Pengetahuan Kitab Suci al qur

Pengetahuan Kitab Suci
Pengantar
Pada Laman ini, saya menempatkan beberapa cuplikan dan komentar
tentang Kitab Suci dari sisi Katolik yang mudah-mudahan dapat berguna
bagi yang menginginkan dan yang membacanya. Isinya saya ambil dari
berbagai sumber, dimana ke katolikannya bisa anda telusuri sampai ke
penulisnya.
1. RIWAYAT PENULISAN KITAB SUCI
KATA PENGANTAR
Beberapa waktu yang lalu, penulis pernah terlibat dalam suatu perdebatan dengan
seorang Protestan seputar justifikasi Reformasi Protestan. Dia mengatakan bahwa
sebelum meletusnya Reformasi Protestan, Gereja Katolik melarang umat Katolik
membaca Alkitab. Menurutnya, atas jasa-jasa Martin Luther-lah maka sekarang
umat Katolik bisa membaca Alkitab.
Terus terang pada waktu itu penulis tidak punya pengetahuan akan latar belakang
sejarah Alkitab, dan penulis memegang prinsip keadilan meskipun sedang membela
posisi Gereja Katolik. Karena rasa penasaran maka penulis menggali informasi
untuk mengetahui perihal yang sebenarnya. Apa yang ditemukan ingin penulis
rangkum disini demi menjernihkan pemalsuan sejarah yang beredar di kalangan
jemaat gereja Protestan yang terutama dikarenakan mereka sendiri tidak lebih tahu
daripada anda akan sejarah gereja yang sesungguhnya.

Apakah anda Katolik atau Protestan, mungkin anda juga pernah bertanya-tanya,
mengapa Alkitab yang dipakai oleh umat Katolik berbeda dengan Alkitab umat
Protestan. Alkitab umat Katolik terdiri dari 73 buku yang termasuk kitab-kitab
Deuterokanonika, sedangkan Alkitab umat Protestan terdiri dari 66 buku, yaitu tanpa
kitab-kitab Deuterokanonika.
Penulis merangkum dari beberapa narasumber, yang daftarnya dapat anda temukan
di akhir tulisan ini. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini dapat membuat
anda lebih terpesona lagi oleh kekayaan dan kebesaran Gereja Katolik. Dan semoga
anda pada gilirannya, menjadi konduit bagi penyebarluasan kisah sejarah yang
sebenarnya akan asal usul Alkitab.
SEJARAH TERBENTUKNYA KITAB-KITAB PERJANJIAN LAMA
Alkitab Gereja Katolik terdiri dari 73 kitab, yaitu Perjanjian Lama terdiri dari 46 kitab
sedangkan Perjanjian Baru terdiri dari 27 kitab. Bagaimanakah sejarahnya sehingga
Alkitab terdiri dari 73 kitab, tidak lebih dan tidak kurang? Pertama, kita akan
mengupas kitab-kitab Perjanjian Lama yang dibagi dalam tiga bagian utama:
Hukum-hukum Taurat, Kitab nabi-nabi dan Naskah-naskah. kitab-kitab Perjanjian
Lama yang dibagi dalam tiga bagian utama: Hukum-hukum Taurat, Kitab nabi-nabi
dan Naskah-naskah. Pada suatu ketika dalam sejarah, ini adalah Kitab Suci yang
dikenal oleh orang-orang Yahudi dan disebut Kitab Taurat atau Pentateuch.
Selama lebih dari 2000 tahun, nabi Musa dianggap sebagai penulis dari Kitab

Taurat, oleh karena itu kitab ini sering disebut Kitab Nabi Musa dan sepanjang

Alkitab ada referensi kepada "Hukum Nabi Musa". Tidak ada seorangpun yang dapat
memastikan siapa yang menulis Kitab Taurat, tetapi tidak disangkal bahwa nabi
Musa memegang peran yang unik dan penting dalam berbagai peristiwa-peristiwa
yang terekam dalam kitab-kitab ini. Sebagai orang Katolik, kita percaya bahwa
Alkitab adalah hasil inspirasi Ilahi dan karenanya identitas para manusia
pengarangnya tidaklah penting.
Nabi Musa menaruh satu set kitab di dalam Tabut Perjanjian (The Ark of The
Covenant) kira-kira 3300 tahun yang lalu. Lama kemudian Kitab Para Nabi dan
Naskah-naskah ditambahkan kepada Kitab Taurat dan membentuk Kitab-kitab
Perjanjian Lama. Kapan tepatnya isi dari Kitab-kitab Perjanjian Lama ditentukan dan
dianggap sudah lengkap, tidaklah diketahui secara pasti. Yang jelas, setidaknya
sejak lebih dari 100 tahun sebelum kelahiran Kristus, Kitab-kitab Perjanjian Lama
sudah ada seperti umat Katolik mengenalnya sekarang.
Kitab-kitab Perjanjian Lama pada awalnya ditulis dalam bahasa Ibrani (Hebrew) bagi
Israel, umat pilihan Allah. Tetapi setelah orang-orang Yahudi terusir dari tanah
Palestina dan akhirnya menetap di berbagai tempat, mereka kehilangan bahasa
aslinya dan mulai berbicara dalam bahasa Yunani (Greek) yang pada waktu itu
merupakan bahasa internasional. Oleh karena itu menjadi penting kiranya untuk

menyediakan bagi mereka, terjemahan seluruh Kitab Perjanjian Lama dalam bahasa
Yunani. Pada waktu itu di Alexandria berdiam sejumlah besar orang Yahudi yang
berbahasa Yunani. Selama pemerintahan Ptolemius II Philadelphus (285 - 246 SM)
proyek penterjemahan dari seluruh Kitab Suci orang Yahudi ke dalam bahasa Yunani
dimulai oleh 70 atau 72 ahli-kitab Yahudi - menurut tradisi - 6 orang dipilih mewakili
setiap dari 12 suku bangsa Israel. Terjemahan ini diselesaikan sekitar tahun 250 125 SM dan disebut Septuagint, yaitu dari kata Latin yang berarti 70 (LXX), sesuai
dengan jumlah penterjemah. Kitab ini sangat populer dan diakui sebagai Kitab Suci
resmi (kanon Alexandria) kaum Yahudi yang terusir, yang tinggal di Asia Kecil dan
Mesir. Pada waktu itu Ibrani adalah bahasa yang nyaris mati dan orang-orang
Yahudi di Palestina umumnya berbicara dalam bahasa Aram. Jadi tidak
mengherankan kalau Septuagint adalah terjemahan yang digunakan oleh Yesus,
para Rasul dan para penulis kitab-kitab Perjanjian Baru. Bahkan, 300 kutipan dari
Kitab Perjanjian Lama yang ditemukan dalam Kitab Perjanjian Baru adalah berasal
dari Septuagint. Harap diingat juga bahwa seluruh Kitab Perjanjian Baru ditulis
dalam bahasa Yunani.
Setelah Yesus disalibkan dan wafat, para pengikut-Nya tidak menjadi punah tetapi
malahan menjadi semakin kuat. Pada sekitar tahun 100 Masehi, para rabbi (imam
Yahudi) berkumpul di Jamnia, Palestina, mungkin sebagai reaksi terhadap Gereja
Katolik. Dalam konsili Jamnia ini mereka menetapkan empat kriteria untuk
menentukan kanon Kitab Suci mereka: [1] Ditulis dalam bahasa Ibrani; [2] Sesuai

dengan Kitab Taurat; [3] lebih tua dari jaman Ezra (sekitar 400 SM); [4] dan ditulis di
Palestina. Atas kriteria-kriteria diatas mereka mengeluarkan kanon baru untuk
menolak tujuh buku dari kanon Alexandria, yaitu seperti yang tercantum dalam
Septuagint, yaitu: Tobit, Yudit, Kebijaksanaan Salomo, Sirakh, Barukh, 1 Makabe, 2
Makabe, berikut tambahan-tambahan dari kitab Ester dan Daniel. (Catatan: Surat
Nabi Yeremia dianggap sebagai pasal 6 dari kitab Barukh). Hal ini dilakukan sematamata atas alasan bahwa mereka tidak dapat menemukan versi Ibrani dari kitab-kitab
yang ditolak diatas.

Gereja Katolik tidak mengakui konsili rabbi-rabbi Yahudi ini dan tetap terus
menggunakan Septuagint. Pada konsili di Hippo tahun 393 Masehi dan konsili
Kartago tahun 397 Masehi, Gereja Katolik secara resmi menetapkan 46 kitab hasil
dari kanon Alexandria sebagai kanon bagi Kitab-kitab Perjanjian Lama. Selama
enam belas abad, kanon Alexandria diterima secara bulat oleh Gereja. Masingmasing dari tujuh kitab yang ditolak oleh konsili Jamnia, dikutip oleh para Patriarch
Gereja (Church Fathers) sebagai kitab-kitab yang setara dengan kitab-kitab lainnya
dalam Perjanjian Lama. Church Fathers, beberapa diantaranya disebutkan disini: St.
Polycarpus, St. Irenaeus, Paus St. Clement, dan St. Cyprianus adalah
para Patriarch Gereja yang hidup pada abad-abad pertama dan tulisan-tulisan
mereka - meskipun tidak dimasukkan dalam Perjanjian Baru - menjadi bagian
dari Deposit Iman. Tujuh kitab berikut dua tambahan kitab yang ditolak tersebut
dikenal oleh Gereja Katolik sebagai Deuterokanonika (= second-listed) yang artinya

kira-kira: "disertakan setelah banyak diperdebatkan".
GEREJA KATOLIK MENDAHULUI KITAB PERJANJIAN BARU
Seperti Kitab-kitab Perjanjian Lama, Kitab-kitab Perjanjian Baru juga tidak ditulis
oleh satu orang, tetapi adalah hasil karya setidaknya delapan orang. Kitab Perjanjian
Baru terdiri dari 4 kitab Injil, 14 surat Rasul Paulus, 2 surat Rasul Petrus, 1 surat
Rasul Yakobus, 1 surat Rasul Yudas, 3 surat Rasul Yohanes dan Wahyu Rasul
Yohanes dan Kisah Para Rasul yang ditulis oleh Santo Lukas, yang juga menulis
Kitab Injil yang ketiga. Sejak kitab Injil yang pertama yang ditulis oleh Santo Matius
sampai kitab Wahyu Yohanes, ada kira-kira memakan waktu 50 tahun. Tuhan Yesus
sendiri, sejauh yang kita ketahui, tidak pernah menuliskan satu barispun dari kitab
Perjanjian Baru. Dia tidak pernah memerintahkan para Rasul untuk menuliskan
apapun yang diajarkan oleh-Nya. Dia berkata: "Maka pergilah dan ajarlah segala
bangsa" (Matius 28:19-20), "Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan
Aku" (Lukas 10:16).
Apa yang Yesus perintahkan kepada mereka persis sama seperti apa yang Yesus
sendiri lakukan: menyampaikan Firman Allah kepada orang-orang melalui kata-kata,
meyakinkan, mengajar, dan mentobatkan mereka dengan bertemu muka. Jadi bukan
melalui sebuah buku yang mungkin bisa rusak dan hilang, dan disalah tafsirkan dan
diubah-ubah isinya, melainkan melalui cara yang lebih aman dan alami dalam
menyampaikan firman yaitu dari mulut ke mulut. Demikianlah para Rasul mengajar

generasi seterusnya untuk melakukan hal yang serupa setelah mereka meninggal.
Oleh karena itu melalui Tradisi seperti inilah Firman Allah disampaikan kepada
semua generasi umat Kristen sebagaimana pertama kali diterima oleh para Rasul.
Tidak satu barispun dari kitab-kitab Perjanjian Baru dituliskan sampai setidaknya 10
tahun setelah wafatnya Kristus. Yesus disalibkan pada tahun 33 dan kitab Perjanjian
Baru yang pertama ditulis yaitu surat 1 Tesalonika baru ditulis sekitar tahun 50
Masehi. Sedangkan kitab terakhir yang ditulis yaitu kitab Wahyu Yohanes pada
sekitar 90-100 Masehi. Jadi anda bisa melihat kesimpulan penting disini: Gereja
Katolik dan iman Katolik sudah ada sebelum Alkitab dijadikan. Beribu-ribu
orang bertobat menjadi Kristen melalui khotbah para Rasul dan missionaris di
berbagai wilayah, dan mereka percaya kepada kebenaran Ilahi seperti kita percaya
sekarang, dan bahkan menjadi orang-orang kudus tanpa pernah melihat ataupun
membaca satu kalimatpun dari kitab Perjanjian Baru. Ini karena alasan yang
sederhana yaitu bahwa pada waktu itu Alkitab seperti yang kita kenal, belum ada.

Jadi, bagaimanakah mereka menjadi Kristen tanpa pernah melihat Alkitab? Yaitu
dengan cara yang sama orang non-Kristen menjadi Kristen pada masa kini, yaitu
dengan mendengar Firman Allah dari mulut para misionaris.
GEREJA KATOLIK MENETAPKAN KITAB PERJANJIAN BARU
Ke-dua puluh tujuh kitab diterima sebagai Kitab Suci Perjanjian Baru baik oleh umat

Katolik maupun Protestan. Pertanyaannya adalah: Siapa yang memutuskan
kanonisasi Perjanjian Baru sebagai kitab-kitab yang berasal dari inspirasi Ilahi? Kita
tahu bahwa Alkitab tidak jatuh dari langit, jadi darimana kita tahu bahwa kita bisa
percaya kepada setiap kita-kitab tersebut?
Berbagai uskup membuat daftar kitab-kitab yang diakui sebagai inspirasi Ilahi,
diantaranya: [1] Mileto, uskup Sardis pada tahun 175 Masehi; [2] Santo Irenaeus,
uskup Lyons - Perancis pada tahun 185 Masehi; [3] Eusebius, uskup Caesarea pada
tahun 325 Masehi.
Pada tahun 382 Masehi, didahului oleh Konsili Roma, Paus Damasus menulis dekrit
yang menulis daftar kitab-kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang terdiri dari
73 kitab.
Konsili Hippo di Afrika Utara pada tahun 393 menetapkan ke 73 kitab-kitab
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
Konsili Kartago di Afrika Utara pada tahun 397 menetapkan kanon yang sama untuk
Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Catatan: Ini adalah konsili yang
dianggap oleh banyak kaum Protestan dan Evangelis Protestan sebagai otoritatif
bagi kanonisasi kitab-kitab dalam Perjanjian Baru.
Paus Santo Innocentius I (401-417) pada tahun 405 Masehi menyetujui kanonisasi
ke 73 kitab-kitab dalam Alkitab dan menutup kanonisasi Alkitab.
Jadi kanonisasi Alkitab secara resmi diputuskan di abad ke empat oleh konsili-konsili

Gereja Katolik dan para Paus. Sebelum kanon Alkitab ditetapkan, ada banyak
perdebatan. Ada yang beranggapan bahwa beberapa kitab Perjanjian Baru seperti
surat Ibrani, surat Yudas, kitab Wahyu, dan surat 2 Petrus, adalah bukan hasil
inspirasi Ilahi. Sementara pihak lain berpendapat bahwa beberapa kitab yang tidak
dikanonisasi seperti: Gembala Hermas, Injil Petrus dan Thomas, surat-surat
Barnabas dan Clement adalah hasil inspirasi Ilahi. Keputusan resmi Gereja Katolik
menyelesaikan hal diatas sampai 1100 tahun kemudian. Hingga jaman Reformasi
Protestan, tidak ada lagi perdebatan akan kitab-kitab dalam Alkitab.
Melihat sejarah, Gereja Katolik menggunakan otoritasnya untuk menentukan kitabkitab yang mana yang termasuk dalam Alkitab dan memastikan bahwa segala yang
tertulis dalam Alkitab adalah hasil inspirasi Ilahi.Jika bukan karena Gereja Katolik,
maka umat Kristen tidak akan dapat mengetahui yang mana yang benar.
KITAB VULGATE - KARYA SANTO JEROME
Ketika Kabar Gembira telah tersebar luas dan banyak orang menjadi Kristen,
merekapun dibekali dengan terjemahan Kitab Perjanjian Lama dalam bahasa asli
mereka yaitu Armenia, Siria, Koptik, Arab dan Ethiopia bagi umat Kristen purba di
wilayah-wilayah ini. Bagi umat Kristen di Afrika dimana bahasa Latin paling luas
digunakan, ada terjemahan kedalam bahasa Latin yang dibuat sekitar tahun 150
Masehi dan juga terjemahan berikutnya bagi umat di Italia. Akan tetapi semua ini

akhirnya digantikan oleh mahakarya yang dibuat oleh Santo Jerome dalam bahasa

Latin yang disebut "Vulgate" pada abad ke-empat. Pada masa itu ada kebutuhan
besar akan Kitab Suci dan ada bahaya karena banyaknya variasi terjemahan yang
ada. Oleh karena itu sang biarawan, yang mungkin pada waktu itu adalah orang
yang paling terpelajar, atas perintah Paus Santo Damascus pada tahun 382,
membuat terjemahan Kitab Perjanjian Baru dalam bahasa Latin dan mengkoreksi
versi-versi yang ada dalam bahasa Yunani. Lantas di Bethlehem antara tahun 392404, dia juga menterjemahkan Kitab-kitab Perjanjian Lama langsung dari bahasa
Ibrani (jadi bukan dari Septuagint) kedalam bahasa Latin, kecuali kitab Mazmur yang
direvisi dari versi Latin yang sudah ada. Ini adalah Alkitab lengkap yang diakui resmi
oleh Gereja Katolik, yang nilainya tak terukur menurut para ahli alkitab masa kini,
dan terus mempengaruhi versi-versi lainnya sampai pada jaman Reformasi
Protestan.
HILANGNYA KITAB-KITAB ASLI
Hingga ditemukannya mesin cetak pada tahun 1450, semua Alkitab
adalah hasil salinan tangan yang kita sebut manuskrip. Alkitab lengkap
tertua yang masih ada hingga sekarang berasal dari abad ke-empat, dan
isinya sama dengan Alkitab yang dipegang oleh umat Katolik yaitu terdiri
dari 73 kitab. Apa yang terjadi dengan manuskrip-manuskrip asli yang
ditulis oleh para penulis kitab Injil? Ada beberapa alasan akan hilangnya
kitab-kitab asli tersebut:
Beberapa ratus tahun pertama adalah masa-masa penganiayaan

terhadap umat Kristen. Para penguasa yang menindas Gereja Katolik
menghancurkan segala hal yang menyangkut Kristenitas yang bisa
mereka temukan. Selanjutnya, kaum pagan (non-Kristen) juga secara
berulang-ulang menyerang kota-kota dan perkampungan Kristen dan
membakar dan menghancurkan gereja dan segala benda-benda religius
yang dapat mereka temukan disana. Lebih jauh lagi, mereka bahkan
memaksa umat Kristen untuk menyerahkan kitab-kitab suci dibawah
ancaman nyawa, lantas membakar kitab-kitab tersebut.
Alasan lainnya: media yang dipakai untuk menuliskan ayat-ayat Alkitab,
disebut papirus - sangat mudah hancur dan tidak tahan lama, sedangkan
perkamen, yang terbuat dari kulit binatang dan lebih tahan lama, sulit
didapat. Kedua materi inilah yang dimaksud dalam 2 Yohanes 1:12 dan 2
Timotius 4:13. Umat Kristen purba, setelah membuat salinan Alkitab,
juga tidak terlalu peduli untuk menjaga kitab aslinya. Mereka tidak
beranggapan penting untuk memelihara tulisan-tulisan asli oleh Santo
Paulus atau Santo Matius oleh karena mereka percaya penuh kepada
Gereja Katolik yang mengajarkan lewat Tradisi melalui mulut para Paus
dan para uskup-uskupnya. Umat Katolik tidak melandaskan ajaranajarannya pada Alkitab semata-mata, tetapi juga kepada Tradisi yang
hidup, dari Gereja Katolik yang infallible. ubi Ecclesia, ibi Christus.
ALKITAB PADA ABAD PERTENGAHAN

Segenap umat Kristen berhutang budi kepada para kaum religius, imam, biarawan
dan biarawati yang menyalin, memperbanyak, memelihara dan menyebar-luaskan
Alkitab selama berabad-abad. Para biarawan adalah kaum yang paling terpelajar
pada jamannya dan salah satu kegiatan utama mereka adalah menyalin isi Alkitab

sedangkan biara-biara menjadi pusat penyimpanan naskah-naskah Alkitab ini.
Umumnya masing-masing biara-biara di abad pertengahan memiliki perpustakaan
tersendiri. Tidak kurang dari para raja dan kaum bangsawan dan orang-orang
terkenal meminjam dari biara-biara ini. Para raja dan kaum bangsawan itu sendiri,
bersama para Paus, uskup dan kepala-kepala biara, sering menghadiahkan Kitab
Suci yang diberi hiasan yang indah kepada biara-biara dan gereja-gereja di seluruh
Eropa.
Untuk menyalin satu Alkitab lengkap, diperlukan sekurangnya 10 bulan tenaga kerja
dan sejumlah besar perkamen yang mahal harganya untuk memuat lebih dari 35000
ayat-ayat dalam Alkitab. Hal ini menjelaskan mengapa banyak orang biasa tidak
mampu memiliki setidaknya satu set Alkitab lengkap di rumah-rumah mereka.
Mereka biasanya memiliki salinan dari sejumlah pasal dalam Alkitab yang populer.
Jadi kebiasaan memiliki bagian-bagian dari Alkitab yang terpisah adalah kebiasaan
yang sepenuhnya Katolik dan yang hingga kini masih dilakukan.
Alkitab pada abad pertengahan umumnya ditulis dalam bahasa Latin. Hal ini
dilakukan sama sekali bukan dimaksudkan untuk menyulitkan umat yang ingin
membacanya. Kebanyakan orang pada masa itu tidak mampu membaca,
sedangkan mereka yang mampu membaca, juga dapat mengerti bahasa Latin. Latin
adalah bahasa universal pada waktu itu. Mereka yang mampu membaca lebih
menyukai membaca Vulgate, versi Latin dari Alkitab. Oleh karena kenyataan
tersebut, tidak ada alasan kuat untuk menterjemahkan Alkitab ke dalam bahasabahasa setempat secara besar-besaran. Namun meski demikian harap diingat
bahwa sepanjang sejarah Gereja Katolik tetap menyediakan terjemahan Alkitab
dalam bahasa-bahasa setempat.
MARTIN LUTHER DAN ALKITAB PROTESTAN
Pada tahun 1529, Martin Luther mengajukan kanon Palestina yang menetapkan 39
kitab dalam bahasa Ibrani sebagai kanon Perjanjian Lama. Luther mencari
pembenaran dari keputusan konsili Jamnia (yang adalah konsili imam Yahudi, jadi
bukan sebuah konsili Gereja Kristen!) bahwa tujuh kitab yang dikeluarkan dari
Perjanjian Lama tidak memiliki kitab-kitab aslinya dalam bahasa Ibrani. Luther
melakukan hal tersebut sebenarnya karena sejumlah ayat-ayat yang terdapat pada
kitab-kitab tersebut justru mengokohkan doktrin-doktrin Gereja Katolik dan
bertentangan dengan doktrin-doktrin baru yang dikembangkan oleh Martin Luther
sendiri.
Oleh karena alasan yang serupa, Martin Luther juga nyaris membuang beberapa
kitab-kitab lainnya: surat Yakobus, surat Ibrani, kitab Ester dan kitab Wahyu. Hanya
karena bujukan kuat oleh para pendukung kaum reformasi Protestan yang lebih
konservatif maka kitab-kitab diatas tetap dipertahankan dalam Alkitab kaum
Protestan. Namun demikian, tidak kurang Martin Luther menghujat bahwa surat
Yakobus tidak pantas dimasukkan dalam Alkitab.
Untuk mendukung salah satu doktrinnya yang terkenal yaitu Sola Fide (bahwa kita
dibenarkan hanya oleh iman saja), dalam Alkitab terjemahan bahasa Jerman, Martin
Luther menambahkan kata 'saja' pada surat Roma 3:28. Sehingga ayat tersebut
berbunyi: "Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman saja, dan
bukan karena ia melakukan hukum Taurat". Tidak heran kalau Martin Luther
menghujat surat Rasul Yakobus dan berusaha untuk membuangnya dari Perjanjian

Baru, karena justru dalam surat Yakobus ada banyak ayat yang menjatuhkan doktrin
Sola Fide yang diciptakan oleh Martin Luther tersebut. Antara lain, dalam Yakobus
2:14-15 tertulis: "Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan,
bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman
itu menyelamatkan dia?" dan Yakobus 2:17 "Demikian juga halnya dengan iman:
Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati"
dan Yakobus 2:24 "Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatanperbuatannya dan bukan hanya karena iman.".
Pertanyaannya sekarang adalah: Kitab Perjanjian Lama manakah yang lebih baik
anda baca? Kitab Perjanjian Lama yang digunakan oleh Yesus, para penulis kitabkitab Perjanjian Baru dan Gereja purba? Atau Kitab Perjanjian Lama yang ditetapkan
oleh imam-imam Yahudi yang menolak Yesus Kristus dan menindas umat Kristen
purba?
ALKITAB GEREJA KATOLIK
Bahkan sebelum pecahnya Reformasi Protestan, ada banyak versi-versi Alkitab
yang beredar pada masa itu. Banyak diantaranya mengandung kesalahankesalahan yang disengaja - seperti dalam kasus-kasus kaumheretic, pembangkang
gereja yang berusaha mendukung doktrin-doktrin yang mereka ciptakan sendiri,
dengan menuliskan Alkitab yang sudah diganti-ganti isinya. Ada juga kesalahankesalahan yang tidak disengaja oleh karena faktor human error, mengingat
pekerjaan menyalin Alkitab dilakukan dengan tulisan tangan, ayat demi ayat, yang
sangat memakan waktu dan tenaga.
Oleh karena itu pada Konsili di Florence pada abad ke lima belas, Gereja Katolik
menguatkan keputusan yang dibuat pada konsili-konsili sebelumnya mengenai kitabkitab yang ada dalam Alkitab.
Setelah meletusnya Reformasi Protestan, pada Konsili Trente oleh Gereja Katolik
pada tahun 1546 dikeluarkanlah dekrit yang mensahkan Vulgate, versi Latin dari
Alkitab sebagai satu-satunya versi yang diakui dan sah yang diperbolehkan kepada
umat Katolik. Alkitab ini direvisi oleh Paus Sixtus V pada tahun 1590 dan juga oleh
Paus Clement VIII pada tahun 1593. Dari Vulgate inilah dihasilkan terjemahan dalam
bahasa Inggris yang terkenal yaitu Douai-Rheims Bible.
Selanjutnya pada konsili Vatikan I, kembali Gereja Katolik menegaskan keputusan
konsili-konsili sebelumnya tentang Alkitab.
Oleh karena itu di akhir tulisan ini, kita dapat membuat kesimpulan-kesimpulan
penting:
Berdasarkan sejarah, Alkitab adalah sebuah kitab Katolik. Perjanjian Baru ditulis,
disalin dan dikoleksi oleh umat Kristen Katolik. Kanon resmi dari kitab-kitab yang
membentuk Alkitab - Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru - ditentukan secara penuh
kuasa oleh Gereja Katolik pada abad ke empat. Oleh karena itu, dari Gereja Katoliklah kaum Protestan bisa memiliki Alkitab.
Menuruti akal sehat dan logika, Gereja Katolik yang memiliki kekuasaan untuk
menentukan Firman Allah yang infallible - bebas dari kesalahan -, pasti juga memiliki
otoritas yang infallible - bebas dari kesalahan - dan juga bimbingan dari Roh Kudus.

Seperti telah anda lihat, terlepas dari deklarasi oleh Gereja Katolik, kita sama sekali
tidak memiliki jaminan bahwa apa yang tertulis dalam Alkitab adalah Firman Allah
yang asli. Jika anda percaya kepada isi Alkitab maka anda juga harus percaya
kepada otoritas Gereja Katolik yang menjamin keaslian Alkitab. Sangat kontradiktif
bagi kaum Protestan untuk menerima Alkitab tetapi menolak otoritas Gereja Katolik.
Logikanya, kaum Protestan mestinya tidak mengutip isi Alkitab sama sekali, karena
mereka tidak memiliki pegangan untuk menentukan kitab-kitab mana saja yang asli,
kecuali tentunya kalau mereka menerima kuasa pengajaran dari Gereja Katolik.
TANYA - JAWAB
Pertanyaan: Mengapa Alkitab umat Katolik terdiri dari 73 kitab sedangkan Alkitab
umat Protestan terdiri dari 66 kitab?Jawaban: Gereja Katolik melandaskan
Perjanjian Lama pada Kanon Alexandria - lebih dari satu abad sebelum kelahiran
Yesus Kristus - yang menetapkan 43 kitab yang disebut Septuagint sebagai kitabkitab Perjanjian Lama. Kaum Protestan melandaskan Perjanjian Lama pada Kanon
Palestina yang diadakan oleh imam-imam Yahudi untuk memerangi umat Kristen,
sekitar tahun 100 Masehi. Perlu ditegaskan disini bahwa baik Yesus maupun para
murid-muridNya menggunakan Septuagint yaitu berdasarkan Kanon Alexandria.
Pertanyaannya sekarang adalah: Tidakkah anda sebagai umat Kristen, mestinya
memakai Kitab Perjanjian Lama yang dipergunakan oleh Yesus dan para muridmuridNya, dan bukan malahan menggunakan versi Perjanjian Lama yang ditetapkan
oleh para imam Yahudi yang justru menindas umat Kristen?
Pertanyaan: Benarkah bahwa Gereja Katolik pernah melarang umat Kristen untuk
membaca Alkitab dan apakah benar bahwa atas berkat jasa Martin Luther maka
umat Katolik sekarang boleh membaca Alkitab?Jawaban: Satu-satunya kejadian
yang menyangkut larangan kaum awam membaca/memiliki Alkitab dikeluarkan
hanya oleh beberapa uskup di Perancis pada abad ke 13 untuk memerangi kaum
pembangkang Albigensian di Perancis. Larangan itu dihapuskan 40 tahun kemudian
setelah pembangkangan selesai. Jadi Gereja Katolik tidak pernah mengeluarkan
larangan umatnya membaca Alkitab sepanjang sejarah. Apalagi anggapan bahwa
Martin Luther memiliki jasa apapun atas Gereja Katolik. Ada dongeng yang beredar
dikalangan umat Protestan yang mengisahkan bahwa Martin Luther-lah yang
"menemukan" Alkitab. Tapi kalau anda membaca buku-buku sejarah gereja yang
berbobot, maka anda akan menemukan bahwa justru Martin Luther-lah yang
bertanggung jawab menghapuskan kitab-kitab Deuterokanonika dari Perjanjian
Lama, dan bahkan nyaris menghapuskan lebih banyak lagi kitab-kitab dari dalam
Alkitab. Dia melakukan semua itu demi untuk mendukung doktrin-doktrin yang
diciptakannya sendiri yang hingga kini masih menjadi doktrin-doktrin Protestan.
Pertanyaan: Benarkah bahwa Gereja Katolik mempersulit umat Kristen untuk
membaca Alkitab dengan hanya menyediakan terjemahan dalam bahasa Latin?
Jawaban: Pada waktu itu, orang yang mampu membaca, juga mampu membaca
Latin. Karena Latin adalah bahasa internasional pada jaman itu. Lebih jauh lagi,
Vulgate, versi Latin dari Alkitab hasil karya Santo Jerome amat digemari oleh umat
Kristen. Jadi tidak ada kebutuhan yang mendesak untuk menyediakan Alkitab dalam
berbagai bahasa. Namun demikian ada juga versi-versi terjemahan dalam bahasabahasa setempat.
Pertanyaan: Benarkah bahwa Gereja Katolik pernah membakar Alkitab?
Jawaban: Selama berabad-abad Gereja dilanda oleh berbagai pembangkangan
(heresy). Para pembangkang ini menggunakan Alkitab yang sudah diselewengkan
isinya untuk mendukung doktrin-doktrin mereka sendiri. Gereja Katolik sebagai
penjaga keaslian Alkitab juga memiliki hak dan kuasa untuk memastikan bahwa

umat Kristen memiliki Alkitab yang isinya tidak dikorupsi demi kepentingan
sekelompok orang. Oleh arena itu otoritas Gereja Katolik memusnahkan Alkitabalkitab yang isinya penuh kesalahan ini dan menggantinya dengan Alkitab yang
murni isinya. Martin Luther bukan satu-satunya orang yang pernah mengkorupsi isi
Alkitab.
Pertanyaan: Jika penggunaan Alkitab meluas pada abad-abad pertengahan,
mengapa hanya sedikit kitab-kitab kuno ini yang tertinggal?Jawaban: Ada beberapa
alasan. Pertama, ada banyak terjadi peperangan sehingga banyak manuskripmanuskrip kuno ini ikut musnah. Kedua, media yang dipergunakan mudah rusak dan
tidak tahan lama. Ketiga, pengrusakan besar-besaran yang dilakukan dengan
sengaja seperti pada masa reformasi Protestan. Kaum pendukung reformasi
Protestan menghancurkan segala hal yang berbau Katolik. Gereja-gereja, biarabiara, tempat-tempat ziarah beserta penghuni dan semua isinya yang bernilai tinggi
menjadi korban pergolakan yang dicetuskan oleh kaum pendukung reformasi.
Pertanyaan: Mengapa kitab-kitab yang ditolak dari Perjanjian Lama oleh imamimam Yahudi itu disebut sebagai Deuterokanonika?Jawaban: Deuterokanonika
artinya kira-kira: "disertakan setelah diperdebatkan". Santo Jerome sendiri pernah
mengutarakan kekhawatirannya akan keaslian kitab-kitab tersebut. Akan tetapi
keputusan konsili-konsili Gereja Katolik menghentikan perdebatan dan menghapus
kekhawatiran para ahli alkitab pada masa itu. Tidak kurang dari Santo Agustinus
sendiri - salah satu doktor Gereja - yang mengatakan begini: "Aku tidak akan
meletakkan imanku pada kitab Injil, jika bukan karena otoritas Gereja Katolik yang
mengarahkan aku untuk berbuat demikian." Bahwa keputusan Gereja Katolik untuk
tetap mempertahankan kitab-kitab Deuterokanonika dan mengabaikan Kanon
Palestina, menunjukkan bimbingan Roh Kudus yang membawa kepada segala
kebenaran (Yohanes 16:13). Ketika Gulungan-gulungan Laut Mati (Dead Sea
Scrolls) ditemukan di Qumran, tepi barat sungai Yordan pada abad ke-20 ini,
diantaranya terdapat salinan-salinan asli dalam bahasa Ibrani atas kitab-kitab
Deuterokanonika yang diperdebatkan tersebut.
Pertanyaan: Mengapa disebutkan bahwa Deuterokanonika terdiri dari tujuh kitab
sedangkan dalam Alkitab bahasa Indonesia yang saya miliki ada sepuluh bagian
dalam Deuterokanonika?Jawaban: Tujuh kitab-kitab tersebut adalah Tobit, Yudit,
Kebijaksanaan Salomo, Yesus bin Sirakh, Barukh, 1 Makabe dan 2 Makabe.
Tambahan-tambahan pada kitab Ester dan Daniel tentunya dimasukkan kedalam
kitab-kitab yang bersangkutan sedangkan Surat Nabi Yeremia dimasukkan sebagai
pasal 6 dari kitab Barukh. Dalam Alkitab bahasa Indonesia terbitan Lembaga Alkitab
Indonesia, kitab-kitab Deuterokanonika diletakkan pada posisi yang aneh dan tidak
sesuai urutan, ini untuk memudahkan penerbit yang sama menerbitkan Alkitab versi
Protestan, yaitu tanpa Deuterokanonika. Jika anda membeli Alkitab dalam bahasa
Inggris seperti di Amerika contohnya, kitab-kitab Deuterokanonika dimasukkan
dalam urutannya yang alami. Perlu juga disebutkan disini bahwa versi-versi Alkitab
kaum Protestan pada awalnya - seperti versi asli King James Bible - masih memiliki
Deuterokanonika di dalamnya.
Pertanyaan: Ada berapakah versi Alkitab dalam bahasa Inggris?Jawaban: Dalam
bahasa Inggris, ada beberapa versi Alkitab baik bagi umat Katolik maupun
Protestan. Bagi umat Katolik ada versi RSVCE (Revised Standard Version Catholic
Edition) yang direkomendasikan oleh Vatikan. Ada NAB (New American Bible) yaitu
yang merupakan Alkitab resmi bagi umat Katolik di Amerika Serikat. Ada juga NJB
(New Jerusalem Bible) yaitu Alkitab yang diterjemahkan dari bahasa Ibrani dan
dipakai oleh sebagian kalangan Gereja Katolik dari ritus-ritus Timur. RSVCE adalah

versi yang paling serupa dengan bahasa asli kitab suci karena merupakan
terjemahan kata demi kata. Sedangkan NAB dan NJB serta beberapa versi lainnya
merupakan terjemahan yang sudah disesuaikan dengan pemakaian bahasa Inggris
pada masa kini, jadi penekanan pada segi arti dari kata-kata/kalimat yang dipakai
pada bahasa asli kitab suci. Umat Katolik sebaiknya menghindari berbagai versi
Alkitab Protestan, diantaranya: RSV (Revised Standard Version), KJV (King James
Version), NIV (New International Version), Tyndale Bible dan Zonderfan Bible. Untuk
mengenalinya mudah saja, tidak satupun diantaranya mempunyai kitab-kitab
Deuterokanonika. Sebetulnya ada juga diantaranya yang menyertakan kitab-kitab
Deuterokanonika, yaitu yang diterbitkan oleh penerbit-penerbit sekuler seperti
Oxford dan lain-lain. Namun mereka menyebut Deuterokanonika dengan sebutan
Apocripha. Jadi anda tahu membedakan yang mana Alkitab Katolik dan yang mana
Alkitab Protestan. Alkitab-alkitab Katolik juga memiliki Imprimatur dan NihilObstat yang dapat anda temukan pada bagian muka dari Alkitab tersebut. Ini
praktisnya adalah tanda bahwa buku yang bersangkutan telah diperiksa oleh pejabat
Gereja Katolik, apakah itu imam ataupun uskup. Penulis merekomendasikan anda
untuk mendapatkan Alkitab NAB terbitan Oxford yang merupakan study-bible,
lengkap dengan penjelasan-penjelasan akan sejarah PL dan PB, berikut penjelasan
akan perumpamaan-perumpamaan yang ada dalam kitab Injil. Penulis juga
merekomendasikan Alkitab RSVCE yang dikenal dengan sebutan Ignatius Bible
sebagai back-up. Harga Alkitab NAB terbitan Oxford US$24 untuk soft-cover
sedangkan RSVCE Ignatius Bible harganya US$20 untuk soft-cover.
Pertanyaan: Ada sementara kalangan Islam yang percaya bahwa di dalam Alkitab
umat Kristiani telah terjadi salah terjemahan yang sangat fatal: yaitu kata "Lord"
dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagai "Tuhan" dalam bahasa Indonesia,
padahal kamus Inggris-Indonesia menyebutkan bahwa kata "lord" mestinya
diterjemahkan sebagai "tuan", bukan "Tuhan". Dengan demikian hal ini mendukung
teori agama mereka yang mengatakan bahwa Yesus jelas bukan Tuhan dan sekedar
manusia biasa.Jawaban: Tuduhan ini bukan baru muncul belakangan ini. Pada
tahun 1980-an, Remi Silado, seorang umat Islam dan artis terkenal pada masa itu
pernah melontarkan tuduhan yang sama di dalam suatu majalah bulanan. Pertamatama perlu ditegaskan disini, bahwa Alkitab bahasa Indonesia tidaklah diterjemahkan
dari Alkitab bahasa Inggris. Lihatlah pada bagian awal Alkitab dimana tertulis bahwa
"Teks Perjanjian Lama diterjemahkan dari Bahasa Ibrani. Teks Perjanjian Baru
diterjemahkan dari Bahasa Yunani. Teks Deuterokanonika diterjemahkan dari
Bahasa Yunani". Kedua, perlu diketahui bagi orang Indonesia yang jelas
bukan native English speaker - bahwa kata "Lord" dalam Alkitab berarti "God" atau
"Tuhan". Kata "Lord" bukan hanya digunakan pada Yesus, tetapi juga pada Allah
Bapa dalam ayat-ayat Perjanjian Lama.
Pertanyaan: Majalah DR pada edisi awal tahun 1999 pernah memuat surat dari
seorang kiai dalam kolom Surat Pembaca dimana beliau mengatakan bahwa
kedatangan nabi Muhammad telah tertulis dalam kitab Injil. Benarkah
demikian? Jawaban: Penulis berpendapat, mungkin pak kiai mengutip dari Yohanes
14:16-17, 25-26, 16:7-8,13-14 dan mengira bahwa "Penolong" atau "Penghibur" atau
"Roh Kebenaran" yang dimaksud adalah nabi Muhammad. Tapi kita umat Kristen
tahu bahwa yang dimaksud adalah Roh Kudus. Akan tetapi penulis merencanakan
untuk berkonsultasi dengan kalangan evangelis Katolik untuk meminta pendapat
mereka mengenai hal ini.
Penulis : Jeffry Komala

Nara sumber: Where We Got The Bible: Our Debt to the Catholic Church, 22nd
edition, by The Right Rev. Henry G. Graham, published by Tan Books &
Publishers, Inc.; Beginning Apologetics 1: How to Explain and Defend The
Catholic Faith, by Father Frank Chacon and Jim Burnham, published by San
Juan Catholic Seminars; The Catholic Bible (NAB): Personal Study Edition,
published by Oxford University Press.
Rekomendasi bacaan: The History of Christendom, by William H. Carrol.
Sumber inspirasi: The Catholic Answer lay apostolate. Website:
http://www.catholic.com
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke
FacebookBagikan ke Pinterest