PELAKSANAAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN OLEH MASYARAKAT KETURUNAN TIONGHOA DI SURAKARTA DITINJAU MENURUT HUKUM ADAT SURAKARTA DAN BUKU II KUHPERDATA.
ABSTRAK
PELAKSANAAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN OLEH MASYARAKAT
KETURUNAN TIONGHOA DITINJAU MENURUT HUKUM ADAT
SURAKARTA DAN BUKU II KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM
PERDATA
ZafierGustia. M
110110070383
Hukum adat di Surakarta mengenal suatu sistem pengalihan harta
kepada para waris yang dalam istilah Jawa disebut ’lintiran’ (pengalihan),
yaitu pemindahan dan pengalihan bendanya telah berlaku sejak pewaris
masih hidup, malahan ketika pewaris masih kuat tenaganya. Sistem
lintiran ini berlaku terutama yang sudah menjadi adat bahwa orang tua
selalu menyediakan dan memberikan hartanya sebagai modal kehidupan
bagi setiap anaknya yang sudah kawin dan akan hidup mandiri. Hal ini
juga dikenal dalam masyarakat keturunan Tionghoa di Surakarta. Namun
pada kenyataannya, harta ‘lintiran’ tersebut sering disalah artikan oleh
pewaris itu sendiri. Pewaris menyangka bahwa harta ‘lintiran’ bukan
merupakan harta warisan, melainkan hanya pemberian hadiah semata.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan
merumuskan penyelesaian pembagian harta warisan yang menggunakan
adat Lintiran pada masyarakat keturunan Tionghoa di kota Surakarta
menurut Hukum adat Surakarta dan KitabUndang-Undang Hukum
Perdata.
Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah deskriptif analitis
yaitu melalui pendekatan yuridis normatif serta menggunakan data berupa
bahan primer, sekunder, dan tersier berupa peraturan perundangundangan dan literature hukum. Teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah studi kepustakaan dan wawancara.
Hasil dari penelitian ini adalah apabila dilihat dari sudut pandang
hukum adat khususnya adat Surakarta, maka pada kenyataannya
sebelum pewaris wafat sudah dapat terjadi perbuatan penerusan atau
pengalihan harta kekayaan dari pewaris kepada ahli waris atau biasa
disebut lintiran.Namun menurut KUHPerdata, proses tersebut dinamakan
hibah-wasiat karena proses pelimpahan harta warisnya dilakukan oleh,
seorang pemberi hibah disaat ia masih hidup pada waktu pelaksanaan
pemberian.
iv
PELAKSANAAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN OLEH MASYARAKAT
KETURUNAN TIONGHOA DITINJAU MENURUT HUKUM ADAT
SURAKARTA DAN BUKU II KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM
PERDATA
ZafierGustia. M
110110070383
Hukum adat di Surakarta mengenal suatu sistem pengalihan harta
kepada para waris yang dalam istilah Jawa disebut ’lintiran’ (pengalihan),
yaitu pemindahan dan pengalihan bendanya telah berlaku sejak pewaris
masih hidup, malahan ketika pewaris masih kuat tenaganya. Sistem
lintiran ini berlaku terutama yang sudah menjadi adat bahwa orang tua
selalu menyediakan dan memberikan hartanya sebagai modal kehidupan
bagi setiap anaknya yang sudah kawin dan akan hidup mandiri. Hal ini
juga dikenal dalam masyarakat keturunan Tionghoa di Surakarta. Namun
pada kenyataannya, harta ‘lintiran’ tersebut sering disalah artikan oleh
pewaris itu sendiri. Pewaris menyangka bahwa harta ‘lintiran’ bukan
merupakan harta warisan, melainkan hanya pemberian hadiah semata.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan
merumuskan penyelesaian pembagian harta warisan yang menggunakan
adat Lintiran pada masyarakat keturunan Tionghoa di kota Surakarta
menurut Hukum adat Surakarta dan KitabUndang-Undang Hukum
Perdata.
Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah deskriptif analitis
yaitu melalui pendekatan yuridis normatif serta menggunakan data berupa
bahan primer, sekunder, dan tersier berupa peraturan perundangundangan dan literature hukum. Teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah studi kepustakaan dan wawancara.
Hasil dari penelitian ini adalah apabila dilihat dari sudut pandang
hukum adat khususnya adat Surakarta, maka pada kenyataannya
sebelum pewaris wafat sudah dapat terjadi perbuatan penerusan atau
pengalihan harta kekayaan dari pewaris kepada ahli waris atau biasa
disebut lintiran.Namun menurut KUHPerdata, proses tersebut dinamakan
hibah-wasiat karena proses pelimpahan harta warisnya dilakukan oleh,
seorang pemberi hibah disaat ia masih hidup pada waktu pelaksanaan
pemberian.
iv