14 kisah si bangau putih tamat

Bagi mereka yang bukan pedagang keliling dan yang tidak pernah melakukan perjalanan
melintasi TembokBesar, tentu mengira bahwa kekuasaan Kerajaan Ceng yang dipegang oleh
bang-sa Mancu tentu berhenti sampai di Tem-bokBesaritu.Padahal,sesungguhnya tidaklah
demikian. Bangsa Mancu sendirimerupakan bangsa yang tinggal jauh di utarayangamatdingin,
daerah yangkeras dan kejam, dan di luar TembokBesar masih terdapat daerah yang
amatluas.Masih ada Propinsi Liaoning danJilinyangberbatasandenganKorea,daerah Mancuria
sendiri yang luas, ke-mudian terdapat daerah Mongolia Dalamatau Mongol, dan daerah
Mongolia yanglebih luas. Akan tetapi, setelah melewatiTembok Besar memang daerah yang
liardan kejam, dengan tak terhitung banyaknya bukit diantara padang pasir yang luas dan
merupakan lautan pasir yang ganas.
Padang pasir seperti ini memang ganas dan kadang-kadang kejam sekali.Dari tulang-tulang
kuda, onta, bahkan manusia yang terdapat berserakan disana-sini dapat diketahui bahwa
lautan pasir itu sudah banyak menelan korban.Mayat
manusiadanbangkaibinatangyangtewasdalam perjalananmelintasilautanpasir,
dibiarkansajaberserakan,membusukdimakanterikpanasmatahari,ataudigerogotianjing-anjing
serigala danbinatang buas lainnya, dibiarkan tinggaltulang-tulangnyasajayang lamalamamengering. Lautan pasir yang kelihatantak bertepi itu, memang kejam, juga mengandung kesunyian yang mendatangkansuasana yang menyeramkan dan penuhkeajaiban.
Bayangkan saja betapa nme-ngerikan tersesat di lautan pasir seperti itu,dimana tidak dapat
ditemukan se tetes pun air, sebatang rumput pasirdan pasir di mana-mana, panas dan
silau,tidak diketahui lagi mana utara mana selatan. Belum lagi kalau datang badaiyang
membuat pasir bergulung-gulung danberombak seperti air di lautan, menelanapa saja yang
menghalang di depan. Para pedagang, yangmelakukanperjalanankemudian tersesat, kehabisan

air minum,kelelahandan terjebakdalamlautanpasir tanpa mengetahui ke arah manamereka
harus menuju, saking takut danngerinya, banyak di antara mereka yangdapat melihat
pemandangan-pemandangankhayal yang aneh-aneh. Ada yang me-lihat air terjun dengan air
yang melim-pah-limpah dan segar sejuk, akan tetapiketika mer ekamenghampiri, yang

Kisah si Bangau Putih > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com

1

adahanya pasir belaka! Ada yang melihatanak sungai dengan airnya yang segar,atau melihat
kebun dengan pohon-pohonmenghijaudan buah-buah yang sudah masak, dan sebagainya.
Namun, semuaituhanyalahbayangan khayal belaka,yang timbul karena besarnya
keinginanhatimerekamengharapkan air, pohondan sebagainya yang amat mereka butuh-kan
itu.
Di tengah-tengah satu di antara pa-dang-padangpasiryangamatluasitu, terdapat
sebuahgedungistanakuno,lengkapdengan perkebunanyangcukupluas,denganpohonpohonbuahyangsu-bur,dansayursayuran,bahkantumbuhpulagandumdiladang.Terdapatpulasumber air tak jauh dari istana kuno
itu.Sungguh merupakan suatu keadaan yangajaib, dan andaikata ada orang tersesatsampai ke
daerah itu lalu melihat bangunan istana berikut perkebunannyayang subur itu, tentu dia akan
mengirabahwa diapunhanyamelihatpemandangan khayal belaka.
Akantetapitidaklahdemikianse-sungguhnya. Bangunan itu memang sebuahbangunan istana

yang besar, pernah dijamandahulubangunaninimerupakanistana peristirahatan dari seorang
raja-diraja, seorang kaisar besar yang bukanlainadalahKaisarJenghis
KhandariKerajaanMongol!Akantetapi, puluhantahun yang lalu, istana itu dihuni olehseorang
sakti yang aneh, yang di duniapersilatan tingkat tinggi dikenal sebagaitokoh dongeng yang
bernama Dewa Bong-kok. Nama Dewa Bongkok yang
menjadipenghuniIstanaGurunPasirinitidakkalah terkenalnya dan dianggap
sebagaisetengahdongengsaja,sepertihalnyaPendekar Super Sakti penghuni Pulau Es!Setelah
Dewa Bongkok meninggal dunia,kini yang menjadi penghuni istana GurunPasir itu adalah
muridnya yang bernamaKao Kok Cu, yang di dunia persilatan
dikenalsebagaiPendekarNagaSaktiGurun Pasir!
Nama besar Pendekar Naga Sakti inipernah menggemparkan dunia persilatan, dan dia tidak
kalah terkenalnya dibanding-kan mendiang gurunya. Kini Kao Kok Cutelahmenjadi seorang
kakekyang tuarenta, tinggal di dalam istana kuno ituberduasajadenganisterinya.Isterinyabukan
wanitasembarangan,melainkenseorang pendekar wanita yang juga
per-nahmenggemparkanduniapersilatan.Namanya Wan Ceng, ketika kecil pernah tinggal di
Kerajaan Bhutan, jauh di baratbahkanmenjadisaudaraangkat PuteriSyantiDewidariBhutan
sehinggaiamemperoleh nama julukan Candra Dewi.Wan Cengjugamemiliki kesaktiandankini
ia dalamusiatujuhpuluhduatahuntinggalbersamasuaminyadi
IstanaGu-runPasir.Merekaberduahidupdisitu tanpapelayanhanya
berduasaja,me-ngerjakanladangdankebunsendiri

yanghasilnyajauhlebihdaripadacukupuntukkebutuhan merekasehari-hari.Sebagian
besardariwaktuluangmerekadiper-gunakanuntukbersamadhi dan bertapa.
Keadaansepasang suamiisteriinitidak dapat disamakan dengan keadaanpara pertapa yang
sengaja mengasingkandiri dari dunia ramai, pergi bertapa de-ngan suatu pamrih tertentu.
Orang pergimeninggalkan dunia ramai untuk bertapadi puncak bukit yang sunyi, di dalam
guayang sederhana, hanya mengenakan cawatsaja,hanyamakan seadanya, menyiksadiri
menahan haus dan lapar, tentu mempunyaisuatutujuantertentu.Tujuaninilah pamrih, dan
semua pamrih, baikyang terbuka maupun terselubung, selalutentumenjangkau suatu keadaan
yangmenyenangkan. Biarpun pamrih mendapat-kan keadaan yang menyenangkan ini
di-perhalus dengan sebutan muluk tetap saja merupakan pamrih demi kesenangan diri.
Mungkin dia akan mengatakan bahwadia bertapa untuk mencari kebahagia-an mencari
kesempurnaan hidup, mencariTuhan, dan sebagainya lagi. Namun pencariannya itu sendiri
membuktikan bahwa dia menginginkan sesuatu yang dianggap-nya akan mendatangkan

Kisah si Bangau Putih > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com

2

kesenangan da-lam bentuk kedamaian, kebahagiaan, danlain sebutan lagi.
Sepasang suami isteri itu tidak men-cariapa-apa.IstanaGurunPasiritumemang milik mereka,

peninggalan dariDewa Bongkok kepada muridnya, yaitukakek Kao Kok Cu. Mereka berdua
me-mang senang tinggal di tempatsunyi itu,bukan untuk mencari sesuatu atau men-jadikan
tempat yang sunyi itu sebagaipelarian dari dunia ramai. Sama sekalitidak.Merekamemang
merasa senangtinggal di tempat yang penuh keheninganitu dan merasa berbahagia.
Akantetapi, pada hari itu,Istana Gurun Pasir tidaklah setenang biasanya.Dari dalam gedung
istana tua itu kiniterdengar
suaragelaktawadanpercakapanyangdiselingisuaraketawagembira.Kiranya suamiisterituaitu
kedatanganseorangtamuyangsamasekali tidak pernah mereka sangka-sangka.Tamu itu bukan
orang asing. Dia seoranghwesio yangbernama Tiong Khi Hwesio,usianya juga sudah tujuh
puluh dua tahundan tentu saja kunjungan hwesio ini di-sambut gembira oleh kakek dan
nenekitu,terutama sekali nenek itu karenahwesioini bukan lain adalah saudaratirinya sendiri,
seayah berlainan ibu. Diwaktu mudanya, Tiong Khi Hwesio jugaseorang pendekar sakti yang
pernah meng-gemparkan dunia kang-ouw dengan juluk annya yang mengerikan, yaitu Si
JariMaut! Dia menikah dengan Syanti Dewi, puteri Kerajaan Bhutan dan sampai tuadia
tinggal di kerajaan kecil itu. Setelahisterinya meninggal dunia, dia hampirgila karena duka.
Akan tetapi, pertemu-annya dengan seorang pendeta tua me-nyadarkannya dan mulai saat itu,
WanTek Hoat, demikian namanya, lalu menggundul rambut kepala dan mengenakanjubah,
menjadi seorang hwesio yang ber-kelana.
Mereka bertiga bercakap-cakap sambilmakansederhana dengansayursegar yang dimasak
sendiri oleh nenek WanCeng. Kemudian mereka bertiga keluar dari istana itu dan duduk di

serambidepan sambil bercakap-cakap. Kao KokCu yang dahulu berjuluk Pendekar NagaSakti
Gurun Pasir itu, biarpun usianyasudah hampir delapan puluh tahun masihnampak gagah
penuh semangat. Lengankirinya yang buntung itu tidak membuatdia kelihatan mengerikan,
bahkan membuatnya nampak lebih berwibawa. Wajah-nya yang tampan membayangkan
kelem-butan, sinar matanya mencorong sepertimata naga namun juga
membayangkankelembutan dan kesabaran. Melihat se-pintas lalu, takkan ada orang
mengirabahwa kakek tua renta yang lengan kiri-nya buntung ini memiliki kesaktian yang
amat hebat. Dua macam ilmu simpanan-nya, yaitu Sin-liongHok-te,pasangankuda-kuda yang
membuat tubuhnyase-pertimendekam di atas tanah
bagaikanseekornaga,kemudiandapatmenimbul-kantenagadahsyat
yangmujijat,danIlmuSilatSin-liongCiang-hoat,jarangdapatditandingididuniapersilatan.
Is-terinya,nenekWanCeng,biarpunusianyajuga
sudahtuasekali,masihnampaksehat.Mukanyatidakpenuhkeriputdankulitmukaitumasihhaluske
merahansakingsehatnya,walaupungiginyatelahompongdanrambut di kepala telah
putihsemua.Nenekinipunmemilikiilmusimpanan yang khas, yaitu Ban-tok-ciang,dan kalau ia
sudah mengerahkan tenagamemainkan ilmu silat ini, kedua tangan-nya mengandung selaksa
racun (ban-tok)yang amat dahsyat dan berbahaya bagilawan.Jugapedangnya,Ban-tokkiam,merupakan pusaka yang mengerikan. Ada-pun tamu itu Tiong Khi Hwesio,
biarpunsudah setua nenek itu, namun tubuhnyamasih tegap, jalannya masih tegak.
Ju-bahnyakuningbersih,matanyatajamberkilat dan mulutnya selalu tersenyumsinis. Kakek
yang pernah berjuluk Toat--beng-ci (Si Jari Maut) ini memiliki ber-bagai ilmu silat simpanan

seperti Pat--mo Sin-kun, Pat-sian Sin-kun, dan memiliki ilmu sin-kang (tenaga sakti)
yangdiberi nama Tenaga Inti Bumi. Juga pedangnya, Cui-beng-kiam, merupakan se-buah
pedang pusaka yang ampuh sekali.

Kisah si Bangau Putih > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com

3

Sebetulnya baru beberapa bulan yanglalu, Tiong Khi Hwesio berjumpa dengankakek dan
nenek itu ketika mereka se-muamenghadiripernikahanPendekar Suling Naga, yang bernama
Sim Houw,dengan Can Bi Lan, gadis yang pernahmendapatbimbinganilmusilatdalamwaktu
singkat dari kakek dan nenek inisehingga dapat dibilang gadis itu muridmereka. Pernikahan
itu diadakan di ru-mahPendekar Kao Cin Liong, puteratunggal suami isteri dari Istana
GurunPasir ini. Akan tetapi karena pertemuanitu terjadi dalam sebuah pesta di mana hadir
banyak tamu, mereka merasa ku-rang leluasa bercakap-cakap. Siapa kira,tahu-tahu kini
hwesio tua itu muncul diistanamereka, tentusajakakekdannenek itu menjadi gembira bukan
main.
“Tek Hoat, sungguh aku girang bukanmain bahwa engkau sudi datang berkun-jungkepada
kami.Pertemuandalamusiayangamattuainisungguh mendatangkan kenanganketikamasihmuda,
danmenggembirakansekali. Terimakasih,TekHoat.”Nenekitumemang

selalumenye-butsaudaratirinya dengan nama kecilnyasaja, tidak peduli bahwa kini
saudaratirinya itu telah menjadi seorang hwesiotua, seorang pendeta!
Tiong Khi Hwesio tertawa bergelak.“Ha-ha-ha, bertemu dan bercakap-cakapdenganmu
membuat orang sama sekalilupa bahwa dia telah menjadi tua bangka, Wan Ceng. Sikap dan
kata-katamuseolah-olah tak pernah berubah, aku me-lihatmu seperti melihat engkau
ketikamasih gadis, ha-ha-ha!”
KaoKokCu, jugaikuttersenyum kemudian dia yang biasa bersikap serius,berkata dengan
halus namun meyakinkan,“Memang, waktu berjalan dengan cepat-nya dan tahu-tahu kita
semua telah men-jadi tua, sudah masak untuk meninggal-kan dunia ini. Akan tetapi,
pernahkahkita menyelidiki pada diri sendiri, ke-baikan dan kegunaan apa saja yang per- nah
kita lakukan untuk mengisi kehidup-an kita yang tidak berapa panjang ini?”
Ucapan ini membuat Wan Ceng
danTiongKhiHwesiotermenungsampaibeberapalamanya.Merekaterbenamdalam lamunan
masing-masing. KemudianTiong Khi Hwesio berkata. “Omitohud Kao-taihap,ucapanmuitu
menggugahsemua kenangan lama dan pinceng me-lihat betapa selama hidup pinceng itu,jauh
lebih banyak dukanya daripada suka-nya dan jauh lebih banyak buruknya dari-pada baiknya
perbuatan pinceng. Perbuat-anburukitupinceng lakukan karenadorongan nafsu, sedangkan
perbuatan baikpunmenyembunyikan pamrih demi keuntungan diri pribadi. Omitohud,
kalaudikaji benar, tidak ada baiknya perbuatanpinceng”
“Aih, jangan kau berkata demikian,Tek Hoat. Aku tahu bahwa apa pun yangterjadi, engkau

berjiwa pendekar yanggagah perkasa.Kalautidakdemikian,mana mungkin enci Syanti Dewi
sampaitergila-gila dan jatuh cinta kepadamu?Engkau terlalu merendahkan diri
sendiri,”kataWanCeng.“Banyaksudahkegagah-ankaulakukankarenamemangwatakmuyanggag
ahperkasa,sepertiseorang pen-dekarsejati,tanpapamrih.”
“Tapi....tapi....kalaupincengingatsekarang,semuaperbuatan
itupincenglakukandemicintapincengkepadamen-diangisteriku,SyantiDewi.Andaikatatidakada
SyantiDewi,tidakadacintakuterhadapnya....ah,
tidaktahulahaku,apayangakanterjadidengandiriku....“Tiong KhiHwesionampaktermangu.
KaoKokCumenariknapaspanjang. “Memangdemikianlahkeadaannya.Kitatidakpernahbebas.
Perbuatankitatidakpernahbebasdaripadapamrih.Karena ikatan-ikatanmakakita
selaluberbuatdengan pamrihdibelakang

Kisah si Bangau Putih > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com

4

perbuatanitu,membuatsemuaperbuatankitapalsuadanya.Betapapunbaiknyasuatuper-buatan
itumenyembunyikanpamrih, ma-kaperbuatanituadalahsuatukejahatanpula,karenaperbuatan
ituhanyamen-jadi semacamcarauntukmendapatkanhasilyangkitakehendaki.”
TiongKhiHwesiojugamenariknapas panjang.“Omitohud,bijaksana sekaliucapanmuitu,Koktaihiap. Akantetapi,bagaimanamungkin perbuatan kitatidak menyembunyikanpamrih?”

“Bukankahpamrihitumuncul dariikatan kepada sesuatu? Ikataninilahyangmenjadi
pamrihdalamperbuatankita.Karenaitu,satusatunyakebenaranadalahkebebasan!Sebelumbebasdarisemua ikatan, takmungkinperbuatan
kitabe-nar, dalamarti yang sedalamdalamnya.Kitaharusberanibebas,harusberanisendirian,karenabersendirianinimerupakankenyat
aanhidup.Masing-masingdarikita membawa kehidupan sendiri-sen-diri dan akan mengakhiri
kehidupanini sendiri-sendiri pula. Kita takut bersen-dirian, melihat kenyataan betapa kita ini
masing-masing kosong, lemah tak berarti,maka timbullah rasa takut dan kita
lalumencaripegangan, mencariikatan se-banyaknya agar si aku tidak kehilanganpijakan. Kita
memperbanyak ikatan yangkita anggap mendatangkan kekuatan
danmendatangkanhiburan,sepertiorangtakut terhadap setan lalu mencari
banyakteman.Padahal, ikatan-ikatan inilah pang-kal semua kesengsaraan.”
Wan Ceng yang sejak tadi mendengar-kan, mengerutkan alisnya. Sudah seringia bercakapcakap dengan suaminya ten-tang hal ini, dan masih juga merasa sukaruntuk dapat menangkap
maknanya yangtepat. Kini ada Tiong Khi Hwesio di situ,makaiamengajukan bantahannya
lagiagar dapat lebih mudah menyelidiki danmengerti.
“Akan tetapi, kalau kita membiarkandiri bebas dari ikatan, lalu mana adacinta? Apakah kita
harus bersikap tidakpeduli,apakahkitaharusmeniadakankewajibankewajibandanhidupdengansikap acuh dan masa bodoh?”
Suaminya tersenyum, senyum penuhkasih yang selalu ditujukan kepada is-terinya. Sudah
sering isterinya memban-tah seperti ini, dan dia tahu bahwa is-terinya masih belum mengerti
benar dankini minta dukungan Tiong Khi Hwesioterhadap sanggahan atau bantahannya itu.
“Benarsekali,Kao-taihiap,sepertiapa yang dikemukakan isterimu. Agaknya, kebebasan seperti
ini, seperti yang kau-katakan tadi berlawanan dengan tugas-tugas dalam kehidupan ini, seperti

ke-wajiban terhadap keluarga, terhadap ma-syarakat,pemerintahdansebagainya.Bukankah
kalau sudah bebas dari segala-nya seperti itu, kita lalu menjadi acuhdan hidup seperti boneka
saja?”
Kao Kok Cu tersenyum dengan penuhkesabaran.Diatahubetapasukarnyamempelajari hidup,
betapa sukarnya mem-buka mata melihat kenyataan hidup seperti apa adanya. Dia sendiri pun
baru-baru saja, dalam usia tua renta, dapatmelihat kenyataan ini dengan waspada.
“Marilah kita selidiki bersama. Semuaperbuatan kita merupakan pencerminan da-ri keadaan
batin, bukan? Kalau batin tidakbebas, perbuatan pun tidak akan bebasdari pamrih. Oleh
karena itu, dimaksud-kan dengan kebebasan di sini bukanlahkebebasan lahiriah. Lahiriah, kita
tidak mungkin bebas. Kita adalah bagian dari masyarakat, bagian dari bangsa dan ne-gara
dengan segala macam adat istiadatdan hukumnya.Kita secara lahiriah
tidakmungkinbebasdarisemuaitu, darike-wajibanterhadap keluarga,terhadappemerintah,terhadap pekerjaan,

Kisah si Bangau Putih > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com

5

terhadapteman,masyarakatdansebagainya.Akantetapi,haruskahbatinjugaterikat?Tak
dapatkahsecara lahiriahkitamempunyai,akantetapi batintidakikutmemiliki?Hanyabatinyang
bebassajayangakandapatmengenalcintakasih,bukancintanafsuyangmengikat.”

TiongKhiHwesiodan Wan
Cengmendengarkan,terdiamdansepertiter-pesonakarenamerekapundapatmelihat
kenyataanmelaluipetunjukini.
“Sekarangakumulaidapatmelihat,”kataWanCengmenganggukangguk.“Be-basbukanberartibebas semaugua,karena
semauguamerupakantindakanlahiriah,tindakanbadanpenuhnafsu, tindakanpikiranyang
selaluinginenaksendiri.Bebas
batinmendatangkancintakasih,danperbuatanyangdidasaricintakasih tentutidakakan
menyelewengdaripadakebenaran.”
“Omitohud....!”TiongKhiHwesiomemuji sambilmerangkapkankeduata-ngandidepan
dada.“Betapabahagianya hati pinceng, betapaberuntungnya
pincengdanpujisyukurkepadaTuhanYangMahaPengasihyang telahmenuntunpincenguntuk
datangberkunjungsehingga sempat berbincang-bincangdengankalianberdua.Pincengsudah
mengalami sendiriakanburuknyaikatan. Pincengterikatlahirbatindengan
SyantiDewisehinggaketika isteriku itu meninggaldunia,pincengsepertioranggilakarena
kehilang-an!”
“Ikatanselalumendatangkandukadankehilangan.
Yangdapatkehilanganhanyamerekayangmemiliki.Kalaubatinti-dakmemilikiapaapa,bagaimanabisakehilangan?Itulahnamanyabebasbatin-iah,walaupunlahiriahterikatkakita-ng
andan lehernyaoleh segalamacamkewajiban hidup.”
“Wah-wah,terimakasih!”TiongKhiHwesiobangkit
denganwajahcerahdangembirasekali.“Akan tetapi,mengapakitatenggelamke dalamhalhalyangbeginiserius? Pincengingin sekalime-lihatlihatlautanpasiryangmahaluasini.Kabarnyadi padang pasirseringterjadikeanehankeanehan,nampakke-kuasaanalamyangmahahebat.Maukahkalianmengantarpincengmelihatlihatdanmenunjukkansegalakehebatanitukepada pinceng?”
Kao Kok Cu dan Wan Ceng juga bang-kit sambil tertawa dan mereka bertigalalu
meninggalkan istana itu, menuju keselatan karena istana itu menghadap ketimur, ke arah
Mongol dari mana Kaisar Jenghis Khan berasal.
***
Tiong Khi Hwesio kagum bukan mainketika suami isteri itu membawanya kebagian-bagian
yang luar biasa dari pa-dang pasir itu. Ada bagian di mana pasir-nyabesar-besar dan agak
hitam, adapulabagian dimana pasirnya lembutsekalidenganwarna putihberkilauanseperti
bubuk perak. Ada yang permukaannya demikian halus seperti sutera, adapulayangmembentuk
keriput-keriputsepertialunsamudera.Jugaterdapatbagian di mana terdapat batu-batu
besarberbentukaneh-aneh karena permainanangin dan terpukul pasir-pasir yang di-terbangkan
angin. Luar biasa sekali me-lihat betapa ada permukaan pasir yangtidak pernah diam, seperti
air di lautan,selalu berubah bentuknya karena pasir--pasir halus di permukaan itu
terbawaangin membentuk garis-garis yang selaluberubah. Seolah-olah ada kehidupan yang

Kisah si Bangau Putih > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com

6

tidak nampak di tempat yang teramatsunyi itu. Berkali-kali Tiong Khi Hwesio mengeluarkan
suara pujian dengan penuh kagum dan heran.
Melihat kegembiraan saudara tirinya,WanCengmenjadiikutgembira
danbangga.“Engkaubelummelihatyangpaling hebat, Tek Hoat,” katanya bangga.
“Wah?Masih ada yang lebih hebatdari ini? Bawa pinceng ke sana, pincengingin melihat yang
paling hebat!”
“Bagian itu jauh di selatan, makanwaktu perjalanan hampir satu hari, di-sebut sebagai Lautan
Maut. Di sana eng-kauakanmelihatbadailautanpasir,melihatpasir bagaikanairlautmenderu--d
eru,denganombak yang setinggi rumah.”
“Wah, hebat! Hayo kita ke sana!” ajakTiong KhiHwesio, tertarik sekali.Se-bagai seorang
bekas pendekar, tentu sajakeadaanbahayamerupakantantangan yang menggairahkan hatinya.
“Di sana berbahaya sekali,” kata KaoKok Cu. “Bahkan rombongan onta denganorang-orang
yangpaling berpengalamansekalipun menjauhi bagian itu dan lebihbaik melakukan perjalanan
memutar yang lebihjauhdaripadaharusmenempuhLautan Maut itu.”
“Akan tetapikitabukanlahorang--orang yang lemah seperti mereka!” kataWan Ceng kepada
suaminya.“Bukankahkita pernah beberapa kali ke sanadanmampu menahan serangan badai?”
Kao Kok Cu tersenyum kepada isteri-nya. “Ha, agaknya engkau lupa bahwa halitu terjadi
puluhan tahun yang lalu. Ke-tika itu usia kita belum lima puluh ta-hun.”
“Apa bedanya? Kita masih kuat dan bahwa kita bertiga dapatmenguji
diriapakahmasihadakemampuandalamtubuh yang tua ini.”
“Cocok! Ha-ha-ha,Kao-taihiap, apa-kah engkau tidak ingin menggembirakanseorang sahabat
seperti pinceng? Sebelummaut datang menjemput,pinceng
inginsekalimelihatdanmerasakanbetapahebatnya badai di Lautan Maut itu.”
Kao Kok Cu menarik napas panjang.“Baiklah,tentu saja kita bertigaakandapat melindungi
diri sendiri dari badai.Di sana terdapat banyak batu besar yangdapat dipergunakan sebagai
tempat ber-lindung. Akan tetapi perjalanan itu tentu akan makan waktu dua hari pulang
pergidan di sana tidak terdapat makanan atauminuman apa pun. Kita harus membawa bekal.”
Mereka kembalike istana tua dan sibuklahmerekamembuatperbekalan untuk perjalanan
besok. Mereka bergem-bira seperti tiga orang pemudaremajayang membuat persiapan untuk
perbekal-an perjalanan tamasya besok.
Dan pada keesokan harinya, pagipagisekalimerekabertigasudahberangkatmeninggalkanistanagurunpasir,menujukeselatan.Lewa
ttengahharimerekatibadibagian lautan pasir yang dimaksudkan oleh Wan Ceng. Sebelum
berangkat,KaoKokCu memperingatkan merekaagar berhati-hati.
“Sekarang musim yang paling ganas disana, di waktu badai sedang besarnyadenganadanya
pemutaran angindariutara ke timur.”

Kisah si Bangau Putih > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com

7

Dengan buntalan perbekalan di pung-gung mereka, tiga orang ini memasukidaerah Lautan
Maut. Nampaknya memangtidak ada apa-apa dan Tiong Khi
Hwesiomulaikecewa.Akantetapimakin keselatan, terasa angin semakin keras dan
dibandingkan dengan pasir yang merekainjak, yang panas, angin itu terasa di-ngin sekali. Dan
ketika mereka tiba di daerah yang berbatu-batu, tiba-tiba sajabadai datang mengamuk. Mulamula, dariarah barat dan utara, nampak sepertiawan hitam dan debu angin tiba-tibaterhenti,
akan tetapi tak lama kemudian,awan hitam dan debu yang ternyata ge-lombang pasir itu
datang menerpa, di-dorong angin yang amat kuatnya.
Tiga orang gagah itu memasang kuda--kuda dan mengerahkan tenaga melawanhantaman
pasir halus yang dibawa angin.Mereka seolah-olah masuk ke dalam tiraipasir yang
mendorong kuat dari depan.Makin lama, semakin kuat saja hantamanpasir dan angin dan
pertama-tama Wan Cengagakterhuyung.Cepatiaber-pegangtangan
dengansuaminyayangmembantunya, dan ketika akhirnya TiongKhi Hwesio juga terhuyung,
Kao Kok Cuberteriak nyaring untuk mengatasi gemuruhsuara badai pasir.
“Cepat, kita berlindung di balik batudi sana itu!” Dia menunjuk ke arah se-buah batu karang
yang besar dan kokohkuat. Memilih tempat berlindung ini punada bahayanya, karena kalau
salah pilih,ada batu yang roboh dilanda badai se-hingga menindih dan membunuh orang-orang yang berlindung di bawahnya.
WanCeng dan Tiong Khi Hwesio,sejakmudanyamemangmemiliki hatiyang pantang
menyerah. Oleh karena
itu,ajakanKaoKokCuituditerimadengangelengankepala,bahkanWanCeng sudahmelepaskan
pegangan tangan suaminya,memasang kuda-kuda lagi dan mengerah-kan tenaganya.
Demikian pula Tiong KhiHwesio, agaknya tidak mau kalah oleh
saudaratirinya!Melihatlagakkeduaorang ini, mau tidak mau Kao Kok Cutertawa geli dan
gembira dan dia punlalu memasang kuda-kuda untuk melawanbadai yang semakin kuat
datangnya itu.Akan tetapi beberapa menit kemudian,Wan Ceng dan Tiong Khi Hwesio
terpak-sa harus mengakui keunggulan badai ka-rena mereka terdorong sampai roboh
bergulingan! Terpaksa mereka membiarkandiri mereka diseret, Wan Ceng berpegang-an
tangan dengan Tiong Khi Hwesio danKao Kok Cu dengan satu tangan kanan-nyamemegang
tangan hwesio itu dan menyeretnya di atas pasir menuju kebalikbatu besar dan barulah
merekadapatbernapaslegakarenaterjanganbadai ditangkis oleh batu karang yang kokoh kuat
itu.
Akan tetapi, kegembiraan mereka se-makin menjadi. Setelah beristirahat
dandapatmengumpulkantenagakembali,melihat betapa badai masih saja mem-besar Tiong Khi
Hwesio lalu meloncatkeluar dari balik batu karang dan kini diabersilat menentang badai.
Hebat memang kakekhwesio ini.Diaternyata telahmenggabungkan dua macam ilmu silatyang
merupakan ilmu silat yang saling berlawanan, yaitu Pat-mo Sin-kun (SilatSaktiDelapan Iblis)
dan Pat-sian Sin-kun (Silat Sakti Delapan Dewa)! Tidak
sajadiatelahmampumenggabungkandua aliran silat yang bertentangan ini,akantetapi juga dia
mempergunakantenaga sakti yang hebat, yaitu Tenaga Inti Bumi. Biarpun usianya sudah
tujuhpuluh dua tahun, namun gerakannya de-mikiangesitdanpukulan-pukulannyademikian
kuat sehingga angin menderu-derudarikakitangannyamenentangbadai sehingga pasir-pasir
yang diterbang-kan badai itu membuyar terkena hantam-an angin pukulan kaki tangannya!
TiongKhi Hwesio bersilat terus sampai akhir-nya diamelompat kembali ke balik
batukarangdenganmukamerah,keringat membasahitubuhdannapasnyaterengah-engah,akantetapimatanyaberseridanmulutnyatertawa gembira.

Kisah si Bangau Putih > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com

8

Wan Ceng tidak mau kalah. Nenekyang usianya sebaya dengan saudara tiri-nya ini, juga
meloncat keluar dan ber-silat menentang badai. Ia nengeluarkanilmu silat simpanannya,
yaituBan-tok--ciang dan nampak ada uap yang kadang-kadang berwarna hitam, lalu hijau
ataubiru, berubah lagi kemerahan dari keduatelapaktangannya.Melihat ini,diam-diam Tiong
Khi Hwesio bergidik karenadia tahu betapa ampuhnya pukulan-pukul-an adik tirinya itu.
Nenek ini pun bersilat sampai ia tidak kuat bertahan lagi dan terpaksa harus meloncat ke
belakangbatu karang dengan tubuh basah keringatdan napasnya terengah-engah.
Melihat kegembiraan dua orang itu,Kao Kok Cu ketularan. Dia pun keluardan menentang
badai, lalu bersilat, di- tonton dengan penuh rasa kagum olehTiong Khi Hwesio. Dia melihat
betapakakek berlengan sebelah ini bersilat se-cara aneh, dengan tubuh kadangkadangmeluncur ke depan, seperti seekor naga,namun gerakannya membawa angin pukul-an
yang bercuitan dan kini dia melihatbetapa di bagian depan Kao Kok Cuseolah-olah ada
dinding atau perisai yang tidak nampak, terbuat dari hawa pukulansehingga pasir yang
terbang dari depanitu terhenti dan runtuh dengan sendiri-nya, seperti membentur batu karang!
Dan kakekberlenganbuntung yang usianyasudahtujuhpuluhdelapantahunini,bersilat paling
lama dibandingkan TiongKhi Hwesio atau Wan Ceng, akan tetapiketika akhirnya dia
menghentikan gerak-annyadankembalikebelakang
batukarang,napasnyatidakmemburudanwajahnya biasa saja walaupun napas agakmemburu.
“Wah,usiatuamenggerogotidaridalam sehingga tenaga dan daya tahankubanyak berkurang,”
katanya sambil meng-atur pernapasan.
“Kao-taihiap, engkauhebat!”TiongKhi Hwesio memuji. “Engkau yang palingtua diantara
kita, namun ternyata tenagadandayatahanmupaling kuat.Sungguhmembuat aku takluk dan
kagum sekali!”
Namun Kao Kok Cu tidak menjawabmelainkan menuding ke arah barat. “Li-hat, bukankah
itu suara onta yang datangdari arah sana?”
Dua orang itu menoleh ke arah barat,akan tetapi tidak kelihatan sesuatu,
ha-nyamemangmerekamendengaradasuaraonta.Suaranyamerintih sepertimenderita.
“Onta tidak pernah merintih kecualimenghadapi kematiannya dan di manaada binatang onta
terancam maut, disitu tentu ada pula penunggangnya
yangjugaterancammalapetaka,”sambungWan Ceng. “Mari kita lihat!”
Duaorangkakekitu mengangguksetuju dan mereka bertiga segera berlon- catan keluar dari
balik batu karang dan berlari cepat menuju ke barat, ke arah datangnya suara tadi.
Tidakterlalu lamamereka mencari karena segera merekamelihat seekor onta yang dalam
keadaansekarat, tergencet batu yang roboh me-nimpa dan menghimpitnya. Dan di dekat-nya
nampak seorang wanita yang telahtewas pula, sedangkan seorang anak laki- lakiberusia
kurang lebih empat belastahun berlutut dan mengguncang-guncang tubuh wanita itu.
“Ibu....ibu....bangunlah, ibu....kuatkanlah, mari kugendong ibu pergi darisini....“kata anak itu
dengan suara piludan gemetar. Dia lalu dengan susah pa-yahmenarik tubuh ibunya yang
keduakakinya terhimpit tubuh onta, kemudianmencobauntukmenggendongnya,akantetapi baru
beberapa langkah saja anakitu berjalan, dia disambar hantaman ba-dai dan dia pun terguling
bersama mayatibunya, bergulingan.

Kisah si Bangau Putih > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com

9

“Ibuuuuu....!”Anak itu berteriak, danpada saat itu, Tiong Khi Hwesio telahmenyambar
tubuhnya dan dibawa melon-cat ke balik sebuah batu karang untukberlindung dari serangan
badai. Wan Ceng juga sudah menyambar mayat wanita itudan membawanya ke tempat yang
sama.
“Ibuuu....!Lepaskanibuku,jangangangguibuku....!”Tiba-tibaanakitumeronta dan saking marah
dan khawatirnya, anak itu memiliki tenaga yang de-mikian hebatnya sehingga dia
berhasilmelepaskan diri dari pegangan Tiong KhiHwesiodan kinidiamenyerangWanCeng
yang masih memondong tubuh wa-nita yang telah mati itu. Anak laki-lakiitu menubruk,
tangan kirinya mendorongke arah dada Wan Ceng, dan tangankanannya mencoba untuk
merampas tubuhwanita itu gerakannya cepat dan jugamengandung tenaga yang kuat.
Wan Ceng tidak melawan, hanya me-narik tubuh atas untuk mengelak daridorongan anak itu,
dan ia membiarkananakitu merampas tubuh mayat itu.Anak laki-laki itu kini memandang
mayatitu, menghadapi tiga orang tua itu de-ngan mata terbelalak. Mata itu liar danberingas,
seperti mata seekor anak hari-mautersudut.Dia siap melawan tigaorang itu mati-matian untuk
memper-tahankan dan melindungi ibunya.
“Jangankalianmenggangguibuku!Akan kulawan sampai mati! Biarpun kali-anDewa
Kematian, DewaBadaidanDewa Padang Pasir, aku tidak takut!”
Diamenantangdansikapnyasungguhberani,sikapseorangyangsudahnekatkarena tidak melihat
jalan lain.
Tiga orang tua renta itu sejenak ter-pesona,jugaterharu.Merekaadalahorangorangsaktiyangsudahbanyakmakan garam, banyak pengalaman dan tahu saja artinya duka
karena merekapun sudah kenyang mengalami duka da-lam kehidupan mereka. Oleh karena
itu,mereka dapat menduga bahwa anak inimenjadi demikian nekat dan berani kare-na
terhimpit duka yang bertubi-tubi danyangterakhirkalinyaagaknyakarenamelihat ibunya yang
tercinta tewas. Ataumungkin saking bingung, khawatir dandukanya, dia sampai tidak sadar
bahwaibunya telah kehilangan nyawanya danyang hendak dilindungi dan
dipertahankanituadalahsesosokmayatyangtelahmulai menjadi dingin!
Dengan hati terharu penuh iba KaoKokCumelangkah maju. “Anak yangbaik,kamibukanlah
dewa atau iblis,kami adalah orang-orang biasa yang datang ingin menolongmu. Tidak ada
yangakan mengganggu ibumu lagi, Nak, kare-na ibumu telah meninggal dunia. Lihat-lah
baik-baik dan jangan keliru menyang-ka orang.”
Suaraitu begitu halus, tenang dansabar dan suara itu saja sudah cukupmembuat anak itu
percaya dan kini anakitumemandang wajah mayat yang
dipeluknya.Wajahseorangwanitayangkurus pucat, dengan mata setengah ter-buka, dengan
pandang kosong tanpa caha-yasamasekali,sepertimata sebuahpatung yang pernah dilihatnya.
Dia meng-angkat mayat itu mendekat dan dia merendahkanmukanyasampaimukanyadekat
sekali dengan muka mayat itu.Tidak bernapas lagi hidung dan mulutibunya.
“Ibuuuuu....!”Dan untuk kedua kali-nya dia pun terjungkal bersama mayatibunya, dan roboh
pingsan di dekat ma-yat itu.
“Omitohud....!”TiongKhiHwesiomengeluh ketika dia melihat peristiwa ini.KaoKok

Kisah si Bangau Putih > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com

10

Cumenarik napas danmenggeleng-geleng kepalanya sedangkanWanCenglalu
mendekatianakitu,ber- lututdanmengurut tengkuk dan dadanya.
Anak itu pun mengeluh, lalu mem-buka matanya. Dia segera mencari de-ngan pandang
matanya dan ketika diamelihat tubuh ibunya menggeletak takjauh dari situ, dia pun bangkit
dan menubrukmayat ibunya sambil menangis.Akan tetapi, anak itu agaknya memangmemiliki
kekerasan dan ketabahan hati.Tidak lama dia menangis dan agaknyadia sudah teringat lagi
akan tiga orangtua itu, maka dia lalu bangkit berdirimemandangnya, dia lalu menjatuhkan
diriberlututmenghadapmereka,agaknyasama sekali tidak peduli akan luka-lukayang diderita
tubuhnya, babak belur danlecet-lecet, juga kaki kanannya kehilang-an sepatunya dan
pergelangan kaki itumenggembung besar, tanda bahwa kakiitu salah urat.
“Harap Sam-wi Locianpwe (Tiga
OrangTuaPerkasa)memberiampunkepadasayayangtadibersikap kurang ajar.Dalamkeadaan
seperti ini, saya menjadibingungdanmengiraSam-wi(KalianBertiga) bukan manusia“
Tiga orang itu saling pandang dansependapat bahwa anak ini ternyata me-miliki pendidikan
yang baik dan mengenalaturan. Juga, mata mereka yang tajamdapat mengenal bahwa anak ini
memilikinyali yang besar, sikap gagah dan jugabakat yang baik sekali untuk menjadiseorang
pendekar.
“Anak baik, sekarang belum waktunyabanyakbicara.Apakah engkauhanyaberdua dengan
ibumu ini?” tanya KaoKok Cu. Anak itu mengangguk.
“Kalau begitu, yang terpenting seka-rang, mari ikut bersama kami dan kamijuga akan
membawa jenazah ibumu agarmendapatkan penguburan yang sepatutnyadi tempat kami.”
“Baik,Locianpwe dan terima kasihatas perhatian Sam-wi.” kata anak ituyang segera bangkit
dan tanpa diperintahlagi dia menghampiri mayat ibunya, ber-maksuduntukmemondongnya.
Hal inisaja membuat tiga orang tua itu menjadikagum.Anakinitidakcengeng, tahudiri, cerdik
dan tabah sekali.

“Biarkanpincengyangmembawaje-nazahibumu,anakbaik,”kataTiongKhiHwesiodansekalikedu
alengannyaber-gerak,mayatwanitaitutelahdipondong-nya.Anakitu
terbelalakdanmerasasepertimelihatsulapanatausihirsaja.Diahampirtidak
melihathwesiotuaitumenyentuh mayatibunyaataumengulur-kantangan,seolah-olah mayat
ituyangterbangkedalampondonganhwesiotuaitu!
“Danengkaupuntidaksehatbenar,
marilahengkaukugendong!”katapulaKaoKokCudananakitumenjadise-makinterkejutketikatibatibasaja tu-buhnyamelayangnaikdantahu-tahudiatelahberadadiataspunggungkakek yanglengan
kirinya buntung! Hampir dia men-jeritketakutandan hampirkehilanganlagi kepercayaannya
bahwa tiga orang ituadalahmanusia.Jangan-jangan merekaini benar-benariblis-iblisyang
hendakmembawa pergi dia dan mayat ibunya!
Akan tetapi, nenek itu berkata, “Marikita pergi!” dan kini anak itu mengalamiperistiwa yang
membuat dia takkan da-pat melupakannya selama hidupnya.Diamerasa dibawa terbang oleh
kakekle-ngan satu dan ketika dia melirik ke ka-nan, dia melihat hwesio itu pun seperti terbang
membawa mayat ibunya, sedang-kan nenek itu terbang paling depan. Ba-dai masih

Kisah si Bangau Putih > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com

11

mengamuk hebat, namun tigaorang ini dapat berlari secepat terbangmenempuhbadaiyang
menyerang darisamping.Cepat sekali gerakanmerekadan berkali-kali dia
harusmemejamkanmatanya saking ngeri. Dan ketika merekakeluar dari daerah badai, anak
itumerasa betapa mereka berlari lebih cepatlagi. Kadang-kadang mereka itu melom-pati
jurang-jurang seperti terbang, mem-buat dia merasa ngeri bukan main, danakhirnya
diapunhanyamemejamkan mata agar tidak melihat betapa tubuhnya meluncur pesatdi atas
pundakkakekyang terbang di atas pasir.
Setelah mereka berhenti, barulah anakitu membuka matanya dan dia pun me-nahan
keinginannya untukberteriak sa-king herannya. Dia diturunkan,lalu digandeng masuk ke
dalam sebuah istanabesaryangindahdanjugamenyeramkankarena istanaituberdirimegah
dite-ngah-tengah gurun pasir, tidak mempunyaitetangga seorang pun! Jenazah ibunyajuga
dibawa masuk dan nenek itu lalumerawat jenazah ibunya, diberi pakaian yang utuh,kemudian
diadakan upacarasembahyangsekadarnyasehingga diasebagaiputeraibunyadapatmemberi
hormatdan berkabungataskematianibunya. Dia pun menurut saja ketika tigaorang tua itu
mengusulkan agar ibunyasegera dikubur pada hari itu juga. Me-reka lalu menggali lubang di
kebun bela- kang dan mengubur jenazah itu tanpapeti.
Setelah penguburan selesai dan mere-ka semua kembali ke dalam istana, baru-lah anak itu
yakin bahwa semua yangdialaminya bukanlah mimpi. Kemarin soredia dibawa oleh tiga
orang tua ini, bersama jenazah ibunya, dengan cara
luarbiasa,laribagaikanterbang,sehinggamalam-malam mereka tiba di istana ini.Hanya
semalam ibunya yang telah men-jadi jenazah itu dirawat dan pada keesokan harinya,
penguburan ibunya telahdilakukan dengan baik dan selesai. Kinidiatelahmenjadi seorang anak
yangkehilanganibu,tidaktahuberada ditempat apa, merasa berada di tempatyang aneh, bukan
bagian dari dunia, ber-sama tiga orang manusia yang juga luarbiasa. Apakah dia masih hidup,
ataukahsudah berada di akhirat? Akan tetapikalau dia sudah mati, tentu dia bertemudengan
ibunya. Tidak, dia masih hidup!Ibunyalah yang telah mati, dan dia beradadi tempat tiga orang
sakti. Sebagai pu-tera seorang ahli silat, tentu saja diapernahmendengar tentang orangorangtuayangsakti,akantetapi biasanya mereka itu adalah pertapa-pertapa ataupendeta-pendeta
di kuil. Dan kini, tigaorang tua itu, biarpun yang seorang ada-lah hwesio, bukan tinggal di
dalam gua,melainkan di dalam sebuah istana! Demi-kianlah anak itu membolak-balik
pikiran-nya sendiri ketika dia berlutut di ataslantai, di depan tiga orang yang duduk dibangku
rendah sambil bersila itu. Kemudiandia teringat betapa tiga
orangtuainisudahmelimpahkankebaikankebaikankepadanya.Pertama,kalauti-dakadamerekayangdatang ketikadia
diserangbadaidigurunpasiritu,tentudiasudahtewaspulabersamaibunyadan
ontamereka.Kedua,merekapulayangmembawadiadanjenazahibunyakeistanaanehinidanketiga,
merekate-lahmengurus penguburanibunyasampaiselesai. Teringatakansemua ini,dia lalu
memberihormatkepadamereka sampaidahinyaberkali-kalimenyentuhlantai.
“Sam-wi Locianpwetelah menyelamat-kan saya dan telah mengurus pemakamanibu, sungguh
budi kemuliaan ini sampai mati pun sayatidak akan melupakan-nya,” demikian dia berkata
berulang kalidan baru berhentisetelah kakek yanglengan kirinya buntung itu berkata de-ngan
suara halus.
“Anak baik, duduklah yang benar, danceritakan denganjelas bagaimanaasalmulanya maka
engkau bersama mendiangibumu dapat berada di tempat berbahaya itu dan terserang badai.”
“Nanti dulu!” Tiba-tiba Wan Cengberkata. “Siapa tahu dia menderita luka berat. Mari,

Kisah si Bangau Putih > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com

12

majulah ke dekatku ke sini,Nak, akan kuperiksa keadaanmu.”
Mendengar ini, anak itu tidak beranimembantah dan dia pun merangkak danmendekati
nenekitu. Wan Ceng cepatmemeriksa dan ternyata anak itu hanyamenderita lecet-lecetdan
babak belur,luka di kulit saja, sedangkan pergelangankakinya yangmembengkakituadalah
karena salahurat.Dengan cepat WanCeng mengurut kaki itu dan membetul-kan kembali urat
yang tertarik dan salahduduk, dan mengobati lecet-lecet denganobat luka.
Nah, engkau tidak apa-apa sekarang,ceritakanlah keadaanmu,” kata Wan Ceng.
Anak itu lalu berlututkembali se-perti tadi dan menceritakan riwayatnya.
“Nama saya Tan SinHong, tinggalbersama orang tua sayadi kota
Ban-goandiselatanTembokBesar. Ayahsaya dikenalsebagai Tan-piauwsu(pe-ngawal Tan)
karena ayah saya membukaperusahaanpiauw-kiok(perusahaanpengawalan barang kiriman)
yang mengawalbarang-barangdaganganyangdikirimdaridankeluar
TembokBesar.”Anakitu,yangbernama TanSin Hong,dengan
lan-carlalumenceritakansemuaperistiwayangbaru-baru inimenimpa keluarganya.
Padasuatuhari,Tan-piauwsu,ayahSinHong,menerimatugasmengawal barangbarangberhargauntuk diantarkekotaTuo-lun,sebuah kotayang terletakdidaerahMongol.Barang
itu berupasebuah peti besar terisiemas permata yang amat berharga,karena itu, Tan-piauwsutidak beranimenyerahkan pe-ngawalannya kepada anak buahnyasaja.Dia berangkat
sendiri mengawal barangitu dan menyerahkan urusan perusahaankepadaTang-piauwsu,yaitu
wakilnya.Sebulan kemudian, datang seorang utusanyang membawa pesan dari Tanpiauwsuagar isterinya dan puteranya menyusul kekota Tuo-lun untukdiajak nonton keramaian
tradisionil yang diadakanolehsuku bangsa campuranMancu dan Mo-ngol yang tinggal di sana.
Biarpun perjalanan itu jauh dan me-makan waktu lama, namun Nyonya Tandan puteranya
dengan girangmemenuhi pesan itu. Tang-piauwsu merasa khawatirdan dia sendiri yang
rnelakukan pengawal- an, memimpin dua belas orang anggauta piauw-kiok.
Berangkatlahrombongan inikeluardariTembokBesarmenuju ke utara. Ketika mereka tiba di
dekat kota Tuo-lun, di kaki bukit yang sunyi, tiba-tiba muncul gerombolan
perampokber-topeng. yang jumlahnya dua puluh oranglebih. Gerombolan perampok
inimenye-rang dan tentu saja Tang-piauwsumemimpinanakbuahnyamelakukanper-lawanan.
Pertempuran hebat terjadi, akantetapi gerombolan perampok itu lihai dan dua kali lebihbesar
jumlahnya,makapihak pengawal terdesak dan mulai adayang roboh. Melihat keadaan
berbahaya ini, Tang-piauwsu lalu melarikan kereta yang membawa Nyonya Tan dan Sin
Hong, melarikandiridaritempat itu. Akantetapi,setelahmerobohkan semuape- ngawal,
gerombolan perampok bertopengitu melakukan pengejaran.
Tang-piauwsu melarikan kereta tanpatujuan dan akhirnya mereka tiba di
pa-dangpasir.Melihatadaorangpendudukdaerahituyang membawagaramme-nunggang seekor
onta, Tang-piauwsu lalu membeli onta itu dan menyuruh Nyonya Tan dan Sin Hong untuk
melanjutkanlarinya dengan menunggang onta, sedang-kan dia sendiri menanti di situ
denganpedang di tangan untuk menahan ge-rombolan perampok yang tadi mengancamhendak
menawan Nyonya Tan yang masihkelihatan muda dan cantik.
Karena ketakutan, Nyonya Tan danSin Hong lalu menunggang onta, mem-bawa bekal
seadanya saja dan onta itupun memasuki gurun pasir! Mereka tidaklagi melihat apa yang telah

Kisah si Bangau Putih > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com

13

terjadi se-lanjutnya dengan Tang-piauwsu.
“Karenatakutditawangerombolanperampok yang kasar itu, yang agaknya,menurut perkiraan
Tang-piauwsu, hendakmenangkap ibu dan saya untuk membalasdendam kepada ayah, ibu lalu
melarikanonta itu tanpa tujuan, terus memasuki gurun pasir yang luas. Akhirnya kamitidak
tahu jalan lagi, di mana-mana pasir belaka dan kami membiarkan saja ontaitu mengambil
jalan sendiri. Entah be-rapa harikamimelakukanperjalananseperti itu, kehabisan bekal, bahkan
kan-tung air yang banyak itu pun telah ham-pir habis.Kamimenderita sekali danakhirnya kami
diserang badai. Kami berlindung di balik batu karang, akan tetapibatukarang itu runtuh dan
menimpakami, dan selanjutnya....Sam-wi, telahmengetahui.”
Setelah Sin Hong mengakhiri cerita-nya, Tiong Khi Hwesio berseru.
“Omi-tohud....permusuhan yang tiada henti-nya antara yang untung dan yang
rugi!Paraperampokmerasa dirugikan oleh para piauwsu, banyak bentrokan
terjadiantaramereka yang hendak merampokdan mereka yang hendak melindungi ba-rang
kiriman!”
“Ada yang mencurigakan dalam urusanini,” kata Kao Kok Cu, “Bagaimana se-orang piauwsu
yang berpengalaman begitusembronountukmemanggilisteridanputeranya menyuruh ke tempat
yang demikianjauh,melaluiperjalananyangberbahaya.”
“Memangmencurigakansekali.DanTangpiauwsuitumembiarkanibudananakitumelintasigurunpasir denganbinatangontatanpa
pengawalan,sungguhgegabahsekali,”katapulaWanCeng.
“Biarlahpinceng(saya)yangakanpergikeTuo-lununtukmencariTan-piauwsu dan
memberikabarkepadanyatentangisteridanputeranya.Sin Hong,engkautinggaldulusajadisini
sampai pincengdapatmenemukanayahmudandapatmengetahuiapayangsebenarnyatelahterjadi.”
TanSinHong
mengangguk,“Baik,Locianpwe,sayaakanmenantiberitadarihasilpenyelidikanLocianpwe.”
Diamerasasukasekaliditempatyangindahitu,dan diaberhutang budi.Ingin
diamembalasbudiitu,walaupunhanyade-nganmembersihkantempatitu,istanatuaituyangnampak
nyatidakbegituterawatdenganbaik.Apalagiketikadiamendapat
kenyataanbahwadiistanatuaitutidakterdapat seorangpunpelayan.
Sambilmenanti kembalinyaTiong KhiHwesio,SinHong
mendengarlebihba-nyakdarinenekWanCeng tentangista- natua
itudankinidiatahubahwapeng-huniIstanaGurunPasir ituadalahkakek danneneksheKao
ini,sedangkanTiong KhiHwesioyang kini pergi mencari ayah-nyaadalah seorangsahabatbaik
dantamu kehormatan dari mereka.
Tiga hari kemudian, muncullah TiongKhiHwesio.Setelahminum air sejukjernih yang
dihidangkan oleh SinHong,kakek ini menarik napas panjang.
“Omitohud....Tan Sin Hong, pincengsekali ini terpaksa membawa berita yangtidak
menyenangkan untukmu.” Dan diapun mengelus kepala anak itu yang sudahberlutut di
depannya. Anak itu memangberhatitabah.Biarpunmukanyaagakpucat dan
matanyamembayangkan kekhawatiran,namun suaranya masihte-nang ketika dia berkata
kepada hwesio tua itu.

Kisah si Bangau Putih > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com

14

“Locianpwe, apakah yang telah terjadidengan ayah saya?”
Nenek Wan Ceng jugatidak sabar.“Tek Hoat,apa yang telahterjadi disana?”
Kakekyangmasihkelihatanlelahkarenahabismelakukanperjalananjauhitu,mengusap
peluhdarileher dan muka-nyamempergunakan sehelai
saputanganlebar,kemudianmenghelanapas danmemandangkepadaSinHong dengansinar mata
kasihan.
“Pinceng tiba di kota Tuo-lun danmelakukanpenyelidikan.Akantetapiternyata bahwa Tanpiauwsu tidak per-nah sampai di kota itu....“
“Ayah....!” Sin Hong berseru dengansuara tertahan, matanya menatap wajahTiong Khi
Hwesio, penuh pertanyaan dankekhawatiran.
“Di kota itu pinceng bertemu denganbeberapa orang sahabat baik Tan Piauwsukarena
memang sudah beberapa kali Tanpiauwsu mengawal barang ke kota itu.Bersama mereka
pinceng lalu menyelidikisepanjang jalan menuju ke kota itu dariselatan yang biasa diambil
oleh rombong-an piauw-kok dan di sebuah hutan pinceng menemukan mereka,” Suara
kakekini menurun dan Sin Hong kembali me-natap dengan muka pucat.
“Locianpwemenemukanayah....“tanyanya, kini suaranya agak gemetar,jelas bahwa dia telah
menduga buruk. Dan kakek itu mengangguk.
“Pinceng menemukan Tan-piauwsu dansepuluh orang anak buahnya, semua telahtewas
terbunuh.”
“Ayah....!Ibu....!”Teriakan Sin Hongini lirih saja, seperti keluhan dan dalamkeadaanberlutut
diamenutupimukadengan kedua tangannya. Tiga orang tuaitu hanya memandang dan
membiarkansaja. Sampai beberapa lamanya Sin Hongmenutupi mukanya, tidak
mengeluarkansuara tangis, akan tetapi air mata meng-alir dari celah-celah jari tangannya.
Ke-mudian dia mengusap air matanya de-ngan kedua tangan, lalu dengan suaraagak parau dia
bertanya kepada TiongKhi Hwesio.
“Locianpwe,siapayangmembunuhayah?”
Tiong Khi Hwesio menggeleng kepala.“Tidak ada yang tahu dan tidak ada tan-da-tandanya.
Mereka semua tewas dan agaknya dirampok karena tidak
adabarangberhargalagidisana,kecualipa-kaian yangmenempelditubuhmereka.”

“Ah,siapalagikalaubukanperampokbertopengitu?Danyangmengirimutus-anmengundangnyony
aTandan SinHong tentujugaanggautaperampokbertopeng ituyang sengajamemandangdan
menjebak,”katakakekKaoKokCu. “Agak-nya mereka adalah gerombolan perampok
yangmendendamkepadaTan-piauwsusehinggaselainmerampok,jugaingin membasmi
keluarganya.”
“Aku lebih condong mencurigai Tang-piauwsu itu!” Tiba-tibaWan Ceng ber-kata.
“Mengawal barang yang amat ber-harga tentu amat dirahasiakan danku-kira yang mengetahui

Kisah si Bangau Putih > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com

15

hanyalah Tan-piauw-sudanpembantunyaitu.Tidakakanmengherankan kalau kelak diketahui
bah-wa yangmengatursemuaperampokandan pembunuhan itu adalah Tang-piauwsu, oleh
karena itu dia pula yang menyuruhnyonya Tan dan Sin Hong melarikan dirike gurun pasir,
yang berarti sama de-ngan mengirim mereka ke lembah maut.”
“Omitohud kita tidak bolehsem-barangan sangka. Urusan ini adalah urus-an Sin Hong dan
biarlah dia saja yangkelakmelakukanpenyelidikan.Engkautenangkan hatimu Sin Hong.
Teman-temanayahmu telah mengutus penguburan jena-zah ayahmu dan anak buahnya, dan
kalausuami isteri tua penghuni IstanaGurunPasirini tidakberkeberatan,pincengmengusulkan
agar SinHong tinggal disini mempelajari ilmu dari kita bertiga.”
Suamiisteri itu agakterkejut dan memandang wajah hwesio itu penuh per-hatian. “Apa
alasanmu berkata demikian,Tek Hoat?” kata nenek Wan Ceng.
“Banyakperistiwa terjadididuniayang aneh-aneh dan biasanya kita anggapsebagai hal yang
kebetulan saja.Akantetapi, bukankah dibalik peristiwa itu ada yang mengaturnya? Bukankah
sudahmenjadikehendakTuhan YangMahaKuasa maka terjadi hal-hal yang kelihat-an
kebetulanitu?ContohnyaTan SinHong ini. Keluarganya tertimpa malape-taka, ibunya tewas,
ayahnyatewas dan dia pun nyaris tewas. Coba lihat segalamacamkebetulanyangtelahterjadi!
Pertama-tama,kebetulansekalipincengmengunjungikaliandankemudianke-betulansekalikita
bertigabermain-maindenganbadaigurunpasir!Kalautidakkebetulan
pincengberkunjungtentukitatidak bermain-maindengan badaidankalautidak
kebetulankitabermainmaindenganbadaitentukitatidakakanme-lihatSinHong!Dankalaubegitu,apajadinya?Tentudiatel
ah tewaspula!Bukankahsemuakebetulan itusepertitelahdiaturolehThian
(Tuhan)?Nah,kitajanganmenolakkehendakThiandanharusmenerimanya
sebagaiperintahNya.Marikitaterimaanakini
sebagaimuridkitayangterakhir,untukmenampungpeninggalanterakhirdarikita.Bagaimanapenda
patkalian?”
Suamiisteriitusalingpandang.Me- rekatelah mewariskanilmu-ilmu merekakepada
puteratunggal merekayangber-namaKaoCin Liongdan kinitinggal dikotaPao-tengdekat
kotaraja,jugame- reka mengajarkan
beberapamacamilmukepadaCanBiLanyangkinimenjadinyonya Sim Houw.Apakahkini
merekaharusmengambil seorangmuridlagike-tikausia
merekasudahamattua?Akantetapi,adabenarnyajugapendapatTiong KhiHwesiotadi
tentangperistiwa ke-betulanyangmerupakantandakekuasaan dankehendakThian.
MerekamengangguksetujudanWanCengberkata sambil tersenyum.
“TekHoat,kalaubegituengkaujugaharustinggaldisiniuntukmewariskanilmumukepadanya.”
“Ha-haha,tentusaja!Pincengme-mangsukasekalimenghabiskansisausiapincengdisini,kalaukaliantidak
ber-keberatan.”

“Kenapakeberatan?Kamisukase-kali!”katakakekKaoKokCu.“Akantetapikitatidakbolehmelupa
kanhalyangterpenting,yaituapakahTanSinHongsukatinggaldisinisebagaimuridkita?”

Kisah si Bangau Putih > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com

16

SinHongsejaktadimendengarkansajapercakapanitu.Diasedangteng-gelamdalamlamunanpenuh
duka.Ayahibunyatewas secaramendadakdandiatidakmemilikiapaapalagi.Terutamasekali,diaterkesan sekali oleh percakap-an tiga orang tua itu tentang
kemati