Inventarisasi Endapan Mineral Logam Tipe SEDEX di Daerah Sijunjung Dan Sekitarnya, Kab. Solok - Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat

INVENTARISASI ENDAPAN MINERAL LOGAM TIPE SEDEX
DAERAH SIJUNJUNG DAN SEKITARNYA,
KABUPATEN SOLOK SELATAN, SUMATERA BARAT
Oleh: Yose Rizal
P2K Sub Direktorat Mineral Logam
SARI
Lokasi penyelidikan termasuk kedalam wilayah Kabupaten Solok Selatan, Provinsi Sumatera
Barat yang secara geografis dibatasi oleh koordinat 101°15’00” – 101°25’00” BT dan 1°15’00”
– 1°25’00” LS.
Berdasarkan data geokimia regional, adanya anomali unsur Pb, Ag dan Zn yang secara
teoritis anomali seperti ini lazim ditemukan pada lingkungan mineral logam tipe SEDEX
(sedimentary exhalative).
Ada enam satuan batuan yang teramati di daerah penyelidikan, dari muda adalah satuan
Alluvium, satuan Batulempung-batulempung pasiran, satuan Batuan gunungapi, satuan
Batugamping kristalin, satuan Batuan intrusif andesit dan satuan Batuan metamorf. Ubahan
teramati pada batuan breksi andesit berupa argilik mengadung pirit menyebar berbutir halus
hingga kasar.
Hasil penghitungan statistic geokimia sediment sungai : unsur Cu mempunyai nilai omali 51427 ppm, unsur Pb mempunyai nilai anomali 70-365 ppm, unsur Zn mempunyai anomali 169-737
ppm, unsure Ag mempunyai nilai anomali 4 - 5 ppm, unsur Ni mempunyai nilai anomali 67-86
ppm, unsure Mn mempunyai nilai anomali 1315-1967 ppm, unsure Fe mempunyai nilai anomali
9,1 – 25.6%, unsur Ba mempunyai nilai anomali 237-279 ppm dan unsur Au mempunyai nilai

anomali adalah 15-5820 ppb
Kelompok unsur Cu – Pb – Zn dan Au memiliki korelasi yang sangat kuat pada bagian utara
dan tengah, kelompok unsur Zn – Mn – Fe dan Ba memiliki korelasi kuat pada bagian tengah
sedangkan kelompok unsur Ag dan Ni memiliki korelasi sedang pada bagian tengah dan selatan.
daerah penyelidikan.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, tidak teramati singkapan endapan sulfida logam
tipe SEDEX, namun petunjuk awal kemungkinan adanya endapan SEDEX diperoleh dari hasil
penafsiran data anomali geokimia endapan sungai aktif khususnya adanya peningkatan nilai Pb,
Zn dan Ba yang mencolok di bagian selatan daerah penyelidikan (sekitar G. Talakik).
Tipe endapan emas yang ada diperkirakan berdasarkan kehadiran mineral sinabar bersama
emas dijumpai G. Talakik adalah epitermal. Sesuai dengan lingkungan batuannya, endapan emas
ini diduga berumur Tersier dan jauh lebih muda dibandingkan dengan endapan tipe SEDEX yang
dicari atau diduga tumpang tindih.
Secara spasial keterdapatan mineralisasi emas epitermal dalam batuan breksi hidrotermal
yang menerobos lingkungan batuan tua (metamorf) atau serpih dan batuan gunungapi andesitik
terdapat bersamaan dengan anomali Pb, Zn dan Ba yaitu di sekitar G.Talakik. Ini memberi
dugaan adanya pengaburan endapan SEDEX yang dicari dalam pengertian tumpang tindih.
Deduksi yang dapat disampaikan: larutan hidrotermal pembawa emas pada kondisi yang
berbeda namun pada lokasi yang sama secara teoritis bisa saja indikasi pembawa endapan
SEDEX (epigenetik) di daerah ini. Namun hal ini masih merupakan pembuktian dengan metoda

lain secara sistematis.

Pendahuluan
Kegiatan dilakukan guna menindak lanjuti hasil penyelidikan geokimia regional yang pernah
dilakukan sebelumnya di daerah ini. Daerah ini ditafsirkan berdasarkan geokimia regional sebagai
anomali unsur Pb, Ag dan Zn, secara teoritis anomali seperti ini lazim di lingkungan mineral logam
tipe SEDEX (sedimentary exhalative). Penyelidikan dimaksudkan untuk mencari kaitan antara
anomali geokimia regional yang terdapat di daerah ini dengan keterdapatan endapan mineral logam.
Lokasi penyelidikan termasuk kedalam wilayah Kabupaten Solok Selatan dan Provinsi Sumatera
Barat, secara geografis dibatasi oleh koordinat 101°15’00” – 101°25’00” BT dan 1°15’00” – 1°25’00”
LS, dengan Kota Padang Aro sebagai ibu kota kabupaten (Gambar 1).

Gambar 1. Peta Lokasi Penyelidikan Daerah Kab. Solok Selatan, Prov. Sumatera Barat
Metoda penyelidikan yang digunakan adalah penyelidikan geokimia (sediment sungai aktif),
pengambilan conto konsentrat dulang dan pemetaan geologi serta pengambilan conto batuan ubahan
dan mineralisasi.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan terhadap conto-conto yang diambil dari lapangan untuk
dilakukan analisis kimia (Cu, Pb, Zn, Ni, Ag, Au, Ba, Mn, Fe, dan Ba), analisis petrografi dan
mineragrafi dan analisis mineralogi butir.
Penyelidik terdahulu yang telah melakukan penyelidikan di daerah ini antara lain adalah :


o

Diatma D, Tahun 1982, Subdit Geokimia dan Informasi Mineral, Direktorat Sumber Daya
Mineral, Bandung melakukan Penyelidikan Geokimia Regional Daerah Painan-Alahanpanjang,.

o

Gurniwa A, Tejasiswa dan Kartawa W., Tahun 1981, Subdit Geokimia dan Informasi Mineral,
Direktorat Sumber Daya Mineral, Bandung.melakukan Penyelidikan Geokimia daerah Lembar
Peta Painan A dan Muarasiberut.

o

Rosidi H.M.D, Tjokrosapoetro S dan Pendowo, tahun 1976, Puslitbang Geologi Bandung,
menysun Peta Geologi Lembar Painan dan bagian timurlaut daerah Muarasiberut, Sumatera,
sekala 1:250.000.

o


Seksi Geokimia Eksplorasi, Subdit. Geokimia dan Informasi Mineral, Direktorat Sumberdaya
Mineral.Tahun 1993, melakukan Penyelidikan geokimia tindak lanjut bagian Lembar Peta Painan,

o

Sumartono dan Sukmana N., Tahun 1991, melakukan eksplorasi geokimia sedimen sungai aktif di
daerah Surian – Alahanpanjang, Sumatera Barat.

Geologi Umum
Daerah penyelidikan di sekitar B.Hari ini termasuk ke dalam Peta Geologi Lembar Painan dan
Bagian Timurlaut Lembar Muarasiberut, Sumatra (H.M.D., Rosidi dkk, 1976). Berdasarkan peta
geologi tersebut di daerah penyelidikan ini terdapat beberapa jenis batuan yaitu: Batuan terobosan
granit yangberumur Jura, batuan gunungapi terubah dari Formasi Palepat yang berumur Perm Atas,
batugamping terhablur sebagai anggota batugamping Formasi Bukit Barisan yang berumur Perm
Awal, batuan malihan yang termasuk kedalam Formasi Bukit Barisan yang berumur Perm, batuan
sedimen berupa konglomerat dan batupasir dari Formasi Sinamat yang berumur Eosen – Oligosen
sedangkan endapan yang paling muda adalah enndapan aluvial yang terdiri dari endapan lepas berupa
lempung,pasir dan kerikil yang berumur Resen Sebaran dari kelompok batuan tersebut ditampilkan
dalam peta geologi (Gambar 2). Adapun rincian kelompok batuan tersebut adalah sebagai berikut:
Satuan Batuan Gunungapi, terdiri dari lava, tufa sela hablur dan tufa sela berkomposisi andesitan

terpropilitkan akibat proses hidrotermal, termineralkan sehingga mengandung pirit, tembaga dan
molibden, lava basalan dan riolitan tersebar tidak beraturan dalam formasi ini. Pada umumnya lava
andesitan dengan plagioklas menengah dan mineral mafik terubah menjadi serisit dan klorit. Tufa sela
dan tufa hablur tufa hablur mengandung pecahan-pecahan andesit dan basal. Formasi ini juga
mengandung batulanau keras terkersikan, batutanduk, serpih dan batugamping hablur terlapis baik.
Satuan batuan ini dikelompokan ke dalam Formasi Palepat yang berumur Perm dan menjemari dengan
Formasi Bukit Barisan.
Satuan Batugamping terhablur merupakan batugamping termalihkan dan terhablurkan dan pejal
yang berumur Perm Awal sebagai Anggota Batugamping Formasi Barisan.
Satuan Batuan Malihan, terdiri dari filit, sabak, batugamping, batutanduk dan grewake meta.
Filit terdiri dari muskopit, serisit, klorit dan kuarsa, sedikit turmalin, epidot, zircon dan grafit. Rijang
banyak sekali terdapat. Urat kuarsa magmatik mengandung emas terdapat di daerah S. Sapat. Satuan
ini menjemari dengan Formasi Palepat dan dinyatakan sebagai Formasi Bukit Barisan yang berumur
Perm.
Satuan Endapan Permukaan, terdiri dari endapan sungai yang terdiri dari lumpur, pasir lepas
kerikil hingga bongkah yang diendapkan di sepanjang aliran sungai-sungai besar. Dan dinyatakan
berumur Kuarter. Di sepanjang sungai-sungai besar di daerah ini banyak penduduk setempat
melakukan pendulangan emas yang materialnya mereka ambil dari endapan sedimen aktif ataupun dari
tebing-tebing sungai baik yang berupa endapan aluvial muda, tua ataupun endapan undak sungai.


Struktur geologi yang dijumpai di daerah kerja adalah sesar, lipatan dan kekar. Sesar dan
kelurusan umumnya berarah baratlaut – tenggara searah dengan Sesar semangko di Bukit Barisan serta
sesar geser di beberapa tempat. Struktur dan kelurusan yang umum juga teramati di lapangan searah
dengan arah Sungai Sangir dan Batang Hari yang membelok tiba-tiba dan dari citra Landsat.
Mineralisasi yang dijumpai di daerah ini ialah Timbal (Pb) dan Seng (Zn) di Muara Sungai Nubu,
Tembaga (Cu), Timbal (Pb) dan Seng (Zn) di Dusun tangah serta Tembaga (Cu) dan Seng (Zn) di
Muara Sungai Palu.

Gambar 2. Peta Geologi Regional Daerah Solok Selatan, Provinsi Sumatera Barat
Geologi Daerah Penyelidikan
Secara umum morfologi daerah penyelidikan dapat dibagi kedalam tiga satuan utama yaitu,
morfologi perbukitan terjal, morfologi perbukitan landai dan dataran alluvial. Satuan morfologi
perbukitan terjal sangat luas menempati daerah penyelidikan, pada level ketinggian diatas 300 m diatas
permukaan laut, mulai dari bagian tengah hingga utara dan barat laut serta sedikit di bagian selatan,
diantaranya meliputi daerah Abai, cabang-cabang S. Batang Hari dan S. Sikiah. Pada penampakan
lapangan, bagian dari morfologi ini dicirikan oleh tebing terjal yang sebagian besar tersusun dari
litologi batugamping kristalin dan batuan metamorf (batusabak).
Sungai-sungai yang mengalir di daerah morfologi perbukitan terjal ini pada umumnya memiliki
penampang lembah “V” mengindikasikan tahapan sungai muda. Sungai-sungai ini merupakan cabangcabang S. Sangir dan S. Batang Hari.
Satuan morfologi perbukitan bergelombang landai menempati sebagian kecil daerah penyelidikan

terutama di bagian tengah sisi sebelah timur. Satuan morfologi ini berada pada ketinggian dibawah 300
m diatas permukaan laut. Sungai-sungai yang mengalir pada morfologi ini memiliki lembah-lembah
yang lebar namun alirannya cukup deras dan banyak mengendapkan kerikil-bongkah batuan. Diantara
sungai tersebut yang mengalir adalah S. Sangir dan S. Batang Hari.

Satuan morfologi dataran alluvial menempati bagian selatan daerah penyelidikan, sekitar Abai
dan Bakardalam. Morfologi ini dicirikan dengan topografi di bawah 200 m diatas permukaan laut dan
pola sungai “meander” yang mengalir di satuan morfologi ini. Komposisi endapan alluvial ini secara
umum terdiri dari endapan kerikil, pasir hingga lempung/lumpur. Daerah morfologi ini umumnya
dimanfaatkan sebagai lahan persawahan dan pemukiman. Aliran sungai di dalam satuan morfologi ini
memperlihatkan lembah yang sangat lebar dengan gradien rendah.
Ada enam satuan batuan yang teramati di daerah penyelidikan, dari muda ke tua sebagai berikut :
(Gambar 3)
Alluvium : Satuan batuan ini diduga berumur Kuarter hingga Resen merupakan paduan dari
endapan kerikil, pasir hingga lempung. Satuan batuan ini terutama menempati bagian selatan daerah
penyelidikan dan diperkirakan merupakan hasil pegendapan S. Sangir, hal ini dapat diamati dari pola
“meander” sungai tersebut yang memotong sebagian endapan alluvial.
Batulempung-batulempung pasiran : Satuan batuan ini diduga sebagai anggota dari Formasi
Sinamat berumur Eosen-Oligosen. Penyebarannya cukup luas, menempati bagian sisi timur daerah
penyelidikan memanjang mulai dari selatan hingga utara. Luas penyebarannya dicirikan dengan

topografi yang relatif landai. Pada umumnya terdiri dari jenis batulempung dengan perlapisan cukup
jelas, dengan kemiringan agak landai (34°) kearah barat laut. Sebagian besar berwarna abu-abu gelap
namun di beberapa lokasi teramati berwarna hitam. Batulempung pasiran hanya teramati di bagian
selatan daerah penyelidikan.
Satuan Batuan gunungapi : Satuan batuan ini menyebar terutama di bagian paling utara daerah
penyelidikan terdiri dari lava dan tufa. Secara setempat dengan penyebaran sangat terbatas ditemukan
di bagian selatan sekitar G. Talakik, terdiri dari breksi vulkanik dengan komponen fragmen tufa
andesitik. Batuan breksi gunungapi ini teramati telah mengalami ubahan dan mengandung mineralisasi
emas. Diduga kuat batuan ini mengalami pensesaran dan breksiasi hidrotermal.
Satuan Batugamping kristalin : Satuan batuan ini diduga berumur Perm Awal dan merupakan
anggota Formasi Barisan. Penampakan fisik batuan ini umumnya berwarna abu-abu gelap dan
mengandung urat-urat halus kalsit, keras, kompak, tidak teramati fosil dan mengalami struktur.
Penyebarannya cukup luas; menempati bagian selatan, tengah dan utara daerah penyelidikan. Pada
pengamatan lapangan sebagian berdekatan dengan batuan intrusif andesit namun tidak teramati batas
kontak yang jelas.
Batuan intrusif andesit : Satuan batuan ini tersingkap di tiga lokasi, yaitu di bagian tengah dan
selatan daerah penyelidikan. Tekstur batuan ini pada lokasi tertentu tampak porfiritik, dimana kristal
plagioklas cukup besar tertanam pada massa dasar mineral piroksin. Satuan ini diduga merupakan
anggota dari Formasi Palepat berumur Perm Awal, dengan demikian menjemari dengan batugamping
kristalin. Pada pengamatan lapangan satuan ini telah mengalami ubahan argilik dan propilitisasi,

bahkan secara setempat teramati mengadung sulfida logam.
Batuan metamorf : Satuan batuan ini menyebar cukup luas mulai dari bagian selatan, tengah dan
utara daerah penyelidikan. Pada pengamatan lapangan satuan batuan ini dicirikan kehadiran batusabak
dengan foliasi umumnya kearah tenggara dan belahan (“cleavage”) N350°E (hampir utara-selatan).
Satuan ini, terutama di bagian selatan (berbatasan dengan hutan lindung) tampak mengandung uraturat kuarsa dengan ketebalan beberapa cm hingga 10 cm dan arah urat-urat sebagian besar mengikuti
bidang foliasi, sebagian kecil memotong bidang foliasi.
Indikasi patahan berupa bidang-bidang sesar dan zona lemah teramati di empat lokasi; dua di
bagian tengah berupa bidang sesar maupun zona lemah dan dua lagi di bagian selatan berupa bidang
sesar dan “slickendside”. Di bagian tengah berupa zona lemah ditunjukkan oleh kehadiran zona
argillik selebar 2 meter arah tenggara-barat laut karenanya diduga sebagai sesar mendatar (pramineralisasi). Bila dikaitkan dengan hasil interpretasi foto udara yang tercantum pada peta geologi
Lembar Solok menunjukkan kesesuaian dengan pengamatan di lapangan ini, oleh karena itu diduga
ada korelasi antara sesar di bagian tengah ini dengan yang ada di bagian selatan.

Petunjuk adanya sesar di bagian tengah dan selatan teramati pada singkapan batuan andesit
porfiritik berupa bidang-bidang sesar dan breksiasi dimana bagian barat daya relatif bergeser turun
kearah barat daya dan berpasangan dengan arah umum pengkekaran kearah timur laut-barat daya
membentuk “conjugate shear”. Masing-masing struktur ini bila dilihat dari pola jurus, saling berkaitan
dengan keberadaan struktur di bagian utaranya sehingga dalam hal ini dapat dikorelasikan.
Petunjuk struktur sesar normal di daerah G. Talakik di bagian selatan pada sisi barat daerah
penyelidikan sangat mudah dikenali dengan bidang-bidang sesar dan “slickenside” pada singkapan

batuan metamorf (sabak) yang sudah mengalami gangguan ubahan dan mineralisasi. Kehadiran sesar
di sekitar gunung ini diduga menyebabkan terjadinya longsoran-longsoran batuan dengan dicirikan
bidang “slickenside” pada permukaan bongkah batuan. Arah sesar pada bagian ini adalah tenggarabaratlaut, sama dengan arah sesar di daerah paling selatan sehingga diduga memiliki hubungan
pembentukan.

Gambar 3. Peta Geologi dan Lokasi Mineralisasi Daerah Solok Selatan, Provinsi Sumatera

Ubahan dan Mineralisasi : Ubahan teramati pada batuan breksi andesit berupa argilik mengadung
pirit menyebar berbutir halus hingga kasar. Berdasarkan hasil analisis kimia unsur menunjukkan bahwa
kandungan Au conto ini cukup signifikan yaitu 240 ppb. Batuan intrusif andesit porfiritik juga telah
mengalami ubahan menjadi propilit dan ubahan argillik tapi tidak banyak sebaran piritnya.
“Stockwork” kuarsa pada batuan metamorf banyak dijumpai terutama di bagian selatan daerah
penyelidikan. Kandungan unsur emas urat kuarsa ini cukup rendah (Au: 12 ppb hingga 16 ppb) sehingga
dapat dikategorikan “barren” (tidak pembawa mineralisasi emas). Kandungan logam dasar juga cukup
rendah: Cu berkisar 35 ppm hingga 105 ppm, Zn berkisar 35 ppm hingga 87 ppm, Pb berkisar 18 ppm
hingga 36 ppm. Secara urat kuarsa ini tidak pembawa mineralisasi logam. Namun kandungan Ba cukup
signifikan yaitu 441 ppm.
Pada batas paling selatan daerah penyelidikan urat-urat kuarsa tersebut umum dijumpai pada
singkapan batu sabak dengan arah sebagian besar mengikuti bidang foliasi namun sebagian lagi
memotong bidang foliasi. Namun kandungan unsur logam kuarsa ini berdasarkan analisis kimia satu

conto batuan, cukup kecil kecuali Zn yang mencapai 117 ppm. Karenanya, urat-urat kuarsa pada
batusabak tidak membawa mineralisasi yang signifikan dan secara genetik tidak dapat dikatakan bahwa
pembentukan urat kuarsa ini “syngenetic” dengan pembentukan batusabak di daerah ini tapi terkesan
epigenetik.
Petunjuk mineralisasi logam dasar ditemukan pada singkapan batuan andesit porfiritik berupa
mineral malahit (tembaga oksida/kalkopirit?),. Namun berdasarkan analisis kimia unsur, ternyata
kandungan Cu conto ini tidak signifikan (hanya 16 ppm).
Petunjuk mineralisasi logam mulia ditemukan di daerah G. Talakik berupa bekas penambangan
rakyat. Satu conto batuan yang diperlihatkan penambang tradisional menunjukkan adanya “native gold”
pada fragmen breksi gunungapi (untuk sementara ini sebelum dipastikan dengan analisis laboratorium
diduga sebagai breksi hidrotermal). Fragmen mengandung emas umum ditemukan penduduk setempat
pada saat melakukan penambangan tradisional dengan cara menggali melalui “shaft”. Zona breksi
hidrotermal ini merupakan batuan yang biasa diolah oleh penduduk untuk mendapatkan emas. Breksi ini
terdiri dari komponen batuan gunungapi yaitu tufa andesitik tersemenkan oleh kuarsa dan sebagian besar
(60%) mengandung mineral pirit halus dan sulfida lainnya.
Secara setempat dengan menggunakan “loupe” juga teramati mineral sinabar dengan butiran cukup
halus. Hasil analisis kimia unsur terhadap conto ini menunjukkan nilai Hg mencapai 29,2% dan Au 115
ppb hingga 813 ppb. Pada lokasi conto lain sekitar G.Talakik ini, kandungan Au cukup signifikan (240
ppb) dan (212 ppb). Nilai Au ini juga diikuti peningkatan nilai kandungan Cu, Pb dan Zn.
Indikasi adanya sumber logam mulia di daerah penyelidikan ini juga ditunjukkan dengan
ditemukannya butiran emas dalam dulang pada sejumlah conto konsentrat dulang yang diambil dari
cabang-cabang sungai di bagian selatan daerah penyelidikan. Disamping itu, secara nyata masih
ditemukan penambang tradisional aktif beroperasi di bagian hulu S. Batang Hari dengan cara menggali
endapan teras sungai (“bench gravel”).
Sebaran Mineral Berat : Berdasarkan hasil identifikasi mineralogi butir terhadap semua conto
konsentrat dulang yang diambil dari daerah penyelidikan ini menunjukkan bahwa kelompok mineral
oksida seperti magnetit, ilmenit, oksida besi, garnet dan mineral mafik merupakan mineral yang paling
umum hadir dalam konsentrat dulang. Mineral logam sulfida yang teramati diantaranya pirit, kalkopirit
dan sinabar pada lokasi tertentu dan pada beberapa lokasi teramati adanya butiran emas yaitu pada
beberapa conto di bagian utara (sekitar hilir S. Batang Sangir) dan bagian selatan daerah penyelidikan
(hulu S. Batang Sangir). Pada umumnya butiran emas yang teramati berkisar dari sangat halus hingga
halus, dengan persentasi jumlah butiran emas paling besar ditemukan di bagian selatan daerah kerja.
Hal yang menarik, karena sangat umum hadir dalam berbagai endapan tipe ekshalatif seperti Sedex
(Sedimentary Exhalative) adalah ditemukannya indikasi barit dalam satu lokasi di bagian tengah daerah
penyelidikan. Disamping itu, juga ditemukan butiran kalkopirit (di dua lokasi) dan sinnabar (di satu
lokasi) yang dapat dikaitkan dengan keberadaan emas tipe epitermal atau tipe emas-tembaga (porfiri).

Geokimia
Berdasarkan hasil analisis kimia unsur terhadap semua conto endapan sungai menunjukkan nilai
kisaran dan kelompok nilai unsur-unsur sebagai berikut:
1.

Cu mempunyai nilai kisaran 9 ppm hingga 427 ppm dan secara statistik dapat dikelompokkan
kedalam empat kelompok nilai. Dari kelompok ini, yang dipandang merupakan kelompok nilai
beranomali adalah 51-427 ppm. Penyebaran nilai beranomali ini terlihat menyebar mulai dari utara,
tengah hingga selatan derah penyelidikan.

2.

Pb mempunyai nilai kisaran 4 ppm hingga 365 ppm dan secara statistik dapat dikelompokkan
kedalam empat kelompok nilai sebagaimana ditunjukkan pada peta Lampiran 2. Nilai beranomali
adalah 70-365 ppm. Penyebaran nilai beranomali ini terlihat mengelompok hanya di dua tempat yaitu
di bagian tengah dan selatan derah penyelidikan khususnya di tiga cabang sungai Batang Sangir.

3.

Zn mempunyai nilai kisaran 44 ppm hingga 737 ppm dan secara statistik dapat dikelompokkan
kedalam empat kelompok nilai sebagaimana ditunjukkan pada peta Lampiran 3. Kelompok nilai yang
dipandang merupakan kelompok nilai beranomali adalah 169-737 ppm. Penyebaran nilai beranomali
ini terlihat cenderung mengelompok mengikuti pola anomali Pb (dibagian tengah dan selatan derah
penyelidikan).

4.

Ag mempunyai nilai kisaran 100 ppb)
dijumpai pada empat lokasi yang kesemuanya berada pada bagian selatan daerah penyelidikan (sekitar G.
Talakik).

Gambar4. Peta Sebaran Unsur Au Daerah Batang Sangir, Kab. Solok Selatan, Sumatera Barat

Gambar 5. Peta Korelasi Unsur Cu, Pb, Zn, dan Au Daerah Sangir, Kab. Solok Selatan, Prov.
Sumatera Barat

Gambar 6. Peta Korelasi Unsur Zn, Mn, Be dan Fe, Daerah Batang Sangir, Kab. Solok Selatan,
Prov. Sumatera Barat

Indikasi Endapan Sedex
Bila dikaitkan dengan maksud dan tujuan kegiatan penyelidikan di wilayah ini yaitu untuk
mengetahui ada tidaknya endapan SEDEX (sediment exhalative), sebelum membahas hasil-hasil
penyelidikan, akan dijelaskan pengertian endapan SEDEX pada dua alinea berikut ini.
SEDEX (sedimentary exhalative) adalah suatu jenis endapan sulfida masif yang berasosiasi dengan
batuan sedimen. SEDEX terdiri dari perlapisan (layers) sulfida masif yang interbedded dengan perlapisan
batuan sedimen termasuk sedimen kimia seperti rijang, barit dan karbonat serta sedimen klastik seperti
lanau, mudstone dan argilit, dimana pegendapannya terjadi di dasar laut. Ketebalan perlapisan masif
sulfida berkisar dari beberapa milimeter hingga beberapa meter. Masif sulfida sendiri terdiri dari selangseling dari perlapisan sulfida besi (pirit dan/atau pirhotit) dengan sfalerit dan galena.
Sulfida masif terbentuk dari hasil presipitasi larutan hidrotermal yang dialirkan ke dasar laut melalui
suatu saluran (“vent”). Saluran ini berupa zona yang memotong bagian bawah perlapisan batuan sedimen
(“footwall”) dan memasuki horizon sulfida masif diatasnya. Saluran hidrotermal ini hadir/teramati
sebagai jaringan urat-urat (“vein networks”) dan/atau penggantian batuan induk (“replacement”) pada
batuan “footwall” namun sering sulit diamati dan bahkan tidak selalu hadir. Pembentukan sulfida masif
terjadi pada saat yang bersamaan dengan batuan induk (“syngenetic”). Namun bisa juga mineralisasi
sulfida terbentuk ketika fluida hidrotermal yang kaya logam melewati sedimen induk dan menggantikan
pirit hasil tahap awal diagenesa. Cekungan sedimen dimana SEDEX terbentuk paling sering dibatasi oleh
sejumlah patahan (basin-bounding faults) dan cekungan ini biasanya berada dalam suatu cekungan besar
(large sedimentary basins) yang memiliki kisaran umur dari 300 juta hingga 1,8 milyar tahun.
Dalam eksplorasi, selain menggunakan metoda pemetaan geologi konvensional, untuk tahapan awal
endapan SEDEX dapat diselidiki dengan menggunakan metoda geokimia endapan sungai aktif dan tanah.
Untuk wilayah drainase yang alirannya bersumber dari endapan SEDEX, hasil metoda geokimia endapan
sungai biasanya akan menunjukkan nilai anomali unsur-unsur Pb, Zn, Ag dan Ba yang cenderung
berkorelasi positif. Pada penyelidikan geokimia tanah, anomali keempat unsur ini akan cenderung
mengarah kepada lokasi yang diperkirakan sebagai zona endapan SEDEX
Jika mengacu kepada endapan SEDEX yang sudah ditemukan di Daerah Dairi Sumatera Utara,
karakteristik geologi yang dapat dikutip adalah sebagai berikut:
o

Zona SEDEX berada dalam batuan induk jenis silty carbonaceous shales (lanau karbonan), zona ini
mencapai permukaan. Posisi bijih dimulai dari permukaan hingga sekitar 200 m. Satuan batuan lain
yang juga bisa dijumpai di permukaan adalah: dolomitic siltstones yang termineralisasi, shaledolostones dan dolostones dimana lode juga ditemukan dibatas kedua satuan ini. Semua satuan
batuan serta bijih menyebar hingga ke permukaan sehingga bisa dipetakan.

o

Zona SEDEX sendiri berada pada footwall patahan dalam batuan silty carbonaceous shale dan
sejajar perlapisan searah sayap antiklin. Secara regional satuan-satuan batuan ini dikenal sebagai
batuan black shale, siltstones dan batuan karbonat dari Group Tapanuli berumur Karbon (300 juta
tahun) yang sebelumnya tidak dikenal sebagai batuan induk bagi mineralisasi.

Dengan melihat keadaan geologi regional maupun lokal, daerah penyelidikan merupakan bagian dari
batuan tua yang sudah terangkat, hal ini sesuai dengan penampakan di lapangan dimana cukup luas
tersingkap batuan metamorf (batusabak). Bila dikaitkan dengan ciri-ciri umum endapan SEDEX maupun
yang ada di Dairi Sumatera Utara, beberapa pengamatan penting yang bisa disampaikan disini adalah:
o

Adanya singkapan batusabak yang memiliki umur kurang lebih sama dengan formasi batuan di Dairi.

o

Dijumpainya batusabak yang memiliki urat-urat kuarsa yang umumnya sejajar dengan foliasi dan
sebagian kecil memotong bidang foliasi sembarang arah.

o

Di tempat tertentu terutama pada batas antara breksi termineralisasi dan batuan metamorf, dijumpai
ubahan dan sulfida (pirit) pada batusabak/serpih. Memberi kesan adanya larutan pembawa
mineralisasi menerobos batuan serpih melalui zona lemah dan mengubah batuan (epigenetik).

o

Teramati struktur yang memotong batuan metamorf dan mengandung “stockwork” kuarsa.

Hasil pengamatan lapangan tidak serta merta memastikan ada tidaknya tipe endapan SEDEX di
daerah penyelidikan karena ciri utama yaitu endapan sulfida Seng dan Timah hitam yang mengikuti
perlapisan batuan tidak teramati. Namun, dengan diperolehnya sejumlah conto batuan serpih/sabak yang
mengalami ubahan dan mineralisasi, memastikan bahwa proses pembentukan mineralisasi logam telah
berlangsung di daerah penyelidikan ini.
Dengan minimnya data petunjuk geologi dari hasil pengamatan lapangan yang dapat mencirikan atau
mengarah kepada tipe endapan SEDEX, maka hasil analisis geokimia endapan sungai aktif, batuan dan
mineralogi butir menjadi sangat penting. Distribusi dan korelasi unsur-unsur khas endapan SEDEX
seperti Pb, Zn, Ag dan Ba serta keterdapatan mineral-mineral barit, galena dan sfalerit dalam konsentrat
dulang juga menjadi indikasi penting.
Melihat hasil geokimia endapan sungai aktif, terdapat kandungan unsur-unsur Pb (70 – 365 ppm),
Zn, Ag dan Ba beranomali cukup signifikan. Jika dibandingkan dengan SEDEX Dairi, dimana kelompok
anomali Pb dalam endapan sungai: 50 – 100 ppm, 500 - 1000 ppm dan 1000 - 62.500 ppm. Keterdapatan
unsur-unsur khas (Pb) yang beranomali ini memberi kesan adanya indikasi endapan tipe SEDEX di
daerah penyelidikan. Bila pola masing-masing unsur ditumpang tindihkan (overlay) satu sama lain,
bagian selatan daerah penyelidikan khususnya bagian cabang S. Batang Sangir (selatan G. Talakik)
merupakan lokasi dimana nilai anomali unsur-unsur khas endapan SEDEX tersebut berimpitan. Hal
memberi kesan bahwa bagian hulu dari aliran sungai dimana anomali keempat unsur ini berimpitan
merupakan daerah yang mungkin sebagai tempat kedudukan endapan tipe SEDEX.
Untuk lebih memperkuat dugaan ini, dicoba dilihat hubungan keempat unsur tersebut berdasarkan
faktor koefisien korelasi multivarian. Diantara unsur-unsur khas endapan SEDEX hanya unsur Pb dan Zn
yang mempunyai hubungan yang sangat kuat (faktor 1) yaitu di bagian selatan G. Talakik. Kedua unsur
ini juga memiliki korelasi yang sangat kuat dengan unsur Au dan Cu. Sayangnya, data-data geokimia
tersebut diatas tidak didukung dengan penyelidikan geokimia tanah karena metoda ini tidak direncanakan
pada kegiatan ini.
Indikasi Emas Epitermal
Berdasarkan pengamatan geologi di bagian selatan daerah penyelidikan, kehadiran batuan breksi
termineralisasi yang terlihat seolah memotong batusabak ataupun sedimen termetakan/serpih cukup
menarik untuk dikaji. Kehadiran breksi yang komponennya batuan gunungapi ini diperkirakan sebagai
breksi hidrotermal. Biasanya terjadi akibat tekanan larutan hidrotermal yang cukup tinggi terkurung oleh
lapisan batuan dan lalu tiba-tiba menghancurkan batuan penutup diatasnya (batuan metamorf dan
gunungapi) pada zona lemah akibat struktur. Kehadiran breksi hidrotermal semacam ini mengindikasikan
adanya pembentukan mineralisasi yang lebih muda dari umur endapan SEDEX yang dicari.
Dari data pengamatan megaskopis, breksi ini mengandung mineral sinabar dan pirit. Sinabar
merupakan mineral yang terbentuk pada suhu rendah dan biasanya berasosiasi dengan endapan emas
epitermal dekat permukaan. Hal ini sesuai dengan kenyataan di lapangan bahwa daerah pemunculan
breksi hidrotermal ini merupakan bekas penambangan emas tradisional. Dalam kaitannya dengan
pencarian endapan SEDEX, pemunculan tipe mineralisasi emas epitermal bisa mengaburkan pengamatan
lapangan apabila terdapat pada satu lokasi dengan endapan SEDEX. Andaikan endapan SEDEX benarbenar telah terbentuk di daerah penyelidikan ini maka mineralisasi emas epitermal yang jauh lebih muda
telah menutupinya.
Untuk mengetahui adanya sulfida logam yang terbentuk pada umur yang jauh lebih tua (jenis
SEDEX) dibandingkan endapan emas epitermal memerlukan penelitian lebih lanjut misalnya
mengidentifikasi jenis sulfida logam yang benar-benar berasosiasi dengan sedimen atau sedimen
termetakan yang ada. Penelitian ini lebih memungkinkan dilakukan/ditekankan di bagian selatan daerah
penyelidikan sekarang, oleh karena secara geologi bagian selatan lebih banyak ditempati batuan metamorf
berumur tua dimana mengandung urat kuarsa sehingga paling mungkin berasosiasi dengan endapan
SEDEX. Namun karena daerah ini sebagian besar merupakan kawasan hutan lindung maka tidak
seluruhnya dapat diselidiki.

Kesimpulan
o

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, tidak teramati singkapan endapan sulfida logam tipe
SEDEX. Namun, petunjuk sangat awal kemungkinan adanya endapan SEDEX diperoleh
berdasarkan hasil penafsiran dari data anomali geokimia endapan sungai aktif khususnya adanya
peningkatan nilai Pb, Zn dan Ba yang mencolok di bagian selatan daerah penyelidikan (sekitar G.
Talakik).

o

Tipe endapan emas yang ada diperkirakan berdasarkan kehadiran mineral sinabar bersama emas
dijumpai G. Talakik adalah epitermal. Sesuai dengan lingkungan batuannya, endapan emas ini
diduga berumur Tersier dan jauh lebih muda dibandingkan dengan endapan tipe SEDEX yang
dicari atau diduga tumpang tindih.

o

Secara spasial keterdapatan mineralisasi emas epitermal dalam batuan breksi hidrotermal yang
menerobos lingkungan batuan tua (metamorf) atau serpih dan batuan gunungapi andesitik
terdapat bersamaan dengan anomali Pb, Zn dan Ba yaitu di sekitar G.Talakik. Ini memberi
dugaan adanya pengaburan endapan SEDEX yang dicari dalam pengertian tumpang tindih.

o

Deduksi yang dapat disampaikan: larutan hidrotermal pembawa emas pada kondisi yang berbeda
namun pada lokasi yang sama secara teoritis bisa saja indikasi pembawa endapan SEDEX
(epigenetik) di daerah ini. Namun hal ini masih merupakan pembuktian dengan metoda lain
secara sistematis.

Saran-saran
1.

Penyelidikan lanjutan disarankan untuk dilakukan disekitar G. Talakik dan meluas kearah perbatasan
dengan formasi batuan sabak menggunakan metoda geokimia tanah “grid system” cukup rapat
maupun geokimia batuan secara sistematis, pemetaan geologi rinci, studi mikroskopis batuan dan
inklusi fluida. Penyelidikan lanjutan ini lebih bersifat ilmiah yang dimaksudkan selain untuk
mengetahui anomali yang dapat melokalisir kemungkinan adanya endapan SEDEX, juga untuk
mengetahui hubungan antara keberadaan emas dengan kemungkinan adanya tipe endapan SEDEX.

2.

Di daerah bagian utara (hilir S. Batang Sangir) banyak dijumpai penambangan emas tradisional, hal
ini menunjukkan adanya sumber emas potensial di daerah ini yang perlu diselidiki lebih lanjut. Bila
dikaitkan dengan keberadaan emas di G. Talakik, ada dugaan lokasi sumber emas primer di wilayah
ini berasal dari perbukitan bagian tengah daerah penyelidikan. Metoda penyelidikan lanjutan yang
diusulkan meliputi: penyelidikan geofisika IP di sekitar G. Talakik, pemetaan geologi rinci di daerah
antara G. Talakik dan hilir S. Batang Sangir.

3.

Perlu pemerintah daerah setempat menertibkan dan membina penambang emas tradisional yang
banyak beroperasi di hilir S. Batang Sangir supaya mengindahkan prosedur penambangan yang
berwawasan lingkungan misalnya tidak membuang air raksa ke sungai dan melakukan penambangan
yang aman.

DAFTAR PUSTAKA
Crow MJ, Johnson CC, McCourt WJ and Harmanto (1993b). The simplified geology and known
metalliferous mineral occurences, Solok Quadrangle Southern Sumatera Geological and Mineral
Exploration Project, Directorate of Mineral Resources, Bandung, Indonesia.
Davis AE and Hartati RD (1991a). Procedures manual for the analysis of geochemical samples for the
Southern Sumatra Geological and Mineral Exploration Project SSGMEP Report Series No.6
Directorate of Mineral Resources/ Geological Research and Development Centre, Bandung,
Indonesia.
Rosidi H.M.D, Tjokrosapoetro S and Pendowo (1976). Peta Geologi Lembar Painan dan Bagian
Timurlaut Lembar Muarasiberut, Sumatra, sekala 1:250.000. Puslitbang Geologi, Bandung,
Indonesia.