BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Polibisfenol-a Karbonat dari Bisfenol-a dan Fosgen dengan Katalis Piridin dengan Kapasitas Produksi 30.000 ton/tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  2.1 Pendahuluan

  Bahan polimer, disadari atau tidak, telah digunakan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari pakaian, perlengkapan rumah tangga, peralatan rumah sakit, alat transportasi, TV, computer, sampai kepada telepon seluler. Sementara itu, penggunaan bahan polimer sebagai pengganti bahan metal dan keramik sangat berkembang dengan pesat dewasa ini dengan berbagai alasan seperti : ringan, tahan terhadap korosi, mudah dibentuk, dan sangat penting lagi murah dari segi produksi maupun harga. Hal inilah yang menyebabkan industri-industri selalu berlomba dalam menciptakan bahan-bahan teknik yang berbasiskan polimer dengan perkembangan teknologi yang maju. Di Indonesia sendiri, modifikasi ataupun peralihan penggunaan bahan metal kepada bahan polimer sangat diharapkan mengingat Indonesia kaya akan bahan polimer terutama yang alami seperti karet, serat, kulit, dan sebagainya (Halimahtuddahliana, 2008).

  2.2 Tinjauan Umum Polimer

  Polimer berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata poly (banyak) dan meros (bagian-bagian). Polimer merupakan bahan kimia yang sangat penting dalam kehidupan manusia.

  Polimer merupakan molekul besar yang dibangun oleh pengulangan kesatuan kimia yang kecil dan sederhana. Unit yang berulang dari suatu polimer biasanya berasal dari monomer yang sama, namun tidak menutup kemungkinan polimer terbentuk dari dua jenis monomer atau lebih.

  Polimer didefenisikan sebagai senyawa berbobot molekul besar yang terbentuk dari penggabungan berulang secara kovalen (polimerisasi) molekul sederhana (monomer). Jumlah satuan struktur berulang dalam rantai polimer (n) dikenal dengan derajat polimerisasi (DP). Berdasarkan jumlah satuan berulangnya, hasil polimerisasi monomer dapat disebut dimer, trimer, tetramer,……, dst bila masing- masing n = 2, 3, 4,……., dst. Polimer dengan derajat polimerisasi besar

  4

  (bobot molekul > 10 ) disebut polimer tinggi, sedang polimer dengan bobot molekul

  4 rendah (<10 ) disebut oligomer.

  Salah satu karakteristik bahan polimer dibandingkan dengan senyawa bobot molekul rendah adalah bahwa polimer terdiri dari molekul-molekul dengan panjang rantai atau derajat polimerisasi yang terdistribusi. Dengan kata lain, bahan polimer terdiri dari bahan campuran molekul sejenis, tetapi dengan bobot molekul yang berbeda-beda, dan karena itu disebut molekul polidispers (Wirjosentono, 1994).

2.2.1 Karakteristik Polimer

  Polimer memiliki beberapa karakteristik untuk menggambarkan sifat fisik dan sifat kimianya. Sifat-sifat tersebut akan mempengaruhi aplikasi penggunaan polimer tersebut. Karakteristik polimer antara lain : 1.

  Crystallinity (kristalinitas) transparan. Karakteristik ini membuat polimer dapat digunakan untuk berbagai aplikasi seperti pembungkus makanan, kontak lensa dan sebagainya. Semakin tinggi derajat kristalisasinya, semakin sedikit cahaya yang dapat melewati polimer tersebut.

  2. Thermosetting dan Thermoplastic (Daya tahan terhadap panas) Berdasarkan ketahanannya terhadap panas, polimer dibedakan menjadi polimer thermoplastic dan thermosetting. Polimer thermoplastic dapat melunak bila dipanaskan, sehingga jenis polimer ini dapat dibentuk ulang. Sedangkan polimer thermosetting setelah dipanaskan tidak dapat dibentuk ulang. Ketahanan polimer terhadap panas ini membuatnya dapat digunakan pada berbagai aplikasi antara lain untuk insulasi listrik, insulasi panas, penyimpanan bahan kimia dan sebagainya.

  3. Branching (percabangan) Semakin banyak cabang pada rantai polimer maka densitasnya akan semakin kecil. Hal ini akan membuat titik leleh polimer berkurang dan elastisitasnya bertambah karena gaya ikatan intermolekularnya semakin lemah.

4. Tacticity (taktisitas)

  Taktisitas menggambarkan susunan isomerik gugus fungsional dari rantai karbon. Ada tiga jenis taktisitas yaitu isotaktik dimana gugus-gugus subtituennya terletak pada satu sisi yang sama, sindiotaktik dimana gugus- gugus subtituennya lebih teratur, dan ataktik dimana gugus-gugus subtituennya terletak pada sisi yang acak.

  Berbagai teknik telah dikenali untuk mengenali sifat-sifat dari polimer.

  

Angle X-ray scattering digunakan untuk mengenali struktur kristal polimer. Gel

Permeation Chromatography digunakan untuk mengetahui berat molekul rata-rata

  jumlah polimer (Mn), berat molekul rata-rata berat polimer (Mw), dan polidisperity polimer. FTIR dan NMR digunakan untuk mengetahui komposisi polimer.

  

Calorymetric dan Dynamic Mechanical Analysis digunakan untuk mengetahui titik

  leleh polimer. Pyrolisis digunakan untuk mengetahui struktur polimer (Kumar dan

2.2.2 Proses Polimerisasi Secara Umum

  Pada umumnya proses polimerisasi (pembentukan polimer) dibagi menjadi dua cara, yaitu polimerisasi kondensasi dan polimerisasi adisi.

2.2.2.1 Polimerisasi Kondensasi (Step Polymerization)

  Menurut M.A Cowd pada tahun 1991, polimerisasi kondensasi yaitu polimerisasi yang terjadi pada saat zat bermassa molekul rendah, dimana terjadi reaksi antara dua molekul bergugus fungsi banyak (molekul yang mengandung dua gugus fungsi atau lebih yang dapat bereaksi) dan terbentuk satu molekul besar bergugus fungsi banyak, disertai penyingkiran molekul kecil (seperti air).

  Contohnya, jika campuran ethanol (etil alkohol) dan asam etanoat (asam asetat) dipanasi bersama sedikit asam sulfat pekat, akan dihasilkan ester etil etanoat (etil asetat) yang disertai penyingkiran air, reaksinya :

  CH

  3 COOH + C

  2 H

  

5 OH CH

  3 COOC

  2 H 5 + H

  2 O

  Reaksi berhenti sampai disini, karena tidak terdapat gugus fungsi yang dapat bereaksi (pada contoh ini gugus

  • –COOH dan -OH) akan tetapi, jika tiap molekul
pereaksi mengandung dua atau tiga gugus fungsi, maka reaksi berikutnya dapat terjadi.

  Misalnya reaksi antara 2 monomer asam heksanadioat (asam adiapat) dan etana 1,2-diol :

  HOOC(CH2)4COOH + HO(CH2)OH HO(CH2)2COO(CH2)4COO(CH2)2OH + H2O

  Polimerisasi kondensasi hampir selalu berlangsung secara bertahap dengan reaksi antara pasangan gugus fungsi, sehingga terbentuk dimer, trimer, tetramer, dan seterusnya hingga terbentuk polimer.

  Polimer yang terbentuk mengandung kesatuan yang berulang, berikut reaksinya : [-O(CH ) COO(CH ) CO-]

  2

  2

  2 4 n

  Dengan demikian massa molekul nisbi bertambah secara bertahap selama reaksi berlangsung dan waktu reaksi lama jika diperlukan massa molekul polimer nisbi yang besar. Jadi berbeda dengan polimerisasi adisi rantai yang membentuk polimer bernassa molekul besar sekaligus.

2.2.2.2 Polimerisasi Adisi (Chain Polymerization)

  Polimerisasi adisi adalah polimerisasi yang melibatkan reaksi rantai dan disebabkan oleh radikal bebas (partikel reaktif yang mengandung elektron tak berpasangan) atau ion. Polimer penting yang dihasilkan melalui polimerisasi adisi adalah turunan etena berbentuk CH

  2 =CHX atau CH 2 =CXY, yang disebut monomer vynil .

  Menurut F.W Billmeyer pada tahun 1984 reaksi umumnya dapat dituliskan sebagai berikut : CH2=CH -CH2-CH-CH2-CH- dst

  X X

   X Polimerisasi ini berlangsung sangat cepat (beberapa detik). Reaksi

  keseluruhannya memakan waktu lama, karena penelitian menunjukan bahwa reaksi rantai berlangsung dalam suatu deret reaksi cepat yang diselingi waktu yang cukup panjang yang diistilahkan sebagai gejolak (Kumar dan Gupta, 2003).

  Perbedaan mekanisme rekasi polimerisasi kondensasi dan polimerisasi adisi menurut F.W Billmeyer pada tahun 1984 dapat dilihat pada Tabel 2.1.

   Konsentrasi monomer menurun perlahan sesuai dengan reaksi steady

  3. Terminasi (tahap pengakhiran)

  2. Propagasi (tahap perambatan) Pada tahap ini terbentuk rantai radikal, dan dapat berturut-turut bereaksi dengan monomer sehingga memperbanyak rantai.

  1. Inisiasi (tahap pemicuan) Pemicuan dapat dipandang sebagai penguraian pemicu dan adisi molekul monomer pada salah satu radikal bebas yang terbentuk. Jika merupakan pemicu , R sebagai Radikal Bebas dan molekul monomer dinyatakan dengan CH 2 =CHx.

  Menurut F.W Billmeyer pada tahun 1984, tahap-tahap yang terjadi pada polimerisasi radikal bebas yaitu:

  Oleh karena pembawa rantai dapat berupa radikal bebas ataupun ion, maka polimerisasi adisi selanjutnya dapat digolongkan kedalam dua golongan, yaitu Polimerisasi Radikal Bebas dan Polimerisasi Ion.

   Reaksi pencampuran hanya berisi monomer tinggi, kira-kira seperseribu bagian dari rantai yang menunjang Sumber : (Purba, 2000)

   Polimer tinggi terbentuk sekali, yaitu pada saat polimer terjadi perubahan BM sudah tinggi. Lama waktu reaksi menyebabkan yield tinggi, namun BM menjadi kecil.

   Reaksi memanjang dengan adanya pengulangan unit monomer setiap saat

Tabel 2.1 Perbedaan Antara Mekanisme Polimerisasi Kondensasi dengan

   Beberapa tahap molekul akan didistribusikan

   Lama waktu reaksi sangat penting untuk mencapai berat molekul yang tinggi

   Berat molekul polimer terjadi dengan adanya reaksi Steady (Tetap) secara perlahan

   Monomer dapat dihilangkan lebih awal di dalam reaksi: pada saat DP=10, Kurang dari 1% monomer sisa

   Reaksi terjadi dengan adanya dua jenis molekul

  Polimerisasi Kondensasi Polimerisasi Adisi

  Polimerisasi Adisi

A. Polimerisasi Radikal Bebas

B. Polimerisasi Ion

  Menurut M.A.Cowd pada tahun 1991, polimerisasi ion dapat berlangsung dengan mekanisme yang tidak melibatkan radikal bebas. Misalnya, pembawa rantai dapat berupa ion carbonium (polimerisasi kation) atau carbonium (polimerisasi anion).

  a.

  Polimerisasi Kation Pada polimerisasi ini, monomernya CH

  2 =CHX dan pembawa rantainya

  adalah ion karbonium. Katalis yang digunakan pada reaksi polimerisasi adalah asam Lewis (penerima pasangan elektron) dan katalis Friedel-Crafts (AlCl

  3 , AlBr 3 , BF 3 , TiCl 4 , SnCl

4 , H

  2 SO 4 dan asam kuat lainnya). Berbeda

  dengan polimerisasi radikal bebas yang umumnya berlangsung pada suhu tinggi, polimerisasi kation paling baik berlangsung pada suhu rendah. Misalnya, polimerisasi 2-methyl propena (isobutilena) berlangsung sangat

  o berpengaruh, sebab mekanisme ion melibatkan partikel-partikel bermuatan.

  Sedangkan radikal bebas umumnya netral. Polimerisasi kation sering terjadi pada monomer yang mengandung gugus pelepasan elektron.

  b. Polimerisasi Anion Pada polimerisasi anion, monomer H2C=CX, dan karbonium bertindak sebagai pembawa rantai. Monomer yang dapat mengalami polimerisasi seperti ini adalah propenitril (akrilonitril), metil 2-metil propeonat (metil

  metakrilat) , dan fenilethena (styrena). Polimerisasi anion bersuhu rendah (-73 o

  C). Katalis yang dipakai meliputi logam alkali, alki, aril dan amida logam alkali. Salah satu penerapan paling awal polimerisasi ini dalam dunia industri adalah pada pembuatan karet sintetis, di Jerman dan Rusia, dari buta-1,3- diena (butadiena) dengan katalis logam alkali.

2.2.3 Penggolongan Polimer

  Polimer dapat dibedakan berdasarkan asalnya, jenis monomer penyusunnya, pengaruh panas terhadap sifat fisiknya dan berdasarkan strukturnya.

  1. Berdasarkan asalnya

  Polimer dibedakan menjadi polimer alam dan polimer sintetik. Polimer alam telah banyak dikembangkan sejak tahun 1880 untuk memproduksi berbagai material. Polimer sintetik merupakan polimer yang dibuat di pabrik dan tidak terdapat di alam. Polimer ini meliputi semua jenis plastik, serat, karet sintetik dan nilon.

  Beberapa contoh dari polimer alam disajikan pada Tabel 2.2

Tabel 2.2 Contoh Polimer Alam

  Polimer Monomer Polimerisasi Terdapat pada

  Protein Asam amino Kondensasi Wol, sutera Amilum Glukosa Kondensasi Beras, gandum

  Selulosa Glukosa Kondensasi Kayu Asam nukleat Nukleotida Kondensasi DNA, RNA

  Karet alam Isoprena Adisi Getah pohon karet Sumber : (Purba, 2000)

  Beberapa contoh polimer sintetik disajikan dalam Tabel 2.3

  Polimer Monomer Polimerisasi Terdapat pada

  Polietilena Etena Adisi Plastik PVC Vinilklorida Adisi Pelapis lantai, pipa

  Polipropilena Propena Adisi Tali plastik, botol Teflon Tetrafluoroetilena Adisi Panci anti lengket

  Sumber : (Purba, 2000)

  2. Berdasarkan jenis monomer penyusunnya Berdasarkan monomer penyusunnya maka polimer dibedakan menjadi homopolimer dan kopolimer. Homopolimer terbentuk dari monomer yang sejenis.

  Contohnya yaitu polyethylene, polypropylene, polystyrene, PVC, teflon, amilum, selulosa dan sebagainya. Kopolimer terbentuk dari dua atau lebih monomer yang berbeda jenisnya. Contoh polimer ini yaitu dakron.

  3. Berdasarkan pengaruh panas terhadap sifat fisik Dibedakan menjadi dua yaitu polimer thermosetting dan polimer

  

thermoplastic . Polimer thermosetting bila dipanaskan akan mengeras dan bila

  dipanaskan lagi akan rusak, sehingga tidak dapat kembali ke bentuk semula. Contoh :

  

phenol formaldehyde . Sedangkan polimer thermoplastic, apabila dipanaskan akan

  meleleh dan setelah didinginkan akan mengeras dan dapat kembali ke bentuknya semula. Contoh : polyethylene dan poly vinyl chloride.

  4. Berdasarkan struktur Berdasarkan strukturnya, maka dibedakan atas polimer yang berstruktur tiga dimensi dan polimer yang berstruktur linier. Polimer yang berstruktur tiga dimensi memiliki susunan rantai yang saling mengikat membentuk struktur tiga dimensi dan biasanya bersifat thermosetting. Contoh : phenol formaldehyde. Sedangkan polimer yang berstruktur linier memiliki susunan rantai yang berbentuk lurus (linier) dan biasanya bersifat thermoplastic. Contoh : polyethylene dan poly vinyl chloride.

  (Purba, 2000)

2.2.4 Pemanfaatan Polimer

  Banyak polimer yang telah dikenal dan secara umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari yaitu :

  1. Polyethylene sebagainya.

  2. Polypropylene Biasanya digunakan untuk membuat karung, tali, botol dan sebagainya.

  3. Teflon Teflon atau politetrafluoroetilena memiliki sifat yang tahan terhadap bahan kimia dan panas, sehingga seringkali digunakan untuk pelapis tangki atau panci anti lengket.

  4. PVC PVC (polivinilklorida) biasanya digunakan untuk membuat pipa, selang, pelapis lantai dan sebagainya.

  5. Akrilat Beberapa polimer dibuat dari asam akrilat sebagai monomernya.

  Polimetilmetakrilat atau flexiglass merupakan plastik bening, keras tetapi ringan. Polimer jenis ini banyak digunakan untuk kaca jendela pesawat terbang dan mobil.

  6. Bakelit Bakelit banyak digunakan untuk alat-alat listrik.

  7. Polyester Poliester dibentuk dari monomer-monomer ester. Salah satu contoh polimer ini adalah dakron. Dakron digunakan sebagai serat tekstil. Selain dakron dikenal pula Mylar, yang digunakan sebagai pita perekam magnetik.

  8. Polyurethanes

  Polyurethanes banyak digunakan untuk produk-produk yang terbuat dari foam,

  serat, dan yang digunakan untuk elastomer dan pelapis (coating). Aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari misalnya untuk pembuatan wadah dari foam, untuk industri garmen, untuk aplikasi bahan bangunan dan sebagainya.

  9. Karet alam dan karet sintetis Karet diperoleh dari getah pohon karet (lateks). Karet alam merupakan polimer isoprena. Karet sintetis terdiri dari beberapa macam, misalnya polibutadiena, polikloroprena dan polistirena. Karet sintetis yang telah banyak dikenal yaitu untuk pembuatan ban mobil.

  (Purba, 2000)

2.3 Polibisfenol-a Karbonat (Polikarbonat)

  Polibisfenol-a karbonat atau lebih sering disebut sebagai polikarbonat adalah produk utama yang diproduksi dari Pra Rancangan Pabrik Polibisfenol-a Karbonat. Perkembangan dari resin termoplastik polikarbonat merupakan suatu sub bagian dari polyester secara umum. Sejak Einhorn menyiapkan larutan ini pertama kali dari resorcinol dan hidrokuinon pada tahun 1898, penelitian yang focus pada keefesienan dalam penyiapan resin dan sifat-sifatnya. Sintetis yang umum digunakan adalah menyiapkan fosgen dalam larutan piridin.

  Sifat yang sangat bagus dari polikarbonat aromatis, khususnya turunan dari 2,2 bis (4 hidroksifenil) propan (bisfenol-a atau BPA) disiapkan dalam jumlah yang cukup besar.

  Polibisfenol-a karbonat merupakan polimer hasil reaksi antara polimerisasi antara senyawa bisfenol-a yang dideprotonisasi menjadi garam bisfenol dengan gas fosgen, dengan bantuan katalis cair piridin (Legrand, 2000).

  Adapun kegunaan polimer polibisfenol-a karbonat ini antara lain:

   Kegunaan utama, diterapkan pada pengkacaan karena sifatnya yang tembus pandang.

   Perabotan dapur seperti peralatan makan, galon air, blender. Keunggulannya yaitu tidak mudah pecah dan memenuhi standar FDA (Food & Drug Administration ).

   Insulator alat elektrik dan alat elektronik seperti komponen computer, dan chasing handphone .

   Perangkat optik seperti kaca mata, lensa kamera, CD (Compact Disc).

   Komponen kendaraan seperti kaca helm, jendela mobil, dan lampu mobil.

   Peralatan kedokteran seperti blood oxygenators, dialysers, infusion units.

   Komponen arsitektur seperti jendela, atap transparan. (Sari, 2008)

2.4.1 Sifat-Sifat Bahan Baku

  2

  o

  4. Titik didih : 220

  o

  C 5. Titik leleh

  : 157

  o

  C 6. Densitas (25

  C) : 1,195 g/cm

  Berbentuk padatan putih atau granular.

  3 7.

  Kapasitas panas pada 25

  o

  C : 0,35 kal/g

  o

  C (APME, 1997)

  3. Sangat higroskopis.

  Berat molekul : 228 gr/mol 2.

  ) 1. Berat Molekul

  C 5. Densitas pada 20

  : 98,92 gr/mol 2. Berwujud gas pada suhu kamar 3. Titik leleh

  : -127,84

  o

  C 4. Titik didih

  : 7,48

  

o

  o

  16 O 2 ) 1.

  C : 4,248 kg/m

  3 6.

  Tekanan uap pada 20

  o

  A. Fosgen (COCl

  B. Bisfenol-a (C

  15 H

  C : 161,68 kPa (Neogi, 2000) C. Metilen Klorida (CH

2 Cl 2 ) 1.

  Berat molekul : 84,93 gr/mol 2.

  : 2534

  : 0,88 cP (Perry, 2008)

  E. Natrium Hidroksida (NaOH) 50% 1.

  Berat molekul : 39,997 gr/mol 2.

  Berbentuk padatan putih 3. Densitas pada 20

  o

  C : 1,5203 g/cm3 4. Titik leleh

  : 613,1

  

o

  C 5. Titik didih

  

o

  C 6. Tekanan uap

  C 6. Melarut sempurna di dalam air

  (Yaws, 1996 ; Perry, 1997; Geankoplis, 1997)

  F. Air (H

  Titik beku : 0

  o

  C 2. Massa jenis es 0

  o

  C : 0,92 gr/cm

  3

  : 18 mmHg 7. Viskositas

  

o

  Densitas : 1,33 gr/cm

  : 0,244 cP 7. Kelarutan dalam air

  3 3.

  Titik didih : 39,6

  

o

  C 4. Titik leleh

  : -96,7

  

o

  C 5. Tekanan uap

  : 47 kPa pada 20

  o

  C 6. Viskositas

  : 13 g/L pada 20

  : 115,2

  o

  C (Perry, 2008)

  D. Piridin (C

  5 H

  5 N) 1.

  Berat molekul : 79,1 g/mol 2.

  Berbentuk cairan tak bewarna Densitas 4. Titik leleh

  : -41,6

  

o

  C 5. Titik didih

2 O) 1.

  o

  C : 0,9978 gr/ cm

  3 4.

3. Massa jenis air 25

  Titik didih (1 atm) : 100

  

o

  C 5. Temperatur kritis

  : 347

  

o

  C 6. Tekanan kritis

  : 217 atm 7. Viskositas (25

  o

  C) : 0,8973 cP (Perry, 2008 ; Windholz, 1983)

2.4.2 Sifat-Sifat Produk

  14 O

  Berat molekul : 58,44 gr/mol 2.

  A. Polibisfenol-a Karbonat (Polikarbonat) ((C

  Menurut Byrson, J.A pada tahun 1995, reaksi polimerisasi dapat dilakukan pada fase cair, gas maupun padat. Proses polimerisasi yang mula-mula banyak digunakan adalah polimerisasi dalam fase cair atau larutan. Permasalahan utama

  

2.5 Teknologi Proses Polimerisasi Bisfenol-a dan Fosgen menjadi

Polikarbonat

  : 359 gr/L (Perry, 2008)

  C 6. Kelarutan dalam air

  

o

  : 801

  C 5. Titik leleh

  

o

  Titik didih : 1413

  Kapasitas panas : 0,0367 kJ/ (K. mol) 4.

  3 3.

  Densitas : 2,165 gr/cm

  B. Natrium Klorida (NaCl) 1.

  3

  (Madkour, 1999)

  C Indeks refraksi 6. Terdiri dari 43 kali monomer yang bergabung

  o

  pada 40

  4

  Koefisien ekspansi termal : 2,6 x 10

  16 H

  3 3.

  : 1,2 gr/cm

  : 1096 gr/mol 2. Densitas

  ) 1. Berat molekul

  43

  )

  Kapasitas panas : 0,32 kJ/ (K. mol) 4. yang timbul dari proses semacam itu adalah pemisahan katalis dan sisa pelarut dari produk dan memiliki biaya yang tinggi.

  Perkembangan katalis baru untuk reaksi polimerisasi yang jauh lebih baik dimulai pada tahun 1970-an. Proses fasa gas ini memiliki kelebihan yaitu tidak memerlukan adanya proses pemisahan katalis dari polimer, katalis sudah menyatu dalam produk. Kesulitan utama dari proses polimerisasi fasa gas adalah pengendalian aktivasi katalis dan kemungkinan terbentuknya oligomer. Oligomer adalah rangkaian beberapa molekul bukan polimer, misalnya dimer, trimer, tetramer dan lain-lain.

  Penggunaan katalis sangat berpengaruh pada faktor ekonomis dari teknologi polimerisasi. Reaksi polimerisasi adisi memerlukan adanya senyawa pemicu, yaitu senyawa yang dapat memberikan muatan atau elektron bebas pada ikatan rangkap ethylene. Tanpa katalis reaksi polimerisasi dapat berlangsung pada suhu tinggi (

  o o

  350 C-500

  C) dengan tekanan 2.5-10 atm. Hal ini karena energi aktivasi cukup tinggi yaitu sekitar 35-43.5 kkal/mol. Adanya katalis akan mempercepat jalannya reaksi yaitu dengan mengurangi energi aktivasi yang diperlukan.

  Secara ringkas faktor penentu dari keberhasilan proses polimerisasi adalah tipe katalis yang digunakan. Katalis ini harus memilki keaktifan yang tinggi namun mudah dikendalikan. Katalis yang masih banyak digunakan saat ini adalah piridin.

  Proses dasar polimerisasi bisfenol-a dan fosgen yang mula-mula dipatenkan adalah proses yang digunakan oleh Einhorn yang mereaksikan hidrokuion, resorsinol, katekol dengan fosgen dalam larutan piridin. Pada tahun 1902, Bischoff dan Hedenstroem melaporkan sintesis untuk jenis polimer yang sama melalui proses transesterifikasi difenil karbonat. Reaksi antara BPA, fosgen, dan monohidric fenol dalam larutan metilen klorida dan digabungkan dengan larutan natrium hidroksida menjadikan proses ini dipilih oleh berbagai produsen utamanya. Pemakian piridin sebagai katalis karena kemudahan dalam perolehan kembali melalui unit pemisahan sederhana (Legrand, 2000).

2.5.1 Macam-Macam Proses Pembuatan Polibisfenol-a Karbonat

  Ada 2 macam proses pembuatan produk polibisfenol-a karbonat, yaitu :

A. Teknologi Interfacial Proses dasar dari jenis ini ditunjukkan pada gambar 2.1 di bawah ini.

Gambar 2.1 Tahap Pembentukan Polikarbonat BPA melalui Sintesis Interfacial

  (Legrand, 2000) BPA mula-mula dimasukkan ke dalam reaktor bersama dengan NaOH dan monohidric fenol untuk mengendalikan berat molekul polimer dan fosgen ditambahkan dalam bentuk gas ke dalam larutan ini. Melalui cara ini akan mencegah terbentuknya produk samping HCl. Penambahan larutan kaustik ini membuat dua fasa sistem cair-cair. Pada pH yang tinggi (9-12), volume fasa organik yang sedikit, dan tingginya konsentrasi BPA, sistem juga mengandung fasa ketiga yaitu mono/dianion dari BPA. Setelah reaksi selesai, fasa organik dicuci dengan sejumlah asam dan air beberapa kali untuk mengeluarkan residu basa dan garam atau dengan penambahan metilen klorida berlebih untuk memudahkan pemisahan. Resin polikarbonat yang dihasilkan dikumpulkan melalui pergantian pelarut diikuti dengan penguapan (evaporasi) pelarut, melalui presipitasi steam secara langsung, atau dengan mengendapkan pelarut melalui penambahan anti solven seperti MeOH diikuti dengan filtrasi dan pengeringan.

  Sejalan dengan temperatur reaksi yang rendah dari prosedur sintetis ini (40

  o C), berat molekul rata-rata dari polimer berakhir pada sebuag kinetika distribusi.

  Variabel yang dominan mempengaruhi komposisi resin adalah linear velocity, rasio volume cair-cair, pH larutan, dan rasio fosgen/BPA (Legrand, 2000).

B. Proses Transesterifikasi

  Proses ini menggunakan katalis basa pada polimerisasi kondensasi dari DPC dengan BPA. Secara umum, reaksinya ditunjukkan dalam gambar 2.2 di bawah ini.

Gambar 2.2 Sintetis Melt BPAPC secara Umum

  (Legrand, 2000)

  o

  Reaksi berlangsung pada temperatur tinggi 150-350 C yang dimulai dengan pembentukan monomer, oligomer, dan akhirnya polimer. Tekanan reaktor meningkat selama reaksi berlangsung. Range tekanan berkisar antara 150-200 torr. Dengan menggunakan metode ini, resin BPA-PC disiapkan tanpa tambahan pelarut, tahap pengeringan, atau fosgen. Ketika proses dirancang, dan kualitas dari resin akhir secara langsung berhubungan kepada kualitas dan permulaan monomer. Hal ini menjadikan jumlah dari kontaminan sisa dalam resin akhir bisa dikendalikan.

  Berdasarkan data eksperimental, penambahan anion fenoksi ke dalam link karbonat, diikuti tahap produksi oligomer/polimer. Pertama sekali anion basa fenoksi ditambahkan ke dalam grup karbonat, sebuah anion fenoksi dilepaskan. Pendestilasian fenol dari melt setelah pelepasan anion fenoksi menggantikan sebuah proton dengan grup hidroksi lainnya atau BPA : pergantian proton sangat cepat terjadi dan konstanta keseimbangan untuk reaksi fenoksid dengan BPA umumnya seragam. Konversi dari monomer menjadi BPA-PC dikendalikan oleh pengeluaran konstan fenol dari melt. Pengeluaran fenol ini dari larutan reaksi ditetapkan untuk produksi polimer dengan berat molekul tinggi. Berdasarkan evaluasi dari data yang dipublikasikan, proses kondensasi ini cukup efektif. Kebutuhan katalis untuk menyempurnakan konversi menjadi polimer berada pada range 10-250 ppb.

  Keuntungan dari proses ini adalah produksi resin memiliki distribusi berat molekul yang seragam sehingga pada kondisi normal, resin anhidrat tidak perlu diredistribusi lagi (Legrand, 2000).

2.5.2 Perbandingan Proses Pembuatan Polibisfenol-a Karbonat

Tabel 2.4 Perbandingan Proses Pembuatan Polibisfenol-a Karbonat

  Faktor Teknis Teknologi Interfacial Proses Transesterifikasi Tekanan Operasi (atm)

  1

  19

  • – 26,6

  o

  Suhu Operasi (

  C) 25-30 150-350

  Stirred reactor Stirred reactor

  Jenis Reaktor Jumlah Reaktor

  2

  5 Waktu Tinggal (jam) 1-1,5 jam 2 jam Konversi reaksi Mencapai 99,83% 90-95% Produk samping NaCl Fenol Katalis Cair (piridin, Padat (phosgonium) tetraetilamin) Sumber : (Legrand, 2000 ; Othmer, 2004, Schnell dkk, 1970 ; Moyer dkk, 1961) Dalam pra rancangan pabrik polibisfenol-a karbonat ini dipilih proses Teknologi

  Interfacial. Pemilihan proses dipilih dengan memperhatikan : Pengoperasiannya mudah karena proses yang sederhana.

   Konversi reaksi yang tinggi mencapai 99,83% sehingga secara ekonomis

   layak dibuat dalam skala pabrik.

   Pengendalian yang lebih mudah dan murah karna berlangsung pada suhu dan tekanan ruangan.

2.6 Deskripsi Proses Pembuatan Polibisfenol-a Karbonat

  Berdasarkan uraian sebelumnya maka digunakan proses polimerisasi dengan teknologi interfacial dalam membuat polibisfenol-a karbonat ini. Secara keseluruhan proses pembuatan polibisfenol-a karbonat ini terdiri dari 2 tahapan reaksi yang didahului deprotonasi bisfenol menjadi garam bisfenol dan dilanjutkan dengan polimerisasi garam bisfenol menjadi polibisfenol-a karbonat dengan bantuan katalis piridin.

  Umpan berupa bisfenol-a yang berupa padatan dan larutan NaOH diumpankan ke reaktor deprotonasi (R-101). Reaksi yang terjadi adalah:

  2NaOH (l) C

  15 H

  16 O 2(s)

  15 H

  14 O

  2 Na 2(l)

  2H

  2 O (l)

  → C Natrium hidroksida bisfenol-a garam bisfenol air

  o

  Reaksi deprotonasi ini berlangsung pada temperatur 40 C dan tekanan 1 atm. Karena reaksi berlangsung endotermis, pemanasan diberikan melalui saturated steam yang dilewatkan melalui koil pemanas. Konversi yang diperoleh sebesar 95%. Produk dari R-101 menjadi reaktan pada reaktor polimerisasi (R-102). Reaksi yang terjadi adalah:

  43C H O Na

  43COCl (C H O )

  • Garam bisfenol fosgen polibisfenol-a natrium karbonat klorida

  86NaCl +

  15

  14 2 2 (l) 2(g)

  16

  14 3 43(l) (l)

  →

  o

  Karena reaksi pembentukan polibisfenol-a karbonat ini berlangsung pada 25

  C, maka sebelum memasuki reaktor polimerisasi, umpan harus melalui cooler (E-101). Campuran garam bisfenol dipompakan menuju reaktor polimerisasi (R-102) diikuti juga gas fosgen (COCl ) yang diumpankan (sparging) dari bagian bawah reaktor.

2 Pada kondisi tersebut diperoleh konversi 99,83%.

  Untuk menurunkan energi aktivasi maka ditambahkan katalis piridin (C

  5 H

  5 N). Untuk memudahkan pemisahan produk dengan sisa reaktan baik dari R-

  101 maupun dari R-102, maka ditambahkan pelarut inert berupa metilen klorida (CH

  2 Cl 2 ) dari mixing point II (M-102). Penambahan pelarut ini merupakan kelebihan

  dari teknologi interfacial yang menjadikan terciptanya 2 lapisan yaitu antara lapisan organik (polimer) dan lapisan aqoeus (sisa reaktan) sehingga akan memudahkan dalam proses pemisahan selanjutnya. Karena reaksi bersifat eksotermal maka pada reaktor ditambah jacket pendingin yang dilewati oleh air pendingin.

  Gas fosgen yang diumpankan dari bawah reaktor menyebabkan kontak antara garam bisfenol dengan fosgen ini lebih bagus dan meningkatkan efektivitas reaksi polimerisasi. Alasan utama pemilihan reaktor CSTR karena reaktor ini merupakan jenis reaktor yang dapat memberikan nilai efektivitas tertinggi terhadap reaksi polimerisasi, dimana selama berlangsungnya reaksi polimerisasi ini diharapkan terciptanya karakteristik aliran yang sama pada semua daerah di dalam reaktor sehingga menghasilkan produk polimer yang konsisten.

  Hasil reaksi berupa polibisfenol-a karbonat ((C

  16 H

  14 O 3 ) 43 ) dengan berat

  molekul rata-rata (Mr) 10922 kg/kmol atau 10922 gram/mol dengan jumlah n monomer sebanyak 43 kali. Setelah reaksi polimerisasi selesai, terdapat kelebihan gas fosgen yang tidak bereaksi. Gas ini akan dikembalikan lagi (di-recycled) ke dalam reaktor polimerisasi (R-102) bersama dengan umpan segar fosgen.

  Laju keluaran dari reaktor ini merupakan campuran dari bisfenol-a. NaOH, air, garam bisfenol, polibisfenol-a karbonat, NaCl, piridin, dan metilen klorida. Campuran ini telah membentuk 2 fasa, yaitu polibisfenol-a karbonat, piridin, metilen klorida di fasa organik, sedangkan NaCl, bisfenol-a. NaOH, air, garam bisfenol berada di fasa aqoeus.

  Campuran yang tidak saling melarut ini diumpankan ke dekanter graviti I penyimpanan produk samping yang akan dijual sebagai bahan baku garam farmasi.

  Larutan polibisfenol-a karbonat selanjutnya diumpankan ke dekanter graviti II (FL- 102). Pada dekanter ini ditambahkan metilen klorida sebanyak 50% dari total metilen klorida yang ditambahkan di R-102. Tujuan penambahan ini adalah untuk menggumpalkan polibisfenol-a karbonat dan piridin akan terpisah dengan efisiensi 90%, yaitu 10% piridin akan ikut terbawa pada aliran bottom, dan 90% sisanya berada pada fasa aqoeus, hal ini berbanding terbalik dengan aliran metilen klorida sedangkan polibisfenol-a karbonat seluruhnya mengalir pada aliran bottom. Keluaran dari bottom dekanter II (FL-102) bersifat basa (pH =11) sehingga untuk

  o menetralkannya digunakan air panas bersuhu 80 C pada Washer (W-101).

  Setelah larutan netral (pH = 7), dan suhu keluaran dari Washer (W-101)

  o

  34,6671

  C, maka untuk pemisahan antara polibisfenol-a karbonat, air, metilen

  o

  klorida, dan piridin dilangsungkan di flash drum (S-101) dengan suhu operasi 50

  C, sebelumnya campuran tersebut dilewatkan pada heater (E-104) untuk mencapai suhu pemisahan. Pada aliran atas (uap) diperoleh metilen klorida hingga 97%, dan sisanya air, dan piridin. Untuk me-recycle metilen klorida pada mixing point II (M-102) maka, campuran uap metilen klorida, piridin, air, dilewatkan pada dessicant yang telah diisi silika gel. Dalam dessicant (DS-101), terjadi penjerapan air dan piridin berdasarkan ukuran pori. Metilen tidak terjerap sama sekali karena pore size dari metilen yang lebih besar lebih besar daripada ukuran pori silika gel. Dessicant ini terdiri dari 6 bilik yang setiap bagiannya terdiri atas silika gel segar. Pergantian tiap bilik dilakukan setiap 4 jam sekali disertai pelewatan udara panas untuk menghilangkan kejenuhannya.

  Pada aliran bawah flash drum (aliran liquid) terdapat polibisfenol-a karbonat, metilen, piridin, dan sejumlah besar air. Kandungan air di dalam campuran ini menyebabkan konsentrasi polibisfenol-a karbonat ini hanya 27% sedangkan sebelum memasuki unit pengering, kadar polibisfenol-a karbonat harus mencapai 90%. Untuk hal tersebut, maka dilakukan pengentalan dengan cara menguapkan kandungan air di dalamnya dengan menggunakan evaporator. Karena besarnya uap air yang harus diuapkan, maka dilangsungkan triple effect evaporator dengan sistem forward feed untuk menghemat pemakaian steam (ekonomi steam). Pada evaporator I (FE-101)

  o

  klorida yang masih terikut. Uap dari evaporator I (FE-101) menjadi media pemanas di evaporator II (FE-102) dan uap dari evaporator II (FE-102) menjadi media pemanas di evaporator III (FE-103). Baik evaporator II dan evaporator III dioperasikan secara vakum dengan menggunakan pompa vakum. Keadaan vakum

  o

  dipertahankan pada 26 mmHg sehingga uap air dapat mendidih di bawah 100 C.

  Kondensat dari evaporator II terdiri atas air, metilen klorida, dan piridin dialirkan ke aliran limbah proses dan akan diolah dalam pengolahan limbah. Uap dari evaporator III (FE-103) dilewatkan ke condenser II (E-104) dan tercampurkan dengan air pendingin bekas dari condenser I (E-102), dan dialirkan ke aliran aliran limbah.

  Campuran keluaran dari evaporator III (FE-103) mengandung polibisfenol-a karbonat dengan konsentrasi 90%. Untuk memenuhi standar produk dari polibisfenol-a karbonat harus memiliki konsentrasi 98%, maka campuran tersebut dikeringkan pada sebuah rotary dryer (DD-101) dengan memakai media pengering

  o

  berupa udara panas bersuhu 110

  C. Keluaran dari rotary dryer diangkut menggunakan belt conveyor (C-102) menuju tangki penyimpanan polbisfenol-a karbonat (TT-101). Air Pendingin Saturated Steam P-101 P-103 P-105 P-107 P-108 Kondensat Air Pendingin Keluar S-101 DD-101 FL-101 DC-102 V-101 F-101 V-102 V-103 B-102 R-102 R-101 FL-102 V-104 W-101 FE-101 Polibisfenol-a Karbonat E-103 Air Proses M-102 M-103 E-101 FE-102 P-104 Udara Panas FE-103 SP-101 Udara Bekas Limbah Proses Produk Samping M-101 E-102 P-106 VE-101 E-105 DS-101 E-104 C-102 TT-102 42 41 43 40 39 38 37 36 35 34 33

28

27

31

32 29 30 22 23 24 25 26 21 20 16 17 15 11 12 14 10 9 7 8 5 4 1 2 TI FC FC FC FC FC FC TI FC TI FC PC FC FC TI LC PC TC TI

TI

TC LC FC FC C-101 TI FC TI TT-101 TC LC FC LI FC LI FC PI 6 FC LI B-101 FC P-102 FC FC LI 3 FC 13 19 LC LC

  Universitas Sumatera Utara