Analisis Yuridis Pendaftaran Peralihan Hak Guna Bangunan Akibat Pewarisan Secara Ab Intestato Di Kota Medan

(1)

TESIS

Oleh

BERLIANA YUNITA HUTAGALUNG

117011002/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

BERLIANA YUNITA HUTAGALUNG

117011002/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Nomor Pokok : 117011002 Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn) (Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn

2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 3. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn


(5)

Nama : BERLIANA YUNITA HUTAGALUNG

Nim : 117011002

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : ANALISIS YURIDIS PENDAFTARAN PERALIHAN

HAK GUNA BANGUNAN AKIBAT PEWARISAN SECARA AB INTESTATO DI KOTA MEDAN

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :BERLIANA YUNITA HUTAGALUNG


(6)

Pendaftaran peralihan hak guna bangunan akibat pewarisan terjadi karena hukum pada saat pemegang hak atau pewaris meninggal dunia, sejak saat itu para ahli waris menjadi pemegang hak yang baru, Mengenai siapa saja yang menjadi ahli waris diatur oleh hukum yang berlaku pada para ahli waris. Peralihan hak karena warisan harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan sesuai dengan yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, yang bertujuan memberikan kepastian hukum, menyediakan informasi serta untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Penelitian bersifat deskriptif analisis dan jenis penelitian yang diterapkan adalah dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam hukum waris dan hukum pertanahan di Indonesia dan melakukan wawancara dengan informan yaitu : Pejabat Kantor Pertanahan Medan, Balai Harta Peninggalan dan Notaris.

Hasil penelitian menunjukkan Pendaftaran peralihan hak guna bangunan akibat pewarisan secara ab intestato di kantor Pertanahan Medan sebagai dasar peralihan hak guna bangunan adalah dengan surat keterangan waris yang dibuat berdasarkan penggolongan penduduk, persyaratan yang harus dilakukan ahli waris dalam melakukan pendaftaran peralihan hak guna bangunan telah ditentukan oleh PMA/KBPN No. 3 Tahun 1997 dalam Pasal 111 ayat (1) dan peraturan dari BPN Kota Medan.

Disarankan kepada penerima hak guna bangunan yang berasal dari warisan segera mendaftarkan peralihan haknya pada kantor pertanahan, dengan cara memenuhi persyaratan yang telah dibuat Kantor Pertanahan Medan, sehingga segala macam bentuk perubahan data fisik maupun data yuridis objek pendaftaran tanahnya dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku sehingga dapat memberikan perlindungan hukum yang kuat bagi pemegang hak. Ahli waris, dalam pembuatan Surat Keterangan Waris yasng dilakukan oleh Warga Negara Indonesia keturunan (Tionghoa) dan Timur Asing Lainnya (India) yang dibuat oleh Notaris dan Balai Harta Peninggalan. Ahli waris harus menguraikan fakta-fakta yang sebenarnya agar tidak terjadi perselisihan. Diharapkan kepada pemohon yang melakukan pendaftaran peralihan hak guna bangunan akibat pewarisan di Kantor Pertanahan Medan dalam melakukan pendaftaran peralihan untuk mempersiapkan semua persyaratan yang telah ditentukan oleh Undang-undang dan Kantor Pertanahan Medan, termasuk membayar pajak BPHTB sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


(7)

In the registration of the transfer of building rights because of inheritance, the heir becomes entitled to the building rights when the person entitled to it or the testator dies. Who will be the heirs is regulated by the applicable law for heirs. The transfer of rights because inheritance should be registered in the Land Office, according to the stipulation in the Government Regulation No. 24/1997 on Land Registration in order to give legal certainty, provide information, and establish land administrative regulation.

The research was descriptive analytic with judicial normative approach which was referred to legal norms in the legal provisions on law of inheritance and law of land in Indonesia by conducting interviews with informants like the officials in the Land Office, Medan, the Probate Court, and Notaries.

The result of the research showed that Registering the transfer of building rights as the result of inheritance as ab intestate in the Land Office, Medan, as the transfer based of building rights, was by presenting certificate of inheritance based on the classification of population. The requirements which have to be fulfilled by heirs in registering the transfer of building rights are stipulated in Article 111, paragraph (1) of PMA/KBPN No. 3/1997 and the regulation of BPN, Medan.

It is recommended that the recipient of land rights which come from inheritance should immediately register them to the Land Office by fulfilling all the requirements so that all kinds of changes of physical and judicial data of the object of the land registration can be in line with the legal provisions which eventually will give strong legal protection to the person entitled to it. In making certificate of inheritance of Indonesian citizens of Chinese or Indian descent by Notaries and the Probate Court should explain the facts in order not to arise dispute. The applicant is expected to register the switchover of building rights cause by the inheritance of Medan’s Land Office, the applicant needs to prepare all the requirements that have been determined by the law and Medan’s Land Office, including the payment of BPHTB tax based on the regulation.


(8)

penulisan tesis ini dengan baik.

Adapun tujuan dibuat penulisan tesis ini untuk memenuhi dan melengkapi persyaratan guna mencapai gelar Magister Kenotariatan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

Adapun judul tesis ini adalah: “ANALISIS YURIDIS PENDAFTARAN PERALIHAN HAK GUNA BANGUNAN AKIBAT PEWARISAN SECARA AB INTESTATO DI KOTA MEDAN.”

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini belum tentu selesai tanpa adanya pihak-pihak yang telah berjasa membimbing, mengarahkan, memberikan semangat dan motivasi serta memberikan sumbangsih kepada penulis. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati yang tulus, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyelesaian tesis ini kepada yang terhormat: 1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A(K), selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus Komisi Pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis; 4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus Pembimbing yang telah memberikan waktu, saran dan masukan kepada penulis;


(9)

7. Bapak Notaris/PPAT Syafnil Gani, SH, M.Hum, selaku Penguji yang telah memberikan saran, kritikan dan masukan kepada penulis;

8. Bapak-bapak dan Ibu-ibu staf pengajar serta para karyawan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

9. Bapak dan Ibu Notaris di Medan yang telah meluangkan waktunya kepada penulis untuk bertanya dan wawancara;

10. Bapak Syafruddin Chandra bagian Hak dan Pendaftaran Tanah di Kantor Pertanahan Medan yang telah memberikan waktu kepada penulis untuk bertanya dan wawancara;

11. Kedua Orangtuaku yang tercinta dan kubanggakan, Ayahanda M. Hutagalung dan Ibunda L. Simangunsong, yang selalu sabar dan memberikan Doa, dukungan dan motivasi serta cinta kasih yang begitu besar kepada penulis;

12. Keluarga besarku yang tersayang dan tercinta, Adik-adikku: Febriwanto Hutagalung, S.Kom, MM, Veronika Hutagalung, S.Ked, dan adik bungsuku Christin Fransiska Hutagalung, terima kasih atas Doa, dukungan dan bantuannya kepada penulis;

13. Sahabat baik penulis di Pekanbaru; Nelson Sinaga, SE, Astri Wulandari, SH, Leny Farika Manurung, SH, Tia Oktaviany, SH, Stevi Juniati SH, dan Gusrani Novelda, SH, yang memberikan dukungan melalui Doa dan komunikasi kepada penulis;

14. Sahabat baik penulis di MKn USU Medan: Ika Nora, SH, Kartini Elisabet Purba, SH, Lucy Margareth Napitupulu, SH, Ibu Syahfrida Yanti, SH, Agaventa Tarigan, SH, Anita Servia Nababan, SH, Merry Gultom, SH, Ermelia SH, Syanida Maharani, SH membantu, menemani, tukar pikiran, member ide serta


(10)

Akhirnya, penulis mengharapkan agar tesis ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan dalam pengembangan keilmuan terutama bagi penulis dalam memperkaya khasanah ilmu pengetahuan di masa mendatang.

Dari semua ucapan terima kasih yang penulis ucapkan, Terima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas kehendakNya lah penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Terimakasih. Tuhan Memberkati

Medan, Juli 2013 Penulis


(11)

Nama : Berliana Yunita Hutagalung Tempat/ Tanggal Lahir : Pekanbaru, 22 Juni 1987

Status : Belum Menikah

Alamat : JL. Kutilang Sakti No.56

II. ORANG TUA

Nama Ayah : M. Hutagalung, SH

Nama Ibu : L. Simangunsong

III. PENDIDIKAN

1. SD Santa Maria Pekanbaru : Tamat Tahun 2000 2. SMP Santa Maria Pekanbaru : Tamat Tahun 2003 3. SMA Santa Maria Pekanbaru : Tamat Tahun 2006 4. S-1 Fakultas Hukum Universitas Riau : Tamat Tahun 2010 5. S-2 Magister Kenotariatan USU : Tamat Tahun 2013


(12)

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR ISTILAH ASING... ix

DAFTAR SINGKATAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 13

E. Keaslian Penelitian... 14

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 15

1. Kerangka Teori ... 15

2. Konsepsi ... 17

G. Metode Penelitian ... 19

1. Pendekatan Masalah Penelitian ... 20

2. Jenis dan Sumber Data ... 21

3. Alat Pengumpulan Data ... 23

4. Teknik Analisis Data ... 23

BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA ... 25

A. Hukum Waris di Indonesia ... 25


(13)

PEWARISAN SECARA AB INTESTATO ... 49

A. Dasar Hukum dan Kewenangan Surat Keterangan Waris .... 49

B. Pelaksanaan Pembuatan Surat Keterangan Waris bagi Golongan Warga Negara Indonesia Keturunan (Tionghoa) . 57 C. Pelaksanaan Pembuatan Surat Keterangan Waris bagi Golongan Timur Asing (India) ... 63

D. Pelaksanaan Surat Keterangan Waris Sebagai Dasar Peralihan Hak Guna Bangunan di Kantor Pertanahan Medan ... 69

BAB IV PENDAFTARAN PERALIHAN HAK GUNA BANGUNAN YANG TELAH BERAKHIR HAKNYA AKIBAT PEWARISAN AB INTESTATO DI KOTA MEDAN ... 74

A. Pendaftaran Peralihan Hak Guna Bangunan Akibat Pewarisan di Kantor Pertanahan Medan ... 74

B. Peralihan Hak Guna Bangunan yang masih terdaftar atas nama pasangan Pewaris dan peralihan hak guna bangunan yang dialihkan kepada salah seorang ahli waris ... 89

C. Peralihan Hak Guna Bangunan yang telah berakhir masa berlakunya akibat Pewarisan ... 94

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 99

A. Kesimpulan ... 99

B. Saran ... 100


(14)

Bij Plaats Vervulling : Pewarisan Langsung

Burgerlijk Wetboek : Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata

Cover note : Surat Pernyataan Atau

Jaminan Dari Notaris Yang Menyatakan Sesuatu

Hal Dalam

Pengurusan.

Enfstelling : Suatu Penunjukan Satu Atau

Beberapa Orang Menjadi

Ahli Waris Untuk

Mendapatkan Sebagian Atau Seluruh Harta Peninggalan.

Erfenaam : seseorang atau beberapa ahli

waris yang mempunyai hak menerima kekayaan yang ditinggalkan pewaris.

Erflater : Seseorang Yang

Meninggalkan Warisan.

Erfrecht Bij Versterf : Hukum Waris Karena

Kematian.

Legaat : Pemberian Hak Kepada

Seseorang Atas Dasar Wasiat Yang Khusus.

Legitieme Portie : Bagian Mutlak

Nadelig Saldo : Saldo Merugikan.

Nalaten Schap : Harta Warisan.

Testament : Surat Wasiat

Testamentain Erfgenaam : Ahli Waris Menurut Wasiat

Uit Eigenhoofde : Pewarisan Langsung

Verjaring : Daluwarsa Dalam Buku Iv

KUHPerdata

Verklaring van Erfrecht : Surat Keterangan Waris

Wees-en Boedelkamer : Balai Harta Peninggalan

Wet Op de Grootboeken der Nationale Schuld : Undang-Undang Buku Besar Perutangan Nasional Di Belanda


(15)

BHP : Balai Harta Peninggalan

IS : Indische Staatregeling

PMNA/KBPN : Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan

Pertanahan Nasional

RR : Regerings Reglement

UUPA : Undang-Undang Pokok Agraria


(16)

Pendaftaran peralihan hak guna bangunan akibat pewarisan terjadi karena hukum pada saat pemegang hak atau pewaris meninggal dunia, sejak saat itu para ahli waris menjadi pemegang hak yang baru, Mengenai siapa saja yang menjadi ahli waris diatur oleh hukum yang berlaku pada para ahli waris. Peralihan hak karena warisan harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan sesuai dengan yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, yang bertujuan memberikan kepastian hukum, menyediakan informasi serta untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Penelitian bersifat deskriptif analisis dan jenis penelitian yang diterapkan adalah dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam hukum waris dan hukum pertanahan di Indonesia dan melakukan wawancara dengan informan yaitu : Pejabat Kantor Pertanahan Medan, Balai Harta Peninggalan dan Notaris.

Hasil penelitian menunjukkan Pendaftaran peralihan hak guna bangunan akibat pewarisan secara ab intestato di kantor Pertanahan Medan sebagai dasar peralihan hak guna bangunan adalah dengan surat keterangan waris yang dibuat berdasarkan penggolongan penduduk, persyaratan yang harus dilakukan ahli waris dalam melakukan pendaftaran peralihan hak guna bangunan telah ditentukan oleh PMA/KBPN No. 3 Tahun 1997 dalam Pasal 111 ayat (1) dan peraturan dari BPN Kota Medan.

Disarankan kepada penerima hak guna bangunan yang berasal dari warisan segera mendaftarkan peralihan haknya pada kantor pertanahan, dengan cara memenuhi persyaratan yang telah dibuat Kantor Pertanahan Medan, sehingga segala macam bentuk perubahan data fisik maupun data yuridis objek pendaftaran tanahnya dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku sehingga dapat memberikan perlindungan hukum yang kuat bagi pemegang hak. Ahli waris, dalam pembuatan Surat Keterangan Waris yasng dilakukan oleh Warga Negara Indonesia keturunan (Tionghoa) dan Timur Asing Lainnya (India) yang dibuat oleh Notaris dan Balai Harta Peninggalan. Ahli waris harus menguraikan fakta-fakta yang sebenarnya agar tidak terjadi perselisihan. Diharapkan kepada pemohon yang melakukan pendaftaran peralihan hak guna bangunan akibat pewarisan di Kantor Pertanahan Medan dalam melakukan pendaftaran peralihan untuk mempersiapkan semua persyaratan yang telah ditentukan oleh Undang-undang dan Kantor Pertanahan Medan, termasuk membayar pajak BPHTB sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


(17)

In the registration of the transfer of building rights because of inheritance, the heir becomes entitled to the building rights when the person entitled to it or the testator dies. Who will be the heirs is regulated by the applicable law for heirs. The transfer of rights because inheritance should be registered in the Land Office, according to the stipulation in the Government Regulation No. 24/1997 on Land Registration in order to give legal certainty, provide information, and establish land administrative regulation.

The research was descriptive analytic with judicial normative approach which was referred to legal norms in the legal provisions on law of inheritance and law of land in Indonesia by conducting interviews with informants like the officials in the Land Office, Medan, the Probate Court, and Notaries.

The result of the research showed that Registering the transfer of building rights as the result of inheritance as ab intestate in the Land Office, Medan, as the transfer based of building rights, was by presenting certificate of inheritance based on the classification of population. The requirements which have to be fulfilled by heirs in registering the transfer of building rights are stipulated in Article 111, paragraph (1) of PMA/KBPN No. 3/1997 and the regulation of BPN, Medan.

It is recommended that the recipient of land rights which come from inheritance should immediately register them to the Land Office by fulfilling all the requirements so that all kinds of changes of physical and judicial data of the object of the land registration can be in line with the legal provisions which eventually will give strong legal protection to the person entitled to it. In making certificate of inheritance of Indonesian citizens of Chinese or Indian descent by Notaries and the Probate Court should explain the facts in order not to arise dispute. The applicant is expected to register the switchover of building rights cause by the inheritance of Medan’s Land Office, the applicant needs to prepare all the requirements that have been determined by the law and Medan’s Land Office, including the payment of BPHTB tax based on the regulation.


(18)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Manusia di dalam perjalanannya di dunia mengalami 3 (tiga) peristiwa penting yang harus dicatat, yaitu waktu ia dilahirkan, waktu ia kawin dan waktu ia meninggal dunia. Diantara ketiga peristiwa tersebut yang kerap sekali menimbulkan masalah adalah kematian.1

Ahli waris adalah setiap orang yang berhak atas harta peninggalan pewaris dan berkewajiban menyelesaikan hutang-hutangnya. Hak dan kewajiban tersebut timbul setelah pewaris meninggal dunia. Hak waris itu didasarkan pada hubungan perkawinan, hubungan darah, dan surat wasiat, yang diatur dalam undang – undang.

Sebagai salah seorang anggota masyarakat, maka kalau kita berbicara tentang seseorang yang meninggal dunia arah dan jalan pikiran kita tentu akan menuju kepada masalah warisan. Seorang manusia selaku anggota masyarakat selama masih hidup, mempunyai tempat dalam masyarakat dengan disertai pelbagai hak-hak dan kewajiban terhadap orang-orang anggota lain dari masyarakat itu dan terhadap barang-barang yang berada dalam masyarakat itu.2

Apabila seseorang meninggal dunia maka dengan sendirinya akan timbul pertanyaan apakah yang akan terjadi dengan hubungan-hubungan hukum tersebut dan yang mungkin sangat erat sifatnya pada saat seseorang tersebut masih hidup, seperti bagaimana pengurusan harta miliknya dan sebagainya.

1

Ali Afandi,Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian, Jakarta, Bina Aksara, 1986. Hal.5


(19)

Sebelum harta pusaka atau harta warisan yang ditinggalkan oleh pewaris akan dibagikan kepada masing-masing ahli waris maka terlebih dahulu akan selalu diawali dengan penentuan siapa saja yang berhak untuk menjadi ahli waris, yang gunanya untuk menjelaskan siapa saja ahli waris yang berhak mewaris, karena seperti diketahui bahwa tidak semua ahli waris berhak untuk mewaris. Hal ini dapat dimengerti karena masalah warisan merupakan suatu masalah yang amat mudah untuk menimbulkan sengketa atau perselisihan diantara ahli waris atau pun dengan pihak ketiga.

Untuk menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris perlu dibuktikan dengan suatu keterangan hak waris. Dengan adanya surat keterangan hak waris tersebut maka apabila ada persoalan yang timbul mengenai siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dari seseorang yang meninggal dunia, maka ahli waris dapat menjadikan surat keterangan tersebut sebagai alat bukti.3

Keanekaragaman hukum waris yang berlaku Indonesia karena adanya penggolongan-penggolongan penduduk dari warga negara, sebagaimana diatur dalam pasal 163 Indische Staatsregeling (IS) atau pasal 109 Regerings Reglement (RR) yang membagi penduduk Indonesia atas 3 (tiga) golongan yaitu :

1. Golongan Eropa

Semua orang Belanda, semua orang yang berasal dari Eropa, tetapi bukan Belanda, semua orang Jepang, semua orang yang berasal dari tempat lain,

3R .Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan,Hukum Orang dan Keluarga, Surabaya,


(20)

tetapi tidak termasuk orang Belanda atau orang yang berasal dari Eropa bukan Belanda, yang di negaranya tunduk kepada hukum keluarga yang asas-asasnya sama dengan hukum Belanda. Anak sah atau diakui menurut undang-undang dan keturunan selanjutnya dari orang-orang yang berasal dari Eropa bukan Belanda dan semua orang yang berasal dari tempat lain, bukan Belanda atau Eropa yang lahir di Hindia-Belanda.4

2. Golongan Bumiputera

Semua orang yang termasuk rakyat asli Hindia-Belanda dan tidak pernah pindah ke dalam golongan penduduk lain dari golongan Bumiputera, golongan penduduk lainnya yang telah meleburkan diri menjadi golongan Bumiputera dengan cara meniru atau mengikuti kehidupan sehari-hari golongan Bumiputera dan meninggalkan hukumnya atau karena perkawinan.5

3. Golongan Timur Asing

Mereka yang tidak trmasuk golongan Eropa dan golongan

Bumiputera.Golongan Timur Asing ini dibedakan atas Timur Asing Tionghoa dan Timur Asing Bukan Tionghoa, seperti Arab, India.6

Sebagai konsekuensi dari adanya penggolongan penduduk tersebut maka terhadap masing-masing golongan penduduk berbeda juga hukum yang berlaku dan terpisah satu sama lain, termasuk dalam hukum kewarisannya.7

4

Habib Adjie, Pembuktian Sebagai Ahli Waris Dengan Akta Notaris (Dalam Bentuk Akta Keterangan Ahli Waris), Bandung. Mandar Maju, 2008, Hal. 5

5Ibid, Hal. 6 6Ibid


(21)

Pasal 131 Indische Staatregelingatau 75Regerings Reglementmengadakan 3 (tiga) golongan hukum yang berlaku untuk tiap golongan penduduk sebagai berikut: Hukum perdata dan dagang, hukum pidana beserta hukum acara perdata dan hukum acara pidana harus dikodifisir, yaitu diletakkan dalam suatu kitab undang-undang. Untuk golongan bangsa Eropa harus dianut perundang-undangan yang berlaku di negeri Belanda (asas konkordansi).8

1. Untuk golongan bangsa Indonesia Asli dan Timur Asing jika ternyata bahwa kebutuhan masyarakat mereka menghendakinya, dapatlah peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku bagi mereka, baik seutuhnya maupun dengan perubahan-perubahan, dan juga diperbolehkan membuat suatu peraturan baru bersama, untuk lainnya harus diindahkan aturan-aturan mana boleh diadakan penyimpangan jika diminta oleh kepentingan umum atau kebutuhan kemasyarakatan mereka.9

2. Orang Indonesia Asli dan Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan di bawah suatu peraturan bersama dengan orang Eropa, diperbolehkan menundukkan diri pada hukum yang berlaku untuk orang Eropa, penundukkan boleh dilakukan baik seluruhnya maupun hanya mengenai suatu perubahan tertentu. Sebelum hukum untuk orang Indonesia ditulis di dalam undang-undang, maka bagi mereka akan tetap berlaku

7Fatchur Rahman,Ilmu Waris, Bandung, PT A-Ma’arif, 1975, Hal. 27 8Habib Adjie,Op cit, Hal. 6


(22)

hukum yang sekarang berlaku bagi mereka ialah hukum adat asli orang Indonesia.10

Keanekaragaman penggolongan penduduk yang ada di Indonesia maka dalam proses penentuan siapa yang berhak menjadi ahli waris tergantung siapa pewarisnya dan baginya berlaku hukum waris mana yang dipergunakan.

Tanah merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan manusia. Baik sebagai sumber hidup maupun sebagai wadah secara pembangunan fisik untuk digunakan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Lebih-lebih di Indonesia yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian di sekitar pertanian. Fungsi tanah begitu penting dan mempunyai arti sendiri, sebab tanah merupakan modal bagi kehidupan suatu keluarga. Selain itu, tanah juga selalu digunakan untuk berbagai kegiatan manusia, seperti tempat tinggal, mendirikan bangunan, bahkan sampai manusia meninggal dunia membutuhkan tanah.

Adanya hubungan yang erat antara manusia dengan tanah, karena tanah merupakan tempat berpijak dan melakukan kelangsungan hidup sehari-hari. Maka manusia berlomba-lomba untuk menguasai dan memiliki bidang tanah yang diinginkan karena tanah mempunyai nilai ekonomis bagi segala aspek kehidupan manusia11. Untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat seperti yang diinginkan bangsa Indonesia, maka permasalahan yang berkaitan dengan

10Ibid, Hal 6-7

11 Muhammad Ayub Ghazali, Pelaksanaan Pendaftaran Peralihan Hak atas Tanah karena


(23)

penggunaan, pemilikan penguasaaan dan peralihan hak atas tanah memerlukan perhatian yang khusus dalam peraturan perundangan.

Tanah mempunyai peranan yang penting karena tanah merupakan sumber kesejahteraan, kemakmuran, dan kehidupan. Hal ini memberikan pengertian bahwa merupakan tanggung jawab nasional untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat sebagaimana dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan : ”Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Tanah merupakan unsur penting dalam kehidupan karena setiap manusia membutuhkan tanah sebagai tempat tinggal maupun sebagai tempat usaha. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria. Salah satu tujuan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) adalah untuk memberikan kepastian hukum berkenaan dengan hak-hak atas tanah yang dipegang oleh masyarakat.

UUPA yang memuat dasar-dasar pokok di bidang pertanahan merupakan landasan bagi usaha pembaharuan hukum sehingga diharapkan adanya jaminan kepastian hukum bagi masyarakat dalam memanfaatkan fungsi bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya untuk kesejahteraan bersama secara adil. Tegasnya untuk mencapai kesejahteraan dimana dapat secara aman melaksanakan hak dan kewajiban yang diperolehnya sesuai dengan peraturan


(24)

yang telah memberikan jaminan kepastian perlindungan terhadap hak dan kewajiban tersebut.12

Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah menyelenggarakan pendaftaran tanah, dan secara tegas diatur dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA yang menyatakan bahwa :

“Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah”.

Peralihan hak guna bangunan dapat terjadi karena perbuatan hukum dan peristiwa hukum. Peralihan hak guna bangunan karena perbuatan hukum dapat terjadi apabila pemegang hak guna bangunan dengan sengaja mengalihkan hak yang dipegangnya kepada pihak lain. Sedangkan peralihan hak guna bangunan akibat peristiwa hukum, terjadi apabila pemegang hak guna bangunan meninggal dunia, maka dengan sendirinya atau tanpa adanya suatu perbuatan hukum disengaja dari pemegang hak, hak milik beralih kepada ahli waris pemegang hak.

Dalam Pasal 23 UUPA (Hak milik), Pasal 32 UUPA (Hak Guna Usaha), Pasal 38 (Hak Guna Bangunan). Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah yang bersifat recht-kadaster artinya bertujuan menjamin kepastian hukum.13

12

Bachtiar Efendi, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan-Peraturan Pelaksanaannya,Bandung, Alumni Bandung, 1983, Hal. 16

13Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan undang-Undang Pokok


(25)

Banyaknya cara perolehan hak atas tanah, salah satunya dengan peralihan hak atas tanah. Hal ini terdapat dalam Pasal 23 UUPA dan Pasal 38 UUPA yang menegaskan bahwa14:

1. Dalam pasal 23 Hak milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19 UUPA.

2. Pendaftaran termaksud dalam ayat (1) merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak milik serta sahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut.

3. Dalam pasal 38 Hak Guna Bangunan, demikian juga setiap peralihan dan hapusnya hak tersebut harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19 UUPA

4. Pendaftaran termaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak guna bangunan serta sahnya peralihan hak tersebut, kecuali dalam hal hak itu hapus karena jangka waktunya berakhir.

Peralihan Hak Milik atas tanah tersebut dimungkinkan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 20 ayat (2) UUPA berbunyi “Hak Milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain” dan dalam Pasal 35 ayat (3) UUPA berbunyi “Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.”

14 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.


(26)

Hak Guna Bangunan beralih maksudnya hak guna bangunan berpindah dari seseorang kepada orang lain karena hukum. Misalnya hak pewaris berpindah kepada ahli warisnya.

Tanah bagi golongan penduduk warga Negara Indonesia Keturunan (Cina) dan Timur Asing lainnya (India) dianggap sebagai asset berharga yang harus di pertahankan. Oleh karena itu untuk melindungi tanahnya termasuk dalam hal pewarisan, maka diperlukan suatu tanda bukti yang kuat agar tanah yang dimiliki tidak menimbulkan sengketa.15

Pelaksanaan peralihan hak atas tanah akibat pewarisan lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 tentang pendaftaran tanah. Berkaitan dengan pewarisan maka mengandung arti bahwa pewarisan adalah perpindahan hak milik kepada pihak lain karena pemiliknya meninggal dunia. Peralihan hak milik terjadi demi hukum artinya dengan meninggalnya pemilik maka ahli warisnya memperoleh hak milik, peralihan atas hak waris yang berupa tanah melalui surat keterangan waris yang dibuat oleh para ahli waris, diketahui atau disahkan oleh pejabat yang bewenang, kemudian dilakukan pendaftaran pada Kantor Pertanahan setempat agar dicatat dalam buku tanah tentang pemegang hak yang baru yaitu atas nama ahli waris, hal ini penting dilakukan agar mempunyai kekuatan hukum.

Untuk pendaftaran peralihan hak karena pewarisan mengenai bidang tanah hak yang sudah didaftar, wajib diserahkan oleh yang menerima hak atas tanah yang

15www.listpn.org/index.php.?=show_detail&id=5764#. Diunduh pada hari Kamis tanggal 04


(27)

bersangkutan sebagai warisan kepada Kantor Pertanahan, sertipikat hak yang bersangkutan, surat kematian orang yang namanya dicatat sebagai pemegang haknya dan surat tanda bukti sebagai ahli waris.

Ada 2 (dua) keadaan yang akan menimbulkan permasalahan dan penyelesaian hak atas tanah. Pertama jaminan kepastian ataupun perlindungan yang efektif terhadap hak kepemilikan atas tanah. Kedua prinsip pendaftaran tanah dan atau peraturan perundang-undangan lainnya secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi pejabat atau pegawai pertanahan melalui perlindungan hak kepemilikan atas tanah yang tersangkut paut dengan registrasi dan ajudikasi pemberian kepastian hukum kepada individu atas pemilik tanah.16

Seorang ahli waris tidak dapat secara langsung menguasai dan melakukan balik nama harta warisan yang menjadi haknya dengan terbukanya pewarisan, melainkan untuk dapat melakukan tindakan hukum terhadap apa yang telah menjadi haknya tersebut harus dilengkapi dengan adanya surat keterangan hak waris.17

Surat Keterangan Hak Waris (verklaring van erfrecht) dapat diartikan sebagai suatu surat yang diterbitkan oleh pejabat berwenang membuatnya dan kewenangan pejabat yang menerbitkannya disesuaikan pula menurut penggolongan penduduk yang berlaku bagi warga negara Indonesia yang bersangkutan.18

Surat Keterangan Hak Waris dapat memberikan banyak kegunaan bagi segenap ahli waris. Berdasarkan surat keterangan hak waris para ahli waris secara

16Indonesia Investment Law, Wordpress.com/2011/05/25/pengalihan hak atas tanah. Diunduh

pada hari Rabu tanggal 13 Maret 2013

17

Fitreni Chris Lily, Pengaturan Mengenai Bukti Keterangan Hak Waris yang berlaku bagi Warga Negara Indonesia, USU, 2007, Hal. 35

18Syahril Sofyan, Beberapa Dasar Teknik Pembuatan Akta (Khusus Warisan), Medan,


(28)

bersama-sama dengan seluruh ahli waris dapat melakukan suatu perbuatan hukum baik mengenai tindakan kepengurusan maupun mengenai tindakan kepemilikan.

Tindakan kepengurusan adalah semua ahli waris secara bersama-sama antara lain berhak menguasai, menggunakan, menikmati, menempati, menyewakan dan tindakan kepengurusan lainnya atas barang harta peninggalan yang diterima. Melakukan balik nama atas barang harta peninggalan yang diterima dari atas nama pewaris menjadi atas nama seluruh ahli waris.19

Peralihan hak berdasarkan warisan merupakan balik nama dari pemegang sertipikat hak yang telah meninggal dunia kepada ahli waris, yang oleh ahli waris dengan menggunakan surat keterangan ahli waris dimohon balik namanya kepada kepala kantor pertanahan setempat melalui prosedur perolehan sertipikat hak atas tanah.

Untuk memperoleh kekuatan pembuktian tanah hasil dari pewarisan, maka Surat Keterangan Ahli Waris sangat diperlukan sebagai dasar untuk pendaftaran tanahnya. namun sampai saat ini untuk memperoleh Surat Keterangan Waris, hukum yang berlaku bagi Warga Negara Indonesia masih berbeda-beda. Surat Keterangan Waris tersebut sebagai syarat mutlak bagi pendaftaran peralihan hak atas tanah dari pewaris kepada ahli waris.

Salah satu sebab berakhirnya kepemilikan seseorang atas tanah adalah karena kematian. Dengan adanya peristiwa hukum ini mengakibatkan adanya peralihan harta kekayaan dari orang yang meninggal, baik harta kekayaan material maupun

19I Gede Purwaka.Keterangan Hak Waris yang Dibuat Oleh Notaris Berdasarkan Ketentuan

KUH Perdata Program Spesialis Notariat dan Pertanahan. Fakultas Hukum UI. Ui Press, Jakarta, Hal. 5-6


(29)

immaterial kepada ahli waris yang meninggal tersebut. Dengan meninggalnya seseorang ini aka nada pewaris, ahli waris, dan harta kekayaan yang ditinggalkan.

Jaminan kepastian hukum mengenai peralihan hak-hak atas tanah oleh seseorang, yang diperoleh dari warisan merupakan perpindahan suatu hak atas tanah kepada orang lain. Yang dimaksudkan dari peneliti disini adalah kepemilikan hak atas tanah yang diperoleh dari pewaris kepada ahli waris. Maka perpindahan hak atas berarti subyek hak yaitu pewaris dan ahli waris, perlu dilaksanakan pendaftaran peralihan hak untuk mendapatkan jaminan kepastian hukum kepemilikan hak atas tanah. Untuk menjamin kepastian hukum kepemilikan hak atas tanah warisan khususnya pada peralihan hak atas tanah warisan.

Seperti sudah disebutkan dimuka bahwa peralihan hak guna bangunan akibat warisan harus didaftarkan, salah satu pelayanan yang diberikan Kantor Pertanahan Kota Medan kepada masyarakat (bagi masyarakat warga Negara Indonesia keturunan (Tionghoa) dan masyarakat Timur Asing lainnya (India) dibidang pertanahan adalah pencatatan peralihan hak secara terus-menerus, berusaha memberikan informasi agar tahap-tahap pelaksanaan kegiatan baik yang menyangkut dari aspek teknis, administrasi dan yuridis dapat berjalan dengan baik, lancar dan memuaskan.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut penulis tertarik untuk meneliti “Analisis Yuridis Pendaftaran Peralihan Hak Guna Bangunan Akibat Pewarisan secara Ab Intestato di kota Medan”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka yang menjadi permasalahan adalah :


(30)

1. Bagaimana peralihan objek warisan secara ab intestato bila ditinjau dari hukum perdata BW ?

2. Bagaimana surat keterangan waris sebagai dasar peralihan hak guna bangunan akibat pewarisan ?

3. Bagaimana pendaftaran peralihan Hak Guna Bangunan akibat pewarisan di kota Medan ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana peralihan objek warisan secara ab intestato bila ditinjau dari hukum perdata.

2. Untuk mengetahui bagaimana surat keterangan waris sebagai dasar peralihan hak guna bangunan akibat pewarisan.

3. Untuk mengetahui bagaimana pendaftaran peralihan hak guna bangunan akibat pewarisan di kota Medan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun praktis.

1. Secara teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi tentang hukum waris khususnya mengenai pelaksanaan surat keterangan waris dalam pendaftaran hak atas tanah dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu hukum.


(31)

2. Secara praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat :

a. Bermanfaat kepada masyarakat umum dalam hal pelaksanaan surat keterangan waris dalam pendaftaran hak atas tanah.

b. Menjadi masukan bagi profesi hukum khususnya para notaries dalam pembuatan surat keterangan waris.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang ada dan penelusaran kepustakaan khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara, penelitian dengan judul Analisa Yuridis pelaksanaan Surat Keterangan Waris dikaitkan dengan pendaftaran Hak Atas Tanah di kota Medan.

Menurut hasil penelitian di perpustakaan Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara pernah ada penelitian yang membahas mengenai peralihan hak atas tanah akibat pewarisan yang dilakukan oleh Elyanju Sihombing, Mahasiswa Program Magister Kenotariatan, pada tahun 2000, dengan judul “Pendaftran Peralihan Hak Milik Atas Tanah karena pewarisan menurut PP No. 24 Tahun 1997 (Penelitian di Kota Pematang Siantar)” .

Di dalam hasil penelitian yang lebih menitikberatkan mengenai :

1. Bagaimana Pelaksanaan Pendaftaran Peralihan Hak Milik atas tanah karena pewarisan menurut PP Nomor 24 Tahun 1997 di Kota Pematang Siantar ? 2. Faktor-Faktor apa yang menyebabkan pemegang Hak Milik atas Tanah karena


(32)

3. Apa upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala dalam pendaftaran peralihan Hak Milik atas Tanah karena pewarisan PP Nomor 24 Tahun 1997? Di dalam penelitian ini yang berjudul “Analisis Yuridis Pendaftaran Peralihan Hak Guna Bangunan akibat Pewarisan secara Ab Intestato di kota Medan” akan menitikberatkan pada :

1. Bagaimana peralihan objek warisan secara ab intestato bila ditinjau dari hukum perdata.

2. Bagaimana surat keterangan waris sebagai dasar peralihan hak guna bangunan akibat pewarisan.

3. Bagaimana pendaftaran peralihan Hak Guna Bangunan akibat pewarisan di kota Medan.

Dengan demikian penelitian ini dilakukan sangat berbeda. Dengan demikian penelitian ini adalah asli baik dari segi subtansi maupun dari segi permasalahan sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Perkembangan ilmu hukum tidak terlepas dari teori hukum sebagai landasannya dan tugas hukum adalah untuk menjelaskan nilai-nilai hukum dan postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam sehingga


(33)

penelitian ini tidak terlepas dari teori-teori ahli hukum yang di bahas dalam bahasa dan sistem pemikiran para ahli hukum sendiri.20

Jelaslah kiranya bahwa seorang ilmuwan mempunyai tanggung jawab sosial yang terpikul dibahunya, bukan karena dia adalah warga masyarakat melainkan juga karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup masyarakat.21

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris.22

Suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan cara-cara untuk bagaimana mengorganisasikan dan menginterprestasikan hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian terdahulu.23

Kata lain kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau pegangan teoritis dalam penelitian.24

Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori tanggung jawab hukum yang dikemukakan oleh Hans Kelsen yang mengatakan bahwa seseorang bertanggung jawab atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa ia memikul tanggung jawab hukum atas sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan.25

20W. Friedman,Teori dan Filsafat Umum, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1996, Hal. 2 21 Jujun S. Suryasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta, Pustaka Sinar

Harapan, 1999, Hal. 237

22M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung, Mandar Maju, 1994, Hal. 27 23

Burhan Ashsofa,Metode Penelitian Hukum.Jakarta, Rineka Cipta, 1998, Hal. 23

24

M. Solly,Op.Cit, Hal. 80

25 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni dengan judul buku asli “General Theory of Law and


(34)

Hans Kelsen juga mengatakan bahwa hukum telah menentukan pola perilaku tertentu, maka setiap orang seharusnya berperilaku sesuai pola yang ditentukan itu atau setiap orang harus menyesuaikan diri dengan apa yang telah ditentukan.26

Lebih lanjut fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk serta menjelaskan mengenai gejala yang diamati. Berdasarkan dari pengertian tersebut serta berangkat dari konsep bahwa dalam masyarakat, tanggung jawab hukum terkait dengan peralihan hak guna bangunan akibat pewarisan yang didasarkan surat keterangan waris yang dibuat oleh pejabat berwenang berdasarkan keterangan dari para ahli waris memegang peranan penting yang bertalian mengenai peralihan atau pengurusan harta peninggalan dari pewaris.

Sesuai dengan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri c.q. Direktorat Jendral Agraria Nomor Dpt/12/63/69 tanggal 20 Desember 1969 menentukan bahwa pejabat yang berwenang menerbitkan surat keterangan hak waris adalah didasarkan oleh status atau golongan hukum dari si meninggal.

2. Konsepsi

Konsepsi merupakan salah satu bagian terpenting dari teori, konsep adalah sebagai penghubung yang menerangkan sesuatu yang sebelumnya hanya baru ada dalam pikiran atau ide. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi antara abstraksi dan realitas.27

Konsepsi diartikan sebagai “kata” yang menyatukan abstraksi yang di generalisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.Defenisi

26Ibid


(35)

operasional perlu disusun untuk memberikan pengertian yang jelas atas masalah yang dibahas karena istilah yang digunakan untuk membahas suatu masalah tidak boleh memiliki makna ganda. Konsepsi digunakan juga untuk memberi pegangan pada proses penelitian oleh karena itu dalam rangka penelitian ini perlu dirumuskan serangkaian definisi agar tidak menimbulkan perbedaan penafsiran.28

Oleh karena itu dalam penelitian ini di defenisikan beberapa konsep dasar atau istilah, agar di dalam pelaksanaannya diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu :

a. Peralihan Hak atas Tanah sebagai suatu perbuatan hukum yang dikuatkan dengan akta otentik yang diperbuat oleh dan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang mengakibatkan beralihnya pemegang hak atas tanah kepada pihak lain.29

b. Surat Keterangan Waris adalah suatu surat yang diterbitkan oleh pejabat berwenang atau intansi pemerintah yang berwenang atau dibuat sendiri oleh segenap ahli waris yang kemudian dibenarkan dan dikuatkan oleh Kepala Desa/Lurah atau Camat yang dijadikan alat bukti yag kuat tentang adanya suatu peralihan hak atas harta peninggalan dari pewaris kepada ahli waris.30 c. Pewarisan adalah suatu proses beralihnya harta kekayaan/benda yang

ditinggalkan seseorang yang meninggal (pewaris) kepada ahli warisnya.

28

Masri Singarimbun,Metode Penelitian Survey, Jakarta, LP3ES, 1999, Hal. 34

29 Mhd.Yamin Lubis, Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Bandung, Mandar

Maju, 2010, Hal. 276.


(36)

Kalaulah pewarisan dimasukkan dalam salah satu penyebab berakhirnya hak atas tanah, maka terjadinya pewarisan ini bisa melalui 2 (dua) cara yaitu karena ketentuan undang-undang dan karena sesuatu wasiat dari orang yang telah meninggal dunia31

d. Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan waktu paling lama 30 tahun.32

G. Metode Penelitian

“Metodologi” berasal dari kata “Metode” yang artinya cara yang tepat untuk melakukan sesuatu; dan “logos” yang artinya ilmu atau pengetahuan. Jadi metodologi artinya cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai tujuan. Sedangkan penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan dan menganalisis sampai menyusun laporannya.33

Dalam proses penelitian, penggunaan metode penelitian merupakan syarat mutlak untuk memperdalam kajian suatu penelitian yang sedang dilaksanakan. Oleh karena itu penelitian ini merupakan kegiatan ilmiah, maka metode penelitian dapat diartikan sebagai ilmu untuk mengungkapkan dan menerangkan gejala-gejala alam atau gejala-gejala sosial dalam kehidupan manusia, dengan menggunakan prosedur kerja yang sistematis, teratur dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

31 http://www.ut.ac.id/html/suplemen/adpu4436/fakhirwaris82.htm, diunduh pada hari Senin

tanggal 05 Februari 2013

32Ibid, Pasal 35

33 Cholid Narbuko dan H. Abu Achmadi, Metode Penelitian, Jakarta, Bumi Aksara, 2002,


(37)

Pertanggungjawaban secara ilmiah berarti penelitian dilakukan untuk mengungkapkan dan menerangkan sesuatu yang ada dan mungkin sebagai suatu kebenaran dengan dibentengi bukti-bukti empiris atau yang dapat diterima oleh akal sehat manusia.34

Dalam penelitian ini, untuk dapat menggunakan dan memperoleh data yang lebih akurat dan relevan dengan penelitian yang dilakukan, maka penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut :

1. Pendekatan Masalah Penelitian

1. Sifat Penelitian

Untuk mengumpulkan data dalam tesis ini dilakukan dengan penelitian yang bersifat deskriptif analisis dan jenis penelitian yang diterapkan adalah dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam hukum waris dan hukum pertanahan di Indonesia, sebagai pijakan normatif, yang berawal dari premis umum yang kemudian berakhir pada suatu kesimpulan khusus. Hal ini dimaksudkan untuk menentukan kebenaran-kebenaran baru (suatu tesis) dan kebenaran-kebenaran induk (teoritis).

Metode pendekatan yuridis normatif yang digunakan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji berbagai aspek hukum dengan melihat peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang peralihan hak atas tanah akibat

34


(38)

pewarisan, sehingga akan diketahui secara hukum tentang peralihan hak atas akibat pewarisan di kota Medan.

2. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian yang diambil penulis adalah di wilayah kota Medan. Alasan penulis memilih lokasi penelitian di kota Medan mengingat kota Medan adalah Ibu Kota Propinsi Sumatra Utara, dimana terdapat beragam penggolongan penduduk dan beragam permasalahan yang ada dari keanekaragaman penduduk tersebut.

2. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini dilakukan dengan cara pengumpulan data dengan melakukan penelaahan kepada data primer dan data sekunder yang meliputi :

1. Data Primer

Data primer merupakan hasil penelitian lapangan yang akan dilakukan bersumber dari pengamatan dan wawancara dengan petugas pada Kantor Pertanahan Kota Medan, Notaris/PPAT yang ada di Kota Medan dan Balai Harta Peninggalan Medan.

2. Data Sekunder

Data yang digunakan untuk memecahkan masalah dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian pustaka dengan cara mempelajari dan memehami buku-buku atau lieratur-literatur maupun perundang-undangan yang berlaku dan menunjang penelitian ini :


(39)

Yaitu bahan hukum berupa peraturan perundang-undangan, dokumen resmi yang mempunyai otoritas yang berkaitan dengan permasalahan. Bahan-bahan hukum primer meliputi :

a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Undang-Undang Pokok Agraria.

b. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah.

c. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

d. Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP 24/1997 Tentang Pendaftaran Tanah. b) Bahan hukum sekunder

Yaitu semua bahan hukum yang bersifat penjelasan terhadap bahan hukum primer ini dapat berupa :

1. Buku-buku ilmiah.

2. Makalah-makalah yang berkaitan dengan pokok bahasan. 3. Hasil-hasil wawancara

c) Bahan hukum tersier

Yaitu bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, majalah, surat kabar dan internet yang relevan dengan penelitian ini.


(40)

Untuk memperdalam data sekunder tersebut dilakukan wawancara terhadap responden yang ditentukan, yaitu pejabat pada Kantor Pertanahan Medan dan Kantor Notaris/PPAT kota Medan yang pernah melakukan pendaftran peralihan hak guna bangunan akibat pewarisan secara ab intestato.

3. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpul data akan sangat menentukan hasil penelitian sehingga apa yang menjadi tujuan penelitian ini dapat tercapai. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggungjawabkan hasilnya, maka dalam penelitian akan dipergunakan alat pengumpulan data, yakni : a. Studi dokumen, yang dilakukan untuk menghimpun data dengan melakukan

penelahaan bahan-bahan kepustakaan yang meliputi bahan hukum primer, baru kemudian bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.35

b. Wawancara dengan informan yang berhubungan dengan materi penelitian ini. Dalam melakukan penelitian lapangan ini digunakan model wawancara secara langsung (tatap muka) dengan menggunakan pedoman wawancara (daftar pertanyaan). Tujuannya untuk mendapatkan data yang mendalam, utuh dan lengkap sehingga dapat dipakai untuk membantu.

4. Teknik Analisis Data

Analisis Data adalah proses mengatur urutan data atau mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori dan satu uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja seperti yang sarankan oleh data.36

35Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,


(41)

Dapat diartikan sebagai proses menganalisa, memanfaatkan data yang telah terkumpul untuk digunakan dalam pemecahan masalah penelitian. Dalam proses pengolahan, analisis dan pemanfaatan data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif.

Analisis data merupakan langkah terakhir dalam suatu kegiatan penulisan. Analisis data dilakukan secara kualitatif, artinya menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, runtun, logis, tidak tumpang tindih, dan efektif sehingga memudahkan interpretasi data dan pemahaman hasil analisis.37

Data yang diperoleh melalui pengumpulan data sekunder akan dikumpulkan dan kemudian dianalisis untuk mendapatkan kejelasan terhadap masalah yang akan dibahas. Semua data yang telah terkumpul diedit, diolah, dan disusun secara sistematis untuk selanjutnya disajikan dalam bentuk deskriptif yang kemudian disimpulkan.

Analisis secara kualitatif dengan cara mengkategorikan data-data yang telah diperoleh dan kemudian ditafsirkan dalam usaha untuk mencari jawaban terhadap masalah penelitian. Dengan menggunakan metode dedukatif, ditarik suatu kesimpulan dari yang umum ke yang khusus dari jawaban yang telah diperoleh yang merupakan hasil penelitian.

36Lexy J. Maleong,Metode Penelitian Kualitatif, Bandung. Remaja Rosdakarya, 2002, Hal. 110 37

Winarno Surachmad, Dasar Dan Tehnik Research : Pengertian Metodologi Ilmiah, Bandung. CV Tarsito, Hal. 39


(42)

BAB II

PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA

A. Hukum Waris di Indonesia

Hukum Waris merupakan salah satu bagian dari hukum Perdata secara keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum Waris sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia, sebab setiap manusia pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. Akibat hukum yang selanjutnya timbul dengan terjadinya peristiwa hukum kematian seseorang diantaranya ialah masalah bagaimana pengurusan dan kelanjutan hak-hak dan kewajiban seseorang yang meninggal dunia tersebut.38

Kemajemukan masyarakat di Indonesia diikuti dengan kemajemukan Hukum Perdatanya. Dimana Hukum Waris merupakan salah satu bagian dari Hukum Perdata yang berkembang dengan sangat kental di masyarakat Indonesia. Kita ketahui kegiatan waris mewaris tidak bisa terlepas dari tata kehidupan masyarakat. Dalam hukum waris perdata di Indonesia terdapat beberapa macam cara yang dianut oleh masyarakat Indonesia dikarenakan banyaknya ras, suku, agama yang hidup berdampingan.

Telah diketahui, bahwa di Indonesia berlaku lebih dari satu sistem Hukum Perdata yaitu, Hukum Barat (Hukum Perdata Eropa), Hukum Adat dan Hukum Islam.

38M. Idris Ramulyo,Hukum Waris Indonesia dalam Perspektif Islam, Adat dan BW. Bandung.


(43)

Ketiga sistem hukum tersebut semuanya antara lain juga mengatur cara pembagian harta warisan. Hukum Waris Perdata ini digunakan bagi orang yang mengesampingkan Hukum Adat Waris dalam mendapatkan penyelesaian pembagian warisan.

Hukum Waris erat hubungannya dengan Hukum Keluarga, karena seluruh masalah mewaris yang diatur undang-undang didasarkan atas hubungan kekeluargaan sedarah karena perkawinan”39. “Hukum Waris sebagai bidang yang erat kaitannya dengan hukum keluarga adalah salah satu contoh klasik dalam kondisi masyarakat Indonesia yang heterogen yang tidak mungkin dipaksakan agar terjadi unifikasi”.40

Berdasarkan pasal 528 KUH Perdata, hak mewaris diidentikkan dengan hak kebendaan, sedangkan ketentuan Pasal 584 KUH Perdata menyebutkan hak waris sebagai salah satu cara untuk memperoleh hak kebendaan. Di dalam sistematik Hukum Perdata Barat yang berlaku sekarang hukum waris dimuat dalam Buku II Tentang Kebendaan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dengan demikian hak waris dianggap sebagai hak kebendaan41.

Hukum Waris di Indonesia masih bersifat pluralistis, karena saat ini berlaku tiga sistem hukum kewarisan yaitu hukum waris adat, hukum waris Islam dan hukum waris kitab undang-undang hukum perdata.

Hukum Waris di Indonesia berbeda-beda antara lain42:

39 Pitlo, Hukum Waris Buku Kesatu, diterjemahkan oleh F. Tengker, Bandung, PT. Cipta

Aditya Bakti, 1995, Hal. 8

40

Irman Suparman,Hukum Perselisihan, Jakarta. Refika Aditama, 2005, Hal. 128

41

Ali Afandi,Op.Cit, Hal. 9

42Surini Ahlan dan Nurul Elmiyah,Hukum Kewarisan Perdata Barat, Jakarta, Fakultas Hukum


(44)

1. Adanya hukum waris Islam yang berlaku untuk segolongan penduduk Indonesia.

2. Adanya hukum waris menurut hukum perdata barat yang berlaku untuk golongan penduduk yang tunduk pada hukum perdata barat.

3. Adanya hukum adat yang disana sini berbeda-beda tergantung pada daerah masing-masing yang berlaku bagi orang-orang yang tunduk kepada hukum adat.

Berdasarkan Pasal 131 jo Pasal 163 Indische Staatsregeling, hukum waris yang diatur dalam KUH Perdata berlaku bagi orang-orang Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan orang-orang Eropa tersebut.

Berdasarkan Staatsblad 1917 No.129 hukum waris perdata berlaku bagi golongan timur asing Tionghoa. Golongan Timur Asing Bagi golongan Timur Asing, terhadap mereka yang beragama Kristen, sesuai dengan ketentuan staatsblad 1847 Nomor 23, berlakulah ketentuan Hukum Perdata Eropa. Bagi yang tidak beragama Kristen, golongan ini dibagi menjadi dua yaitu Golongan Timur Asing Tionghoa dan Golongan Timur Asing bukan Tionghoa. Untuk Golongan Timur Asing Tionghoa sejak tahun 1919 dikenakan hampir seluruh ketentuan KUH Perdata (staatsblad 1917 Nomor 129 yang mulai diberlakukan tanggal 29 Maret 1917).

Bagi Golongan Timur Asing bukan Tionghoa seperti Arab, Pakistan, India dan sebagainya (umumnya orang Asia) diberlakukan sebagian KUH Perdata yang pada pokoknya hanya mengenai hukum harta kekayaan, sedaangkan untuk hukum perorangan, hukum keluarga dan hukum waris (personen, familie en erfrecht) tetap


(45)

tunduk pada hukum negaranya sendiri (staatsblad 1924 Nomor 556 yang mulai berlaku tanggan 1 Maret 1925).43

Hukum Waris yang dipergunakan di Indonesia untuk setiap Warga Negara Indonesia yaitu44:

a) Pada dasarnya hukum Adat berlaku untuk orang Indonesia Asli, dimana telah dijelaskan berbeda dari bermacam-macam daerah serta masih ada kaitannya dengan ketiga macam sifat kekeluargaan, yaitu sifat kebapakan, sifat keibuan dan sifat kebapak-ibuan.

b) Peraturan warisan dari hukum Agama Islam pada umumnya mempunyai pengaruh yang mutlak bagi orang Indonesia Asli di berbagai daerah.

c) Hukum warisan dari agama Islam pada umumnya diperlakukan bagi orang-orang Arab.

d) Hukum warisanBurgerlijk Wetboek (buku II title 12 sampai dengan 18 pasal-pasal 830 sampai 1130) diperlakukan bagi orang-orang Tionghoa.

Hukum Waris di Indonesia terdiri dari tiga macam peraturan yaitu Hukum Adat, Hukum Agama Islam dan Hukum Buregerlijk Wetboek. Unsur-unsur dalam hukum waris yaitu45:

1. Unsur Individual (menyangkut diri pribadi seseorang), seseorang pemilik atas suatu benda mempunyai kebebasan yang seluas-luasnya sebagai individu untuk berbuat apa saja atas benda yang dimilikinya.

43

Mulai berlaku Mei 1919 bagi golongan tionghoa untuk daerah-daerah tertentu berlaku Hukum Perdata Barat (BW), termasuk hukum waris, penundukan diri terhadap hukum Eropa, maka bagi orang-orang Indonesia dimungkinkan pula menggunakan hukum waris yang tertuang dalam KUHPerdata.

44

Omersalim,Dasar-Dasar Hukum Waris Di Indonesia, Jakarta, Bina Aksara, 1987, Hal. 9


(46)

2. Unsur Sosial (menyangkut kepentingan bersama) perbuatan yang dilakukan oleh seseorang pemilik harta kekayaan sebagaimana dijelaskan dalam unsur individual, yaitu kebebasan melakukan apa saja terhadap harta benda miliknya dengan menghibahkan kepada orang lain akan dapat menimbulkan kerugian pada ahli warisnya. Oleh karena itu undang-undang memberikan kebebasan pewaris demi kepentingan ahli waris yang sangat dekat yang bertujuan untuk melindungi kepentingan mereka. Pembatasan tersebut dalam kewarisan perdata disebut dengan istilahLegitieme Portie.

Prinsip Umum Pewarisan adalah46:

a) Pada asasnya yang dapat beralih pada ahli waris hanya hak dan kewajiban di bidang hukum kekayaan saja.

b) Dengan meninggalnya seseorang seketika itu segala hak dan kewajiban pewaris beralih pada ahli warisnya.

c) Yang berhak mewaris pada dasarnya adalah keluarga sedarah dengan pewaris.

d) Pada asasnya harta peninggalan tidak boleh dibiarkan dalam keadaan tidak terbagi (Pasal 1066 KUH Perdata).

e) Pada asasnya setiap orang termasuk bayi yang baru lahir, cakap mewaris, kecuali mereka yang dinyatakan tak patut mewaris (Pasal 838 KUH Perdata).


(47)

Pengertian hukum waris tidak di jelaskan dalam Pasal tertentu dalam KUH Perdata tetapi melalui BAB XII Bagian Kesatu Ketentuan Umum Pasal 830 menyatakan bahwa “pewarisan hanya berlangsung karena kematian”. Hukum waris adalah kumpulan peraturan yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena wafatnya seseorang yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibat dari pemindahan ini bagi orang-orang yang memperolehnya baik dalam hubungan antara mereka dengan mereka maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga.47

Hukum Waris adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para ahli waris.48 Karakteristik daripada warisan memberikan batasan-batasan antara lain:49

1. Seseorang yang meninggalkan warisan (Erflater) pada saat orang tersebut meninggal dunia.

2. Seseorang atau beberapa orang ahli waris (Erfenaam) yang mempunyai hak menerima kekayaan yang di tinggalkan pewaris.

3. Harta warisan (Nalaten schap) yaitu wujud kekayaan yang ditinggalkan dan selalu beralih kepada para ahli waris tersebut.

Unsur-Unsur Hukum Waris. Adapun unsur-unsur yang dapat menyebabkan adanya warisan adalah50:

47

A.Pitlo. Hukum Waris Menurut KUH Perdata. Terjemahan Isa Arif. Jakarta. Intermasa. 1979. Hal.1

48Effendi Perangin.Hukum Waris. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada. 2010. Hal. 3 49R. Wirjono Prodjodikoro,Op.Cit, Hal. 9


(48)

1. Adanya pewaris.

Pewaris atau peninggal warisan adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta kekayaan pada orang yang masih hidup. Istilah pewaris dipakai untuk menunjukkan orang yang meneruskan harta peninggalan ketika hidupnya kepada waris atau orang yang setelah wafat meninggalkan harta peninggalan yang diteruskan atau dibagikan kepada waris. Tegasnya pewaris adalah yang memiliki harta peninggalan atau harta warisan.

Menurut Pasal 830 KUHPerdata dikatakan bahwa : “Pewaris hanya terjadi atau berlangsung dengan adanya kematian. Kematian seseorang dalam hal ini orang yang meninggal dengan meninggalkan harta kekayaan merupakan unsur yang mutlak untuk adanya pewarisan, karena dengan adanya kematian seseorang maka pada saat itu pula mulailah harta warisan itu dapat dibuka atau dibagikan. Dan pada saat itu pula para ahli waris sudah dapat menentukan haknya untuk diadakan pembagian warisan, karena dengan meninggalnya perwaris maka seluruh aktiva atau seluruh harta kekayaanya maupun seluruh pasiva atau seluruh hutang-hutangnya secara otomatis akan jatuh/beralih kepada ahli waris yang ada.”

2. Adanya harta warisan.

Harta warisan adalah sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal dunia berupa kumpulan aktiva dan passiva. Menurut

50 Rizal Effendi, Pelaksanaan Pendaftaran Peralihan Hak atas Tanah karena warisan


(49)

ketentuan undang-undang hanya hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum meninggalkan harta kekayaanlah yang dapat diwarisi oleh para ahli waris.

3. Adanya ahli waris.

Ahli waris adalah setiap orang yang berhak atas harta peninggalan pewaris dan berkewajiban menyelesaikan hutang-hutangnya. Hak dan kewajiban tersebut timbul setelah pewaris meninggal dunia. Hak waris ini didasarkan pada hubungan perkawinan, hubungan darah dan surat wasiat yang diatur dalam undang-undang.

Dalam hukum waris menurut BW berlaku suatu asas bahwa “apabila seseorang meninggal dunia, maka seketika itu juga segala hak dan kewajibannya beralih kepada sekalian ahli warisnya”. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang beralih pada ahli waris adalah sepanjang termasuk dalam lapangan hukum harta kekayaan atau hanya hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang.

Merupakan ciri khas hukum waris menurut BW antara lain “adanya hak mutlak dari para ahli waris masing-masing untuk sewaktu-waktu menuntut pembagian dari harta warisan”. Ini berarti, apabila seorang ahli waris menuntut pembagian harta warisan di depan pengadilan, tuntutan tersebut tidak dapat ditolak oleh ahli waris yang lainnya. Ketentuan ini tertera dalam pasal 1066 BW, yaitu:

1. Seseorang yang mempunyai hak atas sebagian dari harta peninggalan tidak dapat dipaksa untuk memberikan harta benda peninggalan dalam keadaan tidak terbagi-bagi di antara para ahli waris yang ada.


(50)

2. Pembagian harta benda peninggalan itu selalu dapat dituntut walaupun ada perjanjian yang melarang hal tersebut.

3. Perjanjian penangguhan pembagian harta peninggalan dapat saja dilakukan hanya untuk beberapa waktu tertentu.

4. Perjanjian penagguhan pembagian hanya berlaku mengikat selama lima tahun, namun dapat diperbaharui jika masih dikehendaki oleh para pihak.

Dari ketentuan pasal 1066 BW tentang pemisahan harta peninggalan dan akibat-akibatnya itu, dapat dipahami bahwa sistem hukum waris menurut BW memiliki ciri khas yang berbeda dari hukum waris yang lainnya. Ciri khas tersebut di antaranya hukum waris menurut BW menghendaki agar harta peninggalan seorang pewaris secepat mungkin dibagi-bagi kepada mereka yang berhak atas harta tersebut. Kalau pun hendak dibiarkan tidak terbagi, harus terlebih dahulu melalui persetujuan seluruh ahli waris.51

B. Ahli Waris dan Akibat Pewarisan

Keturunan dari orang yang meninggalkan warisan merupakan ahli waris yang terpenting karena pada kenyataannya mereka merupakan satu-satunya ahli waris, dan sanak keluarganya tidak menjadi ahli waris, jika orang yang meninggalkan warisan itu mempunyai keturunan.52

51

Ksatria Justicia. Dasar-Dasar Hukum Perdata.

http://zakaaditya.blogspot.com/2012/03/dasar-dasar-hukum-waris-perdata.html. diunduh pada hari Rabu tanggal 13 Maret 2013


(51)

Pada asasnya setiap orang, meskipun seorang bayi yang baru lahir, adalah cakap untuk mewaris. Hanya oleh undang-undang telah ditetapkan ada orang-orang yang karena perbuatannya, tidak patut menerima warisan, mereka itu adalah53:

1. Seorang waris yang dengan putusan hakim telah dihukum karena dipersalahkan membunuh atau mencoba membunuh si meninggal

2. Orang yang dengan keputusan hakim pernah dipersalahkan memfitnah si pewaris, berupa fitnah dengan ancaman hukuman lima (5) tahun atau lebih berat.

3. Orang yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah si pewaris untuk membuat atau mencabut surat wasiatnya.

4. Orang yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat si pewaris.

Ahli waris adalah anggota keluarga orang yang meninggal dunia yang menggantikan kedudukan pewaris dalam bidang hukum kekayaan karena meninggalnya pewaris.54 Ahli waris menurut KUH Perdata dapat diidentifikasi melalui adanya hubungan sedarah, semenda (ikatan perkawinan), dan orang lain yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan pewaris (melalui surat wasiat).

Dalam Pasal 290 ayat (1) KUH Perdata: “keluarga sedarah adalah pertalian kekeluargaan antara mereka, yang mana yang satu adalah keturunan yang lain, atau yang semua mempunyai nenek moyang yang sama”. Sedangkan cara mengatur

53Effendi Perangin,Op. Cit, Hal. 10


(52)

perderajatan diatur dalam Pasal 290 (2) KUH Perdata: “Pertalian keluarga sedarah dihitung dengan jumlah kelahiran dinamakan derajat”.

Garis lurus yaitu urutan perderajatan antara mereka yang satu adalah keturunan yang lain. Contohnya hubungan anak dengan orang tuanya. Sedangkan yang dimaksud garis menyamping yaitu urutan perderajatan antara mereka yang mana yang satu bukanlah keturunan yang lain, melainkan yang mempunyai nenek moyang yang sama (Pasal 291 KUH Perdata). Contohnya hubungan antara seseorang dengan saudara saudaranya.

Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata ada dua cara untuk mendapatkan warisan, yaitu55:

a. Sebagai ahli waris menurut Undang-undang (ab intestato) pewarisan berdasarkan undang-undang adalah suatu bentuk pewarisan dimana hubungan darah merupakan faktor penentu dalam hubungan pewarisan antara pewaris dan ahli waris.

b. Karena ditunjuk dalam surat wasiat (testament) Dalam hal ini testamen merupakan suatu akta yang memuat tentang apa yang dikehendaki terhadap harta setelah pewaris meninggal dunia dan dapat dicabut kembali (pernyataan sepihak), testament ini diatur dalam Pasal 875 KUHPerdata.

Pewarisan secara ab intestato tanpa testamen yang juga ada istilah yang dipergunakan dalam bahasa Belanda yaitu erfrecht bij versterf (hukum waris karena kematian) diatur dalam pasal 833 KUH Perdata yang berbunyi:


(53)

“sekalian ahli waris dengan sendirinya karena hukum memperoleh hak milik atas segala barang, segala hak dan segala piutang si yang meninggal.”

Arti dari pasal ini ialah, bahwa pada prinsipnya yang berlaku terhadap suatu warisan ialah hukum waris tanpa wasiat karena dengan sendirinya ahli waris memperoleh dari harta peninggalan pewaris.

Undang-undang telah menetapkan tertib keluarga yang menjadi ahli waris, yaitu: isteri atau suami yang ditinggalkan dan keluarga sah dari pewaris. Ahli waris menurut undang undang atau ahli waris ab intestato berdasarkan hubungan darah terdapat 2 (dua) cara yaitu56:

1. Pewarisan Langsung (uit eigen hoofde) karena pribadi itu dipanggil atau ditetapkan oleh undang-undang untuk mewaris karena orang itu adalah keluarga sedarah yang terdekat derjat pertalian darahnya dalam kelas ahli waris yang terdekat pula dengan pewaris. Dapat dibagi menjadi 4 (empat) golongan yaitu :

a. Golongan pertama, keluarga dalam garis lurus ke bawah, meliputi anak-anak beserta keturunan mereka beserta suami atau isteri yang ditinggalkan atau yang hidup paling lama. Suami atau isteri yang ditinggalkan atau hidup paling lama ini baru diakui sebagai ahli waris pada tahun 1935, sedangkan sebelumnya suami / isteri tidak saling mewarisi.

56Syafnil Gani. Ocw.usu.ac.id/../kn_510_slide_cara_pewarisan_ab intestato-2 diunduh pada


(54)

b. Golongan kedua, keluarga dalam garis lurus ke atas, meliputi orang tua dan saudara, baik laki-laki maupun perempuan, serta keturunan mereka. Bagi orang tua ada peraturan khusus yang menjamin bahwa bagian mereka tidak akan kurang dari ¼ (seperempat) bagian dari harta peninggalan, walaupun mereka mewaris bersamasama saudara pewaris. c. Golongan ketiga, meliputi kakek, nenek, dan leluhur selanjutnya ke atas

dari pewaris.

d. Golongan keempat, meliputi anggota keluarga dalam garis ke samping dan sanak keluarga lainnya sampai derajat keenam.

Jika pewaris dan ahli waris sama-sama meninggal tanpa dapat diketahui siapa yang lebih dahulu meninggal, mereka dianggap meninggal pada saat yang sama dan di antara mereka tidak terjadi saling mewaris (pasal 831 dan 894 KUH Perdata).Jika semua golongan tidak ada, maka harta warisan ini jatuh pada negara yang wajib melunasi utang-utang pewaris sekadar harta warisan itu mencukupi.

2. Pewarisan melalui Penggantian tempat (bij plaats vervulling) suatu cara pewarisan dengan mana seseorang menjadi ahli waris karena menggantikan tempat orang lain yang sekiranya akan mewaris jika orang yang digantikan itu masih hidup pada saat kematian pewaris. Syarat-syarat penggantian tempat : a. Orang yang menggantikan itu haruslah keluarga sedarah dari pewaris,

tidak tergolong orang yang tidak pantas mewaris, tidak ditiadakan haknya mewaris (onerfd) oleh pewaris dengan surat wasiat.


(55)

b. Orang yang digantikan tempatnya harus sudah meninggal dunia lebih dahulu dari pewaris.

c. Pasal 847 KUH Perdata tiada seorang pun boleh menggantikan tempat orang yang masih hidup.

Undang-undang tidak membedakan ahli waris laki-laki dan perempuan, juga tidak membedakan urutan kelahiran, hanya ada ketentuan bahwa ahli waris golongan pertama jika masih ada maka akan menutup hak anggota keluarga lainnya dalam dalam garis lurus ke atas maupun ke samping. Demikian pula golongan yang lebih tinggi derajatnya menutup yang lebih rendah derajatnya.

Dasar hukum tersebut menentukan bahwa untuk melanjutkan kedudukan hukum bagi harta seseorang yang meninggal, sedapat mungkin disesuaikan dengan kehendak dari orang yang meninggal itu. Undang-undang berprinsip bahwa seseorang bebas menentukan kehendaknya tentang harta kekayaannya setelah ia meninggal dunia. Namun, bila orang dimaksud tidak menentukan sendiri ketika ia masih hidup tentang apa yang akan terjadi terhadap harta kekayaannya, dalam hal demikian undang-undang kembali akan menentukan perihal pengaturan harta yang ditinggalkan oleh seseorang dimaksud.

Pewaris dengan surat wasiat dapat menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang termuat dalam undang-undang. Akan tetapi para ahli waris dalam garis lurus baik ke atas maupun ke bawah tidak dapat sama sekali dikecualikan. Menurut undang-undang mereka dijamin dengan adanya legitieme portie (bagian mutlak). Menurut pasal 874 KUH Perdata harta peninggalan seorang yang meninggal adalah


(56)

kepunyaan ahli waris menurut undang-undang, sepanjang si pewaris tidak menetapkan sebagai lain dengan surat wasiat.57

Menurut Pasal 838 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Ahli waris yang dinyatakan tidak patut untuk menerima warisan adalah :

a. Mereka yang telah dihukum karena dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh si pewaris.

b. Mereka yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan karena secara fitnah telah melakukan pengaduan terhadap si pewaris, ialah suatu pengaduan telah melakukan kegiatan kejahatan yang diancam hukuman penjara lima tahun lamanya atau lebih berat.

c. Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah si pewaris untuk membuat atau mencabut surat wasiat.

d. Mereka yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat si pewaris.

Suatu harta peninggalan (warisan) diwarisi berdasar wasiat dan berdasar undang-undang. Dengan surat wasiat, si pewaris dapat mengangkat seseorang atau beberapa orang ahli waris dan pewaris dapat memberikan sesuatu kepada seseorang atau beberapa orang ahli waris tersebut. Dalam pasal 875 KUH Perdata surat wasiat atau testamen itu adalah suatu akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa


(57)

yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia dan dapat dicabut kembali.58

Harta warisan seseorang yang meninggal dunia menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetbook) yang beralih pada hakikatnya adalah semua harta warisan yang meliputi juga utang-utang dari si peninggal warisan. Menurut KUH Perdata yang diwarisi adalah aktiva dan passiva, dengan adanya ketentuan sebagaimana tersebut diatas maka para ahli waris itu dapat memilih satu diantara 3 (tiga) sikap yaitu59:

1. Menerima secara keseluruhan jadi inklusif utang pewaris.

2. Menerima dengan syarat, warisan diterima secara terperinci sedangkan utangnya pewaris akan dibayar berdasarkan harta benda yang diterima ahli waris.

3. Menolak ahli waris tidak mau tahu tentang pengurusan atau penyelesaian warisan tersebut.

Menerima secara keseluruhan atau menerima secara murni, maka ia bertanggung jawab dengan segala kekayaannya untuk bagiannya yang sebanding dalam utang harta peninggalan. Apabila ia menolak maka ia tidak akan menerima apa-apa, jalan tengah adalah menerima secara benefisier berarti menerima dengan syarat. Apabila harta peninggalan memperlihatkan saldo merugikan (nadelig saldo),

58Ibid, Hal 77-78

59Imam Sudiyat,Peta Hukum Waris di Indonesia, Jakarta, Badan Pembinaan Hukum Nasional


(58)

maka ia hanya membayar utang peninggalan, jika ada saldo yang menguntungkan maka itu adalah untuk ahli waris.60

KUH Perdata telah mengatur adanya proses pewarisan yang terkait dengan hak untuk menolak dan menerima warisan. Hal ini sesuai dengan pasal 1045 BW bahwa seseorang memiliki kebebasan untuk menerima dan menolak warisan. Penerimaan seseorang terhadap warisan dapat diartikan bahwa orang tersebut tidak mempunyai hak lagi untuk menolak warisan sehingga aktiva dan passiva warisan beralih kepada ahli waris yangmenerimanya.

Penerimaan hak atau hak waris dari pewaris atau orang yang memberikan harta warisannya memiliki hak dan kewajiban masing-masing dari kedua belah pihak yaitu:61

1. Hak dan kewajiban pewaris a. Hak pewaris

Hak pewaris timbul sebelum terbukanya harta peninggalan dalam arti bahwa pewaris sebelum meninggal dunia berhak menyatakan kehendaknya dalam sebuah wasiat. Isi dari wasiat dapat berupa :

1) Enfstelling,yaitu suatu penunjukan satu atau beberapa orang menjadi ahli waris untuk mendapatkan sebagian atau seluruh harta peninggalan. Orang yang ditunjuk dinamakan testamentain erfgenaam(ahli waris menurut wasiat )

60Hartono Soerjopratiknjo,Hukum Waris Tanpa Wasiat, Jakarta, Intermasa, 1975, Hal. 63


(59)

2) Legaat, adalah pemberian hak kepada seseorang atas wasiat yang khusus. Pemberian itu dapat berupa :

a) Hak atas satu atau beberapa benda tertentu. b) Hak atas seluruh dari satu macam benda tertentu c) Hak atas sebagian atau seluruh warisan.

3) Testament Rahasia dibuat oleh calon pewaris tidak harus ditulis tangan kemudian testamen tersebut disegel dan diserahkan kepada seorang Notaris yang disaksikan oleh 4 (empat) orang saksi.

b. Kewajiban pewaris

Kewajiban pewaris adalah merupakan pembatasan terhadap haknya yang ditentukan undang-undang. Pewaris harus menguatkan adanya legitisme portie, yaitu suatu bagian tertentu dari harta peninggalan yang tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan. Jadi legitisme portie adalah pembatasan terhadap hak pewaris dalam membuat testament atau wasiat.

2. Hak dan kewajiban ahli waris a. Hak ahli waris

Setelah terbuka warisan, ahli waris diberi hak untuk menentukan sikap : 1) Menerima secara penuh, yang dapat dilakukan secara tegas atau secara

lain. Dengan tegas yaitu jika penerimaan tersebut dituangkan dalam suatu akta yang memuat penerimaannya sebagai ahli waris. Secara diam-diam, jika ahli waris tersebut melakukan perbuatan penerimaannya sebagai ahli


(60)

waris dan perbuatan tersebut harus mencerminkan penerimaan terhadap ahli waris yang meluang, yaitu dengan mengambil,menjual, atau melunasi hutang-hutang pewaris.

2) Menerima dengan hak menukar. Hal ini harus dinyatakan pada panitera pengadilan negeri ditempat warisan terbuka. Akibat yang terpenting dari warisan ini adalah kewajiban untuk melunasi hutang-hutang dan beban lain sipewaris dibatasi sedemikian rupa sehingga pelunasannya dibatasi menurut kekuatan warisan, dalam hal ini berarti Ahli Waris tersebut tidak usah menanggung pembayaran hutang dengan kekayaan sendiri, jika hutang pewaris lebih besar dari harta bendanya.

3) Menolak warisan. Hal ini mungkin jika ternyata jumlah harta kekayaan yang berupa kewajiban membayar hutang lebih besar daripada hak untuk menikmati harta peninggalan. Penolakan wajib dilakukan dengan suatu pernyataan kepada panitera pengadilan negeri setempat.

b. Kewajiban ahli waris

1) Memelihara keutuhan harta peninggalan sebelum harta peninggalan dibagi.

2) Mencari cara pembagian yang sesuai dengan ketentuan dan lain-lain. 3) Melunasi hutang pewaris jika pewaris meninggalkan hutang.

4) Melaksanakan wasiat yang ada.

Apabila ahli waris menolak warisan yang terbuka baginya, maka saat mulai berlakunya penolakan dianggap terjadi saat hari meninggalnya si pewaris. Ahli waris


(1)

penggunaan SKW untuk permohonan hak guna bangunan model SKW ini tidak menjadi kendala di Kantor Pertanahan Medan.

3. Pendaftaran peralihan hak guna bangunan akibat pewarisan di kantor Pertanahan Medan persyaratan yang harus dilakukan ahli waris adalah Sertipikat hak guna bangunan atas nama pewaris, surat kematian, SKW, surat kuasa tertulis dari ahli waris, bukti identitas ahli waris.

B. SARAN

1. Disarankan kepada penerima hak guna bangunan yang berasal dari warisan segera mendaftarkan peralihan haknya pada kantor pertanahan, dengan cara memenuhi persyaratan yang telah dibuat Kantor Pertanahan Medan, sehingga segala macam bentuk perubahan data fisik maupun data yuridis objek pendaftaran tanahnya dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku sehingga dapat memberikan perlindungan hukum yang kuat bagi pemegang hak.

2. Diharapkan kepada ahli waris, dalam pembuatan Surat Keterangan Waris yang dilakukan oleh Warga Negara Indonesia keturunan (Tionghoa) dan Timur Asing Lainnya (India) yang dibuat oleh Notaris dan Balai Harta Peninggalan. Ahli waris harus menguraikan fakta-fakta yang sebenarnya agar tidak terjadi perselisihan. 3. Diharapkan kepada pemohon yang melakukan pendaftaran peralihan hak guna

bangunan akibat pewarisan di Kantor Pertanahan Medan dalam melakukan pendaftaran peralihan untuk mempersiapkan semua persyaratan yang telah ditentukan oleh Undang-undang dan Kantor Pertanahan Medan, termasuk membayar pajak BPHTB sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


(2)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Abdurrahman, Soejono.Prosedur Pendaftaran Tanah Tentang Hak Milik, Hak Sewa Bangunan,Hak Guna Banguna. Jakarta. Rineka Cipta

Adjie, Habib. Pembuktian Sebagai Ahli Waris Dengan Akta Notaris (Dalam Bentuk Akta Keterangan Ahli Waris). 2008. Bandung. Mandar Maju.

---,Bernas-Bernas Pemikiran di Bidang Notaris dan PPAT. 2012. Bandung. Mandar Maju.

Afandi, Ali..Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian. 1986. Jakarta. Bina Aksara

Ahlan, Surini dan Nurul Elmiyah. Hukum Kewarisan Perdata Barat. 2005. Jakarta. Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Ali, Zainuddin.Pelaksanaan Hukum Waris Indonesia. 2008. Jakarta. Sinar Grafika. Ashsofa, Burhan.Metode Penelitian Hukum.1998. Jakarta. Rineka Cipta.

Budiono, Herlien. Menuju Keterangan Hak Waris yang Uniform (Wacana Pembuktian Sebagai Ahli Waris Dengan Akta Notaris). 2009. Surabaya. Efendi, Bachtiar. Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan-Peraturan

Pelaksanaannya.1983. Bandung. Alumni Bandung.

Friedman, W.Teori dan Filsafat Umum. 1996. Jakarta. Raja Grafindo Persada.

Fuady, Munir .Hukum Bisnis Dalam Teori Dan Praktek. 2002. Bandung. PT. Citra Aditya Bakti.

Harsono, Boedi. Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya. 2005. Jakarta. Djambatan

Harun, Badriyah. Panduan Praktis Pembagian Waris. 2010. Yogyakarta. Pustaka Yustisia

Idris Ramulyo, M. Hukum Waris Indonesia dalam Perspektif Islam, Adat dan BW. 2005. Bandung. Refika Aditama.


(3)

Karta Sapoetra, RG. Pembahasan Hukum Benda Hipotek Hukum Waris. 1993. Jakarta. Bumi Aksara

Kelsen, Hans.Teori Hukum Murni. 2001 dengan judul buku asli “General Theory of Law and State”.alih bahasa Soemardi. Jakarta. Rumidi Pers.

Lubis, M. Solly.Filsafat Ilmu dan Penelitian. 1994. Bandung. Mandar Maju.

Lubis, Mhd.Yamin, Abd. Rahim Lubis. Hukum Pendaftaran Tanah. 2010. Bandung. Mandar Maju.

Maleong, Lexy J.Metode Penelitian Kualitatif. 2002. Bandung. Remaja Rosdakarya. Mukti, Affan.Pokok-Pokok Bahasan Hukum Agraria. 2006. Medan. USU Press Narbuko, Cholid dan H. Abu Achmadi. Metode Penelitian. 2002. Jakarta. Bumi

Aksara.

Nawawi, Hadari. Penelitian Terapan. 1998. Yogyakarta. Gajah mada University Press.

Omersalim.Dasar-dasar Hukum Waris di Indonesia. 1987. Jakarta. Bina Aksara. Pamungkas, Bani, Dian Sesrina Jaya dan Redyndal.Hak Anda dan Pelayanan Publik

dibidang Tanah dan Bangunan. 2002. Jakarta. Pusat Studi dan Kebijakan Indonesia

Parlindungan, A.P. Pendaftaran dan Konversi Hak-Hak atas Tanah menurut UUPA. 1985. Bandung. Alumni

, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria. 2002. Jakarta. Prestasi Pustaka

Perangin, Effendi. .Hukum Agraria Di Indonesia. 1994. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada

, Hukum Waris. 2010. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.

Pitlo. Hukum Waris Buku Kesatu. diterjemahkan oleh F. Tengker. 1995. Bandung. PT. Cipta Aditya Bakti

---,Hukum Waris Menurut KUH Perdata. Terjemahan Isa Arif. 1979. Jakarta. Intermasa.

Prawirohamidjojo, R. Soetojo dan Marthalena Pohan. Hukum Orang dan Keluarga. 1995. Surabaya.Airlangga University Press.


(4)

Purwaka, I Gede . Keterangan Hak Waris yang Dibuat Oleh Notaris Berdasarkan Ketentuan KUH Perdata. Program Spesialis Notariat dan Pertanahan. Fakultas Hukum UI. Ui Press. Jakarta.

Rahman, Fatchur.Ilmu Waris. 1975. Bandung. PT A-Ma’arif.

Ramulyo, Idris. Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan. 2006. Jakarta. Sinar Grafika.

Rasjidi, Lili.Filsafat Hukum Apakah Hukum Itu. 1988. Bandung. Remaja Karya Rednyal, Bani Pamungkas dan Dian Sesrina. Hak Anda dan Pelayanan Publik

dibidang Tanah dan Bangunan. 2002. Jakarta. Pusat Studi dan Kebijakan Indonesia

Salindeho, John.Masalah Tanah Dalam Pembangunan. 1987. Jakarta. Sinar Grafika Santoso, Urip. Hukum Agraria dan Hak-hak atas Tanah. 2007. Jakarta. Kencana

Prenada Media Group.

Satrio, J.Hukum Waris tentang Pemisahan Boedel. 1998. Bandung. PT. Citra Aditya ---,Surat Keterangan Waris Dan Beberapa Permasalahannya. 2000.

Bandung. Alumni.

Singarimbun, Masri.Metode Penelitian Survey. 1999. Jakarta. LP3ES.

Soerjopratiknjo, Hartono.Hukum Waris Tanpa Wasiat. 1975. Jakarta. Intermasa. Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat. 1995. Jakarta. Raja Grafindo Persada.

Subekti, R.Pokok-Pokok Hukum Perdata. 1977. Jakarta. Intermasa.

---,Pokok-Pokok Hukum Perdata Cetakan XXI. 1985. Jakarta. Intermasa

Sudiyat, Imam. Peta Hukum Waris di Indonesia. 1989. Jakarta. Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman

Suparman, Irman.Hukum Perselisihan. 2005. Jakarta. Refika Aditama.

---,Hukum Waris Indonesia dalam Prespektif Islam, Adat dan BW. 2005. Jakarta. Rafika Aditama

Supriadi.Hukum Agraria. 2007. Jakarta. Sinar Grafika

Surachmad, Winarno.Dasar Dan Tehnik Research : Pengertian Metodologi Ilmiah. 2000. Bandung. CV Tarsito.


(5)

Sutedi, Adrian.Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya. 2006. Jakarta. Sinar Grafika

Suryabrata, Samadi.Metodologi Penelitian.1998. Jakarta. Raja Grafindo.

Suryasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. 1999. Jakarta. Pustaka Sinar Harapan.

Sofyan, Syahril. Beberapa Dasar Teknik Pembuatan Akta (Khusus Warisan). 2011. Medan. Pustaka Bangsa Press.

Tan Thong Kie. Studi Notariat – Serba Serbi Praktik Notaris. 2000. Jakarta. Ichtiar Baru Van Hoeven

B. Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah

Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

C. Tesis/Disertasi

Chris Lily, Fitreni.Pengaturan Mengenai Bukti Keterangan Hak Waris yang berlaku bagi Warga Negara Indonesia. 2007.USU.

Muhammad Ayub Ghazali. Pelaksanaan Pendaftaran Peralihan Hak atas Tanah karena Warisan di Kabupaten Sleman. UII

Rizal Effendi. Pelaksanaan Pendaftaran Peralihan Hak atas Tanah karena Warisan berkaitan dengan pembuatan akta Pembagian Hak Bersama. 2008. UNDIP Fitika Andraini.Perbedaan Golongan Penduduk dalam proses Pendaftaran Hak atas


(6)

Ting Swan Tiong. Surat Keterangan Waris. Media. Notariat, No. 18 - 19 tahun VI– Januari 1991.

E. Makalah

Buku Panduan Balai Harta Peninggalan “Eksistensi Balai Harta Peninggalan Dalam Pembukaan Wasiat Tertutup dan Pendaftaran Wasiat”.

D. Internet

Indonesia Investment Law.Wordpress.com/2011/05/25/pengalihan hak atas tanah Syafnil Gani. Ocw.usu.ac.id/../kn_510_slide_cara_pewarisan_ab intestato-2 Ksatria Justicia. Dasar-Dasar Hukum Perdata. http://zakaaditya.blogspot.com

Waskito Hadimulyo. Hak Guna Bangunan atas tanah, arsip tanah. http://arsiptanah.blogspot.com