Pemodelan Transmisi Video Pada Jaringan Wireless Local Area Network

7

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Pemodelan
Tantangan dalam jaringan telekomunikasi adalah bagaimana untuk merancang

sistem dengan biaya yang rendah dengan tetap memenuhi kualitas yang diharapkan.
Pada jaringan telekomunikasi, aliran dan antrian trafik adalah subyek penelitian yang
penting dalam penilaian kinerja jaringan. Pendekatan model dan simulasi pada aliran
dan antrian trafik ini menjadi metodologi yang utama dalam penelitian perancangan
jaringan dan pengkajian kinerja jaringan.
Dalam menganalisis jaringan yang menghindarkan biaya besar melalui
pembangunan langsung, diperlukan sebuah model untuk mengambarkan jaringan
yang ada. Model yang ada secara umum terdiri dari elemen seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 2.1.
Sebuah sistem fisik dapat bekerja dalam berbagai cara, disesuaikan dengan
jumlah trafik yang harus dilayani dan strategi untuk memenuhinya. Pada jaringan

telekomunikasi, strategi dijalankan untuk memberikan prioritas pada panggilan dan
pengarahan panggilan ke rute tujuan dengan jalur yang lebih singkat. Kebutuhan
pengguna dimodelkan dengan ciri statistik trafik seperti laju permintaan. Proses
pemodelan adalah proses yang iteratif dan berulang.

Universitas Sumatera Utara

8

Pengguna
Stokastik

Mesin
Deterministik

Trafik
(Permintaan)

Struktur
(hardware)


Strategi
(Software)

Gambar 2.1 Elemen model sistem jaringan [6]
Model direpresentasikan dengan rumusan matematika diturunkan dengan
menggunakan pengetahuan menyeluruh tentang trafik. Model yang diperoleh
kemudian dibandingkan dengan data yang diukur dari eksperimen. Jika terjadi
ketidakcocokan, model dapat dimodifikasi dan proses iteratif diulang lagi.
Model yang baik harus memiliki persyaratan sebagai berikut [6]:
1.

Model dapat mengambarkan perilaku komponen jaringan.

2.

Model harus dapat diproses, dibuktkan dan parameter-parameter model
dapat diperoleh dari pengambilan atau pengamatan data.

3.


Model harus dapat diaplikasikan dalam pengukuran.

Model memerlukan metode statistik. Kedatangan permintaan digambarkan
sebagai proses stokastik, interval waktu antar permintaan dapat digambarkan dengan
distribusi peluang.

Universitas Sumatera Utara

9

Alternatif dari sebuah model matematika adalah sebuah model simulasi atau
model fisik. Kesulitan dari model simulasi adalah karena model simulasi tidak
menggambarkan secara umum, setiap kasus harus disimulasikan. Tesis ini memilih
model matematis untuk dibandingkan dengan hasil eksperimen.
2.2.

Pemodelan Trafik Video
Menurut Richardson (2002), pengkodean frame video standar menggunakan


tiga jenis frame: frame I, frame P , dan frame B. Frame I (Intra-coded) dikodekan
secara independen dan diterjemahkan dengan sendirinya. Frame P (predictive-coded)
dikodekan menggunakan prediksi hasil urutan video dari frame I sebelumnya atau
frame P . Frame B (Bi-directionally predictive coded) dikodekan menggunakan
prediksi dari frame I atau P sebelumnya.
Format

MPEG-1

mengharuskan setiap frame berukuran sama dengan

mengatur tingkat kompresi yang dilakukan pada tiap frame. Selain itu, dilakukan juga
kompresi pada setiap perbedaan yang terjadi antara dua frame. Metode ini dikenal
dengan interframe compression. Struktur IBP dari format MPEG-1 dan MPEG-2
tidak memungkinkan sebuah video untuk diproses sebelum GOP secara lengkap
diterima. Ini menjadikan format MPEG-1 dan MPEG-2 tidak cocok digunakan untuk
streaming di Internet. Proses transfer data di Internet yang menggunakan paket-paket,

memungkinkan paket yang dikirim untuk diterima secara tidak berurutan.
Keterlambatan penerimaan salah satu paket yang berisi frame IBP dapat menjadikan

GOP tidak lengkap, sehingga video tidak dapat diproses.

Universitas Sumatera Utara

10

MPEG-4 kemudian hadir untuk mengatasi masalah di atas. Secara umum,

urutan seluruh video dapat didekomposisi menjadi unit-unit lebih kecil yang
kemudian dikodekan bersama-sama, yang disebut GOP (Group of Pictures). GOP
adalah gabungan dari Frame I, Frame P , dan Frame B. Gambar 2.2 menunjukkan
contoh sebuah GOP . Pola GOP ditandai oleh dua parameter, G (N, M): jarak frame II (N), dan jarak frame (M) I-P. Misalnya G (12, 3): group video ini terdiri dari satu
jenis frame I, tiga jenis frame P , dan delapan frame B. Kedua frame yang menandai
awal GOP berikutnya. Selain itu, tanda panah menunjukkan bahwa frame B dan
frame P diterjemahkan tergantung pada proses frame I atau P sebelumnya.

Gambar 2.2 Contoh mpeg group of picture (n=12 dan m=3) [26]
Tesis ini menggunakan jenis frame I dan P dengan urutan GOP IPP . Hal ini
dilakukan agar proses pengkodean dan pendekodean berlangsung lebih cepat.
2.2.1. Model trafik decodable frame rate

Decodable frame rate adalah model yang menggunakan parameter jumlah

frame yang dapat didekodekan (Q). Semakin besar nilai Q, maka semakin baik
kualitas video [7]. Nilai Q dapat dinyatakan dengan persamaan (2.1):

Universitas Sumatera Utara

11

Q=

N

− +



............................................. (2.1)

Dengan Ndec adalah penjumlahan dari Ndec-1 dan Ndec-P , yaitu jumlah frame I

dan frame P yang dapat didekodekan.
Sebuah frame dianggap decodable ketika semua data dalam setiap frame
diterima. Namun frame hanya dianggap decodable jika, dan hanya jika semua frame
di mana itu tergantung pada juga decodable. Dalam kasus terburuk, seluruh GOP
dapat dianggap tidak decodable karena codec video frame I yang salah, karena semua
lainnya frame dalam GOP tergantung langsung atau tidak langsung pada frame I.
Tabel 2.1 menunjukkan parameter Frame Rate decodable agar lebih mudah
dalam perhitungan.
Tabel 2.1 Adopsi notasi
Notasi
Ntotal –I
N total –P
N dec –I
N dec –p

Keterangan rumus
Jumlah total frame tiap tipe

Junlah frame decodable tiap tipe


Ndec

Total Jumlah frame decodable aliran video

NGop

Total Jumlah GOP aliran video

C I , CP
P

Rata-rata Jumlah paket transport data tiap tipe
Packet lose rate

Proses perhitungan frame yang decodable meliputi jumlah frame yang
decodable antara lain:

Universitas Sumatera Utara

12


1.

Jumlah frame decodable yang diharapkan (Ndec- I)

Dalam GOP, frame I decodable jika semua paket milik frame I dikirimkan dan
diterima dalam keadaan utuh atau tidak terjadi kehilangan data. Oleh karena itu,
probabilitas bahwa frame I decodable sesuai dengan persamaan (2.2)
S(I) =



........................................................ (2.2)

Sehingga total decodable benar yang dharapkan dari frame I untuk seluruh
video adalah sesuai dengan persamaan (2.3)
Ndec-I =
2.






.............................................. (2.3)



Jumlah decodable dari frame P (Ndec-P)

Dalam GOP , frame P adalah decodable hanya jika frame I sebelumnya atau
frame P adalah decodable dan semua paket yang termasuk ke dalam frame P yang
decodable. Dalam GOP , ada NP P frame, dan probabilitas frame P yang decodable
adalah sebagai berikut:
S(P1) =
S(P2) =








S(PNp) =



p











p



p

=



=


∗ p



+ Cp



=

+Cp

....................... (2.4)

.............................. (2.5)
+Np+Cp

........... (2.6)

Dengan demikian jumlah proses atau hasil benar yang diharapkan dari
decodable frame P untuk seluruh video adalah sesuai dengan persamaan (2.7)
Ndec-P =



Np
∗ ∑j=



p

................................... (2.7)

Universitas Sumatera Utara

13

Agar dapat menganalisis model decodable frame rate, nilai faktor loss rate
pada saat video ditransmisikan harus diketahui. Penentuan nilai faktor loss rate
diperoleh dari hasil eksperimen berdasarkan pada perubahan keadaan dari urutan
paket ketika video yang ditransmisikan.
Gambar 2.3 mengilustrasikan perubahan keadaan ketika video ditransmisikan.
Bila terjadi perubahan keadaan dari urutan paket atau tidak sesuai dengan urutan
paket yang dikirimkan maka dikatakan “Bad” atau disebut probabilitas

. Perubahan

urutan paket menjadi Bad diakibatkan oleh hilangnya paket ketika dikirimkan. Bila
urutan paket yang diterima sesuai dengan yang dikirimkan maka dikatakan “Good”
atau disebut probabilitas
dengan
dengan



�.

Perubahan dari keadaan Good menjadi Bad disebut

. Sedangkan perubahan dari keadaan Bad menjadi Good disebut
�.

Probabilitas steady state dari masing – masing keadaan Good dan Bad

dinyatakan oleh persamaan (2.8) dan (2.9) [8].
PGB

Good

Bad

PG

PB

PGG = 1-PGB

PBB = 1- PBG

PBG

Gambar 2.3 Diagram transisi keadaan
Perubahan dari keadaan Good menjadi Bad disebut dengan
perubahan dari keadaan Bad menjadi Good disebut dengan

�.



. Sedangkan

Probabilitas steady

Universitas Sumatera Utara

14

state dari masing – masing keadaan Good dan Bad dinyatakan oleh persamaan (2.8)

dan (2.9) [8].
��

............................................... (2.8)

��

............................................... (2.9)

�� =

�� + ��

� =

�� + ��

Nilai rata – rata Packet loss rate dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan
(2.10):
=

� ��

+

� .................................. (2.10)

adalah packet loss rate dari lapisan transport. Packet loss rate pada
lapisan medium (Pdecodable) diperoleh sebagai hasil pangkat packet loss rate pada
lapisan transport dengan jumlah retransmisi maksimum yang diizinkan pada lapisan
medium (N). Sehingga diperoleh:
=(

) ................................. (2.11)

Namun, pada jaringan wireless tidak ada retransmisi pada broadcasting dan
multicasting, sehingga packet loss dari lapisan network sama dengan packet loss dari

lapisan aplikasi. Packet loss yang dirasakan pada lapisan aplikasi diberikan oleh
persamaan (2.12):
=∑=





=



.................... (2.12)

Universitas Sumatera Utara

15

Karena media transmisi video pada percobaan ini menggunakan jaringan
802.11, maka nilai packet loss rate dipengaruhi oleh probabilitas dari keberhasilan
transmisi

pada jaringan 802.11 yang diberikan oleh persamaan (2.13):
=

Dengan



−�

− −�



........................................ (2.13)

adalah jumlah user, dan � adalah stationary probability dalam

percobaan ini merupakan nilai probabilitas packet loss untuk model Decodable
Frame Rate � =

).

Nilai packet loss rate merupakan probabilitas dari kegagalan transmisi dari

jaringan 802.11

=

yang diberikan oleh persamaan (2.14):

2.2.2. Model trafik two state markov

=



............................. (2.14)

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Zhao et al dengan judul
“MPEG-4 Video Transmission over Wireless Networks A Link Level Performance
Study” yang memodelkan lapisan aplikasi dengan mengirimkan frame video dengan

sekaligus, model two-state markov mendekati situasi nyata di mana frame video di
lapisan aplikasi terfragmentasi dan dikirim ke dalam beberapa paket, seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.4(a) [5]. Frame I terpecah menjadi x paket dan frame P
terpecah menjadi y paket. Diasumsikan terdapat dua keadaan, keadaan user
mengirimkan frame I dan keadaan user mengirimkan frame P . Dengan menggunakan
asumsi ini proses transmisi video dapat dimodelkan dengan menggunakan model two

Universitas Sumatera Utara

16

state markov chain seperti pada Gambar 2.4(b). Probabilitas mengirimkan paket

frame I dan frame P dilambangkan masing-masing sebagai k dan h. Selain keadaan
mengirimkan kedua jenis paket, lapisan aplikasi juga memiliki keadaan idle, dimana
tidak ada paket yang dikirim. Namun karena paket yang dikirim oleh lapisan aplikasi
disimpan dalam lapisan buffer medium access (MAC) sebelum proses transmisi
terjadi, maka keadaan idle diabaikan.
Sebagai akibatnya, probabilitas k adalah persentase pengiriman paket I dalam
satu GOP dan probabilitas h adalah
Application
I-frame

P-frame

P-frame

P-frame

time

Queue in Buffer

p

Transmission
I-frame
I0 I1

Ix-1

P-frame
P-frame
P0 P1 Py-1 P0 P1

P-frame
Py-1 P0 P1

1- p
Py-1
time

(a). Video generation and transmission

I

P

k

h

1- r

r

(b). Video transmission model

Gambar 2.4 Aplication layer model [5]
Persentase pengiriman paket P dalam satu GOP . Probabilitas mengirimkan
paket berurutan dilambangkan sebagai (1 - p) dan (1 - r). Dengan asumsi protokol
yang digunakan adalah UDP , dari x paket frame I, hanya 1 paket di ikuti oleh paket
P , demikian juga setelah pengiriman paket y, hanya 1 paket diikuti oleh paket I. Oleh

Universitas Sumatera Utara

17

karenanya, p =1/x dan r =1/y. Probabilitas steady state dari model two-state markov
ditunjukkan pada Gambar 2.5, dengan persamaan sebagai berikut:
�� =

� =
Probabilitas kesalahan (

+
+

...................................................... (2.15)
.................................................... (2.16)

) dapat dihitung sesuai dengan kenyataan bahwa

kesalahan terjadi ketika sebuah penerima menerima paket yang bukan paket I atau
paket P , sehingga nila (

) dinyatakan dengan persamaan (2.17)
=



− ℎ ∗ �� + �

............................... (2.17)

Gambar 2.5 Model udp
a.

Packet Loss

Pada jaringan 802.11, user mendeteksi saluran dan mengirimkan paket jika
kanal dalam keadaan idle untuk jangka waktu Distributed Inter Frame Space (DIFS).
Jika kanal dalam keadaan sibuk, user menunda transmisi pada rentang back off
karena node mengirimkan paket Request to Send (RTS) sebelum transmisi data,
keberhasilan permintaan ikut menentukan keberhasilan transmisi.

Universitas Sumatera Utara

18

Probabilitas proses transmisi yang mengalami tabrakan dapat diekspresikan
sesuai dengan persamaan (2.18):
=



−�



................................ (2.18)

Sementara Probabilitas bahwa user berhasil mengirimkan paket dinyatakan
dengan persamaan (2.19):
=



−�

− −�



............................................... (2.19)

Jika laju kedatangan rata-rata setiap user adalah λ, maka probabilitas user
mengirimkan paket dapat dinyatakan sebagai π = λ/n, dimana n adalah jumlah user .
Sehingga Persamaan 2.19 dapat ditulis kembali sesuai dengan persamaan (2.20):
=

− /

− − /



.............................................. (2.20)

Jika kita diasumsikan setiap packet error dianggap sebagai packet loss, maka
total paket loss dapat diproyeksikan dengan menggunakan persamaan (2.17) dan
(2.19), probabilitas kesalahan (PE) menjadi:
=( − .



− ℎ.

) ∗ �� + �

...................... (2.21)

Packet loss dapat dihitung dengan persamaan (2.22):


=



. .

+� .



+





. .

................ (2.22)

Komponen pertama adalah packet loss I dan kemudian packet loss P .

Universitas Sumatera Utara

19

b.

Packet Delay

Dengan mempertimbangkan dua komponen utama delay: Delay di buffer dan
delay akses medium.Waktu tunggu dalam buffer user dimodelkan dengan

menggunakan sistem antrian M/G/1. Model ini juga digunakan dalam [10]. Waktu
tunggu dalam buffer simpul user diberikan oleh:
=



− ⁄

............................................... (2.23)

Delay akses medium didefinisikan sebagai berikut:
=



+



+







�+

+



................. (2.22)

Dimana P coll adalah probabilitas terjadinya tabrakan, Ptr adalah probabilitas
setidaknya satu simpul melakukan transmisi, Psuc adalah probabilitas keberhasilan, Ts
adalah lama waktu bila trasmisi berhasil, Tc adalah lama waktu bila proses tabrakan
terjadi dan α adalah slot waktu.
2.3.

Pemodelan Jaringan 802.11 dengan Model Bianchi
Kontribusi utama dari analisis model bianchi adalah perhitungan dari ambang

batas normal throughput dalam sebuah sebuah ekspresi tertutup. Model juga
memperhitungkan probabilitas dari kegagalan paket transmisi akibat proses tabrakan.
Ini mengasumsikan bahwa saluran ini dalam kondisi ideal, yaitu dengan tidak adanya
terminal yang tersembunyi. Bianchi menggunakan markov chain dua dimensi dimana
setiap tahapan mewakili time slot sebuah user. Proses transisi terjadi pada proses

Universitas Sumatera Utara

20

tabrakan dan proses transmisi yang sukses, berpindah dari satu tahapan ketahapan
selanjutnya.
Model ini mengadopsi skala waktu diskrit dan integer. Pada skala waktu t dan
t+1 cocok untuk memulai 2 buah slot waktu yang berurutan. Setiap pengurangan
station akan menghitung waktu mundur pada saat dimulai waktu slot. Pengurangan

waktu mundur akan berhenti ketika saluran dalam keadaan sibuk dengan interval
waktu t dan t+1, dan akan lebih dari waktu slot untuk 802.11, karena sudah termasuk
waktu pengiriman paket dan proses tabrakan.
Jika P adalah probabilitas didalam waktu slot, setidaknya salah satu N-1
station tersisa untuk mentransmisikan juga, maka P ditulis [11]:


P tr = 1 – ( − �

............................................. (2.25)

Probabilitas saluran akses � dari node fungsi waktu mundur pada level m dan

nilai aggapan minimum dari jendela Wmin serta probabilitas tabrakan P
Π= ∑ =

�, =

,



=
Π=


+

+





............................... (2.27)

∑ =−

+

.................... (2.26)

Sehingga nilai saturasi throughput dapat dihitung
Ƭ=

[

Ƭ=

[
Ptr

+

]




+ −

]

................................. (2.26)

Universitas Sumatera Utara

21

Dimana:
Ptr: Probability of at least one transmission in slot time
a.

Ps:Probability of successful transmission during a random time slot

b.

L:Average packet payload size

c.

Tid:Duration of the idle period

d.

tACK:ACK transmission time

e.

tH:Header transmission time

f.

tL:Payload transmission time
Ps =



−�

− −�



.................................................... (2.29)

Ts = th + tL + SIFS+σ + tACK + DIFS + σ ............. (2.30)
Tc = th + tL + DIFS + σ ......................................... (2.31)

2.4.

Parameter Kinerja Trafik Jaringan
Pengujian sistem bertujuan untuk mengetahui kemampuan jaringan WLAN

sebagai media video streaming serta untuk mengetahui kualitas video yang diterima
pada sisi client. Pengujian dilakukan menggunakan editor netbean untuk piranti lunak
streamer , pada sisi server dilakukan penginstalan piranti lunak UDP receiver dan

pada sisi user digunakan UDP sender . Protokol yang digunakan adalah WLAN
802.11 yang dapat mengalokasikan bandwith hingga 54 Mbps.

Universitas Sumatera Utara

22

Parameter kinerja yang digunakan dalam mengukur kinerja jaringan WLAN
adalah decodable frame rate. Decodable frame rate adalah perbandingan antara
jumlah frame decodable dengan jumlah frame yang dikirimkan oleh sumber video,
atau dinyatakan dengan rumus:
=
2.5.

� �� � +

� �� �

....................... (2.32)

Analisis Statistik
Analisis

Korelasi

adalah

metode

statistika

yang

digunakan

untuk

menentukan kuatnya atau derajat hubungan linier antara dua variabel atau lebih.
Semakin nyata hubungan linear, maka semakin kuat atau tinggi derajat hubungan
garis lurus antara kedua variabel atau lebih. Ukuran untuk derajat hubungan
garis lurus ini dinamakan koefisien korelasi. Untuk menunjukkan besarnya keeratan
hubungan antara dua variabel acak yang masing-masing memiliki skala pengukuran
minimal interval dan berdistribusi bivariat, digunakan koefisien korelasi yang
dirumuskan sebagai berikut [12]:
=

√[ ∑

.∑

− ∑

−∑ .∑

][ ∑y − ∑

]

.............................. (2.33)

Dimana:
a.

Koefisien korelasi yang dirumuskan seperti itu disebut koefisien korelasi
Pearson atau koefisien korelasi product moment.

b.

Besar r adalah − 1 ≤ r ≤ + 1

Universitas Sumatera Utara

23

c.

Tanda + menunjukkan pasangan X dan Y dengan arah yang sama,
sedangkan tanda − menunjukkan pasangan X dan Y dengan arah yang
berlawanan.

d.

yang besarnya semakin mendekati 1 menunjukkan hubungan X dan Y
cenderung sangat erat. Jika mendekati 0 hubungan X dan Y cenderung
kurang kuat.

e.

= 0 menunjukkan tidak terdapat hubungan antara X dan Y

Analisis

Regresi

adalah

metode

statistika

yang

digunakan

untuk

menentukan kemungkinan bentuk hubungan antara dua atau lebih variabel bebas
(X) dengan variabel terikat (Y). Tujuan pokok penentuan metode ini adalah untuk
meramalkan atau memperkirakan nilai dari satu variabel (Y) dalam hubungannya
dengan variabel yang lain (X).
Analisis regresi sederhana adalah proses mengestimasi sebuah fungsi
hubungan antara variable dependen (Y) dengan variabel independen (X). Dalam
suatu persamaan regresi besarnya nilai variable dependen adalah tergantung pada
nilai variable lainnya. Model persamaan regresi linear sederhana:
Y = α + βX + ε

(model populasi) ................... (2.34)

Y = a + bX + e

(model sampel) ..................... (2.35)

Dimana a dan b adalah estimate value untuk α dan β, a adalah kontanta, secara
grafik menunjukkan intersep, b adalah koefisien regresi yang menunjukkan besarnya

Universitas Sumatera Utara

24

pengaruh X terhadap Y, secara grafik menunjukkan slope (kemiringan garis regresi).
Jika data hasil observasi terhadap sampel acak berukuran n telah tersedia, maka untuk
mendapatkan persamaan regresi Y = a + bX, perlu dihitung a dan b dengan metode
kuadrat kekeliruan terkecil (least square error methods) [12].
=

∑ .∑
.∑

−∑ .∑

− ∑

=

.∑

.∑

.−∑ .∑

− ∑

....................... (2.36)

Proses analisis statistik meliputi indeks determinasi dan pengujian regresi:
a.

Indeks Determinasi (R2)

Dalam analisis regresi, koefisien korelasi yang dihitung tidak untuk diartikan
sebagai ukuran keeratan hubungan variabel bebas (X) dan variabel tidak bebas (Y),
sebab dalam analisis regresi asumsi normal bivariat tidak terpenuhi. Untuk itu, dalam
analisis regresi agar koefisien korelasi yang diperoleh dapat diartikan maka dihitung
indeks determinasinya, yaitu hasil kuadrat dari koefisien korelasi: R 2xy  (rxy ) 2
Indeks determinasi yang diperoleh tersebut digunakan untuk menjelaskan
persentase variasi dalam variabel tidak bebas (Y) yang disebabkan oleh bervariasinya
variabel bebas (X). Hal ini untuk menunjukkan bahwa variasi dalam variabel tak
bebas (Y) tidak semata-mata disebabkan oleh bervariasinya variabel bebas (X), bisa
saja variasi dalam variabel tak bebas tersebut juga disebabkan oleh bervariasinya
variabel bebas lainnya yang mempengaruhi variabel tak bebas tetapi tidak
dimasukkan dalam model persamaan regresinya.

Universitas Sumatera Utara

25

b. Pengujian Hipotesis Koefisien Regresi Linear Sederhana
Selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis secara statistis terhadap koefisien
regresi yang diperoleh tersebut. Ada dua jenis pengujian yaitu uji t dan uji F.
Uji t digunakan untuk menguji koefisien regesi secara individual atau untuk
menguji ada tidaknya pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel tidak bebas (Y).
Uji F digunakan untuk menguji koefisien regresi secara simultan serentak atau untuk
menguji keberartian model regresi yang digunakan [13].
UJI t
Hipotesis statistiknya:
Ho : β = 0 (X tidak berpengaruh terhadap Y)
H1 : β ≠ 0 (X berpengaruh terhadap Y)
t

Statistik uji:

b
sb

sb 

x
se2

n

i 1

e

2
i

n

se2 

i 1

2
i

n2

n
n

2
2
2
e
y
b
xi2 






i
i
i 1
i 1
 i 1 

........................................ (2.37)

n

Universitas Sumatera Utara

26

Kriteria uji: Tolak H0 jika thit ≥ ttab atau thit ≤ ttab atau terima H0 jika ttab< thit < ttab
Dengan t tab

 t 0.5;df n2

UJI F
Hipotesis statistiknya:
Ho : β = 0 (model regresi Y terhadap X tidak berarti)
H1 : β ≠ 0 (model regresi Y terhadap X memiliki arti)
F 

Statistik uji:

RJK r eg 

JKr eg

1

RJK r eg
RJK 

; JKr eg

n
n


Xi  Yi 
 n

JK
............... (2.38)
 b  XiYi  i 1 i 1  ; RJK  

 i 1
n2
n





 n 
  Yi 
n
2
JK   Yi   i 1   JKr eg
n
i 1
2

Kriteria uji: Tolak H0 jika Fhit ≥ Ftab
Ftab = Fα(v1,v2) dimana v1 = 1 dan v2 = n  2
Pengujian Koefisen Korelasi
Hipotesis statistiknya:
Ho: ρXY = 0 (Tidak terdapat hubungan antara X dan Y)

Universitas Sumatera Utara

27

H1: ρXY ≠ 0 (Terdapat hubungan antara X dan Y)
Statistik uji:

=

√ −
√ −

Kriteria uji: Tolak H0 jika thit ≥ ttab atau thit ≤ ttab atau terima H0 jika ttab< thit
< ttab

Dengan t tab

 t 0.5;df n2

Universitas Sumatera Utara