Gambaran Karakteristik dan Jenis Penyakit Rematik pada Pasien Rawat Jalan di Puskesmas Padang Bulan Medan Periode Juli 2015 – Oktober 2015

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Sendi
2.1.1. Sendi Jari-Jari Tangan

Gambar 1. Anatomi Sendi Jari-Jari Tangan. Sumber: Netter

Universitas Sumatera Utara

2.1.2. Sendi Lutut

Gambar 2. Anatomi Sendi Lutut. Sumber: Netter

Universitas Sumatera Utara

2.1.3. Sendi Jari-Jari Kaki

Gambar 3. Anatomi Sendi Jari-Jari Kaki. Sumber: Netter.

Universitas Sumatera Utara


2.2. Reumatik
2.2.1. Definisi Reumatik
Arthritis atau biasa disebut rematik adalah penyakit yang menyerang
persendian dan struktur di sekitarnya. Rematik merupakan penyakit yang
dikarakteristikkan oleh inflamasi (kemerahan, bengkak, dan gejala-gejala seperti
nyeri) dan hilangnya fungsi salah satu atau lebih jaringan ikat ataupun jaringan
pendukung tubuh. Penyakit ini menyebabkan inflamasi, kekakuan, pembengkakan,
dan rasa sakit pada sendi, otot, tendon, ligamen, dan tulang. Beberapa penyakit
reumatik juga dapat melibatkan organ internal (NIAMS, 2014).
Terdapat lebih dari 100 jenis penyakit rematik, di antaranya adalah,
osteoartritis, rheumatoid artritis, spondiloartritis, goutartritis, lupus eritematosus
sistemik, scleroderma, fibromyalgia, dan lain-lain.

2.2.2. Faktor Resiko
Penyebab dari rematik hingga saat ini masih belum terungkap, namun
beberapa faktor resiko untuk timbulnya rematik antara lain adalah (NIAMS, 2014):
1. Umur.
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya penyakit reumatik, faktor
umur adalah yang terkuat. Prevalensi dan beratnya penyakit reumatik

semakin meningkat dengan bertambahnya umur.
2. Jenis Kelamin.
Penyakit lupus, rheumatoid arthritis, scleroderma, dan fibromyalgia
lebih sering terjadi pada wanita. Spondyloarthropathies dan gout lebih
sering terjadi pada pria. Akan tetapi setelah menopause, insidensi terkena
gout pada wanita mulai meningkat.
3. Genetik
Ada banyak gen dan kombinasi gen sebagai faktor predisposisi penyakit
rematik. Sebagai contoh, pada rheumatoid arthritis, juvenile arthritis, dan
lupus, penderita mungkin memiliki variasi pada gen yang mengkode enzim
yang disebut protein tyrosine phosphatase nonreceptor 22 (PTPN22).

Universitas Sumatera Utara

4. Suku
Prevalensi penyakit Systemic Lupus Erythematosus lebih sering dan
lebih parah terjadi pada ras Afrika, Amerika, dan Hispanik daripada ras
Kaukasia.
5. Kegemukan
Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya

resiko untuk timbulnya osteoartritis baik pada wanita maupun pada pria.

2.2.3. Klasifikasi Reumatik
Reumatik dapat dikelompokkan dalam beberapa golongan (Gunta, K.E. dan Rizzo,
D.A.B., 2007):
1. Systemic Autoimmune Rheumatic Diseases
a. Rheumatoid Arthritis
b. Systemic Lupus Erythematosus
c. Systemic Sclerosis
2. Seronegative Spondyloarthropathies
a. Ankylosing Spondylitis
b. Reactive Arthritis
c. Psoriatic Arthritis
3. Osteoarthritis
4. Crystal-Induced Arthropathies
a. Gout
5. Penyakit Reumatik Pada Anak
a. Juvenile Rheumatoid Arthritis
b. Juvenile Spondyloarthropathies
6. Penyakit Reumatik Pada Lansia

a. Polymyalgia Rheumatica
b. Pseudogout
1. Systemic Autoimmune Rheumatic Diseases
Systemic autoimmune rheumatic diseases merupakan gangguan rheumatik

dimana patogenesisnya melibatkan sistem autoimmune, diantaranya meliputi

Universitas Sumatera Utara

rheumatoid arthritis, systemic lupus erythematosus, dan systemic sclerosis
(Gunta, K.E. dan Rizzo, D.A.B., 2007).
a. Rheumatoid Arthritis
Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit autoimun yang ditandai
oleh sinovitis erosif yang simetris dan pada beberapa kasus disertai
keterlibatan jaringan ekstraartikular. Sebagian besar kasus perjalanannya
kronik fluktuatif yang mengakibatkan kerusakan sendi yang progresif,
kecacatan dan bahkan kematian dini. Secara klinis gejalanya dapat berupa
kelemahan, kelelahan, anoreksia, demam ringan, nyeri, deformitas dan kaku
sendi.
b. Systemic Lupus Erythematosus

Systemic lupus erythematosus (SLE) merupakan penyakit kronik
inflamatif autoimun yang belum diketahui etiologinya. Secara klinis
gejalanya dapat berupa ruam malar, ruam discoid, fotosensitifitas, ulserasi
di mulut atau nasofaring, artritis, pleuritis, perikarditis, kejang-kejang, dan
antibodi antinuklear positif.
c. Systemic Sclerosis
Systemic sclerosis (scleroderma) adalah penyakit jaringan ikat yang
tidak diketahui penyebabnya yang ditandai oleh fibrosis kulit dan organ
visceral serta kelainan mikrovaskular
2. Seronegative Spondyloarthropathies
Seronegative spondyloarthropathies merupakan gangguan inflamasi yang

umumnya terjadi pada tulang aksial seperti tulang vertebra dan tidak memiliki
rheumatoid factor (Gunta, K.E. dan Rizzo, D.A.B., 2007).
a. Ankylosing Spondylitis
Ankylosing

spondylitis

merupakan


inflamasi

kronik

yang

melibatkan sendi-sendi aksial dan perifer, entesitis dan bias mempunyai
manifestasi ekstraartikular. Secara klinis gejalanya dapat berupa nyeri
punggung bawah dan kekakuan yang sering memburuk pada pagi hari.
b. Reactive Arthritis

Universitas Sumatera Utara

Reactive arthritis (ReA) merupakan salah satu bentuk atau varian
dari spondiloartropati seronegatif. ReA didefinisikan sebagai suatu kondisi
inflamasi yang steril, setelah adanya infeksi ekstraartikular, terutama infeksi
urogenital dan enteric. Chlamydia sp merupakan penyebab yang paling
sering dan juga paling sering diamati.
c. Psoriatic Arthritis

Psoriatic arthritis terjadi pada kira-kira 5% sampai 7% orang dengan
psoriasis. Secara klinis gejalanya dapat berupa berbagai bentuk, termasuk
monoarthritis, asymmetric oligoarthritis, atau symmetric polyarthritis.
3. Osteoarthritis
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan

dengan kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut dan pergelangan
kaki paling sering terkena OA. Secara klinis gejalanya dapat berupa nyeri sendi,
kaku pagi, hambatan gerak sendi, krepitasi dan deformitas (Gunta, K.E. dan
Rizzo, D.A.B., 2007).
4. Crystal-Induces Arthropathies
a. Gout
Artritis pirai (gout) adalah penyakit yang sering ditemukan dan
tersebar di seluruh dunia. Artritis pirai merupakan kelompok penyakit
heterogen sebagai akibat deposisi Kristal monosodium urat pada jaringan
atau akibat supersaturasi asam urat didalam cairan ekstraselular.
Manifestasi klinik deposisi urat meliputi artritis gout akut, akumulasi kristal
pada jaringan yang merusak tulang (tofi), batu asam urat dan yang jarang
adalah kegagalan ginjal (gout nefropati) (Gunta, K.E. dan Rizzo, D.A.B.,
2007).

5. Penyakit Reumatik Pada Anak
a. Juvenile Rheumatoid Arthritis
Juvenile rheumatoid arthritis merupakan penyakit kronis pada anakanak dengan umur di bawah 16 tahun. Penyakit ini ditandai dengan
peradangan pada sinovium dan pada tipe tertentu disertai dengan gejala
sistemik.

Universitas Sumatera Utara

b. Juvenile Spondyloarthropathies
Merupakan spondyloarthropathies yang terjadi pada anak. Tanda
dan gejalanya berbeda dengan yang terjadi pada dewasa. Nyeri punggung
bawah jarang terjadi, artritis pada panggul dan perifer, dengan enthesitis
(Gunta, K.E. dan Rizzo, D.A.B., 2007).
6. Penyakit Reumatik Pada Lansia
a. Polymyalgia Rheumatica
Keadaan yang melibatkan tendon, otot, ligament, dan jaringan ikat
disekitar sendi yang mengakibatkan nyeri, dan kaku sendi pada bahu,
panggul, leher, dan punggung bawah.
b. Pseudogout
Pseudogout merupakan sinovitis mikrokristalin yang dipicu oleh

penimbunan kristal CPPD, dan dihubungkan dengan kalsifikasi hialin serta
fibrokartilago. Ditandai dengan gambaran radiologis berupa kalsifikasi
rawan sendi di mana sendi lutut dan sendi-sendi besar lainnya merupakan
predileksi untuk terkena radang (Gunta, K.E. dan Rizzo, D.A.B., 2007).

2.2.4. Tanda Dan Gejala Reumatik
Tanda dan gejala reumatik dibagi atas (Isbagio, H. dan Setiyohadi, B.,
2010):
1. Nyeri Sendi
Nyeri sendi merupakan keluhan utama pasien reumatik. Pasien
sebaiknya diminta menjelaskan lokasi nyeri serta punctum maximumnya ,
karena mungkin sekali nyeri tersebut menjalar ke tempat jauh merupakan
keluhan karakteristik yang disebabkan oleh penekanan radiks saraf.
Pentingnya untuk membedakan nyeri yang disebabkan perubahan mekanis
dengan nyeri yang disebabkan inflamasi. Nyeri yang timbul setelah aktivitas
dan hilang setelah istirahat serta tidak timbul pada pagi hari merupakan
tanda nyeri mekanis. Sebaliknya nyeri inflamasi akan bertambah berat pada
pagi hari saat bangun tidur dan disertai kaku sendi atau nyeri yang hebat
pada awal gerak dan berkurang setelah melakukan aktivitas.


Universitas Sumatera Utara

2. Kaku Sendi
Kaku sendi merupakan rasa seperti diikat, pasien merasa sukar untuk
menggerakkan sendi (worn off). Keadaan ini biasanya akibat desakan cairan
yang berada di sekitar jaringan yang mengalami inflamasi (kapsul sendi,
synovia, atau bursa). Kaku sendi makin nyata pada pagi hari atau setelah
istirahat. Setelah digerak-gerakkan, cairan akan menyebar dari jaringan
yang mengalami inflamasi dan pasien merasa terlepas dari ikatan (wears
off). Lama dan beratnya kaku sendi pada pagi hari atau setelah istirahat

biasanya sejajar dengan beratnya inflamasi sendi.
3. Bengkak Sendi
Bengkak sendi dapat disebabkan oleh cairan, jaringan lunak atau
tulang. Cairan sendi yang terbentuk biasanya akan menumpuk di sekitar
daerah kapsul sendi yang resistensinya paling lemah dan mengakibatkan
bentuk yang khas pada tempat tersebut.
Bulge sign ditemukan pada keadaan efusi sendi dengan jumlah

cairan yang sedikit dalam rongga yang terbatas. Misalnya pada efusi sendi

lutut bila dilakukan pijatan pada cekungan medial maka cairan akan
berpindah sendiri ke sisi medial. Baloon sign ditemukan pada keadaan efusi
dengan jumlah cairan yang banyak. Bila dilakukan tekanan pada satu titik
akan menyebabkan penggelembungan di tempat lain. Keadaan ini sangat
spesifik pada efusi sendi. Pembengkakan kapsul sendi merupakan tanda
spesifik sinovitis.
4. Deformitas
Walaupun deformitas mudah tampak jelas pada keadaan diam, tetapi
akan lebih nyata pada keadaan gerak. Perlu dibedakan apakah deformitas
tersebut dapat dikoreksi (misalnya disebabkan gangguan jaringan lunak)
atau tidak dapat dikoreksi (misalnya restriksi kapsul sendi atau kerusakan
sendi).
5. Disabilitas dan Handicap
Disabilitas terjadi apabila suatu jaringan, organ atau sistem tidak
dapat berfungsi secara adekuat. Handicap terjadi bila disabilitas

Universitas Sumatera Utara

mengganggu aktivitas sehari-hari, aktivitas sosial atau mengganggu
pekerjaan pasien. Disabillitas yang nyata belum tentu menyebabkan
handicap.

6. Krepitus
Krepitus merupakan bunyi berderak yang dapat diraba sepanjang
gerakan struktur yang terserang. Krepitus halus merupakan krepitus yang
dapat di dengar dengan menggunakan stetoskop dan tidak dihantarkan ke
tulang di sekitarnya. Keadaan ini ditemukan pada radang sarung tendon,
bursa atau synovia. Pada krepitus kasar, suaranya dapat terdengar dari jauh
tanpa bantuan stetoskop dan dapat diraba sepanjang tulang. Keadaan ini
disebabkan oleh kerusakan rawan sendi atau tulang.
7. Atrofi dan Penurunan Kekuatan Otot
Atrofi otot merupakan tanda yang sering ditemukan. Pada sinovitis
segera terjadi hambatan refleks spinal lokal terhadap otot yang bekerja
untuk sendi tersebut. Pada artropati berat dapat terjadi atrofi periartikular
yang luas. Sedangkan pada jepitan saraf, gangguan tendon atau otot terjadi
atrofi lokal. Perlu dinilai kekuatan otot, karena ini lebih penting dari besar
otot.
8. Gangguan Mata
Gangguan mata meliputi:
a) Episkleritis dan skleritis pada artritis rheumatoid, vasculitis dan
polikondritis.
b) Iritis pada spondylitis ankilosis dan penyakit Reiter kronik.
c) Irdosklitis pada artritis juvenile kronik jenis pausiartikular
d) Konjungtivitis pada penyakit Reuter akut dan sindrom sika.
9. Nodul
Nodul sering ditemukan pada berbagai artropati, umumnya
ditemukan pada permukaan ekstensor (punggung tangan, siku, tumit
belakang, sacrum). Nodul sering ditemukan pada artritis gout dan artritis
rheumatoid

Universitas Sumatera Utara

2.2.5. Patofisiologi Reumatik
Akibat

peningkatan

aktivitas

enzim-enzim

yang

merusak

makromolekul matriks tulang rawan sendi (proteoglikan dan kolagen) maka
terjadi kerusakan setempat secara progresif dan memicu terbentuknya
tulang baru pada dasar lesi sehingga terbentuk benjolan yang disebut
osteolit. Proteoglikan adalah suatu zat yang membentuk daya lentur tulang
rawan, sedangkan kolagen adalah serabut protein jaringan ikat. Osteolit
yang terbentuk akan mempengaruhi fungsi sendi atau tulang dan
menyebabkan nyeri jika sendi atau tulang tersebut digerakkan (Priyatno,
2009).

2.2.6. Penatalaksanaan Reumatik
Penatalaksanaan untuk penyakit reumatik bervariasi tergantung pada
penyakit dan kondisi; bagaimanapun, penatalaksanaan pada umumnya
adalah (NIAMS, 2014):
a. Olahraga
Aktivitas fisik dapat mengurangi nyeri dan kekakuan pada sendi dan
meningkatkan fleksibilitas, kekuatan dan ketahanan otot. Olahraga juga
dapat membuat penurunan berat badan dimana penurunan berat badan
ini dapat mengurangi tekanan pada sendi yang nyeri. Olahraga yang
baik untuk penderita artritis adalah olahraga yang paling sedikit
menimbulkan tekanan pada persendian, seperti berjalan, stretching,
sepeda stasioner, dan berenang. Pasien yang menderita artritis harus
berkonsultasi dengan dokter sebelum memulai suatu program olahraga
yang baru.
b. Diet
Meskipun tidak ada diet yang spesifik yang meringankan artritis,
sebuah diet yang seimbang bersama dengan olahraga membantu orang
mengatur berat badan mereka dan tetap sehat. Diet sangat penting untuk
penderita gout. Penderita gout artritis harus menghindari alkohol dan

Universitas Sumatera Utara

makanan yang tinggi purin, seperti jeroan (hati, ginjal), ikan sarden dan
ikan teri.
c. Obat-obatan
Berbagai obat digunakan untuk mengobati penyakit reumatik. Jenis
obat tergantung pada penyakitnya secara spesifik. Pada umunya obat
yang

digunakan

untuk

mengobati

penyakit

reumatik

tidak

menyembuhkan tetapi lebih kepada mengurangi atau meringankan
gejala-gejala penyakit reumatik. Beberapa contoh jenis obat yang sering
digunakan dalam penatalaksanaan penyakit reumatik:




Analgesik oral



Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs)



Janus kinase inhibitor



Analgesic topical



Disease-modifying antirheumatic drugs (DMARDs)

Kortikosteroid
Meskipun semua obat tersebut berpotensial untuk mengobati

penyakit reumatik, tetapi semuanya berpotensial memiliki efek samping
yang

berbahaya.

Ketika

meresepkan

obat,

dokter

harus

mempertimbangkan resiko dan keuntungannya terhadap pasien.
d. Terapi Panas dan Dingin
Panas dan dingin, keduanya dapat digunakan untuk mengurangi
nyeri dan inflamasi pada arthritis. Terapi panas meningkatkan aliran
darah, meringankan nyeri dan meningkatkan fleksibilitas. Terapi dingin
mengurangi nyeri, meringankan inflamasi dan spasme otot. Terapi
panas dapat dilakukan dengan meletakkan handuk hangat pada
persendian yang inflamasi, atau dengan berendam pada air hangat.
Terapi dingin dapat dilakukan dengan merendamkan sendi yang nyeri
pada air es, atau dengan menyemprotkan (mengoleskan) ointment yang
membuat dingin kulit dan sendi.
e. Alat Bantu

Universitas Sumatera Utara

Seorang penderita arthritis dapat menggunakan berbagai jenis alat
untuk meringankan nyeri. Misalnya, menggunakan tongkat ketika
berjalan dapat mengurangi beban yang tertumpu pada lutut atau panggul
yang terkena arthritis.
f. Operasi
Operasi mungkin dibutuhkan untuk memperbaiki kerusakan sendi,
mengembalikan fungsi atau meringankan nyeri pada sendi yang terkena
arthritis. Berbagai jenis operasi dapat dilakukan pada penderita arthritis.
Salah satunya adalah total joint replacement, yaitu membuang sendi
yang rusak dan menggantinya dengan sendi artifisial (NIAMS, 2014).

2.2.7. Pencegahan Reumatik
1. Hindari kegiatan tersebut apabila sendi sudah terasa nyeri, sebaiknya
berat badan diturunkan, karena kegemukan mengakibatkan beban pada
sendi lutut atau tulang pinggul terlalu berat.
2. Istrahat yang cukup, dan kurangi aktivitas berat secara perlahan lahan.
3. Hindari makanan yang dapat mencetus terjadinya penyakit rematik,
misalnya: daging, jeroan (seperti kikil), usus, hati, ampela dan lain-lain.

2.3. Nyeri
2.3.1. Definisi Nyeri
Menurut The International Association for The Study of Pain
(IASP), nyeri didefinisikan sebagai pengalaman sensoris dan emosional
yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan
atau potensial akan menyebabkan kerusakan jaringan. Reseptor neurologik
yang dapat membedakan antara rangsang nyeri dengan rangsang lain
disebut nosiseptor . Nyeri dapat mengakibatkan impairment dan disabilitas.
Impairment adalah abnormalitas atau hilangnya struktur atau fungsi

anatomik, fisiologik maupun psikologik. Sedangkan disabilitas adalah hasil
dari impairment, yaitu keterbatasan atau gangguan kemampuan untuk
melakukan aktivitas yang normal.

Universitas Sumatera Utara

2.3.2. Klasifikasi Nyeri
Nyeri terbagi atas (Setiyohadi, B., Sumariyono, Kasjmir, Y.I., Isbagio, H.
dan Kalim, H., 2010):
a. Nyeri nosiseptif
Nyeri yang timbul sebagai akibat perangsangan pada nosiseptor (serabut
a-delta dan serabut-c) oleh rangsang mekanik, termal atau kemikal.
b. Nyeri somatik
Nyeri yang timbul pada organ non viseral, misal nyeri pasca bedah,
nyeri metastatic, nyeri tulang, nyeri artritik.
c. Nyeri viseral
Nyeri yang berasal dari organ viseral, biasanya akibat distensi organ
yang berongga, misalnya usus, kandung empedu, pankreas, jantung.
Nyeri viseral seringkali diikuti referred pain dan sensasi otonom, seperti
mual dan muntah.
d. Nyeri neuropatik
Nyeri yang timbul akibat iritasi atau trauma pada saraf. Nyeri seringkali
persisten, walaupun penyebabnya sudah tidak ada. Biasanya pasien
merasakan rasa seperti terbakar, seperti tersengat listrik atau alodinia
dan disestesia.

e. Nyeri psikogenik
Nyeri yang tidak memenuhi kriteria nyeri somatik dan nyeri neuropatik,
dan memenuhi kriteria untuk depresi atau kelainan psikosomatik

2.3.3. Mekanisme Nyeri
Proses nyeri mulai stimulasi nociceptor oleh stimulus noxiuos sampai
terjadinya pengalaman subyektif nyeri adalah suatu seri kejadian elektrik
dan kimia yang bias dikelompokkan menjadi 4 proses, yaitu transduksi,

Universitas Sumatera Utara

transmisi, modulasi dan persepsi (Setiyohadi, B., Sumariyono, Kasjmir,
Y.I., Isbagio, H. dan Kalim, H., 2010).
a. Transduksi
Mekanisme nyeri dimulai dari stimulasi nociceptor oleh stimulus
noxiuos pada jaringan, yang kemudian akan mengakibatkan stimulasi
nosiseptor dimana disini stimulus noxiuos tersebut akan dirubah
menjadi potensial aksi. Proses ini disebut transduksi atau aktivasi
reseptor.
b. Transmisi
Tahap pertama transmisi adalah konduksi impuls dari neuron aferen
primer ke kornu dorsalis medulla spinalis, pada kornu dorsalis ini
neuron aferen primer bersinap dengan neuron susunan saraf pusat. Dari
sini jaringan neuron tersebut akan naik keatas di medulla spinalis
menuju batang otak dan thalamus.
c. Modulasi
Terdapat proses modulasi sinyal yang mampu mempengaruhi proses
nyeri tersebut, tempat modulasi sinyal yang paling diketahui adalah
pada kornu dorsalis medula spinalis.
d. Persepsi
Proses dimana pesan nyeri di relai ke otak dan menghasilkan
pengalaman yang tidak menyenangkan (nyeri).

2.3.4. Nyeri Inflamasi
Pada proses inflamasi, misalnya pada artritis, proses nyeri terjadi
karena stimulus nosiseptor akibat pembebasan berbagai mediator
biokimiawi selama proses inflamasi terjadi. Inflamasi terjadi akibat
rangkaian reaksi imunologik yang dimulai oleh adanya antigen yang
kemudian diproses oleh antigen presenting cell (APC) yang kemudian akan
diekskresikan ke permukaan sel dengan determinan HLA yang sesuai.
Antigen yang diekspresikan tersebut akan diikat oleh sel T melalui reseptor
sel T pada permukaan sel T membentuk kompleks trimolekuler . Kompleks

Universitas Sumatera Utara

trimolekuler tersebut akan mencetuskan rangkaian reaksi imunologik
dengan pelepasan berbagai sitokin (IL-1, IL-2) sehingga terjadi aktifasi,
mitosis dan proliferasi sel T tersebut. Sel T yang teraktifasi juga akan
menghasilkan berbagai limfokin dan mediator inflamasi yang bekerja
merangsang makrofag untuk meningkatkan aktivitas fagositosisnya dan
merangsang proliferasi dan aktivasi sel B untuk memproduksi antibodi.
Setelah berikatan dengan antigen, antibodi yang dihasilkan akan
membentuk kompleks imun yang akan mengendap pada organ target dan
mengaktifkan sel radang untuk melakukan fagositosis yang diikuti oleh
pembebasan metabolit asam arikidonat, radikal oksigen bebas, enzim
protease yang pada akhirnya akan menyebabkan kerusakan pada organ
target tersebut.
Dalam proses inflamasi, berbagai jenis prostaglandin seperti PGE1,
PGE2, PGI2, PGD2 dan PGA2, dapat menimbulkan vasodilatasi dan demam.
Di antara berbagai jenis prostaglandin tersebut, PGI2, merupakan
vasodilator terkuat.
Peranan prostaglandin dalam menimbulkan nyeri pada proses
inflamasi ternyata lebih kompleks. Pemberian PGE pada binatang
percobaan tidak terbukti dapat memprovokasi nyeri secara langsung, tetapi
harus ada kerjasama sinergistik dengan mediator inflamasi yang lain seperti
histamin dan bradykinin (Setiyohadi, B., Sumariyono, Kasjmir, Y.I.,
Isbagio, H. dan Kalim, H., 2010).

2.3.5. Kajian Awal Terhadap Rasa Nyeri
Terdapat beberapa hal penting yang menjadi dasar kajian awal terhadap rasa
nyeri yang dikeluhkan seorang pasien (Setiyohadi, B., Sumariyono,
Kasjmir, Y.I., Isbagio, H. dan Kalim, H., 2010) yaitu:
a. Lokasi Nyeri
Mintalah pada pasien untuk menjelaskan daerah mana yang merupakan
bagian paling nyeri atau sumber nyeri. Walaupun demikian perlu

Universitas Sumatera Utara

diperhatikan bahwa lokasi anatomik ini belum tentu sebagai sumber rasa
nyeri yang dikeluhkan pasien.
b. Intensitas Nyeri
Pada umumnya dipakai rating scale dengan analogi visual atau dikenal
sebagai Visual Analogue Scale (VAS). Mintalah pasien membuat rating
terhadap rasa nyerinya (0-10) baik yang dirasakan saat ini, kapannyeri
yang paling buruk dirasakan atau yang paling ringan dan pada tingkatan
mana rasa nyeri masih dapat diterima. Pengukuran dengan VAS pada
nilai di bawah 4 dikatakan sebagai nyeri ringan; nilai antara 4-7
dinyatakan sebagai nyeri sedang dan di atas 7 dianggap sebagai nyeri
hebat.

Gambar 4. Visual Analogue Scale. Sumber: Medscape
c. Kualitas Nyeri
Gunakan terminologi yang dikemukakan oleh pasien itu sendiri seperti
nyeri tajam, seperti terbakar, seperti tertarik, nyeri tersayat dan
sebagainya.
d. Awitan Nyeri, Variasi Durasi dan Ritme
Perlu ditanyakan kapan mulai nyeri terjadi, variasi lamanya kejadian
nyeri itu sendiri serta adakah irama atau ritme terjadinya maupun

Universitas Sumatera Utara

intensitas nyeri. Apakah nyeri tetap berada pada lokasi yang diceritakan
pasien? Apakah nyeri menetap atau hilang timbul?
e. Faktor Pemberat dan yang Meringankan Nyeri
Apa saja yang dapat memperberat rasa nyeri yang diderita pasien dan
faktor apa yang meringankan nyeri hendaklah ditanyakan kepada pasien
tersebut.
f. Pengaruh Nyeri
Dampak nyeri yang perlu ditanyakan adalah seputar kualitas hidup atau
terhadap hal-hal yang lebih spesifik seperti pengaruhnya terhadap pola
tidur, selera makan, enerji, aktivitas keseharian, hubungan dengan
sesama manusia atau bahkan terhadap mood, kesulitan berkonsentrasi
pada pekerjaan atau pembicaraan dan sebagainya.
g. Gejala Lain yang Menyertai
Apakah pasien menderita keluhan lainnya di samping rasa nyeri seperti
mual dan muntah, konstipasi, gatal, mengantuk atau terlihat bingung,
retensio urinae serta kelemahan?

Universitas Sumatera Utara