PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI RAN

SEMINAR REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2013
ISSN : 1411-4216

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI RANDU
MENGGUNAKAN KATALIS KOH KULIT RANDU SEBAGAI UPAYA
GREEN ENERGY AND TECHNOLOGY
Mudzofar Sofyan*), Ayu Chyntia, Prafitra Asih R.S.P., Ilham Tanjung, Zeno Rizqi R.,
dan Noer Abyor Handayani
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
Jl. Prof. Sudharto, SH, Tembalang, Semarang, 50275, Telp/Fax: (024)7460058
*)
Penulis korespondensi: mudzofars@gmail.com

Abstrak
Biodiesel merupakan biofuel yang menjadi salah satu solusi masalah energi dunia. Biodiesel
sebagai upaya Green Energy menuntut penelitian tentang biodiesel yang dibuat dari minyak biji
randu menggunakan katalis KOH yang juga dari kulit randu. Tujuan penelitian ini untuk membuat
biodiesel dari minyak biji randu dengan katalis KOH kulit randu, mengetahui variabel yang
paling berpengaruh terhadap yield biodiesel yang dihasilkan dan variabel ya ng optimal untuk
respon terbaik. Proses pembuatan biodisel ini menggunakan proses transesterifikasi. Minyak biji
randu dianalisis dahulu kadar FFA (asam lemak bebas) menggunakan metode titrimetri.

Kemudian mereaksikan minyak biji randu dengan metanol. Transesterifikasi adalah reaksi
trigliserida dengan metanol menghasilkan biodiesel dan gliserol. Dalam penelitian ini digunakan
model faktorial desain 2 3 yang akan divariasikan tiga variabel dengan masing-masing variabel
digunakan dua level, sebagai level atas, dan level bawah. Dari analisa faktorial desain
didapatkan bahwa variabel yang paling berpengaruh adalah var iabel rasio pereaktan. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan yield optimal terdapat pada kombinasi variabel suhu 30 oC, waktu 30
menit dan rasio pereaktan 15:1. Yield terbesar yang didapat sebesar 89,1% dan kadar metil ester
sebesar 99,28% dengan kadar minimal menurut SNI 96,5%. Biodiesel dari minyak biji randu
dapat secara murah dan alami dibuat, ditunjukkan dengan hasil analisa karakter biodiesel yang
semua parameternya memenuhi syarat SNI.

Kata kunci: biji randu; minyak biji randu; biodiesel; KOH kulit randu; transesterifikasi

PENDAHULUAN
Kebutuhan energi khususnya minyak bumi dari hari ke hari semakin meningkat, bahkan konsumsinya
melebihi kapasitas yang seharusnya. Total produksi minyak bumi dunia pada triwulan ketiga tahun 2012 sebesar
89,33 jutabarel/hari, sedangkan total konsumsinya mencapai 90,08 jutabarel/hari (EIA, US Departement of
Energy, 2011). Keadaan ini diperkirakan akan berlangsung terus-menerus. Jika hal ini dibiarkan begitu saja,
maka suatu saat akan terjadi kelangkaan bahan bakar minyak bumi (BBM). Indonesia merupakan salah satu
negara penghasil minyak bumi di dunia, namun sampai saat ini masih mengimpor bahan bakar minyak (BBM)

untuk mencukupi kebutuhan bahan bakar minyak di sektor transportasi dan energi. Tercatat total konsumsi
minyak bumi Indonesia tahun 2009 sebesar 1,2 jutabarel/hari dan total supply minyak bumi sebesar 1
jutabarel/hari (EIA International Energy Statistic, 2011). Ketidaksesuaian antara kebutuhan dan jumlah produksi
minyak dalam negeri menimbulkan kelangkaan dan dapat berdampak pada kenaikan harga minyak bumi.
Keadaan tersebut menuntut dikembangkannya teknologi bahan bakar alternatif yang murah, mudah
didapat, persediaannya melimpah, serta berasal dari sumber daya alam Indonesia. Biodiesel merupakan salah
satu solusi energi alternatif yang tepat. Penggunaan dan perkembangan biofuel, dalam hal ini biodiesel, bahkan
semakin meluas di berbagai negara. Di Amerika Serikat produksi biofuel pada tahun 2006 adalah 334
ribubarel/hari dan meningkat menjadi 887 ribubarel/hari pada tahun 2010. Di Brazil produksi biofuel 307
ribubarel/hari pada tahun 2006 dan meningkat menjadi 527 ribubarel/hari pada tahun 2010 (EIA International
Energy Statistic, 2011).
Biodiesel merupakan salah satu bahan bakar alternatif pengganti diesel yang dibuat dari sumber yang
dapat diperbaharui seperti minyak nabati dan lemak hewani. Dibandingkan bahan bakar fosil, bahan bakar
biodiesel mempunyai kelebihan diantaranya bersifat biodegradable, non-toxic, mempunyai angka emisi dan gas
sulfur yang rendah, serta sangat ramah terhadap lingkungan (Marchetti dan Errazu, 2008).

SEMINAR REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2013
ISSN : 1411-4216
Salah satu bahan alami yang dapat digunakan sebagai material dalam pembuatan biodisel adalah biji
randu. Biji randu mengandung 24%-40% minyak, sehingga sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi

produk biodisel (Soerawidjaja, 2005). Minyak biji randu memiliki banyak keunggulan: mudah didapat, harganya
relatif murah, kadar asam lemak tak jenuhnya tinggi (71.95%), dan bilangan iodine yang memenuhi standar
spesifikasi biodiesel (88 g/g) (Hambali dkk., 2006; Prihandana dan Hendroko, 2007). Setiap gelendong buah
randu mengandung 26% biji buah randu sehingga tiap 100 kg gelendongnya bisa menghasilkan 26 kg biji randu
(Dewajani, 2008). Biodiesel dari minyak biji randu memiliki angka iodine yang tinggi. Semakin tinggi bilangan
iodine, maka titik tuang (pour point) minyak biji randu menjadi semakin rendah. Keadaan terbebut menjadikan
biodiesel dari bahan baku minyak biji randu diminati oleh negara-negara bermusim dingin, sehingga biodiesel
dari minyak biji randu dapat dijadikan komoditas ekspor yang potensial (Dewajani, 2008).
Keberadaan bahan baku yang cukup melimpah merupakan kesempatan besar untuk bisa dikembangkan
menjadi pilihan energi alternatif yang dikembangkan dalam skala komersial. Di Kabupaten Pasuruan terdapat
perkebunan kapuk randu sejumlah 12.604 hektar, dengan 2.048.757 pohon randu dan produksi mencapai 4.170
ribu ton dapat menghasilkan lebih dari 7900 ton biji randu. Minyak biji randu selama ini hanya digunakan
sebagai bahan baku alat penerangan, minyak pelumas, campuran coating pada genting, campuran pada kain
batik, serta sumber protein untuk sapi dan domba.
Biodiesel dari minyak biji randu dapat dibuat melalui reaksi transesterifikasi yang dibantu dengan
menggunakan katalis basa. Katalis basa yang sering digunakan adalah basa hidroksida seperti NaOH dan KOH.
Penelitian awal tentang biodiesel dengan bahan baku minyak biji randu menggunakan katalis NaOH
menyimpulkan bahwa pembuatan biodiesel optimal pada suhu 400C (Dewajani, 2008). Pada penelitian lain,
Kalium Hidroksida (KOH) dapat diperoleh dari alam atau dibuat menggunakan sintesis kimia. Secara alami,
KOH dapat diperoleh dari kulit randu karena kandungan Kalium pada kulit randu cukup tinggi. Gregorius (2011)

dalam penelitiannya berhasil mengekstrak abu kulit buah kapuk yang mengandung 78,95% kalium karbonat
menjadi soda qie untuk selanjutnya dilarutkan menjadi kalium hidroksida. Adanya potensi untuk penggunaan
KOH dari kulit randu memberikan peluang baru untuk menggunakan produk alam yang ramah lingkungan dalam
rangka mewujudkan green energy. Energi hijau adalah energi yang berasal dari tanaman hidup (biomassa) yang
terdapat di sekitar kita atau sering disebut sebagai bahan bakar hayati atau biofuel. Energi ini tidak akan habis
selama tersedia tanah, air, cahaya matahari dan memiliki keinginan untuk menanam, membudidayakan, serta
mengolahnya menjadi produk bermanfaat seperti bahan bakar. Hal tersebut yang melatarbelakangi dilakukannya
penelitian tentang pembuatan biodiesel dari minyak biji randu menggunakan katalis KOH dari kulit randu
dengan metode transesterifikasi.
Tujuan penelitian ini untuk membuat biodiesel dari minyak biji randu dengan katalis KOH kulit randu,
mengetahui variabel yang paling berpengaruh terhadap yield biodiesel yang dihasilkan dan variabel yang
optimal untuk respon terbaik.
METODE PENELITIAN
Bahan. Minyak biji randu yang digunakan dalam penelitian ini dibeli dari pengumpul dengan harga 12.500/liter
dan memiliki angka asam sebesar 35,952 mgKOH/mg minyak. Bahan yang digunakan untuk pembuatan
biodiesel adalah minyak biji randu, KOH kulit randu dengan kadar 0,9%, KOH (p.a), H2SO4 97%, aquadest dan
methanol 96%.
Alat. Alat – alat yang digunakan adalah labu leher tiga, agitator, pendingin balik, waterbath, hotplate heater,
beaker glass, dan termometer. Rangkaian alat penelitian dapat dilihat pada gambar di bawah ini.


Gambar 1. Rangkaian alat utama pembuatan biodiesel menggunakan proses transesterifikasi
Prosedur. Sebelum digunakan, minyak biji randu dianalisa bilangan asam, penyabunan untuk memudahkan
dalam perhitungan metanol yang dibutuhkan. Karena minyak biji randu yang digunakan mengandung FFA >
2%, minyak biji randu di esterifikasi terlebih dahulu. Esterifikasi dilakukan dengan mereaksikan minyak biji

SEMINAR REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2013
ISSN : 1411-4216
randu dengan methanol sesuai kebutuhan dengan menambahkan katalis H2SO4 97%. Setelah kandungan FFA
minyak biji randu < 2%, masuk ke langkah transesterifikasi.
Minyak biji randu yang sudah siap dengan volume tertentu dimasukkan ke dalam labu leher tiga,
masukkan metanol, katalis KOH dan sintetis sesuai variabel, panaskan pada suhu sesuai variabel dengan
kecepatan 400 rpm selama waktu tertentu (sesuai variabel), setelah proses transesterifikasi selesai, produk
didiamkan selama 24 jam hingga terbentuk 2 lapisan, lapisan atas berupa metil ester dan lapisan bawah berupa
gliserol. metil ester yang terbentuk dikeringkan pada suhu 100 oC untuk menghilangkan air dan sisa metanol yang
masih ada, setelah itu ditentukan variable yang paling optimal dengan menggunakan analisa factorial design.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
 Hasil Karakteristisasi bahan baku awal
Angka Asam
: 35,952

Kadar Asam Lemak Bebas
: 17,97%
Angka Penyabunan
: 172,055
Kadar KOH dalam KOH kulit randu : 0,9%



Hasil Karakterisasi bahan baku akhir
Angka Asam
: 2,1
Kadar Asam Lemak Bebas
: 1,05%
Hasil reaksi transesterifikasi (Yield biodiesel)
Tabel 1. Variabel dan yield percobaan transesterifikasi biodiesel
No

Variabel
Waktu
(Menit)

30
30
120
120
30
30
120
120

Suhu
(0C)
30
70
30
70
30
70
30
70


1
2
3
4
5
6
7
8

Rasio
Pereaktan
6:1
6:1
6:1
6:1
15:1
15:1
15:1
15:1


Respon
Yield
87,32 %
26,9 %
80,44 %
27,0 %
89,1 %
88,59 %
80,95 %
35,64 %

Pembahasan
 Penentuan Variabel yang paling berpengaruh
Untuk menentukan variabel yang paling berpengaruh, hasil penelitian dianalisa menggunakan Factorial
Design metode Quicker. Langkah-langkah analisanya seperti berikut:
1. Pembuatan Kode statistika
Dalam olah data statistika hasil dari penelitian ini digunakan system pengkodean sebagai berikut
Suhu reaksi (T) = 30 (-), 70 (+)
Waktu reaksi (t) = 30 (-), 120 (+)
Rasio pereaktan (R) = 6:1 (-), 15:1 (+)

Tabel olah data statistik hasil percobaan:
Tabel 2. Hasil olah data menggunakan analisa factorial design metode quicker
No

T

t

R

Tt

TR

tR

TtR

yield (%)


1

-

-

-

+

+

2

+

-

-

-

-

+

-

87.32

+

+

26.9

3

-

+

-

-

+

-

+

80.44

4

+

+

-

+

-

-

-

27

5

-

-

+

6

+

-

+

+

-

-

+

89.1

-

+

-

-

88.59

7

-

+

+

-

-

+

-

80.95

8

+

+

+

+

+

+

+

35.64

SEMINAR REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2013
ISSN : 1411-4216
2.

Penghitungan efek
Efek T = -87.32+ 26.9- 80.44+ 27- 89.1+ 88.59- 80.95+ 35.64 = -159.68
Efek t = -87.32- 26.9+ 80.44+ 27- 89.1- 88.59+ 80.95+ 35.64 = -67.88
Efek R = -87.32- 26.9- 80.44- 27+ 89.1+ 88.59+ 80.95+ 35.64 = 72.62
Efek Tt = 87.32- 26.9- 80.44+ 27+ 89.1- 88.59- 80.95+ 35.64 = -37.82
Efek TR = 87.32- 26.9+ 80.44- 27- 89.1+ 88.59- 80.95+ 35.64 = 68.04
Efek tR = 87.32+ 26.9- 80.44- 27- 89.1- 88.59+ 80.95+ 35.64 = -54.32
Efek TtR = -87.32+ 26.9+ 80.44- 27+ 89.1- 88.59- 80.95+ 35.64 = -51.78
Pengaruh dari sebuah variabel ditentukan berdasarkan efek yang didapat (Anderson dan Whitcomb).
Dari perhitungan efek diatas terlihat bahwa efek variabel tunggal yang paling berpengaruh adalah efek rasio
pereaktan (R). Hal ini berarti rasio pereaktan perlu dijadikan variabel yang lebih banyak divariasikan
rentangnya pada penelitian-penelitian selanjutnya. Sementara itu kombinasi antar variabel yang paling
berpengaruh adalah kombinasi antara suhu reaksi dan rasio pereaktan (TR). Sehingga diharapkan pada
penelitian-penelitian selanjutnya kombinasi antara suhu dan rasio pereaktan selalu diikutsertakan.


Karakter Biodiesel yang Dihasilkan
Analisa karakteriasasi biodiesel merupakan hasil akhir dari produk biodiesel yang dihasilkan. Dari hasil
analisa yang didapat bisa dibandingkan dengan syarat biodiesel yang terdapat di SNI 04-7182-2006 sebagai
berikut:
Tabel 3. Komparasi karakter biodiesel yang dihasilkan dengan standar SNI
Parameter yang dianalisa
o

Hasil Analisa

SNI
3

Densitas (40 C)

852,597 Kg/m

850-890 Kg/m3

Viskositas (40 oC)

3,563 cSt

2,3-6,0 cSt

Angka Cetan

59,6

Minimal 51

Titik Kabut

16 oC

Maksimal 18 oC

Bilangan Asam

0,352

Maksimal 0,8

Bilangan Iodium

65,27

Maksimal 115

Kadar Alkil Ester

99,28 %

Minimal 96,5 %

Dari hasil tersebut dapat diamati biodiesel yang dihasilkan memenuhi semua parameter SNI yang
ditetapkan. Artinya, biodiesel yang dihasilkan dari penelitian ini dapat secara langsung dipakai sesuai
peruntukannya, yaitu sebagai bahan bakar pengganti solar.


Kadar KOH dalam KOH kulit randu
Dari hasil analisa kadar KOH dalam KOH kulit randu didapatkan kadar sebesar 0,9%. Tentunya dengan
kadar sekecil ini, jauh dibawah perkiraan bahwa KOH kulit randu merupakan zat kimia dengan nama KOH.
Maka dari itu, perlu dicari tahu alasan mengapa kadar yang tercatat sangat kecil dari sebuah zat yang seharusnya
mempunyai kemurnian tinggi.
Analisa yang dilakukan di Akademi Kimia Industri Semarang ini adalah analisa mengenai kadar KOH
dengan sampel cair berupa larutan metoxide. Larutan metoxide merupakan campuran antara KOH–dalam hal ini
KOH kulit randu−dengan methanol. Sedangkan KOH murni tentu saja mempunyai kelarutan yang berbeda
dengan KOH kulit randu terhadap methanol. Terlihat dari wujudnya yang lebih padat dengan penyebaran yang
tidak homogen, KOH kulit randu diduga mempunyai kelarutan yang lebih kecil dari KOH sintetis terhadap
methanol. Dari indikasi di atas, alasan kecilnya kadar bisa jadi karena sekecil itulah banyak KOH kulit randu
yang larut dalam methanol.
Analisa tersebut memang dilakukan melalui larutan metoxide. Hal itu disebabkan oleh penyebaran
padatan KOH kulit randu yang tidak merata di semua sisi (heterogen), sehingga jika dilakukan sampling padatan
di satu sisi maka kadarnya tidak akan sama dengan sampling berikutnya di sisi lain. Maka dari itu, analisa
dilakukan terhadap campuran KOH kulit randu yang dilarutkan dalam methanol untuk memperoleh sampel
homogen.
Dari penelitian mengenai KOH kulit randu menyebutkan bahwa di dalam abu kulit randu terdapat K 2CO3
sebesar 78,95% (Rionugroho, 2011). Hal tersebut menunjukkan bahwa kadar Kalium dalam kulit randu besar,
dan setidaknya terdapat lebih dari 70% dapat dibuat KOH. Rio (2011) menggunakan kulit randu sebagai sumber
KOH sebagai basa dalam pembuatan sabun dari minyak jelantah. Dari penelitian tersebut, asumsi bahwa kadar
KOH dalam KOH kulit randu sangat besar adalah benar. Secara logis, maka asumsi ini jauh lebih bisa digunakan

SEMINAR REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2013
ISSN : 1411-4216
daripada kadar analisa sebesar 0,9% yang telah dilakukan. Maka dari itu, perlu untuk dilakukan analisa lebih
lanjut mengenai kadar KOH secara pasti dalam padatan KOH kulit randu.
Dari penelitian pembuatan biodiesel yang dilakukan, digunakan kadar 0,9% tersebut sebagai dasar
pengambilan jumlah katalis sehingga masa katalis yang digunakan terlalu besar jika dikaitkan dengan kebenaran
asumsi di atas. Kecilnya hasil analisa tersebut menimbulkan kesulitan dalam pemggunaannya sebagai katalis.
Untuk mendapatkan katalis KOH seberat 1,5% saja, dibutuhkan KOH kulit randu lebih dari 300 gram dalam 200
gram minyak. Untuk mencegah terjadinya slurry dan untuk mempermudah reaksi, penelitian ini menggunakan
campuran KOH kulit randu dan KOH murni, sehingga penggunaan KOH kulit randu tidak terlalu banyak. Pada
hasilnya, ternyata hal tersebut tidak banyak menurunkan rendemen metil ester yang dihasilkan dari berbagai
variabel yang dijalankan. Yield terbesar yang didapat sebesar 89,1% dihitung dari jumlah masuknya minyak
pada reaksi transeserifikasi dan kadar metil ester sebesar 99,28% dengan kadar minimal menurut SNI 96,5%.
Biodiesel yang dihasilkan juga menunjukkan kualitas yang layak digunakan dengan ditunjukkan oleh parameter
yang semuanya memenuhi syarat SNI.
KESIMPULAN
Biji buah randu merupakan komoditi yang potensial untuk dibuat biodiesel, terkait dengan melimpahnya
bahan tersebut di sejumlah daerah di Indonesia. Meskipun jumlahnya tidak sebanyak minyak sawit yang telah
dikembangkan sebagai biodiesel, minyak biji randu tergolong non-edible oil sehingga tidak mengurangi pasokan
minyak pangan. Biodiesel dari minyak biji randu dapat secara murah dan alami dibuat, ditunjukkan dengan hasil
analisa karakter biodiesel yang semua parameternya memenuhi syarat SNI. Selain itu, KOH kulit randu bisa
digunakan sebagai katalis alami dengan kadar KOH yang besar. Variabel yang paling berpengaruh terhadap
reaksi transesterifikasi adalah variabel rasio pereaktan. Yield terbesar (variabel optimal) terdapat pada run
kelima dengan suhu 30 oC, waktu 30 menit, rasio pereaktan 15:1 sebesar 89,1%. Variabel optimal ini
menunjukkan bahwa dengan waktu yang cukup singkat, dan suhu yang rendah, reaksi berhasil terjadi pada
reaktor transesterifikasi sederhana tanpa menggunakan reaktor biodiesel modern seperti reaktor superkritis yang
terkesan cepat dan konversi tinggi. Tentu saja reaktor modern seperti ini lebih mahal, dan sulit untuk dibuat
dibanding dengan reaktor sederhana yang menggunakan labu leher tiga yang dihubungkan dengan pendingin.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Noer Abyor Handayani, ST. MT. selaku dosen pembimbing
penelitian ini, kepada jurusan Teknik Kimia Universitas Diponegoro (UNDIP), dan Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) yang telah mendanai penelitian ini melalui Program Kreatifitas Mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA
 Destianna, Mescha, (2007), Intensifikasi Proses Produksi Biodiesel, Institut Teknologi Bandung dan PT.
Rekayasa Industri
 Dewajani, Heny, (2008), Potensi Minyak Biji Randu (Ceiba pentandra) sebagai Alternatif Bahan Baku
Biodiese, Laboratiorium Satuan Operasi Skala Kecil Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Malang
 Hambali, Erliza dkk., (2006), Diversifikasi Produk Olahan Jarak Pagar dan Kaitannya dengan Corporate
Social Responsibility (CSR) Perusahaan Swasta di Indonesia, Eka Tjipta Foundation , Bogor
 Hart, Suminar, (1983), Kimia Organik „Suatu Kuliah Singkat Edisi Keenam. Erlangga, Jakarta
 H. Soerawidjaja, Tatang, (2005), Membangun Industri Biodiesel di Indonesia „Beberapa Skenario dan
Persoalan Pengembangan yang Perlu Dicermati‟, Forum Biodiesel Indonesia (FBI). Bandung
 Kusmiyati, (2008), Reaksi Katalitis Esterifikasi Asam Oleat dan Metanol Menjadi Biodiesel dengan
Metode Distilasi Reaktif, Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta
 Marchetti, J.M. and Errazu, A.F., (2008), Comparisson Of Different Heterogeneous Catalysts And
Different Alcohols For The Estherification Reaction Of Oleic Acid, Fuel, 87. 3477-3480
 Musanif, Jamil, (2008), Biodiesel. Subdit Pengelolaan Lingkungan . Direktorat PEngelolaan Hasil Pertanian
Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian
 Nur Alam Syah, Andi, (2006), Biodiesel Jarak Pagar. PT. Agromedia Pustaka. Depok
 Prihandana, Rama dan Hendroko, Roy, Nuramin, Makmuri, (2006), Menghasilkan Biodiesel Murah :
Mengatasi Polusi & Kelangkaan BBM, PT Agro Media Pustaka. Jakarta.
 Prihandana, Rama dan Hendroko, Roy, (2007), Energi Hijau „Pilihan Bijak Menuju Negeri Mandiri
Energi‟. Penebar Swadaya. Jakarta
 Sibarani, Johan; Syahrul Khairi; Yoeswono; Karna Wijaya dan Iqmal Tahir, (2007), Pengaruh Abu Tandan
Kosong Kelapa Sawit pada Transesterifikasi Minyak Kelapa Sawit Menjadi Biodiesel . Indo. J. Chem.,
2007, 7(3), 314-319
 Susilowati, (2006), Biodiesel dari Minyak Biji Kapuk dengan Katalis Zeolit, Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri UPN “Veteran”, Jatim

SEMINAR REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2013
ISSN : 1411-4216


Sutahtra, I. Nyoman dan Sudarman Bambang, (2007), Aplikasi Biodiesel pada Mesin Diesel, Lembaga
Penelitian Masyarakat ITS, Surabaya