Rencana Pembangunan dan Rencana Kerja Pemerintah bab 2 ok

BAB II
GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
2.1. ASPEK GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI
2.1.1 Karakteristik Lokasi dan Wilayah
1. Posisi Astronomis
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terletak di sebelah selatan katulistiwa
pada posisi 8 0 – 120 Lintang Selatan dan 118 0 – 1250 Bujur Timur. Batas-batas
wilayah; sebelah utara berbatasan dengan Laut Flores, sebelah selatan dengan
Samudera Hindia, sebelah timur dengan Negara Republic Timor Leste dan
sebelah barat dengan Provinsi Nusa Tenggara Barat.
2. Kondisi Geostrategis
a. Sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Nusa Tenggara Barat;
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Negara Timor Leste;
c. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Flores;
d. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Flores;
e. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia/Lautan Indonesia.
3. Kondisi/Kawasan
Kondisi
kawasan pedalaman dikembangkan melalui pengembangan
habitat Komunitas Adat Terpencil (KAT) atau lokasi tempat habitat berada
yaitu

1) Dataran rendah dan atau daerah rawa;
2) Dataran tinggi dan atau daerah pegunungan;
3) Pedalaman dan atau daerah perbatasan;
4) Diatas perahu dan atau pesesir pantai.
Lokasi habitat tersebut dikembangkan melalui pemberdayaan sebagaimana
termuat dalam Tabel 2.1.

RPJMD Provinsi Nusa Tenggara TimurTahun 2013-2018

1

II-

RPJMD Provinsi Nusa Tenggara TimurTahun 2013-2018

2

II-

Dari Tabel 2.1. diatas terlihat jumlah Populasi terbesar yaitu 10.189 Kepala

Keluarga pada Desa Tanawerang, Kecamatan Solor Timur Kabupaten Flores
Timur, 9.875 Kepala Keluarga pada Kabupaten Rote Ndao Desa Suelain pada
kecamatan Lobalain dan Desa Solimori pada kecamatan Rote Timur serta
Kabupaten Sumba Barat sejumlah 4.293 Kepala Keluarga. Rata-rata jumlah
kepala Keluarga yang dibina sekitar 50-200 Kepala Keluarga pertahun oleh
karena itu tingkatan cakupan pemberdayaan masih tergolong lamban.
4. Hidrologi
a. Daerah Aliran Sungai
Gambaran kondisi Hidrologi wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat
dilihat dari potensi air permukaan dan air tanah. Secara umum, potensi hidrologi
di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur terutama air permukaan tergolong kecil.
Kondisi ini mengakibatkan sulitnya eksploitasi sumber air permukaan untuk
kepentingan pembangunan. Daerah Aliran Sungai (DAS) dibentuk dari beberapa
sungai dan Danau. Diwilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur terdapat 27 DAS
dengan luas keseluruhan 1.527.900 Ha. Sungai yang terpanjang di wilyah Nusa
Tenggara Timur adalah Sungai Benenai (100 Km) yang mencakup Kabupaten TTS,
TTU dan Belu dengan DAS seluas: 4500 Km di Kabupaten Belu. DAS terluas
adalah DAS Benenai yaitu 329.841 Ha.
Tabel 2.2


Keputusan Presiden 12 tahun 2012
tentang penetapan wilayah sungai (WS)
NO.
1
2
3
4
5

WS NTT
WS Flores
WS Flotim Kepulauan-Lembata-Alor
WS Benanain
WS Noelmina
WS Sumba
Total

DAS
472
439

45
186
130
1272

b. Sungai, Danau dan Rawa

Base flow andalan dari 194 sungai adalah 122,5 m3/detik atau
3,86 milyar m3/tahun 94 buah diantaranya merupakan sungai rawan
banjir, dengan perkiraan luas genangan mencapai 55.974 Ha
5. Klimatologi

Iklim dipengaruhi geografis wilayah yang letaknya di antara benua
Asia dan Australia serta antara samudra Hindia dan Pasifik. Secara umum
beriklim tropis, dengan variasi suhu dan penyinaran matahari efektif ratarata 8 jam per hari. Musim hujan berlangsung antara bulan November
hingga Maret dan musim kemarau antara bulan April hingga Oktober. Ratarata curah hujan tahunan berkisar 850 mm terjadi di Sabu, Maumere, dan

RPJMD Provinsi Nusa Tenggara TimurTahun 2013-2018

3


II-

Waingapu, sementara curah hujan tahunan kisaran 2500 mm terjadi di
Ruteng, Kuwus, Mano, Pagal dan Lelogama. Fenomena iklim global (El Nino
dan La Nina) juga mempengaruhi kondisi iklim secara umum wilayah. Pada
saat terjadinya fenomena El Nino (1997/1998;2002/2003;2009/2010), awal
musim hujan umumnya mundur 1-3 dasarian, periode musim hujan semakin
pendek dan sifat hujan umumnya dibawah normal sehingga berdampak
pada kekeringan. Sebaliknya saat La Nina (1998/1999;2010/2012), awal
musim hujan umumnya maju 1-3 dasarian, periode musim hujan semakin
panjang dan sifat hujan diatas normal dan berpotensi menyebabkan banjir.
Berdasarkan analisis data series iklim (suhu udara dan curah hujan)
selama 30 tahun (1983-2012), suhu udara rata-rata bulanan mengalami
kecenderungan peningkatan 0.20C–0.40C dan curah hujan bulanan
mengalami peningkatan sebesar 25-100 mm. Sementara itu awal terjadinya
musim hujan cenderung mundur 1 s/d 3 dasarian dari normalnya. Periode
musim hujan semakin pendek sebaliknya periode musim kemarau semakin
panjang. Perkiraan awal musim hujan (AMH) dan musim hujan (MH) hasil
kajian iklim NTT dan pemodelan iklim, SPARC project UNDP sebagaimana

gambar 2.1
Gambar 2.1
Perkiraan perubahan pola hujan dan curah hujan di NTT tahun 2020

Kondisi iklim demikian mendeterminasi pola pertanian tradisional yang hanya
mengusahakan tanaman semusim yang ditanam dalam periode musim hujan.
Persoalan curah hujan dan pengaruh iklim global, terutama fenomena El Nino
dan La Nina serta fenomena perubahan iklim global yang kurang
menguntungkan berakibat pada kekeringan, gagal tanam, gagal panen, banjir
dan gangguan hama dan penyakit tanaman yang serius.

a. Tipe
Konfigurasi Geografis NTT sebagai provinsi Kepulauan dan letaknya posisi silang
di antara dua benua Asia dan Australia dan diantara dua samudera yaitu Hindia
dan Pasifik, menetukan karakteristik iklim di wilayah ini. Wilayah provinsi NTT
RPJMD Provinsi Nusa Tenggara TimurTahun 2013-2018

4

II-


secara umum termasuk ke dalam tipe iklim tropis dengan variasi Suhu dan
Penyinaran Matahari yang rendah rata-rata suhu minimum dan maksimum
0
0
masing-masing 24 C dan 32 C dengan panjang hari ±12 jam. Pola umum
iklim wilayah ini adalah pola musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan
berlangsung antara bulan November sampai Maret dan musim kemarau antara
bulan April dan Oktober. Pola iklim demikian dikendalikan oleh pola angin
Moonsoon dari Tenggara yang relatif kering dan dari arah Barat Laut yang
membawa banyak uap air. Konfigurasi kepulauan dan topografi wilayah juga
merupakan pengendali iklim lokal yang berpengaruh terhadap karakteristik iklim
lokal. Akibatnya keragaman iklim antar wilayah didaerah ini juga sangat besar.
Dari aspek curah hujan rata-rata curah hujan tahunan bervariasi antara 850 mm
di daerah-daerah seperti Sabu, Maumere dan Waingapu sehingga lebih dari
2500 mm di Ruteng, Kuwus dan Lelogama.

b. Kelembapan
Secara umum, iklim wilayah NTT termasuk ke dalam kategori iklim semi-arid,
dengan periode hujan yang hanya berlangsung 3-4 bulan dan periode kering 8-9

bulan. Kondisi iklim demikian mendeterminasi pola pertanian tradisional NTT
yang hanya mengusahakan tanaman semusim , yang ditanam dalam periode
musim hujan. Keadaan demikian juga mempengaruhi produktivitas tenaga kerja
pertanian yang tergolong sangat rendah (jumlah jam kerja 64 Thn)
Angka
Ketergantungan/
76.68
69.91
Depedency Ratio
Sumber : BPS Dalam angka dan analisis Bappeda

Jumlah
2,757,70
3
2,018,78
2
73.21

2012
Lak-laki Perempuan

Jumlah
1,397,99
1,470,806 2,868,800
4
1,030,63
999,828
2,030,460
2
73.72

67.98

70.78

Selanjutnya presentase Penduduk menurut jenis pendidikan per Kabupaten/Kota dapat dilihat
pada tabel dibawah ini
Tabel 2.6.
Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun Ke Atas Menurut Kabupaten/Kota dan
PendidikanTertinggi yang Ditamatkan, 2012


Kabupaten/
Kota

TidakPunya TamatSekola
Ijasah
hDasar (SD)

Tamat
SMTP

Tamat
SMU

TamatAka
Tamat
Tamat SMU
demi / TamatUniversit
Diploma I dan
Tamat S2-S3
Kejuruan

Diploma
as / D IV-S1
II
III

Jumlah

01. Sumba Barat

46,58

21,99

12,10

10,01

3,73

0,45

1,20

3,76

0,17

100,00

02. Sumba Timur

46,83

23,20

12,96

9,83

3,43

0,31

0,97

2,42

0,05

100,00

03. Kupang

34,75

31,84

14,69

13,46

1,81

0,38

0,48

2,32

0,26

100,00

04. Timor Tengah
Selatan

39,84

31,24

14,19

9,66

2,74

0,26

0,62

1,34

0,11

100,00

05. Timor Tengah
Utara

33,05

38,06

12,72

8,55

2,63

0,49

1,44

2,94

0,13

100,00

06. Belu

42,84

28,14

13,31

9,67

1,92

0,60

1,04

2,49

0,00

100,00

RPJMD Provinsi Nusa Tenggara TimurTahun 2013-2018

9

II-

Kabupaten/
Kota

TidakPunya TamatSekola
Ijasah
hDasar (SD)

Tamat
SMTP

Tamat
SMU

TamatAka
Tamat
Tamat SMU
demi / TamatUniversit
Diploma I dan
Tamat S2-S3
Kejuruan
Diploma
as / D IV-S1
II
III

Jumlah

07. Alor

33,91

34,32

13,75

9,99

3,82

1,24

0,54

2,39

0,04

100,00

08. Lembata

32,41

37,98

12,35

8,89

3,31

0,62

1,43

2,81

0,19

100,00

09. Flores Timur

36,13

35,00

12,74

8,99

3,81

0,80

0,90

1,62

0,03

100,00

10. Sikka

48,15

23,52

10,76

8,60

3,33

0,79

1,35

3,48

0,02

100,00

11. Ende

31,15

27,18

15,00

14,07

6,14

0,83

1,00

4,51

0,12

100,00

12. Ngada

24,95

44,11

14,59

8,24

3,03

1,13

0,99

2,96

0,00

100,00

13. Manggarai

36,86

38,36

10,93

7,84

1,93

0,49

0,74

2,83

0,00

100,00

14. Rote Ndao

39,07

32,59

12,72

10,31

1,12

1,08

0,48

2,62

0,00

100,00

15. Manggarai Barat

39,97

38,65

10,29

6,29

1,63

0,87

1,16

1,06

0,06

100,00

16. Sumba Tengah

47,06

27,32

11,35

8,80

2,56

0,49

0,62

1,81

0,00

100,00

17. Sumba Barat
Daya

57,27

22,27

8,89

7,28

1,96

0,41

0,64

1,19

0,10

100,00

18. Nagekeo

29,42

38,07

13,41

9,87

2,65

1,05

1,69

3,74

0,11

100,00

19. ManggaraiTimur

35,57

46,69

9,72

5,27

0,53

0,92

0,34

0,95

0,00

100,00

20. SabuRaijua

45,00

32,43

12,09

6,74

1,07

0,61

0,23

1,76

0,06

100,00

71. Kota Kupang

10,56

16,61

14,81

37,05

6,44

0,68

2,45

10,23

1,16

100,00

37,03

31,04

12,67

11,45

2,98

0,65

1,01

3,00

0,16

100,00

Nusa Tenggara
Timur

Catatan: DiolahdariSurveiSosialEkonomiNasional (SUSENAS), 2012

2.2. ASPEK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
2.2.1. Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi
Nusa Tenggara Timur sebagai Provinsi kepulauan secara administratif
terbagi dalam 1 kota, 21 Kabupaten, 306 Kecamatan, 316 Kelurahan dan
2.936 Desa. Berdasarkan geografis maka sesuai karakteristik wilayah dibagi
dalam tiga satuan wilayah Pembangunan (WP) yaitu; (i) WP Timor-Alor-Rote
Ndao-Sabu Raijua meliputi Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Kabupaten Timor
Tengah Selatan, Kabupaten Timor Tengah Utara, Kabupaten Belu, Kabupaten
Malaka, Kabupaten Alor, Kabupaten Rote Ndao dan Kabupaten Sabu Raijua; (ii)
WP Flores-Lembata meliputi Kabupaten Manggarai Barat, Kabupaten
Manggarai, Kabupaten Ngada, Kabupaten Nagekeo, Kabupaten Ende,
Kabupaten Sikka, Kabupaten Flores Timur dan kabupaten Lembata dan (iii) WP
Sumba meliputi Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Sumba Tengah,
Kabupaten Sumba Barat dan Kabupaten Sumba Barat Daya.

RPJMD Provinsi Nusa Tenggara TimurTahun 2013-2018

10

II-

Secara geografis terletak di antara 8-12 Lintang Selatan dan 118 - 125
Bujur Timur. Luas wilayah daratan 4.734.990 Ha dan luas wilayah lautan
15.141.773, 10Ha yang tersebar pada 1.192 pulau. 44 pulau yang dihuni,
1.148 pulau belum dihuni, 246 pulau sudah bernama dan 946 lainnya belum
bernama. Memiliki sungai besar sebanyak 40 sungai dengan panjang antara
25-118 Kilometer. Wilayahnya membentang sepanjang 160 Km dari Utara di
Pulau Palue sampai Selatan di Pulau Ndana dan sepanjang 400 Km dari bagian
barat di Pulau Komodo sampai Alor di bagian Timur. Batas-batas wilayah yaitu;
Sebelah Utara dengan Laut Flores, Sebelah Selatan dengan Samudera Hindia
dan Australia, Sebelah Timur dengan Negara Republic Democratic Timor Leste;
dan Sebelah Barat dengan Selat Sape Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Ketinggian wilayah 0- 1.000 Mdpl seluas 86,35% dan ketinggian >1.000
Mdpl seluas 3,65%. Topografi dominan berbukit hingga bergunung-gunung
dengan kemiringan >40%. Wilayah dengan kemiringan 20% lebih. Sedangkan peningkatan APM
tingkat SD memang tidak terlalu tinggi karena capaian persentase sudah tinggi
yaitu di atas 90%. Tingkat capaian APM semua jenjang pendidikan
sebagaimana Tabel 2.17
Tabel 2.17

RPJMD Provinsi Nusa Tenggara TimurTahun 2013-2018

21

II-

Kondisi APM NTTTahun 2009 – 2012
No
1
2
3

Tingkat
Pendidikan
SD
SMP
SMA/SMK

2009

2010

2011

2012

92,93
65,46
-

94,93
67,96
-

94,36
83,08
81,94

96,89
83,26
69,45

Sumber: NTT Dalam Angka 2013 - BPS NTT, Analisis Bappeda

Kondisi capaian APM tahun 2012 untuk tingkat SD/MI/SDLB sebesar
96,89%, meningkat 2,53%, APM SMP/MTs/SMPLB 83,26% naik 0,18%, dan APM
tingkat SMA/MA/SMK 69,45%, menurun 12,49%.
e. Angka Pendidikan Yang Ditamatkan
Pedidikan tertinggi penduduk yang ditamatkan menunjukkan akses
pendidikan masyarakat. Pendidikan penduduk usia 15 tahun yaitu tidak
memiliki ijasah 31 %, tamat SD 31,04%, tamat SMP 12,67%, tamat SMA
11,45%, tamat SMK 2,98% dan 4,82% tamat DI hingga S3. Untuk kota Kupang
pendidikan penduduk lebih baik dengan proporsi 10,56% tidak punya ijasah,
tamat SD 16,61%, tamat SMP 14,81%, tamat SMA 37,05%, tamat SMK 6,44%
dan tamat DI hingga S3 sebanyak 13,52%. Grafik pendidikan penduduk umur
15 Tahun ke atas sebagaimana Gambar 2.5.
Gambar 2.5
Prosentase Pendidikan penduduk Umur >15 Tahun 2012

2. Kesehatan
Status kesehatan masyarakat ditentukan berbagai determinan penting di
luar kendali bidang kesehatan seperti faktor lingkungan (40%), faktor
keturunan (20%) dan faktor perilaku (10%). Sehingga kendali bidang kesehatan
hanya mempunyai kontribusi sebesar 30% saja. Untuk menggambarkan derajat
kesehatan masyarakat Indonesia/NTT dapat disajikan dalam beberapa Indiktor
seperti pada tabel 2.18 berikut ini.

RPJMD Provinsi Nusa Tenggara TimurTahun 2013-2018

22

II-

Tabel 2.18
Indikator Derajat Kesehatan
Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2012
INDIKATOR
DERAJAT
NTT
KESEHATA (SP 2010)
N
AKB/IMR
536/100.0
AKI/MMR
00 KH
AK BALITA
-

259/100.00
0 KH

-

NASIONA
L
(BPS
2011)
-

-

-

-

-

-

-

-

58/1.000 BLT

40/1.000 BLT

-

-

NASIONAL
(SP 2010)

NTT
(BPS
2011)

UHH
LAKI-LAKI
67,65 TH
PEREMPUAN
Sumber Data : SP 2010, BPS 2011 dan SDKI 2012

69,65 TH

NTT
(SDKI 2012)

NASIONAL
(SDKI 2012)

45/1.000 KH

32/1.000 KH

1.

Angka Kematian Bayi (AKB)
Data kematian pada suatu komunitas dapat diperoleh melalui survei
karena sebagian besar kematian terjadi di rumah, sedangkan kematian di
fasilitas kesehatan hanya memperlihatkan kasus rujukan. Indikator ini terkait
langsung dengan tingkat kelangsungan hidup anak dan merefleksikan kondisi
sosial, ekonomi dan lingkungan tempat tinggal anak-anak termasuk
pemeliharaan kesehatannya. Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia berasal
dari berbagai sumber, yaitu Sensus Penduduk, Riskesdas, Survei Demografi
dan Kesehatan Indonesia (SDKI) dan Sensus Penduduk (SP).
Dalam beberapa tahun terakhir AKB di Indonesia telah banyak mengalami
penurunan yang cukup besar. AKB Nasional menurut hasil Surkesnas/Susenas
pada tahun 2001 sebesar 47 per 1.000 kelahiran hidup, tahun 2003 turun
menjadi 35 per 1.000 kelahiran hidup (SDKI 2002–2003). Pada tahun 2007
kembali menurun menjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup (SDKI, 2007), dan
selanjutnya pada tahun 2012 terus turun menjadi 32 per 1.000 kelahiran hidup
(SDKI, 2012).
Untuk Provinsi NTT, Angka Kematian Bayi juga menunjukkan penurunan
yang cukup bermakna, yaitu 60 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1997
(SDKI), menurun menjadi 59 per 1.000 kelahiran hidup (SDKI 2002–2003).
Selanjutnya pada tahun 2007 menurun lagi menjadi 57 per 1.000 kelahiran
hidup (SDKI, 2007), dan pada tahun 2012 kembali menurun hingga mencapai
45 per 1.000 kelahiran hidup (SDKI, 2012). Walaupun angka ini sedikit lebih
tinggi bila dibandingkan dengan AKB secara nasional yaitu 32 per 1.000
kelahiran hidup, namun penurunan AKB NTT ini cukup bermakna.
Berdasarkan hasil konversi jumlah kasus kematian pada bayi mengalami
fluktuasi dari tahun 2008–2012. Pada tahun 2008 sebanyak 1.208 atau 12,8
per 1000 kelahiran hidup. Selanjutnya mengalami peningkatan pada tahun
2009 sebanyak 1.240 kematian atau 13,1 per 1.000 kelahiran hidup. Tahun
2010 mengalami penurunan kembali dimana kematian sebesar 1.159 atau
12,5 per 1000 kelahiran hidup, selanjutnya pada tahun 2011 sebesar 1.210
kematian atau 12,8 per 1000 Kelahiran Hidup. Pada tahun 2012 kasus
kematian bayi sebanyak 1.450 kematian atau 15,1 per 1000 Kelahiran Hidup.

RPJMD Provinsi Nusa Tenggara TimurTahun 2013-2018

23

II-

Berikut ini adalah gambaran Konversi Angka Kematian Bayi per 1000 Kelahiran
Hidup pada tahun 2008 – 2012 di Prov. NTT.
Gambar 2.6
Konversi Angka Kematian Bayi per 1.000 Kelahiran Hidup
Di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2008 – 2012

2.

Sumber : Profil Kabupaten/Kota tahun 2012

Angka Kematian Anak Balita (AKABA)
AKABA menggambarkan tingkat peluang untuk meninggal pada fase
antara kelahiran dan sebelum usia lima tahun serta permasalahan kesehatan
anak dan faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kesehatan
balita seperti gizi, sanitasi, penyakit menular, dan kecelakaan. Indikator ini
juga menggambarkan tingkat kesejahteraan sosial dalam arti besaran dan
tingkat kemiskinan penduduk, sehingga
kerap kali dipakai untuk
mengidentifikasi tingkat kesulitan ekonomi penduduk.
Angka Kematian Balita di Indonesia (menurut estimasi SUPAS 1995) dalam
beberapa tahun terakhir terlihat mengalami penurunan yang cukup bermakna.
Pada tahun 1993 AKABA Nasional diperkirakan 81 per 1.000 kelahiran hidup
dan turun menjadi 44,7 pada tahun 2001 (Surkesnas, 2001). Selanjutnya turun
lagi menjadi 44 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 (SDKI, 2007), dan
terus turun menjadi 40 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2012 (SDKI,
2012).
Untuk Provinsi NTT, AKABA periode 2002–2012 mengalami fluktuasi. Hasil
Survei Kesehatan dan Rumah Tangga (SKRT) 1995 menunjukkan AKABA NTT
sebesar 81 per 1.000 kelahiran hidup yang menurun menjadi 68 per 1.000
kelahiran hidup. Dari hasil SDKI 2002-2003 terjadi peningkatan menjadi 72 per
1.000 kelahiran hidup dan kembali meningkat menjadi 80 per 1.000 kelahiran
hidup pada tahun 2007 (SDKI, 2007). Selanjutnya pada tahun 2012, AKABA
NTT kembali menurun menjadi 58 per 1.000 kelahiran hidup (SDKI, 2012).
Walaupun AKABA NTT masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan AKABA
nasional yakni 40 per 1,000 kelahiran hidup, namun penurunan AKAB NTT ini
cukup bermakna.
Laporan Profil Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota se-Provinsi NTT tahun
2012, berdasarkan hasil konversi, selama periode 5 (lima) tahun jumlah kasus
kematian balita mengalami penurunan secara bermakna dari tahun 20082012. Pada tahun 2008 sebanyak 409 kematian atau 4,3 per 1.000 kelahiran
hidup, pada tahun 2009 menurun menjadi 362 kematian atau 3,8 per 1000

RPJMD Provinsi Nusa Tenggara TimurTahun 2013-2018

24

II-

kelahiran hidup. Pada tahun 2010 terjadi peningkatan menjadi 535 kematian
atau 5,8 per 1.000 kelahiran hidup, dan pada tahun 2011 kembali meningkat
menjadi 1.400 atau 14,8 per 1.000 kelahiran hidup. Selanjutnya pada tahun
2012 kasus kematian balita terus meningkat menjadi 1.714 atau 17,9 per
1.000 KH. Berikut ini disajikan gambaran Konversi AKABA per 1.000 KH Prov.
NTT tahun 2007 – 2012, sedangkan rincian per Kab/Kota data dapat dilihat
pada lampiran gambar 2.7
Gambar 2.7
Konversi Angka Kematian Balita per 1.000 Kelahiran Hidup
Di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2008 – 2012

3.

Sumber : Profil Kabupaten/Kota tahun 2012

Angka Kematian Ibu (AKI)
Angka kematian Ibu senantiasa menjadi indikator keberhasilan
pembangunan sektor kesehatan, AKI mengacu pada jumlah kematian Ibu yang
terkait dengan proses kehamilan, persalinan dan nifas. Untuk melihat
kecenderungan AKI di Indonesia secara konsisten digunakan data hasil SKRT
dan SDKI. AKI menurun dari 450 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1986
dan kembali turun menjadi 425 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1992.
Selanjutnya pada tahun 1995 kembali menurun menjadi 373 per 100.000
kelahiran hidup. Pada tahun 2002–2003 AKI sebesar 307 per 100.000 kelahiran
hidup (SDKI 2002–2003) dan kemudian menurun lagi menjadi 228 per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 2007 (SDKI 2007). Selanjutnya pada tahun 2010,
AKI turun menjadi 259 per 100.000 kelahiran hidup (SP, 2010). Walaupun
cenderung terus menurun, namun bila dibandingkan dengan target yang ingin
dicapai secara nasional pada tahun 2010 yaitu sebesar 125 per 100.000
kelahiran hidu