Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Polibisfenol-a Karbonat dari Bisfenol-a dan Fosgen dengan Katalis Piridin dengan Kapasitas Produksi 16.000 ton tahun
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Umum Polimer
Bahan polimer, disadari atau tidak, telah digunakan oleh manusia dalam
kehidupan sehari-hari. Mulai dari pakaian, perlengkapan rumah tangga, peralatan
rumah sakit, alat transportasi, TV, komputer, sampai kepada telepon seluler.
Sementara itu, penggunaan bahan polimer sebagai pengganti bahan metal dan
keramik sangat berkembang dengan pesat dewasa ini dengan berbagai alasan seperti:
ringan, tahan terhadap korosi, mudah dibentuk, dan sangat penting lagi murah dari
segi produksi maupun harga. Hal inilah yang menyebabkan industri-industri selalu
berlomba dalam menciptakan bahan-bahan teknik yang berbasiskan polimer dengan
perkembangan teknologi yang maju. Di Indonesia sendiri, modifikasi ataupun
pengalihan penggunaan bahan metal kepada bahan polimer sangat diharapkan
mengingat Indonesia kaya akan bahan polimer terutama yang alami seperti karet,
serat, kulit, dan sebagainya (Halimahtuddahliana, 2008).
Polimer berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata poly (banyak) dan meros
(bagian-bagian). Polimer merupakan bahan kimia yang sangat penting dalam
kehidupan manusia.
Polimer merupakan molekul besar yang dibangun oleh pengulangan kesatuan
kimia yang kecil dan sederhana. Unit yang berulang dari suatu polimer biasanya
berasal dari monomer yang sama, namun tidak menutup kemungkinan polimer
terbentuk dari dua jenis monomer atau lebih.
Polimer didefenisikan sebagai senyawa berbobot molekul besar yang
terbentuk dari penggabungan berulang secara kovalen (polimerisasi) molekul
sederhana (monomer). Jumlah satuan struktur berulang dalam rantai polimer (n)
dikenal dengan derajat polimerisasi (DP). Berdasarkan jumlah satuan berulangnya,
hasil polimerisasi monomer dapat disebut dimer, trimer, tetramer, ......., dst bila
masing-masing n = 2,3,4, ....., dst. Polimer dengan derajat polimerisasi besar (berat
molekul > 104) disebut polimer tinggi, sedang polimer dengan bobot molekul rendah
(berat molekul < 104) disebut oligomer.
Universitas Sumatera Utara
Salah satu karakteristik bahan polimer dibandingakan dengan senyawa bobot
molekul rendah adalah bahwa polimer terdiri dari molekul–molekul dengan panjang
rantai atau derajat polimerisasi yang terdistribusi. Dengan kata lain, bahan polimer
terdiri dari bahan campuran molekul sejenis, tetapi dengan bobot molekul yang
berbeda-beda, dan karena itu disebut molekul polidispers (Wirjosentono, 1994).
2.2
Proses Polimerisasi Secara Umum
Pada umumnya proses polimerisasi (pembentukan polimer) dibagi menjadi
dua cara, yaitu polimerisasi kondensasi dan polimerisasi adisi.
2.2.1 Polimerisasi Kondensasi
Menurut M.A Cowd pada tahun 1991, polimerisasi kondensasi yaitu
polimerisasi yang terjadi pada saat zat bermassa molekul rendah, dimana terjadi
reaksi antara dua molekul bergugus fungsi banyak (molekul yang mengandung dua
gugus fungsi atau lebih yang dapat bereaksi) dan terbentuk satu molekul besar
bergugus fungsi banyak, disertai penyingkiran molekul kecil (seperti air).
Contohnya, jika campuran ethanol (etil alkohol) dan asam etanoat (asam
asetat) dipanasi bersama sedikit asam sulfat pekat, akan dihasilkan ester etil etanoat
(etil asetat) yang disertai penyingkiran air, reaksinya:
CH3COOH + C2H5OH
CH3COOC2H5 + H2O
Reaksi berhenti sampai disini, karena tidak terdapat gugus fungsi yang dapat
bereaksi (pada contoh ini gugus –COOH dan –OH) akan tetapi, jika tiap molekul
pereaksi mengandung dua atau tiga gugus fungsi, maka reaksi berikutnya dapat
terjadi.
Misalnya reaksi antara 2 monomer asam heksanadioat (asam adiapat) dan
etana 1,2-diol:
HOOC(CH2)4COOH + HO(CH2)OH
HO(CH2)2COO(CH2)4COO(CH2)2OH + H2O
Polimerisasi kondensasi hampir selalu berlangsung secara bertahap dengan reaksi
antara pasangan gugus fungsi, sehingga terbantuk dimer, trimer, tetramer, dan
seterusnya hingga terbentuk polimer.
Polimer yang terbentuk mengandung kesatuan yang berulang, berikut
reaksinya:
[-O(CH2)2COO(CH2)4CO-]n
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian massa molekul nisbi bertambah secara bertahap selama
reaksi berlangsung dan waktu reaksi lama jika diperlukan massa molekul polimer
nisbi yang besar. Jadi berbeda dengan polimerisasi adisi rantai yang membentuk
polimer bermassa molekul besar sekaligus.
2.2.2 Polimerisasi Adisi
Polimerisasi adisi adalah polimerisasi yang melibatkan reaksi rantai dan
disebabkan oleh radikal bebas (partikel reaktif yang mengandung elektron tak
berpasangan) atau ion. Polimer penting yang dihasilkan melalui polimerisasi adisi
adalah turunan etena berbentuk CH2=CHX atau CH2=CXY, yang disebut monomer
vynil.
Menurut F.W Billmeyer pada tahun 1984 reaksi umumnya dapat dituliskan
sebagai berikut:
CH2=CH
-CH2-CH-CH2-CH-
X
Polimerisasi
berlangsung
X
sangat
dst
X
cepat
(beberapa
detik).
Reaksi
keseluruhannya memakan waktu lama, karena penelitian menunjukkan bahwa reaksi
rantai berlangsung dalam suatu deret reaksi cepat diselingi waktu yang cukup
panjang yang diistilahkan sebagai gejolak (Kumar dan Grupta, 2003).
Perbedaan mekanisme reaksi polimerisasi kondensasi dan polimerisasi adisi
menurut F.W Billmeyer pada tahun 1984 dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Perbedaan Antara Mekanisme Polimerisasi Kondensasi dengan
Polimerisasi Adisi
Polimerisasi Kondensasi
Polimerisasi Adisi
Reaksi terjadi dengan adanya dua jenis Reaksi memanjang dengan adanya
molekul.
Monomer dapat dihilangkan lebih awal
pengulangan unit monomer setiap
saat.
di dalam reaksi: pada saat DP=10, Kondensasi
kurang dari 1% monomer sisa.
monomer
menurun
perlahan sesuai dengan reaksi steady.
Berat molekul polimer terjadi dengan Polimer tinggi terbentuk sekali, yaitu
adanya reaksi Steady (Tetap) secara
pada saat polimer terjadi perubahan
Universitas Sumatera Utara
perlahan.
BM sudah tinggi. Lama waktu reaksi
Lama waktu reaksi sangat penting
untuk mencapai berat molekul yang
menjadi kecil.
Reaksi pencampuran hanya berisi
tinggi.
Beberapa
menyebabkan yield tinggi, namun BM
tahap
molekul
didistribusikan.
akan
monomer tinggi, kira-kira seperseribu
bagian dari rantai yang menunjang.
Sumber : (Purba, 2000)
2.3
Polibisfenol-a Karbonat (Polikarbonat)
Polibisfenol-a karbonat atau lebih sering disebut sebagai polikarbonat adalah
produk utama yang diproduksi dari Pra Rancangan Pabrik Polibisfenol-a Karbonat.
Perkembangan dari resin termoplastik polikarbonat merupakan suatusub
bagian dari polyester secara umum. Sejak Einhorn menyiapkan larutan ini pertama
kali dari resorcinol dan hidrokuinon pada tahun1898, penelitian yang fokus pada
keefesienan dalam penyimpanan resin dan sifat-sifatnya. Sintesis yang umum
digunakan adalah menyimpan fosgen dalam larutan piridin.
Sifat yang sangat bagus dari polikarbonat aromatis, khususnya turunan dari
2,2 bis (4 hidroksifenil) propan (bisfenol-a atau BPA) disiapkan dalam jumlah yang
cukup besar.
Polibisfenol-a karbonat merupakan polimer hasil reaksi polimerisasi antara
senyawa bisfenol-a yang dideprotonasi menjadi garam bisfenol dengan gas fosgen,
dengan bantuan katalis cair piridin (Legrand, 2000).
Adapun kegunaan polimer polibisfenol-a karbonat ini antara lain:
Kegunaan utama, diterapkan pada pengkacaan karena sifatnya yang tembus
pandang.
Perabotan dapur seperti peralatan makan, galon air, blender. Keunggulannya
yaitu tidak mudah pecah dan memenuhi standar FDA (Food & Drug
Administration).
Insulator alat elektrik dan alat elektronika seperti kompponen komputer, dan
chasing handphone.
Perangkat optik seperti kaca mata. Lensa kamera, CD (Compact Disc).
Komponen kendaraan seperti kaca helm, jendela mobil, dan lampu mobil.
Universitas Sumatera Utara
Peralatn kedokteran seperti blood oxygenators, dialysers, infusion units.
Komponen arsitektur seperti jendela, atap transparan.
(Sari, 2008)
2.4
Sifat-Sifat Bahan Baku dan Produk
2.4.1 Sifat-Sifat Bahan Baku
A. Fosgen (COCl2)
1. Berat Molekul
: 98,92 gr/mol
2. Berwujud gas pada suhu kamar
3. Titik leleh
: -127,84 oC
4. Titik didih
: 7,48 oC
5. Densitas pada 20oC
: 4,248 kg/m3
6. Tekanan uap pada 20oC
: 161,68 kPa
(Neogi, 2000)
B. Bisfenol-a (C15H16O2)
1.
Berat Molekul
: 228 gr/mol
2.
Berbentuk padatan putih atau granular.
3.
Sangat higroskopis.
4.
Titik didih
: 220oC
5.
Titik leleh
: 157oC
6.
Densitas (25oC)
: 1,195 g/cm3
7.
Kapasitas panas pada 25oC
:0,35 kal/goC
(APME, 1997)
C. Metilen Klorida (CH2Cl2)
1.
Berat Molekul
: 84,93 gr/mol
2.
Densitas
: 1,33 gr/cm3
3.
Titik didih
: 39,6 oC
4.
Titik leleh
: -96,7 oC
5.
Tekanan uap
: 47 kPa pada 20 oC
6.
Viskositas
: 0,244 cP
Universitas Sumatera Utara
7.
Kelarutan dalam air
: 13 g/L pada 20 oC
(Perry, 2008)
D. Piridin (C5H5N)
1.
Berat Molekul
: 79,1 g/mol
2.
Berbentuk cair tak berwarna
3.
Densitas
: 0,9819 g/cm3
4.
Titik leleh
: -41,6 oC
5.
Titik didih
: 115,2 oC
6.
Tekanan uap
: 18 mmHg
7.
Viskositas
: 0,88 cP
(Perry, 2008)
E. Natrium Hidroksida (NaOH) 50%
1.
Berat Molekul
: 39,997 gr/mol
2.
Berbentuk padatan putih
3.
Densitas pada 20 oC
: 1,5203 gr/cm3
4.
Titik leleh
: 613,1 oC
5.
Titik didih
: 2534 oC
6.
Melarut sempurna dalam air
(Yaws, 1996; Perry, 1997; Geankoplis, 1997)
F. Air (H2O)
1.
Titik beku
: 0 oC
2.
Massa jenis es 0 oC
: 0,92 gr/cm3
3.
Massa jenis air 25 oC
: 0,9978 gr/cm3
4.
Titik didih (1 atm)
: 100 oC
5.
Temperatur kritis
: 347 oC
6.
Tekanan kritis
: 217 atm
7.
Viskositas 25 oC
: 0,8973 cP
(Perry, 2008 ; Windholz, 1983)
Universitas Sumatera Utara
2.4.2 Sifat-Sifat Produk
A. Polibisfenol-a Karbonat / Polikarbonat ((C16H14O3)43)
1.
Berat Molekul
: 1096 gr/mol
2.
Densitas
: 1,2 gr/cm3
3.
Kapasitas panas
: 0,32 kJ/(K.mol)
4.
Koefisien ekspansi termal
: 2,6 x 104 pada 40 oC
5.
Indeks refraksi
: 1,568 pada temperatur ruangan
6.
Terdiri dari 43 kali monomer yang bergabung
(Madkour, 1999)
B. Natrium Klorida (NaCl)
1.
Berat Molekul
: 58,44 gr/mol
2.
Densitas
: 2,165 gr/cm3
3.
Kapasitas panas
: 0,0367 kJ/(K.mol)
4.
Titik didih
: 1413 oC
5.
Titik leleh
: 801 oC
6.
Kelarutan dalam air
: 359 gr/L
(Perry, 2008)
2.5
Teknologi
Proses
Polimerisasi
Bisfenol-a
dan
Fosgen
menjadi
Polikarbonat
Menurut Bryson, J.A pada tahun 1995, reaksi polimerisasi dapat dilakukan
pada fasa cair, gas maupun padat. Proses polimerisasi yang mula-mula banyak
digunakan adalah polimerisasi dalam fasa cair atau larutan. Permasalahan utama
yang timbul dari proses semacam itu adalah pemisahan katalis dan sisa pelarut dari
produk dan memiliki biaya yang tinggi.
Perkembangan katalis baru untuk reaksi polimerisasi yang jauh lebih baik
dimulai pada tahun 1970-an. Proses fasa gas ini memiliki kelebihan yaitu tidak
memerlukan adanya proses pemisahan katalis dari polimer, katalis sudah menyatu
dalam produk. Kesulitan utama dari proses polimerisasi fasa gas adalah pengendalian
aktivasi katalis dan kemungkinan terbentuknya oligomer. Oligomer adalah rangkaian
beberapa molekul bukan polimer, misalnya dimer, trimer, tetramer, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan katalis sangat berpengaruh pada faktor ekonomis dari teknologi
polimerisasi. Reaksi polimerisasi adisi memerlukan adanya senyawa pemicu, yaitu
senyawa yang dapat memberikan muatan atau elektron bebas pada ikatan rangkap
ethylene. Tanpa katalis reaksi polimerisasi dapat berlangsung pada suhu tinggi (±
350 oC – 500 oC) dengan tekanan 2,5 – 10 atm. Hal ini karena energi aktivasi cukup
tinggi yaitu sekitar 35-43,5 kkal/mol. Adanya katalis akan mempercepat jalannya
reaksi yaitu dengan mengurangi energi aktivasi yang diperlukan.
Secara ringkas faktor penentu dari keberhasilan proses polimerisasi adalah
tipe katalis yang digunakan. Katalis ini harus memiliki keaktifan yang tinggi namun
mudah dikendalikan. Katalis yang masih banyak digunakan saat ini adalah piridin.
Proses dasar polimerisasi bisfenol-a dan fosgen yang mula-mula dipatenkan
adalah proses yang digunakan oleh Einhorn yang mereaksikan hidrokuion,
resorsinol, katekol dengan fosgen dalam larutan piridin. Pada tahun 1902, Bischoff
dan Hadenstroem melaporkan sintesis untuk jenis polimer yang sama melalui proses
transenterifikasi difenil karbonat. Reaksi antara BPA, fosgen, dan monohidric fenol
dalam larutan metilen klorida dan digabungkan dengan larutan natrium hidroksida
menjadikan proses ini dipilih oleh berbagai produsen utamanya. Pemakaian piridin
sebagai katalis karena kemudahan dalam perolehan kembali melalui unit pemisahan
sederhana (Legrand, 2000).
Universitas Sumatera Utara
2.5.1 Macam-Macam Proses Pembuatan Polibisfenol-a Karbonat
Ada 2 macam proses pembuatan produk polibisfenol-a karbonat, yaitu:
A. Teknologi Interfacial
Proses dasar dari jenis ini ditunjukkan pada gambar 2.1 di bawah ini.
Gambar 2.1 Tahap Pembentukan Polikarbonat BPA Melalui Sintesis Interfacial
(Legrand, 2000)
BPA mula-mula dimasukkan ke dalam reaktor bersama dengan NaOH dan
monohidric fenol untuk mengendalikan berat molekul polimer dan fosgen
ditambahkan dalam bentuk gas ke dalam larutan ini. Melalui cara ini akan mencegah
terbentuknya produk samping HCl. Penambahan larutan kaustik ini membuat dua
fasa sistem cair-cair. Pada pH yang tinggi (9-12), volume fasa organik yang sedikit,
dan tingginya konsentrasi BPA, sistem juga mengandung fasa ketiga yaitu
mono/dianion dari BPA. Setelah reaksi selesai, fasa organik dicuci, dengan sejumlah
asam dan air beberapa kali untuk mengeluarkan residu basa dan garam atau dengan
penambahan metilen klorida berlebih untuk memudahkan pemisahan. Resin
polikarbonat yang dihasilkan dikumpulkan melalui pergantian pelarut diikuti dengan
penguapan (evaporasi) pelarut, melalui presipitasi steam secara langsung, atau
dengan mengendapkan pelarut melalui penambahan anti solven seperti MeOH diikuti
dengan filtrasi dan pengeringan. Sejalan dengan temperatur reaksi yang rendah dari
prosedur sintesis ini (40 oC), berat molekul rata-rata dari polimer berakhir pada
Universitas Sumatera Utara
sebuah kinetika distribusi. Variabel yang dominan mempengaruhi komposisi resin
adalah linear velocity, rasio volume cair-cair, pH larutan, dan rasio fosgen/BPA
(Legrand, 2000).
B. Proses Transesterifikasi
Proses ini menggunakan katalis basa pada polimerisasi kondensasi dari DPC
dengan BPA. Secara umum, reaksinya ditunjukkan dalam gambar 2.2 di bawah ini.
Gambar 2.2 Sintesis Melt BPAPC secara Umum
(Legrand, 2000)
Reaksi berlangsung pada temperatur tinggi 150-350 oC yang dimulai dengan
pembentukan monomer, oligomer, dan akhirnya polimer. Tekanan reaktor meningkat
selama reaksi berlangsung. Range tekanan berkisar antara 150-200 torr. Dengan
menggunakan metode ini, resin BPA-PC disiapkan tanpa tambahan pelarut, tahap
pengeringan, atau fosgen. Ketika proses dirancang, dan kualitas dari resin akhir
secara langsung berhubungan kepada kualitas dan permulaan monomer. Hal ini
menjadikan jumlah dari kontaminan sisa dalam resin akhir bisa dikendalikan.
Berdasarkan data eksperimental, penambahan anion fenoksi ke dalam link
karbonat, diikuti tahap produksi oligomer/polimer. Pertama sekali anion basa fenoksi
ditambahkan ke dalam grup karbonat, sebuah anion fenoksi dilepaskan.
Pendestilasian fenol dari melt setelah pelepasan anion fenoksi menggantikan sebuah
proton dengan grup hidroksi lainnya atau BPA : pergantian proton sangat cepat
terjadi dan konstanta kesetimbangan untuk reaksi fenoksid dengan BPA umunya
seragam. Konversi dari monomer menjadi BPA-PC dikendalikan oleh pengeluaran
konstan fenol dari melt. Pengeluaran fenol ini dari larutan reaksi ditetapkan untuk
produksi polimer dengan berat molekul tinggi. Berdasarkan evaluasi dari data yang
dipublikasikan, proses kondensasi ini cukup efektif. Kebutuhan katalis untuk
menyempurnakan konversi menjadi polimer berada pada range 10-250 ppb.
Keuntungan dari proses ini adalah produksi resin memiliki distribusi berat
molekul yang seragam sehingga pada kondisi normal, resin anhidrat tidak perlu
diredistribusi lagi (Legrand, 2000).
Universitas Sumatera Utara
2.5.2 Perbandingan Proses Pembuatan Polibisfenol-a Karbonat
Tabel 2.4 Perbandingan Proses Pembuatan Polibisfenol-a Karbonat
Faktor Teknis
Teknologi Interfacial
Proses Transesterifikasi
Tekanan Operasi (atm)
1
19-26,6
Suhu Operasi (oC)
25-30
150-350
Jenis Reaktor
Stirred reactor
Stirred reactor
Jumlah Reaktor
2
5
Waktu Tinggal (jam)
1-1,5 jam
2 jam
Konversi Reaksi
95 %
90-95%
Produk Samping
NaCl
Fenol
Cair (piridin,
Padat (Phosgonium)
Katalis
tetraetilamin)
Sumber : (Legrand, 2000 ; Othmer, 2004 ; Schnell dkk, 1970 ; Mayor dkk, 1961)
Dalam pra rancangan pabrik polibisfenol-a karbonat ini dipilih proses Teknologi
Interfacial. Pemilihan proses dipilih dengan memperhatikan:
Pengoperasianya mudah karena prosesnya sederhana.
Konversi reaksi yang tinggi 95% sehingga secara ekonomis layak dibuat
dalam skala pabrik.
Pengendalian yang lebih mudah dan murah karena berlangsung pada suhu
dan tekanan ruangan.
Pemisahan katalis yang lebih mudah.
2.6
Deskripsi Proses Pembuatan Polibisfenol-a Karbonat
Berdasarkan uraian sebelumnya maka digunakan proses polimerisasi dengan
teknologi interfacial dalam membuat polibisfenol-a karbonat ini. Secara keseluruhan
proses pembuatan polibisfenol-a karbonat ini terdiri dari 2 tahapan reaksi yang
didahului deprotonasi bisfenol menjadi garam bisfenol dan dilanjutkan dengan
Universitas Sumatera Utara
polimerisasi garam bisfenol menjadi polibisfenol-a karbonat dengan bantuan katalis
piridin.
Umpan berupa bisfenol-a yang berupa padatan dan larutan NaOH
diumpankan ke reaktor deprotonasi (R-101). Reaksi yang terjadi adalah:
2NaOH(l)
+
C15H16O2(s)
Natrium Hidroksida bisfenol-a
C15H14O2Na2(l) +
garam bisfenol
2H2O(l)
air
Reaksi deprotonasi ini berlangsung pada temperatur 40 oC dan tekanan 1 atm. Karena
reaksi berlangsung endotermis, pemanasan diberikan melalui saturated steam yang
dilewatkan melalui koil pemanas. Konversi yang diperoleh sebesar 95%. Produk dari
R-101 menjadi reaktan pada reaktor polimerisasi (R-102). Reaksi yang terjadi
adalah:
43C15H14O2Na2(l)
Garam bisfenol
+
43COCl2(g)
Fosgen
(C16H14O3)43(l) +
polibisfenol-a
Karbonat
86NaCl(l)
natrium
klorida
Karena reaksi pembentukan polibisfenol-a karbonat ini berlangsung pada 25 oC,
maka sebelum memasuki reaktor polimerisasi, umpan harus melalui cooler (E-101).
Campuran garam bisfenol dipompakan menuju reaktor polimerisasi (R-102) diikuti
juga gas fosgen (COCl2) yang diumpankan (sparging) dari bagian bawah reaktor.
Pada kondisi tersebut diperoleh konversi 99,83%.
Untuk menurunkan energi aktivasi maka ditambahkan katalis piridin
(C5H5N). Untuk memudahkan pemisahan produk dengan sisa reaktan baik dari R101 maupun dari R-102, maka ditambahkan pelarut inert berupa metilen klorida
(CH2Cl2) dari mixing point II (M-102). Penambahan pelarut ini merupakan kelebihan
dari teknologi interfacial yang menjadikan terciptanya 2 lapisan yaitu antara lapisan
organik (polimer) dan lapisan aqoeus (sisa reaktan) sehingga akan memudahkan
dalam proses pemisahan selanjutnya. Karena reaksi bersifat eksotermal maka pada
reaktor ditambah jacket pendingin yang dilewati oleh air pendingin.
Gas fosgen yang diumpankan dari bawah reaktor menyebabkan kontak antara
garam bisfenol dengan fosgen ini lebih bagus dan meningkatkan efektivitas reaksi
polimerisasi. Alasan utama pemilihan reaktor CSTR karena reaktor ini merupakan
Universitas Sumatera Utara
jenis reaktor yang dapat memberikan nilai efektivitas tertinggi terhadap reaksi
polimerisasi, dimana selama berlangsungnya reaksi polimerisasi ini diharapkan
terciptanya karakteristik aliran yang sama pada semua daerah di dalam reaktor
sehingga menghasilkan produk polimer yang konsisten.
Hasil reaksi berupa polibisfenol-a karbonat ((C16H14O3)43) dengan berat
molekul rata-rata (Mr) 10922 kg/kmol atau 10922 g/mol dengan jumlah n monomer
sebanyak 43 kali. Setelah reaksi polimerisasi selesai, terdapat kelebihan gas fosgen
yang tidak bereaksi. Gas ini akan dikembalikan lagi (di-recycled) ke dalam reaktor
polimerisasi (R-102) bersama dengan umpan segar fosgen.
Laju keluaran dari reaktor ini merupakan campuran dari bisfenol-a, NaOH,
air, garam bisfenol, polibisfenol-a karbonat, NaCl, piridin, dan metilen klorida.
Campuran ini telah membentuk 2 fasa, yaitu polibisfenol-a karbonat, piridin, metilen
klorida di fasa organik, sedangkan NaCl, bisfenol-a, NaOH, air, garam bisfenol
berada di fasa aqoeus.
Campuran yang tidak saling melarut ini diumpankan ke dekanter graviti I
(FL-101) sehingga fasa aqoeus secara overflow dialirkan langsung ke tangki
penyimpanan produk samping yang akan dijual sebagai bahan baku garam farmasi.
Larutan polibisfenol-a karbonat selanjutnya diumpankan ke dekanter graviti II (FL102). Pada dekanter ini ditambahkan metilen klorida sebanyak 50% dari total metilen
klorida yang ditambahkan di R-102.
Tujuan
penambahan
ini
adalah
untuk
menggumpalkan polibisfenol-a karbonat dan piridin akan terpisah dengan efesiensi
90%, yaitu 10% piridin akan ikut terbawa pada aliran bottom, dan 90% sisanya
berada pada fasa aqoeus, hal ini berbanding terbalik dengan aliran metilen klorida
sedangkan polibisfenol-a karbonat seluruhnya mengalir pada aliran bottom. Keluaran
dari bottom dekanter II (FL-102) bersifat basa (pH=11) sehingga untuk
menetralkannya digunakan air panas bersuhu 80 oC pada Washer (W-101).
Setelah larutan netral (pH=7), dan suhu keluaran dari Washer (W-101)
34,6671 oC, maka untuk pemisahan antara polibisfenol-a karbonat, air, metilen
klorida, dan piridin dilangsungkan di flash drum (S-101) dengan suhu operasi 50 oC,
sebelum campurannya tersebut dilewatkan pada heater (E-104) untuk mencapai suhu
pemisahan. Pada aliran atas (uap) diperoleh metilen klorida hingga 97%, dan sisanya
air, dan piridin. Untuk me-recycle metilen klorida pada mixing point II (M-102),
Universitas Sumatera Utara
maka campuran uap metilen klorida, piridin, air dilewatkan pada dessicant yang telah
diisi silika gel. Dalam dessicant (DS-101), terjadi penjerapan air dan piridin
berdasarkan ukuran pori. Metilen tidak terjerap sama sekali karena pore size dari
metilen lebih besar dari pada ukuran silika gel. Dessicant ini terdiri dari 6 bilik yang
setiap bagiannya terdiri atas silika gel yang segar. Pergantian tiap bilik dilakukan
setiap 4 jam sekali disertai pelewatan udara panas untuk menghilangkan kejenuhan.
Pada aliran bawah flash drum (aliran liquid) terdapat polibisfenol-a karbonat,
metilen, piridin, dan sejumlah besar air. Kandungan air di dalam campuran ini
menyebabkan konsentrasi polibisfenol-a karbonat hanya 27% sedangkan sebelum
memasuki unit pengering, kadar polibisfenol-a karbonat harus mencapai 90%. Untuk
hal tersebut, maka dilakukan pengentalan dengan cara menguapkan kandungan air di
dalamnya dengan menggunakan evaporator. Karena besarnya uap air yang harus
diuapkan, maka dilangsungkan triple effect evaporator dengan sistem forward feed
untuk menghemat pemakaian steam (ekonomi steam). Pada evaporator I (FE101)dilangsungkan pada temperatur 114,7 oC untuk menguapkan piridin dan metilen
klorida yang masih terikut. Uap dari evaporator I (FE-101) menjadi media pemanas
di evaporator II (FE-102) dan uap dari evaporator II (FE-102) menjadi media
pemanas di evaporator III (FE-103). Baik evaporator II dan evaporator III
dioperasikan dengan vakum dengan menggunakan pompa vakum. Keadaan vakum
dipertahankan pada 26 mmHg sehingga uap air dapat mendidih di bawah 100 oC.
Kondensat dari evaporator II terdiri atas air, metilen klorida, dan piridin
dialirkan ke aliran limbah proses dan akan diolah dalam pengolahan limbah. Uap air
dari evaporator III (FE-103) dilewatkan ke condensor II (E-104) dengan
tercampurkan dengan air pendingin bekas dari condensor I (E-102), dan dialirkan ke
aliran limbah.
Campuran keluaran dari evaporator III (FE-103) mengandung polibisfenol-a
karbonat dengan konsentrasi 90%. Untuk memenuhi standar produk dari
polibisfenol-a karbonat harus memiliki konsentrasi 98%, maka campuran tersebut
dikeringkan pada sebuah rotary dryer (DD-101) dengan memakai media pengering
berupa udara panas bersuhu 110
o
C. Keluaran dari rotary dryer diangkut
menggunakan belt conveyor (C-102) menuju tangki penyimpanan polibisfenol-a
karbonat(TT-101).
Universitas Sumatera Utara
Air Pendingin
Saturated Steam
Air Proses
FC
Udara Panas
11
15
V-101
30
23
E-102
FC
SP-101
LI
22
TI
FC
29
FC
FC
24
32
TI
P-106
FC
DS-101
M-102
12
1
P-101
7
17
FC
F-101
TC
TI
FL-101
FC
R-101
C-101
2
18
16
8
E-101
LC
25
FC
13
R-102
TC
FC
TI
31
LC
TT-102
P-105
V-102
Produk Samping
E-103
LI
19
FC
FC
20
FC
4
3
FC
FL-102
M-103
9
PI
TC
38
S-101
14
B-102
P-102
21
FE-101
34 FE-102
TI
FE-103
VE-101
E-105
36
LC
W-101
28
DC-102
LI
TI
PC
P-103
M-101
V-103
26
LC
10
FC
FC
FC
LC
33
FC
39
35
37
FC
TI
41
27
FC
E-104
5
P-107
P-108
40
Udara Bekas
42
P-109
DD-101
TI
B-101
V-104
LI
PC
Kondensat
FC
43
FC
6
P-104
Air Pendingin Keluar
C-102
Limbah Cair
TT-101
Polibisfenol-a Karbonat
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Umum Polimer
Bahan polimer, disadari atau tidak, telah digunakan oleh manusia dalam
kehidupan sehari-hari. Mulai dari pakaian, perlengkapan rumah tangga, peralatan
rumah sakit, alat transportasi, TV, komputer, sampai kepada telepon seluler.
Sementara itu, penggunaan bahan polimer sebagai pengganti bahan metal dan
keramik sangat berkembang dengan pesat dewasa ini dengan berbagai alasan seperti:
ringan, tahan terhadap korosi, mudah dibentuk, dan sangat penting lagi murah dari
segi produksi maupun harga. Hal inilah yang menyebabkan industri-industri selalu
berlomba dalam menciptakan bahan-bahan teknik yang berbasiskan polimer dengan
perkembangan teknologi yang maju. Di Indonesia sendiri, modifikasi ataupun
pengalihan penggunaan bahan metal kepada bahan polimer sangat diharapkan
mengingat Indonesia kaya akan bahan polimer terutama yang alami seperti karet,
serat, kulit, dan sebagainya (Halimahtuddahliana, 2008).
Polimer berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata poly (banyak) dan meros
(bagian-bagian). Polimer merupakan bahan kimia yang sangat penting dalam
kehidupan manusia.
Polimer merupakan molekul besar yang dibangun oleh pengulangan kesatuan
kimia yang kecil dan sederhana. Unit yang berulang dari suatu polimer biasanya
berasal dari monomer yang sama, namun tidak menutup kemungkinan polimer
terbentuk dari dua jenis monomer atau lebih.
Polimer didefenisikan sebagai senyawa berbobot molekul besar yang
terbentuk dari penggabungan berulang secara kovalen (polimerisasi) molekul
sederhana (monomer). Jumlah satuan struktur berulang dalam rantai polimer (n)
dikenal dengan derajat polimerisasi (DP). Berdasarkan jumlah satuan berulangnya,
hasil polimerisasi monomer dapat disebut dimer, trimer, tetramer, ......., dst bila
masing-masing n = 2,3,4, ....., dst. Polimer dengan derajat polimerisasi besar (berat
molekul > 104) disebut polimer tinggi, sedang polimer dengan bobot molekul rendah
(berat molekul < 104) disebut oligomer.
Universitas Sumatera Utara
Salah satu karakteristik bahan polimer dibandingakan dengan senyawa bobot
molekul rendah adalah bahwa polimer terdiri dari molekul–molekul dengan panjang
rantai atau derajat polimerisasi yang terdistribusi. Dengan kata lain, bahan polimer
terdiri dari bahan campuran molekul sejenis, tetapi dengan bobot molekul yang
berbeda-beda, dan karena itu disebut molekul polidispers (Wirjosentono, 1994).
2.2
Proses Polimerisasi Secara Umum
Pada umumnya proses polimerisasi (pembentukan polimer) dibagi menjadi
dua cara, yaitu polimerisasi kondensasi dan polimerisasi adisi.
2.2.1 Polimerisasi Kondensasi
Menurut M.A Cowd pada tahun 1991, polimerisasi kondensasi yaitu
polimerisasi yang terjadi pada saat zat bermassa molekul rendah, dimana terjadi
reaksi antara dua molekul bergugus fungsi banyak (molekul yang mengandung dua
gugus fungsi atau lebih yang dapat bereaksi) dan terbentuk satu molekul besar
bergugus fungsi banyak, disertai penyingkiran molekul kecil (seperti air).
Contohnya, jika campuran ethanol (etil alkohol) dan asam etanoat (asam
asetat) dipanasi bersama sedikit asam sulfat pekat, akan dihasilkan ester etil etanoat
(etil asetat) yang disertai penyingkiran air, reaksinya:
CH3COOH + C2H5OH
CH3COOC2H5 + H2O
Reaksi berhenti sampai disini, karena tidak terdapat gugus fungsi yang dapat
bereaksi (pada contoh ini gugus –COOH dan –OH) akan tetapi, jika tiap molekul
pereaksi mengandung dua atau tiga gugus fungsi, maka reaksi berikutnya dapat
terjadi.
Misalnya reaksi antara 2 monomer asam heksanadioat (asam adiapat) dan
etana 1,2-diol:
HOOC(CH2)4COOH + HO(CH2)OH
HO(CH2)2COO(CH2)4COO(CH2)2OH + H2O
Polimerisasi kondensasi hampir selalu berlangsung secara bertahap dengan reaksi
antara pasangan gugus fungsi, sehingga terbantuk dimer, trimer, tetramer, dan
seterusnya hingga terbentuk polimer.
Polimer yang terbentuk mengandung kesatuan yang berulang, berikut
reaksinya:
[-O(CH2)2COO(CH2)4CO-]n
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian massa molekul nisbi bertambah secara bertahap selama
reaksi berlangsung dan waktu reaksi lama jika diperlukan massa molekul polimer
nisbi yang besar. Jadi berbeda dengan polimerisasi adisi rantai yang membentuk
polimer bermassa molekul besar sekaligus.
2.2.2 Polimerisasi Adisi
Polimerisasi adisi adalah polimerisasi yang melibatkan reaksi rantai dan
disebabkan oleh radikal bebas (partikel reaktif yang mengandung elektron tak
berpasangan) atau ion. Polimer penting yang dihasilkan melalui polimerisasi adisi
adalah turunan etena berbentuk CH2=CHX atau CH2=CXY, yang disebut monomer
vynil.
Menurut F.W Billmeyer pada tahun 1984 reaksi umumnya dapat dituliskan
sebagai berikut:
CH2=CH
-CH2-CH-CH2-CH-
X
Polimerisasi
berlangsung
X
sangat
dst
X
cepat
(beberapa
detik).
Reaksi
keseluruhannya memakan waktu lama, karena penelitian menunjukkan bahwa reaksi
rantai berlangsung dalam suatu deret reaksi cepat diselingi waktu yang cukup
panjang yang diistilahkan sebagai gejolak (Kumar dan Grupta, 2003).
Perbedaan mekanisme reaksi polimerisasi kondensasi dan polimerisasi adisi
menurut F.W Billmeyer pada tahun 1984 dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Perbedaan Antara Mekanisme Polimerisasi Kondensasi dengan
Polimerisasi Adisi
Polimerisasi Kondensasi
Polimerisasi Adisi
Reaksi terjadi dengan adanya dua jenis Reaksi memanjang dengan adanya
molekul.
Monomer dapat dihilangkan lebih awal
pengulangan unit monomer setiap
saat.
di dalam reaksi: pada saat DP=10, Kondensasi
kurang dari 1% monomer sisa.
monomer
menurun
perlahan sesuai dengan reaksi steady.
Berat molekul polimer terjadi dengan Polimer tinggi terbentuk sekali, yaitu
adanya reaksi Steady (Tetap) secara
pada saat polimer terjadi perubahan
Universitas Sumatera Utara
perlahan.
BM sudah tinggi. Lama waktu reaksi
Lama waktu reaksi sangat penting
untuk mencapai berat molekul yang
menjadi kecil.
Reaksi pencampuran hanya berisi
tinggi.
Beberapa
menyebabkan yield tinggi, namun BM
tahap
molekul
didistribusikan.
akan
monomer tinggi, kira-kira seperseribu
bagian dari rantai yang menunjang.
Sumber : (Purba, 2000)
2.3
Polibisfenol-a Karbonat (Polikarbonat)
Polibisfenol-a karbonat atau lebih sering disebut sebagai polikarbonat adalah
produk utama yang diproduksi dari Pra Rancangan Pabrik Polibisfenol-a Karbonat.
Perkembangan dari resin termoplastik polikarbonat merupakan suatusub
bagian dari polyester secara umum. Sejak Einhorn menyiapkan larutan ini pertama
kali dari resorcinol dan hidrokuinon pada tahun1898, penelitian yang fokus pada
keefesienan dalam penyimpanan resin dan sifat-sifatnya. Sintesis yang umum
digunakan adalah menyimpan fosgen dalam larutan piridin.
Sifat yang sangat bagus dari polikarbonat aromatis, khususnya turunan dari
2,2 bis (4 hidroksifenil) propan (bisfenol-a atau BPA) disiapkan dalam jumlah yang
cukup besar.
Polibisfenol-a karbonat merupakan polimer hasil reaksi polimerisasi antara
senyawa bisfenol-a yang dideprotonasi menjadi garam bisfenol dengan gas fosgen,
dengan bantuan katalis cair piridin (Legrand, 2000).
Adapun kegunaan polimer polibisfenol-a karbonat ini antara lain:
Kegunaan utama, diterapkan pada pengkacaan karena sifatnya yang tembus
pandang.
Perabotan dapur seperti peralatan makan, galon air, blender. Keunggulannya
yaitu tidak mudah pecah dan memenuhi standar FDA (Food & Drug
Administration).
Insulator alat elektrik dan alat elektronika seperti kompponen komputer, dan
chasing handphone.
Perangkat optik seperti kaca mata. Lensa kamera, CD (Compact Disc).
Komponen kendaraan seperti kaca helm, jendela mobil, dan lampu mobil.
Universitas Sumatera Utara
Peralatn kedokteran seperti blood oxygenators, dialysers, infusion units.
Komponen arsitektur seperti jendela, atap transparan.
(Sari, 2008)
2.4
Sifat-Sifat Bahan Baku dan Produk
2.4.1 Sifat-Sifat Bahan Baku
A. Fosgen (COCl2)
1. Berat Molekul
: 98,92 gr/mol
2. Berwujud gas pada suhu kamar
3. Titik leleh
: -127,84 oC
4. Titik didih
: 7,48 oC
5. Densitas pada 20oC
: 4,248 kg/m3
6. Tekanan uap pada 20oC
: 161,68 kPa
(Neogi, 2000)
B. Bisfenol-a (C15H16O2)
1.
Berat Molekul
: 228 gr/mol
2.
Berbentuk padatan putih atau granular.
3.
Sangat higroskopis.
4.
Titik didih
: 220oC
5.
Titik leleh
: 157oC
6.
Densitas (25oC)
: 1,195 g/cm3
7.
Kapasitas panas pada 25oC
:0,35 kal/goC
(APME, 1997)
C. Metilen Klorida (CH2Cl2)
1.
Berat Molekul
: 84,93 gr/mol
2.
Densitas
: 1,33 gr/cm3
3.
Titik didih
: 39,6 oC
4.
Titik leleh
: -96,7 oC
5.
Tekanan uap
: 47 kPa pada 20 oC
6.
Viskositas
: 0,244 cP
Universitas Sumatera Utara
7.
Kelarutan dalam air
: 13 g/L pada 20 oC
(Perry, 2008)
D. Piridin (C5H5N)
1.
Berat Molekul
: 79,1 g/mol
2.
Berbentuk cair tak berwarna
3.
Densitas
: 0,9819 g/cm3
4.
Titik leleh
: -41,6 oC
5.
Titik didih
: 115,2 oC
6.
Tekanan uap
: 18 mmHg
7.
Viskositas
: 0,88 cP
(Perry, 2008)
E. Natrium Hidroksida (NaOH) 50%
1.
Berat Molekul
: 39,997 gr/mol
2.
Berbentuk padatan putih
3.
Densitas pada 20 oC
: 1,5203 gr/cm3
4.
Titik leleh
: 613,1 oC
5.
Titik didih
: 2534 oC
6.
Melarut sempurna dalam air
(Yaws, 1996; Perry, 1997; Geankoplis, 1997)
F. Air (H2O)
1.
Titik beku
: 0 oC
2.
Massa jenis es 0 oC
: 0,92 gr/cm3
3.
Massa jenis air 25 oC
: 0,9978 gr/cm3
4.
Titik didih (1 atm)
: 100 oC
5.
Temperatur kritis
: 347 oC
6.
Tekanan kritis
: 217 atm
7.
Viskositas 25 oC
: 0,8973 cP
(Perry, 2008 ; Windholz, 1983)
Universitas Sumatera Utara
2.4.2 Sifat-Sifat Produk
A. Polibisfenol-a Karbonat / Polikarbonat ((C16H14O3)43)
1.
Berat Molekul
: 1096 gr/mol
2.
Densitas
: 1,2 gr/cm3
3.
Kapasitas panas
: 0,32 kJ/(K.mol)
4.
Koefisien ekspansi termal
: 2,6 x 104 pada 40 oC
5.
Indeks refraksi
: 1,568 pada temperatur ruangan
6.
Terdiri dari 43 kali monomer yang bergabung
(Madkour, 1999)
B. Natrium Klorida (NaCl)
1.
Berat Molekul
: 58,44 gr/mol
2.
Densitas
: 2,165 gr/cm3
3.
Kapasitas panas
: 0,0367 kJ/(K.mol)
4.
Titik didih
: 1413 oC
5.
Titik leleh
: 801 oC
6.
Kelarutan dalam air
: 359 gr/L
(Perry, 2008)
2.5
Teknologi
Proses
Polimerisasi
Bisfenol-a
dan
Fosgen
menjadi
Polikarbonat
Menurut Bryson, J.A pada tahun 1995, reaksi polimerisasi dapat dilakukan
pada fasa cair, gas maupun padat. Proses polimerisasi yang mula-mula banyak
digunakan adalah polimerisasi dalam fasa cair atau larutan. Permasalahan utama
yang timbul dari proses semacam itu adalah pemisahan katalis dan sisa pelarut dari
produk dan memiliki biaya yang tinggi.
Perkembangan katalis baru untuk reaksi polimerisasi yang jauh lebih baik
dimulai pada tahun 1970-an. Proses fasa gas ini memiliki kelebihan yaitu tidak
memerlukan adanya proses pemisahan katalis dari polimer, katalis sudah menyatu
dalam produk. Kesulitan utama dari proses polimerisasi fasa gas adalah pengendalian
aktivasi katalis dan kemungkinan terbentuknya oligomer. Oligomer adalah rangkaian
beberapa molekul bukan polimer, misalnya dimer, trimer, tetramer, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan katalis sangat berpengaruh pada faktor ekonomis dari teknologi
polimerisasi. Reaksi polimerisasi adisi memerlukan adanya senyawa pemicu, yaitu
senyawa yang dapat memberikan muatan atau elektron bebas pada ikatan rangkap
ethylene. Tanpa katalis reaksi polimerisasi dapat berlangsung pada suhu tinggi (±
350 oC – 500 oC) dengan tekanan 2,5 – 10 atm. Hal ini karena energi aktivasi cukup
tinggi yaitu sekitar 35-43,5 kkal/mol. Adanya katalis akan mempercepat jalannya
reaksi yaitu dengan mengurangi energi aktivasi yang diperlukan.
Secara ringkas faktor penentu dari keberhasilan proses polimerisasi adalah
tipe katalis yang digunakan. Katalis ini harus memiliki keaktifan yang tinggi namun
mudah dikendalikan. Katalis yang masih banyak digunakan saat ini adalah piridin.
Proses dasar polimerisasi bisfenol-a dan fosgen yang mula-mula dipatenkan
adalah proses yang digunakan oleh Einhorn yang mereaksikan hidrokuion,
resorsinol, katekol dengan fosgen dalam larutan piridin. Pada tahun 1902, Bischoff
dan Hadenstroem melaporkan sintesis untuk jenis polimer yang sama melalui proses
transenterifikasi difenil karbonat. Reaksi antara BPA, fosgen, dan monohidric fenol
dalam larutan metilen klorida dan digabungkan dengan larutan natrium hidroksida
menjadikan proses ini dipilih oleh berbagai produsen utamanya. Pemakaian piridin
sebagai katalis karena kemudahan dalam perolehan kembali melalui unit pemisahan
sederhana (Legrand, 2000).
Universitas Sumatera Utara
2.5.1 Macam-Macam Proses Pembuatan Polibisfenol-a Karbonat
Ada 2 macam proses pembuatan produk polibisfenol-a karbonat, yaitu:
A. Teknologi Interfacial
Proses dasar dari jenis ini ditunjukkan pada gambar 2.1 di bawah ini.
Gambar 2.1 Tahap Pembentukan Polikarbonat BPA Melalui Sintesis Interfacial
(Legrand, 2000)
BPA mula-mula dimasukkan ke dalam reaktor bersama dengan NaOH dan
monohidric fenol untuk mengendalikan berat molekul polimer dan fosgen
ditambahkan dalam bentuk gas ke dalam larutan ini. Melalui cara ini akan mencegah
terbentuknya produk samping HCl. Penambahan larutan kaustik ini membuat dua
fasa sistem cair-cair. Pada pH yang tinggi (9-12), volume fasa organik yang sedikit,
dan tingginya konsentrasi BPA, sistem juga mengandung fasa ketiga yaitu
mono/dianion dari BPA. Setelah reaksi selesai, fasa organik dicuci, dengan sejumlah
asam dan air beberapa kali untuk mengeluarkan residu basa dan garam atau dengan
penambahan metilen klorida berlebih untuk memudahkan pemisahan. Resin
polikarbonat yang dihasilkan dikumpulkan melalui pergantian pelarut diikuti dengan
penguapan (evaporasi) pelarut, melalui presipitasi steam secara langsung, atau
dengan mengendapkan pelarut melalui penambahan anti solven seperti MeOH diikuti
dengan filtrasi dan pengeringan. Sejalan dengan temperatur reaksi yang rendah dari
prosedur sintesis ini (40 oC), berat molekul rata-rata dari polimer berakhir pada
Universitas Sumatera Utara
sebuah kinetika distribusi. Variabel yang dominan mempengaruhi komposisi resin
adalah linear velocity, rasio volume cair-cair, pH larutan, dan rasio fosgen/BPA
(Legrand, 2000).
B. Proses Transesterifikasi
Proses ini menggunakan katalis basa pada polimerisasi kondensasi dari DPC
dengan BPA. Secara umum, reaksinya ditunjukkan dalam gambar 2.2 di bawah ini.
Gambar 2.2 Sintesis Melt BPAPC secara Umum
(Legrand, 2000)
Reaksi berlangsung pada temperatur tinggi 150-350 oC yang dimulai dengan
pembentukan monomer, oligomer, dan akhirnya polimer. Tekanan reaktor meningkat
selama reaksi berlangsung. Range tekanan berkisar antara 150-200 torr. Dengan
menggunakan metode ini, resin BPA-PC disiapkan tanpa tambahan pelarut, tahap
pengeringan, atau fosgen. Ketika proses dirancang, dan kualitas dari resin akhir
secara langsung berhubungan kepada kualitas dan permulaan monomer. Hal ini
menjadikan jumlah dari kontaminan sisa dalam resin akhir bisa dikendalikan.
Berdasarkan data eksperimental, penambahan anion fenoksi ke dalam link
karbonat, diikuti tahap produksi oligomer/polimer. Pertama sekali anion basa fenoksi
ditambahkan ke dalam grup karbonat, sebuah anion fenoksi dilepaskan.
Pendestilasian fenol dari melt setelah pelepasan anion fenoksi menggantikan sebuah
proton dengan grup hidroksi lainnya atau BPA : pergantian proton sangat cepat
terjadi dan konstanta kesetimbangan untuk reaksi fenoksid dengan BPA umunya
seragam. Konversi dari monomer menjadi BPA-PC dikendalikan oleh pengeluaran
konstan fenol dari melt. Pengeluaran fenol ini dari larutan reaksi ditetapkan untuk
produksi polimer dengan berat molekul tinggi. Berdasarkan evaluasi dari data yang
dipublikasikan, proses kondensasi ini cukup efektif. Kebutuhan katalis untuk
menyempurnakan konversi menjadi polimer berada pada range 10-250 ppb.
Keuntungan dari proses ini adalah produksi resin memiliki distribusi berat
molekul yang seragam sehingga pada kondisi normal, resin anhidrat tidak perlu
diredistribusi lagi (Legrand, 2000).
Universitas Sumatera Utara
2.5.2 Perbandingan Proses Pembuatan Polibisfenol-a Karbonat
Tabel 2.4 Perbandingan Proses Pembuatan Polibisfenol-a Karbonat
Faktor Teknis
Teknologi Interfacial
Proses Transesterifikasi
Tekanan Operasi (atm)
1
19-26,6
Suhu Operasi (oC)
25-30
150-350
Jenis Reaktor
Stirred reactor
Stirred reactor
Jumlah Reaktor
2
5
Waktu Tinggal (jam)
1-1,5 jam
2 jam
Konversi Reaksi
95 %
90-95%
Produk Samping
NaCl
Fenol
Cair (piridin,
Padat (Phosgonium)
Katalis
tetraetilamin)
Sumber : (Legrand, 2000 ; Othmer, 2004 ; Schnell dkk, 1970 ; Mayor dkk, 1961)
Dalam pra rancangan pabrik polibisfenol-a karbonat ini dipilih proses Teknologi
Interfacial. Pemilihan proses dipilih dengan memperhatikan:
Pengoperasianya mudah karena prosesnya sederhana.
Konversi reaksi yang tinggi 95% sehingga secara ekonomis layak dibuat
dalam skala pabrik.
Pengendalian yang lebih mudah dan murah karena berlangsung pada suhu
dan tekanan ruangan.
Pemisahan katalis yang lebih mudah.
2.6
Deskripsi Proses Pembuatan Polibisfenol-a Karbonat
Berdasarkan uraian sebelumnya maka digunakan proses polimerisasi dengan
teknologi interfacial dalam membuat polibisfenol-a karbonat ini. Secara keseluruhan
proses pembuatan polibisfenol-a karbonat ini terdiri dari 2 tahapan reaksi yang
didahului deprotonasi bisfenol menjadi garam bisfenol dan dilanjutkan dengan
Universitas Sumatera Utara
polimerisasi garam bisfenol menjadi polibisfenol-a karbonat dengan bantuan katalis
piridin.
Umpan berupa bisfenol-a yang berupa padatan dan larutan NaOH
diumpankan ke reaktor deprotonasi (R-101). Reaksi yang terjadi adalah:
2NaOH(l)
+
C15H16O2(s)
Natrium Hidroksida bisfenol-a
C15H14O2Na2(l) +
garam bisfenol
2H2O(l)
air
Reaksi deprotonasi ini berlangsung pada temperatur 40 oC dan tekanan 1 atm. Karena
reaksi berlangsung endotermis, pemanasan diberikan melalui saturated steam yang
dilewatkan melalui koil pemanas. Konversi yang diperoleh sebesar 95%. Produk dari
R-101 menjadi reaktan pada reaktor polimerisasi (R-102). Reaksi yang terjadi
adalah:
43C15H14O2Na2(l)
Garam bisfenol
+
43COCl2(g)
Fosgen
(C16H14O3)43(l) +
polibisfenol-a
Karbonat
86NaCl(l)
natrium
klorida
Karena reaksi pembentukan polibisfenol-a karbonat ini berlangsung pada 25 oC,
maka sebelum memasuki reaktor polimerisasi, umpan harus melalui cooler (E-101).
Campuran garam bisfenol dipompakan menuju reaktor polimerisasi (R-102) diikuti
juga gas fosgen (COCl2) yang diumpankan (sparging) dari bagian bawah reaktor.
Pada kondisi tersebut diperoleh konversi 99,83%.
Untuk menurunkan energi aktivasi maka ditambahkan katalis piridin
(C5H5N). Untuk memudahkan pemisahan produk dengan sisa reaktan baik dari R101 maupun dari R-102, maka ditambahkan pelarut inert berupa metilen klorida
(CH2Cl2) dari mixing point II (M-102). Penambahan pelarut ini merupakan kelebihan
dari teknologi interfacial yang menjadikan terciptanya 2 lapisan yaitu antara lapisan
organik (polimer) dan lapisan aqoeus (sisa reaktan) sehingga akan memudahkan
dalam proses pemisahan selanjutnya. Karena reaksi bersifat eksotermal maka pada
reaktor ditambah jacket pendingin yang dilewati oleh air pendingin.
Gas fosgen yang diumpankan dari bawah reaktor menyebabkan kontak antara
garam bisfenol dengan fosgen ini lebih bagus dan meningkatkan efektivitas reaksi
polimerisasi. Alasan utama pemilihan reaktor CSTR karena reaktor ini merupakan
Universitas Sumatera Utara
jenis reaktor yang dapat memberikan nilai efektivitas tertinggi terhadap reaksi
polimerisasi, dimana selama berlangsungnya reaksi polimerisasi ini diharapkan
terciptanya karakteristik aliran yang sama pada semua daerah di dalam reaktor
sehingga menghasilkan produk polimer yang konsisten.
Hasil reaksi berupa polibisfenol-a karbonat ((C16H14O3)43) dengan berat
molekul rata-rata (Mr) 10922 kg/kmol atau 10922 g/mol dengan jumlah n monomer
sebanyak 43 kali. Setelah reaksi polimerisasi selesai, terdapat kelebihan gas fosgen
yang tidak bereaksi. Gas ini akan dikembalikan lagi (di-recycled) ke dalam reaktor
polimerisasi (R-102) bersama dengan umpan segar fosgen.
Laju keluaran dari reaktor ini merupakan campuran dari bisfenol-a, NaOH,
air, garam bisfenol, polibisfenol-a karbonat, NaCl, piridin, dan metilen klorida.
Campuran ini telah membentuk 2 fasa, yaitu polibisfenol-a karbonat, piridin, metilen
klorida di fasa organik, sedangkan NaCl, bisfenol-a, NaOH, air, garam bisfenol
berada di fasa aqoeus.
Campuran yang tidak saling melarut ini diumpankan ke dekanter graviti I
(FL-101) sehingga fasa aqoeus secara overflow dialirkan langsung ke tangki
penyimpanan produk samping yang akan dijual sebagai bahan baku garam farmasi.
Larutan polibisfenol-a karbonat selanjutnya diumpankan ke dekanter graviti II (FL102). Pada dekanter ini ditambahkan metilen klorida sebanyak 50% dari total metilen
klorida yang ditambahkan di R-102.
Tujuan
penambahan
ini
adalah
untuk
menggumpalkan polibisfenol-a karbonat dan piridin akan terpisah dengan efesiensi
90%, yaitu 10% piridin akan ikut terbawa pada aliran bottom, dan 90% sisanya
berada pada fasa aqoeus, hal ini berbanding terbalik dengan aliran metilen klorida
sedangkan polibisfenol-a karbonat seluruhnya mengalir pada aliran bottom. Keluaran
dari bottom dekanter II (FL-102) bersifat basa (pH=11) sehingga untuk
menetralkannya digunakan air panas bersuhu 80 oC pada Washer (W-101).
Setelah larutan netral (pH=7), dan suhu keluaran dari Washer (W-101)
34,6671 oC, maka untuk pemisahan antara polibisfenol-a karbonat, air, metilen
klorida, dan piridin dilangsungkan di flash drum (S-101) dengan suhu operasi 50 oC,
sebelum campurannya tersebut dilewatkan pada heater (E-104) untuk mencapai suhu
pemisahan. Pada aliran atas (uap) diperoleh metilen klorida hingga 97%, dan sisanya
air, dan piridin. Untuk me-recycle metilen klorida pada mixing point II (M-102),
Universitas Sumatera Utara
maka campuran uap metilen klorida, piridin, air dilewatkan pada dessicant yang telah
diisi silika gel. Dalam dessicant (DS-101), terjadi penjerapan air dan piridin
berdasarkan ukuran pori. Metilen tidak terjerap sama sekali karena pore size dari
metilen lebih besar dari pada ukuran silika gel. Dessicant ini terdiri dari 6 bilik yang
setiap bagiannya terdiri atas silika gel yang segar. Pergantian tiap bilik dilakukan
setiap 4 jam sekali disertai pelewatan udara panas untuk menghilangkan kejenuhan.
Pada aliran bawah flash drum (aliran liquid) terdapat polibisfenol-a karbonat,
metilen, piridin, dan sejumlah besar air. Kandungan air di dalam campuran ini
menyebabkan konsentrasi polibisfenol-a karbonat hanya 27% sedangkan sebelum
memasuki unit pengering, kadar polibisfenol-a karbonat harus mencapai 90%. Untuk
hal tersebut, maka dilakukan pengentalan dengan cara menguapkan kandungan air di
dalamnya dengan menggunakan evaporator. Karena besarnya uap air yang harus
diuapkan, maka dilangsungkan triple effect evaporator dengan sistem forward feed
untuk menghemat pemakaian steam (ekonomi steam). Pada evaporator I (FE101)dilangsungkan pada temperatur 114,7 oC untuk menguapkan piridin dan metilen
klorida yang masih terikut. Uap dari evaporator I (FE-101) menjadi media pemanas
di evaporator II (FE-102) dan uap dari evaporator II (FE-102) menjadi media
pemanas di evaporator III (FE-103). Baik evaporator II dan evaporator III
dioperasikan dengan vakum dengan menggunakan pompa vakum. Keadaan vakum
dipertahankan pada 26 mmHg sehingga uap air dapat mendidih di bawah 100 oC.
Kondensat dari evaporator II terdiri atas air, metilen klorida, dan piridin
dialirkan ke aliran limbah proses dan akan diolah dalam pengolahan limbah. Uap air
dari evaporator III (FE-103) dilewatkan ke condensor II (E-104) dengan
tercampurkan dengan air pendingin bekas dari condensor I (E-102), dan dialirkan ke
aliran limbah.
Campuran keluaran dari evaporator III (FE-103) mengandung polibisfenol-a
karbonat dengan konsentrasi 90%. Untuk memenuhi standar produk dari
polibisfenol-a karbonat harus memiliki konsentrasi 98%, maka campuran tersebut
dikeringkan pada sebuah rotary dryer (DD-101) dengan memakai media pengering
berupa udara panas bersuhu 110
o
C. Keluaran dari rotary dryer diangkut
menggunakan belt conveyor (C-102) menuju tangki penyimpanan polibisfenol-a
karbonat(TT-101).
Universitas Sumatera Utara
Air Pendingin
Saturated Steam
Air Proses
FC
Udara Panas
11
15
V-101
30
23
E-102
FC
SP-101
LI
22
TI
FC
29
FC
FC
24
32
TI
P-106
FC
DS-101
M-102
12
1
P-101
7
17
FC
F-101
TC
TI
FL-101
FC
R-101
C-101
2
18
16
8
E-101
LC
25
FC
13
R-102
TC
FC
TI
31
LC
TT-102
P-105
V-102
Produk Samping
E-103
LI
19
FC
FC
20
FC
4
3
FC
FL-102
M-103
9
PI
TC
38
S-101
14
B-102
P-102
21
FE-101
34 FE-102
TI
FE-103
VE-101
E-105
36
LC
W-101
28
DC-102
LI
TI
PC
P-103
M-101
V-103
26
LC
10
FC
FC
FC
LC
33
FC
39
35
37
FC
TI
41
27
FC
E-104
5
P-107
P-108
40
Udara Bekas
42
P-109
DD-101
TI
B-101
V-104
LI
PC
Kondensat
FC
43
FC
6
P-104
Air Pendingin Keluar
C-102
Limbah Cair
TT-101
Polibisfenol-a Karbonat
Universitas Sumatera Utara