Perilaku Beton Bertulang Pasca Bakar (Studi Kasus Di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Beton

Beton pada dasarnya adalah campuran yang terdiri dari agregat kasar dan
agregat halus yang dicampur dengan air dan semen sebagai pengikat dan pengisi
antara agregat kasar dan agregat halus serta kadang-kadang ditambahkan additive
(Kardiono Tjokrodimuljo, 2004). Pengertian beton menurut SK-SNI 03-2847-2000
didefiniskan sebagai campuran antara semen portland/semen hidrolik yang lain,
agregat kaar (split), agregat halus, dan air dengan atau tanpa bahan tambahan yang
membentuk massa padat. Beton memiliki sifat utama, yaitu relatif kuat menahan
beban tekan, namun lemah terhadap beban tarik. Nilai kuat tarik beton hanya
berkisar 9% - 15% dari kuat tekannya.
Nilai kuat tekan beton dapat dihitung dengan rumus :

�c = P/A

�c = tegangan tekan beton, Mpa.
P = besar beban tekan, N.


A = luas penampang beton, mm2.

Beban P tersebut juga mengakibatkan bentuk fisik silinder beton berubah
menjadi lebih pendek, sehingga timbul regangan tekan beton (�c’) sebesar
perpendekan beton (∆L) dibagi dengan tinggi awal silinder beton (L0), ditulis dengan
rumus:

�c’ = ∆L/L0

dimana:

�c’ = regangan tekan beton.

∆L = perpendekan beton, mm.

L0 = tinggi awal benda uji, mm.

Hubungan antara tegangan dan regangan tekan beton dapat digambarkan
seperti :


Grafik 2.1 Diagram hubungan antara Tegangan dan Regangan beton

Modulus elastisitas beton (Ec) merupakan tangen dari sudut α pada grafik di
atas. Menurut SNI 03-2847-2002, modulus elastisitas beton Ec dapat ditentukan
berdasarkan berat beton normal Wc dan kuat tekan beton fc’, dengan rumus:
Ec = (Wc)1,5 . 0,043 √fc’ dengan Wc = 1500-2500 kg/m3.

Untuk beton normal, nilai Ec boleh diambil dengan rumus:

Ec = 4700.√fc’

Jika dibandingkan dengan material bangunan seperti baja dan kayu, maka
beton memiliki keunggulan tersendiri terhadap kenaikan suhu/terbakar. Beton
memiliki daya tahan terhadap api karena memiliki material penyusun dengan daya
hantar panas yang rendah, sehingga dapat menghalangi rembetan panas ke bagian
dalam struktur beton tersebut.

2.1.1 Sifat Beton Terhadap Temperatur Tinggi
Tjokrodimuljo (2000) mengatakan bahwa beton pada dasarnya tidak mampu
menahan panas di atas 250°C.


Grafik 2.2 Penurunan Kuat Tekan Beton pada berbagai temperatur (Sumber :
Suhendro (2000) dalam Suban (2012))

Perubahan akibat pemanasan

Temperatur yang
dicapai oC

Perubahan kimia

Perubahan kekuatan

70-80

Pemisahan awal

105

Kehilangan air pada agregat dan minor ( Pnb.

Perencanaan kolom dapat dilakukan dengan pendekatan menggunakan
diagram Pn-Mn. Diagram Pn - Mn yaitu suatu grafik daerah batas yang menunjukkan
ragam kombinasi beban aksial dan momen yang dapat ditahan oleh kolom secara
aman. Diagram interaksi tersebut dibagi menjadi dua daerah yaitu daerah keruntuhan
tekan dan daerah keruntuhan tarik dengan pembatasnya adalah titik balance.
Tulangan dipasang simetris untuk mempermudah pelaksanaan, mencegah kekeliruan
dalam penempatan tulangan tarik atau tulangan tekan dan mengantisipasi perubahan
tegangan akibat beban gempa. Analisis kolom dengan diagram Pn - Mn
diperhitungkan pada tiga kondisi yaitu :

a. Pada Kondisi Eksentrisitas Kecil
Prinsip-prinsip pada kondisi ini dimana kuat tekan rencana memiliki nilai
sebesar kuat rencana maksimum.
ϕPn = ϕPn max = 0,80 ϕ (Ag – Ast) 0.85 f’c + Ast fy
b. Pada Kondisi Momen Murni
Momen murni tercapai apabila tulangan tarik belum luluh sedangkan
tulangan tekan telah luluh dimana fs adalah tegangan tulangan tekan pada kondisi
luluh. Pada kondisi momen murni keruntuhan terjadi saat hancurnya beton (Pn = Pu =
0). Keseimbangan pada kondisi momen murni yaitu :
Mn


= As.fy.(d – 0,59.

��.��
�� ′ .�

)

c. Pada Kondisi Balance
Kondisi keruntuhan balance tercapai apabila tulangan tarik luluh dan beton
mengalami batas regangan dan mulai hancur. Persamaan yang diperoleh dari segitiga
yang sebangun dengan persamaan sumbu netral pada kondisi balance (Cb) yaitu :
��


=

0,003

0,003+


��
��

atau dengan Es = 200000, maka :
�� =

600 �

600+ ��

Kemudian dihitung nilai ab yaitu:
ab = �1.cb

cek nilai fs’ dengan fy yaitu:
fs’ = Es.�s’ < fy
Persamaan kesetimbangan pada kondisi balance memperhitungkan nilai:

Cc = 0,85.fc’.ab.b
Cs = As.fs’

Ts = As’.fy
Pnb = Cc + Cs - Ts
�b

Mnb = Cc.( ý. )+ Cs.( ý − �′)+ Ts(d-ý)
2

2.5. Jenis dan Klasifikasi Kerusakan Gedung Pasca Bakar
Dari pengamatan yang dilakukan terhadap berbagai kasus kerusakan gedung
pasca bakar, dapat dikelompokkan menjadi:
1. Kerusakan ringan. Kerusakan ini berupa pengelupasan pada plesteran luar
beton dan terjadinya perubahan warna permukaan menjadi hitam akibat asap
yang mungkin disertai dengan retak-retak plesteran.
2. Kerusakan sedang. Kerusakan ini berupa munculnya retak-retak ringan
(kedalaman kurang dari 1 mm) pada bagian luar beton yang berupa garisgaris yang sempit dan tidak terlalu panjang dengan pola menyebar. Akibat
kenaikan suhu, agregat akan memuai, setelah suhu kembali seperti semula
ukuran agregat akan kembali seperti semula. Sedangkan mortar memuai
hanya sampai sekitar suhu 2000 C, setelah itu menyusut yang berlanjut
sampai dengan suhu normal. Adanya perbedaan sifat pemuaian ini dapat
menimbulkan tegangan lokal pada bidang batas antara kedua bahan ini yang

jika melebihi tegangan lekat akan terjadi retak/pecah bahkan pengelupasan.
Retak ini diakibatkan oleh proses penyusutan beton pada saat terjadi
kebakaran.

3. Kerusakan berat. Retak yang terjadi sudah memiliki ukuran lebih dalam dan
lebar, terjadi secara tunggal atau kelompok. Jika terjadi pada balok kadangkadang disertai dengan lendutan yang dapat dilihat dengan mata.
4. Kerusakan sangat berat. Kerusakan yang terjadi sudah demikian rupa
sehingga beton pecah/terkelupas sehingga tampak tulangan bajanya, atau
bahkan sampai tulangan putus/tertekuk, beton inti hancur.