Pengaruh Kerajaan Islam Di Aceh Terhadap (1)
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Beberapa sumber sejarah tentang sejarah masuknya Islam ke Nusantara
(Indonesia) di dalam literatur dan tradisi melayu masih simpang siur dan beragam
keterangannya. Banyak hal-hal yang sukar terpecahkan sehingga sejarah di
Nusantara banyak yang bersifat perkiraan. Mencari ketepatan kapan masuknya
Islam ke Nusantara sangat sulit. Menentukan masuknya Islam di Nusantara
biasanya para pakar sejarah mengkaitkan dengan kegiatan perdagangan antara
dunia Arab, Gujarat, Persia dan Bangladesh dengan penduduk pribumi Nusantara.
Sejarawan Muslim berbeda pendapat dengan sejarawan barat dalam hal ini.
Sejarawan Muslim umumnya sepakat memperkirakan bahwa kontak antara
Nusantara dengan Islam terjadi sejak abad ke- 7 Masehi, sementara sejarawan
orientalis barat memperkirakan Islam masuk ke Nusantara pada abad ke 13M.
Dalam seminar Sejarah Masuknya Islam yang berlangsung di Medan tahun
1963M yang dikukuhkan lagi dengan seminar Sejarah Islam di Banda Aceh tahun
1978M, kemudian tahun 1980 dalam Seminar Sejarah Masuk dan Berkembangnya
Islam di Nusantara yang diselenggarakan di Rantau Kuala Simpang, Aceh Timur,
menyimpulkan bahwa masuknya Islam ke Nusantara abad ke-1 Hijriyah langsung
dari tanah Arab.
Ada satu persoalan lain yang juga menjadi perdebatan juga dari sejarawan
Nasional dan juga sejarawan barat, yaitu persoalan siapa sebenarnya yang pertama
sekali membawa atau menyiarkan Islam ke Nusantara ini dan di daerah mana
pertama sekali Islam masuk, dikenal serta diikuti ajarannya (dipeluk) oleh pribumi
Nusantara ini.. Ada yang mengatakan di Jawa, dan ada yang mengatakan di Barus,
namun demikian ahli sejarah sepakat dan sependapat bahwa Islam masuk ke
Nusantara melalui pesisir Sumatera bagian utara, yaitu wilayah peisisir Aceh
(Nanggroe Aceh Darussalam). Selanjutnya didaerah mana tepatnya masuknya
Islam di Aceh, apakah melalui Samudera Pasai (Kabupaten Aceh Utara) atau
1
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
wilayah Peureulak (Kabupaten Aceh Timur)? Ini juga masih menjadi pembahasan
yang cukup lama dan berkepanjangan.
B.
Rumusan Masalah dan Metode Penulisan
Dalam penulisan ini penulis ingin menelaah kontroversi tentang lokasi dan
waktu masuknya Islam ke Aceh dan peranan kerajaan Islam di Aceh dalam
penyebaran dan penyiaran Islam ke seluruh Nusantara (Indonesia). Batasan
kajiannya untuk tiga kerajaan saja, yaitu Kerajaan Islam Peureulak, Kerajaan
Islam Samudera Pasai dan Kerajaan Aceh Darussalam.
Metoda penulisan yang bercorak library research, dalam arti semua
sumber data berasal dari bahan-bahan tertulis yang berkaitan dengan topik yang
dibahas dan bersifat deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang
menjadikan kata-kata lisan, tulisan, sikap, perilaku, ekspresi dan gambar sebagai
data penulisan atau pelitian. 1)
C.
Tujuan dan Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan membahas mengenai sejarah masuknya
Islam ke Aceh dan Pengaruh Kerajaan Islam di terhadap penyiaran dan
perkembangan Islam ke Nusantara (Indonesia). Tulisan ini merupakan salah satu
tugas semester 2 (dua), untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Masuk dan
Penyiaran Islam dari Kerajaan Aceh Ke Nusantara pada PPs KPI STAIN
Malikussaleh, Lhoksemawe TA 2013/2014.
1
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosdakarya, 1998), hal 3.
2
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kerajaan di Aceh Sebelum Islam
Tidak begitu banyak catatan yang penulis peroleh mengenai kondisi sosio-
kultur masyarakat Aceh sebelum Islam dan agama apa yang dianut oleh
masyarakat Aceh pra Islam. Namun ada beberapa bukti dan peninggalan sejarah
yang mengindikasikan bahwa agama yang dianut oleh penduduk pribumi Aceh
sebelum datang Islam adalah agama Hindu.
Disebabkan oleh langkanya referensi yang dapat ditemukan, karena itu,
wajar bila Zainuddin sebagaimana dinyatakan dalam Aceh Serambi Mekkah,
bahwa sebagian besar catatan sejarah tentang Aceh sebelum tahun 400 M tidak
diketahui secara jelas.2 Bahkan, catatan J. Kreemer sebagaimana dikutip oleh
Aboe Bakar Atjeh menyebutkan bahwa sebelum tahun 1500 sejarah Aceh masih
belum begitu diketahui orang.3
Snouck Hurgronye, orientalis barat yang mengecap pendidikan di Arab
Saudi dan menyamar sebagai muslim dan lama menetap di Aceh dan Nusantara,
menunjukkan sedikit gambaran yang mengindikasikan adanya pengaruh Hindu di
Aceh, dengan memperhatikan cara berpakaian para wanita Aceh yang
dikatakannya ber-sanggul miring mirip dengan cara berpakaian para wanita
Hindu. Menurutnya pula, langsung atau tidak langsung, Hinduisme pada suatu
waktu mengalir ke dalam peradaban dan bahasa Aceh walaupun hal ini sangat
sulit diteliti dalam riwayat dan adat. Julius Jacob seorang ahli kesehatan yang
pernah bertugas di Aceh tahun 1878M menyatakan bahwa pengaruh Hindu atas
penduduk setidak-tidaknya dapat ditemukan dengan kenyataan tentang pemakaian
nama-nama tempat dalam bahasa Hindu istilahnya terdapat dalam bahasa Aceh.4
2
. M. Hasbi Amiruddin (Ed.), Aceh Serambi ..., hal. 4. Lihat juga Tuanku Abdul Jalil,
“Kerajaan Islam Peurlak Poros Aceh-Demak-Ternate” dalam A. Hasjmy (peny), Sejarah Masuk
dan Berkembangnya Islam di Indonesia, Al-Ma’rif, Bandung, 1993.
3
Aboebakar Atjeh, “Tentang Nama Aceh” dalam Ismail Suny (Ed.), Bunga Rampai
Tentang Aceh, Bharata Karya Aksara, Jakarta, 1980, hal. 20.
4
. Ali Hasjmy, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, (Bandung: AlMa’arif, 1981), hal. 358.
3
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
Dalam ranah kesusastraan, sastra Aceh juga memiliki keterpengaruhan
Hindu, seperti adanya Hikayat Sri Rama dalam bahasa Melayu, dikenal sebagai
saduran dari Kakawin Ramayana karya Walmiki. Baik versi Aceh maupun
Melayu dari Hikayat Sri Rama maupun Rahwana telah menimbulkan dugaan
bahwa hikayat itu mencerminkan sejarah Aceh dan Raja Rahwana yang dimaksud
di dalamnya adalah Raja yang pernah bertahta di Indrapuri (Aceh Besar). Namanama gampong tua dari bahasa Sangsekerta seperti Indrapuri atau Indraparwa
juga telah dikaitkan oleh sementara penduduk sebagai suatu nama kota-kota
kerajaan Hindu yang pernah tumbuh di Aceh, meski demikian hal itu samasekali
tidak dapat dijadikan pegangan untuk mengatakan bahwa telah berdiri kerajaan
Hindu di Aceh, karena masih memerlukan pembuktian-pembuktian yang dapat
dipercaya mengenai hal ini.5
Kembali kesejarah masa lalu, pengaruh Hindu datang dari India, di Aceh
mereka telah membuat perkampungan, mereka sendiri datang melalui pesisir
pantai Utara Aceh. Pengaruh Hindu di Aceh telah terjadi sejak zaman purba
seperti yang ditulis oleh ahli-ahli ketimuran Belanda dalam beberapa buku tentang
sejarah budaya Aceh (Prof. Dr H Aboebakar, Aceh 1972). Dan ada juga beberapa
penemuan berupa guci-guci yang berisi abu jenazah di Lamno Daya (Aceh Jaya)
serta beberapa cerita dari masyarakat tentang pahlawan syah yang terus hidup di
negeri itu.
Sebelum masuknya agama Islam ke Aceh, terlebih dahulu sudah ada
agama serta kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu dan budha di Aceh. Beberapa
kerajaan yang dulu pernah bercorak Hindu seperti, Kerajaan Laut Bangko (Kluet)
di Aceh Selatan, Kerajaan Sama Indra (Pedir) yang berada di Pidie, Kerajaan
Indra Purwa (Lamuri) menjadi Kerajaan Indrapuri, Indrapatra, Indrapurwa yang
berada di Aceh Besar dan Indrajaya yang dikenal sebagai kerajaan Panton Rie
atau Kantoli di Lhokseudu
Penduduk Aceh merupakan keturunan dari berbagai suku, kaum dan
bangsa. Leluhur orang Aceh berasal dari Semenanjung Malaysia, Cham, Cochin,
5
. M. Hasbi Amiruddin (Ed.), Aceh Serambi..., hal. 4. Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 8,
No. 1, 2010: 91 - 118
4
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
dan Kamboka. Di samping itu banyak juga bangsa-bangsa asing di tanah Aceh,
seperti bangsa Arab, India dan Cina dikenal erat hubungannya pasca penyebaran
agama Islam di Aceh. Seperti yang kita ketahui bangsa Arab dan India terkenal
dengan kebiasaan berdagangnya. Bangsa Arab yang datang dan tinggal di Aceh
banyak yang berasal dari provinsi Hadramaut (Negeri Yaman), dibuktikan dengan
marga-marga mereka seperti Al-Aydrus, Al-Habsyi, Al-Attas, Al-Kathiri,
Badjubier, Sungkar, Bawazier dan lain-lain yang semuanya merupakan bangsa
Arab asal Yaman.
Pada masa pra islam, budaya yang hidup dalam masyarakat Aceh diserap
dari nilai-nilai agama Hindu. Menurut Van Langen, pada dasarnya orang Aceh
berasal dari bangsa Hindu. Migrasi Hindu bertapak di Pantai Utara Aceh dan dari
sini menuju ke pedalaman. Dari Gigieng dan Pidie, mungkin juga dari daerah
Pase, migrasi Hindu menuju ke daerah 22 Mukim di Aceh Besar. Meskipun
pendapat ini dibantah oleh Snouck Hurgronje. Akan tetapi, jika diperhatikan dari
intensitas pergaulan, terutama dalam bidang perdagangan antara Aceh dan India
pada masa itu, maka dapat dikatakan bahwa agama Hindu merupakan anutan
sebagian masyarakat Aceh sebelum kedatangan Islam. Selain Hindu, diperkirakan
agama Budha juga menjadi anutan bagi sebagian masyarakat Aceh yang lain,
yang diduga dibawa oleh orang-orang Cina. Dengan demikian terdapat
kecenderungan bahwa budaya yang berkembang dalam masyarakat Aceh pra
Islam bersumber dari ajaran Hindu.
B.
Awal Mula Islam Masuk ke Aceh
Lahirnya agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW, pada abad ke-7
M, menimbulkan suatu tenaga penggerak yang luar biasa, yang pernah dialami
oleh umat manusia. Islam merupakan gerakan raksasa yang telah berjalan
sepanjang zaman dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Masuk dan
berkembangnya Islam ke Indonesia dipandang dari segi historis dan sosiologis
sangat kompleks dan terdapat banyak masalah, terutama tentang sejarah
perkembangan awal Islam. Ada perbedaan antara pendapat di antara ahli sejarah.
Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia abad ke-
5
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
13 M, namun ada juga yang mengatakan bahwa Islam masuk pertama kali ke
Indonesia pada abad ke-7 M. Sedangkan kepastiannya, hampir semua ahli sejarah
menyatakan bahwa daerah Indonesia yang mula-mula dimasuki Islam adalah
daerah Aceh.
Analisis dan pemikiran tentang bagaimana sejarah masuknya Islam di
Indonesia dipahami melalui sejumlah teori. Aji Setiawan, misalnya melihat
bahwa datangnya Islam ke nusantara bisa ditelisik melalui tiga teori, yaitu
teori Gujarat, teori Arab, dan teori Persia. Teori Gujarat memandang bahwa
asal muasal datangnya Islam di Indonesia adalah melalui jalur perdagangan
Gujarat India pada abad 13-14M. Teori ini biasanya banyak digunakan oleh
ahli-ahli
dari
Belanda.
Salah
seorang
penganutnya, W.F. Stuterheim
menyatakan bahwa Islam mulai masuk ke nusantara pada abad ke-13 yang
didasarkan pada bukti batu nisan sultan pertama dari Kerajaan Samudera
Pasai, yakni Malik Al-Saleh pada tahun 1297M.
Menurut
teori
ini,
masuknya Islam ke nusantara melalui jalur perdagangan Indonesia-Cambay
(India)-Timur Tengah–Eropa.
Teori Persia lebih menitikberatkan pada realitas kesamaan kebudayaan
antara masyarakat Indonesia pada saat itu dengan budaya Persia. Sebagai
contoh
misalnya kesamaan konsep wahdatul wujud-nya Hamzah Fanshuri
dengan al-Hallaj. Sedangkan teori Arab berpandangan sebaliknya. T.W. Arnold,
salah seorang penganutnya ber-argumen bahwa para pedagang Arab yang
mendominasi perdagangan Barat-Timur sejak abad ke-7M atau 8M juga
sekaligus melakukan penyebaran Islam di nusantara pada saat itu. Penganut teori
ini yang lainnya adalah Naquib al-Attas melihat bahwa bukti kedatangan
Islam ke nusantara ditandai dengan karakter Islam yang khas, atau disebut
dengan “teori umum tentang Islamisasi nusantara” yang didasarkan pada
literatur nusantara dan pandangan dunia Melayu. Di samping tiga teori umum
di atas, ada teori lain yang memandang bahwa datangnya Islam ke nusantara
berasal dari Cina, atau yang disebut dengan teori Cina.
6
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
Datangnya Islam ke Indonesia dilakukan secara damai, dapat dilihat
melalui jalur perdagangan, dakwah, perkawinan dan ajaran tasawuf, serta jalur
kesenian dan pendidikan, yang semuanya mendukung proses cepatnya Islam
masuk dan berkembang di Indonesia. Kegiatan pendidikan Islam di Aceh lahir,
tumbuh dan berkembang bersamaan dengan berkembangnya Islam di Aceh.
Konversi massal masyarakat kepada Islam pada masa perdagangan disebabkan
oleh Islam merupakan agama yang siap pakai, asosiasi Islam dengan kejayaan,
kejayaan militer Islam, mengajarkan tulisan dan hafalan, kepandaian dalam
penyembuhan dan pengajaran tentang moral.
Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw adalah agama yang
diturunkan oleh Allah SWT untuk menjadi rahmat bagi alam semesta. Karena itu
sebagaimana fithrahnya, maka cepat atau lambat akan menyebar keseluruh dunia
dan memenuhi alam semesta. Keniscayaan inilah yang kemudian membawanya
sampai ke wilayah Nusantara. Islam datang ke Nusantara bukan melalui
penaklukan tetapi melalui jalur perdagangan. Para sarjana dan peneliti tentang
proses kedatangan dan penyebaran Islam di Kepulauan Melayu-Indonesia hampir
bersepakat dengan kenyataan bahwa Islamisasi di kawasan ini umumnya terjadi
melalui jalan damai. Tentu saja ada sedikit kasus tentang penggunaan kekuatan
dan penaklukan oleh penguasa Muslim Melayu-Nusantara untuk mengkonversi
rakyat atau masyarakat di sekitarnya menjadi Islam, tetapi secara umum
pengIslaman tersebut dilakukan oleh da’i dan ulama yang berlangsung melalui
metoda dakwah, lemah lembut dan cara-cara damai.
C.
Kesultanan Peureulak Merupakan Pusat Penyebaran Islam Fase
Pertama di Aceh (Fase Masuk dan Pembauran)
1. Sejarah Berdiri dan Masuknya Islam Ke Kerajaan Peureulak
Kata Peureulak berasal dari nama pohon kayu besar yaitu “Bak Peureulak”
(Batang Kayu Peureulak). Kayu peureulak ini sangat baik digunakan untuk bahan
dasar pembuatan perahu atau kapal, sehingga banyak dibeli oleh perusahaan-
7
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
perusahaan perahu kapal. Di Peureulak banyak tumbuh jenis pepohonan ini,
sehingga disebut negeri Perlak (Peureulak).6
Kawasan ini merupakan kawasan aman untuk berdagang, sehingga para
pedagang menggemari dan sangat suka datang ke daerah ini selain untuk membeli
kayu yang digunakan untuk membuat atau merehab perahu/kapal maupun
melakukan transaksi perdagangan lainnya. Hingga berkembangnya Islam yang
pertama dan pada akhirnya munculnya Kerajaan Islam Peureulak sebagai kerajaan
Islam pertama di Indonesia.7
Peureulak merupakan kerajaan Islam pertama di wilayah Aceh yang
berlokasi di Bayeun sampai Kuala Idi (Sampai sekarang namanya tetap
Peureulak, di daerah Kabupaten Aceh Timur). Diantara raja yang pernah
memerintah kerajaan Peuruelak sebelum menjadi kerajaan Islam, 9 orang
rajanya bergelar Mohrat atau Meurah yang berarti maharaja, karena itu diduga
raja-raja tersebut merupakan pendatang keturunan India yang beragama Hindu. 8
Selanjutnya ke daerah ini datang pedagang Arab dan Persia yang beragama
Islam aliran Syi’ah.
Berdasarkan
beberapa
sumber,
diperkirakan
bahwa
kedatangan
pedagang Arab dan Persia tersebut pada abad 7M atau 8M. (Sedangkan Pada
abad ke-13, Islam sudah berkembang pesat). Menurut catatan Ali Hasjmi,
bersumber dari kitab Idh-Harul Haq Fi Mamlakatil, karangan Abu Ishak AlMakarani Sulaiman Al-Pasy, Kesultanan Peureulak merupakan kerajaan Islam
pertama di Indonesia yang berdiri pada tanggal 1 Muharam 225H atau 804M.
Kesultanan ini terletak di wilayah Peureulak, Aceh Timur, Nangroe Aceh
Darussalam, Indonesia,9 Sultannya yang pertama adalah Sayed Maulana Abdul
Aziz Shah yang bergelar Sultan Alaiddin Sayed Maulana Abdul Aziz Shah.
Kemudian Bandar Peureulak diganti namanya menjadi Bandar Khalifah.10
6
. A. Hasyimy, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia : Kumpulan
Prasaran pada seminar di Aceh (Al ma’arif, 1993), hal. 152
7
. Mahmud Sulaiman, Kontroversi Sejarah Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Bulan
Bintang, 1998), hal. 130-142.
8
. Silsilah sultan Peureulak kami sajikan dalam sub pasal tersendiri .
9
. Ali Hasjmy, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, (Bandung: AlMa’arif, 1981), hal. 300.
10
. A. Hasyimy, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam……………hal. 195.
8
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
Pada tahun 680M ini, rombongan pedagang tersebut berjumlah 100
orang dari Timur Tengah menuju pantai Sumatera yang dipimpin oleh
Nakhoda Khilafah. Rombongan ini
bertujuan untuk berdagang sekaligus
membawa sejumlah da‘i yang bertugas untuk membawa dan menyebarkan Islam
ke Peureulak. Dalam waktu kurang dari setengah abad, raja dan rakyat
Peureulak meninggalkan agama lama
mereka
(Hindu dan Buddha), yang
kemudian secara sukarela berbondong-bondong memeluk Islam.
Perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa salah seorang anak
buah dari Nakhoda Khalifah, Ali
bin Muhammad bin Ja‘far Shadiq
dikawinkan dengan Makhdum Tansyuri, yang merupakan adik dari Syahir
Nuwi,
Raja
Negeri
Peureulak
perkawinan mereka lahirlah
yang
berketurunan
Parsi.
Dari
buah
Sultan Alaiddin Sayed Maulana Abdul Aziz
Shah, yang menjadi sultan kerajaan Islam pertama di Kesultanan Peureulak
sejak tahun 840M. Ibu kotanya
Peureulak yang semula bernama Bandar
Peureulak kemudian diubah menjadi Bandar Khalifah sebagai bentuk
perhargaan terhadap jasa Nakhoda Khalifah. Sultan dan istrinya, Putri Meurah
Mahdum Khudawi, dimakamkan di Paya Meuligo, Peureulak, (Kabupaten Aceh
Timur).
Nama Kesultanan Peureulak sebagai sejarah permulaan masuknya
Islam di Indonesia kurang begitu dikenal dibandingkan dengan Kesultanan
Samudera Pasai. Namun demikian, nama Kesultanan Peureulak justru terkenal
di Eropa karena kunjungan Marco Polo pada tahun 1292M. Ia mengatakan
bahwa pada saat itu di Sumatera terbagi dalam delapan kerajaan, yang semuanya
menyembah berhala kecuali satu, yaitu kerajaan ferlec (Peureulak)..
Pada masa pemerintahan sultan ketiga, Sultan Alaiddin Sayed Maulana
Abbas Shah, aliran Sunni mulai masuk ke Peureulak. Setelah wafatnya sultan
pada tahun 363H (913M), terjadi perang saudara antara kaum Syiah dan Sunni
sehingga selama dua tahun berikutnya tak ada sultan. Kaum Syiah memenangkan
perang dan pada tahun 302 H (915M), Sultan Alaiddin Sayed Maulana Ali
Mughayat Shah dari aliran Syiah naik tahta. Pada akhir pemerintahannya terjadi
9
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
lagi pergolakan antara kaum Syiah dan Sunni yang kali ini dimenangkan oleh
kaum Sunni sehingga sultan-sultan berikutnya diambil dari golongan Sunni.
Pada tahun 362 H (956 M), setelah meninggalnya sultan ketujuh, Sultan
Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat, terjadi lagi pergolakan
selama kurang lebih empat tahun antara Syiah dan Sunni yang diakhiri dengan
perdamaian dan pembagian kerajaan menjadi dua bagian. Bagian pertama,
Peureulak Pesisir (Syiah), dipimpin oleh Sultan Alaiddin Sayed Maulana Shah
(986 – 988). Bagian kedua, Peureulak Pedalaman (Sunni), dipimpin oleh Sultan
Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat (986 – 1023M).
Kedua kepemimpinan tersebut bersatu kembali ketika salah satu dari
pemimpin kedua wilayah tersebut, yaitu Sultan Alaiddin Sayed Maulana Shah
meninggal. Ia meninggal ketika Peureulak berhasil dikalahkan oleh Kerajaan
Sriwijaya. Kondisi perang inilah yang membangkitkan semangat bersatunya
kembali kepemimpinan dalam Kesultanan Peureulak. Sultan Makhdum Alaiddin
Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat, yang awalnya hanya menguasai Peureulak
Pedalaman kemudian ditetapkan sebagai Sultan ke-8 pada Kesultanan Peureulak.
Ia
melanjutkan
perjuangan
melawan
Sriwijaya
hingga
tahun
1006M.
Sultan Peureulak ke-17, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad
Amin Shah II Johan Berdaulat, melakukan politik persahabatan dengan negerinegeri tetangga. Ia menikahkan dua orang puterinya dengan para pemimpin
kerajaan tetangga.
Kesultanan Peureulak berdiri pada tahun 840M dan berakhir pada
tahun 1292M. Sebelum Kesultanan Peureulak berdiri, di wilayah Peureulak
sebenarnya sudah berdiri Negeri
Peureulak
yang
raja
dan
rakyatnya
merupakan keturunan dari Maharaja Pho He La (Meurah Peureulak Syahir
Nuwi) serta keturunan dari pasukan-pasukan pengikutnya.
Sultan
Perlak yang ke-17, Sultan
Makhdum
Alaiddin
Malik
Muhammad Amin Shah II Johan Berdaulat, melakukan politik persahabatan
dengan negeri-negeri tetangga. Ia menikahkan dua orang puterinya, yaitu:
Putri
Ratna
Muhammad
Kamala dinikahkan dengan Raja Kerajaan Malaka, Sultan
Shah
(Parameswara)
dan
Putri
Ganggang Sari dinikahkan
10
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
dengan Raja Kerajaan Samudera Pasai, Malik Al-Shaleh.
Kesultanan Perlak berakhir setelah Sultan yang ke-18, Sultan Makhdum
Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat meninggal pada tahun 1292.
Kesultanan Perlak kemudian menyatu dengan Kerajaan Samudera Pasai di
bawah kekuasaan sultan Samudera Pasai yang memerintah pada saat itu,
Sultan Muhammad Malik Al-Zahir yang juga merupakan putera dari Malik AlShaleh. Sesuai seperti kutipan dalam catatannya Prof. Ali Hasjmi;
“Kerajaan Peureulak terus berdiri, hingga ketika Kerajaan Sriwijaya
menyerang akhirnya Kerajaan Peureulak bergabung dalam kerajaan Islam
Samudera Pasai pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Malik AlDzahir (1289 – 1326 M)”.11
2. Silsilah Kesultanan Peureulak
Sebelum
berdirinya
Kesultanan
Peureulak,
di
wilayah
Negeri
Peureulak sudah ada rajanya, yaitu Meurah Peureulak Syahir Nuwi. Namun,
data tentang raja-raja Negeri Peureulak secara lengkap belum ditemukan.
Sedangkan daftar nama sultan yang pernah berkuasa di Kesultanan Peureulak
adalah sebagai berikut:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
11)
12)
13)
14)
15)
16)
17)
Sultan Alaiddin Sayed Maulana Abdul Azis Shah (840-864M)
Sultan Alaiddin Sayed Maulana Abdul Rahim Shah (864-888M)
Sultan Alaiddin Sayed Maulana Abbas Shah (888-913M)
Sultan Alaiddin Sayed Maulana Ali Mughayat Shah (915-918M)
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Kadir Shah Johan Berdaulat (918-922)
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah Johan Berdaulat (922946)
Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat (946-974)
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat (976-988) dan
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (976-1012)
Sultan Makhdum Malik Mansyur Shah Johan Berdaulat (1059-1078)
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mansyur Shah Johan Berdaulat (1078;)
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdullah Shah Johan Berdaulat (1078-1108)
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ahmad Shah Johan Berdaulat (1109-1134)
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (1134-1158)
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Usman Shah Johan Berdaulat (1158-1170)
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Shah Johan Berdaulat (1170-1196)
Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Jalil Shah Johan Berdaulat (1196-1225)
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan Berdaulat
11
. A. Hasyimy, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam…………..hal. 202.
11
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
(1225-1263)
18) Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat (1263-1292)
Catatan: Sultan-sultan di atas dibagi menurut dua dinasti, yaitu dinasti Sayed
Maulana Abdul Azis Shah dan dinasti Johan Berdaulat, yang merupakan
keturunan dari Meurah Peureulak asli (Syahir Nuwi).
3. Pengaruh Kerajaan Peureulak Terhadap Penyebaran Islam di Nusantara
Memang pada masa Kerajaan Peureulak Islam belum begitu berkembang
luas, bisa saja karena pengaruh kerajaan besar Hindu lainnya yang masih sangat
kuat dan sewaktu-waktu dapat menyerang seketika (seperti Kerajaan Sriwijaya),
kemungkinan lainnya bisa juga disebabkan karena pada masa itu Islam masih
terlibat konflik internal antara mazhab Syiah dengan Mazhab Sunni.
Satu hal yang sangat penting untuk menjadi catatan sejarah pada saat
Kerajaan Islam Peureulak adalah dibangunnya Pusat pendidikan Cot Kala sebagai
pusat pendidikan agama pada abad ke 3H (± 900M) yang dipimpin oleh Syeikh
Malik Muhammad Amin, yang selanjutnya beliaupun pernah menjabat sebagai
Sultan ke 6 di Kesultanan Peureulak. Pusat pendidikan ini merupakan Pusat
Pendidikan Islam yang pertama di Asia Tenggara dan menjadi pusat
pengembangan bahasa Melayu, yang kemudian menjadi cikal dan lanjutan kepada
Kerajaan Samudera Pasai dengan mengirimkan ulama-ulamanya ke Pasai dalam
mengembangkan pusat kajian bahasa melayu. Sejak Cot Kala didirikan, sudah
mulai banyak ulama dari Timur Tengah, salah satunya adalah Syeikh Abdullah
Arief (Mekkah).
Kerajaan Peureulak mempunyai pengaruh keIslaman bagi daerah-daerah di
sekitarnya. Banyak ulama Peureulak yang berhasil menyebarkan Islam ke luar
Peureulak, misalnya sekelompok Da’i Peureulak dapat mengIslamkan Raja
Beunua. Setelah penyerangan oleh Sriwijaya Para ulama Peureulak, tokoh-tokoh,
pemimpin, dan keluarga raja Peureulak banyak yang pindah ke Lingga (Aceh
Tengah), negeri serbajadi dan negeri peunaron (Tamiang dan Lokop), sehingga
mereka membentuk masyarakat Muslim di sana dan dengan demikian maka
12
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
berdirilah kerajaan Islam Lingga. Selain Peureulak kerajaan Islam yang terpenting
di Sumatera adalah Samudera. Sumber-sumber Cina menyebutkan bahwa pada
tahun 1282 kerajaan kecil Samudera telah mengirim duta-duta dengan nama
muslim.
D.
1.
Samudera Pasai sebagai Pusat Penyebaran Islam Fase ke Dua (Masa
Kebangkitan dan Penyebaran ke Nusantara)
`Sejarah Berdiri dan Masuknya Islam Ke Samudera Pasai
Kerajaan Samudera Pasai terletak di Aceh, dan merupakan kerajaan
Islam kedua di Aceh. Kerajaan ini didirikan oleh Meurah Silu pada tahun
1267 M. Bukti-bukti arkeologis keberadaan kerajaan ini adalah ditemukannya
makam raja-raja Pasai di Gampong Beuringen Kecamatan Geudong, Aceh
Utara. Makam ini terletak di dekat
reruntuhan bangunan pusat kerajaan
Samudera di Gampong Beuringen, Kecamatan Samudera Geudong, sekitar 18
km sebelah timur Kota Lhokseumawe. Di antara makam raja-raja tersebut,
terdapat nama Sultan Malik Al-Shaleh, Sultan Kerajaan Pasai pertama. Malik
Al-Shaleh adalah nama baru setelah ia masuk Islam menggantikan nama
sebelumnya, yaitu Meurah Silu. Ia berkuasa lebih kurang 30 tahun (12671297M). Malik Al-Shaleh adalah keturunan dari Raja Islam Peureulak, yaitu
Makhdum Sultan Malik Ibrahim Syah Johan (976 – 988M).
Ada beberapa hal yang masih simpang siur mengenai Sultan Malik AlShaleh. Ada yang menyebutkan beliau sebelumnya merupakan pemeluk agama
Hindu yang kemudian diIslamkan oleh Syeikh Ismail. Ada pula yang
menyebutkan bahwa beliau sudah memeluk agama Islam sejak awal, namun
sebelumnya bermazhab Syi’ah, namun ketika Syeikh Ismail datang bersama 70
pengikutnya ke Samudera Pasai, beliau berubah haluan menjadi murid Syeikh
Ismail yang bermazhab sunni.
Sebelum bernama Samudra Pasai, kerajaan ini bernama kerajaan Samudra
saja. Samudera merupakan daerah kecil yang terletak di muara Sungai dan
mempunyai peranan penting dalam penyebaran Islam di Nusantara. Selain itu
Samudera menjadi pusat pengembangan pengetahuan agama, dimana teolog13
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
teolog, ahli ilmu kalam, yang datang dari Arab dan Persia, sering melakukan
diskusi tentang teologi dan mengkaji kajian Islam di istana sultan. Reputasi
Samudera kemudian beralih ke Pasai dan menjadi pusat keilmuan. Upaya
Islamisasi terus digiatkan sehingga Pasai memiliki pengaruh keIslaman yang kuat
dan menjadi pusat tamaddun Islam di saat itu. Kerajaan Samudra merupakan
kerajaan yang makmur dan kaya. Juga memiliki angkatan tentara laut dan darat
yang teratur.
Kerajaan Samudra semakin bertambah maju, yang kemudian dikenal
dengan nama “Samudera Pasai”, yaitu setelah dibangunnya Bandar Pasai pada
masa pemerintahan Raja Muhammad.
Hubungan Kerajaan Samudra Pasai dengan Kerajaan Peureulak sangatlah
baik. Dan hal ini makin dipererat dengan menikahnya Sultan Malik as Shaleh
dengan putri Ganggang dari Kerajaan Peureulak, yaitu putri dari Sultan Peureulak
ke 17 (Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan
Berdaulat). Puncak kejayaan kerajaan Samudra Pasai yaitu pada masa
pemerintahan Sultan Malik Az-Zahir (1326—1349M/757—750 H).
Seorang pengembara Muslim dari Maghribi, Ibnu Bathutah sempat
mengunjungi Pasai tahun 1346 M. ia juga menceritakan bahwa, ketika ia di
Cina, ia melihat adanya kapal Sultan Pasai di negeri Cina. Memang, sumbersumber Cina ada menyebutkan bahwa utusan Pasai secara rutin datang ke
Cina untuk menyerahkan upeti. Informasi lain juga menyebutkan bahwa,
Sultan Pasai mengirimkan utusan ke Quilon, India Barat pada tahun 1282 M. Ini
membuktikan bahwa Pasai memiliki relasi yang cukup luas dengan kerajaan
luar.
Pada masa jayanya, Samudera Pasai merupakan pusat perniagaan penting
di kawasan itu, dikunjungi oleh para saudagar dari berbagai negeri, seperti
Cina, India, Siam, Arab dan Persia. Komoditas utama adalah lada. Sebagai
bandar perdagangan yang besar, Samudera Pasai mengeluarkan mata uang
emas yang disebut dirham. Uang ini digunakan secara resmi di kerajaan
tersebut. Di samping sebagai pusat perdagangan, Samudera Pasai juga
merupakan pusat perkembangan agama Islam.
14
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
Seiring perkembangan zaman, Samudera mengalami kemunduran, hingga
pernah ditaklukkan oleh Kerajaan Majapahit sekitar tahun 1360 M. Kerajaan
Pasai terus mengalami kemunduran diakhir tahun 1521, dimana terjadi
penyerangan oleh pasukan Portugis. Sultan Ali Mughayatsyah sebagai sultan
Kerajaan Darussalam pada masa itu membantu Pasai menggempur Portugis dan
merampas wilayah Pasai. Kemudian mempersatukan Kerajaan Pasai dengan
kerajaan Darussalam sehingga memproklamirkan menjadi Kerajaan Aceh
Darussalam pada tahun 1524M.
2. Silsilah Sultan Kerajaan Samudera Pasai
Penulis kesulitan mendapatkan data silsilah dan keturunan yang lengkap
tentang Kerajaan Samudera Pasai, jadi data yang kami kemukakan disini belumlah
memenuhi secara runtut tahun berdiri hingga berakhirnya kerjaan Samudera Pasai,
Sultan yang pernah memerintah di kerajaan Pasai semuanya berjumlah 9 orang, 5
diantaranya adalah sebagai berikut;
1) Sultan Malik Al-Shaleh/Meurah Silu (1267-1297M)
2) Sultan Muhammad Malik az-Zahir (1297-1326M)
3) Sultan Ahmad Laidkudzahi (tidak diketahui masa pemerintahannya)
4) Sultan Zainal Abidin Malik Az-Zahir (1383-1405M)
5) Sultan Shalahuddin (1405-1412M)
6) s.d 9) penulis Belum memperoleh data, yaitu dari tahun 1412M hingga
tahun 1524M.
3.
Pengaruh Kerajaan Samudera Pasai Terhadap Penyebaran Islam Di
Nusantara (Indonesia).
Seperti halnya Kerajaan Peureulak, Kerajaan Samudera Pasai juga
mempunyai pusat kajian ilmu pengetahuan, terutama pengembangan sastra
melayu dan kebudayaan melayu. Satu hal yang paling besar pengaruhnya terhadap
penyebaran Islam di Nusantara adalah ketika pada zaman Sultan Zainal Abidin
berkuasa, beliau banyak mengirimkan ulama ke berbagai wilayah di Nusantara
15
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
dan Asia Tenggara seperti Malaka, Kedah, Perak, Patani, Trengganu, Barus,
banten, Gresik, Brunei, Ternate, Mindanao dan sebagainya.
Sultan juga mengirim dua orang bangsawan Samudera, yaitu Malik
Ibrahim dan Malik Ishak ke daerah Gresik (daerah jawa), yang kemudian di
daerah tersebut Maulana Malik Ibrahim memperoleh sebutan wali dari masyarakat
di sana (beliau merupakan salah satu dari 9 wali; di pulau Jawa dikenal dengan
sebutan walisongo) dan lebih dikenal dengan sebutan Maulana Malik Ibrahim 12,
yang kemudian Islam menyebar ke seluruh daerah daratan jawa. 4 (empat) dari
sembilan walisongo tersebut merupakan ulama asal Aceh, mereka adalah sunan
Gunung Jati, Sunan Ampel, Sunan Drajat dan Sunan Bonang.
Malik Ibrahim dan Malik Ishak adalah anak dari Maulana Jumadil Kubra,
yaitu ulama Persia keturunan dari Sayidina Husein (cucu Nabi Saw). Beliau
menetap di Samarkand, dan kemudian pindah ke Samudera Pasai. Malik Ibrahim
menikahi putri Pasai dan dikarunia anak bernama Raden Rahmad (atau di pulau
Jawa dikenal dengan nama Sunan Ampel). Satu Tokoh lainnya yang dikirim
Sultan Pasai ke Demak-Cirebon-Banten adalah Fatahillah yang lahir di Basma
Pasai (1490), oleh orang Portugis disebut Falatehan. Fatahillah menikah dengan
kakaknya Sultan Trengganu (Trenggono)
Pasca leburnya Samudera Pasai ke dalam Kerajaan Aceh Darussalam
membuat Aceh tampil sebagai kekuatan yang menyeluruh dan terpadu baik di
bidang politik, maupun ekonomi, bahkan di bidang pemikiran Islam mulai abad
16 sampai abad 18 dan puncak kejayaannya berlangsung pada abad ke- 17.
Kejayaan dan kemajuan yang dicapai oleh Aceh menyebabkan berdatangan
ulama-ulama dari Arab, Persia atau India menjalin hubungan demi pengembangan
keilmuan di Aceh. Di Aceh telah lahir ulama-ulama besar yang membaktikan diri
mereka dalam renungan dakwatul Islam sehingga lahirlah khazanah keilmuan dan
wacana intelektual keagamaan. Semua itu membuat Aceh patut diperhitungkan
dalam “peta pemikiran Islam di Nusantara.
12
. HM Thamrin, dkk., Perang Kemerdekaan Aceh, Badan Perpustakaan Propinsi NAD,
(Banda Aceh: 2007) hal. 34.
16
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
E.
1.
Kerajaan Aceh Darusssalam (Fase Kejayaan dan Kegemilangan)
Sejarah Ringkas Kerajaan Aceh Darussalam
Kerajaan Aceh Darussalam terletak di daerah yang sekarang dikenal
dengan nama Kabupaten Aceh Besar. Kurang begitu diketahui kapan kerajaan ini
sebenarnya berdiri. Anas Machmud berpendapat, Kerajaan Aceh berdiri pada abad
ke-15 M, di atas puing-puing kerajaan Lamuri, oleh Muzaffar Syah (1465-1497
M). Dialah yang membangun kota Aceh Darussalam. Menurutnya, pada masa
pemerintahannya Aceh Darussalam mulai mengalami kemajuan dalam bidang
perdagangan, karena saudagar-saudagar kecil sebelumnya berdagang dengan
Malaka memindahkan kegiatan mereka ke Aceh, setelah Malaka dikuasai Portugis
(1511 M). Sebagai akibat penaklukan Malaka oleh Portugis itu, jalan dagang yang
sebelumnya dari laut Jawa ke utara melalui Selat Karimata terus ke Malaka,
pindah melalui Selat Sunda dan menyusur Pantai Barat Sumatera, terus ke Aceh.
Dengan demikian, Aceh menjadi ramai dikunjungi oleh para saudagar dari
berbagai negeri.
Proklamasi kerajaan Aceh Darussalam adalah hasil peleburan kerajaan
Islam Aceh di belahan Barat dan Kerajaan Islam Samudra Pasai di belahan Timur.
Putra Sultan Abidin Syamsu Syah diangkat menjadi Raja dengan Sultan Alaudin
Ali Mughayat Syah (1507-1522 M). Kerajaan Aceh Darussalam berdiri menjelang
keruntuhan Samudera Pasai. Sebagaimana tercatat dalam sejarah, pada tahun 1360
M, Samudera Pasai ditaklukkan oleh Majapahit dan sejak saat itu kerajaan Pasai
terus mengalami kemunduran. Diperkirakan, menjelang berakhirnya abad ke-14
M, kerajaan Aceh Darussalam telah berdiri dengan penguasa pertama Sultan Ali
Mughayat Syah yang dinobatkan pada Ahad, 1 Jumadil Awal 913 H (1511 M) .
Pada tahun 1524 M, Mughayat Syah berhasil menaklukkan Pasai dan sejak saat
itu, menjadi satu-satunya kerajaan yang memiliki pengaruh besar di kawasan
tersebut. Bisa dikatakan bahwa, sebenarnya kerajaan Aceh ini merupakan
kelanjutan dari Samudera Pasai untuk membangkitkan dan meraih kembali
kegemilangan kebudayaan Aceh yang pernah dicapai sebelumnya.
17
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
Menurut H.J. de Graaf, Aceh menerima Islam dari Pasai yang kini menjadi
bagian wilayah Aceh dan pergantian agama diperkirakan terjadi mendekati
pertengahan abad ke-14. Menurutnya, Kerajaan Aceh merupakan penyatuan dari
dua kerajaan kecil, yaitu Lamuri dan Aceh Dar Al-Kamal. Ia juga berpendapat
bahwa rajanya yang pertama adalah Ali Mughayat Syah.
Ali Mughayat Syah meluaskan wilayah kekuasaannya ke daerah Pidie
yang bekerja sama dengan Portugis, kemudian ke Pasai pada tahun 1524 M.
Dengan kemenangannya terhadap dua kerajaan tersebut, Aceh dengan mudah
melebarkan sayap kekuasaannya ke Sumatera Timur. Untuk mengatur daerah
Sumatera Timur, raja Aceh mengirim panglima-panglimanya, salah seorang
diantaranya adalah Gocah, pahlawan yang menurunkan sultan-sultan Deli dan
Serdang.
Sejarah mencatat bahwa, usaha Mughayat Syah untuk mengusir Portugis
dari seluruh bumi Aceh dengan menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil yang sudah
berada di bawah Portugis berjalan lancar. Secara berurutan, Portugis yang berada
di daerah Daya ia gempur dan berhasil ia kalahkan. Ketika Portugis mundur ke
Pidie, Mughayat juga menggempur Pidie, sehingga Portugis terpaksa mundur ke
Pasai. Mughayat kemudian melanjutkan gempurannya dan berhasil merebut
benteng Portugis di Pasai. Kemenangan yang berturut-turut ini membawa
keuntungan yang luar biasa, terutama dari aspek persenjataan. Portugis yang
kewalahan menghadapi serangan Aceh banyak meninggalkan persenjataan, karena
memang tidak sempat mereka bawa dalam gerak mundur pasukan. Senjata-senjata
inilah yang digunakan kembali oleh pasukan Mughayat Syah untuk menggempur
Portugis. Ketika benteng di Pasai telah dikuasai Aceh, Portugis mundur ke
Peurelak. Namun, Mughayat Syah tidak memberikan kesempatan sama sekali
pada Portugis. Peurelak kemudian juga diserang, sehingga Portugis mundur ke
Aru. Tak berapa lama, Aru juga berhasil direbut oleh Aceh hingga akhirnya
Portugis mundur ke Malaka. Dengan kekuatan besar, Aceh kemudian melanjutkan
serangan untuk mengejar Portugis ke Malaka dan Malaka berhasil direbut.
Portugis melarikan diri ke Goa, India. Seiring dengan itu, Aceh melanjutkan
ekspansinya dengan menaklukkan Johor, Pahang dan Pattani. Dengan
18
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
keberhasilan serangan ini, wilayah kerajaan Aceh Darussalam mencakup hampir
separuh wilayah pulau Sumatera, sebagian Semenanjung Malaya hingga Pattani.
Demikianlah, walaupun masa kepemimpinan Mughayat Syah relatif
singkat, hanya sampai tahun 1528 M, namun ia berhasil membangun kerajaan
Aceh yang besar dan kokoh. Ali Mughayat Syah juga meletakkan dasar-dasar
politik luar negeri kerajaan Aceh Darussalam, yaitu: (1) mencukupi kebutuhan
sendiri, sehingga tidak bergantung pada pihak luar; (2) menjalin persahabatan
yang lebih erat dengan kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara; (3) bersikap
waspada terhadap negara kolonial Barat; (4) menerima bantuan tenaga ahli dari
pihak luar; (5) menjalankan dakwah Islam ke seluruh kawasan nusantara.
Sepeninggal Mughayat Syah, dasar-dasar kebijakan politik ini tetap dijalankan
oleh penggantinya.
Dalam sejarahnya, Aceh Darussalam mencapai masa kejayaan di masa
Sultan Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta Alam (1590-1636). Pada masa
itu, Aceh merupakan salah satu pusat perdagangan yang sangat ramai di Asia
Tenggara. Kerajaan Aceh pada masa itu juga memiliki hubungan diplomatik
dengan dinasti Usmani di Turki, Inggris dan Belanda. Pada masa Iskandar Muda,
Aceh pernah mengirim utusan ke Turki Usmani dengan membawa hadiah.
Kunjungan ini diterima oleh Khalifah Turki Usmani dan ia mengirim hadiah
balasan berupa sebuah meriam dan penasehat militer untuk membantu
memperkuat angkatan perang Aceh.
2.
Pengaruh Kerajaan Aceh Darusssalam Terhadap Perkembangan dan
Penyebaran Islam Nusantara
Peletak dasar kebesaran kerajaan Aceh Darussalam adalah Sultan
Alauddin Riayat Syah yang bergelar Al-Qahar. Dalam menghadapi bala tentara
Portugis, ia menjalin hubungan persahabat dengan kerajaan Usmani di Turki dan
Negara-negara Islam yang lain di Indonesia. Dengan bantuan Turki Usmani
tersebut, Aceh dapat membangun angkatan perangnya dengan baik. Aceh ketika
itu tampaknya mengakui kerajaan Turki usmani sebagai pemegang kedaulatan
tertinggi dan kekhalifahan dalam Islam. Tidak seperti Iskandar Muda yang
19
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
memerintah dengan tangan besi, penggantinya, Iskandar Tsani, bersikap lebih
liberal, lembut dan adil. Pada masanya Aceh terus berkembang beberapa tahun.
Pengetahuan agama maju dengan pesat.
Leburnya Samudera Pasai ke dalam Kerajaan Aceh Darussalam membuat
Aceh tampil sebagai kekuatan yang menyeluruh dan terpadu baik di bidang
politik, maupun ekonomi, bahkan di bidang pemikiran Islam mulai abad 16M
sampai abad 18M dan puncak kejayaannya berlangsung pada abad ke-17M.
Kejayaan dan kemajuan yang dicapai oleh Aceh menyebabkan berdatangan
ulama-ulama dari Arab, Persia atau India menjalin hubungan demi pengembangan
keilmuan di Aceh. Di Aceh telah lahir ulama-ulama besar yang membaktikan diri
mereka dalam renungan dakwatul islam sehingga lahirlah khazanah keilmuan dan
wacana intelektual keagamaan. Di antara ulama yang terkenal pada saat itu
adalah: Hamzah Fansuri, Syamsuddin as-Sumatrani, Nuruddin Ar-Raniry dan
Abdul Rauf al-Singkili. Semua itu membuat Aceh patut diperhitungkan dalam
peta pemikiran Islam di Nusantara.
Semakin tumbuh dan maraknya pemikiran keagamaan menjadikan Aceh
pusat keilmuan Islam di Nusantara, sehingga banyak orang Islam dari berbagai
daerah di Nusantara datang ke Aceh untuk belajar kepada ulama-ulama besar
Aceh. Murid-murid yang belajar ke Aceh nantinya kembali ke daerah masingmasing, untuk menyebarkan Islam, ilmu bahkan tariqhat. Mereka merupakan anak
panah penyebaran Islam dan tradisi keilmuan yang berkembang di Aceh. Selain
itu kedudukan Aceh sebagai persinggahan jamaah haji Indonesia telah menjadikan
Aceh posisi istimewa bagi penyebaran dan perkembangan ilmu pengetahuan dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan pengajaran agama Islam. Kehadiran jemaah
haji di Aceh sambil menunggu pemberangkatan ke Haramain sering dimanfaatkan
untuk belajar ilmu keagamaan.
20
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
F.
Menelaah Kontroversi Masuknya Islam dan Kerajaan Islam Pertama
di Aceh
Ada beberapa kontroversi yang terjadi di kalangan para ahli sejarah dalam
menetapkan Kawasan pertama sekali masuknya Islam di Aceh dan Kerajaan Islam
Aceh yang Pertama, termasuk dalam buku-buku teks pelajaran di sekolah, baik
disekolah dasar maupun Tingkat Menengah dan Tingkat Lanjutan, disebutkan
kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah Kerajaan Samudera Pasai. Namun,
fakta (sumber-sumber sejarah dalam bentuk tulisan; seperti yang telah kita uraikan
di atas) menyebutkan Peureulak lebih dulu ada daripada Samudera Pasai.
Kerajaan Peureulak muncul mulai tahu 840 M sampai tahun 1292 M.
Bandingkan dengan kerajaan Samudera Pasai yang sama-sama berlokasi di
Aceh. Berdiri tahun 1267, Kerajaan ini akhirnya lenyap tahun 1521. Entah
mengapa dalam buku-buku pelajaran, tertulis secara jelas kerajaan Samudera
Pasai-merupakan kerajaan Islam yang pertama di Indonesia. Sebuah kesengajaan
atau kekurangan referensi dalam menulis, ataupun tim penulis tersebut hanya
menggunakan rujukan sejarawan luar dengan mengabaikan sejarawan lokal untuk
menggunakan sebagai referensi tambahan.
Menurut Dr. Husaini Ibrahim13, seorang peneliti dari Universitas Syiah
Kuala, dilihat perspektif arkeologi dan dari bukti-bukti fisik yang ditemukan yaitu
berupa batu nisan di Desa Lamreh, Banda Aceh, maka Islam sudah lebih dulu
masuk ke Banda Aceh daripada wilayah Pasai, mengingat tahun yang tertera
dibatu nisan tersebut lebih tua usianya (tahun 1207M) daripada yang ada di
Samudera Pasai (1297M).
Dilema perbedaan ini memang susah untuk disatukan, jika masing-masing
pihak saling mempertahankan ide dan pendapatnya masing-masing, tentunya
dengan bukti yang mereka miliki masing-masing. Namun begitulah sejarah,
karena butuh waktu dalam menemukan dan mengungkapkan fakta.
Kerajaan Islam Peureulak akan mempunyai sedikit kelemahan jika para
sejarawan meneliti sejarah peureulak menggunakan perspektif arkeologi yang
13
. Husaini Ibrahim, Materi Kuliah Sejarah Masuk dan Penyiaran Islam Dari Kerajaan
Aceh Ke Nusantara, (Lhokseumawe: PPs KPI STAIN Malikussaleh, 9 Mei 2014).
21
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
menginginkan bukti-bukti fisik berupa makam atau batu nisan atau bekas
reruntuhan dan peninggalan istana kerajaan, maupun benda-benda bersejarah
lainnya yang dapat mengungkapkan sejarah itu sendiri. Bukti-bukti yang
digunakan
dalam
penulisan
sejarah
Peureulak
umumnya
berlandaskan
peninggalan naskah/tulisan seperti; 1) kitab Idh-Harul Haq Fi Mamlakatil,
karangan Abu Ishak Al-Makarani Sulaiman Al-Pasy (yang hingga saat ini tidak
diketahui lagi keberadaan dari arsip kitab aslinya), 2) Keterangan Marco Polo
yang pernah berkunjung ke Peureulak pada tahun 1292M, 3) cerita turun temurun
bahwa disana ada pusat pengkajian Islam dan pengembangan bahasa Melayu Cot
Kala (yang sekarang sudah ditabalkan kembali oleh STAIN Cot Kala, Langsa).
Kerajaan Islam Pasai akan lebih meyakinkan jika dilihat dari perspektif
arkeologinya, karena hingga saat ini komplek pemakaman Sultan Samudera
Pasainya masih utuh dan sudah dipugar. Namun Samudera Pasai memiliki
kelemahan dari segi catatan sejarahnya. Untuk menelusuri silsilah keturunannya
saja kita mengalami kendala, diakibatkan kurangnya peninggalan dalam bentuk
naskah yang menerangkan tentang Samudera Pasai. Ini disebabkan penulis zaman
dulu kurang banyak menuliskan kitab-kitab sejarah, umumnya lebih banyak
menuliskan kitab-kitab pelajaran agama. Konon ada sebagian kitab yang enggan
menuliskan namanya sebagai pengarang, untuk menghindari timbulnya sifat ria
(seperti kitab Masaailal Muhtadi) yang hingga saat ini masih tetap dipergunakan
di kalangan dayah di Aceh, walau tidak diketahui kejelasan asal-usul
pengarangnya.
22
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari tulisan di atas dapatlah kita ambil beberapa kesimpulan, yaitu;
1) Agama Islam masuk pertama sekali di kawasan Peureulak pada abad ke 7M,
dari Pedangang Arab dan Persia melalui dakwah dan cara-cara damai,
perkawinan dengan keluarga kerajaan yang kemudian merubah bentuk
kerajaan yang ada sebelumnya menjadi Kesultanan Islam pada tanggal 1
Muharam 225H atau tahun 840M. Sultan pertamanya adalah Sultan
Alaiddin Sayed Maulana Abdul Aziz Shah.
2) Mazhab pada saat pertama Islam masuk ke Peureulak adalah mazhab Syi’ah
yang kemudian beberapa waktu kemudian pada tahun ±900M datang penyiar
Islam bermazhab Sunni, dan terjadi pergolakan internal hingga akhirnya
mazhab Sunni lebih mendominasi.
3) Pada abad ke 13M Islam dari Pasai sudah menyebar dan sudah mulai
mengirimkankan utusan untuk berdakwah keluar daerah, kemudian pada abad
ke 14M Pasai mengirimkan para da’i sudah diutus ke tanah jawa dan seluruh
Nusantara.
4) Masa Kerajaan Aceh Darussalam, merupakan masa kecemerlangan dan
kegemilangan disegala aspek, Pusat ilmu pengetahuan agama Islam, Pusat
penyebaran Islam ke seluruh Nusantara, sebagai pintu gerbang dan tempat
transit jamaah haji (sehingga dinobatkan sebagai Serambi Mekkah), tempat
persinggahan kapal-kapal asing.
.
23
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hadi, Hamzah Fansuri; Risalah dan Puisi-puisinya,
Bandung: Mizan, 1995Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan
Pustaka,1984.
Abdul Jalil, “Kerajaan Islam Peureulak Poros Aceh-Demak-Ternate” dalam A.
Hasjmy (peny), Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, AlMa’rif, Bandung, 1993.
Aboebakar Atjeh, “Tentang Nama Aceh” dalam Ismail Suny (Ed.), Bunga Rampai
Tentang Aceh, BharataKarya Aksara, Jakarta, 1980.
Amirul Hadi, Aceh, Sejarah, Budaya, dan Tradisi, Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia, 2010
Ali Ahmad, Karya-karya Bercorak Sejarah, Kuala Lumpur: Dewan bahasa dan
Pustaka, 1987.
Ali Hasymi, Syarah Ruba’I Hamzah Fansuri oleh Syamsudin Al-Sumatrani, Ali
Hasjmy, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, Bandung:
Al-Ma’arif, 1981.
Ali Hasyimy, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia : Kumpulan
Prasaran pada seminar di Aceh, Al ma’arif, 1993.
Ali, Hasymi, Aceh Merdeka di Bawah Pemerintahan Ratu, Jakarta:
Bulan Bintang, 1977
Hosein Jaya Diningrat, dkk, Dari Sini Ia Bersemi, Banda Aceh:
Pemerintah Daerah Istimewa Aceh, 1981.
Husaini Ibrahim, Materi Kuliah Sejarah Masuk dan Penyiaran Islam Dari
Kerajaan Aceh Ke Nusantara, Lhokseumawe: PPs KPI STAIN
Malikussaleh, 9 Mei 2014.
Machi Suhadi, Halina Hambali, Makam-makam Wali Sanga di
Jawa: Depdikbud, 1995
HM Thamrin, dkk., Perang Kemerdekaan Aceh, Badan Perpustakaan Propinsi
NAD, Banda Aceh, 2007.
M. Hasbi Amiruddin (Ed.), Aceh Serambi..., hal. 4. Jurnal Lektur Keagamaan,
Vol. 8, No. 1, 2010: 91 – 118.
Mahmud Sulaiman, Kontroversi Sejarah Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Bulan
Bintang, 1998.
Moleong, Lexy J, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Rosdakarya, 1998.
24
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
Mohammad Said, Aceh
Waspada, 1961
Sepanjang
Abad,
Medan:
Harian
Rusdi Sufi, dkk, Sejarah Kebudayaan Aceh , Banda Aceh: PDIA,
2003.
Ridwan Azwad, dkk, Aceh Bumi Iskandar Muda, Banda Aceh:
Pemerintah Nanggroe Aceh Darussalam, 2008
Zakaria Ahmad, Aceh (Zaman Prasejarah & Zaman Kuno), Banda
Aceh: Pena, 2008, ...Pasai Kota Pelabuhan Jalan Sutra,
Jakarta: Depdikbud, 1997
25
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Beberapa sumber sejarah tentang sejarah masuknya Islam ke Nusantara
(Indonesia) di dalam literatur dan tradisi melayu masih simpang siur dan beragam
keterangannya. Banyak hal-hal yang sukar terpecahkan sehingga sejarah di
Nusantara banyak yang bersifat perkiraan. Mencari ketepatan kapan masuknya
Islam ke Nusantara sangat sulit. Menentukan masuknya Islam di Nusantara
biasanya para pakar sejarah mengkaitkan dengan kegiatan perdagangan antara
dunia Arab, Gujarat, Persia dan Bangladesh dengan penduduk pribumi Nusantara.
Sejarawan Muslim berbeda pendapat dengan sejarawan barat dalam hal ini.
Sejarawan Muslim umumnya sepakat memperkirakan bahwa kontak antara
Nusantara dengan Islam terjadi sejak abad ke- 7 Masehi, sementara sejarawan
orientalis barat memperkirakan Islam masuk ke Nusantara pada abad ke 13M.
Dalam seminar Sejarah Masuknya Islam yang berlangsung di Medan tahun
1963M yang dikukuhkan lagi dengan seminar Sejarah Islam di Banda Aceh tahun
1978M, kemudian tahun 1980 dalam Seminar Sejarah Masuk dan Berkembangnya
Islam di Nusantara yang diselenggarakan di Rantau Kuala Simpang, Aceh Timur,
menyimpulkan bahwa masuknya Islam ke Nusantara abad ke-1 Hijriyah langsung
dari tanah Arab.
Ada satu persoalan lain yang juga menjadi perdebatan juga dari sejarawan
Nasional dan juga sejarawan barat, yaitu persoalan siapa sebenarnya yang pertama
sekali membawa atau menyiarkan Islam ke Nusantara ini dan di daerah mana
pertama sekali Islam masuk, dikenal serta diikuti ajarannya (dipeluk) oleh pribumi
Nusantara ini.. Ada yang mengatakan di Jawa, dan ada yang mengatakan di Barus,
namun demikian ahli sejarah sepakat dan sependapat bahwa Islam masuk ke
Nusantara melalui pesisir Sumatera bagian utara, yaitu wilayah peisisir Aceh
(Nanggroe Aceh Darussalam). Selanjutnya didaerah mana tepatnya masuknya
Islam di Aceh, apakah melalui Samudera Pasai (Kabupaten Aceh Utara) atau
1
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
wilayah Peureulak (Kabupaten Aceh Timur)? Ini juga masih menjadi pembahasan
yang cukup lama dan berkepanjangan.
B.
Rumusan Masalah dan Metode Penulisan
Dalam penulisan ini penulis ingin menelaah kontroversi tentang lokasi dan
waktu masuknya Islam ke Aceh dan peranan kerajaan Islam di Aceh dalam
penyebaran dan penyiaran Islam ke seluruh Nusantara (Indonesia). Batasan
kajiannya untuk tiga kerajaan saja, yaitu Kerajaan Islam Peureulak, Kerajaan
Islam Samudera Pasai dan Kerajaan Aceh Darussalam.
Metoda penulisan yang bercorak library research, dalam arti semua
sumber data berasal dari bahan-bahan tertulis yang berkaitan dengan topik yang
dibahas dan bersifat deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang
menjadikan kata-kata lisan, tulisan, sikap, perilaku, ekspresi dan gambar sebagai
data penulisan atau pelitian. 1)
C.
Tujuan dan Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan membahas mengenai sejarah masuknya
Islam ke Aceh dan Pengaruh Kerajaan Islam di terhadap penyiaran dan
perkembangan Islam ke Nusantara (Indonesia). Tulisan ini merupakan salah satu
tugas semester 2 (dua), untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Masuk dan
Penyiaran Islam dari Kerajaan Aceh Ke Nusantara pada PPs KPI STAIN
Malikussaleh, Lhoksemawe TA 2013/2014.
1
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosdakarya, 1998), hal 3.
2
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kerajaan di Aceh Sebelum Islam
Tidak begitu banyak catatan yang penulis peroleh mengenai kondisi sosio-
kultur masyarakat Aceh sebelum Islam dan agama apa yang dianut oleh
masyarakat Aceh pra Islam. Namun ada beberapa bukti dan peninggalan sejarah
yang mengindikasikan bahwa agama yang dianut oleh penduduk pribumi Aceh
sebelum datang Islam adalah agama Hindu.
Disebabkan oleh langkanya referensi yang dapat ditemukan, karena itu,
wajar bila Zainuddin sebagaimana dinyatakan dalam Aceh Serambi Mekkah,
bahwa sebagian besar catatan sejarah tentang Aceh sebelum tahun 400 M tidak
diketahui secara jelas.2 Bahkan, catatan J. Kreemer sebagaimana dikutip oleh
Aboe Bakar Atjeh menyebutkan bahwa sebelum tahun 1500 sejarah Aceh masih
belum begitu diketahui orang.3
Snouck Hurgronye, orientalis barat yang mengecap pendidikan di Arab
Saudi dan menyamar sebagai muslim dan lama menetap di Aceh dan Nusantara,
menunjukkan sedikit gambaran yang mengindikasikan adanya pengaruh Hindu di
Aceh, dengan memperhatikan cara berpakaian para wanita Aceh yang
dikatakannya ber-sanggul miring mirip dengan cara berpakaian para wanita
Hindu. Menurutnya pula, langsung atau tidak langsung, Hinduisme pada suatu
waktu mengalir ke dalam peradaban dan bahasa Aceh walaupun hal ini sangat
sulit diteliti dalam riwayat dan adat. Julius Jacob seorang ahli kesehatan yang
pernah bertugas di Aceh tahun 1878M menyatakan bahwa pengaruh Hindu atas
penduduk setidak-tidaknya dapat ditemukan dengan kenyataan tentang pemakaian
nama-nama tempat dalam bahasa Hindu istilahnya terdapat dalam bahasa Aceh.4
2
. M. Hasbi Amiruddin (Ed.), Aceh Serambi ..., hal. 4. Lihat juga Tuanku Abdul Jalil,
“Kerajaan Islam Peurlak Poros Aceh-Demak-Ternate” dalam A. Hasjmy (peny), Sejarah Masuk
dan Berkembangnya Islam di Indonesia, Al-Ma’rif, Bandung, 1993.
3
Aboebakar Atjeh, “Tentang Nama Aceh” dalam Ismail Suny (Ed.), Bunga Rampai
Tentang Aceh, Bharata Karya Aksara, Jakarta, 1980, hal. 20.
4
. Ali Hasjmy, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, (Bandung: AlMa’arif, 1981), hal. 358.
3
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
Dalam ranah kesusastraan, sastra Aceh juga memiliki keterpengaruhan
Hindu, seperti adanya Hikayat Sri Rama dalam bahasa Melayu, dikenal sebagai
saduran dari Kakawin Ramayana karya Walmiki. Baik versi Aceh maupun
Melayu dari Hikayat Sri Rama maupun Rahwana telah menimbulkan dugaan
bahwa hikayat itu mencerminkan sejarah Aceh dan Raja Rahwana yang dimaksud
di dalamnya adalah Raja yang pernah bertahta di Indrapuri (Aceh Besar). Namanama gampong tua dari bahasa Sangsekerta seperti Indrapuri atau Indraparwa
juga telah dikaitkan oleh sementara penduduk sebagai suatu nama kota-kota
kerajaan Hindu yang pernah tumbuh di Aceh, meski demikian hal itu samasekali
tidak dapat dijadikan pegangan untuk mengatakan bahwa telah berdiri kerajaan
Hindu di Aceh, karena masih memerlukan pembuktian-pembuktian yang dapat
dipercaya mengenai hal ini.5
Kembali kesejarah masa lalu, pengaruh Hindu datang dari India, di Aceh
mereka telah membuat perkampungan, mereka sendiri datang melalui pesisir
pantai Utara Aceh. Pengaruh Hindu di Aceh telah terjadi sejak zaman purba
seperti yang ditulis oleh ahli-ahli ketimuran Belanda dalam beberapa buku tentang
sejarah budaya Aceh (Prof. Dr H Aboebakar, Aceh 1972). Dan ada juga beberapa
penemuan berupa guci-guci yang berisi abu jenazah di Lamno Daya (Aceh Jaya)
serta beberapa cerita dari masyarakat tentang pahlawan syah yang terus hidup di
negeri itu.
Sebelum masuknya agama Islam ke Aceh, terlebih dahulu sudah ada
agama serta kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu dan budha di Aceh. Beberapa
kerajaan yang dulu pernah bercorak Hindu seperti, Kerajaan Laut Bangko (Kluet)
di Aceh Selatan, Kerajaan Sama Indra (Pedir) yang berada di Pidie, Kerajaan
Indra Purwa (Lamuri) menjadi Kerajaan Indrapuri, Indrapatra, Indrapurwa yang
berada di Aceh Besar dan Indrajaya yang dikenal sebagai kerajaan Panton Rie
atau Kantoli di Lhokseudu
Penduduk Aceh merupakan keturunan dari berbagai suku, kaum dan
bangsa. Leluhur orang Aceh berasal dari Semenanjung Malaysia, Cham, Cochin,
5
. M. Hasbi Amiruddin (Ed.), Aceh Serambi..., hal. 4. Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 8,
No. 1, 2010: 91 - 118
4
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
dan Kamboka. Di samping itu banyak juga bangsa-bangsa asing di tanah Aceh,
seperti bangsa Arab, India dan Cina dikenal erat hubungannya pasca penyebaran
agama Islam di Aceh. Seperti yang kita ketahui bangsa Arab dan India terkenal
dengan kebiasaan berdagangnya. Bangsa Arab yang datang dan tinggal di Aceh
banyak yang berasal dari provinsi Hadramaut (Negeri Yaman), dibuktikan dengan
marga-marga mereka seperti Al-Aydrus, Al-Habsyi, Al-Attas, Al-Kathiri,
Badjubier, Sungkar, Bawazier dan lain-lain yang semuanya merupakan bangsa
Arab asal Yaman.
Pada masa pra islam, budaya yang hidup dalam masyarakat Aceh diserap
dari nilai-nilai agama Hindu. Menurut Van Langen, pada dasarnya orang Aceh
berasal dari bangsa Hindu. Migrasi Hindu bertapak di Pantai Utara Aceh dan dari
sini menuju ke pedalaman. Dari Gigieng dan Pidie, mungkin juga dari daerah
Pase, migrasi Hindu menuju ke daerah 22 Mukim di Aceh Besar. Meskipun
pendapat ini dibantah oleh Snouck Hurgronje. Akan tetapi, jika diperhatikan dari
intensitas pergaulan, terutama dalam bidang perdagangan antara Aceh dan India
pada masa itu, maka dapat dikatakan bahwa agama Hindu merupakan anutan
sebagian masyarakat Aceh sebelum kedatangan Islam. Selain Hindu, diperkirakan
agama Budha juga menjadi anutan bagi sebagian masyarakat Aceh yang lain,
yang diduga dibawa oleh orang-orang Cina. Dengan demikian terdapat
kecenderungan bahwa budaya yang berkembang dalam masyarakat Aceh pra
Islam bersumber dari ajaran Hindu.
B.
Awal Mula Islam Masuk ke Aceh
Lahirnya agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW, pada abad ke-7
M, menimbulkan suatu tenaga penggerak yang luar biasa, yang pernah dialami
oleh umat manusia. Islam merupakan gerakan raksasa yang telah berjalan
sepanjang zaman dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Masuk dan
berkembangnya Islam ke Indonesia dipandang dari segi historis dan sosiologis
sangat kompleks dan terdapat banyak masalah, terutama tentang sejarah
perkembangan awal Islam. Ada perbedaan antara pendapat di antara ahli sejarah.
Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia abad ke-
5
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
13 M, namun ada juga yang mengatakan bahwa Islam masuk pertama kali ke
Indonesia pada abad ke-7 M. Sedangkan kepastiannya, hampir semua ahli sejarah
menyatakan bahwa daerah Indonesia yang mula-mula dimasuki Islam adalah
daerah Aceh.
Analisis dan pemikiran tentang bagaimana sejarah masuknya Islam di
Indonesia dipahami melalui sejumlah teori. Aji Setiawan, misalnya melihat
bahwa datangnya Islam ke nusantara bisa ditelisik melalui tiga teori, yaitu
teori Gujarat, teori Arab, dan teori Persia. Teori Gujarat memandang bahwa
asal muasal datangnya Islam di Indonesia adalah melalui jalur perdagangan
Gujarat India pada abad 13-14M. Teori ini biasanya banyak digunakan oleh
ahli-ahli
dari
Belanda.
Salah
seorang
penganutnya, W.F. Stuterheim
menyatakan bahwa Islam mulai masuk ke nusantara pada abad ke-13 yang
didasarkan pada bukti batu nisan sultan pertama dari Kerajaan Samudera
Pasai, yakni Malik Al-Saleh pada tahun 1297M.
Menurut
teori
ini,
masuknya Islam ke nusantara melalui jalur perdagangan Indonesia-Cambay
(India)-Timur Tengah–Eropa.
Teori Persia lebih menitikberatkan pada realitas kesamaan kebudayaan
antara masyarakat Indonesia pada saat itu dengan budaya Persia. Sebagai
contoh
misalnya kesamaan konsep wahdatul wujud-nya Hamzah Fanshuri
dengan al-Hallaj. Sedangkan teori Arab berpandangan sebaliknya. T.W. Arnold,
salah seorang penganutnya ber-argumen bahwa para pedagang Arab yang
mendominasi perdagangan Barat-Timur sejak abad ke-7M atau 8M juga
sekaligus melakukan penyebaran Islam di nusantara pada saat itu. Penganut teori
ini yang lainnya adalah Naquib al-Attas melihat bahwa bukti kedatangan
Islam ke nusantara ditandai dengan karakter Islam yang khas, atau disebut
dengan “teori umum tentang Islamisasi nusantara” yang didasarkan pada
literatur nusantara dan pandangan dunia Melayu. Di samping tiga teori umum
di atas, ada teori lain yang memandang bahwa datangnya Islam ke nusantara
berasal dari Cina, atau yang disebut dengan teori Cina.
6
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
Datangnya Islam ke Indonesia dilakukan secara damai, dapat dilihat
melalui jalur perdagangan, dakwah, perkawinan dan ajaran tasawuf, serta jalur
kesenian dan pendidikan, yang semuanya mendukung proses cepatnya Islam
masuk dan berkembang di Indonesia. Kegiatan pendidikan Islam di Aceh lahir,
tumbuh dan berkembang bersamaan dengan berkembangnya Islam di Aceh.
Konversi massal masyarakat kepada Islam pada masa perdagangan disebabkan
oleh Islam merupakan agama yang siap pakai, asosiasi Islam dengan kejayaan,
kejayaan militer Islam, mengajarkan tulisan dan hafalan, kepandaian dalam
penyembuhan dan pengajaran tentang moral.
Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw adalah agama yang
diturunkan oleh Allah SWT untuk menjadi rahmat bagi alam semesta. Karena itu
sebagaimana fithrahnya, maka cepat atau lambat akan menyebar keseluruh dunia
dan memenuhi alam semesta. Keniscayaan inilah yang kemudian membawanya
sampai ke wilayah Nusantara. Islam datang ke Nusantara bukan melalui
penaklukan tetapi melalui jalur perdagangan. Para sarjana dan peneliti tentang
proses kedatangan dan penyebaran Islam di Kepulauan Melayu-Indonesia hampir
bersepakat dengan kenyataan bahwa Islamisasi di kawasan ini umumnya terjadi
melalui jalan damai. Tentu saja ada sedikit kasus tentang penggunaan kekuatan
dan penaklukan oleh penguasa Muslim Melayu-Nusantara untuk mengkonversi
rakyat atau masyarakat di sekitarnya menjadi Islam, tetapi secara umum
pengIslaman tersebut dilakukan oleh da’i dan ulama yang berlangsung melalui
metoda dakwah, lemah lembut dan cara-cara damai.
C.
Kesultanan Peureulak Merupakan Pusat Penyebaran Islam Fase
Pertama di Aceh (Fase Masuk dan Pembauran)
1. Sejarah Berdiri dan Masuknya Islam Ke Kerajaan Peureulak
Kata Peureulak berasal dari nama pohon kayu besar yaitu “Bak Peureulak”
(Batang Kayu Peureulak). Kayu peureulak ini sangat baik digunakan untuk bahan
dasar pembuatan perahu atau kapal, sehingga banyak dibeli oleh perusahaan-
7
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
perusahaan perahu kapal. Di Peureulak banyak tumbuh jenis pepohonan ini,
sehingga disebut negeri Perlak (Peureulak).6
Kawasan ini merupakan kawasan aman untuk berdagang, sehingga para
pedagang menggemari dan sangat suka datang ke daerah ini selain untuk membeli
kayu yang digunakan untuk membuat atau merehab perahu/kapal maupun
melakukan transaksi perdagangan lainnya. Hingga berkembangnya Islam yang
pertama dan pada akhirnya munculnya Kerajaan Islam Peureulak sebagai kerajaan
Islam pertama di Indonesia.7
Peureulak merupakan kerajaan Islam pertama di wilayah Aceh yang
berlokasi di Bayeun sampai Kuala Idi (Sampai sekarang namanya tetap
Peureulak, di daerah Kabupaten Aceh Timur). Diantara raja yang pernah
memerintah kerajaan Peuruelak sebelum menjadi kerajaan Islam, 9 orang
rajanya bergelar Mohrat atau Meurah yang berarti maharaja, karena itu diduga
raja-raja tersebut merupakan pendatang keturunan India yang beragama Hindu. 8
Selanjutnya ke daerah ini datang pedagang Arab dan Persia yang beragama
Islam aliran Syi’ah.
Berdasarkan
beberapa
sumber,
diperkirakan
bahwa
kedatangan
pedagang Arab dan Persia tersebut pada abad 7M atau 8M. (Sedangkan Pada
abad ke-13, Islam sudah berkembang pesat). Menurut catatan Ali Hasjmi,
bersumber dari kitab Idh-Harul Haq Fi Mamlakatil, karangan Abu Ishak AlMakarani Sulaiman Al-Pasy, Kesultanan Peureulak merupakan kerajaan Islam
pertama di Indonesia yang berdiri pada tanggal 1 Muharam 225H atau 804M.
Kesultanan ini terletak di wilayah Peureulak, Aceh Timur, Nangroe Aceh
Darussalam, Indonesia,9 Sultannya yang pertama adalah Sayed Maulana Abdul
Aziz Shah yang bergelar Sultan Alaiddin Sayed Maulana Abdul Aziz Shah.
Kemudian Bandar Peureulak diganti namanya menjadi Bandar Khalifah.10
6
. A. Hasyimy, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia : Kumpulan
Prasaran pada seminar di Aceh (Al ma’arif, 1993), hal. 152
7
. Mahmud Sulaiman, Kontroversi Sejarah Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Bulan
Bintang, 1998), hal. 130-142.
8
. Silsilah sultan Peureulak kami sajikan dalam sub pasal tersendiri .
9
. Ali Hasjmy, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, (Bandung: AlMa’arif, 1981), hal. 300.
10
. A. Hasyimy, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam……………hal. 195.
8
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
Pada tahun 680M ini, rombongan pedagang tersebut berjumlah 100
orang dari Timur Tengah menuju pantai Sumatera yang dipimpin oleh
Nakhoda Khilafah. Rombongan ini
bertujuan untuk berdagang sekaligus
membawa sejumlah da‘i yang bertugas untuk membawa dan menyebarkan Islam
ke Peureulak. Dalam waktu kurang dari setengah abad, raja dan rakyat
Peureulak meninggalkan agama lama
mereka
(Hindu dan Buddha), yang
kemudian secara sukarela berbondong-bondong memeluk Islam.
Perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa salah seorang anak
buah dari Nakhoda Khalifah, Ali
bin Muhammad bin Ja‘far Shadiq
dikawinkan dengan Makhdum Tansyuri, yang merupakan adik dari Syahir
Nuwi,
Raja
Negeri
Peureulak
perkawinan mereka lahirlah
yang
berketurunan
Parsi.
Dari
buah
Sultan Alaiddin Sayed Maulana Abdul Aziz
Shah, yang menjadi sultan kerajaan Islam pertama di Kesultanan Peureulak
sejak tahun 840M. Ibu kotanya
Peureulak yang semula bernama Bandar
Peureulak kemudian diubah menjadi Bandar Khalifah sebagai bentuk
perhargaan terhadap jasa Nakhoda Khalifah. Sultan dan istrinya, Putri Meurah
Mahdum Khudawi, dimakamkan di Paya Meuligo, Peureulak, (Kabupaten Aceh
Timur).
Nama Kesultanan Peureulak sebagai sejarah permulaan masuknya
Islam di Indonesia kurang begitu dikenal dibandingkan dengan Kesultanan
Samudera Pasai. Namun demikian, nama Kesultanan Peureulak justru terkenal
di Eropa karena kunjungan Marco Polo pada tahun 1292M. Ia mengatakan
bahwa pada saat itu di Sumatera terbagi dalam delapan kerajaan, yang semuanya
menyembah berhala kecuali satu, yaitu kerajaan ferlec (Peureulak)..
Pada masa pemerintahan sultan ketiga, Sultan Alaiddin Sayed Maulana
Abbas Shah, aliran Sunni mulai masuk ke Peureulak. Setelah wafatnya sultan
pada tahun 363H (913M), terjadi perang saudara antara kaum Syiah dan Sunni
sehingga selama dua tahun berikutnya tak ada sultan. Kaum Syiah memenangkan
perang dan pada tahun 302 H (915M), Sultan Alaiddin Sayed Maulana Ali
Mughayat Shah dari aliran Syiah naik tahta. Pada akhir pemerintahannya terjadi
9
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
lagi pergolakan antara kaum Syiah dan Sunni yang kali ini dimenangkan oleh
kaum Sunni sehingga sultan-sultan berikutnya diambil dari golongan Sunni.
Pada tahun 362 H (956 M), setelah meninggalnya sultan ketujuh, Sultan
Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat, terjadi lagi pergolakan
selama kurang lebih empat tahun antara Syiah dan Sunni yang diakhiri dengan
perdamaian dan pembagian kerajaan menjadi dua bagian. Bagian pertama,
Peureulak Pesisir (Syiah), dipimpin oleh Sultan Alaiddin Sayed Maulana Shah
(986 – 988). Bagian kedua, Peureulak Pedalaman (Sunni), dipimpin oleh Sultan
Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat (986 – 1023M).
Kedua kepemimpinan tersebut bersatu kembali ketika salah satu dari
pemimpin kedua wilayah tersebut, yaitu Sultan Alaiddin Sayed Maulana Shah
meninggal. Ia meninggal ketika Peureulak berhasil dikalahkan oleh Kerajaan
Sriwijaya. Kondisi perang inilah yang membangkitkan semangat bersatunya
kembali kepemimpinan dalam Kesultanan Peureulak. Sultan Makhdum Alaiddin
Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat, yang awalnya hanya menguasai Peureulak
Pedalaman kemudian ditetapkan sebagai Sultan ke-8 pada Kesultanan Peureulak.
Ia
melanjutkan
perjuangan
melawan
Sriwijaya
hingga
tahun
1006M.
Sultan Peureulak ke-17, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad
Amin Shah II Johan Berdaulat, melakukan politik persahabatan dengan negerinegeri tetangga. Ia menikahkan dua orang puterinya dengan para pemimpin
kerajaan tetangga.
Kesultanan Peureulak berdiri pada tahun 840M dan berakhir pada
tahun 1292M. Sebelum Kesultanan Peureulak berdiri, di wilayah Peureulak
sebenarnya sudah berdiri Negeri
Peureulak
yang
raja
dan
rakyatnya
merupakan keturunan dari Maharaja Pho He La (Meurah Peureulak Syahir
Nuwi) serta keturunan dari pasukan-pasukan pengikutnya.
Sultan
Perlak yang ke-17, Sultan
Makhdum
Alaiddin
Malik
Muhammad Amin Shah II Johan Berdaulat, melakukan politik persahabatan
dengan negeri-negeri tetangga. Ia menikahkan dua orang puterinya, yaitu:
Putri
Ratna
Muhammad
Kamala dinikahkan dengan Raja Kerajaan Malaka, Sultan
Shah
(Parameswara)
dan
Putri
Ganggang Sari dinikahkan
10
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
dengan Raja Kerajaan Samudera Pasai, Malik Al-Shaleh.
Kesultanan Perlak berakhir setelah Sultan yang ke-18, Sultan Makhdum
Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat meninggal pada tahun 1292.
Kesultanan Perlak kemudian menyatu dengan Kerajaan Samudera Pasai di
bawah kekuasaan sultan Samudera Pasai yang memerintah pada saat itu,
Sultan Muhammad Malik Al-Zahir yang juga merupakan putera dari Malik AlShaleh. Sesuai seperti kutipan dalam catatannya Prof. Ali Hasjmi;
“Kerajaan Peureulak terus berdiri, hingga ketika Kerajaan Sriwijaya
menyerang akhirnya Kerajaan Peureulak bergabung dalam kerajaan Islam
Samudera Pasai pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Malik AlDzahir (1289 – 1326 M)”.11
2. Silsilah Kesultanan Peureulak
Sebelum
berdirinya
Kesultanan
Peureulak,
di
wilayah
Negeri
Peureulak sudah ada rajanya, yaitu Meurah Peureulak Syahir Nuwi. Namun,
data tentang raja-raja Negeri Peureulak secara lengkap belum ditemukan.
Sedangkan daftar nama sultan yang pernah berkuasa di Kesultanan Peureulak
adalah sebagai berikut:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
11)
12)
13)
14)
15)
16)
17)
Sultan Alaiddin Sayed Maulana Abdul Azis Shah (840-864M)
Sultan Alaiddin Sayed Maulana Abdul Rahim Shah (864-888M)
Sultan Alaiddin Sayed Maulana Abbas Shah (888-913M)
Sultan Alaiddin Sayed Maulana Ali Mughayat Shah (915-918M)
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Kadir Shah Johan Berdaulat (918-922)
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah Johan Berdaulat (922946)
Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat (946-974)
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat (976-988) dan
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (976-1012)
Sultan Makhdum Malik Mansyur Shah Johan Berdaulat (1059-1078)
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mansyur Shah Johan Berdaulat (1078;)
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdullah Shah Johan Berdaulat (1078-1108)
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ahmad Shah Johan Berdaulat (1109-1134)
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (1134-1158)
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Usman Shah Johan Berdaulat (1158-1170)
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Shah Johan Berdaulat (1170-1196)
Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Jalil Shah Johan Berdaulat (1196-1225)
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan Berdaulat
11
. A. Hasyimy, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam…………..hal. 202.
11
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
(1225-1263)
18) Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat (1263-1292)
Catatan: Sultan-sultan di atas dibagi menurut dua dinasti, yaitu dinasti Sayed
Maulana Abdul Azis Shah dan dinasti Johan Berdaulat, yang merupakan
keturunan dari Meurah Peureulak asli (Syahir Nuwi).
3. Pengaruh Kerajaan Peureulak Terhadap Penyebaran Islam di Nusantara
Memang pada masa Kerajaan Peureulak Islam belum begitu berkembang
luas, bisa saja karena pengaruh kerajaan besar Hindu lainnya yang masih sangat
kuat dan sewaktu-waktu dapat menyerang seketika (seperti Kerajaan Sriwijaya),
kemungkinan lainnya bisa juga disebabkan karena pada masa itu Islam masih
terlibat konflik internal antara mazhab Syiah dengan Mazhab Sunni.
Satu hal yang sangat penting untuk menjadi catatan sejarah pada saat
Kerajaan Islam Peureulak adalah dibangunnya Pusat pendidikan Cot Kala sebagai
pusat pendidikan agama pada abad ke 3H (± 900M) yang dipimpin oleh Syeikh
Malik Muhammad Amin, yang selanjutnya beliaupun pernah menjabat sebagai
Sultan ke 6 di Kesultanan Peureulak. Pusat pendidikan ini merupakan Pusat
Pendidikan Islam yang pertama di Asia Tenggara dan menjadi pusat
pengembangan bahasa Melayu, yang kemudian menjadi cikal dan lanjutan kepada
Kerajaan Samudera Pasai dengan mengirimkan ulama-ulamanya ke Pasai dalam
mengembangkan pusat kajian bahasa melayu. Sejak Cot Kala didirikan, sudah
mulai banyak ulama dari Timur Tengah, salah satunya adalah Syeikh Abdullah
Arief (Mekkah).
Kerajaan Peureulak mempunyai pengaruh keIslaman bagi daerah-daerah di
sekitarnya. Banyak ulama Peureulak yang berhasil menyebarkan Islam ke luar
Peureulak, misalnya sekelompok Da’i Peureulak dapat mengIslamkan Raja
Beunua. Setelah penyerangan oleh Sriwijaya Para ulama Peureulak, tokoh-tokoh,
pemimpin, dan keluarga raja Peureulak banyak yang pindah ke Lingga (Aceh
Tengah), negeri serbajadi dan negeri peunaron (Tamiang dan Lokop), sehingga
mereka membentuk masyarakat Muslim di sana dan dengan demikian maka
12
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
berdirilah kerajaan Islam Lingga. Selain Peureulak kerajaan Islam yang terpenting
di Sumatera adalah Samudera. Sumber-sumber Cina menyebutkan bahwa pada
tahun 1282 kerajaan kecil Samudera telah mengirim duta-duta dengan nama
muslim.
D.
1.
Samudera Pasai sebagai Pusat Penyebaran Islam Fase ke Dua (Masa
Kebangkitan dan Penyebaran ke Nusantara)
`Sejarah Berdiri dan Masuknya Islam Ke Samudera Pasai
Kerajaan Samudera Pasai terletak di Aceh, dan merupakan kerajaan
Islam kedua di Aceh. Kerajaan ini didirikan oleh Meurah Silu pada tahun
1267 M. Bukti-bukti arkeologis keberadaan kerajaan ini adalah ditemukannya
makam raja-raja Pasai di Gampong Beuringen Kecamatan Geudong, Aceh
Utara. Makam ini terletak di dekat
reruntuhan bangunan pusat kerajaan
Samudera di Gampong Beuringen, Kecamatan Samudera Geudong, sekitar 18
km sebelah timur Kota Lhokseumawe. Di antara makam raja-raja tersebut,
terdapat nama Sultan Malik Al-Shaleh, Sultan Kerajaan Pasai pertama. Malik
Al-Shaleh adalah nama baru setelah ia masuk Islam menggantikan nama
sebelumnya, yaitu Meurah Silu. Ia berkuasa lebih kurang 30 tahun (12671297M). Malik Al-Shaleh adalah keturunan dari Raja Islam Peureulak, yaitu
Makhdum Sultan Malik Ibrahim Syah Johan (976 – 988M).
Ada beberapa hal yang masih simpang siur mengenai Sultan Malik AlShaleh. Ada yang menyebutkan beliau sebelumnya merupakan pemeluk agama
Hindu yang kemudian diIslamkan oleh Syeikh Ismail. Ada pula yang
menyebutkan bahwa beliau sudah memeluk agama Islam sejak awal, namun
sebelumnya bermazhab Syi’ah, namun ketika Syeikh Ismail datang bersama 70
pengikutnya ke Samudera Pasai, beliau berubah haluan menjadi murid Syeikh
Ismail yang bermazhab sunni.
Sebelum bernama Samudra Pasai, kerajaan ini bernama kerajaan Samudra
saja. Samudera merupakan daerah kecil yang terletak di muara Sungai dan
mempunyai peranan penting dalam penyebaran Islam di Nusantara. Selain itu
Samudera menjadi pusat pengembangan pengetahuan agama, dimana teolog13
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
teolog, ahli ilmu kalam, yang datang dari Arab dan Persia, sering melakukan
diskusi tentang teologi dan mengkaji kajian Islam di istana sultan. Reputasi
Samudera kemudian beralih ke Pasai dan menjadi pusat keilmuan. Upaya
Islamisasi terus digiatkan sehingga Pasai memiliki pengaruh keIslaman yang kuat
dan menjadi pusat tamaddun Islam di saat itu. Kerajaan Samudra merupakan
kerajaan yang makmur dan kaya. Juga memiliki angkatan tentara laut dan darat
yang teratur.
Kerajaan Samudra semakin bertambah maju, yang kemudian dikenal
dengan nama “Samudera Pasai”, yaitu setelah dibangunnya Bandar Pasai pada
masa pemerintahan Raja Muhammad.
Hubungan Kerajaan Samudra Pasai dengan Kerajaan Peureulak sangatlah
baik. Dan hal ini makin dipererat dengan menikahnya Sultan Malik as Shaleh
dengan putri Ganggang dari Kerajaan Peureulak, yaitu putri dari Sultan Peureulak
ke 17 (Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan
Berdaulat). Puncak kejayaan kerajaan Samudra Pasai yaitu pada masa
pemerintahan Sultan Malik Az-Zahir (1326—1349M/757—750 H).
Seorang pengembara Muslim dari Maghribi, Ibnu Bathutah sempat
mengunjungi Pasai tahun 1346 M. ia juga menceritakan bahwa, ketika ia di
Cina, ia melihat adanya kapal Sultan Pasai di negeri Cina. Memang, sumbersumber Cina ada menyebutkan bahwa utusan Pasai secara rutin datang ke
Cina untuk menyerahkan upeti. Informasi lain juga menyebutkan bahwa,
Sultan Pasai mengirimkan utusan ke Quilon, India Barat pada tahun 1282 M. Ini
membuktikan bahwa Pasai memiliki relasi yang cukup luas dengan kerajaan
luar.
Pada masa jayanya, Samudera Pasai merupakan pusat perniagaan penting
di kawasan itu, dikunjungi oleh para saudagar dari berbagai negeri, seperti
Cina, India, Siam, Arab dan Persia. Komoditas utama adalah lada. Sebagai
bandar perdagangan yang besar, Samudera Pasai mengeluarkan mata uang
emas yang disebut dirham. Uang ini digunakan secara resmi di kerajaan
tersebut. Di samping sebagai pusat perdagangan, Samudera Pasai juga
merupakan pusat perkembangan agama Islam.
14
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
Seiring perkembangan zaman, Samudera mengalami kemunduran, hingga
pernah ditaklukkan oleh Kerajaan Majapahit sekitar tahun 1360 M. Kerajaan
Pasai terus mengalami kemunduran diakhir tahun 1521, dimana terjadi
penyerangan oleh pasukan Portugis. Sultan Ali Mughayatsyah sebagai sultan
Kerajaan Darussalam pada masa itu membantu Pasai menggempur Portugis dan
merampas wilayah Pasai. Kemudian mempersatukan Kerajaan Pasai dengan
kerajaan Darussalam sehingga memproklamirkan menjadi Kerajaan Aceh
Darussalam pada tahun 1524M.
2. Silsilah Sultan Kerajaan Samudera Pasai
Penulis kesulitan mendapatkan data silsilah dan keturunan yang lengkap
tentang Kerajaan Samudera Pasai, jadi data yang kami kemukakan disini belumlah
memenuhi secara runtut tahun berdiri hingga berakhirnya kerjaan Samudera Pasai,
Sultan yang pernah memerintah di kerajaan Pasai semuanya berjumlah 9 orang, 5
diantaranya adalah sebagai berikut;
1) Sultan Malik Al-Shaleh/Meurah Silu (1267-1297M)
2) Sultan Muhammad Malik az-Zahir (1297-1326M)
3) Sultan Ahmad Laidkudzahi (tidak diketahui masa pemerintahannya)
4) Sultan Zainal Abidin Malik Az-Zahir (1383-1405M)
5) Sultan Shalahuddin (1405-1412M)
6) s.d 9) penulis Belum memperoleh data, yaitu dari tahun 1412M hingga
tahun 1524M.
3.
Pengaruh Kerajaan Samudera Pasai Terhadap Penyebaran Islam Di
Nusantara (Indonesia).
Seperti halnya Kerajaan Peureulak, Kerajaan Samudera Pasai juga
mempunyai pusat kajian ilmu pengetahuan, terutama pengembangan sastra
melayu dan kebudayaan melayu. Satu hal yang paling besar pengaruhnya terhadap
penyebaran Islam di Nusantara adalah ketika pada zaman Sultan Zainal Abidin
berkuasa, beliau banyak mengirimkan ulama ke berbagai wilayah di Nusantara
15
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
dan Asia Tenggara seperti Malaka, Kedah, Perak, Patani, Trengganu, Barus,
banten, Gresik, Brunei, Ternate, Mindanao dan sebagainya.
Sultan juga mengirim dua orang bangsawan Samudera, yaitu Malik
Ibrahim dan Malik Ishak ke daerah Gresik (daerah jawa), yang kemudian di
daerah tersebut Maulana Malik Ibrahim memperoleh sebutan wali dari masyarakat
di sana (beliau merupakan salah satu dari 9 wali; di pulau Jawa dikenal dengan
sebutan walisongo) dan lebih dikenal dengan sebutan Maulana Malik Ibrahim 12,
yang kemudian Islam menyebar ke seluruh daerah daratan jawa. 4 (empat) dari
sembilan walisongo tersebut merupakan ulama asal Aceh, mereka adalah sunan
Gunung Jati, Sunan Ampel, Sunan Drajat dan Sunan Bonang.
Malik Ibrahim dan Malik Ishak adalah anak dari Maulana Jumadil Kubra,
yaitu ulama Persia keturunan dari Sayidina Husein (cucu Nabi Saw). Beliau
menetap di Samarkand, dan kemudian pindah ke Samudera Pasai. Malik Ibrahim
menikahi putri Pasai dan dikarunia anak bernama Raden Rahmad (atau di pulau
Jawa dikenal dengan nama Sunan Ampel). Satu Tokoh lainnya yang dikirim
Sultan Pasai ke Demak-Cirebon-Banten adalah Fatahillah yang lahir di Basma
Pasai (1490), oleh orang Portugis disebut Falatehan. Fatahillah menikah dengan
kakaknya Sultan Trengganu (Trenggono)
Pasca leburnya Samudera Pasai ke dalam Kerajaan Aceh Darussalam
membuat Aceh tampil sebagai kekuatan yang menyeluruh dan terpadu baik di
bidang politik, maupun ekonomi, bahkan di bidang pemikiran Islam mulai abad
16 sampai abad 18 dan puncak kejayaannya berlangsung pada abad ke- 17.
Kejayaan dan kemajuan yang dicapai oleh Aceh menyebabkan berdatangan
ulama-ulama dari Arab, Persia atau India menjalin hubungan demi pengembangan
keilmuan di Aceh. Di Aceh telah lahir ulama-ulama besar yang membaktikan diri
mereka dalam renungan dakwatul Islam sehingga lahirlah khazanah keilmuan dan
wacana intelektual keagamaan. Semua itu membuat Aceh patut diperhitungkan
dalam “peta pemikiran Islam di Nusantara.
12
. HM Thamrin, dkk., Perang Kemerdekaan Aceh, Badan Perpustakaan Propinsi NAD,
(Banda Aceh: 2007) hal. 34.
16
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
E.
1.
Kerajaan Aceh Darusssalam (Fase Kejayaan dan Kegemilangan)
Sejarah Ringkas Kerajaan Aceh Darussalam
Kerajaan Aceh Darussalam terletak di daerah yang sekarang dikenal
dengan nama Kabupaten Aceh Besar. Kurang begitu diketahui kapan kerajaan ini
sebenarnya berdiri. Anas Machmud berpendapat, Kerajaan Aceh berdiri pada abad
ke-15 M, di atas puing-puing kerajaan Lamuri, oleh Muzaffar Syah (1465-1497
M). Dialah yang membangun kota Aceh Darussalam. Menurutnya, pada masa
pemerintahannya Aceh Darussalam mulai mengalami kemajuan dalam bidang
perdagangan, karena saudagar-saudagar kecil sebelumnya berdagang dengan
Malaka memindahkan kegiatan mereka ke Aceh, setelah Malaka dikuasai Portugis
(1511 M). Sebagai akibat penaklukan Malaka oleh Portugis itu, jalan dagang yang
sebelumnya dari laut Jawa ke utara melalui Selat Karimata terus ke Malaka,
pindah melalui Selat Sunda dan menyusur Pantai Barat Sumatera, terus ke Aceh.
Dengan demikian, Aceh menjadi ramai dikunjungi oleh para saudagar dari
berbagai negeri.
Proklamasi kerajaan Aceh Darussalam adalah hasil peleburan kerajaan
Islam Aceh di belahan Barat dan Kerajaan Islam Samudra Pasai di belahan Timur.
Putra Sultan Abidin Syamsu Syah diangkat menjadi Raja dengan Sultan Alaudin
Ali Mughayat Syah (1507-1522 M). Kerajaan Aceh Darussalam berdiri menjelang
keruntuhan Samudera Pasai. Sebagaimana tercatat dalam sejarah, pada tahun 1360
M, Samudera Pasai ditaklukkan oleh Majapahit dan sejak saat itu kerajaan Pasai
terus mengalami kemunduran. Diperkirakan, menjelang berakhirnya abad ke-14
M, kerajaan Aceh Darussalam telah berdiri dengan penguasa pertama Sultan Ali
Mughayat Syah yang dinobatkan pada Ahad, 1 Jumadil Awal 913 H (1511 M) .
Pada tahun 1524 M, Mughayat Syah berhasil menaklukkan Pasai dan sejak saat
itu, menjadi satu-satunya kerajaan yang memiliki pengaruh besar di kawasan
tersebut. Bisa dikatakan bahwa, sebenarnya kerajaan Aceh ini merupakan
kelanjutan dari Samudera Pasai untuk membangkitkan dan meraih kembali
kegemilangan kebudayaan Aceh yang pernah dicapai sebelumnya.
17
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
Menurut H.J. de Graaf, Aceh menerima Islam dari Pasai yang kini menjadi
bagian wilayah Aceh dan pergantian agama diperkirakan terjadi mendekati
pertengahan abad ke-14. Menurutnya, Kerajaan Aceh merupakan penyatuan dari
dua kerajaan kecil, yaitu Lamuri dan Aceh Dar Al-Kamal. Ia juga berpendapat
bahwa rajanya yang pertama adalah Ali Mughayat Syah.
Ali Mughayat Syah meluaskan wilayah kekuasaannya ke daerah Pidie
yang bekerja sama dengan Portugis, kemudian ke Pasai pada tahun 1524 M.
Dengan kemenangannya terhadap dua kerajaan tersebut, Aceh dengan mudah
melebarkan sayap kekuasaannya ke Sumatera Timur. Untuk mengatur daerah
Sumatera Timur, raja Aceh mengirim panglima-panglimanya, salah seorang
diantaranya adalah Gocah, pahlawan yang menurunkan sultan-sultan Deli dan
Serdang.
Sejarah mencatat bahwa, usaha Mughayat Syah untuk mengusir Portugis
dari seluruh bumi Aceh dengan menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil yang sudah
berada di bawah Portugis berjalan lancar. Secara berurutan, Portugis yang berada
di daerah Daya ia gempur dan berhasil ia kalahkan. Ketika Portugis mundur ke
Pidie, Mughayat juga menggempur Pidie, sehingga Portugis terpaksa mundur ke
Pasai. Mughayat kemudian melanjutkan gempurannya dan berhasil merebut
benteng Portugis di Pasai. Kemenangan yang berturut-turut ini membawa
keuntungan yang luar biasa, terutama dari aspek persenjataan. Portugis yang
kewalahan menghadapi serangan Aceh banyak meninggalkan persenjataan, karena
memang tidak sempat mereka bawa dalam gerak mundur pasukan. Senjata-senjata
inilah yang digunakan kembali oleh pasukan Mughayat Syah untuk menggempur
Portugis. Ketika benteng di Pasai telah dikuasai Aceh, Portugis mundur ke
Peurelak. Namun, Mughayat Syah tidak memberikan kesempatan sama sekali
pada Portugis. Peurelak kemudian juga diserang, sehingga Portugis mundur ke
Aru. Tak berapa lama, Aru juga berhasil direbut oleh Aceh hingga akhirnya
Portugis mundur ke Malaka. Dengan kekuatan besar, Aceh kemudian melanjutkan
serangan untuk mengejar Portugis ke Malaka dan Malaka berhasil direbut.
Portugis melarikan diri ke Goa, India. Seiring dengan itu, Aceh melanjutkan
ekspansinya dengan menaklukkan Johor, Pahang dan Pattani. Dengan
18
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
keberhasilan serangan ini, wilayah kerajaan Aceh Darussalam mencakup hampir
separuh wilayah pulau Sumatera, sebagian Semenanjung Malaya hingga Pattani.
Demikianlah, walaupun masa kepemimpinan Mughayat Syah relatif
singkat, hanya sampai tahun 1528 M, namun ia berhasil membangun kerajaan
Aceh yang besar dan kokoh. Ali Mughayat Syah juga meletakkan dasar-dasar
politik luar negeri kerajaan Aceh Darussalam, yaitu: (1) mencukupi kebutuhan
sendiri, sehingga tidak bergantung pada pihak luar; (2) menjalin persahabatan
yang lebih erat dengan kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara; (3) bersikap
waspada terhadap negara kolonial Barat; (4) menerima bantuan tenaga ahli dari
pihak luar; (5) menjalankan dakwah Islam ke seluruh kawasan nusantara.
Sepeninggal Mughayat Syah, dasar-dasar kebijakan politik ini tetap dijalankan
oleh penggantinya.
Dalam sejarahnya, Aceh Darussalam mencapai masa kejayaan di masa
Sultan Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta Alam (1590-1636). Pada masa
itu, Aceh merupakan salah satu pusat perdagangan yang sangat ramai di Asia
Tenggara. Kerajaan Aceh pada masa itu juga memiliki hubungan diplomatik
dengan dinasti Usmani di Turki, Inggris dan Belanda. Pada masa Iskandar Muda,
Aceh pernah mengirim utusan ke Turki Usmani dengan membawa hadiah.
Kunjungan ini diterima oleh Khalifah Turki Usmani dan ia mengirim hadiah
balasan berupa sebuah meriam dan penasehat militer untuk membantu
memperkuat angkatan perang Aceh.
2.
Pengaruh Kerajaan Aceh Darusssalam Terhadap Perkembangan dan
Penyebaran Islam Nusantara
Peletak dasar kebesaran kerajaan Aceh Darussalam adalah Sultan
Alauddin Riayat Syah yang bergelar Al-Qahar. Dalam menghadapi bala tentara
Portugis, ia menjalin hubungan persahabat dengan kerajaan Usmani di Turki dan
Negara-negara Islam yang lain di Indonesia. Dengan bantuan Turki Usmani
tersebut, Aceh dapat membangun angkatan perangnya dengan baik. Aceh ketika
itu tampaknya mengakui kerajaan Turki usmani sebagai pemegang kedaulatan
tertinggi dan kekhalifahan dalam Islam. Tidak seperti Iskandar Muda yang
19
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
memerintah dengan tangan besi, penggantinya, Iskandar Tsani, bersikap lebih
liberal, lembut dan adil. Pada masanya Aceh terus berkembang beberapa tahun.
Pengetahuan agama maju dengan pesat.
Leburnya Samudera Pasai ke dalam Kerajaan Aceh Darussalam membuat
Aceh tampil sebagai kekuatan yang menyeluruh dan terpadu baik di bidang
politik, maupun ekonomi, bahkan di bidang pemikiran Islam mulai abad 16M
sampai abad 18M dan puncak kejayaannya berlangsung pada abad ke-17M.
Kejayaan dan kemajuan yang dicapai oleh Aceh menyebabkan berdatangan
ulama-ulama dari Arab, Persia atau India menjalin hubungan demi pengembangan
keilmuan di Aceh. Di Aceh telah lahir ulama-ulama besar yang membaktikan diri
mereka dalam renungan dakwatul islam sehingga lahirlah khazanah keilmuan dan
wacana intelektual keagamaan. Di antara ulama yang terkenal pada saat itu
adalah: Hamzah Fansuri, Syamsuddin as-Sumatrani, Nuruddin Ar-Raniry dan
Abdul Rauf al-Singkili. Semua itu membuat Aceh patut diperhitungkan dalam
peta pemikiran Islam di Nusantara.
Semakin tumbuh dan maraknya pemikiran keagamaan menjadikan Aceh
pusat keilmuan Islam di Nusantara, sehingga banyak orang Islam dari berbagai
daerah di Nusantara datang ke Aceh untuk belajar kepada ulama-ulama besar
Aceh. Murid-murid yang belajar ke Aceh nantinya kembali ke daerah masingmasing, untuk menyebarkan Islam, ilmu bahkan tariqhat. Mereka merupakan anak
panah penyebaran Islam dan tradisi keilmuan yang berkembang di Aceh. Selain
itu kedudukan Aceh sebagai persinggahan jamaah haji Indonesia telah menjadikan
Aceh posisi istimewa bagi penyebaran dan perkembangan ilmu pengetahuan dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan pengajaran agama Islam. Kehadiran jemaah
haji di Aceh sambil menunggu pemberangkatan ke Haramain sering dimanfaatkan
untuk belajar ilmu keagamaan.
20
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
F.
Menelaah Kontroversi Masuknya Islam dan Kerajaan Islam Pertama
di Aceh
Ada beberapa kontroversi yang terjadi di kalangan para ahli sejarah dalam
menetapkan Kawasan pertama sekali masuknya Islam di Aceh dan Kerajaan Islam
Aceh yang Pertama, termasuk dalam buku-buku teks pelajaran di sekolah, baik
disekolah dasar maupun Tingkat Menengah dan Tingkat Lanjutan, disebutkan
kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah Kerajaan Samudera Pasai. Namun,
fakta (sumber-sumber sejarah dalam bentuk tulisan; seperti yang telah kita uraikan
di atas) menyebutkan Peureulak lebih dulu ada daripada Samudera Pasai.
Kerajaan Peureulak muncul mulai tahu 840 M sampai tahun 1292 M.
Bandingkan dengan kerajaan Samudera Pasai yang sama-sama berlokasi di
Aceh. Berdiri tahun 1267, Kerajaan ini akhirnya lenyap tahun 1521. Entah
mengapa dalam buku-buku pelajaran, tertulis secara jelas kerajaan Samudera
Pasai-merupakan kerajaan Islam yang pertama di Indonesia. Sebuah kesengajaan
atau kekurangan referensi dalam menulis, ataupun tim penulis tersebut hanya
menggunakan rujukan sejarawan luar dengan mengabaikan sejarawan lokal untuk
menggunakan sebagai referensi tambahan.
Menurut Dr. Husaini Ibrahim13, seorang peneliti dari Universitas Syiah
Kuala, dilihat perspektif arkeologi dan dari bukti-bukti fisik yang ditemukan yaitu
berupa batu nisan di Desa Lamreh, Banda Aceh, maka Islam sudah lebih dulu
masuk ke Banda Aceh daripada wilayah Pasai, mengingat tahun yang tertera
dibatu nisan tersebut lebih tua usianya (tahun 1207M) daripada yang ada di
Samudera Pasai (1297M).
Dilema perbedaan ini memang susah untuk disatukan, jika masing-masing
pihak saling mempertahankan ide dan pendapatnya masing-masing, tentunya
dengan bukti yang mereka miliki masing-masing. Namun begitulah sejarah,
karena butuh waktu dalam menemukan dan mengungkapkan fakta.
Kerajaan Islam Peureulak akan mempunyai sedikit kelemahan jika para
sejarawan meneliti sejarah peureulak menggunakan perspektif arkeologi yang
13
. Husaini Ibrahim, Materi Kuliah Sejarah Masuk dan Penyiaran Islam Dari Kerajaan
Aceh Ke Nusantara, (Lhokseumawe: PPs KPI STAIN Malikussaleh, 9 Mei 2014).
21
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
menginginkan bukti-bukti fisik berupa makam atau batu nisan atau bekas
reruntuhan dan peninggalan istana kerajaan, maupun benda-benda bersejarah
lainnya yang dapat mengungkapkan sejarah itu sendiri. Bukti-bukti yang
digunakan
dalam
penulisan
sejarah
Peureulak
umumnya
berlandaskan
peninggalan naskah/tulisan seperti; 1) kitab Idh-Harul Haq Fi Mamlakatil,
karangan Abu Ishak Al-Makarani Sulaiman Al-Pasy (yang hingga saat ini tidak
diketahui lagi keberadaan dari arsip kitab aslinya), 2) Keterangan Marco Polo
yang pernah berkunjung ke Peureulak pada tahun 1292M, 3) cerita turun temurun
bahwa disana ada pusat pengkajian Islam dan pengembangan bahasa Melayu Cot
Kala (yang sekarang sudah ditabalkan kembali oleh STAIN Cot Kala, Langsa).
Kerajaan Islam Pasai akan lebih meyakinkan jika dilihat dari perspektif
arkeologinya, karena hingga saat ini komplek pemakaman Sultan Samudera
Pasainya masih utuh dan sudah dipugar. Namun Samudera Pasai memiliki
kelemahan dari segi catatan sejarahnya. Untuk menelusuri silsilah keturunannya
saja kita mengalami kendala, diakibatkan kurangnya peninggalan dalam bentuk
naskah yang menerangkan tentang Samudera Pasai. Ini disebabkan penulis zaman
dulu kurang banyak menuliskan kitab-kitab sejarah, umumnya lebih banyak
menuliskan kitab-kitab pelajaran agama. Konon ada sebagian kitab yang enggan
menuliskan namanya sebagai pengarang, untuk menghindari timbulnya sifat ria
(seperti kitab Masaailal Muhtadi) yang hingga saat ini masih tetap dipergunakan
di kalangan dayah di Aceh, walau tidak diketahui kejelasan asal-usul
pengarangnya.
22
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari tulisan di atas dapatlah kita ambil beberapa kesimpulan, yaitu;
1) Agama Islam masuk pertama sekali di kawasan Peureulak pada abad ke 7M,
dari Pedangang Arab dan Persia melalui dakwah dan cara-cara damai,
perkawinan dengan keluarga kerajaan yang kemudian merubah bentuk
kerajaan yang ada sebelumnya menjadi Kesultanan Islam pada tanggal 1
Muharam 225H atau tahun 840M. Sultan pertamanya adalah Sultan
Alaiddin Sayed Maulana Abdul Aziz Shah.
2) Mazhab pada saat pertama Islam masuk ke Peureulak adalah mazhab Syi’ah
yang kemudian beberapa waktu kemudian pada tahun ±900M datang penyiar
Islam bermazhab Sunni, dan terjadi pergolakan internal hingga akhirnya
mazhab Sunni lebih mendominasi.
3) Pada abad ke 13M Islam dari Pasai sudah menyebar dan sudah mulai
mengirimkankan utusan untuk berdakwah keluar daerah, kemudian pada abad
ke 14M Pasai mengirimkan para da’i sudah diutus ke tanah jawa dan seluruh
Nusantara.
4) Masa Kerajaan Aceh Darussalam, merupakan masa kecemerlangan dan
kegemilangan disegala aspek, Pusat ilmu pengetahuan agama Islam, Pusat
penyebaran Islam ke seluruh Nusantara, sebagai pintu gerbang dan tempat
transit jamaah haji (sehingga dinobatkan sebagai Serambi Mekkah), tempat
persinggahan kapal-kapal asing.
.
23
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hadi, Hamzah Fansuri; Risalah dan Puisi-puisinya,
Bandung: Mizan, 1995Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan
Pustaka,1984.
Abdul Jalil, “Kerajaan Islam Peureulak Poros Aceh-Demak-Ternate” dalam A.
Hasjmy (peny), Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, AlMa’rif, Bandung, 1993.
Aboebakar Atjeh, “Tentang Nama Aceh” dalam Ismail Suny (Ed.), Bunga Rampai
Tentang Aceh, BharataKarya Aksara, Jakarta, 1980.
Amirul Hadi, Aceh, Sejarah, Budaya, dan Tradisi, Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia, 2010
Ali Ahmad, Karya-karya Bercorak Sejarah, Kuala Lumpur: Dewan bahasa dan
Pustaka, 1987.
Ali Hasymi, Syarah Ruba’I Hamzah Fansuri oleh Syamsudin Al-Sumatrani, Ali
Hasjmy, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, Bandung:
Al-Ma’arif, 1981.
Ali Hasyimy, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia : Kumpulan
Prasaran pada seminar di Aceh, Al ma’arif, 1993.
Ali, Hasymi, Aceh Merdeka di Bawah Pemerintahan Ratu, Jakarta:
Bulan Bintang, 1977
Hosein Jaya Diningrat, dkk, Dari Sini Ia Bersemi, Banda Aceh:
Pemerintah Daerah Istimewa Aceh, 1981.
Husaini Ibrahim, Materi Kuliah Sejarah Masuk dan Penyiaran Islam Dari
Kerajaan Aceh Ke Nusantara, Lhokseumawe: PPs KPI STAIN
Malikussaleh, 9 Mei 2014.
Machi Suhadi, Halina Hambali, Makam-makam Wali Sanga di
Jawa: Depdikbud, 1995
HM Thamrin, dkk., Perang Kemerdekaan Aceh, Badan Perpustakaan Propinsi
NAD, Banda Aceh, 2007.
M. Hasbi Amiruddin (Ed.), Aceh Serambi..., hal. 4. Jurnal Lektur Keagamaan,
Vol. 8, No. 1, 2010: 91 – 118.
Mahmud Sulaiman, Kontroversi Sejarah Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Bulan
Bintang, 1998.
Moleong, Lexy J, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Rosdakarya, 1998.
24
Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara
Zulfikar Aceh
Mohammad Said, Aceh
Waspada, 1961
Sepanjang
Abad,
Medan:
Harian
Rusdi Sufi, dkk, Sejarah Kebudayaan Aceh , Banda Aceh: PDIA,
2003.
Ridwan Azwad, dkk, Aceh Bumi Iskandar Muda, Banda Aceh:
Pemerintah Nanggroe Aceh Darussalam, 2008
Zakaria Ahmad, Aceh (Zaman Prasejarah & Zaman Kuno), Banda
Aceh: Pena, 2008, ...Pasai Kota Pelabuhan Jalan Sutra,
Jakarta: Depdikbud, 1997
25