Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manajemen Aset GPIB (Tata Kelola Aset GPIB Sesuai Dengan Tata Gereja GPIB Dan Prinsip Manajemen) T2 912013008 BAB IV
BAB IV
ANALISIS DAN HASIL PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum GPIB
GPIB singkatan dari GEREJA PROTESTAN di
INDONESIA
bagian
BARAT.
GPIB
Merupakan
sebuah Organisasi non-profit yang mempunyai
ruang lingkup pelayanan yang cukup besar, mulai
dari Sumatera hingga Sulawesi. Pelayanan yang
diberikan merupakan bagian dari visi dan misi
Gereja ini, agar senantiasa dapat membangun
sebuah bangunan utuh, yang dapat dijadikan
tempat bagi jemaat yang merupakan bagian dari
masyarakat dalam bentuk spiritual secara khusus.
GPIB memiliki struktur organisasi terpusat atau
yang
disebut
sinodal
berarti
segala
bentuk
kegiatan dan pengambilan keputusan berasal dari
pusat dan dimusyawarahkan bersama dari seluruh
anggota Majelis Sinode. Majelis Sinode sendiri
dibentuk
dan
dipilih
secara
langsung
oleh
perwakilan jemaat, dalam hal ini pendeta-pendeta
yang telah dipilih dan membentuk sebuah tatanan
kepemimpinan
berdasarkan
Sistem
Organisasi
Gerejawi yaitu Tata Gereja GPIB dan PKKUG.
Kepemimpinan yang telah terbentuk berlangsung
sesuai dengan periode pemilihan yaitu perlima
tahun sekali, dengan itu maka masa jabatan
Majelis Sinode berlangsung selama lima tahun.
GPIB
adalah
bagian
dari GPI (Gereja
Protestan
Indonesia) yang dulunya bernama “Indische Kerk”.
GPIB didirikan pada 31 Oktober 1948 yang pada
waktu itu bernama “De Protestantse Kerk in Westelijk
Indonesie” berdasarkan Tata-Gereja dan PeraturanGereja
yang
dipersembahkan
oleh
Proto-Sinode
kepada Badan Pekerja Am (Algemene Moderamen)
Gereja Protestan Indonesia.
Pada saat ini, GPIB memiliki 24 Musyawarah
Pelayanan,
yakni:
Mupel
Sumatera
Utara-Aceh
(Sumut Aceh), Mupel Sumbaridar (Sumatera Barat –
Riau Daratan), Mupel Kepri (Kepulauan Riau), Mupel
Sumsel-Jambi (Sumatera Selatan – Jambi), Mupel
Babel (Bangka Belitung), Mupel Lampung, Mupel
Jakarta Pusat, Mupel Jakarta Utara, Mupel Jakarta
Barat, Mupel Jakarta Timur, Mupel Jakarta Selatan,
Mupel Bekasi, Mupel Banten, Mupel Jawa Barat I,
Mupel Jawa Barat II, Mupel Jatengyo (Jawa Tengah –
Yogyakarta), Mupel Jatim (Jawa Timur), Mupel Bali –
NTB (Bali – Nusa Tenggara Barat), Mupel Kalbar
(Kalimantan Barat), Mupel Kaltengsel (Kalimantan
Tengah – Kalimantan Selatan), Mupel Kaltim I, Mupel
Kaltim II, Mupel Kaltim III dan Mupel Sulselra
(Sulawesi Selatan – Sulawesi Tenggara). Jumlah
keseluruhan dari jemaat GPIB adalah kurang lebih
270 jemaat.
Pimpinan
GPIB
berada
di
tangan
Majelis
Sinode yang dibantu oleh Dewan-dewan Pelayanan
Kategorial, yaitu Dewan Pelayanan Anak, Dewan
Teruna, Dewan Pemuda, Dewan Wanita, Dewan
Persekutuan Kaum Bapak dan dua Departemen,
yaitu
Departemen
Litbang
(Penelitian
dan
Pengembangan) dan Departemen Pelkes (Pelayanan
dan
Kesaksian).
Selain
itu
GPIB
mempunyai
sejumlah yayasan untuk melaksanakan berbagai
program pelayanannya. GPIB merupakan salah satu
Gereja
Protestan
terbesar
anggota-anggotanya
yang
di
Indonesia,
banyak
dengan
berasal
dari
Indonesia Timur. Namun dalam perkembangannya,
anggota-anggota Gereja ini sangat berbaur dan dapat
dikatakan hampir setiap suku bangsa di Indonesia
terwakili
di
pelayanannya
Gereja
mencakup
ini.
Program-program
pendidikan,
pelayanan
kesehatan dan pembangunan ekonomi gereja secara
khusus dalam masyarakat desa. GPIB juga aktif di
dalam dialog antar-iman dengan umat beragama
lainnya dan kegiatan penerbitan untuk kebutuhan
internal dan eksternal. Kantor Sinode GPIB terletak
di Jl. Medan Merdeka Timur 10, DKI Jakarta. GPIB
adalah anggota dari GPI, Persekutuan Gereja-gereja
di Indonesia (PGI), Dewan Gereja-gereja Asia (CCA),
Aliansi Gereja-gereja Reformasi se-Dunia (WARC),
dan Dewan Gereja-gereja se-Dunia (WCC).
4.2. Pengelolaan Aset oleh Majelis Sinode
Bagaimana Majelis Sinode kemudian mengelola
aset gereja sesuai dengan tatanan yang digunakan
oleh majelis sinode adalah dibagi menjadi dua bagian
yaitu; ruang lingkup penbendaharaan GPIB dan
sumber penerimaan GPIB.
4.2.1. Ruang Lingkup Perbendaharaan GPIB
Perbendaharaan
GPIB
(Jemaat/Sinode)
diartikan secara khusus sebagai Milik dan
Anugerah
Tuhan
untuk
menunjang
pelaksanaan Panggilan dan Pengutusan Gereja
secara tepat sasaran
(Effective)
dan tepat
guna (efisien). Tepat sasaran artinya setiap
laporan kerja memiliki sasaran yang jelas dan
memiliki
laporan
pertangungjawaban
yang
sesuai dengan acuan yang telah ditentukan.
Demikian
dengan
tepat
guna
bahwa
diupayakan setiap pengeluaran aset dapat
dikontrol dan dapat digunakan sesuai dengan
kebutuhan. Perbendaharaan GPIB meliputi :
Penatalayanan
Pencatatan
Anggaran,
Pembukuan
Pengelolaan
(Dokumen)
dan
serta
pengawasan yang disusun dan dilaksanakan
berdasarkan keputusan bersama dan dalam
sebuah proses sidang atau penetapan yang
dilaksanakan
tiga
kali
mulai
dari
tahap
keputusan tingkat jemaat lalu ke mupel dan
berakhir pada sidang sinode tahunan. Sesuai
dengan pendapat Suharto (2008) bahwa ada
empat fungsi dalam sebuah organisasi yang
wajib
dilakukan
yaitu;
perencanaan,
pengorganisasian,
pelaksanaan
pengawasan.
pengelolaannya
memakai
Dalam
sistem
Terpusat,
dan
GPIB
Terpadu
(Berimbang) dan Terbuka. Seperti dikatakan
oleh Bpk. Robby, salah satu anggota majelis
sinode yang cungkup senior yaitu;
“GPIB
membangun
sebuah
organisasi dengan proses yang
panjang
dan
penuh
dengan
tantangan. GPIB sebagai organisasi
memang belum memakai sistem
akuntansi yang sesuai di dalam
pembuatan
laporan
keuangan
namun, GPIB memiliki aturan
main
sendiri
dimana
harus
terpusat artinya setiap keputusan
berasal dari keputusan sidang
pejabat GPIB dalam hal ini Majelis
Sinode, sesuai dengan Tata Gereja
pelaksanaannya artinya terpadu
atau memiliki sistem dan selalu
diberikan laporannya kepada setiap
Gereja dan jemaat”.
Penetapan kepemilikan untuk aset GPIB pun
ditentukan secara sistem yang berlaku yaitu
setiap
aset
bergerak
dan
tidak
bergerak
adalah atas nama GPIB. Aset tidak bergerak
seperti tanah, bangunan (bangunan gereja
dan bangunan pastori atau rumah dinas
pendeta), kendaraan operasional gereja (motor
dan
mobil),
perlengkapan
yayasan-yayasan
pendidikan
beribadah
yang
dan
dimiliki
GPIB dicatat secara lengkap dan atas nama
GPIB. Demikian juga dengan aset bergerak
yang kemudian disimpan di Bank, juga atas
nama GPIB. Sesuai dengan pernyataan Bpk.
Wayong yang merupakan bendahara Majelis
Sinode;
“Semua aset diberikan nama
kepemilikan yang sama, yaitu atas
nama GPIB oleh karena memang
GPIB
yang
mengelola
dan
mengawasi harta milik GPIB sesuai
dengan peraturan Gereja pasal 13.
Saya secara pribadi memahami hal
ini sangat baik adanya oleh karena
banyak aset GPIB yang lepas begitu
saja ketika tidak diberikan atas
nama dan banyak aset gereja yang
kemudian diakui secara tiba-tiba
oleh
pihak-pihak
yang
tidak
bertanggungjawab oleh sebab itu
GPIB harus mencatat secara detail
dan jelas semua aset gereja tanpa
terkecuali dan selama ini, hal ini
telah dilaksanakan oleh GPIB
dengan baik”.
Secara
khusus
pemeriksaan
bagi
pengawasan
terhadap
dan
pengelolahan
perbendaharaan GPIB dilakukan oleh sebuah
lembaga yang telah dibentuk oleh pimpinan
sinode GPIB yaitu BPPJ (Badan Pengawas
Perbendaharaan
pemeriksaan
berkala
Jemaat).
aset
yaitu
GPIB
setiap
Pengawasan
dilakukan
empat
bulan
dan
secara
sekali
(kwartalan). Lembaga BPPJ ini secara penuh
bertanggungjawab didalam mengawasi setiap
aktifitas yang dilakukan oleh anggota sinode
dalam setiap hal yang berkaitan dengan aset
gereja serta menentukan layak atau tidak
layaknya
aset
gereja
tersebut
dalam
penggunaannya. Oleh sebab itu setiap gereja
mulai dari daerah hingga kepusat (mupel
setempat) wajib memberikan laporan keuangan
secara rinci terhadap BPPJ sebelum membuat
laporan rencana kerja tahunan yang kemudian
berujung kepada pengeluaran untuk rencana
kerja tersebut.
4.2.2. Sumber Penerimaan GPIB
Dalam
pelaksanaan
pelayanan
dan
kegiatan sinodal, sumber penerimaan GPIB
secara
umum
berasal
dari
jemaat
setiap
minggu
atau
persembahan
bulan.
Jenis
penerimaan antara lain; Persembahan Wajib:
Persepuluhan,
Persembahan
Khusus:
Persembahan Syukur, Persembahan Sukarela:
Persembahaan dalam Ibadah-ibadah, Bantuan
Perorangan / Pemerintah yang tidak terikat,
Hasil investasi dan Penerimaan Lain (sesuai
ketentuan GPIB & perundang – undangan yang
berlaku). Sistem penatalayan GPIB kembali lagi
menggunakan
Tata
Gereja
sebagai
acuan
pengembangan dan pengelolaan. Tata Gereja
yang dipakai ialah Tata Dasar Gereja Bab IV,
Pasal 11 : 1-3. Sumber penerimaan GPIB
berasal
dari
jemaat
dan
untuk
pelayaan
yang
diberikan
jemaat.
Setiap
jemaat
persembahan
secara
rutin
ataupun
tidak
rutin,
dipergunakan sebaik mungkin untuk setiap
pelayanan jemaat dalam program kerja dan
juga
untuk
memberikan
gaji
pendeta
&
pegawai serta biaya pemeliharaan aset tidak
bergerak
&
pemahamannya,
operasional”.
Gereja
Dalam
memberikan
pengembalaan dan pelayanan kepada jemaat
dan jemaat meresponnya dengan memberikan
pesembahan rutin, persembahan tidak rutin
dan
persembahan
ucapan
syukur
kepada
gereja. Secara organisasi, gereja kemudian
mengelola
persembahan
pelaksanaan
kegiatan
ini
dalam
setiap
dan
dalam
grejawi
pelayanan secara khusus kepada jemaat yang
membutuhkan
Demikian
(diakonia
pula
diberikan
dan
marturia).
contoh
laporan
keuangan secara sederhana yang digunakan
oleh
GPIB
di
dalam
penerimaan GPIB.
penyusunan
laporan
TABEL 4.1
TABEL ILUSTRASI LAPORAN PENERIMAAN GPIB (PERBULAN)
Jenis Penerimaan
Minggu I
Minggu II
Minggu III
Minggu IV
Ibadah - Ibadah
Minggu
1,000,000
1,200,000
900,000
1,400,000
4,500,000
450,000
Ibadah PELKAT
600,000
700,000
400,000
650,000
2,350,000
235,000
300,000
350,000
275,000
400,000
1,325,000
132,500
800,000
700,000
400,000
900,000
2,800,000
280,000
2,700,000
2,950,000
1,975,000
3,350,000
10,975,000
1,097,500
Ibadah Rumah
Tangga / Sektor
Ibadah
Pengucapkan
Syukur
Total Kolekte
Total
Dikirim ke
Majelis Sinode
Sepersepuluh
dari
Penerimaan
LANJUTAN TABEL ILUSTRASI LAPORAN PENERIMAAN GPIB (PERBULAN)
Persembahan
Syukur Pernikahan
Persembahan
Syukur Perkawinan
Persembahan
Syukur Saluran
Total Persembahan
Syukur
Persepuluhan
Total
Sumber
-
400,000
100,000
500,000
50,000
-
-
400,000
400,000
40,000
200,000
-
200,000
20,000
600,000
600,000
100,000
800,000
2,100,000
210,000
4,000,000
3,000,000
1,000,000
2,500,000
10,500,000
1,050,000
7,300,000
6,550,000
3,075,000
6,650,000
23,575,000
2,357,500
: Laporan sederhana ini berdasarkan penerimaan setiap jemaat (wilayah gereja) yang
kemudian dilaporkan secara berkala kepada Majelis Sinode dan diambil dari dokumen
Gereja GPIB.
Keterangan
: Peneliti sudah berusaha untuk mendapatkan data akurat namun, yang dapat diperoleh
hanya data ilustrasi.
4.3. Kesesuaian Pengelolaan Aset dengan Tata Gereja GPIB dan Prinsipprinsip Tata Kelola Aset
Kesesuaian pengeloolan aset oleh majelis sinode dengan tata gereja yang
digunakan dalam pengelolaan dibagi berdasarkan tiga hal yaitu; Aspek
perbendaharaan GPIB, Administrasi keuangan GPIB dan Tata kelola
keuangan GPIB.
4.3.1. Aspek Perbendaharaan GPIB
Aspek perbendaharaan GPIB meliputi beberapa hal yang saling
berkaitan
dan
saling
mendukung
di
dalam
pengelolaan
dan
pengawasan aset GPIB. antara lain; yang pertama Tata Gereja yang
merupakan sebuah sistem atau legalitas organisasi yang bersisi
tentang semua tata aturan atau tata kelola dalam setiap kegiatan
dalam organisasi. Dalam bagian ini akan dijelaskan bagaimana
accountability (akuntabilitas) perbendaharaan GPIB. Akuntability
yang dimaksud adalah sesuai dengan salah satu dari prinsip tata
kelola keuangan yang perlu dilakukan di dalam sebuah organisasi,
yaitu bagaimana GPIB dapat menjelaskan bagaimana menggunakan
sumber
dayanya
dan
apa
yang
telah
di
capai
sebagai
pertanggungjawaban kepada pemangku kepentingan dan penerima
manfaat. Dalam hal ini, perbendaharaan gereja dalam Tata Gereja
GPIB dibagi berdasarkan fungsinya yaitu;
TABEL 4.2
TATA GEREJA DALAM PERBENDAHARAAN GPIB
TATA GEREJA
Tata Dasar
Peraturan
Pokok I
Peraturan
Pokok III
Peraturan
Nomer 6
Peraturan
Nomer 7
Sumber: Tata Gereja GPIB.
FUNGSI
Bab IV Pasal 17
Perbendaharaan.
Bab IV Pasal 18
Pengawasan dan
Pemeriksaam Perbendaharaan GPIB.
Pasal 13 : 1 – 2
Perbendaharaan GPIB
dilingkup Jemaat.
Pasal 14 : 1-2
Badan Pengawas dan
Pemeriksaan Perbendaharaan GPIB dilingkup
Jemaat /BPPJ.
Pasal 13 : 1-3
Harta Milik & Pengelolahan.
Pasal 14 : 1-3
Badan Pemeriksaan
Perbendaharaan Gereja / BPPJ.
Pasal 1-11
Perbendaharaan GPIB.
Pasal 1 – 12
Badan Pemeriksa
Perbendaharaan di GPIB.
Segala bentuk kegiatan yang menyangkut dengan perbendaharaan
Gereja GPIB harus sesuai dengan kelima pokok dasar Tata Gereja
GPIB sesuai dengan kata Bpk Wayong yang merupakan Bendahara 2
dalam Majelis Sinode yaitu;
“... Otaknya GPIB ya.. ada diTata Gereja. Semua
kegiatan organisasi kan harus memiliki sistemnya
masing-masing. Demikian juga dengan GPIB, GPIB
memiliki Tata Gereja yang harus dilihat terlebih dahulu
sebelum melakukan sesuatu, baik itu dalam hal
pemeliharaan,
pengawasan
atau
bahkan
dalam
pengalihan aset GPIB. Legalitas GPIB sebagai organisasi
pun berada pada Tata Gereja ini. Tanpa Tata Gereja
maka GPIB akan kewalahan dalam pengelolaan seluruh
asetnya”.
Hal kedua dalam aspek perbendaharaan GPIB ialah Program
dan Anggaran Keuangan. Dalam bagian ini setiap anggota majelis
jemaat di dalam setiap tugasnya (komisi kerja) wajib melakukan
program kerja yang dilaksanakan setiap tahunnya, yang disesuaikan
dengan visi misi GPIB secara umum dan juga berdasarkan tema
tahunan GPIB secara khusus. Seperti dikatakan oleh ibu marlen
selaku sekretaris 1 Sinode GPIB yaitu;
“GPIB selalu buat program kerja yang disesuaikan
dengan tema gereja. Karna setiap tahun, jemaat
membutuhkan kebutuhan yang berbeda-beda dan perlu
untuk diperhatikan. Dengan itu, pelayanan gereja harus
benar-benar masuk kedalam “hati” jemaat agar jemaat
dan gereja dapat berkembangan dan bertumbuh
bersama di dalam pelayanan”.
GPIB senantiasa membuat dan melakukan program kerja kepada
setiap pelayanannya yang kemudian didukung dengan penganggaran
keuangan sebagai penunjang kinerja program kerja tersebut. Tujuan
dari adanya penganggaran keuangan adalah sebagai pedoman kerja
dan
arahan
untuk
mencapai
sesuatu
kegiatan,
sebagai
alat
pengendali atau alat kontrol dan untuk mengkoordinasikan disemua
fungsi. Prinsip penyusunan program atau rencana kerja dan anggaran
keuangan dibuat secara musyawarah yaitu “SMART”. Menurut
Bpk.Wayong;
“SMART adalah singkatan dari Spesific, Measurable,
Achievable, Reliable, dan Time. Walaupun sistem
pebuatan laporan keuangan GPIB masih menggunakan
sistem tradisional, namun kami berupaya membuat
penganggaran atau pun bahkan laporan keuangan
dalam laporan pertanggungjawaban dengan sebaik
mungkin”.
Spesific berarti
Focus dan
Detail dalam kegiatan yang akan
dilaksanakan, Measuareble berarti Dapat dikur, Achievable ialah apa
yang akan dan dapat dicapai, Realiable artinya dibuat secara realitis
berdasar
data dan Time ialah sebuah kegiatan tersebut memiliki
suatu sasaran waktu. Anggaran Keuangan GPBI dikelompokkan
menjadi anggaran penerimaan dan pengeluaran sebagai berikut;
Anggaran rutin, Anggaran Non Rutin / Program dan Anggaran /
Proyek. Sedangkan Penataan anggaran didasarkan kepada Sinode
yaitu pada persidangan Sinode Tahunan/Persidangan Sinode dan di
dalam Jemaat yaitu Sidang Majelis Jemaat. Periode program /
rencana kerja tahunan : 1 april tahun berjalan sampai dengan 31
Maret tahun berikutnya.
4.3.2. Administrasi Keuangan GPIB
Pengelolaan Keuangan GPIB selalu berdasarkan anggaran
penerimaan dan pengeluaran yang disetujuhi (SMJ/PST/PS). Yaitu
disetujui dari Sidang Majelis Jemaat dalam lingkup gereja jemaat lalu
kemudian diputuskan kembali pada Persidangan Sinode Tahunan
(pusat) untuk persetujuan akhir.
Sistem Pembukuan digunakan
adalah Transaksi yang kemudian didokumenkan, pembuatan daftar
perhitungan penerimaan & pengeluaran di Buku Kas Harian (Kas,
Bank dan Memorandum) yang kemudian dilanjutkan kedalam buku
besar (jurnal / ledger). Setiap minggu Bendahara bersama kasir /
Kepala Biro keuangan melakukan pengecekan saldo menurut buku
bank rekening iuran dan kas kasir. Sistem administrasi keuangan
GPIB masih sangat sederhana seperti yang dikatakan oleh Bpk.
Robby;
“Susunan keuangan GPIB baik penerimaan dan
pengeluaran memang masih sederhana, tapi yang
penting kan sudah dijalankan secara konsisten sesuai
dengan sistem yang ada didalam gereja (Tata Gereja
GPIB), dibuat secara transparasi karna dibahas secara
terbuka di dalam PST (persidangan sinode tahunan), dan
senantiasa menjaga kepercayaan jemaat yang telah
mempercayai pengelolaan harta milik gereja yang berasal
dari jemaat kepada majelis sinode.”
Menjaga kepercayaan jemaat bukanlah hal yang mudah dan harus
senantiasa di jaga dan dipertahakan. Hal ini sepaham dengan yang
dikatakan Bpk. Robby;
“Gereja adalah sebuah organisasi yang bertema
melayani berdasarkan Alkitab dan Tata Gereja yang
terkadang tidak sepemahaman. Namun disisi lain, masih
saja ada beberapa orang yang ingin melayani hanya
untuk
kepentingan
pribadi
tanpa
memikirkan
jemaatnya, yang sangat sensitif ketika berhubungan
dengan uang. Oleh sebab itu, hal sensitif ini harus kita
perhatikan dengan senantiasa menjaga kepercayaan
jemaat.”
GPIB memiliki alur administrasi keuangan yang berjalan sesuai
dengan penerimaan dan pengeluaran rutin sepanjang minggu, bulan
hingga tahun. Mulai dari penerimaan rutin yang berasal dari
persembahan rutin ibadah keluarga (hari rabu) dan ibadah pelkat.
Kemudian di catat (dokumenkan) oleh bendahara / pelkat / panitia /
kasir yang kemudian dimasukkan kedalam bank dan diwartakan
secara transparansi kepada jemaat melalui warta gereja (warta
jemaat). Dan alur administrasi keuangan untuk rencana kerja yang
telah dilaksanakan pun memiliki alur administrasi yang sama seperti
penerimaan persembahan yaitu setelah dua minggu program kerja
telah terlaksana, panitia pelaksana harus memberikan LPJ (Laporan
Pertanggung Jawaban) program kerja tersebut. Jikalau memiliki sisa
uang
program
pun
harus dikembalikan
beserta
laporan atau
dokumen LPJ lalu kemudian diwartakan di dalam warta jemaat
secara terbuka agar jemaat dapat memahaminya dengan jelas.
Berikut tabel laporan keuangan GPIB secara sederhana terlampir
sesuai dengan apa yang digunakan GPIB yang diwartakan sesuai
dengan kurun waktu yang ditentukan, dalam warta jemaat;
TABEL 4.3
LAPORAN KEUANGAN
Jenis Laporan
Penerimaan &
Pengeluaran +
Saldo
Penerimaan
&
Pengeluaran
versus
Anggaran
Waktu
Keterangan
Minggu
Warta Jemaat
•
Qwartalan
Tahunan
Harta Milik
bergerak dan
tidak bergerak
BPPG/BPPJ + PST/PS/SMJ
•
•
Saldo
Semester +
Tahunan
BPPG/BPPJ +PST/SMJ
•
Laporan Jemaat ke MS
BPPG/BPPJ + PST/PS/SMJ
Sumber: Dokumen Gereja GPIB yang dibuat sesuai dengan penetapan Tata kelola
penbendaharaan keuangan Gereja GPIB.
Jenis laporan dilaksanakan atau dibuat sesuai dengan kurun
waktu yang telah ditentukan. Pelaksanaan setiap laporan kerja atau
program kerja dilaksanakan sesuai dengan persetujuan sidang
majelis jemaat dan persidangan sinode tahunan. Harta milik bergerak
dan tidak bergerak dicatat atau di dokumenkan secara jelas agar
pendataan harta milik atau aset gereja jelas tecatat. Setiap jemaat
cabang wajib memberikan laporan keuangan qwartalan dan daftar
aset yang dimiliki secara jelas dan detail kepada Majelis Sinode atau
jemaat induk. Laporan ini berguna bagi pusat dalam pendataan harta
milik bergerak atau tidak bergerak.
4.3.3. Tata Kelola Keuangan GPIB
Harta Milik GPIB berupa harta bergerak dan tidak bergerak,
dinyatakan dalam sertifikat kepemilikan atas nama GPIB sesuai
perundang – undangan yang berlaku. Sistem dalam pengelolaan aset
telah disusun dan telah dipaparkan secara jelas dalam tata gereja
sebagai acuan dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan harta
milik (aset bergerak dan tidak bergerak). Penyimpanan Sertifikat
kepemilikan harta tidak bergerak, baik pengelolaan MS/MJ dan
Yayasan yang didirikan GPIB, harus dilakukan / disimpan di Majelis
Sinode. Pengajuan rencana pengalihan harta milik GPIB berupa harta
tidak bergerak diputuskan dalam persidangan Sinode Tahunan.
Untuk pemeliharaan aset merupakan hak setiap jemaat cabang
untuk kemudian membuat program kerja yaitu berupa panitia
pelaksanaan pemeliharaan gedung atau tanah milik gereja yang
kemudian dilaporkan kepada Majelis Sinode Pusat untuk dapat
memberikan surat keputusan persetujuan pemeliharaan aset gereja
tersebut. Sesuai seperti yang dikatakan bendahara 2 yaitu Bpk.
Wayong;
“Karna GPIB merupakan sebuah organisasi non-profit
yang bersifat Presbyterian Sinodalatau terpusat, maka
laporan rutin harus ada dari gereja jemaat cabang dan
harta milik gereja harus atas nama Majelis Sinode sesuai
dengan Pasal 13 dari Tata Gereja. Kalau tidak, bisa saja
banyak aset yang hilang dan diakui oleh orang lain dan
yang repot yah kita Majelis Sinode”.
Pada intinya, setiap aktifitas yang berhubungan dengan tata
kelola keuangan GPIB didasarkan pada Tata Gereja yang berlaku dan
diputuskan di dalam Sidang Majelis Sinode setiap tahunannya.
Pengelola yaitu Majelis Sinode mengelola harta milik gereja dengan
sebaik mungkin sesuai dengan sistem yang berlaku serta dapat
membuat
kebijakan
atau
keputusan
yang
di
ambil
dalam
musyawarah pada saat persidangan sinode. Dari pemahaman ini,
peneliti
kemudian
mencoba
membuat
alur
pemikiran
secara
menyeluruh mengenai perbendaharaan GPIB berdasarkan data yang
diperoleh pada saat penelitian, sebagai berikut;
PROGRAM &
ANGGARAN
KEUANGAN
(Program & Cost
Budget)
TATA GEREJA
(Legalitas Institusi)
PERBENDAHARAAN
GPIB
HARTA MILIK
ADMINISTRASI
KEUANGAN
(ASSET)
(AKUNTANSI)
GAMBAR 4.1
ALUR PEMIKIRAN PERBENDAHARAAN GPIB
Berdasarkan
pemahaman
struktur
perbendaharaan
GPIB
diatas maka, peneliti kemudian mengaitkannya dengan tujuh prinsip
manajemen keuangan yang perlu dijalankan oleh sebuah organisasi.
Dalam pembahasan kali ini, peneliti akan mengaitkan struktur
perbendaharaan GPIB dengan teori yang ada dalam menganalisis,
bagaimana Majelis Sinode sebagai pengelola, mengelola aset GPIB dan
apakah Majelis Sinode telah mengelola aset sesuai dengan Tata
Gereja GPIB.
4.4. Pembahasan
Perbendaharaan GPIB yang telah dipaparkan di atas, mulai dari ruang
lingkup
perbendaharaan
GPIB,
sumber
penerimaan
GPIB,
aspek
perbendaharaan GPIB, administrasi keuangan GPIB hingga pada tata kelola
keuangan GPIB. Perbendaharaan GPIB dilaksanakan berdasarkan aturan
dan acuan (Tata Gereja) yang telah ditetapkan oleh GPIB sejak pertama kali
terbentuk yang kemudian dapat diperbaharui seiring dengan berjalannya
waktu. Tata Gereja tidak hanya sebagai acuan dalam melaksanakan
seluruh kegiatan perbendaharaan GPIB namun juga dapat menjadi
pegangan bagi setiap pengelola di dalam memelihara, memulihkan atau
bahkan menjual aset GPIB. Pengelola yaitu Majelis Sinode pun tidak dapat
mengelola dengan tidak benar oleh karena selain harus sesuai dengan
acuan yang ada, adapun pemeriksaan oleh sebuah badan pemeriksa yang
dibentuk untuk senantiasa mengawasi seluruh kegiatan yang berkaitan
dengan aset GPIB. Dalam pelaksanaannya, pembendaharaan aset GPIB
diharapkan dapat berjalan secara tetap sasaran dan tepat guna.
Prinsip tata kelola manajemen berdasarkan GCG (Good Corporate
Governance)adalah sebagai berikut; Konsistensi (Consistency), Akuntabilitas
(Accountability),
(Responsibility,)
Transparansi
(Transparency),
Pertanggungjawaban
dan Independen (Independency). Dari lima prinsip tata
kelola ini maka peneliti pun memberikan dua prinsip yang dianggap
berkaitan dengan rumusan dari GCG dalam penerapan tata kelola yang
baik
dalam
sebuah
perusahaan
atau
organisasi
yaitu;
Pengelolaan
(Stewardship) dan Integritas (Integrity). Pada dasarnya manajemen dalam
perbendaharaan aset GPIB, masih menggunakan laporan keuangan yang
tradisional dimana, penyusunan laporan keuangan menggunakan dokumen
laporan
keuangan
penerimaan
dan
pengeluaran
yang
kemudian
diklasifikasikan sesuai dengan kelompoknya masing-masing.
Penganggaran
dilaksanakan
sesuai
dengan
waktu
yang
telah
ditentukan setiap periode kerjanya, penganggaran meliputi program dan
anggaran keuangan yang akan dilaksanakan, lalu kemudian direalisasikan.
Teori
“SMART”
yang
diadopsi
oleh
pengelola
yaitu
Majelis
Sinode
merupakan sebuah upaya dalam penataan sistem kerja dan laporan
keuangan menjadi lebih baik.
Prinsip tata kelola manajemen dilaksanakan semaksimal mungkin,
hanya saja sistem penataan keuangan tidak dilaksanakan sesuai dengan
penentuan standar akuntansi yang ditentukan atau diberikan
pemerintah
setempat
(cth;
SPAK)
melainkan
menggunakan
oleh
laporan
keuangan sederhana yang dilaksanakan berdasarkan sistem yang berlaku
dalam GPIB yaitu; Tata Gereja GPIB. Tata Gereja GPIB digunakan dalam
setiap pengambilan keputusan dalam setiap program dan penganggaran
keuangan.
Dalam Pelaksanaannya mengenai pengelolaan pembendaharaan aset
GPIB dan kaitannya dengan prinsip tata kelola manajemen menurut GCG,
GPIB melakukannya sebaik mungkin. Prinsip pertama yaitu; Konsistensi,
GPIB sebagai organisasi konsisten dalam melaksanakan tugasnya sebagai
sebuah organisasi non-profit yang mengutamakan pelayanan jemaat secara
keseluruhan, serta tetap memakai satu acuan dasar Gereja yaitu Tata
Gereja GPIB sebagai pedoman peraturan dalam setiap kegiatan yang ada
dalam Gereja.
Hal kedua yaitu Akuntabilitas yang telah dilakukan oleh GPIB dapat
dilihat dari setiap laporan penganggaran kegiatan gereja GPIB yang
dilanjutkan dalam laporan resmi keuangan secara sederhana, secara
berkala dan diawasi oleh badan pengawasan keuangan gereja dan
kemudian di evaluasi secara bersama untuk merumuskan penganggaran
keuangan di kegiatan selanjutnya. Audit pun dlaksanakan GPIB dengan
menggunakan auditor yang handal yang berasal dari luar organisasi GPIB
agar
dapat
lebih
bersifat
netral.
lalu
kemudian
dilaporkan
secara
Transparansi (Prinsip tata kelola ketiga) dalam setiap persidangan jemaat
dan persidangan sinode dengan melibatkan seluruh pengurus dan anggota
majelis jemaat dan sinode (tingkat persidangn sinode) serta diawasi oleh
badan pengawas keuangan gereja.
Pemaparan laporan secara transparansi dianggap dapat memberikan
laporan yang jelas, akurat dan tepat waktu kepada setiap anggota jemaat
agar dapat dilihat bersama dan dapat dijalankan bersama sesuai dengan
kegiatan yang ada dan sesuai acuan tata gereja GPIB. Prinsip yang keempat
yaitu Pertanggungjawaban merupakan salah satu aspek dari prinsip tata
kelola yang penekanannya ada pada pengelola aset (dalam hal ini Majelis
Sinode).
Prinsip
keempat
ini
dijalankan
GPIB
dengan
senantiasa
mengunakan sistem yang telah dibuat oleh gereja yaitu Tata Gereja GPIB
sebagai pedoman dasar dalam setiap perencanaan, pengelolaan dan
pelaksanaan dalam kegiatan gereja. Tata Gereja GPIB merupakan sebuah
sistem yang jelas dirancang oleh GPIB agar dapat mencapai tujuan
organisasi dengan baik dan dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab.
Independensi adalah prinsip tata kelola yang dipahami oleh GPIB
sebagai
salah
satu
yang
berkaitan
dengan
prinsip
yang
keempat
(pertanggungjawaban) yaitu mengenai sebuah sistem yang dipakai oleh
GPIB dalam pengelolaan dan pelaksanaan setiap kegiatan gereja. Oleh
sebab itu, untuk memperkuat hal ini, GPIB juga memakai PPKUG sebagai
dasar bagi para pengelola (majelis sinode) dalam pengambilan keputusan
yang secara khusus berhubungan dengan sikap dari pengelola itu sendiri.
PKKUG ini kemudian dijadikan landasan kedua setelah Tata Gereja GPIB.
Independen yang dipahami oleh GPIB yaitu sebuah sistem yang dibuat
sendiri oleh organisasi yang bersangkutan dengan fungsinya masingmasing dalam setiap organ organisasi yang ada dan kemudian dipakai
sendiri oleh organisasi tersebut. Upaya ini dilakukan agar perusahaan atau
organisasi tersebut dapat dikelola secara independen sehingga masingmasing organ tidak saling mendominasi dan tidak terpengaruh oleh pihak
lain. Contohnya dalam Tata Gereja GPIB adalah, setiap pasal yang dibuat
memiliki kapasitas dan tujuannya masing-masing dengan melihat beberapa
aspek atau bidang yang ada dalam organisasi GPIB.
Integritas atau kepercayaan yang ada prinsip keenam, dibentuk dalam
organisasi GPIB secara mendasar mulai dari pemahaman secara bersama
mengenai tata peraturan gereja dalam Tata Gereja GPIB dan dalam
pemilihan anggota Majelis Sinode yang dipercaya dapat mengelola aset GPIB
dengan tepat, transparansi dan penuh tanggungjawab. Prinsip terakhir
yaitu Stewardship atau pengelolaan adalah hal yang utama dalam
penulisan ini. Pengelolaan aset GPIB dilaksanakan secara tepat sasaran
dan tepat guna. Dalam pelaksanaannya kedua hal ini berkaitan dengan
upaya mengontrol setiap pengeluaran aset dan penggunaan aset dengan
baik.
GPIB sebagaimana telah dipaparkan dalam analisis data yang telah
ditemukan oleh peneliti, mengelompokan pengelolaan aset yaitu; ruang
lingkup perbendaharaan GPIB yang dilaksanakan sesuai dengan empat
fungsi
organisasi
yang
wajib
dilakukan
yaitu
perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan. Penetapan kepemilikan
aset sesuai dengan nama organisasi bukan perorangan dan memiliki
sebuah
badan
pengawasan
yang
senantiasa
dapat
mengaudit
dan
mengawasi setiap kegiatan dalam penganggaran dan pengeluaran keuangan
gereja. Pengelolaan aset GPIB telah dijelaskan bahwa memiliki sistem
secara independen yang digunakan dalam setiap pengelolaannya.
Dengan demikian, manajemen aset GPIB, menggunakan Tata Gereja
GPIB sebagai dasar dari seluruh pengambilan keputusan organisasi. Tata
Gereja GPIB menitik beratkan peraturan gereja yang senantiasa harus
digunakan oleh pengelola, dalam hal ini Majelis Sinode dalam mengelola,
memelihara bahkan menjual aset gereja GPIB. Dan dalam kaitannya
dengan prinsip-prinsip tata kelola manajemen, GPIB telah memaksimalkan
pemahaman ini kedalam organisasi walaupun masih banyak kekurangan
dikarenakan
GPIB
merupakan
organisasi
non-profit
yang
prioritas
utamanya bukan pada aset melainkan fokus kepada pelayanan jemaat.
ANALISIS DAN HASIL PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum GPIB
GPIB singkatan dari GEREJA PROTESTAN di
INDONESIA
bagian
BARAT.
GPIB
Merupakan
sebuah Organisasi non-profit yang mempunyai
ruang lingkup pelayanan yang cukup besar, mulai
dari Sumatera hingga Sulawesi. Pelayanan yang
diberikan merupakan bagian dari visi dan misi
Gereja ini, agar senantiasa dapat membangun
sebuah bangunan utuh, yang dapat dijadikan
tempat bagi jemaat yang merupakan bagian dari
masyarakat dalam bentuk spiritual secara khusus.
GPIB memiliki struktur organisasi terpusat atau
yang
disebut
sinodal
berarti
segala
bentuk
kegiatan dan pengambilan keputusan berasal dari
pusat dan dimusyawarahkan bersama dari seluruh
anggota Majelis Sinode. Majelis Sinode sendiri
dibentuk
dan
dipilih
secara
langsung
oleh
perwakilan jemaat, dalam hal ini pendeta-pendeta
yang telah dipilih dan membentuk sebuah tatanan
kepemimpinan
berdasarkan
Sistem
Organisasi
Gerejawi yaitu Tata Gereja GPIB dan PKKUG.
Kepemimpinan yang telah terbentuk berlangsung
sesuai dengan periode pemilihan yaitu perlima
tahun sekali, dengan itu maka masa jabatan
Majelis Sinode berlangsung selama lima tahun.
GPIB
adalah
bagian
dari GPI (Gereja
Protestan
Indonesia) yang dulunya bernama “Indische Kerk”.
GPIB didirikan pada 31 Oktober 1948 yang pada
waktu itu bernama “De Protestantse Kerk in Westelijk
Indonesie” berdasarkan Tata-Gereja dan PeraturanGereja
yang
dipersembahkan
oleh
Proto-Sinode
kepada Badan Pekerja Am (Algemene Moderamen)
Gereja Protestan Indonesia.
Pada saat ini, GPIB memiliki 24 Musyawarah
Pelayanan,
yakni:
Mupel
Sumatera
Utara-Aceh
(Sumut Aceh), Mupel Sumbaridar (Sumatera Barat –
Riau Daratan), Mupel Kepri (Kepulauan Riau), Mupel
Sumsel-Jambi (Sumatera Selatan – Jambi), Mupel
Babel (Bangka Belitung), Mupel Lampung, Mupel
Jakarta Pusat, Mupel Jakarta Utara, Mupel Jakarta
Barat, Mupel Jakarta Timur, Mupel Jakarta Selatan,
Mupel Bekasi, Mupel Banten, Mupel Jawa Barat I,
Mupel Jawa Barat II, Mupel Jatengyo (Jawa Tengah –
Yogyakarta), Mupel Jatim (Jawa Timur), Mupel Bali –
NTB (Bali – Nusa Tenggara Barat), Mupel Kalbar
(Kalimantan Barat), Mupel Kaltengsel (Kalimantan
Tengah – Kalimantan Selatan), Mupel Kaltim I, Mupel
Kaltim II, Mupel Kaltim III dan Mupel Sulselra
(Sulawesi Selatan – Sulawesi Tenggara). Jumlah
keseluruhan dari jemaat GPIB adalah kurang lebih
270 jemaat.
Pimpinan
GPIB
berada
di
tangan
Majelis
Sinode yang dibantu oleh Dewan-dewan Pelayanan
Kategorial, yaitu Dewan Pelayanan Anak, Dewan
Teruna, Dewan Pemuda, Dewan Wanita, Dewan
Persekutuan Kaum Bapak dan dua Departemen,
yaitu
Departemen
Litbang
(Penelitian
dan
Pengembangan) dan Departemen Pelkes (Pelayanan
dan
Kesaksian).
Selain
itu
GPIB
mempunyai
sejumlah yayasan untuk melaksanakan berbagai
program pelayanannya. GPIB merupakan salah satu
Gereja
Protestan
terbesar
anggota-anggotanya
yang
di
Indonesia,
banyak
dengan
berasal
dari
Indonesia Timur. Namun dalam perkembangannya,
anggota-anggota Gereja ini sangat berbaur dan dapat
dikatakan hampir setiap suku bangsa di Indonesia
terwakili
di
pelayanannya
Gereja
mencakup
ini.
Program-program
pendidikan,
pelayanan
kesehatan dan pembangunan ekonomi gereja secara
khusus dalam masyarakat desa. GPIB juga aktif di
dalam dialog antar-iman dengan umat beragama
lainnya dan kegiatan penerbitan untuk kebutuhan
internal dan eksternal. Kantor Sinode GPIB terletak
di Jl. Medan Merdeka Timur 10, DKI Jakarta. GPIB
adalah anggota dari GPI, Persekutuan Gereja-gereja
di Indonesia (PGI), Dewan Gereja-gereja Asia (CCA),
Aliansi Gereja-gereja Reformasi se-Dunia (WARC),
dan Dewan Gereja-gereja se-Dunia (WCC).
4.2. Pengelolaan Aset oleh Majelis Sinode
Bagaimana Majelis Sinode kemudian mengelola
aset gereja sesuai dengan tatanan yang digunakan
oleh majelis sinode adalah dibagi menjadi dua bagian
yaitu; ruang lingkup penbendaharaan GPIB dan
sumber penerimaan GPIB.
4.2.1. Ruang Lingkup Perbendaharaan GPIB
Perbendaharaan
GPIB
(Jemaat/Sinode)
diartikan secara khusus sebagai Milik dan
Anugerah
Tuhan
untuk
menunjang
pelaksanaan Panggilan dan Pengutusan Gereja
secara tepat sasaran
(Effective)
dan tepat
guna (efisien). Tepat sasaran artinya setiap
laporan kerja memiliki sasaran yang jelas dan
memiliki
laporan
pertangungjawaban
yang
sesuai dengan acuan yang telah ditentukan.
Demikian
dengan
tepat
guna
bahwa
diupayakan setiap pengeluaran aset dapat
dikontrol dan dapat digunakan sesuai dengan
kebutuhan. Perbendaharaan GPIB meliputi :
Penatalayanan
Pencatatan
Anggaran,
Pembukuan
Pengelolaan
(Dokumen)
dan
serta
pengawasan yang disusun dan dilaksanakan
berdasarkan keputusan bersama dan dalam
sebuah proses sidang atau penetapan yang
dilaksanakan
tiga
kali
mulai
dari
tahap
keputusan tingkat jemaat lalu ke mupel dan
berakhir pada sidang sinode tahunan. Sesuai
dengan pendapat Suharto (2008) bahwa ada
empat fungsi dalam sebuah organisasi yang
wajib
dilakukan
yaitu;
perencanaan,
pengorganisasian,
pelaksanaan
pengawasan.
pengelolaannya
memakai
Dalam
sistem
Terpusat,
dan
GPIB
Terpadu
(Berimbang) dan Terbuka. Seperti dikatakan
oleh Bpk. Robby, salah satu anggota majelis
sinode yang cungkup senior yaitu;
“GPIB
membangun
sebuah
organisasi dengan proses yang
panjang
dan
penuh
dengan
tantangan. GPIB sebagai organisasi
memang belum memakai sistem
akuntansi yang sesuai di dalam
pembuatan
laporan
keuangan
namun, GPIB memiliki aturan
main
sendiri
dimana
harus
terpusat artinya setiap keputusan
berasal dari keputusan sidang
pejabat GPIB dalam hal ini Majelis
Sinode, sesuai dengan Tata Gereja
pelaksanaannya artinya terpadu
atau memiliki sistem dan selalu
diberikan laporannya kepada setiap
Gereja dan jemaat”.
Penetapan kepemilikan untuk aset GPIB pun
ditentukan secara sistem yang berlaku yaitu
setiap
aset
bergerak
dan
tidak
bergerak
adalah atas nama GPIB. Aset tidak bergerak
seperti tanah, bangunan (bangunan gereja
dan bangunan pastori atau rumah dinas
pendeta), kendaraan operasional gereja (motor
dan
mobil),
perlengkapan
yayasan-yayasan
pendidikan
beribadah
yang
dan
dimiliki
GPIB dicatat secara lengkap dan atas nama
GPIB. Demikian juga dengan aset bergerak
yang kemudian disimpan di Bank, juga atas
nama GPIB. Sesuai dengan pernyataan Bpk.
Wayong yang merupakan bendahara Majelis
Sinode;
“Semua aset diberikan nama
kepemilikan yang sama, yaitu atas
nama GPIB oleh karena memang
GPIB
yang
mengelola
dan
mengawasi harta milik GPIB sesuai
dengan peraturan Gereja pasal 13.
Saya secara pribadi memahami hal
ini sangat baik adanya oleh karena
banyak aset GPIB yang lepas begitu
saja ketika tidak diberikan atas
nama dan banyak aset gereja yang
kemudian diakui secara tiba-tiba
oleh
pihak-pihak
yang
tidak
bertanggungjawab oleh sebab itu
GPIB harus mencatat secara detail
dan jelas semua aset gereja tanpa
terkecuali dan selama ini, hal ini
telah dilaksanakan oleh GPIB
dengan baik”.
Secara
khusus
pemeriksaan
bagi
pengawasan
terhadap
dan
pengelolahan
perbendaharaan GPIB dilakukan oleh sebuah
lembaga yang telah dibentuk oleh pimpinan
sinode GPIB yaitu BPPJ (Badan Pengawas
Perbendaharaan
pemeriksaan
berkala
Jemaat).
aset
yaitu
GPIB
setiap
Pengawasan
dilakukan
empat
bulan
dan
secara
sekali
(kwartalan). Lembaga BPPJ ini secara penuh
bertanggungjawab didalam mengawasi setiap
aktifitas yang dilakukan oleh anggota sinode
dalam setiap hal yang berkaitan dengan aset
gereja serta menentukan layak atau tidak
layaknya
aset
gereja
tersebut
dalam
penggunaannya. Oleh sebab itu setiap gereja
mulai dari daerah hingga kepusat (mupel
setempat) wajib memberikan laporan keuangan
secara rinci terhadap BPPJ sebelum membuat
laporan rencana kerja tahunan yang kemudian
berujung kepada pengeluaran untuk rencana
kerja tersebut.
4.2.2. Sumber Penerimaan GPIB
Dalam
pelaksanaan
pelayanan
dan
kegiatan sinodal, sumber penerimaan GPIB
secara
umum
berasal
dari
jemaat
setiap
minggu
atau
persembahan
bulan.
Jenis
penerimaan antara lain; Persembahan Wajib:
Persepuluhan,
Persembahan
Khusus:
Persembahan Syukur, Persembahan Sukarela:
Persembahaan dalam Ibadah-ibadah, Bantuan
Perorangan / Pemerintah yang tidak terikat,
Hasil investasi dan Penerimaan Lain (sesuai
ketentuan GPIB & perundang – undangan yang
berlaku). Sistem penatalayan GPIB kembali lagi
menggunakan
Tata
Gereja
sebagai
acuan
pengembangan dan pengelolaan. Tata Gereja
yang dipakai ialah Tata Dasar Gereja Bab IV,
Pasal 11 : 1-3. Sumber penerimaan GPIB
berasal
dari
jemaat
dan
untuk
pelayaan
yang
diberikan
jemaat.
Setiap
jemaat
persembahan
secara
rutin
ataupun
tidak
rutin,
dipergunakan sebaik mungkin untuk setiap
pelayanan jemaat dalam program kerja dan
juga
untuk
memberikan
gaji
pendeta
&
pegawai serta biaya pemeliharaan aset tidak
bergerak
&
pemahamannya,
operasional”.
Gereja
Dalam
memberikan
pengembalaan dan pelayanan kepada jemaat
dan jemaat meresponnya dengan memberikan
pesembahan rutin, persembahan tidak rutin
dan
persembahan
ucapan
syukur
kepada
gereja. Secara organisasi, gereja kemudian
mengelola
persembahan
pelaksanaan
kegiatan
ini
dalam
setiap
dan
dalam
grejawi
pelayanan secara khusus kepada jemaat yang
membutuhkan
Demikian
(diakonia
pula
diberikan
dan
marturia).
contoh
laporan
keuangan secara sederhana yang digunakan
oleh
GPIB
di
dalam
penerimaan GPIB.
penyusunan
laporan
TABEL 4.1
TABEL ILUSTRASI LAPORAN PENERIMAAN GPIB (PERBULAN)
Jenis Penerimaan
Minggu I
Minggu II
Minggu III
Minggu IV
Ibadah - Ibadah
Minggu
1,000,000
1,200,000
900,000
1,400,000
4,500,000
450,000
Ibadah PELKAT
600,000
700,000
400,000
650,000
2,350,000
235,000
300,000
350,000
275,000
400,000
1,325,000
132,500
800,000
700,000
400,000
900,000
2,800,000
280,000
2,700,000
2,950,000
1,975,000
3,350,000
10,975,000
1,097,500
Ibadah Rumah
Tangga / Sektor
Ibadah
Pengucapkan
Syukur
Total Kolekte
Total
Dikirim ke
Majelis Sinode
Sepersepuluh
dari
Penerimaan
LANJUTAN TABEL ILUSTRASI LAPORAN PENERIMAAN GPIB (PERBULAN)
Persembahan
Syukur Pernikahan
Persembahan
Syukur Perkawinan
Persembahan
Syukur Saluran
Total Persembahan
Syukur
Persepuluhan
Total
Sumber
-
400,000
100,000
500,000
50,000
-
-
400,000
400,000
40,000
200,000
-
200,000
20,000
600,000
600,000
100,000
800,000
2,100,000
210,000
4,000,000
3,000,000
1,000,000
2,500,000
10,500,000
1,050,000
7,300,000
6,550,000
3,075,000
6,650,000
23,575,000
2,357,500
: Laporan sederhana ini berdasarkan penerimaan setiap jemaat (wilayah gereja) yang
kemudian dilaporkan secara berkala kepada Majelis Sinode dan diambil dari dokumen
Gereja GPIB.
Keterangan
: Peneliti sudah berusaha untuk mendapatkan data akurat namun, yang dapat diperoleh
hanya data ilustrasi.
4.3. Kesesuaian Pengelolaan Aset dengan Tata Gereja GPIB dan Prinsipprinsip Tata Kelola Aset
Kesesuaian pengeloolan aset oleh majelis sinode dengan tata gereja yang
digunakan dalam pengelolaan dibagi berdasarkan tiga hal yaitu; Aspek
perbendaharaan GPIB, Administrasi keuangan GPIB dan Tata kelola
keuangan GPIB.
4.3.1. Aspek Perbendaharaan GPIB
Aspek perbendaharaan GPIB meliputi beberapa hal yang saling
berkaitan
dan
saling
mendukung
di
dalam
pengelolaan
dan
pengawasan aset GPIB. antara lain; yang pertama Tata Gereja yang
merupakan sebuah sistem atau legalitas organisasi yang bersisi
tentang semua tata aturan atau tata kelola dalam setiap kegiatan
dalam organisasi. Dalam bagian ini akan dijelaskan bagaimana
accountability (akuntabilitas) perbendaharaan GPIB. Akuntability
yang dimaksud adalah sesuai dengan salah satu dari prinsip tata
kelola keuangan yang perlu dilakukan di dalam sebuah organisasi,
yaitu bagaimana GPIB dapat menjelaskan bagaimana menggunakan
sumber
dayanya
dan
apa
yang
telah
di
capai
sebagai
pertanggungjawaban kepada pemangku kepentingan dan penerima
manfaat. Dalam hal ini, perbendaharaan gereja dalam Tata Gereja
GPIB dibagi berdasarkan fungsinya yaitu;
TABEL 4.2
TATA GEREJA DALAM PERBENDAHARAAN GPIB
TATA GEREJA
Tata Dasar
Peraturan
Pokok I
Peraturan
Pokok III
Peraturan
Nomer 6
Peraturan
Nomer 7
Sumber: Tata Gereja GPIB.
FUNGSI
Bab IV Pasal 17
Perbendaharaan.
Bab IV Pasal 18
Pengawasan dan
Pemeriksaam Perbendaharaan GPIB.
Pasal 13 : 1 – 2
Perbendaharaan GPIB
dilingkup Jemaat.
Pasal 14 : 1-2
Badan Pengawas dan
Pemeriksaan Perbendaharaan GPIB dilingkup
Jemaat /BPPJ.
Pasal 13 : 1-3
Harta Milik & Pengelolahan.
Pasal 14 : 1-3
Badan Pemeriksaan
Perbendaharaan Gereja / BPPJ.
Pasal 1-11
Perbendaharaan GPIB.
Pasal 1 – 12
Badan Pemeriksa
Perbendaharaan di GPIB.
Segala bentuk kegiatan yang menyangkut dengan perbendaharaan
Gereja GPIB harus sesuai dengan kelima pokok dasar Tata Gereja
GPIB sesuai dengan kata Bpk Wayong yang merupakan Bendahara 2
dalam Majelis Sinode yaitu;
“... Otaknya GPIB ya.. ada diTata Gereja. Semua
kegiatan organisasi kan harus memiliki sistemnya
masing-masing. Demikian juga dengan GPIB, GPIB
memiliki Tata Gereja yang harus dilihat terlebih dahulu
sebelum melakukan sesuatu, baik itu dalam hal
pemeliharaan,
pengawasan
atau
bahkan
dalam
pengalihan aset GPIB. Legalitas GPIB sebagai organisasi
pun berada pada Tata Gereja ini. Tanpa Tata Gereja
maka GPIB akan kewalahan dalam pengelolaan seluruh
asetnya”.
Hal kedua dalam aspek perbendaharaan GPIB ialah Program
dan Anggaran Keuangan. Dalam bagian ini setiap anggota majelis
jemaat di dalam setiap tugasnya (komisi kerja) wajib melakukan
program kerja yang dilaksanakan setiap tahunnya, yang disesuaikan
dengan visi misi GPIB secara umum dan juga berdasarkan tema
tahunan GPIB secara khusus. Seperti dikatakan oleh ibu marlen
selaku sekretaris 1 Sinode GPIB yaitu;
“GPIB selalu buat program kerja yang disesuaikan
dengan tema gereja. Karna setiap tahun, jemaat
membutuhkan kebutuhan yang berbeda-beda dan perlu
untuk diperhatikan. Dengan itu, pelayanan gereja harus
benar-benar masuk kedalam “hati” jemaat agar jemaat
dan gereja dapat berkembangan dan bertumbuh
bersama di dalam pelayanan”.
GPIB senantiasa membuat dan melakukan program kerja kepada
setiap pelayanannya yang kemudian didukung dengan penganggaran
keuangan sebagai penunjang kinerja program kerja tersebut. Tujuan
dari adanya penganggaran keuangan adalah sebagai pedoman kerja
dan
arahan
untuk
mencapai
sesuatu
kegiatan,
sebagai
alat
pengendali atau alat kontrol dan untuk mengkoordinasikan disemua
fungsi. Prinsip penyusunan program atau rencana kerja dan anggaran
keuangan dibuat secara musyawarah yaitu “SMART”. Menurut
Bpk.Wayong;
“SMART adalah singkatan dari Spesific, Measurable,
Achievable, Reliable, dan Time. Walaupun sistem
pebuatan laporan keuangan GPIB masih menggunakan
sistem tradisional, namun kami berupaya membuat
penganggaran atau pun bahkan laporan keuangan
dalam laporan pertanggungjawaban dengan sebaik
mungkin”.
Spesific berarti
Focus dan
Detail dalam kegiatan yang akan
dilaksanakan, Measuareble berarti Dapat dikur, Achievable ialah apa
yang akan dan dapat dicapai, Realiable artinya dibuat secara realitis
berdasar
data dan Time ialah sebuah kegiatan tersebut memiliki
suatu sasaran waktu. Anggaran Keuangan GPBI dikelompokkan
menjadi anggaran penerimaan dan pengeluaran sebagai berikut;
Anggaran rutin, Anggaran Non Rutin / Program dan Anggaran /
Proyek. Sedangkan Penataan anggaran didasarkan kepada Sinode
yaitu pada persidangan Sinode Tahunan/Persidangan Sinode dan di
dalam Jemaat yaitu Sidang Majelis Jemaat. Periode program /
rencana kerja tahunan : 1 april tahun berjalan sampai dengan 31
Maret tahun berikutnya.
4.3.2. Administrasi Keuangan GPIB
Pengelolaan Keuangan GPIB selalu berdasarkan anggaran
penerimaan dan pengeluaran yang disetujuhi (SMJ/PST/PS). Yaitu
disetujui dari Sidang Majelis Jemaat dalam lingkup gereja jemaat lalu
kemudian diputuskan kembali pada Persidangan Sinode Tahunan
(pusat) untuk persetujuan akhir.
Sistem Pembukuan digunakan
adalah Transaksi yang kemudian didokumenkan, pembuatan daftar
perhitungan penerimaan & pengeluaran di Buku Kas Harian (Kas,
Bank dan Memorandum) yang kemudian dilanjutkan kedalam buku
besar (jurnal / ledger). Setiap minggu Bendahara bersama kasir /
Kepala Biro keuangan melakukan pengecekan saldo menurut buku
bank rekening iuran dan kas kasir. Sistem administrasi keuangan
GPIB masih sangat sederhana seperti yang dikatakan oleh Bpk.
Robby;
“Susunan keuangan GPIB baik penerimaan dan
pengeluaran memang masih sederhana, tapi yang
penting kan sudah dijalankan secara konsisten sesuai
dengan sistem yang ada didalam gereja (Tata Gereja
GPIB), dibuat secara transparasi karna dibahas secara
terbuka di dalam PST (persidangan sinode tahunan), dan
senantiasa menjaga kepercayaan jemaat yang telah
mempercayai pengelolaan harta milik gereja yang berasal
dari jemaat kepada majelis sinode.”
Menjaga kepercayaan jemaat bukanlah hal yang mudah dan harus
senantiasa di jaga dan dipertahakan. Hal ini sepaham dengan yang
dikatakan Bpk. Robby;
“Gereja adalah sebuah organisasi yang bertema
melayani berdasarkan Alkitab dan Tata Gereja yang
terkadang tidak sepemahaman. Namun disisi lain, masih
saja ada beberapa orang yang ingin melayani hanya
untuk
kepentingan
pribadi
tanpa
memikirkan
jemaatnya, yang sangat sensitif ketika berhubungan
dengan uang. Oleh sebab itu, hal sensitif ini harus kita
perhatikan dengan senantiasa menjaga kepercayaan
jemaat.”
GPIB memiliki alur administrasi keuangan yang berjalan sesuai
dengan penerimaan dan pengeluaran rutin sepanjang minggu, bulan
hingga tahun. Mulai dari penerimaan rutin yang berasal dari
persembahan rutin ibadah keluarga (hari rabu) dan ibadah pelkat.
Kemudian di catat (dokumenkan) oleh bendahara / pelkat / panitia /
kasir yang kemudian dimasukkan kedalam bank dan diwartakan
secara transparansi kepada jemaat melalui warta gereja (warta
jemaat). Dan alur administrasi keuangan untuk rencana kerja yang
telah dilaksanakan pun memiliki alur administrasi yang sama seperti
penerimaan persembahan yaitu setelah dua minggu program kerja
telah terlaksana, panitia pelaksana harus memberikan LPJ (Laporan
Pertanggung Jawaban) program kerja tersebut. Jikalau memiliki sisa
uang
program
pun
harus dikembalikan
beserta
laporan atau
dokumen LPJ lalu kemudian diwartakan di dalam warta jemaat
secara terbuka agar jemaat dapat memahaminya dengan jelas.
Berikut tabel laporan keuangan GPIB secara sederhana terlampir
sesuai dengan apa yang digunakan GPIB yang diwartakan sesuai
dengan kurun waktu yang ditentukan, dalam warta jemaat;
TABEL 4.3
LAPORAN KEUANGAN
Jenis Laporan
Penerimaan &
Pengeluaran +
Saldo
Penerimaan
&
Pengeluaran
versus
Anggaran
Waktu
Keterangan
Minggu
Warta Jemaat
•
Qwartalan
Tahunan
Harta Milik
bergerak dan
tidak bergerak
BPPG/BPPJ + PST/PS/SMJ
•
•
Saldo
Semester +
Tahunan
BPPG/BPPJ +PST/SMJ
•
Laporan Jemaat ke MS
BPPG/BPPJ + PST/PS/SMJ
Sumber: Dokumen Gereja GPIB yang dibuat sesuai dengan penetapan Tata kelola
penbendaharaan keuangan Gereja GPIB.
Jenis laporan dilaksanakan atau dibuat sesuai dengan kurun
waktu yang telah ditentukan. Pelaksanaan setiap laporan kerja atau
program kerja dilaksanakan sesuai dengan persetujuan sidang
majelis jemaat dan persidangan sinode tahunan. Harta milik bergerak
dan tidak bergerak dicatat atau di dokumenkan secara jelas agar
pendataan harta milik atau aset gereja jelas tecatat. Setiap jemaat
cabang wajib memberikan laporan keuangan qwartalan dan daftar
aset yang dimiliki secara jelas dan detail kepada Majelis Sinode atau
jemaat induk. Laporan ini berguna bagi pusat dalam pendataan harta
milik bergerak atau tidak bergerak.
4.3.3. Tata Kelola Keuangan GPIB
Harta Milik GPIB berupa harta bergerak dan tidak bergerak,
dinyatakan dalam sertifikat kepemilikan atas nama GPIB sesuai
perundang – undangan yang berlaku. Sistem dalam pengelolaan aset
telah disusun dan telah dipaparkan secara jelas dalam tata gereja
sebagai acuan dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan harta
milik (aset bergerak dan tidak bergerak). Penyimpanan Sertifikat
kepemilikan harta tidak bergerak, baik pengelolaan MS/MJ dan
Yayasan yang didirikan GPIB, harus dilakukan / disimpan di Majelis
Sinode. Pengajuan rencana pengalihan harta milik GPIB berupa harta
tidak bergerak diputuskan dalam persidangan Sinode Tahunan.
Untuk pemeliharaan aset merupakan hak setiap jemaat cabang
untuk kemudian membuat program kerja yaitu berupa panitia
pelaksanaan pemeliharaan gedung atau tanah milik gereja yang
kemudian dilaporkan kepada Majelis Sinode Pusat untuk dapat
memberikan surat keputusan persetujuan pemeliharaan aset gereja
tersebut. Sesuai seperti yang dikatakan bendahara 2 yaitu Bpk.
Wayong;
“Karna GPIB merupakan sebuah organisasi non-profit
yang bersifat Presbyterian Sinodalatau terpusat, maka
laporan rutin harus ada dari gereja jemaat cabang dan
harta milik gereja harus atas nama Majelis Sinode sesuai
dengan Pasal 13 dari Tata Gereja. Kalau tidak, bisa saja
banyak aset yang hilang dan diakui oleh orang lain dan
yang repot yah kita Majelis Sinode”.
Pada intinya, setiap aktifitas yang berhubungan dengan tata
kelola keuangan GPIB didasarkan pada Tata Gereja yang berlaku dan
diputuskan di dalam Sidang Majelis Sinode setiap tahunannya.
Pengelola yaitu Majelis Sinode mengelola harta milik gereja dengan
sebaik mungkin sesuai dengan sistem yang berlaku serta dapat
membuat
kebijakan
atau
keputusan
yang
di
ambil
dalam
musyawarah pada saat persidangan sinode. Dari pemahaman ini,
peneliti
kemudian
mencoba
membuat
alur
pemikiran
secara
menyeluruh mengenai perbendaharaan GPIB berdasarkan data yang
diperoleh pada saat penelitian, sebagai berikut;
PROGRAM &
ANGGARAN
KEUANGAN
(Program & Cost
Budget)
TATA GEREJA
(Legalitas Institusi)
PERBENDAHARAAN
GPIB
HARTA MILIK
ADMINISTRASI
KEUANGAN
(ASSET)
(AKUNTANSI)
GAMBAR 4.1
ALUR PEMIKIRAN PERBENDAHARAAN GPIB
Berdasarkan
pemahaman
struktur
perbendaharaan
GPIB
diatas maka, peneliti kemudian mengaitkannya dengan tujuh prinsip
manajemen keuangan yang perlu dijalankan oleh sebuah organisasi.
Dalam pembahasan kali ini, peneliti akan mengaitkan struktur
perbendaharaan GPIB dengan teori yang ada dalam menganalisis,
bagaimana Majelis Sinode sebagai pengelola, mengelola aset GPIB dan
apakah Majelis Sinode telah mengelola aset sesuai dengan Tata
Gereja GPIB.
4.4. Pembahasan
Perbendaharaan GPIB yang telah dipaparkan di atas, mulai dari ruang
lingkup
perbendaharaan
GPIB,
sumber
penerimaan
GPIB,
aspek
perbendaharaan GPIB, administrasi keuangan GPIB hingga pada tata kelola
keuangan GPIB. Perbendaharaan GPIB dilaksanakan berdasarkan aturan
dan acuan (Tata Gereja) yang telah ditetapkan oleh GPIB sejak pertama kali
terbentuk yang kemudian dapat diperbaharui seiring dengan berjalannya
waktu. Tata Gereja tidak hanya sebagai acuan dalam melaksanakan
seluruh kegiatan perbendaharaan GPIB namun juga dapat menjadi
pegangan bagi setiap pengelola di dalam memelihara, memulihkan atau
bahkan menjual aset GPIB. Pengelola yaitu Majelis Sinode pun tidak dapat
mengelola dengan tidak benar oleh karena selain harus sesuai dengan
acuan yang ada, adapun pemeriksaan oleh sebuah badan pemeriksa yang
dibentuk untuk senantiasa mengawasi seluruh kegiatan yang berkaitan
dengan aset GPIB. Dalam pelaksanaannya, pembendaharaan aset GPIB
diharapkan dapat berjalan secara tetap sasaran dan tepat guna.
Prinsip tata kelola manajemen berdasarkan GCG (Good Corporate
Governance)adalah sebagai berikut; Konsistensi (Consistency), Akuntabilitas
(Accountability),
(Responsibility,)
Transparansi
(Transparency),
Pertanggungjawaban
dan Independen (Independency). Dari lima prinsip tata
kelola ini maka peneliti pun memberikan dua prinsip yang dianggap
berkaitan dengan rumusan dari GCG dalam penerapan tata kelola yang
baik
dalam
sebuah
perusahaan
atau
organisasi
yaitu;
Pengelolaan
(Stewardship) dan Integritas (Integrity). Pada dasarnya manajemen dalam
perbendaharaan aset GPIB, masih menggunakan laporan keuangan yang
tradisional dimana, penyusunan laporan keuangan menggunakan dokumen
laporan
keuangan
penerimaan
dan
pengeluaran
yang
kemudian
diklasifikasikan sesuai dengan kelompoknya masing-masing.
Penganggaran
dilaksanakan
sesuai
dengan
waktu
yang
telah
ditentukan setiap periode kerjanya, penganggaran meliputi program dan
anggaran keuangan yang akan dilaksanakan, lalu kemudian direalisasikan.
Teori
“SMART”
yang
diadopsi
oleh
pengelola
yaitu
Majelis
Sinode
merupakan sebuah upaya dalam penataan sistem kerja dan laporan
keuangan menjadi lebih baik.
Prinsip tata kelola manajemen dilaksanakan semaksimal mungkin,
hanya saja sistem penataan keuangan tidak dilaksanakan sesuai dengan
penentuan standar akuntansi yang ditentukan atau diberikan
pemerintah
setempat
(cth;
SPAK)
melainkan
menggunakan
oleh
laporan
keuangan sederhana yang dilaksanakan berdasarkan sistem yang berlaku
dalam GPIB yaitu; Tata Gereja GPIB. Tata Gereja GPIB digunakan dalam
setiap pengambilan keputusan dalam setiap program dan penganggaran
keuangan.
Dalam Pelaksanaannya mengenai pengelolaan pembendaharaan aset
GPIB dan kaitannya dengan prinsip tata kelola manajemen menurut GCG,
GPIB melakukannya sebaik mungkin. Prinsip pertama yaitu; Konsistensi,
GPIB sebagai organisasi konsisten dalam melaksanakan tugasnya sebagai
sebuah organisasi non-profit yang mengutamakan pelayanan jemaat secara
keseluruhan, serta tetap memakai satu acuan dasar Gereja yaitu Tata
Gereja GPIB sebagai pedoman peraturan dalam setiap kegiatan yang ada
dalam Gereja.
Hal kedua yaitu Akuntabilitas yang telah dilakukan oleh GPIB dapat
dilihat dari setiap laporan penganggaran kegiatan gereja GPIB yang
dilanjutkan dalam laporan resmi keuangan secara sederhana, secara
berkala dan diawasi oleh badan pengawasan keuangan gereja dan
kemudian di evaluasi secara bersama untuk merumuskan penganggaran
keuangan di kegiatan selanjutnya. Audit pun dlaksanakan GPIB dengan
menggunakan auditor yang handal yang berasal dari luar organisasi GPIB
agar
dapat
lebih
bersifat
netral.
lalu
kemudian
dilaporkan
secara
Transparansi (Prinsip tata kelola ketiga) dalam setiap persidangan jemaat
dan persidangan sinode dengan melibatkan seluruh pengurus dan anggota
majelis jemaat dan sinode (tingkat persidangn sinode) serta diawasi oleh
badan pengawas keuangan gereja.
Pemaparan laporan secara transparansi dianggap dapat memberikan
laporan yang jelas, akurat dan tepat waktu kepada setiap anggota jemaat
agar dapat dilihat bersama dan dapat dijalankan bersama sesuai dengan
kegiatan yang ada dan sesuai acuan tata gereja GPIB. Prinsip yang keempat
yaitu Pertanggungjawaban merupakan salah satu aspek dari prinsip tata
kelola yang penekanannya ada pada pengelola aset (dalam hal ini Majelis
Sinode).
Prinsip
keempat
ini
dijalankan
GPIB
dengan
senantiasa
mengunakan sistem yang telah dibuat oleh gereja yaitu Tata Gereja GPIB
sebagai pedoman dasar dalam setiap perencanaan, pengelolaan dan
pelaksanaan dalam kegiatan gereja. Tata Gereja GPIB merupakan sebuah
sistem yang jelas dirancang oleh GPIB agar dapat mencapai tujuan
organisasi dengan baik dan dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab.
Independensi adalah prinsip tata kelola yang dipahami oleh GPIB
sebagai
salah
satu
yang
berkaitan
dengan
prinsip
yang
keempat
(pertanggungjawaban) yaitu mengenai sebuah sistem yang dipakai oleh
GPIB dalam pengelolaan dan pelaksanaan setiap kegiatan gereja. Oleh
sebab itu, untuk memperkuat hal ini, GPIB juga memakai PPKUG sebagai
dasar bagi para pengelola (majelis sinode) dalam pengambilan keputusan
yang secara khusus berhubungan dengan sikap dari pengelola itu sendiri.
PKKUG ini kemudian dijadikan landasan kedua setelah Tata Gereja GPIB.
Independen yang dipahami oleh GPIB yaitu sebuah sistem yang dibuat
sendiri oleh organisasi yang bersangkutan dengan fungsinya masingmasing dalam setiap organ organisasi yang ada dan kemudian dipakai
sendiri oleh organisasi tersebut. Upaya ini dilakukan agar perusahaan atau
organisasi tersebut dapat dikelola secara independen sehingga masingmasing organ tidak saling mendominasi dan tidak terpengaruh oleh pihak
lain. Contohnya dalam Tata Gereja GPIB adalah, setiap pasal yang dibuat
memiliki kapasitas dan tujuannya masing-masing dengan melihat beberapa
aspek atau bidang yang ada dalam organisasi GPIB.
Integritas atau kepercayaan yang ada prinsip keenam, dibentuk dalam
organisasi GPIB secara mendasar mulai dari pemahaman secara bersama
mengenai tata peraturan gereja dalam Tata Gereja GPIB dan dalam
pemilihan anggota Majelis Sinode yang dipercaya dapat mengelola aset GPIB
dengan tepat, transparansi dan penuh tanggungjawab. Prinsip terakhir
yaitu Stewardship atau pengelolaan adalah hal yang utama dalam
penulisan ini. Pengelolaan aset GPIB dilaksanakan secara tepat sasaran
dan tepat guna. Dalam pelaksanaannya kedua hal ini berkaitan dengan
upaya mengontrol setiap pengeluaran aset dan penggunaan aset dengan
baik.
GPIB sebagaimana telah dipaparkan dalam analisis data yang telah
ditemukan oleh peneliti, mengelompokan pengelolaan aset yaitu; ruang
lingkup perbendaharaan GPIB yang dilaksanakan sesuai dengan empat
fungsi
organisasi
yang
wajib
dilakukan
yaitu
perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan. Penetapan kepemilikan
aset sesuai dengan nama organisasi bukan perorangan dan memiliki
sebuah
badan
pengawasan
yang
senantiasa
dapat
mengaudit
dan
mengawasi setiap kegiatan dalam penganggaran dan pengeluaran keuangan
gereja. Pengelolaan aset GPIB telah dijelaskan bahwa memiliki sistem
secara independen yang digunakan dalam setiap pengelolaannya.
Dengan demikian, manajemen aset GPIB, menggunakan Tata Gereja
GPIB sebagai dasar dari seluruh pengambilan keputusan organisasi. Tata
Gereja GPIB menitik beratkan peraturan gereja yang senantiasa harus
digunakan oleh pengelola, dalam hal ini Majelis Sinode dalam mengelola,
memelihara bahkan menjual aset gereja GPIB. Dan dalam kaitannya
dengan prinsip-prinsip tata kelola manajemen, GPIB telah memaksimalkan
pemahaman ini kedalam organisasi walaupun masih banyak kekurangan
dikarenakan
GPIB
merupakan
organisasi
non-profit
yang
prioritas
utamanya bukan pada aset melainkan fokus kepada pelayanan jemaat.