Analisis Faktor Untuk Mengetahui Alasan Ibu Memilih Persalinan Di Rumah Oleh Bidan Di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Jambi Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau Tahun 2015

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persalinan
2.1.1 Pengertian Persalinan
Menurut Wiknjosastro (2008) dalam Asrinah, dkk (2010), persalinan
merupakan proses pengeluaran hasil konsepsi, yang mampu hidup dari dalam uterus
melalui vagina ke dunia luar. Sedangkan menurut Manuaba (1998), persalinan adalah
proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah cukup bulan atau
hampir cukup bulan dan dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau
melalui jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri).
Persalinan adalah proses di mana bayi, plasenta, dan selaput ketuban keluar
dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia
kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit.
Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan
pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara
lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan
serviks (JNPK-KR, 2008).
Menurut pendapat Muchtar (1998) dan Prawirohardjo (2002) dalam
Nurasiah, dkk (2012), persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang cukup
bulan, lahir secara spontan dengan presentasi belakang kepala, disusul dengan


pengeluaran plasenta dan selaput ketuban dari tubuh ibu, tanpa komplikasi baik ibu
maupun janin.
Tujuan Asuhan persalinan normal adalah untuk menjaga kelangsungan hidup
dan memberikan derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui berbagai
upaya yang terintegrasi dan lengkap tetapi dengan intervensi yang seminimal
mungkin agar prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat
optimal (JNPK-KR, 2008).
2.1.2 Tanda dan Gejala Persalinan
Tanda-tanda bahwa persalinan sudah dekat, ditandai dengan : (1).
Lightening, keadaan ibu menjadi lebih enteng, merasa kurang sesak, tetapi sebaliknya
ia merasa bahwa berjalan sedikit lebih sukar, dan sering terganggu oleh rasa nyeri
pada anggota bawah; (2). Pollakisuria, keadaan kandung kemih yang tertekan
merangsang ibu untuk sering buang air kecil, karena fundus uteri lebih rendah dari
pada kedudukannya dan kepala janin sudah mulai masuk ke dalam pintu atas
panggul; (3). Fase labor, pada 3 atau 4 minggu sebelum persalinan, ibu diganggu oleh
his pendahuluan yang sebelumnya hanya merupakan peningkatan dari kontraksi
Braxton Hicks. His ini bersifat nyeri, tidak teratur, dan tidak berpengaruh pada
pendataran atau pembukaan serviks; (4). Terjadi perubahan serviks (pembukaan dan
penipisan); (5). Energy Spurt, terjadi peningkatan energi kira-kira 24-28 jam sebelum

persalinan dimulai; (6). Gastrointestinal Upsets, seperti diare, obstipasi, mual dan
muntah karena efek penurunan hormon terhadap sistem pencernaan (Yanti, 2009).

Tanda-tanda persalinan yang asli menurut Lockhart dan Saputra (2014)
adalah : (1). Terjadi kontraksi uterus (his) yang mendorong janin melewati jalan lahir;
(2). Uterus terasa keras ketika dipalpasi; (3). Penipisan dan dilatasi serviks akan
mengakibatkan bloody show (perdarahan); (4). Ruptur selaput janin (ketuban pecah).
2.1.3 Tahapan Persalinan
Adapun tahapan persalinan menurut Yanti (2009), adalah sebagai berikut :
1. Kala I
Kala I atau Kala Pembukaan adalah periode persalinan yang dimulai dari his
persalinan yang pertama sampai pembukaan cerviks menjadi lengkap. Kala I
dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Fase latent merupakan fase pembukaan yang sangat lambat, yaitu dari 0
sampai 3 cm yang membutuhkan waktu 8 jam.
b. Fase aktif, merupakan fase pembukaan yang lebih cepat yang terbagi lagi
menjadi 3 yaitu :
1) Fase akcelerasi (fase percepatan), dari pembukaan 3 cm sampai 4 cm
yang dicapai dalam 2 jam.
2) Fase dilatasi maksimal, dari pembukaan 4 cm sampai 9 cm yang dicapai

dari 2 jam.
3) Fase decelarasi (kurangnya kecepatan), dari pembukaan 9 cm sampai 10
cm selama 2 jam.

2. Kala II
Kala II atau kala pengeluaran merupakan periode persalinan yang dimulai dari
pembukaan lengkap sampai lahirnya bayi.
3. Kala III
Kala III atau kala uri yang merupakan periode persalinan yang dimulai dari
lahirnya bayi sampai dengan lahirnya plasenta.
4. Kala IV
Kala IV merupakan masa 1 – 2 jam setelah plasenta lahir. Dalam klinik, atas
pertimbangan-pertimbangan praktis masih diakui adanya kala IV persalinan,
meskipun masa setelah plasenta lahir adalah masa dimulainya masa nifas
(puerperium), mengingat pada masa ini sering timbul perdarahan.
2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persalinan
Menurut Yanti (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan adalah :
1.

Faktor Power

Power adalah kekuatan yang mendorong janin keluar, yang terdiri dari : his,

kontraksi otot-otot perut, kontraksi diafragma dan aksi dari ligament, yang saling
kerjasama dengan baik dan sempurna. Bila terdapat kelainan pada salah satu dari
kekuatan tersebut maka persalinan akan mengalami kemacetan (partus lama).

2.

Faktor Passager
Faktor Passager merupakan faktor dari janin, yang meliputi letak janin,

presentasi janin, bagian bawah dan posisi janin. Kelainan pada salah satu kondisi
janin tersebut dapat berakibat sulitnya kelahiran bayi yang mana harus dilakukan
suatu tindakan seperti vacum maupun operasi ceasar.
3.

Faktor Passage (jalan lahir)
Passage atau faktor jalan lahir dibagi atas : (1) Bagian keras : tulang

punggung, (2) Bagian lunak : otot-otot, jaringan dan ligament-ligament. Bila ada

kesempitan ukuran panggul maupun bentuk panggul, maka bayi tidak dapat lahir
secara normal melalui jalan lahir dan harus dilakukan operasi ceasar.
4.

Faktor Pisikologi Ibu
Dalam persalinan juga terjadi peningkatan kecemasan, dengan makin

meningkatnya kecemasan akan semakin meningkatkan intensitas nyeri. Dengan
makin majunya proses persalinan menyebabkan perasaan ibu hamil semakin cemas
dan rasa cemas tersebut menyebabkan rasa nyeri semakin intens, demikian pula
sebaliknya. Sensasi nyeri yang diderita ibu bersalin tersebut berasal dari sinyal nyeri
yang timbul saat otot rahim berkontraksi dengan tujuan untuk mendorong bayi yang
ada didalam rahim.
Nyeri saat persalinan sendiri sebenarnya adalah nyeri akibat kontraksi
miometrium disertai mekanisme perubahan fisiologis dan biokimiawi. Selain itu,
faktor fisik, faktor psikologi, emosi dan motivasi juga mempengaruhi timbulnya

nyeri. Kecemasan, kelelahan, kehabisan tenaga, dan kekwatiran ibu, seluruhnya
menyatu sehingga dapat memperberat nyeri fisik yang sudah ada. Begitu nyeri
semakin intens, kecemasan ibu meningkat semakin berat, sehingga terjadi siklus

nyeri-stres-nyeri dan seterusnya sehingga akhirnya ibu yang bersalin tidak mampu
lagi berharap.
5. Faktor Penolong
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya kematian ibu adalah
kemampuan dan keterampilan penolong persalinan. Keterampilan dalam asuhan
persalinan normal harus diterapkan sesuai standar asuhan bagi semua ibu bersalin
disetiap tahapan persalinan oleh setiap penolong persalinan dimanapun hal tersebut
terjadi. Penolong persalinan dalam hal ini adalah bidan. Bidan harus dapat
menyesuaikan jenis asuhan yang diberikan sesuai dengan kondisi dan tempat
persalinan, sehingga dapat memenuhi kebutuhan spesifik ibu dan bayi baru lahir.
Oleh karena itu, keberhasilan persalinan baik ibu maupun bayi yang sehat dan
selamat ditentukan oleh penolong persalinan yang terampil dan kompeten.

2.2 Persalinan di Rumah
2.2.1 Keuntungan dan Kekurangan Persalinan di Rumah
Menurut Mubarak (2012), keuntungan persalinan di rumah adalah :
1. Bagi Ibu
a. Ibu terhindar dari perasaan cemas, menimbulkan rasa tenang dan tentram sebab
suasana di rumah yang akrab membuat ibu yang akan melahirkan merasa di


dukung keluarga dan orang lain. Selain itu, ibu juga tidak merasa cemas
bayinya akan tertukar.
b. Ibu yang telah mempunyai anak sebelumnya, persalinan di rumah membuat ibu
dan anak tidak perlu berpisah lama dan ibu akan merasa nyaman karena dapat
melakukan kebiasaannya di lingkungan rumah sendiri.
c. Ibu dapat terhindar dari penyakit infeksi silang yang bisa terjadi di rumah sakit
dari pasien lain.
d. Ibu dapat melakukan aktivitas lebih cepat, sehingga akan memperbaiki sirkulasi
darah dan mempercepat pemulihan kondisinya. Aktivitas ibu dengan berjalanjalan dalam beberapa hari setelah melahirkan akan melancarkan pembekuan
darah.
2. Bagi Bayi
a. Dari aspek psikologi, bayi merasa diterima, dinantikan, dirindukan, dan dicintai
oleh seisi rumah.
b. Bayi dapat terhindar dari penyakit infeksi silang yang bisa terjadi di rumah
sakit seperti diare, ISPA, penyakit kulit, dan lainnya.
3. Bagi Keluarga
a. Persalinan di rumah didukung oleh keluarga, karena lingkungan yang dikenal,
tempat dimana mereka memiliki kendali terhadap lingkungannya.
b. Keluarga mudah untuk mempersiapkan kebutuhan persalinan tanpa perlu
membawa kemana-mana.


c. Keluarga mudah menyiapkan kamar karena selalu tersedia.
4. Aspek Ekonomi
Persalinan di rumah lebih murah sehingga dapat menghemat biaya rumah sakit dan
sewa kamar bersalin yang dapat diahlihkan untuk kebutuhan lain, dalam arti lain
persalinan di rumah akan menghemat waktu, tenaga, dan biaya.
Adapun kekurangan persalinan di rumah menurut Mubarak (2012) adalah :
1. Penolong persalinan (dukun bayi, bidan dan tenaga lainnya) umumnya hanya satu.
2. Sanitasi, fasilitas, peralatan, dan persediaan air bersih mungkin kurang, seperti
untuk perawatan bayi prematur sulit dilakukan di rumah.
3. Jika memerlukan rujukan, diperlukan pengangkutan dan pertolongan pertama
selama perjalanan. Jika perjalanannya jauh atau lama, maka komplikasi yang
terjadi misalnya perdarahan atau kejang-kejang dapat menjadi lebih parah.
2.2.2 Indikasi dan Persyaratan Persalinan di Rumah
Indikasi dilakukannya persalinan di rumah menurut Syafrudin dan Hamidah
(2012) adalah :
1.

Multipara. Umumnya ibu yang baru pertama kali bersalin dianjurkan bersalin di
rumah sakit atau diklinik bersalin. Jika pada waktu melahirkan bayi pertama itu

tidak mengalami kesulitan, melahirkan bayi berikutnya di rumah sendiri dapat
diizinkan.

2.

Selama melakukan asuhan antenatal tidak didapati adanya kelainan atau penyakit
yang akan menyulitkan proses persalinan.

3.

Jauh dari tempat pelayanan kesehatan (tinggal dipemukiman pedesaan).
Persyaratan dalam pertolongan persalinan di rumah menurut Syafrudin dan

Hamidah (2012) sebagai berikut :
1. Persiapan Penolong (bidan)
a. Kemampuan
Dalam bidang psikologi, kemampuan ini diartikan sebagai kesanggupan.
Mengingat pentingnya risiko yang dihadapi, bidan harus mempunyai
kemampuan yang cukup terampil, cepat berpikir, cepat menganalisis, cepat
menginterprestasi tanda dan gejala, cepat menyusun konsep, dan mempunyai

pengetahuan serta pengalaman.
b. Keterampilan
Pekerjaan bidan adalah pekerjaan yang bersifat keterampilan. Oleh karena itu,
bidan harus memiliki keterampilan yang cukup banyak dalam hal yang
berkaitan dengan perawatan dan pertolongan persalinan.
c. Kepribadian
Kepribadian merupakan kesehatan jasmani dan rohani dalam segala aspek,
yang merupakan organisasi yang dinamis yang akan selalu mengalami
perubahan dan perkembangan, aspek-aspek tersebut ialah fisik, maturnitas atau
kematangan, mantal, emosi, dan sikap.

3. Persiapan Alat
1. Jika akan melahirkan di rumah, pasien dianjurkan untuk memilih kamar yang
terbaik untuk bersalin.
2. Sediakan perlak berukuran sekitar 1,5 m sebagai alas tempat tidur bersalin.
3. Lampu yang cukup terang jika ternyata melahirkan di malam hari.
4. Dua baskom, satu untuk cuci tangan dan lainnya berisi air hangat untuk
memandikan bayi.
5. Sabun cuci tangan dan sabun bayi.
Menurut Mubarak (2012), persyaratan persalinan di rumah adalah :

1. Menginformasikan bahwa kehamilan bersifat fisiologis atau normal. Artinya, tidak
terdapat kelainan 3 P, yakni : power atau kekuatan dari si calon ibu; passage atau
jalan lahir; dan passanger yakni janin yang akan melaluinya. Kalau ketiga faktor
tersebut dalam keadaan baik, bisa disimpulkan bahwa persalinan tersebut adalah
fisiologis atau akan berlangsung normal.
2. Tersedianya tenaga penolong persalinan yang handal. Penolong persalinan tidak
harus seorang dokter ahli kebidanan dan kandungan, namun cukup seorang dokter
umum yang terampil dalam bidang tersebut atau bidan yang berpengalaman.
Memilih berprofesi sebagai penolong persalinan dan bersedia dimintai pertolongan
sewaktu-waktu. Meskipun berprofesi sebagai penolong persalinan, mereka harus
mengenal dengan baik siapa yang akan ditolong. Oleh karena itu, periksa
kehamilan secara teratur penting dilakukan. Seorang penolong persalinan yang

baik

tidak

hanya

berpengalaman,

berpengetahuan,

dan

berketerampilan

dibidangnya, tetapi juga sebaiknya seorang pribadi yang berdedikasi tinggi dalam
membimbing persalinan.
3. Mempersiapkan satu kamar atau ruang bersalin di rumah. Tidak perlu harus
ruangan khusus, kamar tidur keluarga dapat dipersiapkan merangkap sebagai
kamar bersalin. Kamar ini hendaknya bersih, tenang, serta memiliki penerangan
dan ventilasi udara yang baik.
4. Perlengkapan lain untuk kebutuhan ibu dan bayi, seperti untuk ibu : dua helai kain
panjang bersih, satu gunting steril (minimal direbus dalam air mendidih selama
lebih dari 15 menit), benang kasur steril, satu buah kateter urine logam steril untuk
wanita, sebuah neerbeken atau pispot bersih, serta sebuah baskom ari-ari.
Sedangkan untuk bayi : air hangat secukupnya untuk mandi, baby oil, baju, popok,
baju hangat, sepotong kain kasa steril dan 60 cc alkohol 70%.
2.2.3 Persiapan Persalinan di Rumah
Menurut Mubarak (2012), ada beberapa persiapan menyangkut alat,
persiapan ibu, persiapan keluarga, dan bidan, antara lain :
1.

Persiapan alat. Alat yang tersedia dan siap dipakai.
a. Perlengkapan yang diperlukan oleh ibu guna persalinan di rumah.
b. Perlengkapan yang diperlukan oleh bayi segera setelah lahir.
c. Tempat tidur bersalin.
d. Peralatan bidan.

2.

Persiapan ibu bersalin. Pemeriksaan dan kegiatan terhadap ibu mencakup hal
berikut :
1. Observasi : keadaan umum, meliputi : suhu, nadi, frekuensi nafas, dan tekanan
darah.
2. Melakukan inspeksi, palpasi, dan auskultasi abdomen.
3. Menghitung Denyut Jantung Janin (DJJ).

3. Persiapan keluarga. Bantuan keluarga mencakup hal berikut :
1. Menyiapkan ruangan untuk ibu bersalin.
2. Mengupayakan ruangan dalam kondisi bersih, pencahayaan cukup, dan
ventilasi bagus.
3. Membantu bidan jika diperlukan.
4. Menyiapkan segala sesuatu jika klien dirujuk.
4. Persiapan bidan
a. Menyiapkan segala yang diperlukan untuk persalinan.
b. Memakai tutup pakaian plastik.
c. Mencuci tangan secara aseptik.
2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ibu dalam Memilih Persalinan di
Rumah
Banyak ibu lebih memilih melahirkan di rumah, hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain :
1.

Umur

Menurut KBBI (2014), umur merupakan usia; hidup; nyawa. Umur adalah
hal yang sangat diperhatikan dalam penyelidikan epidemiologi. Angka-angka
kesakitan maupun kematian hampir semua keadaan menunjukkan hubungan dengan
umur. Semakin bertambah umur seseorang maka pengetahuan akan status kesehatan
akan semakin luas (Notoatmodjo, 2003).
Usia berdasarkan risiko persalinan dibedakan antara usia kurang dari 20
tahun dan lebih dari 35 tahun. Karakteristik umur (berisiko tinggi dan berisiko
rendah) memiliki kecenderungan yang sama dalam pemanfaatan pelayanan
kesehatan. Umur merupakan suatu variabel yang tidak bisa dimodifikasi, sesuatu
yang harus di terima (Khudhori, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian Reley dan Susanto (2012), menunjukkan
terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan pemilihan tempat persalinan.
Sejalan dengan penelitian Manueke, dkk (2001), menunjukkan terdapat hubungan
yang signifikan antara umur ibu dengan pemilihan penolong persalinan. Umur ibu <
20 tahun dan > 34 tahun mempunyai risiko 1,14 kali lebih besar memilih penolong
persalinan non kesehatan dibandingkan dengan umur ibu antara 20 – 34 tahun.
2. Paritas
Paritas adalah jumlah kelahiran hidup dan mati dari suatu kehamilan yang
pernah dialami seorang ibu. Paritas 1-3 merupakan paritas yang paling aman bagi
kesehatan ibu maupun janin dalam kandungan. Paritas 2-3 merupakan paritas yang
paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal, paritas 1 dan paritas tinggi (lebih

dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Risiko pada paritas 1 dapat
dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana (Wikjhosastro, 2007).
Kategori paritas menurut Prawirohardjo, (2009) adalah :
a. Paritas tinggi : apabila ibu melahirkan lebih dari 3 kali.
b. Paritas rendah : apabila ibu melahirkan kurang atau sama dengan 3 kali.
Menurut Susenas (2007) dalam Depkes RI (2007), pada daerah perkotaan
diperkirakan ada kaitannya dengan arah pencarian pertolongan persalinan dan
kemungkinan pengalaman pertolongan persalinan sebelumnya. Pada daerah pedesaan
ibu dengan paritas yang tinggi cenderung menggunakan tenaga non kesehatan untuk
menolong persalinan mereka dibandingkan ibu-ibu yang berparitas rendah.
Hasil Penelitian Manueke, dkk (2001), terdapat hubungan yang signifikan
antara paritas dengan penolong persalinan. Paritas 1 dan lebih dari 3 memiliki risiko
1,15 kali lebih besar memilih persalinan non kesehatan dibandingkan dengan ibu
yang memiliki paritas 2 atau 3.
3.

Pendidikan Ibu
Pendidikan

berarti

bimbingan

yang

diberikan

seseorang

terhadap

perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia
untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan.
Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi, misalnya hal-hal yang menunjang
kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Kumalasari dan Andhyantoro (2012), semakin tinggi pendidikan
seorang wanita maka semakin mampu mandiri dengan sesuatu yang menyangkut
dirinya sendiri dan mampu berperilaku hidup sehat serta mudah menerima hal-hal
baru dan mampu menyesuaikan diri dengan masalah-masalah baru. Meningkatnya
pendidikan berdampak pada pengalaman dan wawasan yang semakin luas, serta
kemampuan untuk mengambil keputusan yang baik khususnya yang berhubungan
dengan kesehatan.
Hasil penelitian Widiawati (2008), menunjukkan tingkat pendidikan
mempengaruhi kesadaran terhadap pentingnya kesehatan sehingga mendorong
seseorang untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan. Seseorang dengan pendidikan
tinggi akan lebih senang menggunakan pelayanan kesehatan modern dari pada
pelayanan tradisional, karena sudah mendapatkan informasi tentang keuntungan dan
kerugiannya. Sejalan dengan penelitian Sari, dkk (2010), terdapat pengaruh tingkat
pendidikan dengan pemilihan tempat persalinan. Tingkat pendidikan mempengaruhi
kesadaran terhadap pentingnya kesehatan sehingga mendorong seseorang untuk
memanfaatkan pelayanan kesehatan.
4.

Pengetahuan Ibu
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, terjadi setelah melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaraan, pencium, rasa, dan indera

peraba. Akan tetapi sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga (Novita dan Franciska, 2012).
Menurut Notoatmodjo (2003), tindakan seseorang terhadap masalah
kesehatan pada dasarnya akan dipengaruhi oleh pengetahuan seseorang tentang
masalah tersebut. Dalam hal ini, pengetahuan yang dimiliki oleh ibu dalam persiapan
persalinan berhubungan dengan pemilihan penolong persalinan dan tempat persalinan
dikemudian hari.
Hasil penelitian Wardayani (2013), menunjukkan terdapat hubungan
pengetahuan dengan pemilihan tempat persalinan. Pengetahuan ibu yang kurang
tentang persalinan mempengaruhi ibu memilih persalinan di rumah oleh bidan.
Sejalan dengan penelitian Simanjuntak (2012), terdapat hubungan yang bermakna
pengetahuan ibu dengan pemilihan penolong persalinan. Ibu yang berpengetahuan
tinggi lebih memilih bidan sebagai penolong persalinan dibanding ibu yang
berpengetahuan sedang.
5.

Pendapatan Keluarga
Menurut Sukirno (2002) dalam Budiartiningsih dan Gusfrianti (2010),

pendapatan rumah tangga adalah penghasilan dari keseluruhan anggota rumah tangga
yang disumbangkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga ataupun anggota rumah
tangga. Sedangkan menurut KBBI (2014), pendapatan rumah tangga merupakan harta
yang diterima oleh sebuah rumah tangga sebagai hasil dari seluruh usaha semua
anggota keluarga.

Hasil penelitian Putra (2010), menunjukkan bahwa pendapatan keluarga
berpengaruh terhadap penggunaan layanan kesehatan. Semakin naik pendapatan
keluarga akan meningkatkan kunjungan pada fasilitas kesehatan. Sejalan dengan
penelitian Fauziah, dkk (2013), menunjukkan ada hubungan status ekonomi keluarga
dengan pemilihan tempat persalinan. Di daerah perdesaan, proporsi keluarga yang
berpendapatan rendah cenderung memilih persalinan di rumah sebagai tempat
persalinannya dibandingkan keluarga yang berpendapatan tinggi.
6.

Pengambil Keputusan
Keputusan adalah hasil pemecahan masalah yang dihadapi dengan tegas.

Pengambilan keputusan merupakan suatu pendekatan terhadap hakikat suatu masalah,
pengumpulan fakta-fakta dan data, penentuan yang matang dari alternatif yang
dihadapi dan pengambilan tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan
yang paling tepat (Levany, 2011).
Berdasarkan penelitian Maisyara, dkk (2013), pengambilan keputusan dalam
memilih tempat persalinan merupakan hal yang penting dan jadi penentu utama
dimana ibu akan bersalin. Ditemukan 84,5% pengambil keputusan oleh ibu sendiri
dan sisanya suami dan orangtua/mertua, ditandai dengan mereka dalam hidup
bekeluarga tidak tinggal bersama keluarga orangtua/mertua, mereka memilih hidup
dalam keluarga kecil dan ada juga kerena proses perantauan. Selain itu, karena
pengetahuan suami terhadap persalinan yang kurang yang membuat ibu untuk
mengambil keputusan dalam memilih tempat persalinan.

7.

Dukungan Suami/Keluarga
Dukungan keluarga menurut Gottlieb (1983) dalam Suparyanto (2012),

merupakan informasi verbal, sasaran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang
diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya
atau yang berupa kehadiran dan hal yang dapat memberikan keuntungan emosional
atau pengaruh pada tingkah laku penerimaannya.
Menurut Hause (1981) dalam Bobak (2005), terdapat 4 jenis dukungan
suami, yaitu : (1). Dukungan Emosional, berupa penghargaan, cinta dan kasih sayang,
kepercayaan, perhatian dan kesedian untuk mendengarkan; (2). Dukungan
Intrumental, berupa sarana yang tersedia untuk menolong individu melalui waktu,
alat, pekerjaan, bantuan uang, kesempatan dan modifikasi terhadap lingkungan; (3).
Dukungan Informasi, berupa nasehat, sugesti, memberikan arahan secara langsung,
saran yang berguna untuk memudahkan individu melalui konsultasi kepada tenaga
profesional, sumber bacaan, maupun bertanya kepada sumber lain; (4). Dukungan
Penilaian, berupa penguatan dan perbandingan sosial serta umpan balik yang diterima
terhadap perkembangan identitas individu.
Berdasarkan hasil penelitian Adimunntja, dkk (2013), terdapat hubungan
dukungan suami dengan pemilihan tempat persalinan. Hal tersebut dikarenakan
sebagian besar ibu mengalami kehamilan anak pertama, sehingga suami memberikan
dukungan lebih terhadap kehamilan dan persalinan anak pertamanya.

8.

Dukungan Petugas Kesehatan
Semua petugas kesehatan, baik dilihat dari jenis dan tingkatnya pada

dasarnya adalah pendidik kesehatan (health educator). Pendidikan kesehatan pada
hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan
kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan adanya informasi tersebut dapat
membawa akibat terhadap perubahan perilaku sasaran (Notoatmodjo, 2007).
Peran bidan melibatkan pemberian dukungan kepada wanita dalam persiapan
untuk melahirkan. Terkait dengan pemberian informasi dan asuhan di periode
antenatal, temuan dari studi kualitatif menginformasikan bahwa wanita berharap
diberi asuhan dan informasi dari orang yang mereka anggap ahli. Meskipun wanita
pergi ke kerabat dan teman untuk mendapatkan semua informasi tentang kehamilan
dan kelahiran, informasi ini dianggap kurang dipercaya dan kurang ahli dibandingkan
informasi yang diberikan oleh profesional kesehatan (Carlson dan Luanaigh, 2009).
Penelitian Rusnawati (2012), menunjukkan terdapat hubungan yang
bermakna antara dukungan petugas kesehatan dengan pemilihan tempat persalinan.
Saran petugas kesehatan mempengaruhi pasien memilih tempat persalinan yang
dianggapnya lebih mengerti dan mengetahui, sehingga menjadi acuan pasien dalam
memutuskan tempat persalinan yang baik.
9.

Kenyamanan
Menurut KBBI (2014), nyaman adalah segar; sehat, sedangkan kenyamanan

adalah keadaan nyaman; kesegaran; kesejukan. Kenyamanan dan perasaan nyaman

adalah penilaian komprehensif seseorang terhadap lingkungannya. Persalinan sangat
dipengaruhi oleh lingkungan dan tempat persalinan berlangsung. Idealnya, setiap
wanita yang bersalin dan tim yang mendukung serta memfasilitasi usahanya untuk
melahirkan, bekerja sama dalam suatu lingkungan yang paling nyaman dan aman
bagi ibu yang melahirkan. Bagi banyak wanita, keluarga, dan pemberi perawatan,
tempat yang aman untuk melahirkan adalah di rumah.
Rumah merupakan lingkungan yang sudah dikenal wanita sehingga ia dapat
merasa nyaman dan rileks selama persalinan, tempat ia dapat mempertahankan
privasi dan dikelilingi oleh orang-orang yang diinginkannya, yang akan memberi
dukungan dan ketenangan pada dirinya (Mubarak, 2012).
Kenyamanan dapat menimbulkan kepercayaan pasien kepada pelayanan
kesehatan. Jika biaya pelayanan kesehatan merupakan persoalan, maka kenyamanan
akan

mempengaruhi

pasien

untuk

membayar

biaya

pelayanan

kesehatan.

Kenyamanan juga terkait dengan penampilan fisik pelayanan kesehatan, pemberi
pelayanan, peralatan medik dan nonmedik (Pohan, 2003).
10. Biaya Persalinan
Menurut Maidin (2003) dalam Nurrohman (2014), biaya sering diartikan
sebagai nilai suatu pengorbanan untuk memperoleh suatu output tertentu.
Pengorbanan itu dapat berupa uang, barang, tenaga, waktu maupun kesempatan.
Biaya persalinan sangat bervariasi, tergantung fasilitas yang diinginkan. Selain
fasilitas, jenis persalinan juga membedakan tarif layanan bersalin di klinik maupun

rumah sakit. Persalinan normal tentu lebih murah dibandingkan ceasar, tetapi juga
bertambah mahal jika disertai komplikasi yang butuh penanganan lebih lanjut.
Keterbatasan dan kesediaan biaya menjadi salah satu kendala masyarakat untuk
memperoleh akses ke pelayanan kesehatan.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 59 Tahun
2014 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dalam Penyelenggaraan Program
Jaminan Kesehatan, pasal 11 ayat 1 menyatakan bahwa jasa pelayanan kebidanan,
neonatal, dan keluarga berencana yang dilakukan oleh bidan atau dokter dalam
persalinan pervaginam normal sebesar Rp 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah), bila
persalinan pervaginam dengan tindakan Emergensi Dasar di Puskesmas PONED
sebesar Rp 750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah). Sedangkan pelayanan
tindakan pasca persalinan di puskesmas PONED sebesar Rp 175.000,00 (seratus
tujuh puluh lima ribu rupiah) dan pelayanan pra rujukan pada komplikasi kebidanan
dan neonatal Rp 125.000,00 (seratus dua puluh lima ribu rupiah).
Berdasarkan

penelitian

Wardayani

(2013),

faktor biaya persalinan

mempengaruhi ibu dalam memilih persalinan di rumah oleh bidan. Semakin tinggi
biaya persalinan di fasilitas kesehatan maka ibu lebih memilih persalinan di rumah
oleh bidan. Begitu juga dengan penelitian Simanjuntak (2012), terdapat hubungan
biaya persalinan dengan pemilihan penolong persalinan, dimana ibu dengan biaya
persalinan terjangkau lebih memilih bidan sebagai penolong persalinan dibandingkan
yang tidak terjangkau.

11. Akses terhadap Pelayanan Kesehatan
Akses merupakan pemanfaatan layanan kesehatan tepat waktu untuk
mencapai status kesehatan yang baik dan yang paling memungkinkan. Dengan
demikian, akses mengandung arti layanan kesehatan tersedia kapanpun dan
dimanapun diperlukan oleh masyarakat. Hal ini meliputi keterjangkauan/jarak lokasi
tempat pelayanan, jenis dan kualitas pelayanan yang yang tersedia, serta
keterjangkauan informasi. Aksesibilitas dapat dihitung dari waktu tempuh, jarak
tempuh, jenis transportasi, dan kondisi di pelayanan kesehatan, seperti jenis
pelayanan, tenaga kesehatan dan jam buka. Keterjangkauan masyarakat termasuk
jarak akan mempengaruhi pemilihan pelayanan kesehatan. Selain itu, jarak
merupakan komponen kedua yang memungkinkan seseorang untuk memanfaatkan
pelayanan pengobatan (Retnaningsih, 2013).
Berdasarkan Riskesdas (2013), akses kesehatan yang diliat dari pengetahuan
tentang keberadaan fasilitas kesehatan dan keterjangkauan fasilitas kesehatan.
Pengetahuan tentang keberadaan fasilitas kesehatan menunjukkan rumah tangga lebih
mengenal rumah sakit pemerintah dari pada rumah sakit swasta. Rumah tangga
mengenal keberadaan praktik bidan swasta atau rumah bersalin sebesar 66,3%.
Begitu juga dengan keterjangkauan fasilitas kesehatan lebih tinggi diperkotaan
dibandingkan dengan di perdesaan.
Hasil Penelitian Manueke, dkk (2001), menunjukkan terdapat hubungan
yang signifikan antara tempat tinggal dengan penolong persalinan. Tempat tinggal di

pedesaan memiliki kemungkinan 5,43 kali lebih besar memilih penolong persalinan
non nakes dibandingkan dengan tempat tinggal diperkotaan. Penelitian Nara (2014),
menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara akses pelayanan kesehatan
dengan pemanfaatan fasilitas persalinan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Mardela, dkk (2012), bahwa sebagian besar ibu hamil yang memilih bersalin di
tenaga kesehatan lebih memilih bidan dari pada tenaga kesehatan yang lain, seperti
perawat dan dokter kandungan. Hal ini disebabkan karena mudahnya akses pelayanan
kesehatan seperti praktik bidan sehingga mudah mendapatkan penolong persalinan.
12. Kepercayaan terhadap Bidan
Kepercayaan yaitu sikap untuk menerima suatu pernyataan atau pendirian,
tanpa menunjukkan sikap pro atau anti kepercayaan. Seseorang menerima
kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan pembuktian terlebih dahulu. Kepercayaan
dapat tumbuh bila berulang kali mendapat informasi yang sama (Notoatmodjo, 2007).
Pengalaman menunjukkan, lebih sulit untuk mengubah kepercayaan
kelompok dari pada kepercayaan individu, karena kepercayaan individu sifatnya lebih
subjektif dan relatif, sedangkan kepercayaan kelompok memiliki intensitas yang lebih
kuat karena di dukung oleh individu-individu lain yang besar jumlahnya, apalagi jika
kepercayaan tersebut di dukung oleh tokoh-tokoh masyarakat (Sarwono, 2004).
Berdasarkan penelitian kualitatif oleh Suryati (2009), tentang pemanfaatan
bidan desa sebagai penolong persalinan ditinjau dari aspek sosial budaya masyarakat
di wilayah kerja Puskesmas Kutalimbaru bahwa kepercayaan ibu terhadap bidan desa

sebagai penolong persalinan cukup tinggi. Karena mereka beranggapan bahwa
melahirkan di bidan jauh lebih aman. Selain itu kepercayaan mereka terhadap bidan
juga dipengaruhi oleh mertua mereka yang sudah berpengalaman serta masukan dari
lingkungan sekitar.
13. Takut dengan Lingkungan Rumah Sakit
Menurut KBBI (2014), takut artinya merasa cepat dan mengerti terhadap
sesuatu yang dianggap membahayakan; merasa gentar terhadap sesuatu yang diyakini
menimbulkan bencana; segan dan hormat; tidak berani berbuat atau melakukan
sesuatu; khawatir,cemas, gelisah, dan gamang.
Menurut Mubarak (2012), rumah sakit mempengaruhi faktor psikologis ibu
bersalin karena adanya unsur diskriminasi, meski ini juga merupakan konsekuensi
dari pilihannya. Tidak sedikit masyarakat yang beranggapan bahwa pelayanan ibu
dan bayi telah dibeda-bedakan menurut kelas perawatannya. Apalagi sebagai
konsekuensi logis dari lembaga jasa pelayanan bagi orang banyak, secara tidak
langsung perlakuan rumah sakit yang bisa dikatakan masih kurang profesional atau
kurang ramah menciptakan stigma diskriminasi ini.
Berdasarkan penelitian Hadibowo dan Wardono (2014), lingkungan
merupakan faktor yang paling besar dalam proses penyembuhan di dalam fasilitas
medis yaitu sebesar 40%. Namun, sayangnya lingkungan yang dibentuk oleh rumah
bersalin yang sudah ada sekarang jusru memberikan rasa takut, kecemasan,
kebosanan dan stress pada ibu hamil.

14. Pengalaman Persalinan
Menurut Vardiansyah (2008) dalam Wikipedia (2013), pengalaman
merupakan hasil persentuhan alam dengan panca indera manusia. Pengalaman
memungkinkan seseorang menjadi tahu dan hasil tahu ini kemudian disebut
pengetahuan.
Berdasarkan penelitian Widawati (2008), pengalaman persalinan dan
kehamilan terdahulu sangat berpengaruh dalam pemilihan penolong persalinan,
dimana persalinan ibu yang sebelumnya ditolong oleh dukun dan tidak memiliki
masalah saat proses persalinan akan mempunyai peluang lebih besar untuk memilih
dukun untuk persalinan berikutnya. Begitu juga dengan penelitian Astuti (2013),
pengalaman persalinan sebelumnya dapat mempengaruhi ibu dalam memilih
penolong persalinan, kerena melalui pengalaman dapat timbul persepsi yang positif
tentang ancaman persalinan oleh dukun dan persepsi yang positif tentang manfaat
persalinan oleh tenaga kesehatan/bidan.
15. Kesehatan Ibu Waktu Hamil
Status kesehatan merupakan keadaan dimana kedudukan orang dalam
tingkatan sehat dan sakit. Status kesehatan ibu hamil akan menunjukkan baik
buruknya kondisi ibu dan juga terhadap perkembangan janin yang sedang dikandung,
bagi ibu sendiri kesehatan yang baik selama masa kehamilan juga akan sangat
membantu ketika tiba saatnya melahirkan (Sitanggang dan Nasution, 2008).

Keputusan dalam menggunakan pelayanan kesehatan salah satunya kerena
kebutuhan, yang merupakan komponen yang mendorong perilaku kesehatan yang
disebabkan oleh adanya persepsi serius mengenai gejala atau penyakit yang
dialaminya, sehingga terdorong untuk mencari upaya pelayanan kesehatan (Anderson
dalam Sarwono, 2004).
Hasil penelitian Hardianti, dkk (2013), menunjukkan bahwa ibu yang
didiagnosa adanya kelainan sewaktu hamil, memilih untuk melahirkan ke tenaga
kesehatan dan pada fasilitas kesehatan.

2.3 Bidan
2.3.1 Pengertian Bidan
Bidan menurut International Confederation Of Midwives (ICM) dalam
Depkes RI (2007b) adalah seorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan
yang diakui dinegaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi
kualifikasi untuk di daftar (register) dan atau memiliki izin yang sah untuk
melakukan praktik bidan.
Bidan adalah orang yang ahli dalam menangani dan menolong kelahiran;
wanita yang bekerja sebagai penolong dan perawat orang melahirkan (KBBI, 2014).
Menurut Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Bidan Indonesia adalah seorang perempuan
yang lulus dari pendidikan bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di
Wilayah Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk di

register, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik
kebidanan (Yanti dan Eko, 2010).
2.3.2 Peran dan Fungsi Bidan
Menurut Syafrudin dan Hamidah (2012), peran dan fungsi bidan dalam
pelayanan kebidanan terdiri dari 4 (empat) peran, yaitu : (1). Peran sebagai pelaksana;
(2). Peran sebagai pengelola; (3). Peran sebagai pendidikan; (4). Peran sebagai
peneliti.
Peran bidan di dalam menolong persalinan terletak pada peran bidan sebagai
pelaksana. Bidan memberikan pelayanan kebidanan pada wanita dalam siklus
kehidupannya, seperti asuhan kehamilan, asuhan persalinan, asuhan nifas, asuhan
bayi baru lahir, dan sebagainya. Dalam memberikan asuhan kebidanan pada masa
persalinan harus melibatkan klien/keluarga. Adapun asuhan kebidanan dalam masa
persalinan antara lain :
1. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada klien dalam masa persalinan.
2. Menentukan diagnosis asuhan kebidanan dalam masa persalinan.
3. Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai dengan proritas
masalah.
4. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
5. Mengevaluasi hasil tindakan yang telah diberikan bersama klien.
6. Membuat rencana tindakan pada ibu masa persalinan sesuai dengan proritas.

7. Membuat catatan dan laporan asuhan kebidanan. (Syafrudin dan Hamidah,
2012).
2.3.3 Standar Kompetensi Bidan
Standar Kompetensi Bidan dalam Kepmenkes Nomor 369 Tahun 2007, salah
satunya adalah bidan harus mempunyai persyaratan pengetahuan dan keterampilan
dari ilmu-ilmu sosial, kesehatan masyarakat dan etik yang membentuk dasar dari
asuhan yang bermutu tinggi sesuai dengan budaya, baik untuk wanita, bayi baru lahir
maupun untuk keluarga. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap
terhadap kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin selama persalinan yang
bersih dan aman, menangani situasi kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan
kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir (Yanti dan Eko, 2010).

2.4 Analisis Faktor
2.4.1 Pengertian Analisis Faktor
Analisis faktor merupakan nama umum yang menunjukkan suatu kelas
prosedur, utamanya dipergunakan untuk mereduksi data atau meringkas, dari variabel
yang banyak diubah menjadi sedikit variabel, misalnya dari 15 variabel yang lama
diubah menjadi 4 atau 5 variabel baru yang disebut faktor dan masih memuat
sebagian besar informasi yang terkandung dalam variabel asli (original variabel)
(Supranto, 2010).
Menurut Purwanto (2007), analisis faktor merupakan usaha penyederhanaan
kerumitan dengan meringkas kerumitan yang sangat banyak unsurnya ke dalam

faktor yang sederhana dan mudah dipahami. Analisis faktor merupakan analisis
multivariat yang dirancang untuk meneliti sifat hubungan antara variabel-variabel
dalam satu perangkat tertentu yang pada dasarnya menunjukkan pola hubungan
tertentu. Menurut Suryanto (1988) dalam Purwanto (2007), analisis faktor adalah
kajian tentang kesalingtergantungan antara variabel-variabel dengan tujuan untuk
menemukan himpunan variabel baru yang lebih sedikit jumlahnya dari variabel
semula dan menunjukkan variabel-variabel mana dari variabel semula tersebut yang
merupakan faktor persekutuan.
2.4.2 Tujuan Analisis Faktor
Pada dasarnya tujuan analisis faktor menurut Hardjodipuro (1988) dalam
Purwanto (2007) adalah menentukan apakah satu perangkat variabel dapat
digambarkan berdasarkan jumlah “dimensi” atau “faktor” yang lebih sedikit dari
pada jumlah variabelnya. Selain itu untuk menemukan himpunan baru yang lebih
sedikit jumlahnya dari variabel semula dan menunjukkan variabel-variabel mana dari
variabel semula tersebut yang merupakan faktor persekutuan. Analisis faktor juga
membantu menemukan dan mengidentifikasikan keutuhan-keutuhan atau sifat-sifat
mendasar yang mendasari tes dan pengukuran. Dengan demikian tujuan analisis
faktor adalah mengekplorasi wilayah variabel guna mengetahui dan menunjukkan
faktor-faktor yang diduga melandasi variabel tersebut dan menguji hipotesis tentang
relasi antara variabel-variabel.

2.4.3 Penggunaan Analisis Faktor
Ditinjau dari penggunaannya, terdapat dua macam analisis faktor, yaitu :
1.

Analisis Faktor Eksploratori (Exploratory Factor Analysis)
Analisis faktor eksploratori adalah penggunaan analisis faktor untuk
mengetahui faktor-faktor yang melandasi sehimpunan variabel atau sehimpunan
ukuran. Analisis faktor eksploratori tidak menghipotesiskan adanya sejumlah
faktor dari butir-butir pengukuran variabel. Butir-butir dibiarkan membentuk
polanya sendiri dan menginformasikan ditemukannya faktor-faktor. Peneliti
berusaha merangkum data dengan cara mengelompokkan variabel yang saling
berinterkorelasi yang mana variabel-veriabel tersebut dipilih tanpa praduga
adanya struktur dasar potensial (Purwanto, 2007).
Analisis faktor ekploratori merupakan analisis awal untuk digunakan pada
analisis lanjutan dari suatu rangkaian analisis dalam suatu penelitian. Dalam
melakukan reduksi data atau mengurangi jumlah variabel, maka dilakukan proses
analisis eksploratori untuk membuat set variabel baru, atau variabel komponen,
atau variabel komponen, atau faktor, atau konstruk yang menggantikan sejumlah
variabel asal, atau item atau demensi penyusunnya. Analisis faktor ekploratori
bersifat mengeksplor data empiris untuk menemukan dan medeteksi karakteristik
dan hubungan antar variabel tanpa menentukan model pada data. Pada analisis
ini peneliti tidak memiliki teori a priori untuk menyusun hipotesis. Mengingat
sifatnya yang ekplorasi inilah, hasil analisis faktor ekploratori ini lemah. Hasil

analisis, yang menjelaskan hubungan antar variabel semata, juga tidak
didasarkan teori yang ada. Hasil analisis juga sangat tergantung data empiris, dan
jika variabel terobservasinya banyak, hasil analisis akan sulit dimaknai
(Stapleton, 1997 dalam Retnawati, 2006).
Biasanya analisis faktor terkait erat dengan pertanyaan tentang validitas.
Ketika faktor-faktor teridentifikasi dihubungkan, analisis faktor eksploratori
menjawab pertanyaan tentang validitas konstruk, apakah suatu skor mengukur
apa yang seharusnya diukur (Nunally, 1978 dalam Retnawati, 2006).
2.

Analisis Faktor Konfirmatori (Confirmatory Factor Analysis)
Analisis faktor konfirmatori adalah penggunaan analisis faktor untuk
menguji hipotesis mengenai struktur faktor dalam sehimpunan data. Analisis
faktor konfirmatori menghipotesiskan telah ditemukannya sejumlah faktor dari
variabel dan analisis dilakukan untuk menegaskan kemandirian faktor dan
menguji kontribusi butir kepada faktor-faktornya. Selain itu analisis faktor
konfirmatori menguji hipotesis-hipotesis mengenai struktur dasar faktor. Faktorfaktor tidak dicari tapi telah lebih dulu dihipotesiskan (Purwanto, 2007).
Analisis faktor konfirmatori digunakan untuk menguji model yang telah
diasumsikan untuk dideskripsikan, dijelaskan untuk model data empiris dengan
menggunakan parameter yang lebih sedikit dibandingkan dengan variabel
terobservasi. Model yang dibangun didasarkan pada informasi a piori tentang
struktur data dalam bentuk teori khusus atau hipotesis. Teori khusus atau

hipotesis yang dibangun didasarkan pada teori yang telah ada atau hasil
penelitian sebelumnya (Garson, 2006 dalam Retnawati, 2006).
2.4.4 Proses Dasar Analisis Faktor
Proses utama analisis faktor meliputi hal-hal berikut :
1. Menentukan variabel apa saja yang akan di analisis.
2. Menguji variabel-variabel yang telah ditentukan, dengan metode Bartlett test of
sphericity serta pengukuran MSA (Measure of Sampling Adequacy), melakukan
penyaringan terhadap sejumlah variabel, hingga didapat variabel-variabel yang
memenuhi syarat untuk di analisis.
3. Proses Faktoring, proses yang mengekstrak satu atau lebih faktor dari variabelvariabel yang telah lolos pada uji variabel sebelumnya (Santoso, 2010).
2.4.5 Tahap Analisis Faktor
Menurut Supranto (2010), langkah-langkah yang diperlukan dalam analisis
faktor adalah :
1. Merumuskan Masalah
Merumuskan masalah analisis faktor dan mengidentifikasi/mengenali
variabel-variabel asli yang akan di analisis faktor. Merumuskan masalah meliputi
beberapa hal :
a. Tujuan analisis faktor harus di identifikasi.
b. Variabel yang akan dipergunakan di dalam analisis faktor harus dispesifikasi
berdasarkan penelitian sebelumnya, teori dan pertimbangan dari peneliti.

c. Pengukuran variabel berdasarkan skala interval atau rasio.
d. Banyaknya elemen sampel (n) harus cukup/memadai, sebagai petunjuk kasar,
kalau k sebagai banyaknya jenis variabel (atribut) maka n = 4 atau 5 kali k.
Artinya kalau variabel 5, banyaknya responden minimal 20 atau 25 orang
sebagai sampel acak.
2. Membentuk Matriks Korelasi
Martiks korelasi menyajikan interkorelasi antar butir. Matriks diperlukan
untuk mengetahui butir-butir yang saling berkorelasi tinggi dan rendah. Butir yang
saling berkorelasi tinggi berarti mengukur dimensi yang sama dan sebaliknya
(Purwanto, 2007).
Agar analisis faktor bisa tepat dipergunakan, variabel-variabel yang akan di
analisis harus berkorelasi. Apabila koefisien korelasi antar-variabel terlalu kecil,
hubungan lemah, analisis faktor tidak tepat. Statistik formal yang tersedia untuk
menguji ketepatan model faktor yaitu bartlett’s test of sphericity bisa digunakan
untuk menguji hipotesis bahwa variabel tak berkorelasi di dalam populasi. Nilai yang
besar untuk uji statistik, berarti hipotesis nol harus ditolak (berarti ada korelasi yang
signifikan diantara beberapa variabel). Kalau hipotesis nol diterima, ketepatan
analisis faktor harus dipertanyakan.
Statistik lainnya yang berguna adalah KMO (Kaiser-Meyer-Olkin)
mengukur kecukupan sampling (sampling adequacy). Indeks ini membandingkan
besarnya koefisien korelasi terobservasi dengan besarnya koefisien korelasi parsial.

Nilai KMO yang kecil menunjukkan korelasi antar pasangan variabel tidak bisa
diterangkan oleh variabel lain dan analisis faktor mungkin tidak tepat.
a.

Harga KMO sebesar 0,9 adalah sangat memuaskan

b.

Harga KMO sebesar 0,8 adalah memuaskan

c.

Harga KMO sebesar 0,7 adalah harga menengah

d.

Harga KMO sebesar 0,6 adalah cukup

e.

Harga KMO sebesar 0,5 adalah kurang memuaskan

f.

Harga KMO sebesar 0,4 adalah tidak dapat diterima
Angka Measure of Sampling Adequacy (MSA) dihitung untuk seluruh

matriks korelasi dan setiap variabel yang layak untuk diaplikasikan pada analisis
faktor.
a. MSA = 1 variabel tersebut dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel lain.
b. MSA > 0,5 variabel masih dapat diprediksi dan dapat dianalisis lebih lanjut.
c. MSA < 0,5 variabel tidak dapat diprediksi dan tidak dapat dianalisis lebih
lanjut.
3. Menentukan Metode Analisis Faktor
Segera setelah ditetapkan bahwa analisis faktor merupakan tekhnik yang
tepat untuk menganalisis data yang sudah dikumpulkan, kemudian ditentukan atau
dipilih metode yang tepat untuk analisis faktor. Ada dua cara metode yang bisa
digunakan dalam analisis faktor, khususnya untuk menghitung timbangan atau

koefisien skor faktor, yaitu principal components analysis dan common factor
analysis.
Di dalam principal component analysis, jumlah varian dalam datayang
terkandung dalam semua variabel asli dipertimbangkan. Principal component
analysis direkomendasikan kalau tujuan utama ialah menentukan banyaknya faktor
yang diekstraksi minimum (sedikit mungkin) tetapi menyerap sebagian besar
informasi yang terkandung pada semua variabel asli atau menyumbang sebagian
besar varian pada data untuk analisis multivariat selanjutnya.
Di dalam common factor analysis, faktor diestimasi didasarkan pada
common variance. Metode ini tepat kalau tujuan utamanya ialah mengenali/
mengidentifikasi dimensi yang mendasari (underlying dimensions) dan kalau common
variance yang menarik perhatian. Metode ini juga dikenal sebagai principal axis
factoring.
4. Rotasi Faktor-Faktor
Rotasi

adalah

proses

memutar

sumbu

mendekati

koordinat

titik

butir/variabel. Proses ekstraksi hanya menentukan jumlah faktor yang meringkas
keseluruhan butir, namun belum menentukan distribusi butir-butir ke dalam faktorfaktor yang meringkasnya (Purwanto, 2007).
Rotasi dipergunakan untuk mengubah (mentransformasi) matrix factor
menjadi matrik yang sederhana yang lebih mudah untuk diinterprestasikan. Metode

rotasi yang paling banyak digunakan adalah varimax procedure. Matrix factor yang
dirotasi membentuk dasar untuk menginterpretasi faktor.
5. Interpretasi Faktor atau Memberi Nama Faktor
Interpretasi faktor dipermudah dengan mengenali/mengidentifikasi variabel
yang muatannya (loading) besar pada faktor yang sama. Faktor tersebut kemudian
bisa diinterpretasikan, dinyatakan dalam variabel yang mempunyai muatan tinggi
(high loading). Variabel-variabel yang berkorelasi kuat (nilai factor loading yang
besar) dengan faktor tertentu akan memberikan inspirasi nama faktor yang
bersangkutan.
6. Menghitung Skor atau Nilai Faktor
Nilai faktor adalah ukuran yang mengatakan representasi suatu variabel oleh
masing-masing faktor. Nilai faktor menunjukkan bahwa suatu data mewakili
karakteristik khusus yang dipresentasikan oleh faktor. Nilai faktor ini selanjutnya
digunakan untuk analisis lanjutan. Sebenarnya, analisis faktor tidak harus dilanjutkan
dengan menghitung skor atau nilai faktor, sebab tanpa menghitungpun hasil analisis
faktor sudah bermanfaat yaitu mereduksi variabel yang banyak menjadi variabel baru
yang lebih sedikit dari variabel aslinya.
Namun, kalau tujuan analisis faktor untuk mencari variabel baru yang
independen (bebas satu sama lain) yang disebut faktor untuk dipergunakan dalam
analisis multivariat lainnya seperti analisis regresi linear berganda, maka perlu
dihitung skor atau nilai faktor bagi setiap responden.

6.

Memilih Surrogate Variables
Surrogate Variables yaitu suatu subset (bagian dari) variabel asli yang

dipilih untuk digunakan didalam analisis selanjutnya. Pemilihan Surrogate Variables
meliputi sebagian dari beberapa variabel asli untuk dipergunakan didalam analisis
selanjutnya. Hal ini memungkinkan peneliti untuk melakukan analisis lanjutan dan
menginterprestasikan

peneliti

untuk

melakukan

analisis

lanjutan

dan

menginterprestasikan hasilnya dinyatakan dalam variabel asli bukan dalam skor
faktor. Dengan meneliti matriks faktor, kita bisa memilih untuk setiap faktor variabel
dengan muatan tinggi pada faktor yang bersangkutan.

2.5 Landasan Teori
Persalinan dipengaruhi oleh lingkungan tempat persalinan berlangsung.
Seorang wanita dapat memilih melahirkan di kamar bersalin rumah sakit, klinik
bersalin atau di rumah. Banyak ibu yang lebih memilih melahirkan di rumah, hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor menurut Mubarak, (2012) antara lain :
1.

Persalinan di rumah menimbulkan rasa tenang, tenteram dan nyaman pada ibu
yang akan melahirkan.

2.

Faktor adanya kemungkinan tertularnya infeksi nosokomial baik ibu maupun
bayi di rumah sakit.

3.

Persalinan di rumah lebih aman dari kasus penculikan bayi dan hemat biaya
persalinan.

4.

Persalinan dirumah didukung oleh keluarga, dalam lingkungan yang dikenal,
tempat mereka merasa memiliki kendali terhadap tubuhnya.

5.

Berdasarkan perbandingan dengan pengalaman melahirkan di rumah sakit, dalam
lingkungan yang kurang memiliki sentuhan pribadi yang penuh dengan peraturan
dan staf yang sibuk.
Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan pemilihan tempat dan penolong

persalinan antara lain :
a. Penelitian Simanjuntak, dkk (2012) tentang Faktor-faktor yang berhubungan
dengan pemilihan penolong persalinan di wilayah kerja Puskesma

Dokumen yang terkait

Analisis Faktor yang Memengaruhi Ibu dalam Memilih Persalinan di Rumah oleh Bidan di Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan Ruku Kabupaten Batubara Tahun 2013

4 56 125

Pengaruh Struktur Organisasi Terhadap Efektifitas Pelayanan Kesehatan (Studi di Puskesmas Lubuk Jambi Kec. Kuantan Mudik Kab. Kuantan Singingi)

3 68 142

Determinan Ibu Memilih Dukun Bayi Sebagai Penolong Persalinan Di Wilayah Kerja PUSKESMAS Bangko Pusako Kabupaten ROKAN Hilir Riau Tahun 2009

1 40 104

Analisis Potensi Wilayah untuk Pengembangan Sapi Potong di Kabupaten Kuantan Singingi.

0 0 10

Analisis Faktor Untuk Mengetahui Alasan Ibu Memilih Persalinan Di Rumah Oleh Bidan Di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Jambi Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau Tahun 2015

0 0 2

Analisis Faktor Untuk Mengetahui Alasan Ibu Memilih Persalinan Di Rumah Oleh Bidan Di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Jambi Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau Tahun 2015

0 0 11

Analisis Faktor Untuk Mengetahui Alasan Ibu Memilih Persalinan Di Rumah Oleh Bidan Di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Jambi Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau Tahun 2015

2 5 6

Analisis Faktor Untuk Mengetahui Alasan Ibu Memilih Persalinan Di Rumah Oleh Bidan Di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Jambi Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau Tahun 2015

0 0 25

ANALISIS ALASAN MEMILIH BERSALIN DI RUMAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SITOPENG KOTA CIREBON TAHUN 2016 Nurasih

0 0 14

Analisis Faktor Untuk Mengetahui Alasan Ibu Memilih Persalinan Di Rumah Oleh Bidan Di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Jambi Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau Tahun 2015

0 0 18