Portal Publikasi - STKIP Siliwangi Bandung – JURNAL INFINITY : Volume 1 No. 1 – Februari 2012

JURNAL INFINITY
ISSN 2089-6867
Volume 1, Nomor 1, Februari 2012, hlm. 1-125

DAFTAR ISI
Membangun Kemampuan Komunikasi Matematis dalam Pembelajaran
Matematika
Wahid Umar

1-9

Menumbuhkan Daya Nalar ( Power Of Reason ) Siswa Melalui Pembelajaran
Analogi Matematika
Rahayu Kariadinata

10-18

Hubungan Antara Self-Concept Terhadap Matematika dengan Kemampuan
Berpikir Kreatif Matematik Siswa
Risqi Rahman


19-30

Penerapan Teori Perkembangan Mental Piaget pada Konsep Kekekalan Panjang
Idrus Alhaddad

31-44

Pembelajaran Matematika Berbasis-Masalah yang Menghadirkan Kecerdasan
Emosional
Ibrahim

45-61

Membangun Keaktifan Mahasiswa pada Proses Pembelajaran Mata Kuliah
Perencanaan dan Pengembangan Program Pembelajaran Matematika melalui
Pendekatan Konstrutivisme dalam Kegiatan Lesson Study
Farida Nurhasanah

62-78


Peningkatan Kemampuan Berpikir Statistis Mahasiswa S1 Melalui
Pembelajaran MEAs yang Dimodifikasi
Bambang Avip Priatna Martadiputra
Didi Suryadi

79-89

Pembelajaran Matematika Humanis dengan Metaphorical Thinking untuk
Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa
Heris Hendriana
Penerapan Metode Besaran Pivot dalam Penurunan Rumus Taksiran Interval
dari Koefisien Regresi Linear Sederhana
Nar Herrhyanto

90-103

104-125

Pengantar Dewan Redaksi
Dengan senantiasa mengharap rahmat dan ridho Allah SWT, Jurnal Infinity,

Program Studi Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung dapat hadir
kehadapan pembaca. Untuk itu Dewan Redaksi menyampaikan terima kasih
yang sedalam-dalamnya kepada para penulis yang telah mengirimkan
artikelnya untuk dimuat pada Volume 1 ini.

Dalam Jurnal Infinity Volume 1 No. 1 Tahun 2012 ini disajikan sembilan
artikel yang terdiri dari lima artikel tentang hasil kajian penelitian bidang
pendidikan Matematika,

dan empat artikel tentang kajian teoritik

pembelajaran bidang Pendidikan matematika. Mudah-mudahan artikel yang
dimuat dalam jurnal ini menjadi masukan dan inspirasi bagi para peneliti
dalam bidang pendidikan sejenis ataupun bagi para peneliti lain. Disamping itu
mudah-mudahan artikel yang dimuat dapat memberikan sumbangan pada
pengembangan pembelajaran matematika.

Akhir kata Dewan Redaksi mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak
yang terlibat dalam penyusunan jurnal ini.


Bandung, Februari 2012
Dewan Penyunting

Infinity

Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.1, Februari 2012

MEMBANGUN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DALAM
PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Disusun oleh :

Wahid Umar
Program Studi Pendidikan Matematika
FKIP Universitas Khairun Ternate
Abstrak:
Sampai saat ini peran guru dalam membangun kemampuan komunikasi matematis siswa
khususnya dalam pembelajaran matematika masih sangat terbatas. Kemampuan
komunikasi merupakan aspek yang sangat penting yang perlu dimiliki oleh siswa yang
ingin berhasil dalam studinya. Senada dengan itu, menurut Kist (Clark, 2005)
kemampuan komunikasi yang efektif merupakan kemampuan yang perlu dimiliki oleh

siswa untuk semua mata pelajaran.
Kemampuan komunikasi matematis (mathematical communication) dalam
pembelajaran matematika sangat perlu untuk dikembangkan. Hal ini karena melalui
komunikasi matematis siswa dapat mengorganisasikan berpikir matematisnya baik
secara lisan maupun tulisan. Di samping itu, siswa juga dapat memberikan respon yang
tepat antar siswa dan media dalam proses pembelajaran. Bahkan dalam pergaulan
bermasyarakat, seseorang yang mempunyai kemampuan komunikasi yang baik akan
cenderung lebih mudah beradaptasi dengan siapa pun dimana dia berada dalam suatu
komunitas, yang pada gilirannya akan menjadi seorang yang berhasil dalam hidupnya.
Dalam tulisan ini, penulis menyajikan tentang pengertian kemampuan komunikasi
matematis, dengan cakupan dua hal yakni kemampuan siswa menggunakan matematika
sebagai alat komunikasi (bahasa matematika), dan kemampuan siswa
mengkomunikasikan matematika yang dipelajari sebagai isi pesan yang harus
disampaikan. Bagaimana dan mengapa komunikasi penting untuk membangun suatu
komunitas matematis melalui jalur komunikasi terbuka di dalam kelas.
Kata kunci : komunikasi matematis, matematika sebagai bahasa, aktivitas sosial

Dalam upaya mengantisipasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang semakin maju, pembelajaran matematika di kelas perlu direformasi,
(Tandaliling, 2011). Tugas dan peran guru bukan lagi sebagai pemberi

informasi (transfer of knowledge), tetapi sebagai pendorong siswa belajar
(stimulation of learning) agar dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuan
melalui berbagai aktivitas termasuk aspek berkomunikasi. Menurut Silver dan
Smith (1996: 20) mengutarakan bahwa tugas guru adalah: (1) melibatkan
siswa dalam setiap tugas matematika; (2) mengatur aktivitas intelektual siswa
dalam kelas seperti diskusi dan komunikasi; (3) membantu siswa memahami
ide matematika dan memonitor pemahaman mereka.

1

Infinity

Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.1, Februari 2012

Pandangan kedua ahli Silver dan Smith ternyata kemampuan komunikasi
matematis memang perlu ditumbuhkembangkan di kalangan siswa. Hal ini
diperkuat oleh Baroody (1993: 107), bahwa pembelajaran harus dapat
membantu siswa mengkomunikasikan ide matematika melalui lima aspek
komunikasi yaitu representing, listening, reading, discussing dan writing.
Selanjutnya disebutkan sedikitnya ada dua alasan penting, mengapa

komunikasi dalam pembelajaran matematika perlu ditumbuhkembangkan di
kalangan siswa. Pertama, mathematics as language, artinya matematika tidak
hanya sekedar alat bantu berpikir ( a tool to aid thinking), alat untuk
menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi
matematika juga "an invaluable tool for communicating a variety of ideas clearly,
precisely, and succinctly. Kedua, mathematics learning as social activity: artinya,
sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika, sebagai wahana
interaksi antar siswa, serta sebagai alat komunikasi antara guru dan siswa.
Di sisi lain, Greenes dan Schulman (1996: 168) yang mengatakan bahwa
komunikasi matematik merupakan: (I) kekuatan sentral bagi siswa dalam
merumuskan konsep dan strategi matematik, (2) modal keberhasilan bagi
siswa terhadap pendekatan dan penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi
matematik, (3) wadah bagi siswa dalam berkomunikasi dengan temannya
untuk memperoleh informasi, membagi pikiran dan penemuan, curah
pendapat, menilai dan mempertajam ide untuk meyakinkan orang lain.
Dengan demikian, kemampuan komunikasi matematis sebagai salah satu
aktivitas sosial (talking) maupun sebagai alat bantu berpikir (writing) yang
direkomendasi para pakar agar terus ditumbuhkembangkan di kalangan siswa.
Komunikasi memainkan peranan sentral dalam Professional Teaching
Standards NCTM, karena mengajar adalah mengkomunikasikan. (Jacob,

2003:2). Gagasan dokumen itu merupakan contoh bagaimana kita
mengkomunikasikan apa yang kita ketahui tentang belajar siswa dengan
berbagai audiens. Ini merupakan hubungan antara tujuan assessmen dengan
apa dan bagaimana kita berkomunikasi. Komunikasi merupakan esensi dari
mengajar, assessing, dan belajar matematika. Apabila mengajar, kita
membutuhkan aktivitas-aktivitas, a.l. misalnya, kita perlu untuk mendengarkan.
Kita perlu mendengarkan untuk apa siswa mengerti, untuk apa mereka
mengetahui, dan untuk apa mereka berpikir tentang matematika dan belajar
matematika.
Ada dua alasan penting mengapa pembelajaran matematika terfokus pada
pengkomunikasian. Pertama, matematika pada dasarnya adalah suatu bahasa -- bahasa kedua. Kedua, matematika dan belajar matematis dalam bathinnya
merupakan aktivitas sosial.

2

Infinity

Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.1, Februari 2012

Komunikasi Matematika: Aspek Penting Yang Perlu Perhatian


Berbagai sumber juga menyebutkan tentang peran penting komunikasi dalam
pembelajaran matematika (NCTM, 1996, 2000b; Cai, 1996; Baroody, 1993;
Miriam, dkk, 2000; Karen, dkk, 2000; Sandra, 1999, David, 2000, Pugalee, 2001,
Knuth, 2001)
Pengungkapan pentingnya komunikasi dalam pembelajaran matematika, dapat
ditemukan pula dalam berbagai buku pelajaran matematika di Amerika Serikat.
Misalnya, dalam buku Connected Mathematics dituliskan bahwa The
Overarching Goal of Connected Mathematics adalah All students should be able
to reason and communicate proficiently in mathematics (Lappan, 2002).
Sedangkan dalam buku Mathematics: Applications and Connections disebutkan
salah satu tujuan yang ingin dicapai adalah memberikan kesempatan seluasluasnya kepada para siswa untuk mengembangkan dan mengintegrasikan
keterampilan berkomunikasi melalui modeling, speaking, writing, talking,
drawing, serta mempresentasikan apa yang telah dipelajari (Collins, dkk, 1995).
Kurikulum Nasional 2006 yang berbasiskan sesuai tingkat satuan pendidikan
baik untuk tingkat SD, SMP maupun SMA juga mengedepankan kemampuan
komunikasi matematika sebagai salah satu kemampuan dasar yang perlu
dimiliki siswa.
Menurut Baroody (1993), pada pembelajaran matematika dengan pendekatan
tradisional, komunikasi (lisan) siswa masih sangat terbatas hanya pada

jawaban verbal yang pendek atas berbagai pertanyaan yang diajukan oleh guru.
Bahkan menurut Cai (1996) it is so rare for students to provide explanation in
mathematics class, so strage to talk about mathematics, and so surprising to
justify answer.
Komunikasi matematika perlu menjadi fokus perhatian dalam pembelajaran
matematika, sebab melalui komunikasi, siswa dapat mengorganisasi dan
mengkonsolidasi berpikir matematisnya (NCTM, 2000a), dan siswa dapat
meng explore ide-ide matematika (NCTM, 2000b). Selain itu menurut Atkins
(1999) komunikasi matematika secara verbal (mathematical conversation)
merupakan a tool for measuring growth in understanding, allow participants to
learn about the mathematical constructions from others, and give participants
opportunities to reflect on their own mathematical understandings.
Kesadaran tentang pentingnya memperhatikan kemampuan siswa dalam
berkomunikasi dengan menggunakan matematika yang dipelajari di sekolah
perlu ditumbuhkan, sebab salah satu fungsi pelajaran matematika adalah
sebagai cara mengkomunikasikan gagasan secara praktis, sistematis, dan efisien.
Atau dalam istilah Baroody
: an invaluable tool for communicating a
variety of ideas clearly, precisely, and succintly.


3

Infinity

Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.1, Februari 2012

Menurut Baroody (1993) sedikitnya ada 2 alasan penting yang menjadikan
komunikasi dalam pembelajaran matematika perlu menjadi fokus perhatian
yaitu (1) mathematics as language; matematika tidak hanya sekedar alat bantu
berpikir (a tool to aid thinking), alat untuk menemukan pola, atau
menyelesaikan masalah namun matematika juga an invaluable tool for
communicating a variety of ideas clearly, precisely, and succintly, dan
mathematics learning as social activity; sebagai aktivitas sosial, dalam
pembelajaran matematika, interaksi antar siswa, seperti juga komunikasi gurusiswa merupakan bagian penting untuk nurturing children s mathematical
potential . Bahkan menurut Cai
communication is considered as the
means by which teachers and students can share the process of learning,
understanding, dan doing mathematics.
Peran Guru Dalam Meningkatkan Komunikasi Matematika di Kelas

Menurut Cobb dalam (Sandra, 1999), dengan mengkomunikasikan
pengetahuan yang dimiliki siswa, dapat terjadi renegosiasi respon antar siswa,
guru hanya berperan sebagai filter . Cai dan Patricia
berpendapat
bahwa guru dapat mempercepat peningkatan komunikasi matematika dan
penalaran siswa dengan cara memberikan tugas matematika dalam berbagai
variasi. Menurut Susan (1996) komunikasi matematika akan berperan efektif
manakala guru juga mengkondisikan siswa agar mendengarkan secara aktiflisten actively sebaik mereka mempercakapkannya.

Peran guru untuk menciptakan komunitas matematika di kelas juga sangat
strategis, dalam arti bahwa porsi peran guru sebagai pengajar harus
proporsional dengan peran lain sebagai fasilitator, partisipan atau bahkan
sebagai seorang sahabat di kelas. Dalam Prinsip dan Standar Matematika
Sekolah (NCTM, 2000a) ditegaskan bahwa untuk mensupport pembelajaran
agar efektif, guru harus membangun komunitas di kelas sehingga para siswa
merasa bebas untuk mengekspresikan pemikirannya.
Upaya menciptakan komunitas matematika yang kondusif bagi tumbuh
kembangnya kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan matematika,
dapat dilakukan dengan berbagai jenis aktivitas, antara lain: (i) pemberian
tugas yang bersifat open – ended task, yang memungkinkan siswa menunjukkan
proses dan menjelaskan alasan pengerjaannya (Cai,1996), (ii) melalui
cooperative learning (Nodding dalam Baroody, 1993; Artzt, 1996), (iii)
penggunaan metode proyek (Wanda, 1997), (iv) pengajuan masalah oleh siswa
(Riedesel, 1990), (v) dengan menerapkan strategi pembelajaran think-talkwrite (Huinker, 1996), dan (vi) dengan menerapkan strategi explain-build-go
beyond (Sherin, 2000b).

4

Infinity

Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.1, Februari 2012

Komunikasi Matematika, Pemahaman Matematika dan Pemecahan Masalah

Dikemukakan dalam NCTM (2000a) bahwa pemahaman matematika secara
konseptual dapat dibangun melalui pemecahan masalah, penalaran dan
argumentasi. Pemaknaan argumentasi dalam hal ini tentu melibatkan
kemampuan berkomunikasi baik lisan maupun tertulis. Dengan menggunakan
istilah multiple eksplanasi, untuk menyebut berbagai cara berkomunikasi,
Whitin (2000b) mengemukakan bahwa dengan mendorong siswa untuk dapat
menjelaskan dengan berbagai cara, seorang guru tidak hanya memvalidasi the
invidual voices siswa tetapi membangun a rich fabric dari pemahaman
matematika siswa.
Penegasan Within di atas memberikan pengertian bahwa komunikasi baik
lisan, tertulis, demonstrasi maupun representasi dapat membawa siswa pada
pemahaman yang mendalam tentang matematika. Secara lebih luas dapat pula
disimak satu pertanyaan yang diungkapkan dalam NCTM
yakni The
ability to read, listen, think creatively, and communicate about problem
situations, mathematical representations, and the validation of solution will help
students to develop and deepen their understanding of mathematics
Komunikasi matematika tidak hanya dapat dikaitkan dengan pemahaman
matematika, namun juga sangat terkait dengan kemampuan pemecahan
masalah. Hal ini dapat dicermati antara lain dari pendapat Riedesel (1990)
yang mengemukakan bahwa untuk meningkatkan kemampuan dalam
pemecahan masalah ada beberapa cara pengungkapan masalah yang dapat
dilakukan seperti: masalah dengan jawaban terbuka, masalah dinyatakan
dengan menggunakan oral, masalah nonverbal, menggunakan diagram, grafik
dan gambar, mengangkat masalah yang tidak menggunakan bilangan,
menggunakan analogi, dan menggunakan perumusan masalah siswa.
Variasi dalam pengungkapan masalah, yang implementasinya nampak dalam
berbagai tugas yang disiapkan siswa sejalan dengan tujuan aktivitas
pemecahan masalah sebagaimana pendapat Annete (1999) yaitu bahwa guru
dapat menggunakan aktivitas pemecahan masalah untuk tujuan ganda seperti
mengembangkan keterampilan berpikir kritis, keterampilan pengorganisasian
data, dan keterampilan komunikasi.
Komunikasi dan Komunitas Matematika Dalam Pembelajaran

Sebagaimana pengalaman penulis mencermati karakteristik setiap peserta
didik dilapangan, terlihat bahwa perhatian terhadap komunikasi matematika
siswa sebenarnya sudah built in, dalam arti bahwa sintak atau langkahlangkah pembelajaran sebenarnya sudah mendukung upaya pengembangan
5

Infinity

Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.1, Februari 2012

kemampuan
siswa
dalam
berkomunikasi.
Bagaimana
siswa
mengkomunikasikan ide-idenya dalam upaya menjawab masalah kontekstual
yang diberikan guru, bagaimana siswa berpartisipasi aktif dalam diskusi,
negosiasi serta bagaimana siswa mempertanggung-jawabkan perolehan
jawaban mereka atas pertanyaan terbuka maupun tugas-tugas yang diberikan
guru, jelas memerlukan kemampuan untuk mengkomunikasikannya.
Komunitas matematika yang dalam tulisan ini dimaknai sebagai suatu
komunitas (dalam kelas) yang menggunakan matematika sebagai bahan/isi
percakapan – mathematical discourse communties atau disebut pula sebagai
discourse communities in mathematics classroom, menurut Silver dan Smith
(1996) merupakan tantangan khusus yang menarik bagi para guru.
Banyak diungkapkan (antara lain oleh Heaton, 1994; Wood, Cobb dan Yackel,
1991 dalam Sherin, 1996) bahwa percakapan siswa tentang matematika yang
dipelajari di kelas akan membawa pengaruh pula pada cara mengajar guru dan
memberi kesempatan guru untuk rethink terhadap pemahaman matematika
yang mereka miliki. Sejalan dengan hal tersebut, Sherin (2000) mengatakan
bahwa untuk meningkatkan kualitas belajar siswa serta untuk membantu guru
membuat berbagai perubahan dalam mengajarnya, pengembangan komunitas
matematika menjadi sangat penting. Di pihak lain, Baroody (1993)
mengemukakan bahwa untuk membangun komunitas matematika di dalam
kelas, perlu upaya (i) mengembangkan bahasa komunal – development of
communal language, (ii) menerapkan pembelajaran kooperatif, (iii)
menggalakkan penjustifikasian matematika – mathematical justifications.

Untuk mengenalkan dan menggunakan matematika sebagai bahasa komunikasi
pada siswa di sekolah, perlu dilakukan secara hati-hati dan bertahap (sesuai
tingkat intelektual peserta didik). Ada 4 saran yang diberikan Baroody dalam
kaitannya dengan hal tersebut, yakni (i) gunakan language-experience
approach, yakni pendekatan yang didasarkan pada realitas yang meliputi
aktivitas: mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis; dalam aktivitas
tersebut siswa dipandu untuk mengekspresikan reaksi, ide, dan perasaan
berkenaan dengan situasi yang ada di kelas, (ii) definisi dan notasi formal harus
dibangun melalui situasi informal, (iii) kaitkan istilah-istilah matematika
dengan ekspresi yang dijumpai sehari-hari, (iv) penting bagi siswa untuk dapat
membandingkan dan membedakan bahasa matematika dengan bahasa seharihari.
Hal ini diperkuat oleh Artzt (1996) menunjukkan bahwa melalui pembelajaran
kooperatif yang dilakukan secara efektif dan melakukan penilaian yang cermat
terhadap setiap komunikasi yang terjadi pada setiap aktivitas siswa baik
individu maupun kelompok, dapat mengembangkan kemampuan komunikasi

6

Infinity

Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.1, Februari 2012

dalam pemecahan masalah yang dihadapi. Sedangkan upaya menggalakkan
justifikasi matematika berkaitan dengan perlunya guru secara rutin
menanyakan pada siswa untuk menjustifikasi jawaban dan dugaan yang
diperoleh. Hal ini akan membawa siswa pada suatu kebiasaan agar dapat
mengkomunikasikan setiap hasil pemikirannya.
Upaya untuk membangun komunitas matematika di kelas juga dilakukan oleh
Sherin (2000) dengan menawarkan sebuah model yang disebut sebagai strategi
explain-build-go beyond yakni suatu strategi yang didesain untuk membantu
siswa lebih dari hanya sekedar berbicara tentang matematika tapi percakapan
yang produktif tentang matematika. Esensi dari strategi tersebut adalah
bagaimana siswa mengkomunikasikan perolehan jawaban terhadap problem
yang diberikan guru, kemudian diikuti bagaimana siswa membangun
pemahaman berdasarkan berbagai masukan dari siswa lain, dan akhirnya
bagaimana siswa dapat mengembangkan jawaban untuk permasalahan yang
lebih komplek di seputar masalah tersebut. Selain itu, strategi yang diberikan
oleh Huinker (1996) yaitu think – talk - write juga menekankan perlunya
siswa untuk mengkomunikasikan hasil pemikiran matematikanya.
Kalau dicermati pendapat Sherin dan Huinker tersebut adalah dalam rangkah
mengembangkan kemampuan komunikasi merupakan sebuah model sebagai
strategi explain-build-go beyond yang perlu ditumbuhkembangkan dalam
pembelajaran matematika.
Dalam setiap upaya untuk menjawab permasalahan kontekstual yang diberikan
guru, setiap siswa tentu akan memulai dengan memikirkan (to think) cara
selesaian dengan strategi-strategi informal mereka sendiri. Strategi informal ini
merupakan bahan kajian penting karena itu pengarsipan secara tertulis (to
write) harus dilakukan sebelum dipercakapkan/ dijelaskan (to explain/ to talk)
di kelas. Untuk membangun (to build) pemahaman lebih lanjut, hasil pemikiran
siswa tersebut perlu dikonfrontasikan dengan hasil dari siswa lain melalui
diskusi, negosiasi, dan sebagainya. Hasil pertukaran pemikiran ini juga perlu
diarsipkan secara tertulis. Hal ini dapat digunakan untuk melihat
perkembangan pemikiran siswa setelah melalui uji pertukaran gagasan .

Demikian pula dalam menghadapi masalah kontekstual yang lebih luas dan
kompleks (go beyond), siswa harus menuliskan hasil pemikirannya sebelum
dikomunikasikan dan didiskusikan lebih lanjut. Bila hal ini dilaksanakan
dengan baik, akan terlihat bahwa penciptaan komunitas matematika di kelas
sangat akan terakomodasi. Hal ini aktivitas siswa perlu dikondisikan agar
mereka dapat berinteraksi sesamanya, diskusi, negosiasi, dan kolaborasi. Pada
situasi tersebut, siswa mempunyai kesempatan untuk bekerja, berfikir dan
berkomunikasi dengan menggunakan matematika. Menurut Lauren (1999)

7

Infinity

Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.1, Februari 2012

proses komunikasi yang terjadi akan membantu siswa untuk mulai berfikir
secara matematis, membangun secara benar keterkaitan matematis, dan go
beyond memorizing rules that have little or no meaning for them .

Berkomunikasi secara cermat, tepat, sistematis dan efisien yang dilatih
melalui pelajaran matematika, diharapkan dapat menjadi sebuah kebiasaan
yang dimiliki siswa dalam kehidupan keseharian mereka. Hal inilah sebenarnya
salah satu sumbangan penting komunikasi matematika. Karena itu,
berdasarkan uraian di atas, diharapkan para pendidik untuk
menumbuhkembangkan kemampuan komunikasi matematika siswa, bukan
hanya terjadi di dalam kelas, namun memungkinkan dapat terjadi di luar kelas.
Penutup

Uraian di atas, penulis memberikan gambaran bahwa komunikasi matematis
merupakan salah satu jantung dalam pembelajaran, sehingga perlu
menumbuhkembangkan dalam aktivitas pembelajaran matematika. Hal ini di
perkuat oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (2006) menyebutkan
kemampuan dasar SD sampai dengan SMA, bahwa komunikasi matematis
merupakan salah satu kemampuan dasar yang perlu diupayakan
peningkatannya sebagaimana kemampuan dasar lainnya, seperti kemampuan
bernalar, kemampuan pemahaman matematis, kemampuan pemecahan
masalah, kemampuan komunikasi matematis dan koneksi, serta kemampuan
representasi matematis.
Dengan demikian, makna membangun kemampuan komunikasi bagi guru
adalah sebagai teaching how to learn mathematics , sedangkan bagi siswa
bermakna sebagai learning how to learn mathematics (Jacob, 2003 : 4).
Daftar Rujukan
Artzt, A.F. (1996).«Developing Problem Solving Behaviors by Assessing Communication In
Cooperative Learning". In P.C Elliott, and M.J. Kenney (Eds.). 1996 Yearbook.
Communication in lvlathematics, K-12 and Beyond. USA: NCTM.
Baroody. A.J. 1993. Problem Solving, Reasoning, and Communicating. New York:
Macmillan Publishing.
Cai, Jinfa. 1996. Assesing Students Mathematical Communication. Official Journal of the
Science and Mathematics Volume 96 No 5 Mei 1996. Hal: 238-246.
Cai Jinfa & Patricia. 2000. Fostering Mathematical Thinking through Multiple Solutions.
Mathematics Teaching in the Middle School Vol 5 No 8 April
Clark, K. K., et.al. (2005). Strategies for Building Mathematical Communication in the
Middle School Classroom: Modeled in Professional Development, Implemented in
the Classroom. CIME (Current Issues in Middle Level Education) (2005)11(2), 1-12

8

Infinity

Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.1, Februari 2012

Greenes, C. & Schulman, L. (1996). "Communication Processes in Mathematical
Explorations and Investigations". In P. C. Elliott and M. J. Kenney (Eds.). 1996
Yearbook. Communication in Mathematics. K-12 and Be.vond. USA: NCTM.
Huggins, B., & Maiste, T.(1999). Communication in Mathematics. Master s Action
Research Project, St. Xavier University & IRI/Skylight.
Jacob, C. (2003). Matematika Sebagai komunikasi. Makalah pada Seminar Tingkat
Nasional. FPMIPA UPI Bandung. Tidak dipublikasikan
Kramarski, B. (2000). "The effects of different instructional methods on the ability to
communicate mathematical reasoning". Proceedings of the 24th conference of the
international group for the psychology of mathematics education. Japan.
Lauren & Hunting. 1999. Relating fraction and Decimals: Listening to Students Talk.
Mathematics Teaching in The Middle School. Vol 4 No 5 Februari 1999. Hal: 318321
Marson, J. (2000). Researching Your Own Practice,. The Discipline of Noticing.: Noticing
and Professional Development: Hal: 139-148. London and New York
National Council of Teachers of Mathematics. 1989. Curriculum and Evaluation
Standards for School Mathematics. Reston, Virginia: NCTM.
National Council of Teachers of Mathematics. 2000a. Principles and Standards for School
Mathematics. NCTM: Reston VA.
National Council of Teachers of Mathematics. 2000b. learning Mathematics for A New
Century. 2000 Yearbook NCTM: Reston VA.
National Science Foundation (NSF). 1998. Mathematics in Context: Teachers Resource
and Implementation Guide. Chicago: Encyclopedia Britanica Ed.
NCTM (2000). Principles and Standards for School Mathematics, Reston, Virginia.
Patricia. C. Alcaro, dkk. 2000. Fractions Attack! Children Thinking and Talking
Mathematically. Teaching Children Mathematics Vol 6 No 9 Mei 2000. Hal: 562567
Pugalee, K David. 2001. Using Communication to Develop Students Mathematical
Literacy. Mathematics Teaching in The Middle School Vol 6 No 5 Januari. Hal: 296299
Sandra L Atkins. 1999. Listening to Students. Teaching Children Mathematics. Vol 5 No 5
Januari. Hal: 289-295
Silver, E.A. & Smith, M.S. (1996). "Building Discourse Communities in Mathematics
Classrooms: A Worthwhile but Challenging Journey". In P.c. Elliott, dan M.J.
Kenney. (Eds.). 1996 Yearbook. Communication in Mathematics. K-12 and Beyond.
Reston, V A: NCTM
Tandaliling, (2011),. Peningkatan Pemahaman dan Komunikasi Matematis serta
Kemandirian Belajar Siswa SMA Melalui Strategi PQ4R dan Bacaan Refutation
Text. Disertasi SPs.UPI Tidak diterbitkan

9

Infinity

Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.1, Februari 2012

MENUMBUHKAN DAYA NALAR ( POWER OF REASON ) SISWA
MELALUI PEMBELAJARAN ANALOGI MATEMATIKA
Oleh :

Rahayu Kariadinata
Pengajar pada Program Studi Pendidikan Matematika
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) - Bandung
E-mail : rahayu61@yahoo.com,
Abstrak
Pembelajaran analogi matematika merupakan salah satu alternatif pembelajaran yang
dapat diterapkan dalam rangka menumbuhkan daya nalar (power of reason) siswa.
Melalui analogi matematika siswa dituntut untuk dapat mencari keserupaan atau
keterkaitan sifat dari dua konsep yang sama atau berbeda melalui perbandingan,
selanjutnya menarik suatu kesimpulan dari keserupaan tersebut. Dengan demikian
analogi dapat digunakan sebagai penjelasan atau sebagai dasar penalaran. Sebelum
memulai pembelajaran analogi matematika, sebaiknya guru memeriksa kemampuan
pemahaman konsep matematika siswa, karena tingkat pemahaman siswa akan
berpengaruh kepada daya nalarnya. Tugas (soal-soal) analogi matematika termasuk soal
non rutin, oleh karenanya diperlukan kesiapan guru dalam membuatnya. Pada setiap
soal analogi matematika termuat konsep yang sama atau berbeda, sehingga dibutuhkan
materi yang cukup banyak. Langkah-langkah membuat soal analogi matematika, adalah
: a) susunlah semua konsep dalam matematika yang telah dipelajari siswa ; b) susun pula
sifat-sifat / hubungan yang terdapat dalam setiap konsep, dan c) pilih materi-materi
yang mempunyai sifat / hubungan yang dapat dianalogikan. Dalam tulisan ini diberikan
dua bentuk soal analogi matematika yaitu analogi matematika model 1 dan analogi
matematika model 2. Pembelajaran analogi matematika sebaiknya dilaksanakan setelah
sejumlah konsep dipelajari. Ada baiknya diberikan di kelas-kelas akhir karena banyak
konsep yang telah dipelajari oleh siswa. Daya nalar (power of reason) siswa menjadi
bagian penting dalam proses pembelajaran untuk mengantarkan mereka menuju masa
depannya sebagai warga negara yang cerdas, yang akan dipimpin oleh daya nalar (otak)
dan bukan dengan kekuatan (otot) saja. Sebagaimana dikemukakan oleh mantan
Presiden AS Thomas Jefferson dalam Copi,1
:vii yang menyatakan : )n a republican
nation, whose citizens are to be led by reason and persuasion and not by force, the art of
reasoning becomes of first importance
Kata kunci : Daya nalar, analogi matematika
A. Pendahuluan

Menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat
saat ini, diperlukan sumber daya manusia yang handal dan mampu
berkompetisi secara global. Kompetisi akan menjadi prinsip hidup dalam suatu
masyarakat, karena keadaan dunia yang terbuka dan bersaing untuk mengejar
kualitas dan keunggulan. Kesemuanya ini menuntut setiap insan memerlukan

10

Infinity

Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.1, Februari 2012

kemampuan berpikir. Kemampuan manusia beradaptasi dilandasi oleh
kemampuan berpikirnya yang melahirkan teknologi dan bentuk kehidupan
sosial budayanya (Rustaman, 1990:1).
Dengan demikian pengembangan SDM saat ini harus di titik beratkan pada
kemampuan berpikir, yang melibatkan pemikiran krirtis, sistematis, logis, dan
kreatif. Dalam suatu proses kegiatan berpikir memerlukan pemahaman
terhadap masalah yang berhubungan dengan materi yang sedang dipikirkan,
kemampuan dalam bernalar (reason), kemampuan intelektual , imajinasi, dan
keluwesan (fleksibilitas) dari pikiran yang merentang kedalam hasil pemikiran
(Gosev dan Safuanov, dalam Dahlan , 2004: 2)
Penalaran (reasoning) merupakan salah satu aspek dari kemampuan berpikir
matematik tingkat tinggi dalam kurikulum terbaru, yang dikategorikan sebagai
kompetensi dasar yang harus dikuasai para siswa. Dalam kegiatan
pembelajaran, aktivitas matematika merupakan sarana bagi siswa untuk dapat
memecahkan suatu permasalahan melalui logika nalar mereka. Melalui
aktivitas bernalar siswa dilatih untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat
suatu pernyataan baru berdasarkan pada beberapa fakta. Sehingga pada saat
belajar matematika, para siswa akan selalu berhadapan dengan proses
penalaran.
Daya nalar dan logika merupakan salah satu kemampuan penting dan
keterampilan yang perlu dimiliki dan merupakan fitrah dari manusia. dengan
logika ini, manusia berpikir dan membedakan mana yang benar dan salah.
Dengan daya nalar manusia mampu berpikir untuk terus mempertahankan
kelangsungan hidupnya dan keturunannya. Dengan daya nalar ini manusia
dapat berkreasi dan menciptakan teknologi yang dapat mempermudah
kehidupannya. Dengan daya nalar ini manusia terus berkembang dan
meningkatkan kemampuannya dalam beradaptasi dengan lingkungan yang
dinamis dan berubah secara kontinu.
Berdasarkan uraian di atas, muncul suatu pertanyaan : Bagaimana
menumbuhkan daya nalar (power of reason) siswa ? Berbagai upaya telah
dilakukan, diantaranya dengan digelarnya berbagai kompetisi matematika yang
bertujuan untuk menguji kemampuan dan daya nalar siswa. Daya nalar
merupakan modal utama dalam mempersiapkan mereka menghadapi
persaingan yang sangat ketat di masa datang. Semakin tajam daya nalar
seseorang maka ia akan semakin mampu menghadapi tantangan hidup. Daya
nalar siswa juga terkait dengan tujuan formal, yaitu penataan nalar siswa untuk
diterapkan dalam kehidupannya (Depdiknas, 2001: 8)
Seni bernalar memang sangat dibutuhkan dalam setiap segi dan setiap sisi
kehidupan, agar setiap warga negara dapat menunjukkan dan menganalisis
setiap masalah, dapat memecahkan masalah dengan tepat, dapat menilai

11

Infinity

Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.1, Februari 2012

sesuatu secara kritis dan objektif, serta dapat mengemukakan pendapat
maupun ideanya secara runtut dan logis (Shadiq,2007). Daya nalar (power of
reason) siswa menjadi bagian penting dalam proses pembelajaran untuk
mengantarkan mereka menuju masa depannya sebagai warga negara yang
cerdas, yang akan dipimpin oleh daya nalar (otak) dan bukan dengan kekuatan
(otot) saja. Dengan demikian tak dapat dipungkiri lagi bahwa pentingnya
penalaran bagi setiap warga negara, baik bagi pemimpin, ilmuwan, birokrat,
sampai ke rakyat biasa. Sebagaimana dikemukakan oleh mantan Presiden AS
Thomam s Jefferson (dalam Copi,1978:vii) yang menyatakan : )n a republican
nation, whose citizens are to be led by reason and persuasion and not by force, the
art of reasoning becomes of first importance
Pelajaran matematika diyakini mampu meningkatkan daya nalar. Dengan
mempelajari matematika siswa akan terbiasa berpikir secara sistematis dan
terstruktur karena siswa akan selalu dihadapkan pada pemecahan masalah,
hubungan sebab akibat, pertanyaan dan jawaban yang logis, ilmiah, dan masuk
akal. Pemecahan masalah dalam matematika biasa dilakukan secara terpola
dan sistematis dengan mengikuti satu pola tertentu. Pentingnya daya nalar
bagi siswa tertuang pula dalam Permendiknas 2006 yang menyebutkan bahwa
siswa belajar matematika agar memiliki kemampuan menggunakan penalaran
pada pola dan sifat. Namun kenyataannya banyak siswa yang kurang
menggunakan penalaran dalam mempelajari pola dan sifat yang terdapat pada
materi matematika,
Salah satu upaya menumbuhkan daya nalar (power of reason) siswa, dengan
memberikan suatu bentuk pembelajaran yang lebih menekankan pada analogi
matematika. Analogi merupakan salah satu bagian dari penalaran induktif.
Melalui analogi, siswa dituntut untuk dapat mencari keserupaan atau
keterkaitan sifat dari suatu konsep tertentu ke konsep lain melalui
perbandingan.
Studi yang berkaitan dengan pembelajaran analogi matematika untuk
mengembangkan kemampuan nalar siswa, diantaranya dilakukan oleh
Alamsyah (2000) terhadap siswa MAN kelas 2 di Lampung, dengan
menggunakan tes analogi, melaporkan bahwa kemampuan penalaran analogi
matematika siswa meningkat secara signifikan setelah mendapat suatu
pembelajaran yang menekankan pada penanaman konsep-konsep dan
mengaitkan antar konsep. Selanjutnya,
Kariadinata (2001) melalui
penelitiannya terhadap siswa SMA kelas 1 di Bandung, melaporkan bahwa
kemampuan analogi siswa mengalami peningkatan setelah mendapatkan
pembelajaran kooperatif dengan pendekatan analogi, dan terdapat assosiasi
yang cukup kuat antara pemahaman konsep matematika dan kemampuan
analogi matematika siswa.

12

Infinity

Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.1, Februari 2012

B. Kajian Pustaka
1. Daya Nalar (Power of Reason)

Nalar atau penalaran (reasoning) adalah suatu proses berpikir pencapaian
kesimpulan logis berdasarkan fakta dan sumber yang relevan ( Shurter dan
Pierce dalam Utari,1987:31). Penalaran dapat juga diartikan sebagai proses
berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang
menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang
sejenis juga akan terbentuk proposisi-proposisi yang sejenis.
Selanjutnya, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap
benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak
diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Dalam penalaran, proposisi yang
dijadikan dasar penyimpulan disebut premis (antesedens) dan hasil
kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence). Sebagaimana
dikemukakan oleh Copi (1978:5), Reasoning is a special kind of thinking in
which inference take place, in which conclusions are drawn from premises
Daya nalar (power of reason) merupakan kekuatan memahami dan menarik
suatu kesimpulan. Daya nalar juga merupakan pembentuk (cara berpikir)
bukan sebagai bentukan (hasil pemikiran) , sehingga dominasinya terletak
pada kekuatan pengetahuan , teori dan sejumlah pengetahuan lain
2. Pengertian Analogi

Analogi dalam bahasa )ndonesia ialah kias dalam bahasa Arab, qasa =
mengukur, membandingkan). Berbicara tentang analogi menurut Soekadijo
(1997:139) adalah berbicara tentang dua hal yang berlainan , yang satu bukan
yang lain, dan dua hal yang berlainan itu dibandingkan. Dalam mengadakan
perbandingan kita mencari persamaan dan perbedaan antara keduanya. Jika
dalam perbandingan itu orang hanya memperhatikan persamaannya saja tanpa
melihat perbedaannya maka timbullah analogi persamaan (keserupaan)
diantara dua hal yang berbeda, dan selanjutnya akan ditarik suatu kesimpulan
atas dasar keserupaan tadi. Dengan demikian analogi dapat dimanfaatkan
sebagai penjelasan atau sebagai dasar penalaran.
Dalam istilah peribahasa, kita sering menemukan kalimat rambutnya indah
bagaikan bunga mayang . Disini kita membandingkan dua hal yang berlainan
yaitu rambut dan bunga mayang selanjutnya menganalogikan (membuat
keserupaan) antara rambut yang indah dengan bunga mayang. Contoh lain,
misalnya wajah kedua anak kembar itu bagaikan pinang di belah dua . Dalam
hal inipun kita membandingkan dua hal yang berlainan yaitu wajah dua anak
kembar dan pinang selanjutnya menganalogikan (membuat keserupaan)
antara wajah anak kembar dengan permukaan pinang yang dibelah dua. Kedua

13

Infinity

Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.1, Februari 2012

contoh ini dinamakan analogi non argumentatif,yaitu analogi yang tidak
memerlukan alasan.
Analogi sering digunakan dalam tes potensi akademik, psikotes dan sejenisnya.
Berikut contoh soal analogi
Hubungan antara Nani
dengan Islam

Analog
dengan

Hubungan antara Budi
dengan .....................
A. Pria
B. Jawa
C. Mahasiswa
D. Hindu

Alasan : .........................................................................................

Disini kita membandingkan dua pernyataan (sebelah kiri dan kanan), kemudian
mencari keserupaannya. Melalui suatu proses berpikir/pengamatan pada
pernyataan sebelah kiri, didapat bahwa hubungan antara Nani dengan Islam
merupakan hubungan antara manusia dengan keyakinannya (agama), hal ini
analog (serupa) dengan hubungan antara Budi dengan Hindu (jawaban D).
Sebagai alasan memilih jawaban D, karena analogi yang terjadi adalah analogi
hubungan keyakinan (agama). Contoh ini dinamakan analogi argumentatif,
yaitu analogi yang memerlukan alasan
Sedangkan dalam matematika, kita dapat membuat soal-soal analogi
matematika, yang memuat konsep-konsep matematika yang memiliki
keterkaitan sifat. Berikut contoh soal analogi matematika (dimodifikasi dari tes
dalam Utari,1987)
Hubungan antara bilangan
-2 dengan barisan
8, 6, 4, 2 , ...........

Analog
dengan

Hubungan antara p
dengan barisan .....
A. p+1, p+2, p+3, p+4, .....
B. p, p2, p3, p4, ..................
C. p, 2p, 3p, 4p, ...............
D. p-1, p-2, p-3, p-4, ......

Alasan : ...................................................................................
Melalui suatu proses berpikir pada pernyataan sebelah kiri, diperoleh bahwa
hubungan antara -2 dengan barisan 8,6,4,2,........adalah hubungan sifat beda
pada barisan aritmatika, analog (serupa dengan) hubungan antara p dengan
barisan p,2p,3p,4p,.............(jawaban C), alasannya karena analogi yang terjadi
adalah analogi sifat beda pada barisan aritmatika.
Analogi matematika, dapat membantu siswa untuk memahami suatu materi
lain dengan mencari keserupaan sifat diantara materi yang dibandingkan.

14

Infinity

Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.1, Februari 2012

Untuk dapat menyelesaikan soal analogi matematika diperlukan pemahaman
konsep yang baik.
3. Pembelajaran Analogi Matematika

Salah satu alternatif pembelajaran yang dapat diterapkan dalam upaya
mengembangkan daya nalar (power of reason) siswa adalah pembelajaran
analogi matematika. Pembelajaran ini lebih menekankan pada teknik analogi
dalam matematika. Dengan bimbingan guru siswa dilatih daya nalarnya melalui
proses berpikir untuk menemukan hubungan sifat suatu konsep dan mencari
analoginya berdasarkan sifat tersebut.
Sebelum memulai pembelajaran analogi, sebaiknya guru memeriksa
kemampuan pemahaman konsep matematika siswa, dan dilaksanakan setelah
sejumlah konsep dipelajari. Ada baiknya diberikan di kelas-kelas akhir karena
banyak konsep yang telah dipelajari oleh siswa. Berikut gambaran
pembelajaran analogi matematika
Pertama-tama guru memberikan contoh soal analogi matematika, selanjutnya
melalui dialog, siswa dibimbing untuk mengembangkan daya nalarnya.
Analogi Matematika Model 1

Hubungan antara bilangan
1/3 dengan barisan
243, 81,27, 9,...............

Analog
dengan

Hubungan antara p
dengan barisan.........
A. p+1, p+3, p+9, p+27, .....
B. p, p2, p3, p4, ....................
C. 3p, 9p, 27p, 81p, .........
D. p-3, p-9, p-27, p-81, ....

Alasan : .............................................................................................
Guru

: Coba kalian perhatikan pernyataan sebelah kiri, dinamakan apakah
barisan tersebut ?
Siswa : Barisan geometri
Guru : Baik, nah sekarang coba kalian cari rasionya !
Siswa : Saya bu, rasionya adalah 81/243 = 27/81 = 9/27 = .......... = 1/3
Guru : Baik, sekarang bagaimana kaitan (hubungan) antara 1/3 dengan
barisan 243, 81, 27, 9, ...................
Siswa : Kaitan (hubungan) antara 1/3 dengan barisan 243, 81, 27, 9, ........
adalah hubungan rasio
Guru : Baik, jadi hubungan yang terjadi pada pernyataan sebelah kiri adalah

15

Infinity

Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.1, Februari 2012

hubungan rasio, dengan demikian analog dengan hubungan antara p
dengan barisan p, p2, p3, p4, ........ (jawaban B) yang juga memiliki
hubungan rasio.
Analogi Matematika Model 2

Selain bentuk soal analogi matematika model 1, kita dapat pula membuat soal
analogi yang berbeda yang lebih menuntut daya nalar yang tinggi, seperti
bentuk analogi matematika berikut ini.

Hubungan antara
bilangan 3 dengan
barisan.....................
2, 6, 18, 54, ......... ....
1, 3, 9, 27, .................
4, 12, 36, 108, ...........
7, 10, 13,16,...............

Analog
dengan

Hubungan antara 1/p
dengan barisan...........

Pilihan
jawaban

1/p, 2/p, 3/p, 4/p,.....
p, p+3, p+6, p+9,......
p4, p3, p2, p, ............
p, p-3, p-6, p-9, ....

A
B
C
D

Pembelajaran dapat dilakukan melalui dialog sebagai berikut :
Guru

: Perhatikan barisan-barisan bilangan pada pernyataan sebelah kiri,
sebutkan masing-masing jenis barisan tersebut !
Siswa : Pada pernyataan sebelah kiri A, B, dan C merupakan barisan geometri,
dan D barisan aritmatika
Guru : Baik, selanjutnya carilah jenis barisan yang sama antara pernyataan
sebelah kiri dan pernyataan kanan
Siswa : Saya bu !, C merupakan barisan geometri pada pernyataan sebelah kiri
dan kanan serta D merupakan barisan aritmatika pada pernyataan
sebelah kiri dan kanan
Guru : Baik, nah sekarang tentukan analogi yang terjadi antara pernyataan
sebelah kiri dan kanan dengan mencari hubungan antara bilangan 3
dan 1/p dengan barisan di C dan D
Siswa : C. Bilangan 3 sebagai rasio pada barisan 4, 12, 36, 108, ........... dan 1/p
juga sebagai rasio pada barisan p4, p3, p2, p, ..........
D. Bilangan 3 sebagai beda pada barisan 7, 10, 13, 16, ...... dan 1/p
bukan merupakan beda pada barisan p, p-3, p-6, p-9,.... sehingga
pilihan jawaban yang benar adalah C, karena analogi yang terjadi
adalah analogi sifat rasio pada barisan geometri

16

Infinity

Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.1, Februari 2012

Aspek kognitif yang diukur dalam pembelajaran analogi matematika adalah
kemampuan mencari sifat-sifat hubungan yang terjadi pada suatu konsep dan
selanjutnya mencari keserupaan (analogi) diantara dua konsep yang sama atau
berbeda.
Duit et.al. (1989) mengemukakan bahwa melalui pembelajaran analogi siswa
memperoleh beberapa keuntungan, diantaranya, valuable (bernilai) dalam
mempelajari konsep, siswa termotivasi karena menarik perhatian mereka, dan
mendorong guru untuk mengetahui pengetahuan prasyarat siswa sehingga
miskonsepsi pada siswa dapat terungkap.
4. Cara /Teknik Membuat Soal Analogi Matematika

Dalam membuat soal-soal analogi matematika diperlukan kesiapan guru,
karena berbeda dengan membuat soal matematika yang rutin. Pada setiap soal
analogi matematika termuat konsep yang sama atau berbeda, sehingga
dibutuhkan materi yang cukup banyak. Berikut langkah-langkah dalam
membuat soal-soal analogi matematika
a. Susunlah semua konsep dalam matematika yang telah dipelajari siswa
b. Susun pula sifat-sifat/hubungan yang terdapat dalam setiap konsep
c. Pilih materi-materi yang mempunyai sifat/hubungan yang dapat
dianalogikan.
C. Penutup
Penerapan pembelajaran analogi matematika dalam rangka menumbuhkan
daya nalar (power of reason)) siswa, memerlukan kesiapan baik dari guru
maupun siswa. Bagi guru, sebelumnya perlu mengetahui tingkat kemampuan
pemahaman siswa, karena tanpa pemahaman konsep yang baik akan sulit bagi
siswa menyelesaikan soal analogi matematika.
Bentuk-bentuk soal analogi matematika sesuai dengan cara pembuatannya,
haruslah memenuhi kriteria bahwa sifat-sifat (hubungan) dalam satu konsep
yang dapat dianalogikan dengan konsep yang sama atau berbeda. Melalui
analogi matematika siswa dilatih untuk menggunakan kemampuan kognitifnya
sehingga tumbuh daya nalar yang baik.

17

Infinity

Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.1, Februari 2012

Daftar Pustaka

Alamsyah (2000). Suatu Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan
Penalaran Analogi Matematika. Tesis UPI Bandung : Tidak dipublikasikan
Copi, I.M. (1978). Introduction to Logic. New York : Macmillan
Dahlan, J.A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman
Matematik Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Melalui Pendekatan
Pembelajaran Open-Ended. Disertasi UPI Bandung : Tidak dipublikasikan.
Depdiknas (2001). Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Matematika,
Sekolah Menengah Umum. Jakarta : Depdiknas
Duit. et.al. (1989). Teacher Use of Analogies in Their Reguler Teaching Routnes .
Research in Science Education 19. 291-299
Kariadinata, R.(2001). Peningkatan Pemahaman dan Kemampuan Analogi
Matematika Siswa SMU melalui Pembelajaran Kooperatif. Tesis UPI
Bandung : Tidak dipublikasikan
Rustaman, N. (1990). Kemampuan Klasifikasi Logis Anak (Studi Tentang
Kemampuan Abstraksi dan Inferensi Anak Usia Sekolah Dasar pada
Kelompok Bahasa Sunda). Disertasi PPS IKIP Bandung : Tidak
dipublikasikan
Shadiq, F. (2007) Penalaran (Reasoning) : Perlu dipelajari Para Siswa di Sekolah.
Mengutamakan Daya Nalar dalam Pendidikan. Yogyakarta : Bagi Prabu
Soekadijo, R.G. (1997). Logika Dasar. Jakarta : Gramedia
Utari,S. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA
Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logic Siswa dan Beberapa Unsur
Proses Belajar Mengajar. Disertasi FPS IKIP Bandung : Tidak
dipublikasikan.

18

Infinity

Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.1, Februari 2012

HUBUNGAN ANTARA SELF-CONCEPT
TERHADAP MATEMATIKA DENGAN
KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIK SISWA
Oleh :

Risqi Rahman
Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka, Indonesia
risqirahman@yahoo.co.id
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menelaah dan mendeskripsikan hubungan berpikir kreatif
dengan self-concept Desain penelitian ini adalah survey. Untuk mendapatkan data hasil
penelitian digunakan instrumen berupa tes kemampuan berpikir kreatif dan skala selfconcept siswa. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Negeri 13 Jakarta dengan
sampel penelitian siswa kelas VII sebanyak dua kelas yang dipilih secara cluster random
sampling. Analisis data dilakukan secara kuantitatif. Analisis kuantitatif dilakukan
terhadap data kemampuan berpikir kreatif dan data self-concept. Instrumen yang
digunakan sebanyak 12 soal tes kemampuan berpikir kreatif dan 31 pernyataan
mengenai self-concept. Dalam perhitungan ujicoba intrumen menggunakan program
Anates dan perhitungan statistik menggunakan SPSS 18. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa self-concept mempengaruhi kemampuan berpikir kreatif siswa.
Kata kunci: Kemampuan Berpikir kreatif dan Self-concept
A. Latar Belakang

Menurut Harris (Mina, 2005) banyak pemikiran yang dilakukan dalam
pendidikan matematika formal hanya menekankan pada keterampilan analisis
mengajarkan bagaimana siswa memaham iklaim-klaim, mengikuti atau
menciptakan suatu argument logis, menggambarkan jawaban, mengeliminasi
jalur yang tak benar dan focus pada jalur yang benar. Sedangkan jenis berpikir
lain yaitu berpikir kreatif yang fokus pada penggalian ide-ide, memunculkan
kemungkinan-kemungkinan, mencari banyak jawaban benar dari pada satu
jawaban kurang diperhatikan.
Tingkat kreativitas anak-anak Indonesia dibandingkan negara-negara lain
berada pada peringkat yang rendah. Informasi ini didasarkan pada penelitian
yang dilakukan oleh Hans Jellen dari Universitas Utah, Amerika Serikat dan
Klaus Urban dari Universitas Hannover, Jerman(Supriadi, 1994:85).dari 8
negara yang diteliti, kreativitas anak-anak Indonesia adalah yang terendah.
Berikut berturut-turut dari yang tertinggi sampai yang terendah rata-rata skor
tesnya adalah: Filipina, Amerika Serikat, Inggris, Jerman, India, RRC, Kamerun,
Zulu, dan terakhir Indonesia. Apabila hasil penelitian tersebut benar
menggambarkan keadaan yang sesungguhnya mengenai kreativitas anak-anak
Indonesia, menurut beberapa dugaan, penyebab rendahnya kreativitas anak-

19

Infinity

Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.1, Februari 2012

anak Indonesia adalah lingkungan yang kurang menunjang anak-anak tersebut
mengekspresikan kreativitasnya, khususnya lingkungan keluarga dan sekolah.
Rendahnya kemampuan berpikir kreatif juga dapat berimplikasi pada
rendahnya prestasi siswa. Menurut Wahyudin (2000: 223) di antara penyebab
rendahnya pencapaian siswa dalam pelajaran matematika adalah proses
pembelajaran yang belum optimal. Da