PENILAIAN KINERJA INDUSTRI TELEKOMUNIKAS docx

PENILAIAN KINERJA INDUSTRI TELEKOMUNIKASI DI INDONESIA :
DARI EFISIENSI PRODUKTIF KE FRONTIER KEMAMPUAN
PERUSAHAAN
(SEBUAH SURVEI DI PULAU JAWA) 1
Vita Sarasi2, Umi Kaltum, Budi Harsanto
ABSTRAK
Penggunaan DEA (Data Envelopment Analysis) untuk mengembangkan frontier
kualitas dalam industri telekomunikasi adalah sebuah kajian yang termasuk baru
namun sangat prospektif. Teknik yang sama pernah digunakan Chilingerian dan
Sherman, 2004 pada Industri Kesehatan. Penelitian ini menggunakan prosedur
analisis delapan langkah aplikasi DEA yang dikembangkan oleh Golany dan Roll
1989, Lewin dan Minton 1986. Dari hasil penelitian akan terungkap apa saja yang
dapat dan tidak dapat diaplikasikan dalam Industri Telekomunikasi berdasarkan
pengukuran kinerjanya.
Kata Kunci : Analisis Frontier, Industri Telekomunikasi, Kinerja, Efisiensi dan
Kualitas

PENDAHULUAN
Di berbagai negara di dunia, sistem telekomunikasi terus memperbaiki
kinerjanya
dalam

rangka
mengendalikan
biaya
penyediaan
sarana
telekomunikasi di samping menjamin kualitas pelayanan dan akses yang lebih
baik. Peningkatan dalam kinerja telekomunikasi sangat penting, karena dapat
mendorong terciptanya kesejahteraan, di samping juga perbaikan dalam standar
berkomunikasi dan tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pencapaian
kinerja yang tinggi dalam telekomunikasi merupakan masalah yang sangat sulit
dan pelik sepanjang sejarah. Terbukti bahwa usaha untuk mengurangi biaya dan
meningkatkan kualitas layanan dan akses hanya sukses secara marginal
(Georgopoulos 1986; Newhouse 1994; Shortell et al. 2000).
PRINSIP DASAR METODA DATA ENVELOPMENT ANALYSIS
Data Envelopment Analysis (DEA; lihat misalnya: Charnes, et al., 1997) pada saat
ini telah menjadi perangkat (tool) analisis yang dikenal luas di dalam Riset
Operasi dengan aplikasi pada ekonomi produksi. Pada prinsipnya metoda ini
1

2


2

Disampaikan pada 2nd National Post Graduate Conference on Business and
Management Program Doktor Ilmu Ekonomi kekhususan Manajemen Bisnis, Universitas
Padjadjaran, Hyatt Regency Bandung, 23-24 April 2010, mendapatkan penghargaan
sebagai Best Paper.
Ketiganya Dosen Manajemen Kuantitatif dan Manajemen Operasi, Program Studi
Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Padjadjaran, email: vitasarasi@yahoo.com,
umi.kaltum@yahoo.com, budi.harsanto@gmail.com

menghasilkan pengukuran efisiensi relatif yang diaplikasikan secara relatif
(bergantung) pada kuantitas data yang dianalisis. Sebagai contoh, pengukuran
terhadap 10 data mungkin akan berbeda hasilnya jika dibandingkan dengan
pengukuran terhadap 100 data. Metoda ini juga ditujukan untuk menjawab
masalah-masalah tentang bagaimana menganalisis dan mengorganisasikan
sejumlah data yang disebut sebagai Data Management Unit (DMU).
Metoda DEA ini pertama kali dikemukakan oleh Rhodes pada tahun 1978 setelah
dia menemui hasil yang tidak memuaskan ketika menganalisis data dengan
metoda regresi dan korelasi statistik dalam disertasinya. Semenjak dia dan

pembimbing disertasinya mempublikasikan penemuan ini (Charnes et.al., 1978),
metoda DEA ini telah dikembangkan oleh banyak periset di seluruh dunia.
Bouyssou (1997) memberikan komentar tentang metoda ini sebagai berikut:
“DEA can safely be considered as one of the recent "success stories" in OR...”.
Bahkan paling tidak hingga perioda antara tahun 1978 dan 1992 telah
diterbitkan sekitar 400 artikel jurnal, buku, dan disertasi yang membahas dan
mempergunakan metoda ini (Charnes, et al., 1997). Sejarah dan penjelasan
mengenai DEA ini antara lain dapat dibaca pada Cooper (2005). Dalam salah
satu penjelasannya dikemukakan bahwa DEA dapat dibedakan dari metoda
MOLP (Multiple Objective Linear Programming), meskipun keduanya memakai
prinsip-prinsip LP, yaitu bahwa MOLP diorientasikan untuk memprediksi kinerja di
masa mendatang sebagai bagian dari perencanaan, sedangkan DEA ditujukan
untuk mengevaluasi kinerja masa yang lalu sebagai bagian dari fungsi kontrol
pada manajemen.
Idea dari DEA ini serupa dengan investigasi oleh Steuer (1986) yang mengajukan
metoda sederhana berbasis LP untuk menguji apakah suatu solusi efisien dari
problem tujuan banyak (multi-objectives) diklasifikasikan sebagai tipe supported
atau unsupported. Ia membangun metoda ini dengan memakai definisi bahwa
suatu solusi efisien bertipe unsupported akan didominasi oleh beberapa
kombinasi konveks dari solusi-solusi efisien yang lain3. Secara matematis, jika

suatu solusi efisien dinotasikan sebagai
direpresentasikan sebagai berikut:

z0Ej 

n



i 1,i  0

zijE i

untuk

z0Ej

, maka definisi di atas dapat

j  1,..., r


atau, dengan memasukkan variabel slack yang dikenal dalam Riset Operasi
sebagai berikut:
n



i 1,i  0

zijE i  S j  z0Ej

untuk

j  1,..., r

3 Kita dapat menginterpretasikan definisi tersebut menjadi: “suatu solusi efisien bertipe
unsupported akan didominasi oleh suatu vektor hipotetis tertentu yang memiliki
beberapa kombinasi konveks dari solusi-solusi efisien yang lain”.

dimana i adalah koefisien kombinasi konveks yang memenuhi kondisi konveks

berikut:
n



i 1,i  0

i  1

Untukk menyelesaikan problem ini dapat digunakan LP standar dengan tujuan
untuk memaksimasi nilai slack yang merepresentasikan jarak darii solusi yang
dikaji terhadap semua solusi lainnya. Sehingga Steuer (1986) menyajikan
formulasi LP sebagai berikut:

 r 
Steuer
Max
Z

Sj 

P
 ,S 
 j 1 
dengan fungsi-fungsi kendala berikut:
n



i 1,i  0
n



i 1,i  0

zijE i  S j  z0Ej

untuk

j  1,..., r


i  1

i , S j  0 for all i, j
Z PSteuer * menggambarkan nilai optimal dari fungsi objektifnya.

PENGUKURAN
ANALYSIS

EFISIENSI

DENGAN

METODA

DATA

ENVELOPMENT

Pada awalnya DEA digunakan untuk mendeskripsikan efisien produksi dalam

ekonomi, sebagai suatu alternatif metoda analitik untuk pengukuran
produktivitas, sebagaimana yang dipelopori oleh Farrell pada tahun 1957. DEA
tidak hanya merujuk pada satu metoda namun pada sekumpulan metoda yang
kesemuanya menggunakan model LP. DEA ini berperan dalam tiga hal, yaitu:


Untuk mengukur atau menghitung nilai efisiensi relatif i dari
suatu DMU sesuai dengan pendekatan Farrell pada efisiensi produksi



Untuk mengklasifikasikan suatu DMU berdasarkan pengukuran
di atas sebagai DMU yang efisien atau tidak efisien relatif terhadap DMU
yang lain, berdasarkan pada kuantitas positif yang diminimalisasi (disebut
sebagai input yang akan dipakai; disimbolkan sebagai X) dan/atau sesuatu
yang harus dimaksimalisasi (disebut sebagai output yang dihasilkan;
disimbolkan sebagai Y)




Untuk menentukan suatu frontier efisien sebagai proyeksi dari
DMU yang tidak efisien.

Peran ini dilaksanakan oleh DEA dengan membandingkan suatu DMU terhadap
kombinasi inier dari DMU-DMU yang lain yang diikutsertakan dalam output yang
sama dari input yang sama (Charnes, et al, 1981; Bessent, et al., 1988;
Korhonen, 1997; Appa & Yue, 1999; Scheel & Scholtes, 2003).
Evaluasi terhadap suatu DMU oleh DEA dilakukan melalui prosedur untuk
mengkuantifikasi “jarak” dari vektor input-output DMU tersebut ke frontier
efisien yang melingkupinya yang dibangun dari sejumlah data DMUs. Kuantitas
jarak hasl pengukuran tersebut umumnya diinterpretasikan sebagai “kuantitas
potensi perbaikan efisiensi”.
Misalkan DMU yang dievaluasi disimbolkan sebagai DMU 0 yang mempunyai
vektor input X0 dan vektor output Y 0, maka DEA melaksanakan prinsip
pelingkupan (envelopment) (Golany, 1988) sedemikian sehingga:







Suatu vektor output Y0 untuk DMU0 “dilingkupi dari atas” ketika
model mengidentifikasi kemungkinan suatu kombinasi dari vektor-vektor
output lainnya yang mempunyai nilai-nilai yang sama atau lebih besar dari
semua elemen dalam Y0.
Suatu vektor input X 0 untuk DMU0 “dilingkupi dari bawah” ketika
model mengidentifikasi kemungkinan suatu kombinasi dari vektor-vektor
input lainnya yang mempunyai nilai-nilai yang sama atau lebih kecil dari
semua elemen dalam X0.
Jika suatu vektor X0,Y0 tidak dapat dilingkupi oleh DMU yang lain
selain DMU0 itu sendiri, maka DMU0 itu dikatakan sebagai efisien.

Dengan kata lain, jika DMU0 berada pada suatu permukaan, maka data itu
dikatakan sebagai unit yang efisien, selain itu tidak efisien. Suatu proyeksi dari
DMU yang tidak efisien pada frontier efisien, yang bertindak sebagai suatu unit
hipotetis, disebut sebagai unit atau target referensi DMU jika DMU itu dapat
bertindak efisien.
Pada ilustrasi di bawah terdapat titik yang diproyeksikan untuk C yaitu C* dan
untuk E adalah E* (yaitu masing-masing di antara bagian efisien B-D dan D-F)
jika titik-titik tersebut menjadi efisien. Mengingat proyeksi dari DMU yang tidak
efisien dapat diformulasikan dalam berbagai metoda DEA maka titik C* atau E*
hanyalah satu dari banyak kemungkinan proyeksi efisien dari C atau E.

Gambar 1. Ilustrasi proyeksi DMU tidak efisien ( C dan E) pada frotier efisien (Joro
et al., 1998)
Di antara kumpulan metoda DEA, Charnes, et al. (1997) menjelaskan bahwa
terdapat empat model yang menjadi fondasi terbentuknya model-model yang
lain, yaitu Model rasio CCR (Charnes, Cooper, Rhodes, 1978), Model BCC (Banker,
Charnes, Cooper, 1984), Model Aditif (Charnes, et al., 1985), dan Model
Multiplicative (Charnes, et al., 1982, 1983). Metoda yang digunakan dalam studi
ini adalah Model BCC dengan formulasi sebagai berikut:
Fungsi tujuan:
s
r


Z PCCR  I       S k   S j 
k 1
j 1



Min



 , , S , S

Fungsi kendala:
n

y

ik

i 1

i  Sk  y0 k

n

x  S
i 1

ij

i


j

untuk k  1,..., s

  x0 j  0 for

j  1,..., r

i , Sk , S j  0 for all i, j, k
n


i 1

i

1

HASIL DAN PEMBAHASAN: EFEKTIFITAS KEMAMPUAN PERUSAHAAN
Suatu survei telah dilaksanakan untuk mengukur kemampuan perusahaan
telekomunikasi dalam memenuhi target-target yang telah ditetapkan (Kaltum,
2010). Survei dilaksanakan terhadap 37 Unit Bisnis pada 10 perusahaan
telekomunikasi di Pulau Jawa sebagaimana tercantum pada Tabel di Lampiran 1
di bawah. Dalam konteks DEA maka analisis ini melibatkan 37 buah DMU.
Pada setiap Unit Bisnis dilakukan survei dengan perangkat kuesioner untuk
mengkaji tingkat kemampuan Unit Bisnis atau Perusahaan Telekomunikasi dalam
menghadapi persaingan di tingkat nasional maupun global (skala skor 1 – 5).
Terdapat 76 parameter yang dapat merepresentasikan tingkat kemampuan Unit
Bisnis atau perusahaan telekomunikasi sebagaimana tercantum pada Lampiran
2. Parameter-parameter tingkat kemampuan Unit Bisnis atau perusahaan
tersebut dapat menggambarkan bagaimana strategi bisnis, Total Quality Service,
keunggulan bersaing, serta kinerjanya (Kaltum, 2010).
Pengkajian dilakukan dengan metoda DEA melalui skenario eksperimen yang
berjenjang sebagai berikut. Pada skenario pertama pengkajian hanya melibatkan
dua parameter yaitu: (1) Kemampuan mencapai target pengembalian investasi
(ROI) yang ditetapkan, dan (2) Kemampuan mencapai target pertumbuhan profit
yang telah ditetapkan. Posisi unit-unit bisnis tersebut merujuk pada koordinatkoordinat dalam ruang parameter pada Gambar 2 di bawah.

Gambar 2. Grafik sebaran DMU-DMU dalam ruang dua parameter dan garis
frontier efisien
Hasil analisis DEA menunjukkan bahwa tiga unit bisnis dinilai paling efisien dan
menempati garis frontier efisien, yaitu:
Unit RE2 dan RE5 milik PT
Telekomunikasi Indonesia Tbk, serta Unit XCEN milik PT XL Axianta Tbk (Gambar
3 di bawah). Ketiganya memiliki skor rata-rata tertinggi pada kuesioner kedua
parameter, yaitu pada parameter 1 sebesar 4,67 dan parameter 2 sebesar 4,33
(skala 5). Unit IJKT milik PT. Indosat mendekati efisien. Skor DEA untuk DMU-DMU
tersebut adalah 1,0 yang berarti terletak pada frontier efisien. Ketidakefisienan
suatu DMU diukur dari tingginya skor DEA BCC, dimana nilai skor DEA semakin
lebih dari 1,0 maka DMU tersebut semakin tidak efisien. Dengan demikian unit
bisnis yang paling tidak efisien adalah unit 8JBR milik PT Mobile-8 Telecom Tbk
dengan skor DEA sebesar 1,86.

Gambar 3. Distribusi Skor DEA BCC untuk kasus dua parameter
Kajian dilanjutkan dengan menganalisis lima parameter, yaitu (1) Kemampuan
perusahaan dalam menciptakan bisnis baru, (2) Kemampuan perusahaan
mencapai tingkat pendapatan sesuai dengan target yang ditentukan, (3)
Kemampuan memenuhi target pengembalian modal (ROE) yang ditetapkan, (4)
Kemampuan mencapai target pengembalian investasi (ROI) yang ditetapkan, dan
(5) Kemampuan mencapai target pertumbuhan profit yang telah ditetapkan.
Namun pada kajian ini sebaran DMU-DMU tidak dapat lagi digambarkan pada
ruang parameter karena bersifat multi dimensional.
Hasil analisis yang berupa distribusi skor efisiensi DEA BCC ditunjukan pada
Gambar 4 di bawah.

Gambar 4. Distribusi Koefisien Efisiensi pada kasus lima parameter
Hasil analisis ini juga menunjukkan bahwa unit-unit bisnis yang efisien (terletak
pada garis frontier efisien) dalam kasus dua parameter juga digolongkan efisien
dalam kasus lima parameter ini. Namun demikian skor DEA untuk unit bisnis
milik PT Mobile-8 Telecom Tbk menurun menjadi sekitar 1,6, bersamaan dengan
unit 3JKT milik PT Hutchison CP Telecommunications – 3, unit SJJM miik PT Smart
Telecom, serta unit CJBR dan CJTG milik PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia
- Ceria.

KESIMPULAN
Metoda DEA telah dapat digunakan untuk mendeskripsikan kondisi efisiensi
teknis pada 37 Unit Bisnis pada 10 perusahaan telekomunikasi di Pulau Jawa.
Kajian ini bermanfaat untuk mengetahui unit mana saja yang dapat digunakan
sebagai acuan (benchmark) bagi unit-unit lainnya serta unit mana saja yang
memerlukan perbaikan besar dalam kemampuan teknis dan manajerialnya
dalam upaya meningkatkan kinerja dan daya saing bisnisnya.

REFERENSI
Appa, G, M. Yue (1999). On Setting Scale Efficient Targets in DEA. The Journal of
the Operational Research Society, Vol. 50, No. 1 (January 1999), 01605682/99, Operational Research Society Ltd., S. 60-69
Banker, R.D., Charnes, A., Cooper, W.W. (1984). Some Models for Estimating
Technical and Scale Inefficiencies in Data Envelopment Analysis.
Management Sciences , 30, S. 1078-1092
Bessent, A., W. Bessent, J. Elam, T. Clark (1988). Efficiency Frontier Determination
by Constrained Facet Analysis. Operations Research. Vol. 36, No. 5,
September-October 1988, 0030-364X/88/2605-0785, Operations Research
Society of America, S. 785-796.
Bouyssou, D. (1999). Using DEA as a Tool for MCDM: Some Remarks. The Journal
of the Operational Research, Vol. 50, No. 9 (September, 1999), 01605682/99, Operational Research Society Ltd., S. 974-978.
Charnes A., W.W. Cooper, A.Y. Lewin, L.M. Seiford (1994). Data Envelopment
Analysis: Theory, Methodology and Applications. Kluwer Academic
Publishers, ISBN 0-7923-9480-1, Massachusetts, 2nd printing, S. 10-11.
Charnes A., W.W. Cooper, A.Y. Lewin, L.M. Seiford (1997). Data Envelopment
Analysis: Theory, Methodology and Applications. Kluwer Academic
Publishers, ISBN 0-7923-9480-1, Massachusetts, 2nd printing.
Charnes A., W.W. Cooper, E. Rhodes (1981). Evaluating Program and Managerial
Efficiency : an Application of Data Envelopment Analyis to Program Follow
Through. Management Science, Vol. 27, No. 6,
June 1981, 00251909/81/2706/0668, The Institute of Management Sciences, S. 668-697
Charnes, A., Cooper, W.W., Rhodes, E. (1978). Measuring Efficiency of Decision
Making Units. European Journal of Operational Research, 2, S. 429-444.
Charnes, A., W.W. Cooper, B. Golany, L.M. Seiford, J. Stutz (1982). Foundations of
Data Envelopment Analysis for Departures from Pareto-Koopmans Efficient

Empirical Production Function. Journal of Econometrics (Netherlands), Vol.
30, No. 1/2, S. 91-107
Charnes, A., W.W. Cooper, L.M. Seiford, J. Stutz (1982). Multiplicative Model for
Efficiency Analysis. Socio-Economic Planning Sciences, Vol. 16, No. 5, S.
223-224
Charnes, A., W.W. Cooper, L.M. Seiford, J. Stutz (1983). Invariant Multiplicative
Efficiency and Piecewise Cobb-Douglas Envelopments. Operations Research
Letters, Vol. 2, No. 3, S. 101-103
Cooper, W.W. (2005). Origins, Uses of, and Relations Between Goal Programming
and Data Envelopment Analysis. Journal of Multi-Criteria Decision Analysis,
Vol. 13, DOI: 10.1002/mcda.370, Wiley Interscience online, S. 3-11.
Farrell, M.J. (1957). Measurement of Productive Efficiency. Journal of the Royal
Statistical Society, Series A (General), Vol. 120, No. 3, S. 253-290.
Golany, B. (1988). An Interactive MOLP Procedure fort he Extension of DEA to
Effectiveness Analysis. The Journal of the Operationall Research Society, Vol.
39, No. 8 (August 1988), 0160-5682/88, Operational Research Society Ltd.,
S. 725-734.
Joro, T., P. Korhonen, J. Wallenius (1998). Structural Comparison of Data
Envelopment Analysis and Multiple Objective Linear Programming.
Management Science, Vol. 44, No. 7, Juli 1998, 0025-1909/98/4407/0962,
Institute for Operations Research and the Management Sciences, S. 962-970
Kaltum (2010). Pengaruh Strategi Bisnis dan Total Quality Service terhadap
Keunggulan Bersaing dan Implikasinya pada Kinerja Unit Bisnis Industri
Telekomunikasi di Indonesia (Suatu Survey di Pulau Jawa). Disertasi Program
Pascasarjana Universitas Padjdjaran, Bandung
Korhonen, P. (1997). Searching the Efficient Frontier in Data Envelopment
Analysis. Working Paper, IR-97-79/October, IIASA, Laxenburg, Austria, S. 114.
Scheel, H., S. Scholtes (2003). Continuity od DEA Efficiency Measures. Operations
Research, Vol. 51, No.1, January-February 2003, 1526-5463 electronic ISSN,
INFORMS, S. 149-159
Steuer, R.E. (1986). Multiple Criteria Optimization: Theory, Computation, and
Application. Wiley Series in Probability and Mathematical Statistics-Applied.
John Wiley & Sons, New York, ISBN 0-471-88846-X, S. 431-437.

LAMPIRAN 1. Daftar Perusahaan dan Unit Bisnis Telekomunikasi yang dikaji
(Kaltum, 2010)
N
o
1

2

3

Perusahaan
PT Telekomunikasi Indonesia Tbk Telkom

PT Indosat Tbk - Indosat

PT. Telekomunikasi Selular Telkomsel

4
PT XL Axiata, Tbk - XL

5

PT Bakrie Telecom - Esia

Unit
Divisi
Divisi
Divisi
Divisi

Kod
e
Regional
Regional
Regional
Regional

III (Jabar & Banten )
II (Jakarta)
IV (Jateng & DIY )
V (Jatim )

Area Jabodetabek dan Banten
Area Jawa Barat
Area Jawa Tengah & DI Yogyakarta
Area Jawa Timur, Bali & Nusa
Tenggara
Regional Jabodetabek
Regional Jawa Barat
Regional jawa Tengah
Regional Jawa Timur
XL Jabodetabek
XL Jawa Barat
XL Jawa Tengah dan Yogyakarta
XL Jawa Timur, Bali dan Nusa
Tenggara
Regional Jabodetabek & Banten
Regional Jawa Barat
Regional Jawa Tengah
Regional Jawa Timur, Bali & Nusa
Tenggara
Regional Jabodetabek banten
Regional Jawa Barat
Regional Jawa Tengah & DIY
Regional Jatim dan Bali
Regional Jabodetabek & banten
Regional Jawa Barat
Regional Jawa Tengah
Regional Jawa Timur

RE3
RE2
RE4
RE5
IJKT
IJBR
IJTG
IJTB
TJKT
TJBR
TJTG
TJTB
XJKT
XCEN
XWS
T
XEST
EJKT
EJBR
EJTG
EJTM

6

PT Mobile-8 Telecom Tbk - Mobile-8

7

PT Natrindo Telepon Seluler (NTS) AXIS

8

PT Hutchison CP
Telecommunications - 3

Regional Jabodetabek
Regional Jawa Barat
Regional Jawa Tengah

3JKT
3JBR
3JTG

9

PT. Smart Telecom - Smart

Wilayah Jabodetabek
Wilayah Jawa Tengah
Wilayah Jawa Timur
Cakupan Jawa Barat
Cakupan Jawa Timur
Cakupan Jawa Tengah

SJKT
SJBR
SJJM
CJBR
CJTM
CJTG

10 PT Sampoerna Telekomunikasi
Indonesia - Ceria

8JKT
8JBR
8JTG
8JTB
NJKT
NJBR
NJTG
NJTM

LAMPIRAN 2. Daftar Parameter Tingkat Kemampuan Unit Bisnis atau
Perusahaan Telekomunikasi
1. Tingkat keberhasilan perusahaan mencapai skala ekonomis dalam operasi.
2. Tingkat keberhasilan mengendalikan biaya operasi.
3. Tingkat ketepatan waktu dalam memasuki pasar.
4. Tingkat keberhasilan menerapkan prinsip efisiensi operasional.
5. Tingkat keberhasilan perusahaan melakukan inovasi operasional.
6. Tingkat keberhasilan melakukan perbaikan berkelanjutan pada semua aspek.
7. Tingkat keberhasilan melakukan penyempurnaan desain produk yang ditawarkan.
8. Tingkat keberhasilan dan peran R&D dalam pengembangan produk baru.
9. Efektifitas penetapan segmentasi pasar.
10. Tingkat kemampuan melayani dan memuaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan
11. Keberhasilan memberikan pelayanan yang berbeda sesuai segmen pelanggan.
12. Tingkat keberhasilan kerjasama perusahaan dengan partner dan perusahaan lain
yang sejenis.
13. Tingkat efektifitas penggabungan sumberdaya dalam mencapai tujuan kerjasama.
14. Tingkat keberhasilan resources and skills dalam memecahkan masalah kerjasama
secara kolektif.
15. Tingkat efektifitas kemampuan belajar perusahaan dalam menjalin kerjasama dengan
partner.
16. Tingkat efektifitas pembentukan aliansi untuk mencapai keunggulan bersaing bagi
perusahaan.
17. Kerjasama dengan partner menentukan kelangsungan hidup bagi perusahaan.
18. Tingkat dimana visi merupakan basis bagi perencanaan strategis dan pengambilan
keputusan.
19. Komitmen manajemen puncak terhadap filosofi manajemen mutu terpadu.
20. Kecenderungan manajemen puncak dalam memandang pegawai sebagai
sumberdaya jangka panjang yang berharga.
21. Tingkat efektifitas dan kesadaran mutu dalam proses rekrutmen dan seleksi guna
menghasilkan pegawai baru sesuai yang diharapkan.
22. Tingkat efektifitas keterlibatan pegawai dalam program-program manajemen mutu
terpadu.
23. Efektifitas koordinasi aktivitas-aktivitas unit dalam proses desain dan pengembangan
produk.
24. Penyampaian
produk
dilakukan
secara
terstandarisasi,
sederhana
dan
terdokumentasi.
25. Organisasi secara aktif mengintegrasikan informasi dalam penerapan manajemen
mutu terpadu.
26. Penggunaan data layanan pelanggan guna menyempurnakan mutu layanan.
27. Tingkat kesadaran pegawai bahwa tujuan nyata keberadaan mereka adalah ”service
to customers”.
28. Tingkat keyakinan pegawai bahwa TQM berperan penting dalam memperkuat daya
saing.
29. Tingkat kelengkapan fasilitas fisik dan material pendukung produk yang menarik bagi
pelanggan.
30. Penyediaan produk yang bermutu dengan harga yang rasional.
31. Memiliki rasa tanggung jawab sosial terhadap masyarakat.
32. Kerjasama antara manajemen, pegawai dan serikat pekerja dalam usaha
meningkatkan kinerja organisasi.
33. Serikat pekerja ikut berperan dalam menetapkan kebijakan dan strategi-strategi
organisasi.
34. Penekanan benchmarking jasa, proses, efektifitas SDM, fokus pada pelanggan,
servicecape dan komitmen pada masyarakat terhadap perusahaan lain.
35. Penyediaan produk yang tepat dan sesuai dengan yang dijanjikan.
36. Kesadaran membantu dan merespon pelanggan.
37. Efektifitas penggunaan umpan balik pelanggan guna meningkatkan standar layanan.
38. Membuat pelanggan merasa aman dan nyaman dalam menggunakan layanan
perusahaan.

39. Manajemen secara aktif
menemukan strategi untuk meningkatkan kepuasan
pegawai.
40. Efektifitas memperbaiki keluhan pegawai.
41. Efektifitas sistem penilaian pegawai.
42. Perbaikan berkesinambungan dilakukan pada semua tingkat operasional.
43. Kapasitas top manager sebagai pemimpin strategis dan visioner.
44. Tingkat kemampuan para manager dalam merespon isu-isu strategis.
45. Tingkat keberhasilan manager dalam pengambilan keputusan strategis.
46. Kemampuan perusahaan dalam mengamati dan beradaptasi terhadap perubahan.
47. Tingkat kapabilitas perusahaan dalam mengikuti dan mengadopsi teknologi terbaru.
48. Tingkat kapabilitas dalam menghadapi pesaing
49. Kemampuan merumuskan dan mengembangkan strategi sesuai dengan perubahan
lingkungan.
50. Tingkat efektifitas competitive intelligent dan pemasaran dalam mencapai dominasi
bersaing.
51. Kemampuan perusahaan merumuskan skenario masa depan dengan tepat.
52. Efektifitas listening posts eksternal dan internal
53. Kemampuan perusahaan dalam mengembangkan perencanaan, merumuskan inisiatif
dan menciptakan roadmap untuk mencapai transformasi organisasi.
54. Tingkat keberhasilan reengineering proses bisnis.
55. Tingkat keberhasilan perusahaan dalam menyampaikan nilai kepada pelanggan.
56. Tingkat kemampuan perusahaan melakukan integrasi pelanggan dalam bisnis
57. Efektifitas perusahaan menciptakan sinergi antar unit.
58. Tingkat kemampuan perusahaan mendorong partisipasi stakeholder dalam bisnis.
59. Tingkat kemampuan perusahaan mengakomodasi kepentingan stakeholder.
60. Tingkat kemampuan perusahaan menciptakan organisasi yang kuat dan dinamis.
61. Tingkat kuantifikasi market share perusahaan.
62. Kemampuan perusahaan dalam menciptakan bisnis baru.
63. Kemampuan perusahaan mencapai tingkat pendapatan sesuai dengan target yang
ditentukan.
64. Kemampuan memenuhi target pengembalian modal (ROE) yang ditetapkan.
65. Kemampuan mencapai target pengembalian investasi (ROI) yang ditetapkan.
66. Kemampuan mencapai target pertumbuhan profit yang telah ditetapkan.
67. Tingkat pencapaian market share baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
68. Tingkat keberhasilan mempertahankan pelanggan.
69. Tingkat keberhasilan menarik pelanggan baru
70. Tingkat kepuasan pelanggan.
71. Tingkat keberhasilan perusahaan melakukan inovasi dan pengembangan produk
baru.
72. Tingkat keberhasilan beroperasi secara efisien dan efektif.
73. Tingkat keberhasilan menyediakan layanan purna jual yang memuaskan pelanggan.
74. Kompetensi pegawai dalam mendukung keberhasilan perusahaan.
75. Kemampuan sistem informasi dalam mengakomodasi dinamika perusahaan.
76. Perwujudan lingkungan kerja yang nyaman dan kondusif dalam memotivasi prestasi
para pegawai.