Perkuatan Struktur Beton Bertulang Pasca Kebakaran (Studi Kasus di Gedung Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam)
PERKUATAN STRUKTUR BETON BERTULANG
PASCA KEBAKARAN
(STUDI KASUS GEDUNG FAKULTAS MATEMATIKA
DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA)
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil
Disusun oleh :
Jostar Maranatha Turnip
09 0404 087
BIDANG STUDI STRUKTUR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dan jikalau kita tahu, bahwa Ia mengabulkan apa saja yang kita minta, maka kita juga tahu, bahwa kita telah memperoleh segala sesuatu yang telah kita minta
kepada-Nya. (1 Yohanes 5:15)
Tugas Akhir ini saya persembahkan kepada orang tua saya, Ibu H. br Manalu, Kakak saya, Meta Eflin Turnip, dan Abang saya, Arnold Turnip.
(3)
ABSTRAK
Struktur beton bertulang dirancang sedemikian rupa agar mampu menahan kombinasi beban yang bekerja pada struktur. Terjadinya peningkatan temperatur yang cukup tinggi pada struktur beton bertulang, seperti peristiwa kebakaran akan berdampak terhadap berkurangnya daya layan dari struktur tersebut, baik pada kuat tekan beton maupun kuat tarik baja tulangan. Sehingga penelitian terhadap struktur beton bertulang pasca kebakaran perlu dilakukan untuk memperloleh estimasi kekuatan struktur. Penelitian berdasarkan analisis perhitungan dan investigasi di lapangan akan menghasilkan solusi dilakukannya perkuatan pada struktur atau tidak.
Penelitian ini bertujuan memberikan rekomendasi metode perkuatan yang paling efektif dan ekonomis pada struktur beton bertulang dengan melakukan analisis perhitungan dan biaya dari dua jenis metode perkuatan yang direncanakan, yaitu: metode perkuatan dengan Carbon-Fiber Reinforced Polymer (CFRP) dan metode perkuatan dengan Concrete Jacketing.
Masing-masing metode perkuatan memberikan peningkatan kapasitas lentur pada balok secara signifikan dengan nilai momen tahanan yang tidak jauh berbeda. Perbandingan analisa biaya antara kedua metode menunjukkan perbedaan harga yang cukup jauh, yang mana total analisa biaya dengan metode Carbon-FRP lebih murah dibanding dengan metode Concrete Jacketing. Sehingga, metode perkuatan dengan Carbon-FRP direkomendasikan berdasarkan pertimbangan kapasitas yang efektif dan lebih efisien untuk aplikasi di lapangan. Kata Kunci: beton bertulang pasca kebakaran, perkuatan struktur, Carbon-Fiber
(4)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, kasih, dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tugas akhir ini dengan baik.
Tugas akhir yang berjudul Perkuatan Struktur Beton Bertulang Pasca Kebakaran (Studi Kasus di Gedung Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) disusun sebagai salah satu syarat untuk memeroleh gelar Sarjana Teknik Sipil pada Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan sebagai Ketua Departemen dan dosen pembimbing, serta Bapak M. Agung Putra Handana, ST. MT. yang juga sebagai dosen pembimbing yang telah memberi bimbingan, arahan, serta motivasi dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
2. Bapak Ir. Syahrizal, MT. dan Bapak Ir. Robert Panjaitan sebagai dosen pembanding dan penguji yang memberikan saran dan kritik yang membangun kepada penulis dalam penyelesaian tugas akhir ini.
3. Bapak Ir. Sanci Barus, MT. selaku Koordinator Bidang Studi Struktur Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
(5)
4. Seluruh dosen/ staf pengajar di Departemen Teknik Sipil yang telah memberikan bimbingan dan pengajaran kepada penulis selama masa perkuliahan.
5. Seluruh staf pegawai di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
6. Kedua orang tua tercinta, Bapak S. Turnip (Alm) dan Ibu H. br Manalu yang telah memberikan doa, motivasi, tenaga, dan bantuan materi kepada penulis selama menjalankan masa perkuliahan hingga menyelesaikan tugas akhir ini.
7. Kakak dan abangku tercinta, Meta Eflin Turnip dan Arnold Turnip yang telah banyak memberikan motivasi dan bantuan materi dalam penyelesaian tugas akhir ini.
8. Teman dekatku, Rahyu Swisty Sipayung, S.Pd yang telah memberikan banyak bantuan, dukungan, serta doa kepada penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.
9. Sahabat seperjuangan selama penelitian, Frengky Alberto Nainggolan, serta teman-teman di Teknik Sipil USU, Sahala M Sinaga, Wahyu Agriva, Agrifa Sianipar, Hasoloan Sinaga, Erik Wansen, Edwin Simbolon, Abraham Marpaung, Suparta Sihite, Adi Pranata, Antonius Ariyoga, Grace Simamora, Erin Sebayang, Elgina Manalu, Sandy C Sinaga, Plani Purba, Yessica Sihotang, Elisa Purba, Sumihar Pasaribu, Maria Samosir, Desi Pardede, dan teman-teman stambuk 2009 yang telah banyak membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini.
(6)
10.Teman-teman kostku, Elsa Manik S.Ab, Loly Manik S.S, Daniel Simbolon A.Md, bang Boin Sirait ST, kak Endang Wijayanti S.Pd, Febrison Sirait, dan Irma Sirait yang memberikan dukungan dalam penyelesaian tugas akhir ini.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca untuk penyempurnaan tugas akhir ini.
Akhir kata, penulis berharap tugas akhir ini dapat bermanfaat dalam menambah wawasan serta pengetahuan pembaca.
Medan, Oktober 2014 Penulis
Jostar Maranatha Turnip 09 0404 087
(7)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR GRAFIK ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
DAFTAR NOTASI ... xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 3
1.3. Tujuan Penelitian ... 4
1.4. Manfaat Penelitian ... 4
1.5. Batasan Penelitian ... 4
1.6. Sistematika Penulisan ... 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA
(8)
2.1. Beton Bertulang ... 7
2.2. Elemen Struktur Gedung ... 8
2.2.1. Balok ... 9
2.2.2. Kolom ... 15
2.2.2.1. Kolom pendek ... 16
2.2.2.2. Kolom langsing ... 18
2.3. Pengaruh Temperatur Tinggi Terhadap Sifat Fisis Beton Bertulang ... 20
2.4. Pengaruh Peningkatan Temperatur Terhadap Sifat Mekanis Beton ... 24
2.4.1. Kuat tekan beton ... 25
2.4.2. Modulus elastisitas dan modulus geser beton ... 27
2.5. Pengaruh Peningkatan Temperatur Terhadap Sifat Mekanis Baja Tulangan ... 29
2.5.1. Kuat tarik baja tulangan ... 29
2.5.2. Modulus elastisitas baja tulangan ... 30
2.6. Jenis dan Klasifikasi Kerusakan Struktur Beton Bertulang Pasca Kebakaran ... 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian ... 33
3.2. Bagan Alir Penelitian ... 35
3.3. Pengujian Karakteristik Beton Dengan Rebound Hammer ... 37
(9)
3.5. Pengaujian Kuat Tekan Dengan Compression Testing Machine
(CTM) ... 43
3.6. Identifikasi Visual dan Pengambilan Sampel Baja Tulangan ... 45
3.7. Pengujian Kuat Tarik Baja Tulangan Dengan Universal Testing Machine (UTM) ... 46
3.7.1. Benda uji baja tulangan ... 48
3.7.2. Prosedur pengujian ... 49
3.8. Metode Perkuatan Dengan Carbon-Fiber Reinforced Polymer (CFRP) ... 50
3.9. Metode Perkuatan Dengan Concrete Jacketing ... 54
3.10.Analisa Struktur Menggunakan Program SAP2000 v14 ... 56
3.11.Analisa Kolom Menggunakan Program PCA Col 3.63 ... 58
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA 4.1. Denah Eksisting dan Pemodelan Struktur ... 59
4.2. Hasil Pengujian Material Struktur Pasca Kebakaran ... 61
4.2.1. Pengujian dengan Rebound Hammer ... 61
4.2.2. Pengujian kuat tekan sampel Core Drill ... 63
4.2.3. Pengujian kuat tarik baja tulangan ... 64
4.3. Pembahasan Penelitian ... 65
4.3.1. Hasil analisa struktur menggunakan Program SAP2000 .. 65
4.3.2. Perhitungan analisa struktur gedung pasca kebakaran ... 66
4.3.2.1. Perhitungan momen tahanan balok utama memanjang (bentang 9,3 meter) ... 68
(10)
4.3.2.2. Perhitungan momen tahanan balok utama melintang (bentang 7,3 meter) ... 71 4.3.2.3. Perhitungan gaya geser tahanan balok utama (90 x 40 cm2) ... 73 4.3.2.4. Perhitungan beban aksial dan momen kolom (50 x 80 cm2) ... 75 4.3.2.5. Rekapitulasi hasil analisa struktur gedung
pasca kebakaran ... 78 4.3.3. Perhitungan perkuatan lentur balok dengan
Carbon-Fiber Reinforced Polymer (CFRP) ... 81 4.3.3.1. Balok utama memanjang (90 x 40 cm2)
bentang 9,3 meter ... 81 4.3.3.2. Balok utama melintang (90 x 40 cm2) bentang
7,3 meter ... 90 4.3.4. Perhitungan perkuatan lentur balok dengan Concrete
Jacketing ... 103 4.3.4.1. Balok utama memanjang (90 x 40 cm2)
bentang 9,3 meter ... 103 4.3.4.2. Balok utama melintang (90 x 40 cm2) bentang
7,3 meter ... 106 4.3.5. Perancangan perkuatan struktur ... 113
4.3.5.1. Perkuatan dengan Carbon-Fiber Reinforced Polymer ... 113 4.3.5.2. Perkuatan dengan Concrete Jacketing ... 117
(11)
4.3.6. Perencanaan analisa biaya ... 121
4.3.6.1. Perhitungan biaya pekerjaan perkuatan dengan Carbon-Fiber Reinforced Polymer (CFRP) ... 121
4.3.6.2. Perhitungan biaya pekerjaan perkuatan dengan Concrete Jacketing ... 123
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 125
5.2. Saran ... 126
DAFTAR PUSTAKA ... xiv
(12)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Tebal Minimum Balok Non-Prategang atau Pelat Satu Arah Bila
Lendutan Tidak Dihitung ... 10
Tabel 2.2. Klasifikasi “Visual Damage” ... 23
Tabel 3.1. Faktor Pengali C0 ... 41
Tabel 3.2. Faktor Pengali C1 ... 42
Tabel 3.3. Tipe Material Carbon-Fiber Reinforced Polymer ... 53
Tabel 3.4. Uji Material Carbon-Fiber Reinforced Polymer ... 53
Tabel 3.5. Uji Tegangan Tarik Bahan Perekat Struktural ... 54
Tabel 3.6. Uji Tegangan Tarik Bahan Perekat Struktural Sikadur® 30 ... 54
Tabel 4.1. Hasil Pengujian Rebound Hammer Kolom Lantai 3 ... 61
Tabel 4.2. Hasil Pengujian Rebound Hammer Balok Lantai 3 ... 62
Tabel 4.3. Hasil Pengujian Sampel Core Drill ... 64
Tabel 4.4. Hasil Pengujian Sampel Baja Tulangan ... 64
Tabel 4.5. Hasil Perhitungan Momen Lentur Balok Pasca Kebakaran ... 79
Tabel 4.6. Hasil Perhitungan Gaya Geser Balok Pasca Kebakaran ... 80
Tabel 4.7. Perbandingan Momen Ideal Dengan Kapasitas Momen Lentur Setelah Diperkuat Dengan CFRP ... 113
Tabel 4.8. Perbandingan Momen Ideal Dengan Kapasitas Momen Lentur Setelah Diperkuat Dengan Concrete Jacketing ... 117
Tabel 4.9. Perhitungan Biaya Pekerjaan Perkuatan Dengan Carbon-Fiber Reinforced Polymer (CFRP) ... 121
(13)
Tabel 4.10. Perhitungan Biaya Pekerjaan Perkuatan Dengan Concrete Jacketing ... 123
(14)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Lokasi Kebakaran Gedung Fakultas MIPA ... 2
Gambar 1.2. Tampak Samping Sisi Selatan Gedung Fakultas MIPA ... 2
Gambar 2.1. Distribusi Tegangan-Regangan Pada Balok Tulangan Tunggal 11 Gambar 2.2. Bentuk Penampang Kolom ... 15
Gambar 2.3. Tekan Eksentris, Kekuatan Batas ... 18
Gambar 2.4. Perubahan Warna Akibat Kebakaran Pada Balok ... 21
Gambar 2.5. Spalling dan Crazing ... 22
Gambar 2.6. Retak (cracking) Pada Balok ... 23
Gambar 3.1. Bagan Alir Penelitian ... 36
Gambar 3.2. Ilustrasi Skematik Cara Kerja Rebound Hammer ... 37
Gambar 3.3. Alat Core Drill ... 39
Gambar 3.4. Alat Compression Testing Machine (CTM) ... 45
Gambar 3.5. Alat Gerinda ... 46
Gambar 3.6. Alat Universal Testing Machine (UTM) ... 47
Gambar 3.7. Benda Uji Tulangan Polos Diameter ≤13 mm ... 48
Gambar 3.8. Benda Uji Tulangan Polos dan Ulir (deform) Diameter >13 mm 49 Gambar 3.9. Penampang Melintang Kolom dengan Concrete Jacketing ... 55
Gambar 3.10. Penampang Melintang Balok dengan Concrete Jacketing ... 55
Gambar 4.1. Denah Eksisting Gedung Lantai 3 ... 59
Gambar 4.2. Tampak 3D Sisi Depan-Samping Gedung Fakultas MIPAUniversitas Sumatera Utara ... 60
(15)
Gambar 4.3. Tampak 3D Sisi Belakang-Samping Gedung Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara ... 60 Gambar 4.4. Diagram Interaksi P-M Kolom Pasca Kebakaran Menggunakan
Program PCA Col ... 78 Gambar 4.5. Distribusi Tegangan, Regangan, dan Keseimbangan Gaya Pada
Penampang Balok Tumpuan Arah Memanjang Dengan Perkuatan CFRP ... 82 Gambar 4.6. Distribusi Tegangan, Regangan, dan Keseimbangan Gaya Pada
Penampang Balok Tumpuan Arah Melintang Dengan Perkuatan CFRP ... 91 Gambar 4.7. Distribusi Tegangan, Regangan, dan Keseimbangan Gaya Pada
Penampang Balok Lapangan Arah Melintang Dengan Perkuatan CFRP ... 98 Gambar 4.8. Distribusi Tegangan, Regangan, dan Keseimbangan Gaya Pada
Penampang Balok Tumpuan Arah Memanjang Dengan Perkuatan Concrete Jacketing ... 105 Gambar 4.9. Distribusi Tegangan, Regangan, dan Keseimbangan Gaya Pada
Penampang Balok Tumpuan Arah Melintang Dengan Perkuatan Concrete Jacketing ... 108 Gambar 4.10. Distribusi Tegangan, Regangan, dan Keseimbangan Gaya Pada
Penampang Balok Lapangan Arah Melintang Dengan Perkuatan Concrete Jacketing ... 111 Gambar 4.11. Denah Perkuatan Dengan Carbon-FRP Balok Lantai 3 ... 114
(16)
Gambar 4.12. Tipikal Perkuatan Dengan Carbon-FRP Balok Utama Memanjang ... 115 Gambar 4.13. Tipikal Perkuatan Dengan Carbon-FRP Balok Utama
Melintang ... 116 Gambar 4.14. Denah Perkuatan Dengan Concrete Jacketing Balok Lantai 3 .. 118 Gambar 4.15. Tipikal Perkuatan Dengan Concrete Jacketing Balok Utama
Memanjang ... 119 Gambar 4.16. Tipikal Perkuatan Dengan Concrete Jacketing Balok Utama
(17)
DAFTAR GRAFIK
Grafik 2.1. Kuat Tekan Beton Dengan Agregat yang Mengandung Silika ... 26 Grafik 2.2. Kuat Tekan Beton Dengan Agregat Ringan ... 26 Grafik 2.3. Kuat Tekan Beton Dengan Agregat yang Mengandung Karbon .. 27 Grafik 2.4. Hubungan Tegangan Regangan Beton Normal Tanpa Beban
Aksial Pada Temperatur Tinggi ... 27 Grafik 2.5. Modulus Elastisitas Beton Pada Temperatur Tinggi ... 28 Grafik 2.6. Modulus Geser Beton Pada Temperatur Tinggi ... 29 Grafik 2.7. Kuat Tarik Beberapa Jenis Baja Tulangan Pada Temperatur
Tinggi ... 30 Grafik 2.8. Modulus Elastisitas Baja Tulangan Pada Temperatur Tinggi ... 31 Grafik 3.1. Diagram Tegangan-Regangan antara material FRP (Carbon,
Aramide, dan Glass) dan Baja ... 51 Grafik 3.2. Respon Spektrum Gempa Wilayah 3 ... 57
(18)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Pemeriksaan Tegangan Beton Dengan Hammer Test Lampiran 2: Pengujian Tarik Baja Tulangan
Lampiran 3: Pengujian Kuat Tekan Sampel Core Drill
Lampiran 4: Brosur Material Bahan Sika® CarboDur® Plates Produk PT. Sika Indonesia
Lampiran 5: Brosur Material Bahan Sikadur® 30 Produk PT. Sika Indonesia Lampiran 6: Brosur Material Bahan Sikacrete® -08ID Produk PT. Sika
Indonesia
(19)
DAFTAR NOTASI
As Luas penampang tulangan tarik
As’ Luas penampang tulangan tekan Ag Luas penampang kolom
Ast Luas tulangan kolom b Lebar balok
d Jarak dari titik berat penampang tulangan tarik ke serat tekan terluar
d’ Jarak dari titik berat penampang tulangan tekan ke serat tekan terluar h Tinggi balok
Cc Gaya tekan penampang akibat beton tekan Cs Gaya tekan akibat baja tekan
EC Modulus elastisitas beton Af Luas penampang CFRP Ef Modulus elastisitas CFRP
ɛbi Regangan beton substrate pada saat pemasangan CFRP ɛfe Regangan efektif CFRP
ɛfu* Regangan ultimit CFRP
ffu* Tegangan ultimit CFRP
Es Modulus elastis baja tulangan ɛs Regangan baja
ffe Tegangan tarik CFRP f’c Kuat tekan beton
(20)
fs Tegangan tarik baja tulangan fy Kuat tarik baja tulangan Icr Inersia kritis penampang balok Mn Momen nominal lentur balok
Mnb Momen kolom kondisi balanced
MR Momen tahanan lentur balok
Mu Momen ultimit terfaktor
Pnb Gaya aksial kolom kondisi balanced
tf Tebal lapisan lembar CFRP
wf Lebar lapisan lembar CFRP
Ts Gaya dalam tulangan tarik penampang balok Vn Gaya geser nominal balok
VR Gaya geser tahanan balok
Vu Gaya geser ultimit terfaktor
CE Faktor reduksi terhadap kondisi lingkungan β1 Faktor reduksi tegangan beton
ρ Rasio tulangan tarik baja ρ’ Rasio tulangan tekan baja ρf Rasio material CFRP
σy Tegangan leleh baja tulangan
σu Tegangan ultimit baja tulangan
ϕ Faktor reduksi kekuatan untuk lentur
Кm Koefisien kekangan
(21)
ABSTRAK
Struktur beton bertulang dirancang sedemikian rupa agar mampu menahan kombinasi beban yang bekerja pada struktur. Terjadinya peningkatan temperatur yang cukup tinggi pada struktur beton bertulang, seperti peristiwa kebakaran akan berdampak terhadap berkurangnya daya layan dari struktur tersebut, baik pada kuat tekan beton maupun kuat tarik baja tulangan. Sehingga penelitian terhadap struktur beton bertulang pasca kebakaran perlu dilakukan untuk memperloleh estimasi kekuatan struktur. Penelitian berdasarkan analisis perhitungan dan investigasi di lapangan akan menghasilkan solusi dilakukannya perkuatan pada struktur atau tidak.
Penelitian ini bertujuan memberikan rekomendasi metode perkuatan yang paling efektif dan ekonomis pada struktur beton bertulang dengan melakukan analisis perhitungan dan biaya dari dua jenis metode perkuatan yang direncanakan, yaitu: metode perkuatan dengan Carbon-Fiber Reinforced Polymer (CFRP) dan metode perkuatan dengan Concrete Jacketing.
Masing-masing metode perkuatan memberikan peningkatan kapasitas lentur pada balok secara signifikan dengan nilai momen tahanan yang tidak jauh berbeda. Perbandingan analisa biaya antara kedua metode menunjukkan perbedaan harga yang cukup jauh, yang mana total analisa biaya dengan metode Carbon-FRP lebih murah dibanding dengan metode Concrete Jacketing. Sehingga, metode perkuatan dengan Carbon-FRP direkomendasikan berdasarkan pertimbangan kapasitas yang efektif dan lebih efisien untuk aplikasi di lapangan. Kata Kunci: beton bertulang pasca kebakaran, perkuatan struktur, Carbon-Fiber
(22)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Material struktur beton bertulang mempunyai sifat yang unik dan berbeda dibandingkan dengan material, seperti kayu, baja, aluminium atau plastik, karena bahan penyusun beton bertulang merupakan material campuran beton yang dikombinasikan dengan baja tulangan menjadi satu kesatuan. Struktur beton bertulang juga memiliki tingkat ketahanan yang cukup baik terhadap peningkatan temperatur akibat kebakaran. Pada struktur beton yang mengalami kebakaran secara langsung akan mempengaruhi karakteristik, sifat dan perilaku elemen struktur tersebut, seperti kolom, balok, pelat, dan sebagainya, terutama terhadap kekuatan struktur beton tersebut yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti perubahan temperatur, tingkat dan lama pemanasan, jenis dan perilaku pembebanan, jenis dan ukuran agregat, dan faktor air semen.
Kebakaran dapat diakibatkan oleh berbagai hal, terutama yang disebabkan hubungan pendek arus listrik yang sering terjadi untuk kasus kebakaran di perumahan, pabrik dan gedung bertingkat. Dampak kebakaran pada struktur beton bertulang meliputi penurunan berat jenis dan kuat tekan beton, penurunan kuat tarik baja, serta berkurangnya kapasitas penampang.
Pada hari Kamis tanggal 26 September 2013 telah terjadi kebakaran di gedung Fakultas MIPA yang terletak di jalan Bioteknologi I Kampus USU Medan. Titik kebakaran berada di lantai 3 bangunan yang direncanakan sebagai
(23)
laboratorium penelitian Biologi. Struktur bangunan dirancang menggunakan konstruksi beton bertulang yang keseluruhan struktur terdiri atas 3 lantai dan memiliki luas 992,8 m2, dengan ukuran panjang 58,4 m, lebar 17,0 m dan tinggi total 13,5 m. Bangunan telah berdiri lebih dari 20 tahun, tepatnya diresmikan pada tanggal 9 Agustus 1989, sehingga dapat diperkirakan perencanaan struktur bangunan masih menggunakan peraturan lama.
(24)
Secara teoritis air akan menguap pada temperatur 100 oC, air pada struktur beton terdapat di dalam pori, sehingga diperkirakan air akan menguap pada temperatur 200 oC, dan pada kondisi ini beton belum berpengaruh terhadap pengurangan kuat tekan. Sebaliknya, pengaruh pemanasan sampai temperatur 200 oC cenderung meningkatkan kuat tekan beton itu sendiri, akibat dari penguapan air (dehidrasi) di dalam pori dan penetrasi ke dalam rongga-rongga beton lebih dalam, sehingga memperbaiki sifat lekatan antar partikel-partikel C-S-H (Calcium Silicate Hydrate) atau kalsium silikat hidrat yang terdapat pada semen. Namun, kondisi yang terjadi di lapangan pada saat kebakaran mengakibatkan peningkatan temperatur yang tidak terkontrol dan dapat mencapai temperatur yang sangat tinggi pada keseluruhan bangunan secara tidak merata. Akibatnya, akan terjadi penurunan kekuatan beton dan tegangan leleh yang cukup drastis, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui tingkat kerusakan yang ringan hingga berat pasca kebakaran.
1.2. Rumusan Masalah
Bebarapa masalah yang dibahas pada penelitian ini antara lain:
1) Bagaimana memprediksi tingkat kerusakan elemen struktur berdasarkan pengamatan visual pasca kebakaran?
2) Bagaimana sifat fisis dan mekanis beton dapat diteliti berdasarkan perubahan warna, pengujian kuat tekan, sedangkan sifat fisis dan mekanis tulangan diteliti berdasarkan pengujian tegangan, regangan dan modulus elastisitasnya?
(25)
3) Bagaimana penelitian ini dilakukan dengan pengujian data material dan analisis ulang struktur pasca kebakaran?
4) Bagaimana pengujian dilakukan untuk mendapatkan kekuatan sisa pada struktur berdasarkan hasil pengujian di lapangan dan di laboratorium? 5) Bagaimana metode perkuatan yang direncanakan untuk peningkatan
kapasitas kekuatan struktur, serta perbandingan analisa biaya perkuatannya.
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun yang tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1) Meneliti sifat fisis dan mekanis beton bertulang pasca kebakaran. 2) Memperoleh estimasi kekuatan sisa elemen struktur pasca kebakaran. 3) Memberikan rekomendasi metode perkuatan berdasarkan hasil analisis
perhitungan perkuatan struktur dan analisa biaya.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh kebakaran terhadap sifat fisis dan mekanis beton bertulang berdasarkan analisis data pengujian yang diperoleh, yang selanjutnya dapat diterapkan sebagai acuan untuk dilakukannya perkuatan struktur dengan metode perkuatan yang direncanakan, serta estimasi biaya yang dibutuhkan.
1.5. Batasan Penelitian
Adapun batasan yang dilakuakan pada penelitian ini, yaitu :
(26)
2) Pengaruh peningkatan temperatur diukur terhadap sifat fisis dan mekanis beton dan baja tulangan.
3) Pengambilan sampel maupun data langsung di lapangan dilakukan dengan metode pengujian destructive dan non-destructive, kemudian sampel diuji di laboratorium.
4) Pemeriksaan tingkat kerusakan elemen struktur meliputi pengamatan visual, pengujian dengan menggunakan alat Rebound Hammer, Core Drill, Compression Testing Machine (CTM), dan Universal Testing Machine (UTM).
5) Aturan-aturan yang digunakan adalah:
a. Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SKBI 1987)
b. Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung SNI 03-2847-2002
c. Building Code Requirements for Structural Concrete (ACI 318-05) and Commentary (ACI 318R-05)
d. Guide for Determining the Fire Endurance of Concrete Elements (ACI 216R-89)
e. Guide for the Design and Construction of Externally Bonded FRP System for Strengthening Concrete Structures (ACI 440.2R-02)
6) Perhitungan analisa struktur dengan program SAP2000 versi 14
7) Tugas akhir ini hanya membahas mengenai analisa biaya pekerjaan perkuatan struktur, dan tidak membahas mengenai waktu dan tata cara pelaksanaan pekerjaan perkuatan di lapangan.
(27)
1.6. Sistematika Penulisan
Sistematika pembahasan tugas akhir ini terdiri atas lima bab, yang meliputi:
BAB I : Pendahuluan, menjelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan Pustaka, menjelaskan tentang elemen struktur balok dan kolom, pengaruh peningkatan temperatur terhadap sifat fisis dan mekanis beton, pengaruh peningkatan temperature terhadap sifat fisis dan mekanis baja tulangan, dan klasifikasi kerusakan struktur pasca kebakaran.
BAB III : Metodologi Penelitian, berisi tentang lokasi dan waktu penelitian, bagan alir penelitian, pengumpulan data, alat dan bahan, prosedur penelitian, jenis dan metode perkuatan yang direncanakan, dan analistis komputasi menggunakan program SAP2000 dan PCA Col.
BAB IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan, menjelaskan tentang pemodelan struktur, perhitungan analisa struktur dengan program SAP2000, perhitungan dan perancangan perkuatan struktur, analisis biaya berdasarkan jenis perkuatan yang direkomendasikan.
BAB V : Kesimpulan dan Saran, berisi tentang kesimpulan dari penelitian ini, serta saran-saran
(28)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Beton Bertulang
Beton terdiri atas agregat, semen dan air yang dicampur bersama-sama dalam keadaan plastis dan mudah untuk dikerjakan. Sesaat setelah pencampuran, pada adukan terjadi reaksi kimia yang pada umumnya bersifat hidrasi dan menghasilkan sesuatu pengerasan dan pertambahan kekuatan (Ahmad, 2009). Beton memiliki sifat utama, yaitu relatif kuat menahan beban tekan, namun lemah terhadap beban tarik. Sedangkan baja tulangan memiliki sifat utama, yaitu relatif kuat menahan beban tarik, namun lemah terhadap tekan. Berdasarkan sifat dari kedua bahan tersebut, beton dan baja tulangan dapat dipadukan menjadi satu-kesatuan menjadi material komposit yang disebut beton bertulang.
Beton bertulang mempunyai sifat sesuai dengan sifat bahan penyusunnya, yaitu sangat kuat terhadap beban tarik maupun beban tekan. Beban tarik pada beton bertulang ditahan oleh baja tulangan, sedangkan beban tekan cukup ditahan oleh beton (Asroni, 2010). Sehingga, penggunaan beton bertulang pada komponen strukural bangunan seperti balok, dapat menahan gaya tekan maupun tarik secara bersamaan akibat berat sendiri ataupun pengaruh gaya aksial.
Berdasarkan bahan penyusunnya, beton memiliki ketahanan yang relatif baik terhadap temperatur tinggi jika dibandingkan dengan material lain seperti baja maupun kayu. Hal ini disebabkan bahwa beton merupakan material penghantar panas yang rendah, sehingga dapat menghambat rembetan panas
(29)
masuk ke bagian dalam struktur beton tersebut. Pada struktur beton bertulang, tebal selimut beton harus memenuhi kriteria perencanaan tebal selimut minimum yang mana telah diatur nilai untuk masing-masing komponen struktur berdasarkan jenis beton bertulang itu sendiri. Tebal selimut beton sangat berpengaruh terhadap besar nilai tegangan leleh baja jika terjadi peningkatan temperatur pada permukaan struktur. Pada suatu kondisi dimana tingginya temperatur yang dapat mencapai lebih dari 500 0C dapat mengurangi kuat tekan beton dan tegangan leleh baja secara signifikan. Ditambah dengan besar gaya luar yang bekerja pada struktur seperti, gaya aksial, lentur dan geser, maka dapat berpotensi menyebabkan keruntuhan struktur bangunan.
2.2 Elemen Struktur Gedung
Dalam suatu sistem struktur bangunan, terdapat beberapa elemen yang saling merangkai dan membentuk kesatuan unit konstruksi. Struktur yang dibentuk dengan dengan cara meletakkan elemen kaku horizontal di atas dua elemen kaku vertikal merupakan sistem struktur portal sederhana yang sering dijumpai. Elemen horizontal yaitu balok yang biasa disebut juga elemen lentur, karena memikul beban yang bekerja secara transversal yang mana elemen ini dibebani oleh gaya dari berbagai arah seperti, gaya vertikal, horizontal, maupun momen. Pada bangunan gedung, elemen balok akan menerima beban di atasnya seperti, pelat lantai, dinding, dan sebagaimya. Elemen vertikal kolom secara langsung memikul beban aksial dari balok, termasuk berat dari balok itu sendiri, kemudian mentransferkannya bersama dengan berat kolom ke pondasi.
(30)
2.2.1 Balok
Balok adalah elemen struktur yang dirancang sebagai pendukung beban vertikal dan horizontal. Beban vertikal yaitu beban mati dan beban hidup yang bekerja di sepanjang bentang balok seperti, pelat, dinding penyekat, termasuk berat sendiri balok tersebut. Sedangkan beban horizontal yaitu beban angin dan beban gempa yang suatu waktu dapat terjadi pada struktur.
Secara umum, pra desain untuk tinggi balok direncanakan L/10 – L/15, dan untuk lebar balok diambil 1/2H – 2/3H, dimana H adalah tinggi balok dan L adalah panjang bentang balok dari tumpuan ke tumpuan. Hal ini dimaksudkan sebagai syarat keamanan untuk menjaga besarnya lendutan yang terjadi akibat pengaruh beban yang bekerja pada balok. Menurut SNI 03-2847-2002, tebal minimum (h) dapat ditentukan tanpa memperhitungkan lendutan berdasarkan tabel berikut.
(31)
Tabel 2.1. Tebal Minimum Balok Non-Prategang Atau Pelat Satu Arah Bila Lendutan Tidak Dihitung (SNI 03-2847-2002)
Resultan tegangan tarik baja, T:
T = As fy
dimana As adalah luas penampang tulangan (mm2) dan fy adalah tegangan tarik baja (MPa).
Resultan tegangan tekan beton, c:
c = 0,85f’c a b
dimana a adalah tinggi dari tegangan balok segi empat (mm), b adalah lebar balok (mm) dan f’c adalah mutu beton (MPa).
(32)
Dengan menerapkan persamaan keseimbangan, diperoleh momen batas (ultimate):
Mn = T x jd = c x jd
Dimana jd adalah tinggidari titik berat gaya c terhadap posisi baja tulangan.
Menurut SNI 03-2847-2002 tentang Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung, persyaratan kekuatan lentur untuk balok dengan tulangan tunggal adalah:
Mu ≤ ϕ Mn
Dimana ϕ untuk lentur murni adalah 0,8
Gaya-gaya pada balok dengan tulangan tunggal akibat lentur dapat dilihat pada gambar berikut.
(33)
Dengan menetapkan harga regangan beton, c = 0,003 dalam kondisi batas
(ultimate), ada tiga jenis kemugkinan keruntuhan yang terjadi, yaitu:
1) Keruntuhan tarik (under-reinforced)
Keruntuhan tarik terjadi bila regangan pada baja tulangan lebih besar dari regangan lelehnya, yang berarti regangan tarik baja telah mencapai titik leleh sedangkan regangan tekan beton belum mencapai regangan batas 0,003, atau s = y tetapi c’ cu’. Pada kondisi keruntuhan ini, penampang
balok memiliki rasio tulangan (⍴) yang kecil. Persamaan keseimbangan dapat dilihat sebagai berikut.
Maka,
⍴
dimana
⍴
(34)
2) Keruntuhan tekan (over-reinforced)
Keruntuhan tekan terjadi bila regangan pada baja tulangan lebih kecil dari regangan lelehnya, yang berarti regangan tekan beton telah mencapai regangan batas 0,003 sedangkan regangan tarik baja tulangan belum mencapai titik leleh, atau c’ = cu’ tetapi s y. Pada kondisi keruntuhan
ini, penampang balok memiliki rasio tulangan (⍴) yang besar.
( )
( )
karena a = β1 c, maka:
( )
Persamaan keseimbangan:
( )
Dari kedua harga di atas, diambil nilai a yang paling kecil, sehingga diperoleh:
(35)
3) Keruntuhan seimbang (balanced reinforced)
Keruntuhan seimbang terjadi bila regangan pada baja tulangan mencapai titik leleh bersamaan dengan regangan beton yang telah mencapai regangan batas 0,003, atau c’ = cu’ dan s = y. Pada kondisi keruntuhan ini, beton
dan rasio tulangan seimbang (balance).
dimana cb adalah tinggi garis netral pada kondisi seimbang.
Dari persamaan keseimbangan:
Dalam keadaan keruntuhan seimbang:
(36)
Jika modulus elastisitas baja, Es = 200000 Mpa, diperoleh:
2.2.2 Kolom
Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktural yang memikul beban dari balok. Kolom meneruskan beban-beban dari elevasi atas ke elevasi bawah hingga akhirnya sampai ke tanah memalui pondasi (Negara, 2009). Berdasarkan bentuk dan susunan tulangan, kolom dibedakan menjadi:
1) Kolom segi empat dengan tulangan memanjang dan sengkang
2) Kolom bulat dengan tulangan memanjang dan tulangan lateral berbentuk spiral
3) Kolom komposit yang terdiri dari beton dan baja profil di dalamnya
Gambar 2.2. Bentuk Penampang Kolom. (a) Kolom Segi Empat; (b) Kolom Bulat; (c) Kolom Bulat dan Segi Empat Komposit Beton-Baja
(37)
Keruntuhan pada kolom struktural seharusnya dihindari karena mengakibatkan risiko runtuhnya komponen struktur di atasnya yang dipikul kolom tersebut. Risiko fatal yang dapat terjadi adalah keruntuhan batas total (ultimate total collapse) beserta keseluruhan bangunan. Beban aksial yang terjadi pada kolom sangat dominan, sehingga berpengaruh terjadinya keruntuhan tekan tergantung besarnya beban yang diterima. Apabila beban bertambah, maka akan terjadi perubahan mikrostruktur pada sisi luar kolom berupa retak-retak di lokasi tulangan sengkang. Pada batas keruntuhan (limit state of failure), selimut beton akan terpisah dari tulangan sengkang, sehingga tulangan memanjang mulai terlihat. Apabila beban semakin bertambah, akan terjadi tekuk lokal (local buckling) pada tulangan memanjang, sehingga pada kondisi ini kolom telah mencapai batas keruntuhan, dimana daya lekat beton dan baja tulangan telah hilang.
Kolom dibedakan menjadi 2 jenis berdasarkan angka kelangsingan, yaitu:
o Kolom pendek ;
o Kolom langsing ;
2.2.2.1 Kolom pendek
Kapasitas beban sentris maksimum pada kolom diperoleh dari kontribusi beban yang dipikul beton sebesar Pc = (Ag – Ast) 0,85f’c, dan beban yang dipikul baja sebesar Ps = Ast fy. Dengan demikian, diperoleh beban sentris maksimum sebagai berikut.
(38)
P0 = 0,85f’c(Ag – Ast) + Ast fy
dimana, Ag = luas bruto penampang beton
Ast = luas total baja tulangan = As+ A’s
Namun, pembebanan sentris (e = 0) hampir tidak mungkin terjadi pada strukur aktual, karena dipengaruhi beberapa faktor seperti, ketidaktepatan letak dan ukuran kolom, perbedaan besar beban pada pelat di sekitar kolom, dan sebagainya. Berikut persamaan besar beban aksial nominal Pn dengan eksentrisitas e yang bekerja pada kolom dengan penulangan simetris yang mengalami beban eksentris.
Pn = 0,85f’c ba + A’sf’s– As fs
Mn = Pne = 0,85f’c ba(y –
a
/
2) + A’sf’s(y –d’) – As fs(d - y)dimana, a = tinggi blok tegangan ekuivalen = β1c
f’s = tegangan baja pada kondisi tekan
fs = tegangan baja pada kondisi tarik
Mn = momen tahanan nominal
Peraturan SNI-03-2847-2002 mensyaratkan faktor reduksi untuk kapasitas beban aksial nominal pada kolom. Besar beban aksial nominal kolom Pn pada kondisi beban sentris (e = 0) maupun kondisi beban eksentris (e ≠ 0), tidak dapat melebihi kekuatan dengan aksial maksimum yang dapat dilihat pada persamaan berikut.
(39)
ϕPn (max) = 0,80ϕ [0,85f’c(Ag – Ast) + Ast fy]
untuk kolom bersengkang dengan faktor reduksi sebesar 20 %, dan
ϕPn (max) = 0,85ϕ [0,85f’c(Ag – Ast) + Ast fy]
Untuk kolom berspiral dengan faktor reduksi sebesar 15 %.
Gambar 2.3. Tekan Eksentris, Kekuatan Batas (Winter, 1993)
2.2.2.2 Kolom langsing
Kolom langsing memiliki angka kelangsingan melebihi batas dari kolom pendek dimana kolom ini akan mengalami tekuk (buckling) sebelum mencapai batas keruntuhan materialnya. Hal ini dipengaruhi oleh adanya momen tambahan akibat PΔ, dimana P adalah beban aksial yang terjadi pada kolom, dan Δ adalah defleksi kolom yang tertekuk pada penampang yang ditinjau.
Menurut peraturan ACI 318, nilai faktor panjang efektif k dapat ditentukan berdasarkan hal berikut.
1) Batas atas faktor panjang efektif k untuk batang tekan dengan pengaku (braced system) yang tertahan pada kedua ujung kolom.
(40)
k = 0,7 + 0,05 (ψA + ψB) ≤ 1,0
k = 0,85 + 0,05 ψ min≤ 1,0
harga k yang diambil adalah nilai terkecil dari kedua persamaan di atas.
Dimana, ψA = faktor jepitan kolom atas
ψB = faktor jepitan kolom bawah
ψmin = faktor jepitan terkecil antara ψA dan ψB
persamaan untuk faktor jepitan ψ adalah:
balok l EI kolom l EI n u
Dimana, lu = panjang tak tertumpu kolom
ln = bentang bersih balok
2) Batas atas faktor panjang efektif k untuk batang tekan tanpa pengaku (unbraced system) yang tertahan pada kedua ujung kolom.
Untuk ψ m < 2
m m
k 1 20
20
Untuk Ψ m≥ 2
m k 0,9 1
(41)
3) Batas atas faktor panjang efektif k untuk batang tekan tanpa pengaku (unbraced system) yang kedua ujung sendi-sendi.
k = 2,0 + 0,3 ψ
2.3 Pengaruh Temperatur Tinggi Terhadap Sifat Fisis Beton Bertulang
Pengaruh yang ditimbulkan kebakaran terhadap struktur terutama beton dapat secara langsung dilihat melalui pengamatan visual. Hal ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kerusakan bangunan secara umum yang terjadi pasca kebakaran. Perubahan kondisi fisik komponen struktur dapat dievaluasi berdasarkan parameter pengamatan yang telah ditentukan sebelumnya seperti, perubahan warna pada permukaan beton, terjadinya spalling dan crazing, serta retak atau cracking. Berikut dijelaskan parameter pengamatan visual yang digunakan, meliputi:
1. Pengamatan permukaan
Jelaga yang melekat pada permukaan beton berupa butir asap yang halus berwarna hitam mengindikasikan bahwa temperatur yang terjadi pada saat kebakaran relatif rendah, karena jika temperatur telah mencapai 800 0C, seluruh jelaga akan terbakar habis tanpa bekas.
2. Perubahan warna
Perubahan warna yang dilihat pada struktur beton setelah proses pendinginan dapat menaksir temperatur maksimum yang dialami beton saat kebakaran terjadi. Untuk beberapa kasus yang telah diteliti bahwa untuk beton yang mengalami pemanasan pada temperatur lebih dari 300 oC menyebabkan perubahan warna menjadi sedikit kemerahan (merah muda), untuk temperatur
(42)
(43)
(44)
Gambar 2.6. Retak (cracking) Pada Balok
5. Pengamatan lendutan
Pengamatan ini dilakukan terhadap lendutan yang terjadi pada komponen struktur seperti balok dan pelat lantai yang kemudian dikontrol terhadap lendutan izin maksimum.
Setelah dilakukan pengamatan visual berdasarkan perameter diatas, dapat diketahui kondisi keseluruhan bangunan dengan mengklasifikasikan kelas kerusakan pada elemen struktur. Berikut ditunjukkan pada tabel 2.2.
Tabel 2.2. Klasifikasi “Visual Damage”
KELAS ELEMEN TAMPAK PERMUKAAN TAMPAK STRUKTURAL Plesteran Warna Crazing Spalling Tulangan Retak Lendutan
1
Kolom Sedikit terkelupa s
Normal Mulai
tampak Minor Tidak terekspos Tidak
ada Tidak ada
Pelat
Sedikit terkelupa s
Normal Mulai
tampak Minor Tidak terekspos
Tidak
ada Tidak ada
Balok
Sedikit terkelupa s
Normal Mulai
tampak Minor Sedikit terekspos
Tidak
ada Tidak ada 2 Kolom Banyak Pink Tampak Pada sudut- Terekspos s/d Tidak Tidak ada
(45)
terlepas sudut 25% tetapi tidak tetekuk
ada
Pelat Banyak
terlepas Pink Tampak
Terlihat setempat
Terekspos s/d 10% tetapi semua melekat
Tidak
ada Tidak ada
Balok Banyak
terlepas Pink Tampak
Terbatas pada sudut-sudut dan bagian bawah Terekspos s/d 25% Tidak
ada Tidak ada
3
Kolom Total loss Buff/ Triable Tampak jelas Banyak pada sudut-sudut Terekspos s/d 50% tetapi tidak lebih dari 1 batang tertekuk
Minor Tidak mencolok
Pelat Total loss Buff/ Triable Tampak jelas Banyak pada bagian bawah Terekspos s/d 20% tetapi semua melekat
Kecil Tidak mencolok
Balok Total loss Buff/ Triable Tampak jelas Banyak pada sudut dan bagian bawah Terekspos s/d 50% tetapi tidak lebih dari 1 batang tertekuk
Kecil Tidak mencolok
(sumber: Sukamta, 2001)
2.4 Pengaruh Peningkatan Temperatur Terhadap Sifat Mekanis Beton
Pada temperatur tinggi, beton akan mengalami perubahan mikrostruktur atau perubahan komposisi penyusun beton dalam skala kecil yang disebabkan reaksi fisik maupun reaksi kimia dari material penyusun beton tersebut dan sejalan dengan peningkatan temperatur dan lama pemanasan. Untuk pemanasan pada temperatur 100 0C atau lebih, mulai terjadi penguapan air pada pori-pori beton yang secara bersamaan menyebabkan retak mikro pada dinding pori. Selanjutnya jika temperatur semakin meningkat pada temperatur antara 400-600
0C, akan terjadi reaksi dekomposisi C-S-H (Calcium Silicate Hydrate) atau
kalsium silikat hidrat pada kandungan semen yang terurai menjadi kapur bebas CaO dan SiO2 yang menyebabkan penyusutan pasta semen. Unsur C-S-H
(46)
terus terjadi, juga akan menyebabkan terjadinya perbedaan pemuaian yang sangat besar antara agregat dan pasta semen sehingga retak mikro akan semakin melebar. Penyusutan pasta semen yang disusul dengan retak-retak mikro dalam beton pada pemanasan yang tinggi akan dapat meningkatkan porositas beton, sehingga kekuatan beton menjadi berkurang (Kumaat, 2003). Jika temperatur mencapai lebih dari 1000 0C, maka akan terjadi proses karbonasi yang membentuk unsur kalsium karbonat (CaCO3) yang berwarna keputihan yang memicu perubahan
warna pada permukaan beton menjadi lebih terang. Pada kondisi ini, penurunan kekuatan telah mencapai batas terendah karena pengaruh penurunan lekatan antara agregat dan pasta semen secara menyeluruh yang ditandai banyaknya retak pada permukaan beton.
2.4.1 Kuat tekan beton
Perubahan sifat mekanis beton akibat peningkatan temperatur secara langsung akan mempengaruhi penurunan kuat tekan beton tergantung tingkat panas yang dialami serta durasi pemanasan saat kebakaran berlangsung. Menurut ACI 216R-89, kekuatan tekan beton yang mengalami peningkatan temperatur yang tinggi dan sesaat setelah didinginkan pada dasarnya dapat dibedakan berdasarkan tipe agregatnya, yaitu: agregat yang mengandung karbon, agregat yang mengandung silikat, dan agregat ringan. Kuat tekan beton berdasarkan tipe agregat tersebut ditunjukkan berdasarkan gambar berikut.
(47)
Grafik 2.1. Kuat Tekan Beton Dengan Agregat yang Mengandung Silika (ACI 216R-89)
(48)
Grafik 2.3. Kuat Tekan Beton Dengan Agregat yang Mengandung Karbon (ACI 216R-89)
Grafik 2.4. Hubungan Tegangan Regangan Beton Normal Tanpa Beban Aksial Pada Temperatur Tinggi (Bailey, 2008)
2.4.2 Modulus elastisitas dan modulus geser beton
Selain perubahan kuat tekan, perubahan sifat mekanis beton akibat temperatur tinggi terjadi pada modulus elastisitas dan modulus geser. Modulus elastisitas (E) didefinisikan sebagai perbandingan antara tegangan dan regangan,
(49)
yang mana nilainya berbanding lurus dengan kuat tekan beton. Sedangkan modulus geser atau modulus kekakuan (G) didefinisikan sebagai perbandingan tegangan geser dan regangan geser pada dimensi yang sama. Pada gambar di bawah ini dapat dilihat penurunan modulus elastisitas dan modulus geser beton normal untuk ketiga tipe agregat akibat temperatur tinggi. Besarnya penurunan mencapai 50% pada temperatur 300-400 0C dari kondisi semula.
Grafik 2.5. Modulus Elastisitas Beton Pada Temperatur Tinggi (ACI 216R-89)
(50)
Grafik 2.6. Modulus Geser Beton Pada Temperatur Tinggi (ACI 216R-89)
2.5 Pengaruh Peningkatan Temperatur Terhadap Sifat Mekanis Baja Tulangan
Material baja tulangan mengandung kadar karbon < 2% dengan titik lebur sekitar 1500 0C. Sama halnya dengan material metal lainnya, baja juga merupakan penghantar panas yang tinggi (high thermal conductivity). Kekuatan ultimit baja cenderung meningkat pada temperatur 300 0C, namun akan menurun seiring meningkatnya temperatur dan durasi pemanasan.
2.5.1 Kuat tarik baja tulangan
Proses pemanasan akibat kebakaran akan melepaskan senyawa karbon pada baja, sehingga kadar karbon semakin berkurang yang menyebabkan menurunnya
(51)
kekuatan baja tulangan menahan tarik, tetapi sebaliknya akan menambah nilai regangannya. Kriteria ini menunjukkan bahwa penurunan kadar karbon pada permukaan baja tulangan akan menyebabkan terjadinya perubahan komposisi dan mikrostruktur yang sekaligus mempengaruhi perilaku material baja tulangan secara keseluruhan (Kumaat, 2003).
Grafik 2.7. Kuat Tarik Beberapa Jenis Baja Tulangan Pada Temperatur Tinggi (ACI 216R-89)
2.5.2 Modulus elastisitas baja tulangan
Penurunan modulus elastisitas baja tulangan dipengaruhi temperatur yang semakin meningkat pada saat terjadi kebakaran. Gambar di bawah ini menunjukkan bahwa pada temperatur 400 0C, modulus elastisitas mulai menunjukkan penurunan yang signifikan. Pada saat mencapai temperatur 500 0C, penurunan terjadi semakin besar dan bersifat linear.
(52)
Grafik 2.8. Modulus Elastisitas Baja Tulangan Pada Temperatur Tinggi (ACI 216R-89)
2.6 Jenis dan Klasifikasi Kerusakan Struktur Beton Bertulang Pasca Kebakaran
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada berbagai kasus kerusakan struktur beton bertulang akibat kebakaran, tingkat kerusakan dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
1) Kerusakan ringan
Kerusakan ini dapat dilihat berupa retak kecil dan pengelupasan pada plesteran luar beton, serta terjadinya perubahan warna menjadi gelap akibat asap kebakaran.
(53)
2) Kerusakan sedang
Kerusakan ini dapat dilihat berupa munculnya retak-retak ringan dengan kedalaman kurang dari 1 mm pada bagian luar beton. Retak-retak ini dipengaruhi oleh penyusutan yang terjadi pada pasta semen pada suhu 200
0
C atau lebih, sehingga menimbulkan tegangan lokal pada bidang batas antara pasta semen dan agregat. Hal ini juga akan mempengaruhi daya lekat kedua bahan tersebut menjadi berkurang yang menyebabkan timbulnya retak-retak tersebut.
3) Kerusakan berat
Pada kondisi ini, retak yang terjadi memiliki ukuran lebih lebar dan dalam dari sebelumnya dan letaknya banyak terlihat di dekat sambungan antara kolom dan balok. Retak yang terjadi pada balok kadang-kadang disertai dengan lendutan yang dapat dilihat jelas secara langsung. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh yang ditimbulkan oleh kebakaran dapat mengurangi kekuatan struktur secara signifikan.
4) Kerusakan sangat berat
Kerusakan ini merupakan kondisi kritis yang dialami oleh struktur, dimana retak banyak terjadi pada seluruh komponen struktur beton bertulang. Hal ini dapat dilihat dari permukaan beton yang pecah/terkelupas sehinggga baja tulangan dapat terlihat, atau bahkan baja tulangan sampai putus atau tertekuk. Pada kondisi ekstrim, beton inti bisa hancur yang memungkinkan terjadinya keruntuhan struktur (collapse) keseluruhan bangunan.
(54)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan pengambilan sampel di lapangan dan pengujian di laboratorium berdasarkan kajian pustaka dari standar lokal, yaitu Surat Keputusan Standar Nasional Indonesia (SK SNI) maupun standar Asing, yaitu American Concrete Institute (ACI).
Sampel yang diuji berupa sampel beton dan baja tulangan yang diambil langsung di lapangan. Sampel beton yang diuji berbentuk silinder dengan perbandingan diameter dan tinggi adalah 1:1, yang mana ukuran diameter dan tinggi adalah 4 inci. Sampel beton ini diambil pada titik lokasi yang berbeda, dimana pada kolom dan balok di lantai 3 diambil masing-masing 1 buah. Hal serupa juga dilakukan di lantai 2, sehingga total keseluruhan sampel beton yang diambil berjumlah 4 buah. Untuk sampel baja tulangan, diambil dengan panjang 30 cm. Sampel baja tulangan ini diambil di kolom lantai 3 dimana titik yang dianggap paling lemah berdasarkan gejala yang terlihat pada kolom berupa banyaknya spalling, crazing hingga retak yang terjadi pada permukaan kolom. Sampel yang diambil masing-masing 1 buah, yaitu pada tulangan utama (longitudinal) dan tulangan sengkang, sehingga total keseluruhan sampel baja tulangan yang diambil berjumlah 2 buah.
Sampel beton yang diambil sebelumnya diratakan permukaannya pada kedua sisi atas dan bawah, kemudian dilakukan pengujian di laboratorium dengan
(55)
alat Compression Testing Machine (CTM) kapasitas 2000 kN. Untuk sampel baja tulangan yang telah diambil disesuaikan dengan ukuran panjang yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu panjang 30 cm, kemudian dilakukan pengujian di laboratorium denga alat Universal Testing Machine (UTM).
Lokasi penelitian untuk pengujian kuat tekan beton dan uji tarik baja tulangan dilakukan di tempat berbeda. Untuk pengujian kuat tekan beton dilakukan di Laboratorium Bahan Rekayasa Universitas Sumatera Utara, sedangkan untuk pengujian kuat tarik baja tulangan dilakukan di Laboratorium/bengkel Mesin Politeknik Negeri Medan.
(56)
3.2 Bagan Alir Penelitian
Studi Literatur Kunjungan dan Observasi Lapangan
Pengumpulan Data Sekunder: Kronologis dan durasi kebakaran
Pengukuran dimensi elemen struktur di lapangan Fungsi setiap lantai bangunan
Denah eksisting bangunan
Pengujian dan Pengambilan Sampel di Lapangan:
Uji kuat tekan dengan Rebound Hammer.
Lantai 3 : 4 titik pada kolom, 7 titik pada balok, dan 7 titik pada pelat atap.
Lantai 2 : 2 titik pada kolom dan 2 titik pada balok.
Pengambilan sampel beton dengan Core Drill.
Lantai 3 : 1 sampel pada kolom dan 1 sampel pada balok. Lantai 2 : 1 sampel pada kolom dan 1 sampel pada balok.
Pengambil sampel baja tulangan. Sampel sebanyak 2 buah. Masing-masing 1 buah untuk tulangan utama dan sengkang pada kolom.
Pengujian di Laboratorium: Uji kuat tekan dengan
Compression Testing Machine (CTM) kapasitas 2000 kN. Uji baja tulangan dengan
Universal Testing Machine (UTM) kapasitas 100 kN. Mulai
(57)
Gambar 3.1. Bagan Alir Penelitian TIDAK
YA
Rekomendasi Metode Perkuatan dan Material yang Digunakan
Rancangan Perkuatan Kapasitas
Elemen Struktur OK?
Perhitungan Analisa Struktur Gedung dengan menggunakan SAP 2000 versi 14
Selesai
A
Analisis Data
Metode Perkuatan dengan Carbon-FRP
Metode Perkuatan dengan Concrete
Jacketing
(58)
3.3 Pengujian Karakteristik Beton Dengan Rebound Hammer
Pengujian dengan alat palu beton atau Hammer ini dimaksudkan untuk memperkirakan karakteristik kekuatan beton di lapangan sekaligus memeriksa keseragaman mutu beton pada beberapa elemen struktur. Namun, penggunaan alat ini tidak serta merta dapat menggantikan pengujian kuat tekan dengan Compression Testing Machine (CTM), karena alat Hammer tidak dapat mengukur kuat tekan secara akurat. Oleh karena itu, hasil pengukuran dengan alat Hammer memberikan kualitas beton yang seragam, sehingga bisa diputuskan apakah perlu dilakukannya pengambilan sampel dengan Core Drill atau tidak.
Gambar 3.2. Ilustrasi Skematik Cara Kerja Rebound Hammer (ACI 228 1R-03)
Prinsip kerja alat Hammer ini akan menghasilkan sebuah nilai pantul (rebound) sesaat setelah batang baja (plunger) menyentuh permukaan beton karena adanya dorongan yang tegak lurus terhadap bidang permukaan beton. Gaya reaksi dari plunger akan memberikan tolakan perlawanan kepada beban yang menggerakkan pointer pada titik skala ukur tertentu yang mana merupakan nilai
(59)
rebound dari beton tersebut. Pengujian dengan alat Hammer ini dilakukan setidaknya 10 kali penembakan secara acak pada satu titik lokasi dengan jarak 5-10 cm dari penembakan sebelumnya. Nilai rebound inilah yang kemudian akan menunjukkan kuat tekan beton setelah dikonversi melalui tabel atau grafik berdasarkan sudut penembakan, sehingga diperoleh rata-rata nilai rebound pada satu titik lokasi yang ditinjau.
3.4 Pengambilan Sampel Beton Dengan Uji Core Drill
Uji core drill merupakan suatu metode pengambilan sampel beton dengan cara dibor pada struktur bangunan yang sering disebut juga dengan pengambilan sampel beton inti. Pengambilan sampel dengan cara ini tergolong uji yang bersifat merusak (destructive test), yang mana material beton diambil dengan alat core drill yang diperlukan untuk penelitian lebih lanjut di laboratorium. Metode ini mengacu pada SNI 03-2492-2002 tentang Metode Pengambilan dan Pengujian Beton Inti. Sampel yang diambil berbentuk silinder dengan ukuran yang bervariasi tergantung pada kriteria yang direncanakan, dengan diameter beton inti yang disyaratkan adalah minimum 100 mm.
Pengujian core drill dilakukan jika sebelumnya telah dilakukan uji hammer yang menunjukkan nilai yang rendah pada beberapa titik bangunan. Pengambilan sampel beton inti harus memenuhi beberapa kriteria untuk meminimalisir dampak kerusakan yang dapat ditimbulkan, yaitu:
1) Titik pengambilan yang jauh dari sambungan (joint) balok-kolom, namun disarankan di titik dengan jarak 1/4L pada balok dan jarak 1/2H pada kolom.
(60)
3) Pengambilan sampel beton inti harus tegak lurus terhadap bidang struktur yang akan dibor.
4) Panjang sampel beton yang diambil harus dilebihkan beberapa centimeter untuk proses capping atau perataan permukaan bidang tekan.
5) Lubang bekas pengeboran harus segera ditutup kembali dengan beton yang mutunya sama.
Gambar 3.3. Alat Core Drill
Sampel beton inti yang diambil selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk proses pemeriksaan karakteristiknya. Pengujian di laboratorium yang dilakukan hanya berupa pengujian kuat tekan beton. Melalui pengamatan secara visual pada sampel juga dapat diketahui mengenai material-material penyusun beton seperti jenis dan ukuran agregat serta lekatan antar agregat. Batu kerikil alam sebagai agregat kasar pada campuran beton tidak disarankan penggunaannya saat ini, karena batu kerikil mempunyai sifat lekatan yang kurang baik jika dibandingkan
(61)
batu pecah. Hal ini akan berpengaruh terhadap kuat tekan dan mutu beton tersebut. Kuat tekan sampel beton inti dinyatakan masih baik atau tidak membahayakan jika kuat tekan rata-rata silinder beton tidak kurang dari 0,85f’c (85% dari mutu beton rencana) dan kuat tekan masing-masing silinder tidak kurang dari 0,75f’c. Jika kondisi tersebut tidak terpenuhi, maka perlu adanya teknik perkuatan struktur (structural strengthening) untuk mempertahankan fungsi bangunan dan mencegah terjadinya keruntuhan/kegagalan struktur akibat beban tambahan yang dipikul oleh bangunan.
Pengujian bor inti (core drill) yang akan dilakukan di lapangan telah ditentukan untuk mengambil sampel beton dengan keterangan sebagai berikut:
1) Sampel beton diambil sebanyak 4 buah, masing-masing 1 buah dari kolom dan balok di lantai 3 (lokasi terjadinya kebakaran), dan masing-masing 1 buah dari kolom dan balok di lantai 2.
2) Ukuran tiap sampel (benda uji) berbentuk silinder dengan perbandingan 1:1, yaitu diameter 4 inci dan tinggi 4 inci.
Penentuan nilai kuat tekan pada sampel beton inti mempertimbangkan faktor koreksi setelah dilakukan pengujian kuat tekan di laboratorium. Berikut beberapa faktor koreksi tersebut.
a) Faktor pengali C0
Faktor pengali C0 mengacu pada ketentuan berikut.
C0 merupakan faktor pengali yang ditinjau berdasarkan arah
(62)
C0 digunakan untuk menghitung kuat tekan beton inti terkoreksi
(fc’c).
Di bawah ini diberikan besar faktor pengali C0 berdasarkan arah
pengambilan sampel beton inti.
Tabel 3.1. Faktor Pengali C0
Arah pengambilan benda uji beton inti
Faktor Pengali, C0 Horizontal (tegak lurus pada arah tinggi dari struktur beton) 1 Vertikal (sejajar dengan arah tinggi dari struktur beton) 0,92
b) Faktor pengali C1
Faktor pengali C1 mengacu pada ketentuan berikut.
C1 merupakan faktor pengali yang ditinjau berdasarkan rasio
panjang setelah diberi lapisan capping (l) dengan diameter (Φ) dari sampel beton inti.
C1 digunakan untuk menghitung kuat tekan beton inti terkoreksi
(f’cc).
Jika rasio panjang setelah diberi lapisan capping pada kisaran 1,94 l/Φ 2,10 ; maka C1 tidak dapat digunakan untuk menghitung
f’cc.
Nilai C1 pada tabel 3.2 hanya berlaku untuk beton dengan kuat
(63)
Jika rasio panjang setelah diberi lapisan capping pada kisaran l/Φ 1,94 ; nilai kuat tekan harus dikalikan terhadap faktor C1 sebagai
berikut.
Tabel 3.2. Faktor Pengali C1
Perbandingan panjang dan diameter, l/Φ
Faktor Pengali, C1
1,75 0,98
1,5 0,96
1,25 0,93
1,00 0,87
c) Faktor pengali C2
Faktor pengali C2 mengacu pada ketentuan berikut.
C2 merupakan faktor pengali yang ditinjau berdasarkan adanya
tulangan pada sampel beton inti yang arahnya tegak lurus terhadap sumbu.
Jika jumlah tulangan pada sampel beton inti berjumlah 1 (satu) batang, maka :
(64)
Jika jumlah tulangan pada sampel beton inti berjumlah 2 (dua) batang, apabila jarak antara tulangan d terbesar, maka C2
ditentukan menurut rumus berikut:
= 1,0 1,5
...(3.2) Dimana:d = diameter batang tulangan (mm) Φ = diameter rata-rata benda uji (mm)
h’ = jarak terpendek antara sumbu batang tulangan dengan benda uji
l = panjang benda uji sebelum diberi lapisan untuk caping (mm)
Kuat tekan terkoreksi beton inti dihitung dengan ketelitian hingga 0,5 Mpa berdasarkan rumus:
...(3.3) Dimana:
fc’c = kuat tekan beton inti terkoreksi (Mpa) fc’ = kuat tekan awal (Mpa)
3.5 Pengujian Kuat Tekan Dengan Compression Testing Machine (CTM)
Pengujian kuat tekan beton menggunakan alat Compression Testing Machine–Double Gauge tenaga hidrolik, kapasitas 2000 kN, merk ELE. Benda uji berbentuk silinder yang diambil dari pengujian bor inti (core drill) di lapangan sebanyak 4 buah yang sebelumnya permukaannya telah diratakan (capping).
(65)
Prosedur pengujian kuat tekan dapat ditunjukkan sebagai berikut.
1) Memberi tanda untuk tiap benda uji
2) Mengukur dimensi dan menimbang benda uji, kemudian dicatat
3) Letakkan benda uji pada ruang penekan alat Compression Testing Machine (CTM) secara simetris atau tepat di tengah
4) Pastikan jarum pengukur pada dial tepat pada titik nol, kemudian hidupkan mesin hidrolik, yang mana mesin akan secara otomatis melakukan penekanan
5) Amati setiap peningkatan/penambahan kuat tekan yang ditunjukkan oleh jarum pengukur pada dial
6) Amati perubahan yang dialami oleh benda uji jika mulai terjadi pengelupasan dan retak-retak pada permukaan
7) Jika jarum pengukur sudah tidak lagi bergerak, maka mesin hidrolik dapat dimatikan. Ini menunjukkan bahwa benda uji beton sudah hancur
8) Baca dan catat angka pada jarum pengukur yang merupakan besar beban tekan maksimum benda uji beton yang diuji
(66)
Gambar 3.4. Alat Compression Testing Machine (CTM)
Besarnya kuat tekan benda uji beton dapat dihitung berdasarkan rumus:
...(3.4)
Dimana:
f’c = Kuat tekan beton yang diperoleh benda uji (N/mm2 atau Mpa) P = Beban tekan maksimum (N)
A = Luas permukaan tekan benda uji (mm2)
3.6 Identifikasi Visual dan Pengambilan Sampel Baja Tulangan
Identifikasi visual ini diperlukan untuk mengetahui spesifikasi baja tulangan yang ada di lapangan, dalam hal ini hanya terbatas pada struktur balok dan kolom. Hal ini dilakukan karena tidak adanya data perencanaan awal pembangunan proyek gedung tersebut. Kegiatan ini dilakukan dengan cara men-chipping beton dengan chipping hammer pada balok di daerah tumpuan dan lapangan hingga tulangan dapat terlihat, hal yang sama juga dilakukan pada kolom dengan men-chipping di bagian tengah dari tinggi kolom. Dari kegiatan ini akan diperoleh
(67)
data, seperti: jumlah tulangan, diameter tulangan, jarak antar tulangan, jarak sengkang, dan tebal selimut beton.
Pengambilan sampel dilakukan setelah proses chipping beton selesai. Sampel baja tulangan diambil dari struktur kolom dengan alat gerinda, masing-masing 1 (satu) buah pada tulangan utama dan tulangan sengkang dengan panjang 35 cm. Panjang tulangan yang dibutuhkan untuk pengujian kuat tarik adalah ± 30 cm.
Gambar 3.5. Alat Gerinda
3.7 Pengujian Kuat Tarik Baja Tulangan Dengan Universal Testing Machine (UTM)
Pengujian kuat tarik dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tegangan luluh dan tegangan maksimum yang dapat dicapai baja tulangan sehingga diketahui mutu baja yang digunakan pada perencanaan. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya keruntuhan tarik pada elemen struktur balok maupun kolom, dimana regangan pada baja tulangan telah mencapai batas leleh sebelum beton hancur yang ditandai pada balok dengan besarnya defleksi yang terjadi sebelum struktur runtuh (collapse).
(68)
Gambar 3.6. Alat Universal Testing Machine (UTM)
Pengujian ini menggunakan alat Universal Testing Machine (UTM) untuk mendapatkan mutu baja ( fy ) dan modulus elastisitas baja (Es). Dari hasil pengujian kuat tarik tersebut akan diperoleh nilai tegangan dan regangan yang terjadi pada baja tulangan, kemudian dapat disajikan melalui grafik. Untuk menghitung tegangan leleh dan regangan baja dapat menggunakan persamaan berikut.
...(3.5)
...(3.6)
(69)
Dimana:
σ = Tegangan tarik/kuat tarik (N/mm2 atau Mpa) Py = Gaya tarik leleh (N)
A = Luas penampang (mm2) ε = Regangan
∆l = Pertambahan panjang (mm) l = Panjang mula-mula (mm)
Dari hasil tegangan dan regangan baja tulangan yang telah didapat, selanjutnya dapat dicari nilai Es dengan rumus berikut.
...(3.7)
3.7.1 Benda uji baja tulangan
Benda uji baja tulangan yang akan diuji mempunyai bentuk dan ukuran tertentu, baik baja tulangan jenis polos atau ulir (deform). Pengujian hanya bisa dilakukan dengan diameter benda uji baja tulangan ≤13 mm. Untuk sampel tulangan >13 mm dan jenis ulir, sebelumnya dibubut terlebih dahulu untuk memenuhi spesifikasi pengujian. Ilustrasi pengujiannya dapat ditunjukkan dengan gambar di bawah ini.
(70)
Gambar 3.8. Benda Uji Tulangan Polos dan Ulir (deform) Diameter >13 mm
Keterangan:
Lt = Panjang total benda uji (mm)
L0 = Panjang ukur awal benda uji (mm)
d0 = Diameter awal benda uji (terkecil) (mm)
D = Diameter benda uji asli (mm)
Lj/h = Panjang bagian benda uji yang terjepit mesin tarik (mm)
r = Jari-jari cekungan pada tulangan ulir m = Panjang bebas benda uji (mm)
A0 = Luas penampang benda uji awal (mm2)
Untuk menentukan diameter nominal (dn) baja tulangan ulir (deform),
maka dipakai rumus:
√ (mm) ...(3.8)
Dimana:
W = Berat tulangan (kg/m’)
3.7.2 Prosedur pengujian
a) Persiapkan benda uji, apabila terjadi karat pada permukaan bersihkan dengan amplas
(71)
b) Lakukan pengukuran dimensi benda uji dengan jangka sorong, kemudian beri tanda sesuai form pengisian data.
c) Tentukan panjang ukur awal benda uji (L0) dan beri tanda,
kemudian pasang alat pembaca regangan (strainometer) pada titik yang telah ditentukan
d) Lakukan pengujian oleh operator dan catat semua hasil uji berupa: beban leleh awal, beban leleh akhir, beban maksimum, regangan tiap interval tertentu, dan lain-lain
e) Pembacaan regangan oleh strainometer hanya terbatas sampai 10 mm, jika pada pengujian melebihi angka tersebut, maka pembacaan regangan diganti dengan jangka manual dengan posisi jangka sama dengan posisi strainometer sebagai patokan f) Setelah benda uji putus pada beban maksimum, satukan kembali
kedua bagian benda uji, kemudian ukur pertambahan panjang benda uji (∆l) terhadap panjang ukur awal (L0)
3.8 Metode Perkuatan Dengan Carbon-Fiber Reinforced Polymer (CFRP)
Metode perbaikan dan perkuatan struktur beton bertulang dengan menggunakan CFRP atau Carbon-Fiber Reinforced Polymer merupakan teknik perkuatan eksternal yang memiliki batas kekuatan tarik (ultimate tensile strength) yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan material Fiber Reinforced Polymer lainnya yang berbahan dasar glass dan aramid, sehingga metode ini dapat menjadi alternatif untuk perkuatan struktur yang mengalami kerusakan akibat kebakaran, gempa, dan lain-lain. Namun secara umum, semua jenis FRP merupakan material
(72)
untuk perkuatan yang dapat menghasilkan peningkatan kekuatan yang cukup substansial terhadap aksial, geser, lentur, dan torsi.
FRP tidak bersifat seperti baja tulangan yang umumnya berfungsi sebagai penahan beban tarik pada beton, namun memiliki sifat elastis-putus (elastic up to failure). Perbandingan FRP dan baja dapat ditunjukkan oleh tabel berikut.
Grafik 3.1. Diagram Tegangan-Regangan antara material FRP (Carbon, Aramide, dan Glass) dan Baja (Sofiyuddin, 2012)
Aplikasi penambahan material FRP sama seperti prinsip perkuatan dengan penambahan pelat baja pada daerah tarik dari struktur yang umumnya pada elemen balok. Bentuk Carbon- FRP yang serig digunakan berbentuk laminate/plate dan sheet/fabric (lembaran) . Pengggunaan laminate/plate lebih efektif dan efisien untuk peningkatan kapasitas lentur pada balok, pelat, dan dinding, sedangkan penggunaan sheet atau lembaran lebih efektif dan efisien untuk perkuatan geser pada balok serta meningkatkan kekuatan tekan dan kekakuan kolom karena bersifat sebagai pengganti tulangan.
(73)
Kalebihan dan keuntungan dalam pemakaian material Carbon-FRP sebagai alternatif perkuatan adalah:
1) Berbahan dasar ringan,
2) Memiliki rasio kekuatan tinggi dibandingkan berat materialnya,
3) Directional strength, yaitu aplikasi perkuatan elemen struktur pada arah yang diperlukan,
4) Ketahanan terhadap korosi dan cuaca, 5) Stabilitas dimensional,
6) Pemeliharaan rendah (low maintenance), dan 7) Durabilitas tinggi.
Metode aplikasi Carbon-FRP dilakukan dan dikontrol menurut prosedur yang ditentukan oleh produsen. Sebelum dilakukan pemasangan, permukaan beton yang akan diperkuat sebelumnya dibersihkan dan dikeringkan yang kemudian akan dilekatkan oleh adhesive-epoxy resin. Lapisan resin pertama dipasang pada lembaran FRP dan langsung dibungkus pada permukaan beton. Harus dipastikan bahwa tidak ada gelembung (void) yang terperangkap pada permukaan dengan menggunakan rol khusus untuk menghilangkannya. Penekanan terhadap lembaran FRP dilakukan sampai resin menembus ke dalam serat hingga mencapai pembasahan sempurna antara serat dan resin. Kemudian dilakukan pemasangan lapisan resin coat pada permukaan beton yang sebelumnya telah terbungkus Carbon-FRP. Spesimen beton ini dibiarkan selama 7 hari pada suhu kamar untuk memastikan bahwa epoxy resin benar-benar mengering.
(74)
Material Carbon-FRP yang dipakai adalah produksi dari PT. Sika Indonesia dengan nama bahan Sika® CarboDur® Plates (brosur terlampir). Berikut adalah spesifikasi produk berdasarkan tipe dan uji mekanis material bahan.
Tabel 3.3. Tipe Material Carbon-Fiber Reinforced Polymer
Tipe Lebar (mm) Tebal (mm) Luas Area (mm2)
Sika® CarboDur® S512 50 1,2 60
Sika® CarboDur® S812 80 1,2 96
Sika® CarboDur® S1012 100 1,2 120
Tabel 3.4. Uji Material Carbon-Fiber Reinforced Polymer
Uji Material Sika CarboDur S
Modulus Elastisitas, Ef 165.000 N/mm2
Tegangan Ultimit, ffu 3.100 N/mm2
Regangan Ultimit,
ɛ
fu > 1,70 %Untuk bahan perekat struktural juga diproduksi oleh PT. Sika Indonesia dengan nama bahan Sikadur® 30 (brosur terlampir), yang merupakan kombinasi dari epoxy resin dan bahan pengisi celah khusus dan dirancang untuk temperatur normal antara +15°C dan +35°C.
(75)
Tabel 3.5. Uji Material Sikadur® 30
Uji Material Sikadur® 30
Modulus Elastisitas 11.200 N/mm2
Kuat Lekat pada Beton > 4 N/mm2
Tabel 3.6. Uji Tegangan Tarik Bahan Perekat Struktural Sikadur® 30
Masa Perawatan (Curing)
Temperatur
+15°C +35°C
1 hari 18 – 21 N/mm2 23 – 28 N/mm2 3 hari 21 – 24 N/mm2 25 – 30 N/mm2 7 hari 24 – 27 N/mm2 26 – 31 N/mm2
3.9 Metode Perkuatan Dengan Concrete Jacketing
Concrete jacketing merupakan salah satu metode perbaikan dan perkuatan pada elemen struktur beton bertulang, baik pada kolom maupun balok. Metode ini dilakukan dengan cara memperbesar ukuran penampang melintang beton bertulang yang telah ada (eksisting) dengan lapisan campuran beton baru yang juga diperkuat dengan tulangan lentur dan geser (sengkang) pada elemen struktur yang diperkuat.
(76)
Gambar 3.9. Penampang Melintang Kolom dengan Concrete Jacketing
Gambar 3.10. Penampang Melintang Balok dengan Concrete Jacketing
Keuntungan penggunaan teknik perbaikan jacketing yaitu dapat meningkatkan kekuatan dan daktilitas beton, serta dapat mengurangi kegagalan geser langsung (direct shear) karena adanya pembesaran penampang sehingga kekuatan geser pun akan meningkat secara signifikan. Campuran beton untuk perkuatan dengan concrete jacketing adalah berbahan micro concrete yang mana sifatnya dapat memadat sendiri tanpa bantuan vibrator, sehingga disebut juga dengan self compaction concrete (SCC). SCC merupakan beton segar yang bersifat plastis dan mudah mengalir sehingga dapat mengisi keseluruh cetakan dengan sendirinya. Ukuran butiran agregat pada campuran beton ini menggunakan agregat kecil (< 0,25 mm), dan yang biasa digunakan adalah pasir silika yang memiliki gradasi yang heterogen.
(77)
Aplikasi metode perkuatan dengan concrete jacketing dilakukan dengan memperbesar penampang kolom atau balok dan menambahkan tulangan lentur dan geser di sekelilingnya. Pada balok, penambahan tulangan biasanya hanya dipasang pada bagian bawah (serat balok yang tertarik). Selain untuk menambah kapasitas balok terhadap lentur, proses pengecoran di lapangan akan lebih mudah. Pemasangan tulangan tambahan yaitu di sisi bawah dan kedua sisi samping, kemudian dicor dengan campuran beton baru yang mana telah dipasang perancah dan bekisting sebelumnya.
Material bahan ini diproduksi oleh PT. Sika Indonesia dengan nama bahan Sikacrete® -08ID (brosur terlampir) dalam bentuk serbuk beton dengan ukuran 25
kg/zak. Pada pemakaiannya, campurkan 2,5 – 3 liter air untuk setiap zaknya. Campuran beton ini akan menghasilkan kualitas beton yang tinggi dengan kuat tekan 50 – 60 N/mm2 (Mpa) pada umur 28 hari.
3.10 Analisa Struktur Menggunakan Program SAP2000 v14
SAP2000 merupakan suatu program yang digunakan untuk menganalisis dan mendesain struktur menggunakan konsep metode elemen hingga yang didukung dengan analisis statik, dinamik, linear, maupun non-linear. Umumnya program ini digunakan untuk menganalisis struktur atas suatu bangunan. Untuk struktur pondasi sangatlah jarang dipakai, sehingga memerlukan program khusus untuk menganalisis dan mendesainnya. Fasilitas desain yang disediakan pada program ini hanya terbatas pada material beton dan baja, serta peraturan perencanaan yang mengacu pada standar peraturan Amerika, Eropa, serta Negara lainnya. Namun, peraturan perencanaan yang terdapat pada program dapat
(78)
disesuaikan parameternya terhadap standar perencanaan local, yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI).
Untuk standar perencanaan struktur beton SNI 03-2847-2002, yang mana peraturan ini mengadopsi dari peraturan Amerika yaitu, ACI 318M-99, walaupun ada beberapa detail yang berbeda. Namun, perencanaan dengan menggunakan peraturan SNI tersebut dapat dilakukan dengan cara memodifikasi beberapa faktor reduksi kekuatan dan faktor beban.
Lokasi gedung berada pada wilayah gempa 3 dengan keadaan tanah sedang (SNI 03 – 1726 – 2003).
Grafik 3.2. Respon Spektrum Gempa Wilayah 3 (SNI 03 – 2847 – 2002)
Kombinasi beban yang direncanakan berdasarkan SNI 03 – 2847 – 2002, yaitu:
1,4 DL + 1,4 Beban Bata
1,2 DL + 1,2 Beban Bata + 1,6 LL
1,2 DL + 1,2 Beban Bata + 1,0 LL Rx
(79)
3.11 Analisa Kolom Menggunakan Program PCA Col 3.63
Software PCA Col merupakan program sederhana yang digunakan untuk mengetahui besar gaya aksial dan momen pada suatu kolom beton bertulang. Setelah melakukan input data sesuai dengan perencanaan, program akan menampilkan diagram interaksi P-M, yaitu diagram yang menggambarkan hubungan antara gaya aksial (P) pada sumbu ordinat (sumbu y) dengan momen (M) pada sumbu absis (sumbu x) yang terjadi pada kolom.
Analisis komponen struktur kolom yang menerima kombinasi lentur dan beban aksial pada bangunan direncanakan berdasarkan ketentuan SNI 03-2847-2002.
Data penampang dan hasil analisa struktur kolom yang ditinjau meliputi: dimensi kolom, mutu beton (f’c), jumlah tulangan, tegangan leleh baja tulangan (fy), besar beban aksial (Pu), besar momen lentur arah x (Mx), dan besar momen lentur arah y (My). Data-data inilah yang diperlukan untuk input pada program PCA Col, yang kemudian dianalisis untuk memperoleh diagram interaksi kuat aksial-momen (P-M) pada kolom.
(80)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Denah Eksisting dan Pemodelan Struktur
(81)
Gambar pemodelan struktur gedung pasca kebakaran menggunakan software SAP2000 yang ditampilkan dalam bentuk 3 dimensi. Pemodelan struktur tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 4.2. Tampak 3D Sisi Depan-Samping Gedung Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.3. Tampak 3D Sisi Belakang-Samping Gedung Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara
(1)
4.3.6.2 Perhitungan biaya pekerjaan perkuatan dengan Concrete Jacketing
Perhitungan biaya dengan Concrete Jacketing meliputi perkuatan satu elemen balok masing-masing pada balok utama memanjang dan melintang.
Tabel 4.10. Perhitungan Biaya Pekerjaan Perkuatan Dengan Concrete Jacketing
No Item Satuan Indeks Harga satuan Harga total
1 Bahan dan upah
1.1 Balok utama memanjang (9,3 m) a. Pekerjaan beton f’c = 40 Mpa
(Sikacrete®-08ID)
m3 0,86512 10.256.400,00 8.873.016,77
- Upah pengecoran m3 0,86512 211.600,00 183.059,39
b. Pekerjaan bekisting + upah m2 18,360 409.550,00 7.519.338,00
c. Pemasangan Perancah + upah bh 9 108.130,00 973.170,00
(2)
- Besi ulir dia. 13 kg 44,01696 21.480,50 945.506,31
- Besi polos dia. 8 kg 37,43415 19.380,50 725.492,54
- Shear connector (dynabolt dia. 10 mm) bh 336 8.000,00 2.688.000,00 1.2 Balok utama melintang (7,3 m)
a. Pekerjaan beton f’c = 40 Mpa (Sikacrete® -08ID)
m3 0,69483 10.256.400,00 7.126.454,41
- Upah pengecoran m3 0,69483 211.600,00 147.026,02
b. Pekerjaan bekisting + upah m2 14,688 409.550,00 6.015.470,40
c. Pemasangan Perancah + upah bh 8 108.130,00 865.040,00
d. Pekerjaan pembesian + upah
- Besi ulir dia. 13 kg 39,60944 21.480,50 850.830,57
- Besi polos dia. 8 kg 30,77919 19.380,50 596.516,09
- Shear connector (dynabolt dia. 10 mm) bh 272 8.000,00 2.176.000,00 Total Harga 39.684.920,50 Pembulatan 39.684.920,00
(3)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari uraian dan perhitungan struktur pasca kebakaran pada pengerjaan tugas akhir ini, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil pengujian sampel Core Drill di laboratorium, mutu beton (f’c) yang diperoleh yaitu, untuk balok dan kolom masing-masing adalah 9,424 N/mm2 dan 8,575 N/mm2.
2. Terjadi penurunan momen tahanan terhadap lentur pada balok utama memanjang dan balok utama melintang, dimana momen tahanan balok utama memanjang daerah tumpuan mengalami penurunan sebesar 2,33 %, sedangkan momen tahanan balok utama melintang daerah tumpuan mengalami penurunan sebesar 2,33 %, dan daerah lapangan mengalami penurunan sebesar 10,54 %.
3. Kapasitas balok masih memenuhi dalam memikul gaya geser yang terjadi, dimana tahanan geser balok daerah tumpuan, VR = 334,32 kN > Vu = 186,7623 kN; sedangkan tahanan geser balok daerah lapangan, VR = 252,779 kN > Vu = 66,1171 kN.
4. Metode perkuatan lentur balok dengan Carbon-Fiber Reinforced Polymer (CFRP) menghasilkan peningkatan kapasitas terhadap lentur, dengan momen tahanan balok utama memanjang daerah tumpuan, MR = 381,4496 kNm > Mu = 310,4461 kNm atau naik sebesar 22,87 %, sedangkan
(4)
kNm > Mu = 310,4461 kNm atau naik sebesar 24,47 %; dan daerah lapangan, MR = 278,7233 kNm > Mu = 218,5744 kNm atau naik sebesar 27,52 %.
5. Metode perkuatan lentur balok dengan Concrete Jacketing menghasilkan peningkatan kapasitas terhadap lentur, dengan momen tahanan balok utama memanjang daerah tumpuan, MR = 423,4212 kNm > Mu = 310,4461 kNm atau naik sebesar 36,39 %, sedangkan momen tahanan balok utama melintang daerah tumpuan, MR = 423,4197 kNm > Mu = 310,4461 kNm atau naik sebesar 36,39 %; dan daerah lapangan, MR = 285,3404 kNm > Mu = 218,5744 kNm atau naik sebesar 30,54 %.
6. Perbandingan perencanaan analisa biaya pekerjaan perkuatan dengan
Carbon-Fiber Reinforced Polymer (CFRP) dan Concrete Jacketing
masing-masing adalah Rp. 22.571.450,00 dan Rp. 39.684.920,00. Dengan demikian, perencanaan analisa biaya pekerjaan perkuatan dengan Carbon-Fiber Reinforced Polymer (CFRP) lebih murah dengan komponen material yang juga lebih sedikit namun tetap efektif dibandingan perkuatan dengan Concrete Jacketing.
5.2. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap pengaruh kebakaran terhadap kapasitas struktur pelat lantai maupun atap, serta tangga.
2. Perlu dilakukan analisa biaya pekerjaan perkuatan dengan metode yang lain, dengan maksud sebagai perbandingan besar biaya yang diperlukan agar lebih ekonomis namun struktur tetap aman.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, I. A., N. A. S. Taufieq, dan A. H. Aras. 2009. Analisis Pengaruh Temperatur Terhadap Kuat Tekan Beton. Jurnal Teknik Sipil. 16(2): 63-70.
American Concrete Institute (ACI). 1989. Guide for Determining the Fire Endurance of Concrete Elements. ACI 216R-89. ACI Committee 216. Detroit.
______________________________ . 2002. Guide for the Design and Construction of Externally Bonded FRP System for Strengthening Concrete Structures. ACI 440.2R-02. ACI Committee 440. Farmington Hills.
______________________________ . 2003. In - Place Methods to Estimate Concrete Strength. ACI 228.1R-03. ACI Committee 228. Farmington Hills.
______________________________ . 2005. Building Code Requirements for Structural Concrete. ACI 318-05. ACI Committee 318. Farmington Hills. Asroni, H. A. 2010. Balok dan Pelat Beton Bertulang. Edisi Pertama. Cetakan
Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Badan Standarisasi Nasioal (BSN). 2002. Metode Pengambilan dan Pengujian Beton Inti. SNI 03-2492-2002. Bandung.
_____________________________ . 2002. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung. SNI 03-2847-2002. Bandung.
Departemen Pekerjaan Umum. 1987. Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung. SKBI 1.3.53.1987. Yayasan Badan Penerbit PU. Jakarta.
Kumaat, E. 2003. Kekuatan Lekat Beton dan Baja Tulangan Akibat Pemanasan.
(6)
Negara, A. K. 2009. Desain Langsung Tulangan Longitudinal Kolom Beton Bertulang Bujur Sangkar. Skripsi. Institut Teknilogi Sepuluh Nopember (ITS). Surabaya.
Rosyidah, A dkk. 2010. Perkuatan Struktur pada Bangunan Rumah Tinggal 3 Lantai. Poli Teknologi. 9(1): 8-21.
Sofiyuddin, M. 2012. Pengenalan Penggunaan Fibre Reinforced Polymer (FRP) Sebagai Perkuatan Struktur Beton. Majalah Transparansi. Vol. 7 No.2. Halaman 32-35. Jakarta.
Sukamta, D. 2001. Pengukuran Kerusakan dan Perbaikan Struktur Gedung Beton Bertulang Akibat Kebakaran. Trend Teknik Sipil Era Milenium Baru. Halaman 493-515. Jakarta.
Winter, G. dan A. H. Nilson. 1993. Perencanaan Struktur Beton Bertulang. Terjemahan M. Sahari Besari dkk. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.