Modal Intelektual dan Daya Saing Perguruan Tinggi di Indonesia | Amrih Rahayuningtyas | Jurnal Akuntansi dan Investasi 860 8221 1 PB

Jurnal Akuntansi dan Investasi, Vol. 18 No. 2, Hlm: 153-162 Juli 2017
Artikel ini tersedia di website: http://journal.umy.ac.id/index.php/ai
DOI: 10.18196/jai.180279

Modal Intelektual dan Daya Saing Perguruan Tinggi
di Indonesia
Dwi Prihatni Amrih Rahayuningtyas* dan Eka Triana
Pascasarjana Ilmu Akuntansi, Universitas Indonesia, Jln. Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo Depok,
Jawa Barat 16424 Indonesia
ARTICLE INFO

ABSTRACT

Article history:
received 15 Feb 2017
revised 17 Apr 2017
accepted 13 Jun 2017

This study aims to examine the factors that affect the disclosure of intellectual
capital on universities in Indonesia, and how the influence of intellectual capital
disclosures on the competitiveness of higher education internationally. This study

uses 35 samples both public and private universities in Indonesia. This research use
linear regression and two stage least square to test the hyphoteses that processed by
Eviews.6. The results showed that the autonomy of the universities and colleges
rank previously have a significant impact on the disclosure of intellectual capital on
the official website of the universities. In addition, the disclosure of intellectual
capital has significant impact on the competitiveness of universities.

Keywords:
Intellectual Capital;
University;
Competitiveness;
Autonomy

PENDAHULUAN
Perguruan tinggi di Indonesia pada tahun
2014 mencapai 4.270 yang terdiri dari sekolah
tinggi, universitas, politeknik, akademi dan institut
(Dirjen Pendidikan Tinggi, 2014). Peningkatan
jumlah perguruan tinggi di Indonesia belum
diikuti dengan peningkatan kualitas perguruan

tinggi, hal ini ditandai dari rendahnya daya saing
perguruan tinggi Indonesia di lingkup internasional. Berdasarkan peringkat perguruan tinggi
yang dirilis oleh QS World University Ranking,
pada tahun 2014 peringkat terbaik yang mampu
dicapai perguruan tinggi di Indonesia adalah
peringkat 310 yang diraih oleh Universitas Indonesia (UI), bahkan pada tahun 2015, peringkat
yang dicapai justru menurun menjadi peringkat
358. Peringkat selanjutnya diraih oleh Institut
Teknologi Bandung (ITB) yang menduduki
peringkat pada rentang 461 sampai 470, peringkat
tersebut tidak mengalami perubahan dibandingkan tahun sebelumnya.
Proses pemeringkatan tersebut diolah oleh
QS World University Ranking dengan melakukan
perbandingan antar 3000 lebih universitas di dunia
dalam hal penelitian, pengajaran, kemampuan
pendidik maupun tenaga pendidikan serta
wawasan internasional. Penelitian ini menggunakan pengukuran peringkat dengan QS World
University Ranking karena dinilai mampu mem-

© 2017 JAI. All rights reserved


berikan pengetahuan mendalam bagi calon mahasiswa untuk mengidentifikasi kelebihan sebuah
universitas (Pratiwi, 2012).
Perguruan tinggi menghadapi persaingan
sebagaimana entitas bisnis pada umumnya. Beberapa persaingan yang dihadapi oleh perguruan
tinggi yaitu pertumbuhan perguruan tinggi,
menarik minat calon mahasiswa dan profesor
sebagai pendidik serta penggalangan dana. Salah
satu mekanisme perguruan tinggi dalam menghadapi persaingan tersebut adalah dengan menampilkan keunggulan maupun sumberdaya yang
dimiliki (Constantin, 2005). Sumberdaya atau aset
yang paling berharga yang dimiliki perguruan
tinggi adalah para pendidik dan mahasiswa yang
berintegrasi membentuk organisasi. Keunggulan
atas aset inilah yang menjadi pembanding antar
perguruan tinggi. Aset utama tersebut tidak dapat
teridentifikasi secara nyata, sehingga disebut aset
tidak berwujud.
Aset tidak berwujud yang menjadi keunggulan kompetitif pada perguruan tinggi dapat
diperoleh dengan cara berinovasi, menerapkan
inisiatif baru serta kemampuan menjalin hubungan positif dengan pemangku kepentingan (stakeholder) (Fazlagic dan Skikiewicz, 2014). Cara-cara

tersebut merupakan nilai yang diperoleh dari
kemampuan organisasi dalam menerjemahkan
pengetahuan yang dimilikinya. Kemampuan tersebut didefinisikan sebagai modal intelektual (inte-

*Corresponding author, e_mail address: dwiprihatni@gmail.com

Jurnal Akuntansi dan Investasi, 18 (2), 153-162: Juli 2017

llectual capital) yang selanjutnya disebut dengan
MI (Fazlagic dan Skikiewicz, 2014).
Pengetahuan, inovasi dan modal intelektual
dalam suatu perguruan tinggi menjadi mekanisme
tersendiri bagi negara-negara yang bertujuan membangun keunggulan kompetitif yang berkelanjutan
(Chen dan Chen, 2013). Modal intelektual dipercaya dapat memperkuat kemampuan inovatif sehingga keunggulan kompetitif dapat tercapai. Ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge-based
economy) mendorong meningkatnya partumbuhan modal intelektual (Wu et al., 2010 dalam
Chen dan Chen, 2013). Pada saat ini, penelitian
yang meneliti knowledge management dan modal
intelektual lebih banyak dilakukan dalam konteks
perusahaan bisnis, namun ketertarikan organisasi
publik seperti universitas dan pusat penelitian

menunjukkan peningkatan (Constantin, 2005).
Rendahnya daya saing perguruan tinggi dalam
lingkup internasional mendorong pentingnya
reformasi pada pengelolaan perguruan tinggi di
Indonesia. Guna penyelenggaraan perguruan
tinggi yang lebih baik, maka perguruan tinggi
memiliki otonomi dalam mengelola organisasinya.
Otonomi perguruan tinggi di Indonesia diatur
dalam Undang-undang No 12 tahun 2012
mengenai pendidikan tinggi. Meskipun setiap
perguruan tinggi memiliki otonomi akan tetapi
pengelolaannya harus memenuhi prinsip akuntabilitas, transparansi, nirlaba, penjaminan mutu
serta efektivitas dan efisiensi. Transparansi pada
perguruan tinggi salah satunya adalah melalui
pengungkapan informasi (Shanchez dan Elena,
2006). Pengungkapan informasi sangat penting
bagi regulator, standar akuntansi, investor dan
konsumen (Debreceny et al., 2002). Pada saat ini,
pengungkapan informasi banyak dilakukan
melalui internet yang berkembang sangat pesat.

Metode pengungkapan berpengaruh dalam peningkatan permintaan informasi oleh stakeholder
baik informasi finansial maupun non finansial.
Selain transparansi, peningkatan daya kompetitif perguruan tinggi didukung dengan pemberian
otonomi pada perguruan tinggi, berdasarkan UU
No. 12 Tahun 2012 tentang pendidikan tinggi.
Kualitas otonomi yang dimiliki perguruan tinggi
berdasarkan penelitian Sanchez et al. (2009)
menunjukkan bahwa saat ini diperlukan adanya
kebebasan dan kreatifitas dalam memadukan
pembiayaan yang berasal pemerintah dan dana
publik. Selain itu, penelitian Chen dan Chen
(2013) mengungkapkan bahwa peringkat yang
telah dicapai sebelumnya mendorong perguruan

tinggi untuk mempertahankan pencapaian tersebut melalui pengungkapan MI.
Fokus utama penelitian ini adalah pengungkapan MI dan bagaimana dampaknya terhadap
daya saing pada perguruan tinggi. Penelitian MI di
perguruan tinggi sangat penting dilakukan karena
perguruan tinggi memiliki peran sebagai produsen
dan penyebar ilmu pengetahuan (Canibano dan

Sanchez, 2009). Jumlah penelitian mengenai pengungkapan MI pada perguruan tinggi di Indonesia
masih sangat sedikit dan masih berfokus pada
analisis deskriptif pengungkapan MI doleh perguruan tinggi, dan jarang yang meneliti keterkaitan
antara MI dengan variabel lainnya, misalnya
kualitas atau daya saing perguruan tinggi. Berangkat dari research gap tersebut, maka penelitian ini
bertujuan untuk meneliti pengaruh pengungkapan
MI pada situs perguruan tinggi, yaitu otonomi dan
peringkat perguruan tinggi yang telah dicapai
sebelumnya, dan menguji pengaruh pengungkapan MI di perguruan tinggi terhadap daya saing
perguruan tinggi secara internasional.
Secara teoritis, penelitian ini memberikan
bukti empiris bahwa otonomi dan peringkat
perguruan tinggi yang telah dicapai sebelumnya
berperan dalam pengungkapan MI pada
perguruan tinggi di Indonesia, dan MI berperan
dalam peningkatan daya saing perguruan tinggi.
Secara praktis, penelitian ini memberikan tambahan informasi bagi perguruan tinggi maupun
pemerintah bahwa MI mampu meningkatkan
daya saing perguruan tinggi Indonesia secara
internasional, sehingga dapat dijadikan dasar

dalam pembuatan kebijakan terkait fokus pada
pengelolaan dan pengungkapan MI bagi banyak
perguruan tinggi di Indonesia.
TINJAUAN LITERATUR DAN
PERUMUSAN HIPOTESIS
Teori Pensinyalan
Teori pensinyalan sangat terkait dengan
pengungkapan MI (Connelly et al., 2011).
Pengungkapan MI menjadi salah satu mekanisme
untuk menurunkan adanya asimetri informasi
antara pihak internal dan eksternal organisasi.
Pemberian informasi relevan yang memadai bagi
pihak yang berkepentingan meningkatkan pemahaman yang sama. Tujuan pengungkapan MI bagi
pihak yang berkepentingan adalah meningkatkan
kemampuan evaluasi atas potensi yang dimiliki
perguruan tinggi berdasarkan kompetensi pergu-

154

Rahayuningtyas & Triana - Modal Intelektual dan Daya Saing Perguruan Tinggi


ruan tinggi yang tercermin dari modal intelektualnya.
Teori pensinyalan dapat meningkatkan
pemahaman mengenai pengungkapan MI pada
perguruan tinggi. Teori sinyal menyatakan bahwa
perusahaan memberikan sinyal positif pada investor dan pemangku kepentingan lainnya melalui
laporan tahunan dan laporan tambahan melalui
pengungkapan (Connelly et al., 2011). Adanya
pengungkapan informasi entitas, membantu para
pemangku kepentingan menilai masa depan
entitas dalam menciptakan nilai melalui pengelolaan MI secara tepat (Holmen, 2011). Secara
tidak langsung pengungkapan MI pada perguruan
tinggi dapat meningkatkan minat calon mahasiswa
maupun lembaga penelitian untuk bekerjasama
dengan perguruan tinggi. Perguruan tinggi mengkomunikasikan keunggulan kompetitif yang diperoleh melalui pengungkapan MI.
Pengungkapan MI pada Perguruan Tinggi
Pada perguruan tinggi, MI mengacu pada
semua aset tidak berwujud yang dimiliki lembaga,
meliputi proses, kapasitas inovasi, paten, pengetahuan yang dimiliki anggotanya, bakat, keterampilan, pengakuan dari masyarakat, jaringan kerjasama dan lain-lain (Corcolez et al., 2011).
Pelaporan MI adalah pendekatan yang digunakan

untuk mengukur aset tidak berwujud guna
menggambarkan hasil dari usaha yang berbasis
aktivitas pengetahuan (knowledge-based activities)
karena stakeholder perguruan tinggi menekankan
perlunya informasi MI guna membuat keputusan
yang tepat, sehingga transparansi perguruan tinggi
atas sumberdaya intelektual yang dimiliki sangat
diperlukan (Bornermann dan Leitner, 2002).
Peningkatan permintaan informasi dan transparansi perguruan tinggi oleh pemangku kepentingan, disebabkan persaingan yang dihadapi
perguruan tinggi yang semakin ketat sehingga
perguruan tinggi dituntut untuk mengkomunikasikan hasil-hasil yang telah dicapai (Ramirez
dan Gordillo, 2014).
Peraturan akuntansi membatasi adanya
pengakuan aset tidak berwujud, sehingga badan
internasional, lembaga dan institusi akademik
cenderung melaporkan MI yang dimiliki melalui
publikasi laporan MI yang terdiri dari visi
organisasi, ringkasan aset tak berwujud dan
indikator. Informasi laporan secara berkelanjutan
diungkapkan oleh perguruan tinggi baik melalui

laporan keuangan dan laporan tahunan, juga
melalui situs perguruan tinggi. Pada dasarnya

komponen MI antar negara dan antar perguruan
tinggi berbeda-beda. Komponen MI di Indonesia
salah satunya dikembangkan dalam penelitian
Ulum (2012) yang didasarkan pada komponen
yang telah diteliti oleh Leitner (2002) di Eropa
dan dikolaborasi dengan standar dan prosedur
akreditasi Dikti. Komponen hasil adaptasi pada
Ulum (2012) antara lain: modal manusia, modal
struktural dan modal relasional.
Otonomi Perguruan Tingi dan Pengungkapan MI
Tuntutan reformasi pada pendidikan tinggi
memunculkan adanya peningkatan otonomi
dalam penyelenggaraan perguruan tinggi yang
dikelola pemerintah. Perguruan tinggi di Indonesia menurut UU No. 12 Tahun 2012 Tentang
Pendidikan Tinggi, berdasarkan penyelenggaranya
dibagi menjadi 2, yaitu perguruan tinggi negeri
(PTN) dan perguruan tinggi swasta (PTS). Pada
PTN, pengelolaan keuangannya digolongkan
menjadi 2, yaitu PTN Badan Hukum (PTN BH)
dan PTN Badan Layanan Umum (PTN BLU).
Berdasarkan UU tersebut, otonomi perguruan
tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip akuntabilitas, transparansi, nirlaba, penajaminan mutu
serta efektivitas dan efisiensi.
Otonomi pada perguruan tinggi bertujuan
supaya perguruan tinggi mengelola sendiri lembaganya sehingga meningkatkan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi guna memajukan
bangsa (UU No. 12 Tahun 2012). PTN BH
mempunyai tingkat otonomi yang lebih luas
daripada PTN BLU, tetapi ditetapkan bahwa
tingkat akuntabilitas, transparansi serta efektivitas
dan efisiensinya lebih tinggi daripada PTN BLU.
Sedangkan pada PTS, tingkat otonomi yang
dimiliki diatur oleh badan penyelenggara berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
Otonomi yang dimiliki PTN BH berpengaruh pada kewenangan untuk mengatur organisasi, jika dibandingkan dengan PTN BLU atau
satuan kerja, diantaranya kewenangan membuka
dan menutup program studi serta leluasa dalam
menjalin kerjasama dan usaha, serta keleluasaan
mengelola pendapatan sendiri (Situs Kemendikbud Kopertis XII, 2013). Adanya otonomi
yang dimiliki perguruan tinggi, memberikan keleluasaan perguruan tinggi untuk mengkombinasikan dana pemerintah dan dana publik
(Sanchez et al., 2009). Dalam usahanya memperoleh dana publik, perguruan tinggi memberikan
informasi bagi pemangku kepentingan, baik berupa informasi keuangan maupun non keuangan

155

Jurnal Akuntansi dan Investasi, 18 (2), 153-162: Juli 2017

yang bertujuan memberikan sinyal bahwa
perguruan tinggi telah dikelola dengan baik. Salah
satu upaya perguruan tinggi dalam memberikan
sinyal positif tersebut adalah melalui pengungkapan informasi non keuangan, yakni MI.
Pengungkapan MI menjadi sinyal yang dapat
meningkatkan pengetahuan pihak yang berkepentingan atas sumber daya utama yang dimiliki oleh
perguruan tinggi. Pemangku kepentingan diharapkan tertarik untuk bekerjasama dengan perguruan
tinggi, baik dalam hal terjalinnya kerjasama dalam
bentuk pendanaan maupun ketertarikan staf
pengajar yang berkualitas untuk bergabung dengan
perguruan tinggi. Peningkatan dana yang diperoleh perguruan tinggi dan adanya otonomi yang
dimiliki meningkatkan keleluasaan perguruan
tinggi dalam mengkombinasikan dana publik dan
pemerintah. Berdasarkan hal tersebut, hipotesis
penelitian ini adalah:
H1: Otonomi perguruan tinggi berpengaruh positif terhadap pengungkapan MI pada situs
resmi perguruan tinggi.

Daya Saing Perguruan Tinggi
Modal intelektual dapat meningkatkan kinerja dan daya saing organisasi, karena keberadaan
MI menyebabkan perguruan tinggi mempunyai
fokus dalam beraktivitas mengelola sumberdaya
yang dimiliki sehingga mampu bertahan dalam
lingkungan berbasis pengetahuan yang cepat
mengalami perubahan (Secundo et al., 2010 sebagaimana dikutip Fazlagic dan Skikiewicz, 2014).
Selain itu, pengungkapan MI juga berdampak
positif pada kinerja perguruan tinggi saat ini
(Meilianti dan Frisko, 2013). Berdasarkan penelitian sebelumnya, maka hipotesis ketiga penelitian
ini adalah:
H3: Pengungkapan MI pada situs perguruan tinggi
berpengaruh positif terhadap daya saing yang
dicapai.
METODE PENELITIAN
Sampel

Peringkat Perguruan Tinggi dan
Pengungkapan MI
Modal intelektual dapat meningkatkan
kinerja dan daya saing organisasi, karena keberadaan MI menyebabkan perguruan tinggi
mempunyai fokus dalam beraktivitas mengelola
sumberdaya yang dimiliki sehingga mampu
bertahan dalam lingkungan berbasis pengetahuan
yang cepat mengalami perubahan (Secundo et al.,
2010 sebagaimana dikutip oleh Fazlagic dan
Skikiewicz, 2014). Pengetahuan, inovasi dan MI
sangat erat kaitannya dengan perguruan tinggi yang
digunakan untuk membangun keunggulan kompetitif berkelanjutan. Klaim tersebut mendukung
penelitian bahwa peringkat/ ranking perguruan
tinggi berelasi dengan persepsi MI (Chen dan
Chen, 2011).
Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu
tersebut, diperoleh dugaan bahwa bahwa MI
merupakan sarana perguruan tinggi untuk mempertahankan peringkat yang diperoleh sebelumnya, sehingga perguruan tinggi akan terus
meningkatkan publikasi MI yang dimiliki pada
situs resmi yang dimiliki. Berdasarkan pemaparan
sebelumnya, maka hipotesis kedua adalah:
H2: Peringkat perguruan tinggi yang telah diumumkan sebelumnya berpengaruh positif
terhadap pengungkapan MI pada situs resmi
perguruan tinggi.

Sampel penelitian ini adalah perguruanperguruan tinggi yang berkedudukan di Indonesia,
dan diplih berdasarkan peringkat yang dirilis oleh
Webometrics tahun 2014/2015. Jumlah perguruan tinggi yang digunakan adalah perguruan tinggi
dengan peringkat 1 sampai dengan 35. Digunakannya sampel dengan jumlah tersebut dilatarbelakangi oleh hanya sejumlah 35 perguruan tinggi
yang di Indonesia yang mengungkapkan data
berkaitan dengan MI di websitenya secara cukup
lengkap.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan pada penelitian ini
adalah data sekunder yang diperoleh melalui situs
resmi perguruan tinggi baik PTN maupun PTS di
Indonesia. Pengumpulan data pengungkapan MI
dilaksanakan pada 31 Maret 2015 sampai dengan
4 April 2015. Data pengungkapan MI tersebut
baik yang telah disediakan di situs secara langsung
maupun melalui berita yang dirilis oleh situs
perguruan tinggi sampel. Pengungkapan MI pada
perguruan tinggi berdasarkan komponen MI dari
penelitian Ulum dan Novianty (2012) yang
diadaptasi dari penelitian Leitner (2002). Data lain
yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat
otonomi perguruan tinggi, lokasi, peringkat perguruan tinggi berdasarkan QS-Star, dan umur perguruan tinggi yang juga diperoleh dari internet. Peng-

156

Rahayuningtyas & Triana - Modal Intelektual dan Daya Saing Perguruan Tinggi

umpulan data dilaksanakan pada akhir Maret
2015.

perpaduan dalam hal pembiayaan antara pemerintah dan dana publik.

Pengukuran Variabel

Peringkat Perguruan Tinggi

Pengungkapan Modal Intelektual

Peringkat perguruan tinggi diperoleh dari
data QS-Star yang dirilis pada awal 2015.
Pengukuran menggunakan skala dummy dengan
nilai 1 jika termasuk dalam peringkat 8 besar dan
0 jika sebaliknya.

Metode penghitungan MI dilakukan dengan
analisis konten lalu memberikan cek list atas
pengungkapan MI pada situs resmi perguruan
tinggi. Indikator pengukuran MI meliputi human
capital, structural capital , dan relational capital
yang terdiri dari 46 komponen mengacu pada
penelitian Ulum dan Novianty (2012) dan Pratiwi
(2012).

Daya saing/Competitive Advantage
Daya saing diukur berdasarkan peringkat
terbaru yang diperoleh oleh perguruan tinggi
berdasarkan peringkat QS World 2015. Penggunaan indeks QS World sebagai proksi daya
saing (Competitive Advantage) perguruan tinggi
karena lembaga ini melakukan penilaian secara
lebih mendalam berdasarkan kualitas universitas
mencakup; jumlah mahasiswa, banyaknya program studi, serta jumlah riset dan publikasi yang
terindeks di jurnal maupun simposium yang
dinilai bereputasi baik secara internasional.

Otonomi Perguruan Tinggi
Otonomi yang dimiliki PTN BH berpengaruh pada kewenangan untuk mengatur organisasi, jika dibandingkan dengan PTN BLU atau
satuan kerja, diantaranya kewenangan membuka
dan menutup program studi serta leluasa dalam
menjalin kerjasama dan usaha, serta keleluasaan
mengelola pendapatan sendiri (Situs Kemendikbud Kopertis XII, 2013). Berdasarkan UU No.
12 tahun 2012 perihal pendidikan tinggi yang
membedakan kategori perguruan tinggi menjadi
tiga, yakni; (1) PTN yang penyelenggaraan kegiatannya diatur dengan Peraturan Menteri; (2) PTN
Badan Hukum yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah; dan (3) PTS yang diatur oleh Badan
Penyelengggara. Karenanya, pengukuran tingkat
otonomi perguruan tinggi berdasarkan pengelolaan perguruan tinggi dihitung dengan poin 2
untuk PTN BH, 1 untuk PTS dan 0 untuk PTN
BLU. Selain itu, penggunaan ukuran tersebut
mengacu pada kualitas otonomi yang dimiliki
perguruan tinggi berdasarkan penelitian Sanchez
dkk (2009) bahwa saat ini diperlukan adanya

Variabel Kontrol
Lokasi Perguruan Tinggi
Pemerataan perguruan tinggi saat ini tidak
merata, di mana Pulau Jawa mempunyai kualitas
perguruan tinggi yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia
(Kompas, 2015). Kualitas tersebut terukur dari
sedikitnya jumlah program studi pada perguruan
tinggi di luar Jawa yang memperoleh akreditasi A
dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi
(BAN-PT). Berdasarkan data yang diperoleh dari
BAN-PT, terdapat 223 program studi di luar Jawa
dengan akreditasi A dan sedangkan di Pulau Jawa
jumlah program studi yang mencapai akreditasi A
berjumlah 1.478. Hal ini menyebabkan tingkat
persaingan antara perguruan tinggi di Pulau Jawa
dan di luar Pulau Jawa berbeda. Mutu perguruan
tinggi yang tidak merata disebabkan kualitas
sumber daya manusia penduduk Indonesia yang
tidak merata.
Pemanfaatan informasi MI memungkinkan
perguruan tinggi meningkatkan keunggulan kompetitif yang dimiliki, misalnya pemberian
pelayanan pendidikan yang lebih menarik dan
sesuai kebutuhan akademisi serta kualitas dan
teknik pembelajaran yang meningkatkan kualitas
lulusan perguruan tinggi sehingga pangsa pasar
yang diperoleh menjadi lebih luas dibanding
pesaing (Porter, 2006; Hall, 1993 dalam Fazlagic
dan Skikiewicz, 2014). Pengukuran skala dummy
digunakan untuk mengukur lokasi perguruan
tinggi. Perguruan tinggi yang berlokasi di Pulau
Jawa diberi nilai 1 dan 0 jika sebaliknya.
Umur Perguruan Tinggi
Penelitian mengenai umur perguruan tinggi
yang relevan dengan pengungkapan MI saat ini
belum terdukung (Ulum dan Novianty, 2012).
Referensi yang diambil dalam penelitian ini
berasal dari industri yang relevan dengan

157

Jurnal Akuntansi dan Investasi, 18 (2), 153-162: Juli 2017

perguruan tinggi yaitu penelitian pada perusahaan
yang berbasis pegetahuan dan teknologi. Salah
satunya penelitian Sonnier et al. (2009) di
Amerika yang meneliti karakteristik perusahaan
terhadap pengungkapan MI pada perusahaan yang
berkonsentrasi pada industri high tech. Karakteristik yang diteliti antara lain umur dan ukuran
perusahaan yang dicerminkan dari jumlah pegawai
dan total aset. Dari penelitian tersebut, ditemukan
bukti bahwa umur perusahaan berpengaruh
signifikan terhadap pengungkapan MI sedangkan
ukuran perusahaan tidak berpengaruh.
Data umur perguruan tinggi diperoleh berdasarkan data dari internet berdasarkan peringatan
dies natalis yang diperingati perguruan tinggi, data
diperoleh dari internet maupun situs resmi
perguruan tinggi dan berita yang dirilis oleh situs
perguruan tinggi sampel. Umur perguruan tinggi
memperhitungkan peringatan dies natalis sebelum
Maret 2015, akan tetapi, jika peringatan dies
natalis setelah Maret, menggunakan umur pada
tahun 2014.
Analisis Data

Analisis Tingkat Pengungkapan MI
Data pengungkapan MI diperoleh dengan
melakukan analisis pada situs resmi perguruan
tinggi dan berita yang dirilis situs tersebut. Analisis
dilakukan dengan cara memberikan nilai 1 pada
komponen MI yang ada di situs, dan diberi nilai 0
jika tidak mengungkapkan. Keterbatasan penelitian ini adalah proses pengumpulan data dalam
tempo yang singkat, sedangkan sebenarnya dalam
pengklasifikasian diperlukan waktu yang lama dan
proses yang berulang-ulang guna meningkatkan
keakuratan data (Ulum dan Novianty, 2012).

Otonomi

Analisis Regresi
Analisa korelasi regresi berganda digunakan
dalam menguji faktor-faktor yang mempengaruhi
pengungkapan MI perguruan tinggi pada situs
resmi yang dimiliki, yakni otonomi dan peringkat
sebelumnya dari perguruan tinggi sampel. Regresi
dilakukan dengan menggunakan software EViews
6.0. pada 35 perguruan tinggi sampel. Data
variabel dependen dan independen adalah data
type undated dengan total observasi sebanyak 35
data. Metode yang digunakan adalah metode
regresi linier dan two stage least square. Model
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Model 1: DISCMI

= Ƚ + Ⱦ1OTO + Ⱦ2LOC +
Ⱦ3RANK + Ⱦ4AGE+ɛ

Model 2: COMP

= Ƚ + Ⱦ1DISCMI + ɛ

Keterangan :
COMP: Daya saing perguruan tinggi, menggunakan 9 peringkat yang diperoleh dari
QS World. Peringkat 1 dengan poin 9,
peringkat ke 2 diberikan poin 8, dan
seterusnya
DISCMI: Pengungkapan modal Intelektual
OTO: Tingkat otonomi perguruan tinggi berdasarkan pengelolaannya
RANK: Peringkat perguruan tinggi yang dirilis
sebelumnya, 1 jika termasuk dalam peringkat QS-Star dan 0 jika sebaliknya
LOC: Lokasi perguruan tinggi, 1 jika di Pulau
Jawa dan 0 jika sebaliknya
AGE: Umur perguruan tinggi berdasarkan peringatan dies natalis yang diselenggarakan.

H1

H3
Daya Saing Perguruan
Tinggi

Tingkat Pengungkapan MI
Peringkat
sebelumnya

H2

Lokasi

Umur

Gambar 1. Model Penelitian

158

Rahayuningtyas & Triana - Modal Intelektual dan Daya Saing Perguruan Tinggi

heteroskedasitas, maka proses regresi dilakukan
dengan metode White.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Statistik Deskriptif dan Ringkasan Data

Hasil Uji Hipotesis
Hasil statistik deskriptif (lihat Tabel 1)
menunjukkan bahwa rata-rata pengungkapan MI
oleh 35 perguruan tinggi sampel sebanyak 27,91
item, dengan nilai tengah pengungkapan 28 dan
tercatat bahwa item MI paling banyak diungkapkan mencapai 35 item dan paling sedikit 16
item dari keseluruhan 46 item MI. Standar deviasi
pengungkapan MI sebesar 4,64. Rata-rata umur
perguruan tinggi adalah 49,48 tahun dengan nilai
tengah 54 tahun, perguruan tinggi paling tua
berusia 70 tahun dan paling muda berusia 11
tahun dan standar deviasi umur adalah 13,40.
Sedangkan variabel otonomi menunjukkan ratarata tingkat otonomi perguruan tinggi adalah 0,9
dengan standar deviasi 0,85307. Variabel dummy
lokasi menunjukkan standar deviasi 0,4 dan
variabel peringkat berdasarkan QS-Star sebesar
0,458. Sedangkan daya saing diukur dengan
peringkat 1 yang menjadi maksimum dan minimum 0 jika tidak memperoleh peringkat.
Hasil Analisis Regresi
Uji multikolinearitas digunakan dalam penelitian ini untuk menguji ada atau tidaknya korelasi
antar variabel indepeden yang dapat menyebabkan hasil penelitian menjadi bias (lihat Tabel 3).
Hasil uji multikolinearitas menunjukkan bahwa
antara variabel independen tidak ditemukan
adanya korelasi.
Selain meguji korelasi antar variabel, data
dari penelitian juga diuji apakah ada heteroskedastisitas, guna menguji apakah eror yang
muncul akan berelasi dengan variabel dependen
yang menyebabkan varian menjadi lebih besar.
Heteroskedastisitas diuji dengan menggunakan
Breusch-Pagan-God-frey. Hasil uji heterokedastis
pada dampak tingkat otonomi, peringkat sebelumnya, lokasi dan umur perguruan tinggi terhadap pengungkapan MI menunjukkan bahwa
secara keseulurahan data tidak berkorelasi dengan
eror, hal ini tercermin pada scale explained SS
yang lebih besar dari alfa (1,957>0,05).
Hasil uji heteroskedastisitas pada dampak
pengungkapan MI terhadap daya saing perguruan
tinggi menunjukkan adanya gejala heterokedasitas
yang merupakan dampak dari efek tidak langsung
variabel-variabel yang berdampak pada MI terhadap daya saing. Dikarenakan adanya gejala dari

Hasil uji hipotesis atas faktor-faktor yang
berdampak pada pengungkapan modal intelektual
dapat disimak pada Tabel 3. Hasil regresi setelah
dilakukan pengujian membuktikan bahwa data
yang digunakan tidak bias, sebagaimana terangkum dalam Tabel 4. Variabel otonomi, lokasi dan
peringkat menunjukkan signifikan dan bertanda
positif pada level 10% dengan masing-masing
koefisien 1,38 pada otonomi, 3,9 pada lokasi dan
3,21 pada peringkat/ ranking. Sedangkan umur
perguruan tinggi tidak berpengaruh signifikan,
karena tingkat probabilitas lebih dari 10% dan
koefisien yang sangat kecil mendekati 0. RSquared menunjukkan angka 0,537, sehingga
dapat disimpulkan bahwa otonomi, lokasi dan
peringkat mampu berpengaruh pada pengungkapan MI sebesar 53,7%, sedangkan 46,3% dipengaruhi variabel lain yang tidak diteliti dalam
penelitian ini.
Kesimpulan hasil penelitian adalah semakin
besar otonomi yang dimiliki oleh suatu perguruan
tinggi, maka akan meningkatkan kemauan perguruan tinggi untuk melakukan pengungkapan MI.
Dengan adanya otonomi maka perguruan tinggi
memiliki keleluasaan dalam mengelola pendapatannya sehingga mendorong perguruan tinggi
berusaha memperoleh dana lebih besar yang
dapat diperoleh dari para stakeholders, salah
satunya adalah melalui pengungkapan MI. Penelitian ini juga mendukung penelitian Chen dan
Chen (2011), bahwa dengan diperolehnya peringkat pada periode sebelumnya meningkatkan
kemauan perguruan tinggi untuk melakukan pengungkapan MI. Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa perguruan tinggi yang berlokasi di
pulau Jawa lebih banyak mengunngkapkan MI
daripada perguruan tinggi yang berlokasi di luar
pulau Jawa. Sedangkan umur perguruan tinggi
tidak mampu berpengaruh terhadap pengungkapan MI.
Tabel 7 menunjukkan hasil regresi dampak
pengungkapan MI yang dipengaruhi oleh tingkat
otonomi, peringkat sebelumnya, lokasi dan umur
perguruan tinggi terhadap daya saing perguruan
tinggi. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pengungkapan MI berpengaruh signifikan terhadap
daya saing perguruan tinggi. Pengungkapan MI
berpengaruh 13,4% terhadap daya saing, sedangkan 86,4% dipengaruhi oleh variabel lain.

159

Jurnal Akuntansi dan Investasi, 18 (2), 153-162: Juli 2017

Tabel 1. Ringkasan Data Pengungkapan MI
Nama Universitas
Universitas Gadjah Mada
Universitas Indonesia
Institut Teknologi Bandung
Universitas Brawijaya
Institut Pertanian Bogor
Universitas Sebelas Maret
Universitas Diponegoro
Universitas Airlangga
Universitas Pendidikan Indonesia
Universitas Padjadjaran
Universitas Gunadarma
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Universitas Udayana
Universitas Negeri Semarang
Universitas Negeri Malang
Universitas Hasanuddin
Universitas Negeri Yogyakarta
Universitas Kristen Petra
Universitas Riau
UIN Syarif Hidayatullah
Universitas Bina Nusantara
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Universitas Jember
Universitas Mercu Buana
Universitas Bengkulu
Universitas Muhammadiyah Surakarta
UIN Maulana Malik Ibrahim
UIN Walisongo
Universitas Islam Indonesia
Universitas Muhammadiyah Malang
Universitas Narotama
Universitas Syiah Kuala
Universitas Sriwijaya
Universitas Sumatera Utara
Universitas Esa Unggul

Modal
Manusia
7
8
8
8
6
4
8
8
6
7
5
8
7
5
8
4
7
8
8
8
7
8
8
7
8
8
3
6
6
8
7
8
7
6
7

Modal
Struktural
14
17
16
14
17
12
14
19
19
13
19
17
6
13
9
7
13
13
15
10
12
12
16
15
8
11
11
5
13
12
12
6
8
13
15

Modal
Relasional
9
10
9
8
11
9
9
8
8
10
6
9
9
8
9
9
11
11
5
8
9
8
9
8
10
9
6
5
11
7
6
8
7
6
4

Total MI

Prosentase

30
35
33
30
34
25
31
35
33
30
30
34
22
26
26
20
31
32
28
26
28
28
33
30
26
28
20
16
30
27
25
22
22
25
26

65%
76%
72%
65%
74%
54%
67%
76%
72%
65%
65%
74%
48%
57%
57%
43%
67%
70%
61%
57%
61%
61%
72%
65%
57%
61%
43%
35%
65%
59%
54%
48%
48%
54%
57%

Tabel 2. Statistik Deskriptif
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
Jarque-Bera
Probability
Sum
Sum Sq. Dev.
Observations

COMP
1.285714
0.000000
9.000000
0.000000
2.584700
1.856896
5.059677
26.30035
0.000002
45.00000
227.1429
35

DISCMI
27.91429
28.00000
35.00000
16.00000
4.635994
-0.501673
2.773629
1.542840
0.462356
977.0000
730.7429
35

RANK
0.285714
0.000000
1.000000
0.000000
0.458349
0.948683
1.900000
7.014583
0.029978
10.00000
7.142857
35

Hasil regresi tersebut mendukung penelitian
yang dilakukan oleh Lin et al. (2014) yang menyatakan bahwa MI mampu mengkomunikasikan
sumber daya yang dimiliki organisasi sehingga

OTO
0.914286
1.000000
2.000000
0.000000
0.853072
0.162687
1.433127
3.734733
0.154530
32.00000
24.74286
35

AGE
49.48571
54.00000
70.00000
11.00000
13.40406
-1.186368
3.880528
9.340919
0.009368
1732.000
6108.743
35

LOC
0.800000
1.000000
1.000000
0.000000
0.405840
-1.500000
3.250000
13.21615
0.001349
28.00000
5.600000
35

meningkatkan pengetahuan pihak yang berkepentingan atas keunggulan yang dimiliki oleh perguruan tinggi. Dengan pengetahuan akan sumber
daya PT terutama MI, akan menarik pihak yang

160

Rahayuningtyas & Triana - Modal Intelektual dan Daya Saing Perguruan Tinggi

berkepentingan untuk bekerjasama dengan PT
sehingga daya saing PT meningkat, yang terukur
dari semakin baik peringkat yang diperoleh oleh
PT.
Tabel 3. Hasil Regresi 1
Variable
Coefficient
OTO
1.380
LOC
3.906
RANK
3.208
AGE
0.065
C
19.413
R-squared
Adjusted R-squared
Prob(F-statistic)
Dependent Variable: DISCMI
Method: Least Squares
Sample: 1 35

Prob.
0.09
0.016
0.036
0.178
0.000
0.538
0.476
0.0000

Tabel 4. Hasil Regresi 2
Variable
Coefficient
C
-13.731
DISCMI
0.538
R-squared
Adjusted R-squared
Prob(F-statistic)
Dependent Variable: COMP
Method: Two-Stage Least Squares
Sample: 1 35
Instrument list: RANK OTO AGE LOC

Prob.
0.000
0.000
0.134
0.108
0.000

peringkat yang diperoleh sebelumnya berperan
dalam meningkatkan pengungkapan MI, selain itu
pengungkapan MI secara empiris mampu meningkatkan daya saing perguruan tinggi.
Keterbatasan penelitian ini adalah angka R
Square yang rendah menunjukkan bahwa terdapat
variabel lain yang berpengaruh akan tetapi tidak
dimasukkan dalam penelitian. Selain itu, jumlah
sampel yang digunakan masih terlalu kecil jika
dibandingkan dengan banyaknya perguruan tinggi
yang ada di Indonesia. Saran bagi penelitian
selanjutnya adalah proses penelaahan komponen
MI pada situs resmi perguruan tinggi dilakukan
lebih dari satu orang, menggunakan pengungkapan berdasarkan sumber tertulis, misalnya laporan tahunan perguruan tinggi dan melakukan
pengujian variabel baru yang diperoleh melalui
pengkajian yang lebih mendalam serta penambahan jumlah sampel penelitian. Selain itu, penelitian MI di perguruan tinggi juga penting untuk
dilakukan dengan menguji pengaruhnya terhadap
variabel lain, seperti kualitas perguruan tinggi yang
dilihat dari akreditasi agar dapat ditemukan bukti
tambahan apakah MI memang memberikan
manfaat bagi perguruan tinggi atau tidak.
DAFTAR PUSTAKA

SIMPULAN
Penelitian ini menyimpulkan bahwa pengungkapan MI pada perguruan tinggi di Indonesia
dipengaruhi oleh tingkat otonomi dan peringkat
yang diperoleh perguruan tinggi sebelumnya.
Selain itu faktor lokasi terbukti berdampak
signifikan dalam pengungkapan MI, yang berarti
bahwa dalam lingkungan yang lebih tinggi
persaingannya, maka kemauan perguruan tinggi
dalam melakukan pengungkapan semakin besar.
Sedangkan umur perguruan tinggi tidak berpengaruh dalam pengungkapan MI. Secara praktik,
penelitian berkontribusi bagi regulator dengan
informasi bahwa otonomi yang diberikan kepada
perguruan tinggi berperan dalam meningkatkan
pengungkapan MI yang selanjutnya berdampak
terhadap peningkatan daya saing PT. Selain itu,
bagi penelitian ini berkontribusi bagi praktisi di
perguruan tinggi, bahwa peningkatan daya saing
perguruan tinggi dapat dicapai melalui pengungkapan MI. Secara teoritis, penelitian ini mampu
membuktikan secara empiris bahwa otonomi dan

Artiah, B. 2013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Intellectual Capital
pada Lem-baga Keuangan yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. Jurnal Kopertis, 5,
45-56.
Bornemann, M., dan K. Leitner. 2002. Measuring
and reporting intellectual capital: The case
of a research technology organisation.
Singapore Management Review, 24 (3), 719.
Bryson, J. M. 2011. Strategic Planning for Publlic
and Non Profit Organization (4e ed.). San
Fransisco: Jhon Wiley & Sons.
Chen, I., dan J. Chen. 2013. Present and future: A
trend forecasting and ranking of university
types for innovative development from an
intellectual capital perspective. Quality and
Quantity, 47 (1), 335-352.
Connelly, B. L., S. T. Certo, R. D. Ireland, dan C.
R. Reutzel. 2011. Signaling Theory: A
Review and Assessment. Journal of
Management, 39-67.
Constantine. 2005. The Intellectual Capital of
Universities. Bucharest: Academy of Economic Studies.

161

Jurnal Akuntansi dan Investasi, 18 (2), 153-162: Juli 2017

Corcolez, Y. R., S. J. Penalver, dan T. P. Angel.
2011. Intellectual capital in spanish public
universities: Stakeholders' information
needs. Journal of Intellectual Capital, 12
(3), 356-376.
Debreceny, R., G. L. Gray, dan A. Rahman. 2002.
The Determinants of Internet Financial
Reporting. Journal of Accounting and
Public Policy, 21, 371-394.
Fazlagic, J., dan R. Skikiewicz. 2014. The Role of
Intellectual capital in Building Competitive
Advantage of Non-Public Universities. 547556.
Holmen, J. 2011. Using Intellectual Capital
Disclo-sure as A Framework for Non
Financial Disclosures : The Danish
Experience. Acade-my od Accounting and
Financial Studies Journal, 15 (4), 141-154.
Kompas. 2015. Edukasi. Retrieved Oktober 13,
2016, from kompas.com.
http://edukasi.kompas.com/read/2015/11/1
7/07090891/PR.Besar.Di.Luar.Jawa.Hanya.
Dua.Universitas.yang.Berakreditasi.A.
Leandro, dan P. M. Sanchez. 2009. Intangibles in
Universities: Current Challenges for Measuring and Reporting. Journal of HRCA:

Human Resource Costing & Accounting,
13 (2), 93-104.
Leitner, K., M. Schaffhauser-Linzatti, R.
Stowasser, dan K. Wagner. 2005. Data
envelopment analysis as method for
evaluating intellectual capital. Journal of
Intellectual Capital, 6 (4), 528-543.
Lin, L.-S., I.-C. Huang, P.-L Du, dan T.-F Lin.
2012. The moderating effects of knowledge
intensity
and
organizational
size.
Management Decision, 50 (10), 1790-1799.
Meilianti, dan D. Frisko. 2013. Dinamika Pengelolaan Intellectual Capital pada Institusi
Pen-didikan di Surabaya. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Universitas Surabaya, 2 (2).
Pratiwi, R. Y. 2012. Analisis Praktik Pengungkapan Intellectual Capital pada Website
Universitas Peraih QS-Star 2011. Jurnal
Reviu Akuntansi dan Keuangan, 2 (2), 127139.
Ramirez, Y., dan S. Gordillo. 2014. Recognition
and measurement of intellectual capital in
spanish universities. Journal of Intellectual
Capital, 15 (1), 179-188.
Ramirez, Y., A. Tejada, dan A. Baidez. 2013. Proposal of indicators for reporting on intellectual capital in universities. Paper presented
at the 355-XV.

Sánchez, M. P., S. Elena, dan R. Castrillo. 2009.
Intellectual Capital Dynamics in Universities: A Reporting Model. Journal of
Intellectual Capital, 10 (2), 307-324.
Septiana, G. R., dan N. E. Yuyetta. 2013. Analisis
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Intellectual Capital pada Prospektus IPO. Diponegoro Journal of
Accounting, 2 (3), 189-203.
Sonnier, B. M., K. D. Carson, dan P. P. Carson.
2009. An examination of the impact of firm
size and age on managerial disclosure of
intellectual capital by high-tech companies.
Journal of Bussiness Strategies, 26 (2), 223245.
Ulum, I. 2012. Konstruksi Komponen Intellectual
Capital
Untuk
PerguruanTinggi
di
Indonesia. Jurnal Reviu Akuntansi dan
Keuangan, 2 (2), 251-262.
Ulum, I., dan N. Novianty. 2012. Analisis FaktorFaktor yang Mempengaruhi Pengungkapan
Intellectual Capital pada Official Website
ASP
Perguruan
Tinggi
Indonesia.
Trunojoyo.
Undang-Undang No 12 Tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi.
Widyaningdyah, A. U. dan Y. Aryani. 2013. Intellectual Capital dan Keunggulan Kompetitif.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 15 (1), 114.

162