Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 7, 10, dan 13 Tahun di PTPN III Kebun Huta Padang Kabupaten Asahan

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman
Distribusi akar kelapa sawit tergantung pada kondisi tanah, oleh karena itu
akan terjadi perbedaan sistem perakaran kelapa sawit. Pada umumnya akar
tumbuh kebawah menuju air tanahnya tinggi (stabil) dengan tanah dengan
permukaan air tanah dalam (rendah). Tekstur tanah dan aerasi ternyata
mempengaruhi formasi akar. Pertumbuhan akar akan lebih baik pada tekstur dan
aerasi tanah yang baik. Kultur teknis juga berpengaruh pada distribusi akar,
terutama pada akar absorbs yaitu akar tersier dan kuartier. Akar tersier dan kuarter
akan tumbuh menuju sumber nutrisi dan air, seperti tempat dekomposisi dari daun
ataupun pelepah yang diletakkan antar barisan tanaman setelah pemanenan.
Pertumbuhan akar dipengaruhi oleh perakaran yang berkompetisi antar
tanaman.Akar penyerap banyak ditemukan melingkar 3-4 meter dari tanaman,
dimana tipe penutup tanah ditanam tidak pada piringan tanaman. Metode piringan
akan menimbulkan efek distribusi akar (Turner and Gillbanks, 2003).
Kelapa sawit berkembang biak dengan cara generatif. Buah sawit matang
pada kondisi tertentu embrionya akan berkecambah menghasilkan tunas (plumula)
dan bakal akar (radikula). Kelapa sawit yang sudah dewasa memiliki akar serabut
yang membentuk anyaman rapat dan tebal.Sebagian akar serabut tumbuh lurus ke
bawah/vertikal dan sebagian lagi tumbuh menyebar ke arah samping/horizontal

(Sastrosayono, 2003).
Pada beberapa awal tahun pertumbuhan tanaman batang ditutup dengan
dasar dari pelepah daun, sehingga diameter batang terlihat lebih besar.Diameter

Universitas Sumatera Utara

batang 45-60 cm, tapi pada dasar semakin melebar. Dasar pelepah akan rontok
setelah 11 tahun. Batang tunggal, dengan tajuk daun dan bunga tumbuh dari satu
meristem yang berlokasi di dasar dari ujung batang. Ujung batang jika rusak maka
kelapa sawit akan mati. Pertumbuhan meninggi dipengaruhi oleh faktor genetik
dan lingkungan tumbuh (Turner and Gillbanks, 2003).
Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil, dimana batangnya tidak
berkambium dan tidak bercabang.Batang berbentuk silinder dengan diameter 20–
75 cm. Tanaman yang masih muda batangnya tidak terlihat jelas karena tertutup
pelepah daun.Tinggi batang bertambah 25–45 cm per tahun hingga dapat
mencapai ketinggian 24 meter. Pertumbuhan batang tergantung jenis tanaman,
kesuburan lahan, dan iklim setempat (Fauzi dkk., 2002).
Daun dewasa terdiri dari pelepah, anak daun.Batang dan panjang daun
tergantung pada genetis dan menjadi dasar pelepah. Panjang batang daun sangat
tergantung tempat tumbuh, tapi bias mencapai 9 m. Daun Pinnae terdiri dari 250400 yang terdiri dari dua deret di dua sisi rachis. Panjang daun 1,2 m. Daun muda

membuka saat tumbuh, tapi tertutup di tengah tajuk (daun tombak). Dalam
kondisi kering akan ada lebih dari satu daun tombak, tapi jika kondisi normal
kembali, daun akan segera membuka (Turner and Gillbanks, 2003).
Daun kelapa sawit bersirip genap dan bertulang sejajar.Pada pangkal
pelepah daun terdapat duri–duri atau bulu–bulu halus sampai kasar.Panjang
pelepah daun dapat mencapai 9 m, tergantung pada umur tanaman. Helai anak
daun yang terletak di tengah pelepah daun adalah yang terpanjang dan panjangnya
dapat mencapai 1,20 m. Jumlah anak daun dalam satu pelepah berkisar antara
120–160 pasang (Sastrosayono, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Tanaman kelapa sawit mulai berbunga pada umur 2,5 tahun, tetapi
umumnya bunga tersebut gugur pada fase awal pertumbuhan generatifnya.
Tanaman kelapa sawit termasuk tanaman monoecious.Karena itu, bunga jantan
dan bunga betina terletak pada satu pohon.Bunga sawit muncul dari ketiak daun
yang disebut infloresen (bunga majemuk). Bakal bunga tersebut dapat
berkembang menjadi bunga jantan atau bunga betina tergantung pada kondisi
tanaman.Inflorescen awal terbentuk selama 2–3 bulan, lalu pertumbuhan salah
satu organ reproduktifnya terhenti dan hanya satu jenis bunga yang dihasilkan

dalam satu infloresen.Namun, tidak jarang juga organ betina (gynoecium) dapat
berkembang bersama–sama dengan organ jantan (androecium) dan menghasilkan
organ hermaprodit (Lubis dan Agus, 2011).
Buah matang setelah 5,5 bulan dari penyerbukan. Musim kering yang
panjang, bisa menjadikan proses kematangan lebih lama. Jumlah buah dalam
tandan berkisar 1600 buah.Ukuran buah bervariasi tergantung pada letak buah,
panjang buah berkisar 5 cm dengan berat 30 gram (Turner and Gillbanks, 2003).
Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah
tergantung bibit yang digunakan.Buah bergerombol dalam tandan yang muncul
dari tiap pelepah.Minyak dihasilkan oleh buah.Kandungan minyak bertambah
sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak
bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan
sendirinya (Fauzi dkk., 2002).
Buah kelapa sawit secara umum terbagi dalam tiga bagian utama, yaitu
epikarp atau kulit buah, mesokarp atau daging buah, dan endokarp yang terdiri
dari tempurung dan inti buah atau kernel. Epikarp merupakan bagian terluar buah

Universitas Sumatera Utara

kelapa sawit. Epikarp biasanya mempunyai warna tertentu sesuai varietas dan

umur buah. Dari warna epikarp inilah seseorang bisa menentukan tingkat
kemasakan buah. Mesokarp merupakan bagian utama buah kelapa sawit karena
dari bagian inilah minyak kelapa sawit mentah (CPO) akan diperoleh melalui
proses ekstraksi atau penggilingan. Tempurung merupakan bagian buah kelapa
sawit yang melindungi inti. Kernel merupakan bagian penting kedua setelah
mesokarp karena dari iti inilah akan dihasilkan KPO sebagai produk unggulan
kedua setelah CPO (Hadi, 2004).
Berdasarkan tebal dan tipisnya cangkang, buah kelapa sawit digolongkan
atas dura, psifera, dan tenera. Buah yang paling baik untuk dijadikan bibit kelapa
sawit adalah jenis tenera yang merupakan hasil persilangan antara dura dan
psifera. Tenera memiliki perbandingan sabut, tempurung, dan inti yang
proporsional. Dura memiliki tempurung yang tebal sehingga sabut dan inti sangat
kecil, sedangkan untuk psifera memiliki sabut yang besar sehingga inti amat kecil.
Padahal bagian buah kelapa sawit yang dimanfaatkan tidak hanya sabutnya untuk
menghasilkan crude palm oil (CPO), tetapi juga memanfaatkan bagian inti untuk
menghasilkan kernel palm oil (KPO) yang berwarna putih (Widyawati,2009)
Syarat Tumbuh
Iklim
Faktor iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi
tandan kelapa sawit.Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika

basah di sekitar lintang utara–selatan 12 derajat pada ketinggian 0–500 m dpl.
Beberapa unsur iklim yang penting dan saling mempengaruhi adalah curah hujan,
sinar matahari, suhu, kelembapan udara, dan angin (Fauzi dkk., 2002).

Universitas Sumatera Utara

Dari hasil penelaahan faktor–faktor iklim di daerah–daerah yang dianggap
paling ideal untuk usaha tani kelapa sawit, yaitu daerah–daerah yang terbukti
mempunyai produktivitas tinggi, seperti daerah Deli di Sumatera dan di Malaysia,
Hartley (68) menyusun syarat–syarat iklim yang optimal sebagai berikut : (a)
Curah hujan sekitar 2000 mm/tahun yang terbagi merata sepanjang tahun. (b)
Rata–rata suhu maksimum antara 29–320C dan rata–rata suhu minimum antara
22–240C. (c) Penyinaran yang konstan dengan masa penyinaran (fotoperiodisitas)
sekurang–kurangnya 5 jam/hari untuk seluruh bulan dalam setahun, dan beberapa
bulan di antaranya dengan fotoperiodisitas sampai 7 jam/hari. (Mangoensoekarjo
dan Haryono, 2003).
Sebagai tanaman asli daerah tropis, kelapa sawit hanya dapat tumbuh dan
berproduksi dengan baik apabila dibudidayakan di daerah yang beriklim tropis
(kecuali jika sudah ditemukan varietas baru yang sesuai untuk iklim nontropis).
Oleh karena itu, perkebunan kelapa sawit berkembang pesat pada kawasan yang

terletak pada 100LU–100LS karena iklim pada kawasan tersebut tidak jauh
berbeda dengan iklim tropis. Curah hujan yang ideal bagi pertumbuhan kelapa
sawit adalah 2500–3000 mm per tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun,
tidak terdapat bulan kering berkepanjangan dengan curah hujan di bawah 120 mm
dan tidak terdapat bulan basah dengan hujan lebih dari 20 hari. Kelapa sawit
membutuhkan minimal 1800 jam penyinaran per tahun atau rata–rata 4,5 jam per
hari. Lama penyinaran matahari yang optimal untuk kelapa sawit adalah sekitar
2200 jam per tahun atau 6–7 jam per hari. Suhu optimal rata–rata yang diperlukan
oleh kelapa sawit adalah 270–320 C. Kelapa sawit akan tumbuh optimal pada
kelembapan udara 80–90% (Hadi, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Dalam praktek, minimal ada 3 unsur iklim yang penting diperhatikan,
yaitu : Curah hujan berhubungan dengan jaminan ketersediaan air dalam tanah
sepanjang pertumbuhan tanaman. Curah hujan yang ideal berkisar 2000–3500
mm/th yang merata sepanjang tahun dengan minimal 100 mm/bulan
(Paramananthan, 2003). Suhu rata–rata tahunan untuk petumbuhan dan produksi
sawit berkisar antara 24–290C, dengan produksi terbaik antara 25–270C. Kelapa
sawit memerlukan lama penyinaran antara 5 dan 12 jam/hari (Syakirdkk., 2010).

Tanah
Kelapa sawit dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, seperti tanah podsolik,
latosol, hidromorfik kelabu, regosol, andosol, dan aluvial. Tanah gambut dapat
juga ditanami kelapa sawit asalkan ketebalan gambutnya tidak lebih dari satu
meter dan sudah tua (saphrik). Sifat tanah yang perlu diperhatikan untuk budidaya
kelapa sawit sebagai berikut.Tanaman kelapa sawit bisa tumbuh dengan baik di
tanah yang bertekstur lempung berpasir, tanah liat berat, dan tanah
gambut;memiliki ketebalan tanah lebih dari 75 cm, dan berstruktur kuat. PH tanah
sebaiknya bereaksi asam dengan kisaran nilai 4,0–6,0 dan ber–pH optimum 5,0–
5,5 (Sunarko, 2007).
Kelapa sawit dapat hidup di tanah mineral, gambut, dan pasang
surut.Potensi pengembangan kelapa sawit di lahan gambut (organik) relatif
baik.Pasalnya, luas lahan gambut sangat melimpah di Kalimantan dan Papua (17–
27 juta hektar).Selain tanah gambut, jenis tanah yang potensial untuk
pengembangan sawit adalah tanah sulfat asam (pasang surut) dengan luasan di
Indonesia mencapai 2 juta hektar (Lubis dan Agus, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Pada prinsipnya kelapa sawit dapat tumbuh dan berproduksi di hampir

semua jenis tanah, mulai dari tanah andosol, latosol, podsolik, regosol (pasir),
hingga tanah organosol (gambut). Namun sebagai acuan, tanah perkebunan kelapa
sawit hendaknya memenuhi kriteria sebagai berikut: keasaman tanah (pH) 5,0–
6,5, kemiringan lahan 0–150, solum 80 cm, ketinggian lahan 0–400 m di atas
permukaan air laut, kedalaman air tanah 80–150 cm dari permukaan, drainase
baik, kesuburan kimiawi cukup (diketahui dari hasil analisa tanah) (Hadi, 2004).
Kebutuhan Air Tanaman Kelapa Sawit
Kebutuhan air pada tanaman kelapa sawit pada dasarnya berbeda dalam
setiap fase pertumbuhannya. Pada fase awal pembibitan (pre-nursery), rata-rata
jumlah air yang diperlukan untuk penyiraman rutin setiap hari sekitar 0,2-0,3 liter
per bibit, sedangkan untuk main nursery diperlukan sekitar 8 mm/hari atau sekitar
2-3 liter per bibit, namun untuk sistem irigasi yang biasanya dipergunakan pada
pembibitan pada umumnya tingkat penyiraman air dibuat rata-rata 10 mm/hari
(Turner and Gillbanks, 2003).
Suplai air untuk tanaman kelapa sawit dewasa di lapangan berasal dari
curah hujan yang diterima dan ketersediaan air di tanah. Menurut Corley (2003),
curah hujan merupakan salah satu dari beberapa syarat minimum iklim yang harus
dipenuhi agar tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik
yaitu curah hujan antara 2000-2500 mm yang terdistribusi secara merata.
Menurut Turner and Gillbanks (2003), curah hujan tahunan 2000 mm

yang terdistribusi merata sepanjang tahun tanpa adanya bulan kering
berkepanjangan merupakan kondisi yang dibutuhkan untuk mencapai hasil yang
maksimal. Ketersediaan air untuk tanaman juga dipengaruhi oleh kondisi fisik

Universitas Sumatera Utara

tanah, dalam hal ini pada kapasitas tanah menahan air (water holding capacity).
Untuk jenis tanah berpasir dengan kapasitas penahanan air (WHC) yang
rendah,air yang terserap pada partikel-partikel tanah lebih sedikit dibanding tanah
dengan WHC yang lebih tinggi seperti liat.Selain itu ketersediaan bahan organik
juga berperan dalam kemampuan tanah menahan air.
Berdasarkan penelitian Harahap dan Darmosarkoro (1999), yang
melakukan pendugaan kebutuhan air untuk pertumbuhan kelapa sawit, diketahui
bahwa kebutuhan air untuk pertumbuhan kelapa sawit di lapang berkisar antara 44,65 mm/hari atau sekitar 120-140 mm/bulan dan mengemukakan bahwa kelapa
sawit memerlukan air berkisar 1.500-1.700 mm setara curah hujan per tahun untuk
mencukupi kebutuhan pertumbuhan dan produksinya, dibanding tanaman keras
atau perkebunan lainnya kelapa sawit memang termasuk tanaman yang
memerlukan ketersediaan air relatif banyak.
Curah Hujan dan Hari Hujan
Kelapa sawit memerlukan curah hujan yang sangat tinggi yaitu 1500–4000

mm pertahun, sehingga kelapa sawit akan berbuah lebih banyak di daerah dengan
curah hujan yang tinggi. Dari hasil beberapa penelitian hal ini terbukti dimana
jumlah pelepah yang dihasilkan tanaman kelapa sawit yang ditanam di Papua
lebih banyak dibandingkan dengan yang ditanam didaerah Sumatera.Di Papua
kelapa sawit dapat menghasilkan 28–30 pelepah pertahun sedangkan di Sumatera
hanya menghasilkan 26–28 pelepah setiap tahunnya.Dampak musim hujan
ekstrim terhadap kelapa sawit diantaranya terbentuk bunga betina lebih banyak
sehingga berakibat positif terhadap produksi tanaman kelapa sawit. Namun bila
musim hujan ekstrim utamanya kalau hujan yang turun banyak pada siang hari

Universitas Sumatera Utara

maka akan mengurangi penyinaran efektif (effective sunshine), sehingga berakibat
negatif terhadap produksi karena fotosintesis terganggu. Curah hujan ekstrim
dengan intensitas yang terlalu tinggi juga diperkirakan mengakibatkan gangguan
dan cekaman terhadap perkembangan bunga–bunga kelapa sawit. Curah hujan
ekstrim yang terlalu tinggi (> 3000 mm/th, > 450 mm/bln, ataupun > 150 mm/10
hari) akan cukup memenuhi kebutuhan air tanaman kelapa sawit, bahkan berlebih
sehingga dapat berimplikasi positif bagi tanaman. Namun kelebihan air dapat
mengakibatkanpencucian hara, penggenangan, dan penggangguan kegiatan

pengelolaan kebun lainnya.Selain mengakibatkan pencucian hara yang ada, tidak
terdapat jadwal kegiatan pemupukan maka harus ditunda karena curah hujan
ekstrim yang terlalu tinggi. (Margono, 2010).
Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa
sawit adalah di atas 2000 mm dan merata sepanjang tahun. Hujan yang tidak turun
selama 3 bulan menyebabkan pertumbuhan kuncup daun terhambat sampai hujan
turun (anak daun atau janur tidak dapat memecah). Hujan yang lama tidak turun
juga banyak berpengaruh terhadap produksi buah, karena buah yang sudah cukup
umur tidak mau masak (brondol) sampai turun hujan. Hujan yang terlalu banyak
(lebih dari 5000 mm pertahun) tidak berpengaruh jelek terhadap produksi buah
kelapa sawit, asalkan drainase tanah dan penyinaran matahari cukup baik
(Sastrosayono, 2003).
Kelebihan

air

yang

dikarenakan

tingginya

curah

hujan

dapat

meneyebabkan kegagalan matang tandan pada bunga yang telah mengalami
anthesis. Curah hujan yang tinggi biasanya diikuti dengan penambahan hari hujan.
Hari hujan yang banyak mengakibatkan penurunan intensitas penyinaran matahari

Universitas Sumatera Utara

sehingga laju fotosintesis turun dan dapat menyebabkan turunnya produktivitas.
Curah hujan yang tinggi mendorong peningkatan pembentukan bunga, tetapi di
lain pihak dapat menghambat penyerbukan karena sebagian serbuk hilang terbawa
aliran air hujan. Sedangkan curah hujan yang rendah akan menghambat
pembentukan daun, yang akan menghambat pembentukan bunga di ketiak daun
(Nugraheni, 2007).
Hasil penelitian Widodo (2011), menemukan bahwa perkembangan luas
areal perkebunan kelapa sawit berdampak nyata terhadap lingkungan, diantaranya
adalah semakin berkurangnya ketersediaan air, dimana tanaman kelapa sawit
secara ekologis merupakan tanaman yang paling banyak membutuhkan air dalam
proses pertumbuhannya, yaitu sekitar 4,10–4,65 mm per hari.
Umur Tanaman
Tinggi rendahnya produktivitas tandan buah segar (TBS) per hektar suatu
kebun tergantung dari komposisi umur tanaman yang ada dikebun tersebut
semakin luas dan komposisi tanaman remaja dan tua semakin rendah
produktivitas per hektarnya. Semakin banyak tanaman dewasa dan teruna semakin
tinggi pula produktivitas per hektarnya. Komposisi umur tanaman ini setiap tahun
berupa sehingga juga berpengaruh terhadap pencapaian produktivitas per
hektarnya per tahun. Kelapa sawit umur ekonominya 25 tahun, setelah umur 26
tahun sebaiknya diremajakan kembali karena pohon sudah tua dan terlalu tinggi
atau lebih dari 13 meter sehingga menyulitkan untuk dipanen (Manurung, 2009).
Tinggi rendahnya produktivitas tanaman kelapa sawit di suatu kebun
dipengaruhi oleh komposisi umur tanaman yang ada di kebun tersebut. Semakin
luas komposisi umur tanaman remaja dan tanaman tua, semakin rendah pula

Universitas Sumatera Utara

produktivitas per hektarnya. Komposisi umur tanaman berubah setiap tahunnya
sehingga juga berpengaruh terhadap pencapaian produksi per hektar per tahunnya
(Risza, 2009).
Tingkat produktivitas tanaman kelapa sawit akan meningkat secara tajam
dari umur 3–7 tahun (periode tanaman muda, young), mencapai tingkat produksi
maksimal pada umur sekitar 15 tahun (periode tanaman remaja, prime) dan mulai
menurun secara gradual pada periode tanaman tua sampai saat menjelang
peremajaan (replanting) (Pahan, 2008).
Dalam penelitiannya mengatakan bahwa umur tanaman mempengaruhi
kualitas rendemen TBS, yang pada akhirnya sangat berpengaruh terhadap harga
TBS. Kualitas rendemen TBS dikatakan tinggi ketika tanaman berumur pada
selang waktu 7 hingga 22 tahun, sehingga perkiraan harga TBS lebih tinggi.
Tetapi kualitas rendemen TBS masih rendah pada selang umur tanaman 3 sampai
6 tahun dan 23 sampai 25 tahun, sehingga perkiraan harga TBS lebih rendah.(
Drajat 2004)
Hubungan Curah Hujan, Hari Hujan dan Umur Tanaman Terhadap
Produksi Tanaman Kelapa Sawit

Berdasarkan informasi dari pihak manajemen kebun, tanaman kelapa sawit
menghendaki curah hujan di atas 2000 mm per tahun. Tetapi curah hujan yang
optimal berada pada kisaran 2000–4000 mm per tahun dengan jumlah hujan tidak
lebih dari 180 hari per tahun (Setyamidjaja, 2006). Pembagian curah hujan yang
tidak merata dalam satu tahunnya memiliki pengaruh yang kurang baik, karena
pertumbuhan

vegetatif

lebih

dominan

daripada

pertumbuhan

generatif.

Pertumbuhan generatif yang kurang dominan ini mengakibatkan proses

Universitas Sumatera Utara

penyerbukan pada bunga yang merupakan cikal bakal buah yang akan terbentuk
relatif lebih sedikit. Di sisi lain bila curah hujan yang terlalu tinggi (lebih dari
5000 mm) akan menjadi kondisi yang kurang menguntungkan bagi penyelenggara
kebun karena mengganggu kegiatan di kebun seperti pemeliharaan tanaman dan
yang terutama kelancaran transportasi. Sedangkan keadaan curah hujan yang
kurang dari 2000 mm per tahun tidak berarti kurang baik bagi pertumbuhan
kelapa

sawit.

Hal

yang

terpenting

adalah

tidak

terjadi

defisit

air

(http://library.binus.ac.id, 2012).
Berdasarkan penelitian Pasaribu dkk. (2012) di perkebunan kelapa sawit di
PPKS Sub Unit Kalianta Kabun Riau, besar kecilnya curah hujan sangat
mempengaruhi nilai lolosan tajuk dan aliran batang serta intersepsi yang terjadi
setiap bulannya. Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa lolosan tajuk pada
tegakan kelapa sawit cukup tinggi di wilayah ini. Pada bulan Desember 2009 nilai
lolosan tajuk mencapai 353.9 mm. Tingginya nilai lolosan tajuk pada bulan ini
dikarenakan oleh tingginya curah hujan pada bulan tersebut. Sebaliknya pada
bulan Juni 2011 memiliki curah hujan yang rendah sehingga perolehan nilai
lolosan tajuk pada bulan ini hanya sebesar 2.2 mm. Curah hujan yang baik untuk
pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa sawit adalah di atas 2000 mm dan
merata sepanjang tahun. Hujan yang tidak turun selama 3 bulan menyebabkan
pertumbuhan kuncup daun terhambat sampai hujan turun (anak daun atau janur
tidak dapat memecah).Hujan yang lama tidak turun juga banyak berpengaruh
terhadap produksi buah, karena buah yang sudah cukup umur tidak mau masak
(brondol) sampai hujan turun.
Kekeringan dengan defisit air di atas 250 mm pertahun akan

Universitas Sumatera Utara

mengakibatkan pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa sawit terganggu yang
berlangsung sampai 2–3 tahun ke depan. Sebagai contoh, produksi tandan buah
segar di Kebun Bekri (Lampung) menurun akibat kekeringan pada musim
kemarau panjang yang terjadi pada tahun 1982. Penurunan tersebut 5–11 % pada
tahun berjalan, 14–55 % pada tahun 1983, dan 4–30 % pada tahun 1984.(Lubis,
1992).
Gambaran Umum Perusahaan
PT Perkebunan Nusantara III disingkat PTPN III (Persero), merupakan
salah satu dari 14 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Perkebunan yang bergerak
dalam bidang usaha perkebunan, pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan.
Kegiatan usaha Perseroan mencakup usaha budidaya dan pengolahan tanaman
kelapasawit dan karet. Produk utama Perseroan adalah Minyak Sawit (CPO) dan
Inti Sawit (Kernel) dan produkhilir karet.
Visi PT. Perkebunan Nusantara III “ menjadi perusahaan agribisnis kelas
dunia dengan kinerjaprimadanmelaksanakantatakelolabisnisterbaik.”
Posisi Lintang dan Bujur Kebun :
Secara Geografis Kebun Huta Padang berada pada 02º– 53"–5" LU dan
99º–25"–8" BT dengan tingkat ketinggian ± 123 meter dari permukaan laut,
Batas-Batas Administratif Kebun :
- Sebelah Utara dengan Kebun Sei Silau (PTPN-III)
- Sebelah Selatan dengan Kebun Ambalutu (PTPN-III)
- Sebelah Timur dengan Kebun Ambalutu/ Sei Silau (PTPN-III)

Universitas Sumatera Utara

Lokasi dan Letak Geografis :
Kebun Huta Padang terletak pada 2 (dua) Desa dan dua Kecamatan yaitu
Desa Karya Ambalutu Kecamatan Buntu Pane (Afdeling I dan III) serta Sei
Nadoras Kecamatan Bandar Pasir mandoge (Afdeling II,IV,V,VI dan VII) yang
keseluruhannya termasuk wilayah Kabupaten Asahan. Jarak Tempuh dari Pusat
Pemerintahan Buntu Pane ± 22 Km dan dari Pemerintahan Kecamatan Bandar
Pasir Mandoge ± 45 Km.
Luas areal kebun
Kebun Huta Padang terdiri dari 7 (tujuh) Afdeling dan dibagi menjadi 2
(dua) wilayah kerja yaitu Rayon A dan Rayon B, dengan pembagian Afdeling :
Rayon A terdiri dari Afdeling I,II,III dan V, Rayon B terdiri dari Afdeling IV, VI
dan VII. Luas Hak Guna Usaha (HGU) sebesar 4.790,22 Ha, dengan sertifikat
HGU SK No : 09/HGU/BPN/2005 tanggal berakhir 29-06-2040.
Tahun Tanam
Kebun Huta Padang memiliki 14 Tahun tanam. Yaitu pada tahun 1993,
1995, 1997, 2000, 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008, 2009, dan
tanaman belum menghasilkan pada tahun 2012.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 5, 7 dan 9 Tahun di Kebun Sei Baruhur PT. Perkebunan Nusantara III Persero

0 2 114

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 5, 7 dan 9 Tahun di Kebun Sei Baruhur PT. Perkebunan Nusantara III Persero

0 0 15

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 5, 7 dan 9 Tahun di Kebun Sei Baruhur PT. Perkebunan Nusantara III Persero

0 0 2

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 5, 7 dan 9 Tahun di Kebun Sei Baruhur PT. Perkebunan Nusantara III Persero

0 0 4

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 7, 10, dan 13 Tahun di PTPN III Kebun Huta Padang Kabupaten Asahan

0 0 14

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 7, 10, dan 13 Tahun di PTPN III Kebun Huta Padang Kabupaten Asahan

0 1 2

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 7, 10, dan 13 Tahun di PTPN III Kebun Huta Padang Kabupaten Asahan

0 0 3

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 7, 10, dan 13 Tahun di PTPN III Kebun Huta Padang Kabupaten Asahan Chapter III VI

0 0 61

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 7, 10, dan 13 Tahun di PTPN III Kebun Huta Padang Kabupaten Asahan

0 0 2

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 7, 10, dan 13 Tahun di PTPN III Kebun Huta Padang Kabupaten Asahan

0 0 18