Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Perilaku Hidup Sehat terhadap Kualitas Hidup pada Lansia di Panti Wredha Salib Putih Salatiga, Jawa Tengah T1 462011073 BAB IV

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Panti Wredha Salib Putih dibentuk melalui akta notaris no.39 tanggal 14 Desember 1995. YSP terdaftar di Kanwil Depsos Provinsi Jawa Tengah tangal 5 April 1995 No 007/Orsos/85/95. Panti Wredha terletak di Jl.Hasanudin Km.4 Salib Putih Salatiga. Panti Wredha ini diperuntukkan bagi orang-orang lanjut usia yang kurang mampu dari sisi ekonomi keuangan. Mereka yang dititipkan di Panti Wredha Sosial berasal dari keluarga terlantar ataupun warga gereja dan warga masyarakat umum yang tidak terurus dengan baik oleh keluarganya, karena ketidakmampuan ekonominya. Mereka disediakan asrama dengan model kamar-kamar.

Saat ini jumlah lanjut usia yang berada di Panti Wredha Salib Putih Salatiga berjumlah 36 orang yang terdiri lima laki-laki dan tiga puluh satu perempuan dengan kisaran usia 60-85 tahun. Di Panti Wredha ini para lanjut usia tidak hanya bertinggal diam untuk menikmati kehidupan sehari-hari, melainkan ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan setiap harinya ,seperti: ibadah pagi, membersihkan halaman, olah raga, mencuci baju dan masih banyak lagi. Kegiatan ini dilakukan


(2)

dengan tujuan melatih para lanjut usia agar tubuh tetap sehat dan tetap mandiri. Kebersamaan yang terbentuk di Panti Wredha Salib Putih membuat suasana semakin hangat dalam menjalin kebersamaan. Dalam kegiatan sehari-hari para lanjut usia dibagi sesuai tugasnya masing-masing untuk membersihkan halaman panti. 2. Pelaksanaan Penelitian

a. persiapan penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti menyiapkan beberapa hal yang menunjang pelaksanaan penelitian. Peneliti terlebih dahulu mempersiapkan kriteria partisipan dan pada 22 Mei 2015 peneliti melakukan studi pendahuluan di Panti Wredha untuk mencari informasi mengenai lansia yang tidak lagi memperhatikan kebersihan diri dan linkungannya selama tinggal di panti. Peneliti mulai mempersiapkan berbagai surat-surat yang diperlukan selama penelitian, seperti surat persetujuan penelitian, dan surat pengantar dari Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan UKSW. Peneliti mulai mempersiapkan surat penelitian pada bulan Mei 2015 dan mulai melakukan penelitian di Panti Wredha Salib Putih Salatiga pada bulan Agustus 2015.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik wawancara, sehingga peneliti menyiapkan beberapa panduan wawancara sebelum terjun ke lapangan. Namun yang ditanyakan tidak berurutan sesuai dengan susunan pertanyaan peneliti sebelumnya.


(3)

Saat wawancara, peneliti mengembangkan pertanyaan sehingga proses wawancara lebih rileks dan bisa mendapatkan informasi sesuai dengan apa yang di harapkan peneliti. Peneliti juga membuat informed consent yang berisi surat penjelasan penelitian dan surat persetujuan menjadi partisipan. Dalam proses wawancara, peneliti juga menggunakan alat perekam menggunakan handphone, serta alat tulis untuk mencatat hasil wawancara atau data-data tambahan dalam bentuk tertulis yang berasal dari partisipan. Penggunaan alat perekam dilakukan apabila mendapatkan ijin dari partisipan dan tidak keberatan untuk direkam suaranya.

b. Pelaksanaan penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 Agustus 2015 tetapi sebelumnya peneliti melakukan bina hubungan saling percaya pada partisipan sampai dengan tanggal 14 Agustus 2015 kemudian melakukan wawancara dengan partisipan 15 Agustus 2015.

1. Partisipan 1

Pada tanggal 18 Agustus 2015 peneliti melakukan wawancara dengan partisipan pertama yaitu Mbah R di ruang aula Panti Wredha Salib Putih Salatiga. Sebelum melakukan wawancara peneliti mengucapkan terima kasih kepada partisipan karena telah bersedia menjadi partisipan, kemudian dilanjutkan dengan penjelasan penelitian,


(4)

penandatanganan inform concent. Setelah dilakukan wawancara peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada partisipan dan peneliti juga melakukan perjanjian dengan partisipan untuk bertemu kembali apabila masih ada data-data yang kurang. Wawancara yang dilakukan peneliti terhadap partisipan 1 adalah 40 menit.

2. Partisipan 2

Untuk partisipan kedua bernama Mbah R, sebelum melakukan wawancara, peneliti mengucapkan terima kasih karena partisipan telah menyediakan waktu untuk bertemu, kemudian peneliti memperkenalkan diri kepada partisipan dan menjelaskan maksud dan tujuan penelitian walaupun sebelumnya peneliti sudah pernah bertemu saat bina hubungan saling percaya agar lebih akrab saat proses wawancara. Setelah partisipan paham akan maksud dan tujuan peneliti, partisipan menandatangani informed consent yang telah disediakan peneliti. Wawancara dilakukan selama 36 menit di depan kamar partisipan.

3. Partisipan 3

Untuk partisipan 3 bernama Oma K, sebelum melakukan wawancara peneliti mengucapkan terima kasih kepada partisipan karena telah bersedia meluangkan waktunya untuk diwawancarai. Peneliti tidak perlu mengucapkan salam


(5)

perkenalan lagi karena sebelumnya peneliti sering bertemu dengan partisipan saat berkunjung ke Panti. Peneliti menyampaikan maksud dan tujuan penelitan kemudian partisipan setuju dan menandatangani informed concent. Wawancara dilakukan selama 39 menit di kamar partisipan. 4. Partisipan 4

Untuk partisipan 4 bernama Oma D, sebelum melakukan wawancara, peneliti mengucapkan terima kasih karena partisipan telah menyediakan waktu untuk bertemu, kemudian peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian. Setelah partisipan paham akan maksud dan tujuan peneliti, partisipan menandatangani informed consent yang telah disediakan peneliti. Wawancara dilakukan selama 47 menit di aula panti wredha.

5. Partisipan 5

Selanjutnya partisipan 5 bernama Oma L, sebelum melakukan wawancara peneliti mengucapkan terima kasih untuk waktu yang telah disediakan partisipan. Peneliti menyampaikan maksud dan tujuan penelitian kemudian partisipan membaca informed concent dan menandatanganinya. Wawancara dilakukan selama 32 menit di kamar partisipan.


(6)

Kelima riset partisipan yang diteliti semuanya berjenis kelamin perempuan. Mereka ditemui dalam jangka waktu yang berbeda sesuai kesepakatan waktu yang disepakati. Secara umum, identitas dari kelima partisipan dapat dilihat di tabel bawah ini:

N o

Inisial Partisipa

n

Umur Jenis Kelamin

Alamat Pendidika n terakhir

Lama tinggal di panti L P

1 Oma R 63 thn  Magelang SLTA 4 thn

2 Oma S 64 thn  Semarang SD 2 thn

3 Oma K 75 thn  Semarang SD 2 thn

4 Oma D 63 thn  Batang SD 5 thn

5 Oma L 83 thn  Semarang SD 2 thn

1) Partisipan lahir pada tahun 1952 di Magelang anak ke-7 dari sebelas bersaudara. Partisipan mempunyai dua seorang anak yang sudah bekerja. Selama tinggal di panti yang membiayai kehidupan partisipan anaknya sendiri. Partisipan tinggal di panti sudah empat tahun dan juga partisipan mengikuti kegiatan bersih-bersih di panti 2) Partisipan berasal dari Salatiga yang lahir pada tahun 1951 anak

ke-2 dari dua bersaudara. Partisipan berstatus tidak menikah dan tidak mempunyai sanak saudara. Partisipan tinggal di panti yang membiayai kehidupannya orang gereja. Partisipan sudah tinggal di


(7)

panti sudah dua tahun. Kegiatan partisipan di panti adalah menyapu halaman panti.

3) Partisipan berasal dari Salatiga yang lahir pada tahun 1940 anak ke-5 dari enam bersaudara. Partisipan tinggal di panti sudah dua tahun. Partisipan tinggal di panti yang membiayai kehidupannya yayasan salib putih. Kegiatan partisipan di panti adalah menyapu dan mengepel lantai, kegiatan ini dilakukan setiap hari.

4) Partisipan lahir pada tahun 1952 di Batang sebagai anak empat dari sembilan bersaudara. Partisipan berstatus janda karena suaminya telah meninggal pada tahun 1992 karena penyakit stroke. Partisipan tinggal di Panti sudah lima tahun, yang membawa partisipan ke Panti adalah ibu bidan karyadi semarang karena partisipan mengalami perdarahan terus menerus dan dijauhi keluarga, sehingga ibu bidan yang memasukkan Mbah D ke Panti tetapi yang membiayai seluruh biaya kehidupan dari gereja GKI Injil kerajaan Marina Semarang

5) Partisipan lahir pada tahun 1932 di Salatiga sebagai anak tunggal partisipan tinggal di panti dibiayai yayasan karena tidak punya sanak saudara. Partisipan tinggal di panti sudah dua tahun. Partisipan mengikuti kegiatan sehari-sehari seperti menyapu halaman panti.

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Hasil


(8)

Dari hasil analisis berdasarkan wawancara peneliti mengangkat tema perilaku hidup sehat sebagai hal yang mempengaruhi kualitas hidup lansia. Dari tema perilaku hidup sehat tersebut menjawab tujuan penelitian mengenai hubungan perilaku hidup sehat dengan kualitas hidup pada lansia di panti wredha salib putih. Menurut Budioro (2000) Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu reaksi seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Respon atau reaksi manusia dapat bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap) serta dapat bersifat aktif (tindakan yang nyata). Dengan demikian maka peneliti membuat tema perilaku hidup sehat yang dibagi menjadi 3 sub tema yaitu: (1) Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan (2) Perilaku terhadap sakit dan penyakit, (3) Perilaku terhadap lingkungan.

Tabel 2 : Pengelompokan Tema

Kategori Sub Tema Tema

Menjelaskan definisi lansia

Perilaku

terhadap Sistem Pelayanan Kesehatan

Hubungan perilaku hidup sehat dengan kualitas hidup pada lansia

Menjelasakan definisi lansia dan batasan usia lansia.


(9)

kesehatan pada lansia

Membahas

pengetahuan lansia mengenai kesehatan.

Perilaku

terhadap Sakit dan Penyakit Mendeskripsikan

kualitas hidup pada lansia.

Perilaku terhadap Lingkungan Menjelasakan

pengaruh hubungan perilaku hidup sehat terhadap kualitas hidup lansia.

1. Perilaku terhadap Sistem Pelayanan Kesehatan

Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respon seseorang terhadap pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan ini adalah respons individu terhadap sistem pelayanan kesehatan modern maupun tradisional, meliputi:

a. Respons terhadap fasilitas pelayanan kesehatan b. Respons terhadap cara pelayanan kesehatan


(10)

c. Respons terhadap petugas kesehatan d. Respons terhadap pemberian obat-obatan

Respons tersebut terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan penggunaan fasilitas, petugas maupun penggunaan obat-obatan. Perilaku ini menyangkut respon terhadap pasilitasnya, misalnya : berobat ke Puskesmas, berobat rumah sakit, berobat ke dokter praktek, sin-she, dukun, tabib, dan paranormal.

Tema Verbatim Hasil Analisis

Perilaku terhadap Sistem Pelayanan Kesehatan

1. Respons terhadap fasilitas pelayanan kesehatan 2. Respons

terhadap cara pelayanan kesehatan. 3. Respons

terhadap petugas

P1: Pernah, saya diamkan. Kadang Ibu Gesti (Pengasuh Panti) sering liat trus kasih obat. (18)

P1 : Tidak ada. Nanti dokter atau mantri yang datang periksa trus kasih obat. (28)

P1: Iya tahu, mantri sama dokter. (29)

P1 : Iya bagus, mereka baik.(30) P1: Tidak habis,

kalau sudah mendingan sudah tidak minum lagi. (31) P1: Pernah dulu,

tapi setelah lama mereka datang trus kasih obat dan berdoa.(32)

Partisipan 1 sangat

memahami pentingnya pelayanan kesehatan. Bagi partisipan 1 pelayanan kesehatan penting, partisipa mampu mengungkapkan tentang pentingnya pelayanan kesehatan dan memberikan pendapat tentang peran dari petugas kesehatan namun belum di manfaatkan sesuai dengan apa yang diketahui partisipan 1. Pertisipan 1 mampu mengungkapkan perasaan puas terhadap pelayanan kesehatan yang didapat.


(11)

kesehatan. 4. Respons

terhadap

pemberian obat-obatan.

P2 : Hubungi Ibu Gesti. (19) P2 : Tidak ada,

lakukan

kegiatan sehari-hari. (20)

P2: Ada dokter yang datang. (33) P2: Iya ada dokter

dan mantri. (34) P2 : Iya, puas.

Mereka baik-baik tapi sudah jarang datang. Skarang kalau kita sakit sering ke puskesmas. (35)

Hampir sama dengan partisipan 1, Partisipan 2

juga sangat

memahami pentingnya pelayanan kesehatan. Bagi partisipan 2 pelayanan kesehatan penting namun belum di manfaatkan sesuai dengan apa yang diketahui partisipan 2. Tetapi partisipan 2 mampu mencari alternative pengganti.

P3: Ada dokter yang datang. (41) P3: Iya, puas.

Mereka baik. (43)

P3: Gak, kalau uda gak sakit uda gak minum obat. (44) P3 : Tidak pernah,

semua disini baik-baik. (45)

Partisipan 3 tentang

pentingnya pelayanan kesehatan namun dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan kurang di manfaatkan dengan baik.

P4: Skarang dokternya jarang berkunjung, kalau dulu hampir setiap dua minggu

Hampir sama dengan partisipan yang lain. Partisipan 4 juga melakukan hal yang sama dalam hal pemanfaatan pelayan


(12)

sekali dokternya, lama-lama sebulan sekali ee sekarang uda dua bulan sekali. (39)

P4: Pernah to yo mas. Tapi sakitnya gak parah paling pusing sama mual. (40) P4: Ya saya

diamkan, paling juga hilang. (41) P4: Ada dokter yang

datang (42) P4: Iya, puas.

Mereka baik-baik tapi sudah jarang datang. Skarang kalau kita sakit sering ke puskesmas. (44)

P4 : Sering ke puskesmas. Kalau gak di kasih obat sama Ibu Gesti (47)

kesehatan, penggunaan obat-obatan. Walaupun sudah tahu akan pentingnya pelayanan kesehatan namun dalam pelaksanaannya kurang dimanfaatkan dengan baik.

P5 : Dulu saja mas, skarang

jarang.(45) P5 : dokternya

jarang berkunjung, kalau dulu hampir setiap dua minggu sekali dokternya.(46) P5: Pernah mas.

Tapi sakitnya pusing sama

Partisipan mengetahui pentingnya pelayanan kesehatan dan selalu menggunakan pelayanan kesehatan dengan baik. Partisipan 5 juga memberikan respon yang baik terkait pelayanan kesehatan yang didapat dan merasa puas atas pelayanan yang di dapat.


(13)

mual. (47) P5: Ya saya

diamkan, paling juga hilang. (48) P5 : Tidak ada.

Nanti dokter atau mantri yang datang periksa trus kasih obat.(49) P5: Iya tahu, mantri

sama dokter. (50)

P5: Iya bagus, mereka baik. (51)

Pada lansia di panti Wreda Salib Putih Salatiga secara umum sudah sangat memahami tentang pentingnya pelayanan kesehatan yang diberikan namun dalam pemanfaatannya masih belum maksimal. Beberapa lansia sering membiarkan saja penyakit yang dialami dan tidak menggunakan pelayanan kesehatan yang ada. Pelayanan kesehatan merupakan salah satu aspek yang berperan dalam penciptaan derajat kesehatan yang merata kepada seluruh masyarakat sesuai dengan tujuan penyelenggaraan pembangunan kesehatan yaitu terwujudnya masyarakat yang mandiri untuk menggapai pelayanan kesehatan dan berperilaku hidup sehat (Depkes RI, 2003). Mutu pelayanan kesehatan merupakan aspek penting yang dapat memberikan kepuasan terhadap pasien, hal ini dapat menjadi pendorong kepada setiap orang untuk menjalin ikatan yang kuat dengan pelayanan kesehatan yang disediakan. Dalam jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan suatu instansi pelayanan kesehatan memahami dengan


(14)

seksama harapan dan kebutuhan setiap orang. Kualitas yang dihasilkan sama dengan nilai yang diberikan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup para pelanggan/pasien, semakin tinggi nilai yang diberikan, maka semakin besar pula kepuasan pelanggan (Tjiptono, 2001). Peran keluarga dan masyarakat sangat penting dalam meningkatkan derajat kesehatan dan kualitas hidup lansia, yaitu melalui perubahan perilaku kearah perilaku hidup bersih dan sehat dalam tatanan keluarga dan masyarakat, perbaikan lingkungan (fisik, biologis, sosial-budaya, ekonomi), membantu penyelenggaraan yankes (promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif), dan Ikut dalam proses kontrol dan evaluasi pelaksanaan pelayanan bagi lansia. Selain itu, yang terpenting dari pelayanan kesehatan itu sendiri adalah kesadaran dari setiap individu untuk selalu menjaga kesehatan.

2. Perilaku terhadap Sakit dan Penyakit

Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit yakni :

1) Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion behavior) misalnya makan-makanan yang bergizi, olah raga dan sebagainya.

2) Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior) adalah respon untuk melakukan pencegahan penyakit, misalnya tidur memakai kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk malaria,


(15)

imunisasi dan sebagainya. Termasuk perilaku untuk tidak menularkan penyakit kepada orang lain.

3) Perilaku sehubungan dengan pencarian obat (health seeking behavior) yaitu perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan, misalnya usaha mengobati sendiri penyakitnya atau mencari pengobatan ke fasilitas pelayanan kesehatan modern seperti puskesmas, mantri, dokter praktek, maupun ke fasilitas tradisional seperti dukun, shinse dan sebagainya.

4) Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior) yaitu perilaku yang berhubungan dengan usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit misalnya melakukan diet, memenuhi anjuran dokter, dalam rangka pemulihan kesehatannya.

Tema Verbatim Hasil Analisis

Perilaku terhadap Sakit dan Penyakit

1. Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion behavior ) 2. Perilaku

pencegahan penyakit (health prevention behavior )

P1: Kalau untuk nyenyak tidak bisa karena kebetulan punya riwayat penyakit diabetes jadi sering kebelakang terus sampai 2-4 kali kalau hujan sampai lima kali. (3) P1: Saya biasa

bangun jam 02.00 trus doa, setelah itu sekitar jam 5

Partisipan 1 sudah mampu mengungkapkan perilaku

yang baik untuk

meningkatkan kesehatan, pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, tentang kebersihan kamar dan lingkungan tempat tinggal, hanya saja partisipan 1 belum melakukan perilaku sehubungan dengan pencarian obat ketika sakit karena hanya membiarkan diri ketika sakit. Ketika sakit partisipan 1 kurang memperdulikan dirinya dan tidak mencari bantuan


(16)

3. Perilaku sehubungan dengan pencarian obat (health seeking behavior ) 4. Perilaku

sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior) dan kemudian saya mandi dan kemudian ikut kebaktian pagi, setelah itu ke kamar lagi. (9) P1: Saya kalau

tidak bisa tidur saya berdoa, kalau tidak saya merenung dan duduk di tempat tidur. (12)

P1: Pernah, saya diamkan. Kadang Ibu Gesti (Pengasuh Panti) sering liat trus kasih obat. (18)

ketika mengalami sakit

P2: Kalau di panti tugas saya ya nyapu, bersih-bersih. (8) P2: Saya susah

untuk tidur sering bangun. (9)

P2: Iya, jalan pagi kadang-kadang. (10) P2: Sering pusing

kalau tidak bisa tidur(13) P2: Sering, 2 gelas

biasanya. (16) P2: Jarang, mandi

malam kadang-kadang tapi pake air panas. (18) P2: Tidak ada,

Upaya Partisipan 2 melakukan perilaku sehubungan dengan

peningkatan dan

pemeliharaan kesehatan sudah baik, partisipan 2

mampu mengetahui

tindakan yang perlu

dilakukan untuk

pemeliharaan kesehatan yaitu dengan olahraga. Selain itu partsipan 2 sudah melakuakn tindakan pencegahan penyakit yaitu dengan membersihkan kamar dan lingkungan panti yang membuat partisipan 2 merasa puas dan nyaman dengan kebersihan yang ada, hanya saja partisipan 2 tidak melakukan

perilaku sehubungan dengan pencarian obat,


(17)

lakukan kegiatan sehari-hari. (20)

P2: Iya bangun pagi langsun bersihkan, tugas saya nyapu. Kamar saya bersihkan sendiri. Tempat tidur juga(21) P2: Di belakang,

tapi di depan kamar juga ada tempat sampahnya. (26) P2: Biasanya hanya di biarkan saja. Tapi kadang juga di kasih obat dokter. (41)

partisipan 2 tidak melakukan pencarian dan lebih membiarkan dirinya di urus orang lain. Partisipan 2 juga tidak terlalu memperhatikan perilakunya sehubungan dengan pemulihan kesehatan karena tidak tahu tindakan apa yang harus dilakukan untuk dilakukan.

P3: Tidak, sudah jarang. Kalau dulu sering jalan pagi tapi selama disini tidak pernah lagi. (12) P3: Tidak pasti,

sering kebangun malam-malam. (14)

P3: 1 kali sehari, kalau pagi hanya cuci muka. (16) P3: Tidak, jarang

saya minum pagi. Pagi

Partisipan 3 paham tentang perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan hanya saja karena keterbatasan fisik sehingga pasrtisipan 3 mampu melakukan aktifitasnya hal yang ini yang membuat partsipan kurang measa puas dan lebih banyak berdiam diri dan tidak melakukan aktivitas apapun. Partisipan 3 juga memeahami tentang

perilaku pencegahan penyakit

sehubungan dengan pencarian obat dan juga


(18)

biasanya minum teh. (18)

P3: Tidak ada. Sudah tidak bisa olahraga skarang. (22) P3: Iya ada,

kadang dia yang bersihin kadang saya yang bersihin kamar saya. (26) P3:Tidak nyenyak mas, susah tidur. (34) P3: Kulit saya

lengket mas Ryan kalau gak mandi. (36)

perilaku sehubungan

dengan pemulihan

kesehatan

P4: Pagi saya jalan kaki, sore juga. (12)

P4: Segar. Saya suka jalan. (13) P4: Kurang tau,

saya sering bangun malam kencing. (14) P4: Tidak kerasan

mas, saya rasanya tidak nyaman. (16) P4: Iya saya suka

makan sayur. Buah saya kurang terlalu suka. Disini makannya 3 kali tapi maaf ya

makanannya tidak enak, saya tidak terlalu suka

Hampir sama halnya dengan partisipan 2, partisipan 4 sudah melakukan perilaku sehubungan dengan

peningkatan dan

pemeliharaan kesehatan dengan baik, partisipan 4 mampu melakukan tindakan yang perlu dilakukan untuk pemeliharaan kesehatan yaitu dengan olahraga. Selain itu partsipan 4 sudah juga sudah melakukan tindakan pencegahan penyakit yaitu tidak mandi malam, suka makan sayur dan dengan membersihkan kamar dan lingkungan panti yang membuat partisipan 4 merasa puas dan nyaman dengan kebersihan yang ada, hanya saja partisipan 4 tidak melakukan


(19)

tawar. (18) P4: Jarang, saya

biasanya jam 5 sore sudah mandi. (19) P4: Saya olahraga.

Jalan-jalan pagi, disini kan banyak

pohonnya jadi sejuk. (21) P4: Kalau disini

saya tugasnya nyapu depan kamar. Saya yang bersihin kamar saya. (22)

P4: Di tempat sampah, ada tempat sampah. (28)

dengan pencarian obat, partisipan 4 tidak melakukan pencarian dan lebih membiarkan dirinya di urus orang lain. Partisipan 4 juga tidak terlalu memperhatikan perilakunya sehubungan dengan pemulihan kesehatan karena tidak tahu tindakan apa yang harus dilakukan untuk dilakukan.

P5: Seperti biasa mas, sering kebangun. Susah untuk tidur nyenyak mas. (39) P5: Iya,

kadang-kadang kalau gak sempat mandi sore ya saya mandinya malam. Tapi mandinya mesti pake aer panas mas, Gak kerasan kalau gak mandi mas. (41)

P5: Gak suka yang manis mas, suka asin tapi yang gak terlalu asin

Partispan 5 sudah melakukan perilaku sehubungan dengan

peningkatan dan

pemeliharaan kesehatan yaitu dengan cara tidak makan-makan yang asin, tetapi belum mampu untuk memenuhi kebutuhan tidur disebakan karena sering berkemih. Selain itu juga partisipan 5 juga mandi malam karena tidak merasa nyaman dengan keadaan tidak bersihnya diri partisipan. Partisipan 5 belum melakukan tindakan pencegahan penyakit, walaupun partisipan 5 mampu memahami apa yang harus dilakukan untuk mencegah penyakit. Partisipan 5 juga masih mengharapkan bantuan


(20)

mas. (44) P5: Iya, ada yang

ngurus. (28) P5: 3x kali. Iya

suka. (25)

orang lain untujk melakukan perilaku sehubungan dengan pencarian obat.

Pada Lansia yang tinggal di Panti Wreda makanan yang di terima sudah diatur untuk setiap lansia. Makanan yang diberikan bervariatif, rata-rata lansia makan 3x sehari. Namun yang terjadi pada lansia pemenuhan kebutuhan gizi yang seimbang kurang terpenuhi hal ini dilihat dari makanan yang di konsumsi lansia, selain itu lansia merasa tidak terlalu suka dengan makan yang diberikan karena rasanya yang tidak enak. Berdasarkan keterangan yang diberikan juru masak bahwa lansia hanya diberikan 3000 rupiah per porsi makan. Pada lansia di panti Wreda Salib Putih Salatiga perilaku hidup sehat terkait sikap terhadap sakit atau penyakit sudah cukup baik, lansia sudah cukup mampu untuk memelihara dan meningkatkan kesahatan hal ini dilihat dari kemauan lansia untuk tetap melakukan aktivitasnya. Namun pada sebagian lansia tidak terlalu mempedulikan kebersihan dirinya seperti misalnya mandi dan menjaga lingkungan tetap bersih karena keterbatasan fisik. Perilaku yang sehat akan mencerminkan individu dengan kualitas hidup baik. Manfaat dari hidup sehat yang paling penting adalah meningkatkan produktivitas dengan segala kemampuan dan potensi diri. Untuk itu konsep hidup sehat harus ditingkatkan dari tiap individu untuk dapat meningkatkan kualitas hidup yang sehat.


(21)

3. Perilaku terhadap Lingkungan.

Perilaku Terhadap Lingkungan adalah bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (enviromental health behavior) adalah respon seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. Perilaku ini antara lain mencakup :

1) Prilaku sehubungan dengan air bersih, termasuk didalamnya komponen, manfaat penggunaan air bersih untuk kepentingan kesehatan.

2) Prilaku sehubungan dengan air kotor, yang menyangkut segi higiens, pemeliharaan teknik dan penggunaannya.

3) Prilaku sehubungan dengan limbah, baik padat maupun limbah cair termasuk didalamnya sistem pembuangan sampah dan air limbah yang sehat, serta dampak pembungan limbah yang tidak baik. 4) Prilaku sehubungan dengan rumah yang sehat, yang meliputi

ventilasi pencahayaan lantai, ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang menggangu memenuhi psikologis antara lain privasi yang cukup, komunikasi yang sehat antara anggota keluarga dan penghuni rumah. Termasuk juga prilaku dengan pembersihan sarang-sarang nyamuk (vector) dan sebagainya.


(22)

Perilaku terhadap Lingkungan

1. Prilaku sehubungan dengan air bersih dan kotor 2. Prilaku

sehubungan dengan limbah 3. Prilaku

sehubungan dengan lingkungan yang sehat

P1: Saya akan bersihkan. (37) P1: Iya bersih,

karna sudah saya

bersihkan. (38) P1: Tidak nyaman, tidak kerasan. Tapi saya sudah tidak kuat untuk bersihkan jadi saya biarkan saja. (43) P1: Ada yang

bertugas, ada ibu-ibu. Setiap pagi sudah dibersihkan. Oma-oma disini juga setiap ibadah pagi bangun langsun bersihkan. (44) P1: Iya cukup, tapi

akhir-akhir sering mati. Air sering susah jalan. Mungkin karna musim panas(45) P1: Di belakang,

ada yang buangin. (47)

Partisipan 1 sangat mengetahui apa itu prilaku sehubungan dengan air bersih dan kotor, partisipan 1 mampu memahami fungsi air karena mampu

mendeskripsikan tujuan penggunaan air dan akan merasa tidak nyaman jika kebutuhan air tidak terpenuhi. Partisipan 1 juga sangat

memperhatikan kebersihan lingkungan dan merasa tidak nyaman jika lingkungan panti kotor. Hanya saja karen keterbatasan fisik partisipan 1 tidak mampu membantu membersihkan lingkungan panti. Selain itu juga partisipan 1 juga Sudah mengerti tentang membuang sampah pada tempatnya.

P2: Iya bersih. Sudah saya bersihkan tadi. (23)

P2: Biasa saja, soalnya langsun ada yang

bersihkan. (22) P2: Iya, cukup. Ada penampung air

Upaya Partisipan 2 mengenai perilaku sehubungan dengan air bersih dan kotor sudah baik artinya partisipan sudah mampu menggunakan air sesuai dengan kebutuhan selain itu juga partisipan 2 mampu mengetahui


(23)

kalau mati. (24) P2: Susah pastinya. Buat mandi dan keperluan lain gak ada. (25) P2: Di belakang,

tapi di depan kamar juga ada tempat sampahnya. (26)

dan melakukan pengelolaan sampah. Partisipan 2 juga merasa nyaman dan suka dengan keadaan lingkungan panti yang bersih dana akan merasa nyaman jika lingkungan panti tidak bersih.

P3: Tidak, saya tidak suka, saya rasanya tidak nyaman. (24)

P3: Iya bersih. Saya yang bersihin. (25) P3: Iya ada,

kadang dia yang bersihin kadang saya yang bersihin kamar saya. (26)

P3: Iya cukup(27) P3: Di depan

kamar ada tempat sampah. (29) Partisipan 3 Mampu memanfaatkan air dengan baik dan akan merasa risih jika kebutuhan air tidak terpenuhi. Partisipan 3 juga sangat

menyukai keadaan lingkungan yang bersih.

P4: Kalau disini saya tugasnya nyapu depan kamar. Saya yang bersihin kamar saya. (22)

P4: Tidak enak dilihat. (23) P4: Iya, sudah

saya

bersihkan. (24) P4: Ada petugas,

Perilaku pemanfaatan air partisipan 4 sudah sangat baik,

partisipan 4 sudah menggunakan air sesuai dengan kebutuhannya.

Partisipan 4 juga akan merasa tidak nyaman jika kebutuhan air tidak terpenuhi dengan baik. Partispan sangat


(24)

oma-oma disini sudah di bagi tugasnya. Semua punya tugas. (25) P4: Iya cukup, tapi

sekarang sering macet. (26)

P4: Di tempat sampah, ada tempat sampah. (28)

ungan yang bersih dan menyukai keadaan lingkungan yang bersih.

P5: Saya yang bersihin. Bantu-bantu bersihin. (30) P5: Tidak ada.

Sudah ada yang bersihin. (31)

P5: Iya bersih (32) P5: Ya tidak bisa

mandi. (34) P5: Di belakang.

(35)

Partispan 5 mengerti tentang penggunaan air unuk kebutuhan air dana merasa tdak nyaman jika

kebutuhan air tidak trpenuhi khusunya untuk mandi.

Partisipan 5 juga tidak terlalu merasa risih dengan keadaaan lingkungan yang kotor.

Lansia di panti Wreda Salib Putih Salatiga sudah sangat baik dalam memperhatikan kebersihan lingkungan panti, hal ini mempengaruhi pada kepuasan setiap lansia. Masalah lingkungan dan kualitas hidup seperti dua sisi mata uang yang saling bergantung. Ketidakmampuan menyesuaikan diri, keadaan lingkungan yang tidak cukup ruang terbuka, konstruksi bangunan, dan dampak pengrusakan lingkungan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kualitas hidup. Jika kondisi lingkungan buruk, maka implikasinya adalah kualitas hidup yang rendah, sebaliknya


(25)

jika kondisi lingkungan baik, maka akan terjadi peningkatan kualitas hidup.

2. Pembahasan

Tingkat pengetahuan para lansia di Panti Wreda Salib Putih terkait dengan perilaku hidup sehat bervariatif, namun berdasarkan hasil wawancara dengan seluruh partisipan, maka diketahui bahwa pengetahuan akan perilaku hidup sehat para lansia tergolong baik yaitu paham karena hanya dapat memberikan penjelasan secara sederhana mengenai perilaku hidup sehat. Hampir seluruh responden melakukan aktivitas dan mampu menjelaskan dengan benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan konsep kebersihan tersebut secara benar. Namun di sisi lain, aplikasi yang mengarah pada kemampuan untuk menggunakan pengetahuannya dalam kehidupan keseharian masih kurang maksimal.

Berdasarkan data yang diperoleh dari wawancara maka juga dapat dinyatakan bahwa partisipan memperoleh pengetahuan atas dasar pengalaman pada masa lalu akan pentingnya hidup sehat. Pengalaman yang diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang akan konsep perilaku hidup sehat. Selain pengalaman aktivitas untuk menjaga kebersihan diri juga terbangun atas pengetahuan yang didasari atas keyakinan yang positif serta budaya yang akhirnya mengarahkan pada persepsi, dan sikap seseorang


(26)

terhadap perilaku hidup sehat. Secara umum tingkat pengetahuan perilaku hidup sehat para lansia yang tinggal tergolong cukup baik.

Berdasarkan keadaan fisik dari partisipan 1,2,3,4, dan 5 maka diketahui bahwa tingkat kebersihan dan kepedulian partisipan akan kesehatanpun bervariatif pula. Keadaan tersebut secara umum juga menggambarkan tingkat pengetahuan partisipan akan perilaku hidup sehat pada lansia yang berbeda pula. Pengetahuan partisipan akan kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan kesejahteraan.

Kualitas hidup secara umum merupakan kenyamanan dan kepuasan hati yang tidak terbebani oleh berbagai tindakan kegiatan yang dilakukan. Dengan demikian keseimbangan lingkungan akan tetap terpelihara karena pertanggungjawaban dari tindakan yang bersifat membangun secara positif dilihat dari berbagai sudut pandang. Kualitas hidup yang baik memberikan kepuasan dan kenyamanan hati yang luar biasa, karena lingkungan yang mengitari dirinya memberikan suasana yang kondusif. Konsep psikologi lingkungan merupakan salah satu upaya peningkatan kualitas hidup dan kelestarian lingkungan sebagai dua sisi yang tidak terpisahkan. Pemahaman terhadap psikologi lingkungan yang berorientasi pada peningkatan kualitas hidup dan kelestarian lingkungan pada dasarnya berangkat dari pemahaman bahwa pembentukan karakter dan


(27)

kepribadian berkaitan erat dengan kekuatan moral dan memiliki konotasi positif.

Menurut Becker (1992) konsep perilaku sehat merupakan pengembangan dari konsep perilaku yang dikembangkan Bloom. Becker menguraikan perilaku kesehatan menjadi tiga domain, yakni pengetahuan kesehatan (health knowledge), sikap terhadap kesehatan (health attitude) dan praktek kesehatan (health practice). Hal ini berguna untuk mengukur seberapa besar tingkat perilaku kesehatan individu yang menjadi unit analisis penelitian. Becker mengklasifikasikan perilaku kesehatan menjadi tiga dimensi :

1. Pengetahuan tentang kesehatan mencakup apa yang diketahui oleh seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan, seperti pengetahuan tentang penyakit menular, pengetahuan tentang faktor-faktor yang terkait dan atau mempengaruhi kesehatan, pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan, dan pengetahuan untuk menghindari kecelakaan.

2. Sikap terhadap kesehatan adalah pendapat atau penilaian seseorang terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan, seperti sikap terhadap penyakit menular dan tidak menular, sikap terhadap faktor-faktor yang terkait dan atau mempengaruhi kesehatan, sikap tentang fasilitas pelayanan kesehatan, dan sikap untuk menghindari kecelakaan.


(28)

3. Praktek kesehatan untuk hidup sehat adalah semua kegiatan atau aktivitas orang dalam rangka memelihara kesehatan, seperti tindakan terhadap penyakit menular dan tidak menular, tindakan terhadap faktor-faktor yang terkait dan atau mempengaruhi kesehatan, tindakan tentang fasilitas pelayanan kesehatan, dan tindakan untuk menghindari kecelakaan.

Selain Becker, terdapat pula beberapa definisi lain mengenai perilaku kesehatan. Menurut Solita, perilaku kesehatan merupakan segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan, serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan. Sedangkan Cals dan Cobb (1997) mengemukakan perilaku kesehatan sebagai: “perilaku untuk mencegah penyakit pada tahap belum menunjukkan gejala (a symptomatic stage)”. Menurut Skinner (2000) perilaku kesehatan (healthy behavior) diartikan sebagai respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan. Dengan kata lain, perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati (unobservable), yang berkaitan


(29)

dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan, dan mencari penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah kesehatan.

Perilaku sehat adalah sifat pribadi seperti kepercayaan, motif, nilai, persepsi dan elemen kognitif lainnya yang mendasari tindakan yang dilakukan individu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk pencegahan penyakit, perawatan kebersihan diri, penjagaan kebugaran melalui olah raga dan makanan bergizi. Perilaku sehat diperlihatkan oleh individu yang merasa dirinya sehat meskipun secara medis belum tentu mereka betul-betul sehat.

Adapun dampak dari pemenuhan perilaku hidup sehat yang kurang antara lain: 1) Dampak fisik: banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering terjadi adalah gangguan intergritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku. 2) Dampak psikososial: masalah sosial yang berhubungan dengan kebersihan diri adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri dan gangguan interaksi sosial. Secara umum dari hasil


(30)

wawancara maka diketahui bahwa lansia di panti Wredha Salib Putih menghimpun pengetahuan tentang berbagai macam gangguan kesehatan lainnya yang mungkin terjadi akibat perilaku hidup sehat yang tidak baik. Temuan tersebut sependapat dengan (Wartonah & Tarwanto, 2006) yang mengemukakan bahwa lansia dapat menghimpun berbagai cara mengatasi gangguan kesehatan tersebut dengan menerapkan pengetahuan yang baik. (Wartonah & Tarwoto, 2006). Adapun masalah yang ditemukan yaitu perilaku hidup sehat yang masih kurang diperhatikan oleh para lansia. Bahwa 5 lansia kurang memperhatikan perilaku hidup sehatnya. Keadaan perilaku hidup sehat yang kurang diperhatikan lansia di panti wredha Salib Putih bermacam-macam seperti kuku panjang dan hitam, rambut tampak kotor dan berminyak. 5 lansia mengeluh gatal di kulit dan terdapat ada bekas gatal yang membuat kulit berubah seperti adanya koreng. Kebersihan gigi kurang dan didapati bau badan yang tidak enak. Fenomena ini menunjukan bahwa pada hakikatnya para lansia meskipun mengetahui dan memahami mengenai perilaku hidup sehat, namun upaya untuk mewujudkannya masih kurang maksimal. Tampilan atau keadaan fisik yang kurang bersih pada akhirnya berkembang menjadi suatu masalah yang mengakibatkan terganggunya kenyamanan lansia dalam beristrirahat dan kesehatan lansia. Hal ini seperti diungkapkan


(31)

oleh Khasanah & Hidayanti (2012) adapun dampak yang akan lansia temui adalah kualitas tidur yang terganggu. Kualitas tidur yang terganggu dapat membuat keadaan seseorang individu menjadi tidak segar dan tidak bugar ketika terbangun, hal ini juga mempengaruhi kualitas hidup pada lansia di lihat dari jawaban setiap lansia yang merasa tidak bahagia karena sering terbangun karena kualitas tidur yang sering terganggu dan tidak nyaman dalam beraktifitas karena kebersihan diri yang kurang. Perilaku hidup sehat sangat menentukan kualitas hidup seseorang. Perilaku hidup sehat berhubungan erat dengan kedisiplinan, tingkat pendidikan, gaya hidup (life style) dan lain-lain. Seseorang yang ingin menikmati hidup seharusnya menerapkan perilaku hidup sehat. Menurut Becker yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Menurut Becker (dalam Notoatmojo, 2003) perilaku hidup sehat itu mencakup:

 Makan dengan menu seimbang (appropriate diet). Menu seimbang adalah dalam arti kualitas mengandung zat-zat gizi yang diperlukan tubuh dan kuantitas menyatakan jumlahnya cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh.


(32)

 Olahraga teratur yang mencakup kualitas dan kuantitas dalam arti frekuensi dan waktu yang digunakan untuk olahraga.  Tidak merokok. Merokok adalah kebiasaan jelek yang

mengakibatkan berbagai macam penyakit. Perilaku merokok adalah suatu kebiasaan tanpa tujuan positif bagi kesehatan manusia.

 Tidak minum-minuman keras dan narkoba. Kebiasaan minum miras dan menggunakan narkoba cenderung meningkat. Sekitar 1% penduduk Indonesia dewasa diperkirakan sudah mempunyai kebiasan sendiri.

 Istirahat cukup, dengan meningkatnya kebutuhan hidup akibat tuntutan dan penyesuaian dengan lingkungan modern mengharuskan orang untuk bekerja keras dan berlebihan sehingga kurang waktu istirahat.

 Mengendalikan stres. Stress akan terjadi pada siapa saja, apalagi akibat tuntutan hidup yang keras. Kecenderungan stres akan meningkat pada setiap orang. Stres tidak dapat dihindari yang penting agar stres tidak mengganggu kesehatan, dengan cara mengendalikan dan mengelola stres dengan kegiatan-kegiatan positif.

 Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan, misalnya tidak berganti ganti pasangan, penyesuaian diri dengan lingkungan.


(33)

Kualitas hidup pada lansia tidak dapat di pastikan secara langsun artinya kualitas harus dilihat lagi dari sertiap invidu dalam menyikapinya, kualitas serseorang di katakan baik jika orang tersebut merasa demikian. Menurut Calman yang dikutip oleh Hermann (1993:14-21) dalam Silitonga (2007) mengungkapkan bahwa konsep dari kualitas hidup adalah bagaimana perbedaan antara keinginan yang ada dibandingkan perasaan yang ada sekarang, definisi ini dikenal dengan sebutan “Calman’s Gap”. Calman mengungkapkan pentingnya mengetahui perbedaan antara perasaan yang ada dengan keinginan yang sebenarnya, dicontohkan dengan membandingkan suatu keadaan antara “dimana seseorang berada” dengan “di mana seseorang ingin berada”. Jika perbedaan antara kedua keadaan ini lebar, ketidakcocokan ini menunjukkan bahwa kualitas hidup seseorang tersebut rendah. Sedangkan kualitas hidup tinggi jika perbedaan yang ada antara keduanya kecil. Cella & Tulsky dalam Dimsdale (1995) menyebutkan bahwa beberapa pendekatan fenomenologi dari kualitas hidup menekankan tentang pentingnya persepsi subjektif seseorang dalam memfungsikan kemampuan mereka sendiri dan membandingkannya dengan standar kemampuan internal yang mereka miliki agar dapat mewujudkan sesuatu menjadi lebih ideal dan sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Hal ini sejalan dengan pendapat Campbell, dkk dalam Dimsdale


(34)

(1995) yang menggaris bawahi tentang pentingnya persepsi subjektif dan penafsiran dalam pengukuran kualitas hidup. Dalam hal ini dikemukakan bahwa kualitas hidup dibentuk oleh suatu gagasan yang terdiri dari aspek kognitif dan afektif karena penilaian individu terhadap satu kondisi kognitif mempengaruhi secara efektif dan menimbulkan reaksi terhadap kondisi emosi individu tersebut. Adapun menurut Cohen & Lazarus dalam Sarafino (1994) kualitas hidup adalah tingkatan yang menggambarkan keunggulan seorang individu yang dapat dinilai dari kehidupan mereka. Keunggulan individu tersebut biasanya dapat dinilai dari tujuan hidupnya, kontrol pribadinya, hubungan interpersonal, perkembangan pribadi, intelektual dan kondisi materi.

Ada 3 kriteria yang biasa digunakan untuk mengukur kualitas hidup manusia/ kualitas taraf hidup manusia, yaitu :

a. Terpenuhinya kebutuhan dasar untuk kelangsungan sebagai mahluk hidup hayati.

Kebutuhan ini bersifat mutlak, yang didorong oleh keinginan manusia untuk menjaga kelangsungan hidup hayatinya. Kelangsungan hidup hayati tidak hanya menyangkut dirinya, melainkan juga masyarakatnya, dan terutama kelangsungan hidupnya sebagai jenis melalui


(35)

keturunannya. Kebutuhan dasar ini terdiri atas udara, air yang bersih, pangan, kesempatan untuk mendapatkan keturunan serta perlindungan terhadap serangan penyakit dan sesama manusia. Tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air, reaksi kimia dalam tubuh manusia untuk proses metabolisme juga membutuhkan air. Air juga merupakan bahan yang terbuang dari reaksi kimia dalam tubuh manusia untuk proses metabolisme dalam bentuk urine (air seni). Air juga berperan dalam menjaga suhu tubuh. Apabila manusia kekurangan air, tubuh mengalami dehidrasi, metabolisme manjadi kacau dan suhu tubuh menjadi tidak teratur. Manusia membutuhkan air, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya, melainkan juga untuk proses produksi dan lain-lain. Misalnya untuk pertanian, perikanan, dan industri. Kebutuhan air tidak hanya menyangkut segi kuantitasnya melainkan juga kualitasnya. Misalnya, persyaratan air utuk keperluan rumah tangga berbeda dengan persyaratan untuk irigasi. Udara mengandung oksigen yang dibutuhkan manusia untuk pernafasan. Tanpa oksigen manusia tidak dapat hidup, masalah yang makin serius adalah tercampurnya udara dengan gas dan partikel padat yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, baik dari


(36)

sektor industri maupun transportasi. Gas dan partikel padat tersebut beracun. Pencemaran udara dengan gas dan partikel padat akan mengurangi pemenuhan atas kebutuhan udara yang bersih. Pangan adalah kebutuhan dasar lain yang bersifat mutlak. Pangan berfungsi sebagai penyusun tubuh, sumber energi dan pengatur metabolisme. Karena itu disamping kuantitas pangan, kualitasnyapun penting. Kualitas pangan ditentukan oleh susunan sebagai unsur makanan, seperti karbohidrat, lemak, protein, mineral dan vitamin.

Pada lansia khususnya di panti Wreda Salib Putih Salatiga kebutuhan dasar untuk kelangsungan sebagai mahluk hidup hayati dapat terpenuhi hanya saja belum maksimal di sebabkan kurang terpenuhinya kebutuhan air dan kebutuhan pangan pada lansia. Ketika kebutuhan dasar tidak terpenuhi dengan baik maka kualitas hidup pada lansiapun dikatakan kurang baik.

b. Kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup manusiawi. Berbeda dengan mahluk hidup yang lain, manusia sebagai mahluk yang berbudaya tidak cukup hanya sekedar hidup secara hayati, melainkan karena perkembangan kebudayaannya maka manusia harus hidup secara manusiawi. Kebutuhan dasar untuk hidup


(37)

secara manusiawi, sebagian bersifat material dan sebagian lagi bersifat non material. Hal inilah yang membedakan manusia dengan hewan. Jika di alam semesta, hukum rimba berdiri di atas kekuatan, siapa yang kuat yang akan menang. Di dalam masyarakat manusia yang beradab, hukum berdiri diatas keadilan, oleh karena itu perlindungan hukum yang adil merupakan kebutuhan dasar yang membuat manusia dapat hidup secara manusiawi. Pekerjaan bukanlah sekedar sumber pendapatan untuk memenuhi kebutuhan dasar hayati sebagaimana yang diajarkan oleh induk hewan kepada anaknya, tetapi juga perlu diberikan pengetahuan tentang agama, filsafat, ilmu, seni dan budaya yang membedakan pendidikan manusia dengan hewan. Pendidikan teknologi sangatlah penting. Pendidikan ini haruslah disertai dengan pendidikan lain seperti tersebut di atas. Jika tidak, sebenarnya manusia secara kualitatif tidak akan ada bedanya dengan hewan.

Kebutuhan dasar lain yang membuat manusia menjadi manusiawi adalah energi. Misalnya untuk tranportasi sangatlah tidak manusiawi seandainya seseorang harus berjalan kaki puluhan kilometer dari


(38)

tempat tinggalnya ke suatu lokasi dimana dia bekerja untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup hayatinya.

c. Kebutuhan dasar untuk memilih

Sudah tentu dalam masyarakat yang tertib, derajat kebebasan untuk memilih dibatasi oleh hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Kemampuan memilih merupakam sifat hakikih untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya, baik pada tumbuhan, hewan maupun manusia. Untuk dapat memilih harus ada keanekaragaman pilihan, oleh karena itu keanekaragaman merupakan unsur yang esensial dalam lingkungan. (Kristanto, 2004)

C. Uji Keabsahan Data

 Triangulasi Sumber

Untuk menguji keabsahan data, peneliti melakukan triangulasi yaitu peneliti mencari kebenaran data dari sumber lain yaitu Ibu asrama atau pengasuh panti (Ibu G) dengan menanyakan kembali yang sudah disampaikan partisipan ketika peneliti wawancara. Ibu G adalah pengasuh panti yang bersedia mendamping para lansia di panti dan melayani kebutuhan lansia. Ibu G mengabdi di panti wredha salib putih sudah dua puluh delapan tahun. Selain Ibu G peneliti juga memastikan data dari sumber dengan menanyakan juru masak di panti yaitu Ibu M.


(39)

Ibu M adalah juru masak yang sudah bekerja di panti selama kurang lebih dua tahun.

D. Keterbatasan Peneliti

Berdasarkan pengalaman peneliti dalam penelitian ini, terdapat keterbatasan selama proses penelitian dilakukan, antara lain:

1. Pada situasi wawancara partisipan sering merasa bingung untuk menjawab setiap pertanyaan karena merasa kesulitan untuk menyusun jawaban mereka.

2. Selama proses wawancara peneliti merasa kesulitan ketika berkomunikasi dalam menggunakan bahasa yang sederhana yang mudah di pahami partisipan sehingga hasilnya ada jawaban yang menyimpang jauh dari pertanyaan yang dimaksudkan peneliti.


(1)

(1995) yang menggaris bawahi tentang pentingnya persepsi subjektif dan penafsiran dalam pengukuran kualitas hidup. Dalam hal ini dikemukakan bahwa kualitas hidup dibentuk oleh suatu gagasan yang terdiri dari aspek kognitif dan afektif karena penilaian individu terhadap satu kondisi kognitif mempengaruhi secara efektif dan menimbulkan reaksi terhadap kondisi emosi individu tersebut. Adapun menurut Cohen & Lazarus dalam Sarafino (1994) kualitas hidup adalah tingkatan yang menggambarkan keunggulan seorang individu yang dapat dinilai dari kehidupan mereka. Keunggulan individu tersebut biasanya dapat dinilai dari tujuan hidupnya, kontrol pribadinya, hubungan interpersonal, perkembangan pribadi, intelektual dan kondisi materi.

Ada 3 kriteria yang biasa digunakan untuk mengukur kualitas hidup manusia/ kualitas taraf hidup manusia, yaitu :

a. Terpenuhinya kebutuhan dasar untuk kelangsungan sebagai mahluk hidup hayati.

Kebutuhan ini bersifat mutlak, yang didorong oleh keinginan manusia untuk menjaga kelangsungan hidup hayatinya. Kelangsungan hidup hayati tidak hanya menyangkut dirinya, melainkan juga masyarakatnya, dan terutama kelangsungan hidupnya sebagai jenis melalui


(2)

keturunannya. Kebutuhan dasar ini terdiri atas udara, air yang bersih, pangan, kesempatan untuk mendapatkan keturunan serta perlindungan terhadap serangan penyakit dan sesama manusia. Tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air, reaksi kimia dalam tubuh manusia untuk proses metabolisme juga membutuhkan air. Air juga merupakan bahan yang terbuang dari reaksi kimia dalam tubuh manusia untuk proses metabolisme dalam bentuk urine (air seni). Air juga berperan dalam menjaga suhu tubuh. Apabila manusia kekurangan air, tubuh mengalami dehidrasi, metabolisme manjadi kacau dan suhu tubuh menjadi tidak teratur. Manusia membutuhkan air, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya, melainkan juga untuk proses produksi dan lain-lain. Misalnya untuk pertanian, perikanan, dan industri. Kebutuhan air tidak hanya menyangkut segi kuantitasnya melainkan juga kualitasnya. Misalnya, persyaratan air utuk keperluan rumah tangga berbeda dengan persyaratan untuk irigasi. Udara mengandung oksigen yang dibutuhkan manusia untuk pernafasan. Tanpa oksigen manusia tidak dapat hidup, masalah yang makin serius adalah tercampurnya udara dengan gas dan partikel padat yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, baik dari


(3)

sektor industri maupun transportasi. Gas dan partikel padat tersebut beracun. Pencemaran udara dengan gas dan partikel padat akan mengurangi pemenuhan atas kebutuhan udara yang bersih. Pangan adalah kebutuhan dasar lain yang bersifat mutlak. Pangan berfungsi sebagai penyusun tubuh, sumber energi dan pengatur metabolisme. Karena itu disamping kuantitas pangan, kualitasnyapun penting. Kualitas pangan ditentukan oleh susunan sebagai unsur makanan, seperti karbohidrat, lemak, protein, mineral dan vitamin.

Pada lansia khususnya di panti Wreda Salib Putih Salatiga kebutuhan dasar untuk kelangsungan sebagai mahluk hidup hayati dapat terpenuhi hanya saja belum maksimal di sebabkan kurang terpenuhinya kebutuhan air dan kebutuhan pangan pada lansia. Ketika kebutuhan dasar tidak terpenuhi dengan baik maka kualitas hidup pada lansiapun dikatakan kurang baik.

b. Kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup manusiawi. Berbeda dengan mahluk hidup yang lain, manusia sebagai mahluk yang berbudaya tidak cukup hanya sekedar hidup secara hayati, melainkan karena perkembangan kebudayaannya maka manusia harus hidup secara manusiawi. Kebutuhan dasar untuk hidup


(4)

secara manusiawi, sebagian bersifat material dan sebagian lagi bersifat non material. Hal inilah yang membedakan manusia dengan hewan. Jika di alam semesta, hukum rimba berdiri di atas kekuatan, siapa yang kuat yang akan menang. Di dalam masyarakat manusia yang beradab, hukum berdiri diatas keadilan, oleh karena itu perlindungan hukum yang adil merupakan kebutuhan dasar yang membuat manusia dapat hidup secara manusiawi. Pekerjaan bukanlah sekedar sumber pendapatan untuk memenuhi kebutuhan dasar hayati sebagaimana yang diajarkan oleh induk hewan kepada anaknya, tetapi juga perlu diberikan pengetahuan tentang agama, filsafat, ilmu, seni dan budaya yang membedakan pendidikan manusia dengan hewan. Pendidikan teknologi sangatlah penting. Pendidikan ini haruslah disertai dengan pendidikan lain seperti tersebut di atas. Jika tidak, sebenarnya manusia secara kualitatif tidak akan ada bedanya dengan hewan.

Kebutuhan dasar lain yang membuat manusia menjadi manusiawi adalah energi. Misalnya untuk tranportasi sangatlah tidak manusiawi seandainya seseorang harus berjalan kaki puluhan kilometer dari


(5)

tempat tinggalnya ke suatu lokasi dimana dia bekerja untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup hayatinya.

c. Kebutuhan dasar untuk memilih

Sudah tentu dalam masyarakat yang tertib, derajat kebebasan untuk memilih dibatasi oleh hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Kemampuan memilih merupakam sifat hakikih untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya, baik pada tumbuhan, hewan maupun manusia. Untuk dapat memilih harus ada keanekaragaman pilihan, oleh karena itu keanekaragaman merupakan unsur yang esensial dalam lingkungan. (Kristanto, 2004)

C. Uji Keabsahan Data

 Triangulasi Sumber

Untuk menguji keabsahan data, peneliti melakukan triangulasi yaitu peneliti mencari kebenaran data dari sumber lain yaitu Ibu asrama atau pengasuh panti (Ibu G) dengan menanyakan kembali yang sudah disampaikan partisipan ketika peneliti wawancara. Ibu G adalah pengasuh panti yang bersedia mendamping para lansia di panti dan melayani kebutuhan lansia. Ibu G mengabdi di panti wredha salib putih sudah dua puluh delapan tahun. Selain Ibu G peneliti juga memastikan data dari sumber dengan menanyakan juru masak di panti yaitu Ibu M.


(6)

Ibu M adalah juru masak yang sudah bekerja di panti selama kurang lebih dua tahun.

D. Keterbatasan Peneliti

Berdasarkan pengalaman peneliti dalam penelitian ini, terdapat keterbatasan selama proses penelitian dilakukan, antara lain:

1. Pada situasi wawancara partisipan sering merasa bingung untuk menjawab setiap pertanyaan karena merasa kesulitan untuk menyusun jawaban mereka.

2. Selama proses wawancara peneliti merasa kesulitan ketika berkomunikasi dalam menggunakan bahasa yang sederhana yang mudah di pahami partisipan sehingga hasilnya ada jawaban yang menyimpang jauh dari pertanyaan yang dimaksudkan peneliti.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Perilaku Hidup Sehat terhadap Kualitas Hidup pada Lansia di Panti Wredha Salib Putih Salatiga, Jawa Tengah T1 462011073 BAB I

0 1 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Perilaku Hidup Sehat terhadap Kualitas Hidup pada Lansia di Panti Wredha Salib Putih Salatiga, Jawa Tengah T1 462011073 BAB II

3 17 42

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Perilaku Hidup Sehat terhadap Kualitas Hidup pada Lansia di Panti Wredha Salib Putih Salatiga, Jawa Tengah T1 462011073 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Perilaku Hidup Sehat terhadap Kualitas Hidup pada Lansia di Panti Wredha Salib Putih Salatiga, Jawa Tengah

0 1 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Perilaku Hidup Sehat terhadap Kualitas Hidup pada Lansia di Panti Wredha Salib Putih Salatiga, Jawa Tengah

0 0 34

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Self-Esteem pada Lansia di Panti Wredha Salib Putih Salatiga Jawa Tengah T1 462009048 BAB I

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Self-Esteem pada Lansia di Panti Wredha Salib Putih Salatiga Jawa Tengah T1 462009048 BAB II

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Self-Esteem pada Lansia di Panti Wredha Salib Putih Salatiga Jawa Tengah T1 462009048 BAB IV

0 0 46

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Self-Esteem pada Lansia di Panti Wredha Salib Putih Salatiga Jawa Tengah

0 0 17

Dampak Kunjungan Keluarga Terhadap Kualitas Hidup Lansia Di Panti Wredha Salib Putih Salatiga Tugas Akhir - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dampak Kunjungan Keluarga terhadap Kualitas Hidup Lansia di Panti Wredha Salib Putih

0 0 28