Aliran Sastra Realisme Sosialis Tinjauan

ALIRAN SASTRA REALISME-SOSIALIS:
TINJAUAN KUMPULAN CERPEN CERITA DARI JAKARTA KARYA
PRAMOEDYA ANANTA TOER1
oleh Afina Mahardhikaning Emas, 13064029362
afinaemas@gmail.com

Abstrak
Makalah ini berusaha membuktikan keberadaan suatu aliran sastra dalam
sebuah karya sastra. Aliran sastra yang menjadi topik makalah adalah aliran
realisme-sosialis yang diusung oleh Maxim Gorki. Makalah ini akan membahas
sastra realisme-sosial dalam kumpulan cerpen Cerita dari Jakarta karya
Pramoedya Ananta Toer. Karya tersebut dipilih karena peran Pramoedya Ananta
Toer dalam perkembangan aliran sastra realisme-sosialis di Indonesia. Penulis
menggunakan metode deskriptif analisis dalam melakukan penelitian. Dalam
makalah ini penulis memulai dengan menjabarkan latar belakang pengambilan
topik dan latar belakang pengarang serta deskripsi singkat Cerita dari Jakarta.
Selanjutnya penulis memaparkan teori realisme-sosialis yang merupakan salah
satu cabang dari kritik sastra Marxis. Penulis juga memaparkan ciri-ciri sastra
realisme-sosialis dalam kumpulan cerpen Cerita dari Jakarta. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan eksistensi karya sastra yang mengusung realismesosialis di Indonesia. Simpulan lain menunjukkan bahwa Cerita dari Jakarta
memiliki ciri-ciri sastra realisme-sosialis sehingga ia tergolong ke dalam aliran

tersebut.
Kata kunci: Cerita dari Jakarta, komunisme, Pramoedya Ananta Toer, realismesosialis.
Pengantar

1 Dibuat untuk memenuhi Ujian Akhir Semester mata kuliah Kapita Selekta Sastra, Program
Studi Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia.
2 Mahasiswa Program Studi Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas
Indonesia.

Ilmu susastra selalu memiliki perkembangan dari masa ke masa. Salah satu
perkembangan

yang

menjadi

tonggak

lahirnya


karya-karya

sastra

adalah

perkembangan aliran karya sastra. Senada dengan Warren (1990:42) yang
menyebutkan bahwa rekonstruksi sejarah sastra telah berhasil memusatkan
perhatian pengarang, yang ditelusuri melalui sejarah kritik dan selera. Kutipan
sejarah kesusastraan tersebut juga terjadi di Indonesia.
Aliran-aliran sastra yang lahir di negara Barat dan Timur selama ini telah
memberi sumbangan bagi perkembangan kesusastraan Indonesia. Salah satu aliran
yang memberi pengaruh besar pada kesusastraan Indonesia adalah sastra
realisme-sosialis.
“Ia merupakan bagian integral daripada kesatuan mesin perjuangan
umat manusia dalam menghancurkan penindasan dan penghisapan atas
rakyat pekerja, yakni buruh dan tani, dalam menghalau imperialismekolonialisme, dan meningkatkan kondisi dan situasi rakyat pekerja di
seluruh dunia. Maka apabila sosialisme selalu dalam posisi berkelahi,
demikian pula dengan manifestasinya di lapangan sastra.” (Toer,
2003:17)

Dengan kata lain, sastra realisme-sosialis adalah aliran sastra yang berusaha
melawan penindasan melalui sebuah karya sastra.
Makalah ini bermaksud membahas aliran sastra realisme-sosialis yang
berkembang di Indonesia. Penulis akan menggunakan korpus kumpulan cerpen
Cerita dari Jakarta (2002 –cetak ulang dengan EYD) karya Pramoedya Ananta
Toer. Pramoedya Ananta Toer adalah pengarang berkebangsaan Indonesia yang
telah menghasilkan lebih dari 50 karya dan diterjemahkan ke dalam lebih dari 41
bahasa asing. Pramoedya dilahirkan di Blora, 6 Februari 1925 dan meninggal
pada 30 April 2006.

2

Pada era Presiden Soeharto, Pramoedya dijadikan tahanan karena ideologi
komunisnya. Bukunya diberhentikan dari peredaran dan ia diasingkan ke Pulau
Buru. Masa setelah kemerdekaan dan pembuangannya di Pulau Buru, telah
menyumbangkan banyak pemikiran pada Pramoedya.
“Di pulau itu kutulis sejumlah karangan, termasuk di dalamnya
Perburuan dan Keluarga Gerilya. Mungkin buat orang lain merupakan
lelucon. Apa boleh buat. Tentang itu aku sendiri tidak memerlukan
kepercayaan orang. Di kemudian hari kuketahui juga bahwa melalui rasio

pulau itu pun dapat dilahirkan.” (Toer dalam Eneste, 2009:3).
Dalam perjalanannya sebagai pengarang, Pramoedya banyak mendapat
kecaman dari berbagai pihak. Bukan hanya pemerintah, ia juga pernah diserang
oleh sesama sastrawan. Terkait hal tersebut, Pramoedya tetap berpegang teguh
pada pendiriannya.
“Dan maaf saja, karena ini pengalaman yang sangan individual
sifatnya, maka tak membutuhan pembenaran orang lain. Dan setelah
permintaan maaf, yang juga merupakan bagian tak terpisahkan atas
keterangan yang sangat pribadi, baru dapat dipisahkan si creator, si
individu, si daif itu sebagai matahari yang memungkinkan bekerjanya
mekanisme kreatif.” (Toer dalam Eneste 2003:5).
Cukup jelas bahwa Pramoedya Ananta Toer adalah pengarang yang berpegang
teguh pada idealismenya. Idealisme tersebut yang kemudian menjadi ciri khas
karyanya.
Kumpulan cerpen Cerita dari Jakarta adalah salah satu karya Pramoedya
yang ditulis pada masa pemerintahan Soekarno. Pada masa tersebut, Pramoedya
masih aktif dalam Lembaga Kebudayaan Rakyat atau LEKRA. Kumpulan cerpen
ini diterbitkan pada tahun 1957 dan berisi 12 buah cerpen. Senada dengan judul,
seluruh latar yang terdapat dalam cerpen adalah DKI Jakarta. Secara umum,


3

seluruh cerpen dalam kumpulan cerpen ini menceritakan tentang potret rakyat
Jakarta yang berjuang melangsungkan hidup dengan status sosial yang mereka
sandang.
Dalam melakukan analisis sastra realisme-sosialis dalam kumpulan cerpen
Cerita dari Jakarta, penulis menggunakan metode analisis deskriptif. Penulis
akan

melakukan

analisis

terhadap

korpus

Cerita

dari


Jakarta

dan

mendeskripsikan gejala-gejala realisme-sosialis dalam korpus tersebut. Sebagai
hipotesis, dalam hemat penulis, kumpulan cerpen Cerita dari Jakarta adalah
salah satu karya Pramoedya Ananta Toer yang mengusung sastra realismesosialis.
Sastra Realisme-Sosialis
Pada dasarnya aliran realisme lahir dengan latar belakang yang sama seperti
aliran romantisme—menentang kapitalisme yang merugikan. Sastra realismesosialis sendiri pertama kali berkembang pada 1900-an bertepatan dengan masa
awal

berdirinya

Uni

Soviet.

Pelopor


aliran

sastra

ini

adalah

Aleksey

Maksimovich Peshkov (1866—1936) atau yang lebih dikenal dengan nama pena
Maxim Gorki. Maxim Gorki, pada masa tersebut, adalah pengarang besar Uni
Soviet. Karya-karyanya yang terkenal antara lain berjudul Mat (Ibunda) 1907,
Childhood (1913), My Apprenticeship (1916), dan The Tree (1900). Tidak ada
tahun pasti atas kelahiran aliran sastra ini. Namun, Toer mengemukakan bahwa
dengan berat hari dan ragu-ragu, bolehlah disebut permulaan tahun 1905.
“Setelah menulis dan menyebarkan proklamasi menentang
pemerintahan berhubung dengan peristiwa Minggu Berdarah (22 Januai
1902), Gorki ditangkap, tapi kemudian dilepaskan kembali karena

membanjirnya protes-protes internasional atas penangkapannya.” (Toer,
2003:16).

4

Aliran ini memiliki ide yang diturunkan dari paham sosialisme yang
berkembang di Uni Soviet pada masa itu. Cita-cita sastra realisme-sosial adalah
perjuangan tanpa kelas, sesuai dengan ideologi Marxisme. Selden (1991:24)
mengemukakan bahwa doktrin-doktrin yang diuraikan oleh Persatuan Penulis
Soviet (1932—1934) adalah sebuah kodifikasi pernyataan-pernyataan Lenin
sebelum revolusi sebagai ditafsirkan dalam tahun 1920-an. Dengan kata lain,
aliran realisme-sosialis adalah agen seni resmi dari Komunisme.
Toer (2003:18—23) juga menjabarkan tentang istilah realisme-sosialis.
Selama ini terdapat paradigma bahwa realisme yang dikenal dalam realismesosialis adalah sama dengan realisme yang berasal dari dunia Barat. Pada
kenyataanya, keduanya berbeda. Realisme-Barat lebih kerap dikenal sebagai
realisme-borjuis yang merupakan pembatasan terhadap pandangan seseorang
terhadap realitas. Sebaliknya, realisme-sosialis menempatkan realitas sebagai
bahan global untuk menyempurnakan sebuah wacana dialektika.
Lebih lanjut, To Huu (dalam Toer 2003:21) menyebutkan tentang
kemerdekaan dan humanisme yang digembar-gemborkan di Eropa untuk mencapai

kemerdekaan,

justru

menciptakaan

kelas-kelas

penghisap.

Toer

(2003:21)

mengungkapkan bahwa hal tersebut sama dengan sejarah bangsa Indonesia.
Setelah pendudukan Jepang, sastra Indonesia telah menjadi korban humanisme
universal yang—oleh Toer—dianggap telah mencederai sastrawan Indonesia
dalam melakukan perlawanan lewat karya sastra.
Namun, Toer menyoroti paradigma bahwa terdapat kekeliruan dalam
memahami sastra realisme-sosialis di Indonesia. Kekeliruan tersebut terjadi pada

masa penetrasi realisme-sosialis tahap pertama. Pengarang realisme-sosialis tahap
pertama di Indonesia antara lain Semaoen dan Mas Marco. Dalam beberapa
5

karya mereka, pembaca masih menemukan akhir cerita yang menjadi ciri khas
sastra realisme-borjuis. Kekeliruan penerapan relisme-sosialis dalam sebuah karya
sastra biasanya disebabkan ideologi dan latar belakang pengarang.

Realisme-Sosialis dalam Cerita dari Jakarta
Cerita dari Jakarta mengandung beberapa fragmen yang dapat dijadikan
representasi ciri khas kumpulan cerpen tersebut. Dalam pembahasan ini, penulis
akan menguraikan beberapa fragmen yang menunjukkan ciri khas sastra realismesosialis. Pertama, Toer menyajikan keberpihakan pada komunis dalam ceritanya.
“Lihat Fitri, kaum nasionalis seluruhnya terusir dari daratan
Tiongkok,” Namun mengacarai cerita tentang ilhamnya “Kaum komunis
menang gelanggang. Juga di Eropa Timur.” (Toer, 2002:25).
“Dalam laporan yang kubaca engkau tak dapat diterima dalam
ketentaraan lagi. Engkau berhaluan komunis.” Ia telompat oleh terkejut
yang amat sangat. Dan sadarlah bahwa ia seorang komunis dengan tidak
mengetahui ujung dan pangkal. Tapi ia selalu ingin jadi orang baik dan
menuntut kehidupan orang baik-baik pula.” (Toer, 2002:30—31).

Selain

keberpihakan

pada

komunisme,

Toer

juga

menunjukkan

perhatiannya pada kaum berekonomi menengah ke bawah di Jakarta. Hal tersebut
terlihat dari seluruh cerita dalam Cerita dari Jakarta. Setiap cerpen mengisahkan
tentang perjuangan kelas sosial tertentu di masyarakat Jakarta tahun 50-an. Toer
menyajikan realitas rakyat Jakarta yang masih menjunjung kaum Eropa dan
Jepang. Tokoh-tokoh dalam beberapa cerpen mengemukakan bahwa mereka
menghormati

kaum

Eropa

dan

Jepang.

Secara

tidak

langsung,

mereka

merendahkan kaumnya sendiri, Pribumi.

6

“Kau ini sungguh goblok. Kan Belanda sendiri tak maju perang?
Orang Indonesia banyak yang jadi serdadu. Mereka digaji untuk mati buat
Belanda, mengerti? Kalua aku sudah jadi Belanda, aku duduk saja di
kantor memerintah kuli.” (Toer, 2002:11).
Kelas sosial juga ditunjukkan antara sesama pribumi. Toer menyajikan
realitas bahwa masyarakat masih menyubordinasi masyarakat lain yang memiliki
kemampuan finansial berbeda.
“Kemudian kawan-kawan sekerja pun mulailah mengejek,
menertawakan dan menista si babu itu. Lambat-laun tahulah Maman, si
babu itu gagu. Pengetahuan itu menyadarkan dirinya, bahwa wanita itu
senasib dengan dirinya, karena itu pastilah cocok untuk menjadi isterinya.
Sekarang ia mulai tersenyum-senyum bila si gagu lewat, dan si babu juga
membalas senyumnya.” (Toer, 2002:135).
Sastra realisme-sosialis selalu menyisipkan konsep sosialisme dalam
karyanya.

Konsep

tersebut

juga

meliputi

sistem

ekonomi

sosialis

yang

memandang kesamarataan pada rakyat. Hal tersebut juga ditunjukkan oleh Toer
dalam kutipan berikut.
“Sejak waktu itu juragan menjadi seorang persero dan pegawai.
Waktu pemerintah melarang impor barang-barang mainan yang mahal,
pabrik Maman seakan tersulap menjadi berlipat kali besarnya. Dan sukses
itu dipergunakannya untuk memberikan sumber penghasilan bagi mereka
yang tersekat dalam kegagalan penghidupan. Juga kanak-kanak yang
dahulu mengejek, menertawakan dan menistanya mendapat bagian juga
daripada suksesnya. Kepahitan hidup itu ia deritakan sendiri, senangnya ia
bagi-bagi kepada siapa saja yang membutuhkan.” (Toer, 2002:141).
Penutup
Penulis telah melakukan pemaparan konsep realisme-sosialis dan penerapannya
dalam ranah sastra Indonesia. Salah satu tokoh yang mengusung aliran ini adalah
Pramoedya Ananta Toer. Dalam karyanya, Cerita dari Jakarta, ternyata Toer

7

juga menyisipkan konsep sastra realisme-sosialis. Setelah melakukan analisis,
penulis dapat mengambil beberapa simpulan.
Pertama,

sastra

realisme-sosialis,

sebagai

sastra

yang

menekankan

pembelaan terhadap kaum tertindas, masih berkembang dan memiliki peminat di
Indonesia. Hal tersebut tekbukti dari karya-karya Pramoedya Ananta Toer yang
hingga kini masih eksis. Salah satunya adalah Cerita dari Jakarta yang
diterbitkan pertama kali tahun 1957 dan dicetak ulang dengan EYD pada 2002.
Kedua, pemaparan penulis menunjukkan beberapa ciri-ciri sastra realismesosialis. Karya sastra dengan aliran ini akan sarat dengan pemaparan realitas
masyarakat yang terbebani karena adanya kelas-kelas sosial. Selain itu,
perekonomian

yang

dikuasai

oleh

kaum

kapitalis

juga

dipaparkan

telah

mengganggu sistem kehidupan terutama bagi masyarakat akar rumput.

8

Daftar Acuan
Budianta, Eka. 2005. Mendengar Pramoedya. Jakarta: PT. Atmochademas
Persada.
Eneste, Pamusuk. 2009. Proses Kreatif: Mengapa dan Bagaimana Saya
Mengarang (Jilid 1). Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Selden, Raman. 1991. Panduan Pembaca Teori Sastra Masa Kini. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Toer, Pramoedya Ananta. 2002. Cerita Dari Jakarta: Sekumpulan Karikatur
Keadaan dan Manusianya. Jakarta: Hasta Mitra.
____________________. 2003. Realisme-Sosialis dan Sastra Indonesia. Jakarta:
Lentera Dipantara.
Warren, Rene & Austin, Wellek. 1990. Teori Kesusastraan (terjemahan Melani
Budianta). Jakarta: Gramedia.

9