluran hukum dalam
pelaksanaannya dan saluran yang tepat adalah hukum perjanjian yang mempunyai
asas kebebasan berkontrak.
Pada prinsipnya, dalam perjanjian pada umumnya, para subyek sewa beli
diklasifikasikan menjadi dua yaitu:
1. Pihak kreditor, yaitu pihak yang berhak atas prestasi

Universitas Sumatera Utara

15

2. Pihak debitor, yaitu pihak yang berkewajiban memberikan prestasi
Pihak pembeli selama belum melunasi pembayarannya, belum berstatus
sebagai pemilik, dan selama belum ada pelunasan, pembeli tidak berhak untuk
menjadikan barang itu sebagai miliknya atau mengalihkan haknya kepada orang lain.
Bila diamati lebih lanjut, dapatlah dikatakan bahwa perjanjian sewa beli ini
merupakan perjanjian yang mengandung ciri-ciri khusus yang dapat dilihat dari cara
pembayarannya. Sebagaimana diketahui bahwa dalam perkembangannya sampai saat
ini, belum juga ada suatu ketentuan undang-undang khusus yang mengatur secara
terperinci mengenai sewa beli. Di dalam kondisi belum ada ketentuan hukum yang
mengatur, sudah tentu dalam praktik sering timbul ketidak pastian hukum, dan
keadaan semacam ini pula yang akan menimbulkan suatu ketidak pastian menyangkut
hubungan hukum serta kewajiban antara pihak penjual dan pihak pembeli.
R. Subekti, menyebutkan bahwa “sewa beli sebenarnya adalah suatu macam
jual beli setidak-tidaknya ia lebih mendekati jual beli dari pada sewa menyewa.19
Jadi, sewa beli adalah bentuk khusus dari perjanjian jual beli, di mana dijanjikan
bahwa uang dapat diangsur dan barangnya dapat diserahkan kepada pembeli namun,
hak milik atas barang itu baru berpindah kepada pembeli apabila angsuran terakhir
telah dilunasi. Perlu juga dijelaskan di sini bahwa pada kenyataannya penggunaan
istilah sewa beli ini dalam berbagai literatur masih belum ada keseragaman, karena
masih ada juga sarjana yang memakai istilah beli sewa.

19

R. Subekti, Aneka Perjanjian, cet. 8,PT. Citra Adityta Bakti,Bandung, 1989, hal. 52.

Universitas Sumatera Utara

16

Dalam UUPA dinyatakan bahwa hak atas tanah dapat beralih dan dialihkan
dari pemegang haknya kepada pihak lain. Salah satu bentuk peralihan hak atas tanah
dengan cara beralih yaitu berpindahnya hak atas tanah kepada pihak lain karena
pemegang haknya meniggal dunia adalah melalui pewarisan. Peralihan hak atas tanah
ini terjadi karena hukum, artinya dengan meninggalnya pemegang hak, maka ahli
warisnya memperoleh hak atas tanah tersebut.Dalam hal beralih ini, pihak yang
memperoleh hak harus memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah.20
Sedangkan bentuk peralihan hak atas tanah dengan cara dialihkan
(pemindahan hak) yaitu berpindahnya hak atas tanah dari pemegang hak kepada
pihak lain karena suatu perbuatan hukum yang sengaja dilakukan dengan tujuan agar
pihak lain tersebut memperoleh hak tersebut. Perbuatan hukum tersebut dapat berupa
jual beli, hibah, tukar menukar, pemberian dengan wasiat dan lelang. Dalam hal ini,
pihak yang mengalihkan hak harus berhak dan berwenang memindahkan hak,
sedangkan bagi pihak yang memperoleh hak harus memenuhi syarat sebagai
pemegang hak atas tanah. Cara memperoleh hak atas tanah yang dialihkan dan beralih
ini termasuk dalam cara perolehan hak atas tanah secara derivatif.
Selain peralihan hak tanah yang di jelaskan di atas, hak atas tanah dapat juga
dialihkan melalui perjanjian sewa beli, salah satu contoh peralihan hak atas tanah
yang dilakukan melalui perjanjian sewa beli adalah peralihan hak atas tanah yang
dilakukan PT PLN (PERSERO) Wilayah Sumbagut dengan Karyawannya.

20

Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Kencana, Jakarta, 2010, Hal. 301.

Universitas Sumatera Utara

17

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka penelitian ini menarik untuk
diangkat menjadi judul penelitian tesis tentang “Kedudukan Hukum Sewa Beli Dalam
Peralihan Hak Atas Tanah Studi Atas Sewa Beli Antara PT PLN (PERSERO)
Wilayah Sumbagut Dengan Karyawannya.
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang sebagaimana yang diuraikan diatas, maka yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana kedudukan hukum karyawan PT PLN (Persero) terhadap
perjanjian sewa beli rumah negara menurut UU Nomor 1 Tahun 2011 Tentang
Perumahan Dan Pemukiman?
2. Bagaimana proses peralihan hak atas tanah dan bangunan yang telah
dilakukan PT PLN (PERSERO) Wilayah Sumbagut dengan karyawannya
melaui perjanjian sewa beli ?
3. Bagaimana perlindungan hukum bagi karyawan dalam peralihan hak atas
tanah dan bangunan milik PT PLN (PERSERO) Wilayah Sumbagut melalui
perjanjian sewa beli ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis kedudukan hukum karyawan PT PLN
(Persero) terhadap perjanjian sewa beli rumah negara menurut UU Nomor 1
Tahun 2011 Tentang Perumahan Dan Pemukiman.

Universitas Sumatera Utara

18

2. Untuk mengetahui dan menganalisis proses peralihan hak atas tanah dan
bangunan yang telah dilakukan PT PLN (PERSERO) Wilayah Sumbagut
dengan karyawannya melaui perjanjian sewa beli.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum bagi karyawan
dalam peralihan hak atas tanah dan bangunan milik PT PLN (PERSERO)
Wilayah Sumbagut melalui perjanjian sewa beli.
D. Manfaat Penelitian
Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi kegunaan baik secara
teoritis maupun praktis yaitu :
1. Secara Teoritis
a.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbang saran dalam
ilmu pengetahuan hukum pada umumnya, dan hukum perdata pada
khususnya, terutama mengenai masalah perjanjian sewa beli dalam
peralihan hak atas tanah.

b.

Sebagai bahan informasi bagi akademisi dan untuk pengembangan
wawasan dan kajian tentang perjanjian sewa beli untuk dapat menjadi
bahan perbandingan bagi kepenelitian lanjutan.

2. Secara Praktis
Pembahasan dalam tesis ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi
kalangan praktisi penegak hukum dimuka dan diluar pengadilan, dan anggota

Universitas Sumatera Utara

19

masyarakat yang terkait dalam melaksanakan ketentuan hukum yang berkaitan
dengan perjanjian sewa beli dalam peralihan hak atas tanah.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran sementara dan pemeriksaan yang telah penulis
lakukan baik di kepustakaan penulisan karya ilmiah Magister Hukum, maupun di
Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, dan sejauh
yangdiketahui, penelitian tentang “KEDUDUKAN HUKUM SEWA BELI DALAM
PERALIHAN HAK ATAS TANAH STUDI ATAS SEWA BELI ANTARA PT.
PLN (PERSERO) WILAYAH SUMBAGUT DENGAN KARYAWANNYA”, belum
pernah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini adalah asli. Artinya secara akademik
penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan kemurniannya, karena belum ada yang
melakukan penelitian yang sama dengan judul penelitian ini.
F. Kerangkan Teori dan Konsepsi
1.

Kerangka Teori
Pentingnya kerangka konsepsional dan landasan atau kerangka teoritis dalam

penelitian hukum, dikemukakan juga oleh Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,
bahkan menurut mereka kedua kerangka tersebut merupakan unsur yang sangat
penting.21
M. Solly Lubis mengemukakan:22 “Kerangka pemikiran atau butir-butir
pendapat, teori, tesis, si penulis mengenai sesuatu kasus ataupun permasalahan

21

Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat,
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, Hal. 7.
22
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung, Mandar Madju, 1994, Hal. 80.

Universitas Sumatera Utara

20

(problem), yang bagi pembaca menjadi bahan perbandingan, pegangan tertulis, yang
mungkin ia setuju ataupun tidak. Ini merupakan masukan eksternal bagi pembaca.”
Ilmu hukum dalam perkembangannya tidak terlepas dari ketergantungan pada
berbagai bidang ilmu termasuk ketergantungannya pada metodologi, karena aktivitas
penelitian hukum dan imajinasi sosial, juga sangat ditentukan oleh teori. 23
Teori adalah serangkaian asumsi, defenisi dan proposisi untuk menerangkan
suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar
konsep.24 Keberadaan Teori dalam dunia ilmu sangat penting karena teori merupakan
konsep yang akan menjawab suatu masalah, teori oleh kebanyakan ahli dianggap
sebagai sarana yang memberikan rangkuman bagaimana memahami suatu masalah
dalam setiap bidang ilmu pengetahuan.25
Adapun teori yang dikaitkan dengan permasalahan dalam penelitian ini adalah
teori kepastian hukum. Menurut Soerjono Soekanto bagi kepastian hukum yang
penting adalah peraturan dan dilaksanakan peraturan itu sebagaimana yang di
tentukan. Apakah peraturan itu harus adil dan mempunyai kegunaan bagi masyarakat
adalah diluar pengutamaan kepastian hukum. Dengan tersedianya perangkat hukum
yang tertulis, siapa pun yang berkepentingan akan mudah mengetahui kemungkinan
apa yang tersedia baginya untuk menguasai dan menggunakan tanah yang

23

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1986, Hal. 6.
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, Hal.19.
25
Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2004, Hal. 113.

24

Universitas Sumatera Utara

21

diperlukannya, bagaimana cara memperolehnya, hak-hak. Kewajiban serta laranganlarangan apa yang ada di dalam.26
Teori Kepastian Hukum mengandung pengertian yaitu adanya aturan yang
bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh dan
perbuatan apa yang tidak boleh dilakukan, dan berupa keamanan hukum bagi
individu dari kesewenangan pemerintah karena adanya aturan hukum yang bersifat
umum sehingga individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau
dilakukan oleh Negara terhadap individu.27
Menurut Utrecht, Kepastian Hukum mengandung dua pengertian, yaitu
“pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui
perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua, berupa keamanan
hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan
yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan
atau dilakukan oleh Negara terhadap individu”.28
Kepastian hukum menjadi syarat mutlak supaya hukum dapat menjalankan
tugasnya dengan sebaik-baiknya, keadilan dijadikan pedoman bagi substansi isi
hukum.Kepastian

hukum

dan

keadilan

dibutuhkan,

agar

hukum

dapat

menyelenggarakan tugasnya dengan baik. Tujuan hukum baru dapat tercapai, apabila

26
Soerjono Soekanto, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah-Masalah Sosial,
Alumni, Bandung, 1982, Hal. 21.
27
J.B Daiyo, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Prennahlindo, 2001, Hal. 120.
28
Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung,
1999, Hal. 24

Universitas Sumatera Utara

22

didukung oleh

tugas

hukum,

yakni

keserasian

kepastian

hukum dengan

kesebandingan hukum, sehingga menghasilkan keadilan.29
Unsur kepastian dalam hukum berkaitan erat dengan keteraturan dalam
masyarakat, karena kepastian merupakan inti dari ketaatan itu sendiri.30 Oleh
karenanya kepastian di dalam hukum diperlukan pada saat sebelum, sedang,
dansetelah adanya sesuatu perbuatan yang menimbulkan sesuatu akibat, dan dengan
adanya hukum yang berlaku secara umum bagi seluruh manusia dalam suatu
komunitas masyarakat atau Negara maka kepastian hukum akan dapat terwujud.
Sehingga sangat kecil kemungkinan akan terjadinya penindasan dari yang kuat
kepada yang lemah, kesewenang-wenangan penguasa terhadap rakyatnya, khususnya
dalam menghadapi konflik yang terjadi dalam pertanahan guna terwujudnya
perlindungan hukum bagi para pemegang hak atas tanah. Sebab kesemuanya itu
terdapat kepastian hukum yang harus dipedomani oleh pihak-pihak yang
berkompeten.31
Teori kepastian hukum ini digunakan untuk menjawab rumusan masalah
tentang proses peralihan hak atas tanah dan bangunan melalui perjanjian sewa beli.
Dikarenakan dalam perjanjian sewa beli tersebut hak atas tanah dan bangunan baru
beralih kepada pembeli pada saat pembayaran terakhir dilakukan. Perjanjian sewa

29
30

Soerjono Sukanto, Op.cit, Hal. 86.
Ida Nurlinda, Prinsip-Prinsip Pembaruan Agraria, Perspektif Agraria, RajawaliPers,

Jakarta, 2009, Hal. 31.
31

Waluyadi, Pengantar Ilmu Hukum Dalam Perspektif Hukum Positif, Djambatan, Jakarta,
2001, Hal. 58.

Universitas Sumatera Utara

23

beli tersebut dibuat dengan perjanjian baku, dan kepastian hukum tersebut untuk
melindungi hak-hak para pembeli yang posisinya lemah.
2.

Konsepsi
Konsepsi

adalah

salah

satu

bagian

terpenting

dari

teori.Peranan

konsepsidalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara
abstrak dan kenyataan. Pemaknaan konsep terhadap istilah yang digunakan, terutama
dalam judul penelitian, bukanlah untuk keperluan mengkominikasikannya sematamata kepada pihak lain, sehingga tidak menimbulkan salah tafsir, tetapi juga demi
menuntun peneliti sendiri di dalam menangani proses penelitian bersangkutan.32
Kerangka konsepsional merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan
antara konsep-konsep khusus yang akan diteliti. Konsep bukan merupakan gejala
yang akan diteliti, akan tetapi merupakan abstraksi dari gejala tersebut. Gejala itu
sendiri dinamakan fakta, sedangkan konsep merupakan suatu uraian mengenai
hubungan-hubungan dalam fakta tersebut.33
Kerangka konsepsional dalam merumuskan atau membentuk pengertian
pengertian hukum, kegunaannya tidak hanya terbatas pada penyusunan kerangka
konsepsional saja, akan tetapi bahkan pada usaha merumuskan definisi-definisi
operasional di luar peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, konsep
merupakan unsur pokok dari suatu penelitian.34 Pentingnya defenisi operasional
adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius)

32
Sanapiah Faisal, Format-Format penelitian Sosial, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999,
Hal. 107-108.
33
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, Hal.132.
34
Koentjaraningrat, Metode Penelitian Masyarahat , Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997,
Hal. 24.

Universitas Sumatera Utara

24

dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam
penelitian ini harus dibuat beberapa defenisi konsep dasar sebagai acuan agar
penelitian ini sesuai dengan yang diharapkan, yaitu :
a. Sewa Beli Sewa beli adalah jual beli dimana penjual menyerahkan barang
yang dijual secara nyata feitelijk kepada pembeli. Tetapi penyerahan nyata
tidak diikuti penyerahan hak milik. Hak milik baru diserahkan pada saat
pembayaran termin terakhir yang dilakukan oleh pembeli.35
b. Peralihan Hak atas tanah adalah berpindahnya hak atas tanah dari pemegang
hak yang lama kepada pemegang hak yang baru. Ada 2 (dua) cara peralihan
hak atas tanah, yaitu beralih dan dialihkan. Beralih menunjukkan
berpindahnya hak atas tanah tanpa ada perbuatan hukum yang dilakukan oleh
pemiliknya, misalnya melalui pewarisan. Sedangkan dialihkan menunjuk pada
berpindahnya hak atas tanah melalui perbuatan hukum yang dilakukan
pemiliknya, misalnya melalui jual beli.
c. Hak Atas Tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada yang
mempunyai hak untuk menggunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang
dihakinya.36
d. PT PLN (PERSERO) adalah PT PLN (Persero) merupakan perusahaan
penyedia jasa kelistrikan terbesar di Indonesia. Dengan visi untuk “Diakui

35
36

M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, Hal. 210.
Sudikno Mertokusumo I, Hukum dan Politik Agraria, Karunika, Universitas

Terbuka,Jakarta, 1988, Hal. 445.

Universitas Sumatera Utara

25

sebagai Perusahaan Kelas Dunia yang Bertumbuh kembang, Unggul dan
Terpercaya dengan bertumpu pada Potensi Insani.37
e. Karyawan adalah setiap orang yang memberikan jasa kepada perusahaan
ataupun organisasi yang membutuhkan jasa tenaga kerja, yang mana dari jasa
tersebut, karyawan akan mendapatkan balas jasa berupa gaji dan kompensasikompensasi lainnya.38
G. Metode Penelitian
Suatu metode penelitian diharapkan mampu untuk menemukan, merumuskan,
menganalisis, mampu memecahkan masalah-masalah dalam suatu penelitian dan agar
data-data diperoleh lengkap, relevan, akurat, dan reliabel, diperlukan metode yang
tepat yang dapat diandalkan (dependable). Metode merupakan penyelidikan yang
berlangsung menurut suatu rencana tertentu. Menempuh suatu jalan tertentu untuk
mencapai tujuan, artinya peneliti tidak bekerja secara acak-acakan.39
Suatu penelitian merupakan upaya pencarian dan bukan sekedar mengamati
dengan teliti terhadap suatu objek yang mudah terpegang tangan.40 Penelitian
merupakan usaha pencaharian pengetahuan atau lebih tepatnya pengetahuan yang
benar, dimana pengetahuan yang benar ini nantinya dapat dipakai untuk menjawab
pertanyaan atau ketidaktahuan tertentu. Penelitian merupakan salah satu cara yang

37

http://www.pln.co.id/2011/04/careers-2/, diakses tanggal 18 oktober 2016, jam 15.00.
http://pengertiandefinisi.com/pengertiankaryawandanjenis-jeniskaryawandi
perusahaan/,
diakses tanggal 18 oktober 2016, jam 16.00.
39
Johnny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing,
Malang, 2005, Hal. 239-240.
40
T. Jafizham, Persintuhan Hukum Di Indonesia, Sumur Bandung, Jakarta, 1977, Hal. 4.
38

Universitas Sumatera Utara

26

tepat untuk memecahkan masalah, selain itu penelitian juga dapat digunakan untuk
menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran.
Suatu penelitian ilmiah, harus melalui rangkaian kegiatan penelitian yang
dimulai dari pengumpulan data sampai pada analisis data dilakukan dengan
memperhatikan kaidah-kaidah ilmiah sebagai berikut :
1.

Sifat dan Jenis Penelitian
Rancangan penelitian tesis ini merupakan penelitian yang menggunakan

penelitian deskriptif analitis yang menguraikan/ memaparkan sekaligus menganalisis
tentang perjanjian sewa beli dalam peralihan hak atas tanah. Penelitian ini merupakan
suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran
tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu
dengan jalan menganalisanya. Sedangkan Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah yuridis normatif yang disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal
research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam
buku (law as it is written in thebook), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim
melalui proses pengadilan (law it isdecided by the judge through judicial process).41
2.

Sumber Data
Sumber data berasal dari penelitian kepustakaan (library research) yang

diperoleh dari :
a. Bahan hukum primer, yang terdiri dari :
41

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2006, Hal. 118.

Universitas Sumatera Utara

27

1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
2) Kitab Undang-undang Hukum Perdata
3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan
Pemukiman.
4)

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria.

5) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
6) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 Tentang Rumah Negara
7) Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 Tentang Rumah Negara.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang berkaitan dengan bahan
hukum primer, misalnya buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan,
tulisan para ahli, makalah, hasil-hasil seminar atau perjanjian sewa beli dan
surat edaran direksi PT PLN (Persero) lainnya yang relevan dengan peneltian
ini.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang bersifat menunjang bahan
hukum primer dan sekunder untuk memberikan informasi tentang bahan
hukum sekunder, misalnya majalah, surat kabar, kamus hukum, kamus bahasa
Indonesia.

3.

Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data ini merupakan landasan utama penyusunan tesis,

menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library Research) dan membaca

Universitas Sumatera Utara

28

literatur berupa buku-buku ilmiah, peraturan Perundang-undangan dan sumber lain
yang berhubungan dengan perjanjian sewa beli dalam peralihan hak atas tanah.
4.

Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data akan sangat menentukan hasil penelitian sehingga apa

yang menjadi tujuan penelitian ini dapat tercapai. Untuk mendapatkan hasil penelitian
yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggung jawabkan
hasilnya, maka dalam penelitian akan dipergunakan alat pengumpulan data. Alat
pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen.
Studi dokumen yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menghimpun data dengan
melakukan penelaahan bahan-bahan kepustakaan yang meliputi bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. “Langkah-langkah ditempuh untuk
melakukan studi dokumen di maksud di mulai dari studi dokumen terhadap bahan
hukum.”
5.

Analisis Data
Didalam penelitian hukum normatif, maka analisis data pada hakekatnya

berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum
tertulis. Sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum
tertulis tersebut, untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.42 Sebelum
analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan evaluasi terhadap
semua data yang dikumpulkan (primer, sekunder maupun tersier), untuk mengetahui
42

Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta,
1984, Hal. 251.

Universitas Sumatera Utara

29

validitasnya. Setelah itu keseluruhan data tersebut akan di sistematisasikan sehingga
menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam
penelitian ini dengan tujuan untuk memperoleh jawaban yang baik pula.43
Analisis data yang dipakai adalah analisis data kualitatif, yaitu data yang
diperoleh disajikan secara deskriptif dan dianalisis secara kualitatif yaitu dengan
langkah-langkah data diklasifikasikan sesuai dengan permasalahan penelitian,
hasilnya disistematisasikan kemudian ditarik kesimpulannya untuk dijadikan dasar
dalam melihat kebenaran dari masalah yang ditetapkan.

43

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2001, Hal. 106.

Universitas Sumatera Utara