BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Model dan Metode Transportasi - Penerapan Metode Potensial dalam Menentukan Biaya Distribusi Minimum (Studi Kasus : PT. Mitra Perkasa Dhian Abadi)

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Model dan Metode Transportasi

  Hamdy A Taha (1996) mengemukakan bahwa dalam arti sederhana, model transportasi berusaha menentukan sebuah rencana transportasi sebuah barang dari sejumlah sumber ke sejumlah tujuan. Data dalam model ini mencakup: 1.

  Tingkat penawaran di setiap sumber dan jumlah permintaan di setiap tujuan.

2. Biaya transportasi per unit barang dari setiap sumber ke setiap tujuan.

  Menurut Tamin (2000), model transportasi adalah suatu metode yang digunakan untuk mengatur distribusi suatu produk (barang-barang) dari sumber- sumber yang menyediakan produk (misalnya pabrik) ke tempat-tempat tujuan (misalnya gudang) secara optimal. Tujuan dari model ini adalah menentukan jumlah yang harus dikirim dari setiap sumber ke setiap tujuan sedemikian rupa dengan total biaya transportasi minimum.

  Metode transportasi merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengatur distribusi dari sumber-sumber yang menyediakan produk yang sama, ke tempat-tempat yang membutuhkan secara optimal. Alokasi produk ini harus diatur sedemikian rupa, karena terdapat perbedaan biaya-biaya alokasi dari satu sumber ke tempat-tempat tujuan berbeda-beda, dan dari beberapa sumber ke tempat- tempat tujuan juga berbeda-beda (Subagyo et al. 1990).

  Noer (2010) mengemukakan bahwa metode transportasi dimaksudkan untuk mencari solusi terbaik dari persoalan transportasi (pengangkutan) barang atau produk dari gudang/pabrik ke pasar tujuan dengan biaya termurah. Bila telah dapat diidentifikasi biaya angkut dari pabrik ke pasar, serta kapasitas pabrik dan permintaan pasar pun telah diketahui maka persoalan bagaimana cara pengalokasian terbaiknya dapat dikerjakan.

  Metode transportasi adalah metode yang paling efisien dibandingkan dengan metode simpleks. Penggunaan metode transportasi ini dipelopori oleh FL. Hitchcock (1941), TC. Koopmans (1949) dan GB. Dantzig (1951). Beberapa permasalahan yang dapat diselesaikan dengan metode transportasi adalah mengalokasikan barang/jasa dari suatu tempat (sumber/supply) ke tempat lainnya (demand/destination) secara optimal dengan mempertimbangkan biaya minimal, pengalokasian periklanan yang efektif, pembelanjaan modal dan alokasi dana untuk investasi, analisis pemilihan lokasi usaha yang tepat, keseimbangan lini perakitan, dan penjadwalan produksi (Zulfikarijah, 2004).

2.2 Persoalan Transportasi

  Agustini dan Rahmadi (2004) mengemukakan bahwa kasus transportasi timbul ketika dicoba menentukan cara pengiriman (distribusi) suatu jenis barang (item) dari beberapa sumber (lokasi penawaran) ke beberapa tujuan (lokasi permintaan) yang dapat meminimumkan biaya. Biasanya jumlah barang yang dapat disalurkan dari setiap lokasi penawaran adalah tetap atau terbatas, namun jumlah permintaan pada setiap lokasi permintaan adalah bervariasi.

  Permasalahan transportasi termasuk permasalahan program linier yang khusus yang dapat diselesaikan dengan metode transportasi. Persoalan dasar transportasi pada mulanya dikembangkan oleh F. L. Hitchcock pada tahun 1941 dalam studinya yang berjudul: The distribution of a product from several source

  to numerous locations. Pada awal 1947, T. C. Koopmans secara terpisah

  menerbitkan suatu hasil studi mengenai: Optimal utilization of the transportation

  

system. Selanjutnya, perumusan persoalan linear programming, dan cara

  pemecahan yang sistematis dikembangkan oleh Prof. George Dantzig yang sering disebut bapak linear programming (Rangkuti, 2013).

  Menurut Siagian (2006), gambaran umum dari persoalan angkutan dapat dijelaskan sebagai berikut:

  1. Sebuah perusahaan yang menghasilkan barang atau komoditi tertentu melalui sejumlah pabrik pada lokasi yang berbeda, akan mengirim barang ke berbagai tempat yang memerlukan dengan jumlah kebutuhan yang sudah tertentu.

  2. Sejumlah barang atau komoditi hendak dikirim dari sejumlah pelabuhan asal kepada sejumlah pelabuhan tujuan, masing-masing dengan tingkat kebutuhan yang sudah diketahui.

  3. Sasaran dalam masalah transportasi ini ialah mengalokasikan barang yang ada pada pelabuhan asal sedemikian rupa hingga terpenuhi semua kebutuhan pada pelabuhan tujuan. Sedangkan tujuan utama dari persoalan angkutan ini ialah untuk mencapai jumlah biaya yang serendah-rendahnya (minimum) atau mencapai jumlah laba yang sebesar-besarnya (maksimum).

  Pada umumnya, masalah transportasi berhubungan dengan distribusi suatu produk tunggal dari beberapa sumber, dengan penawaran terbatas, menuju beberapa tujuan dengan permintaan tertentu, pada biaya transportasi minimum. Karena bentuk masalah transportasi yang khas untuk menghitung minimasi biaya transportasi dalam bentuk tabel khusus yang dinamakan tabel transportasi (Mulyono, 2004).

2.3 Model Transportasi

  Model transportasi dari sebuah jaringan dengan m sebagai sumber dan n sebagai tujuan dapat dilihat pada Gambar 2.1. Sumber dan tujuan diwakili dengan sebuah node, dan rute pengiriman barang dari yang menghubungkan sumber ke tujuan diwakili dengan busur yaitu:

1. Masing-masing sumber mempunyai kapasitas 2.

  Masing-masing tujuan mempunyai kapasitas 3. : jumlah satuan unit yang dikirim dari sumber i ke tujuan j 4. : ongkos pengiriman per unit dari sumber i ke tujuan j

  5. Z : total keseluruhan biaya distribusi/transportasi tujuan sumber

  1

  1 Unit Unit

  2

  2 Permintaan Penawaran . .

  . . . . m n

Gambar 2.1 Model Transportasi dari Sumber ke Tujuan

  Model transportasi yang digambarkan pada Gambar 2.1 dapat dibuat ke dalam bentuk tabel yaitu tabel transportasi yang dapat dilihat pada Tabel 2.1. Dengan demikian, formulasi program liniernya dari persoalan transportasi adalah sebagai berikut: Fungsi Tujuan: Meminimumkan dengan batasan:

  , untuk semua i dan j Kelompok batasan pertama menetapkan bahwa jumlah pengiriman dari sebuah sumber tidak dapat melebihi penawarannya. Demikian pula, kelompok batasan kedua mengharuskan bahwa jumlah pengiriman ke sebuah tujuan harus memenuhi permintaannya (Taha, 1996).

  Sebagai ilustrasi, Gambar 2.2 akan memodelkan persoalan transportasi dengan 3 sumber dan 4 tujuan ( ).

  Tujuan 1

  X

  11 X

  12 Sumber 1

  X

  13 X

  14 X

  21 Tujuan 2

  X

  22 Sumber 2

  X

  23 X

  24 X

  31 Tujuan 3

  X

  32 Sumber 3

  X

  33 X

  34 Tujuan 4

Gambar 2.2 Representasi Model Persoalan Transportasi

  Fungsi Tujuan: Meminimumkan dengan batasan:

2.4 Keseimbangan Transportasi

  Problema transportasi seimbang adalah problema biaya angkutan barang di mana jumlah barang yang dipasok dari tempat asal sama dengan jumlah barang yang diminta di tempat tujuan. Problema transportasi tidak seimbang adalah suatu problema transportasi di mana jumlah permintaan lebih besar daripada pemasokan atau jumlah pemasokan lebih besar daripada permintaan (Sitorus, 1997).

  Model Gambar 2.2 pada subbab 2.3 menyiratkan bahwa penawaran total harus setidaknya sama dengan permintaan total. Ketika penawaran total sama dengan permintaan total , formulasi yang dihasilkan disebut model transportasi berimbang (balanced transportation model). Formulasi ini berbeda dengan formulasi sebelumnya hanya terletak pada batasannya yaitu bahwa semua batasan adalah persamaan, dituliskan sebagai berikut:

  Dalam kehidupan nyata, tidak selalu dapat dipastikan bahwa penawaran sama dengan permintaan atau melebihinya. Tetapi, sebuah model transportasi dapat selalu berimbang. Pengimbangan ini, di samping kegunaannya dalam pemodelan situasi praktis tertentu, adalah penting untuk pengembangan sebuah metode pemecahan yang sepenuhnya memanfaatkan struktur khusus dari model transportasi ini (Taha, 1996).

  Dalam persoalan transportasi yang sebenarnya, jumlah supply yang tersedia tidak selalu sama dengan jumlah demand atau dengan kata lain jumlah

  supply yang tersedia mungkin lebih besar atau lebih kecil daripada jumlah

demand . Jika hal ini terjadi, maka model persoalan disebut sebagai model

  transportasi tidak seimbang (unbalanced transportation model). Setiap persoalan transportasi dapat dibuat seimbang dengan memasukkan kolom dummy atau baris . Ada 2 kemungkinan yang terjadi pada persoalan transportasi tidak

  dummy

  seimbang yaitu: 1.

  , persoalan ini Bila supply lebih besar daripada demand diselesaikan dengan cara menetapkan dummy pada tujuan (kolom) untuk menyerap kelebihan demand sebesar 2.

  , persoalan ini Bila supply lebih kecil daripada demand diselesaikan dengan cara menetapkan dummy pada sumber (baris) untuk men-

  supply kekurangan demand sebesar

  dengan

  P = dummy untuk baris i

  P j = dummy untuk kolom Dummy tujuan pada kolom maupun dummy sumber pada baris tabel

  transportasi pada dasarnya adalah buatan (tidak riil). Dengan demikian, biaya distribusi pada kolom dummy dan baris dummy adalah nol. Hal ini dapat dipahami karena pada kenyataan tidak terjadi pengiriman dari sumber dummy dan tidak terjadi pengiriman ke tujuan dummy.

Tabel 2.1 Tabel Persoalan Transportasi Seimbang

  

j

  1 X 1(n+1)

  C 1j ∙ ∙ ∙ X 1n C 1n a

  12 ∙ ∙ ∙ X 1j

  12 C

  11 X

  11 C

  1 X

  n dummy S umber

  ∙ ∙ ∙

  2 ∙ ∙ ∙

  21 C

  1

  supply

  Tujuan

  Ke Dari

Tabel 2.2 Tabel Persoalan Transportasi Tidak Seimbang

  j

  ∑ b

  i =

  ∑ a

  b n

  2 X

  21 X

  

b

j

  C mn a m X m(n+1) demand b

  ∑ b

  i =

  ∑ a

  b n P j

  ∙ ∙ ∙

  

b j

  ∙ ∙ ∙

  2

  1 b

  X mj C mj ∙ ∙ ∙ X mn

  22 C

  C m1 X m2 C m2 ∙ ∙ ∙

  

… … … … … … … … …

m X m1

  C in a i X i(n+1)

  X ij C ij ∙ ∙ ∙ X in

  C i1 X i2 C i2 ∙ ∙ ∙

  2 X 2(n+1)

… … … … … … … … …

i X i1

  2n a

   ∙ ∙ ∙ X 2n C

  C 2j

  22 ∙ ∙ ∙ X 2j

  ∙ ∙ ∙

  ∙ ∙ ∙

  Ke Dari

  12

  21 C

  2 X

  1

  C 1n a

  X 1n

  ∙ ∙ ∙

  C 1j

  X 1j

  ∙ ∙ ∙

  12 C

  22 C

  11 X

  11 C

  1 X

  n S umber

  ∙ ∙ ∙

  

j

  2 ∙ ∙ ∙

  1

  supply

  Tujuan

  21 X

  22

  2

  C m1

  1 b

  C mn a m Demand b

  X mn

  ∙ ∙ ∙

  C mj

  X mj

  ∙ ∙ ∙

  C m2

  X m2

  X m1

  ∙ ∙ ∙

  … … … … … … … … m

  X in C in a i

  ∙ ∙ ∙

  X ij C ij

  ∙ ∙ ∙

  C i1 X i2 C i2

  2 … … … … … … … … i X i1

  X 2n C 2n a

  ∙ ∙ ∙

  X 2j C 2j

  j + P j

Tabel 2.3 Tabel Persoalan Transportasi Tidak Seimbang

  Tujuan Ke

  supply

  Dari

  1 2 j n ∙ ∙ ∙ ∙ ∙ ∙

  C

  11 C

  12 C 1j C 1n

  1

  a

  1

  ∙ ∙ ∙ ∙ ∙ ∙

  X X

  X X

  11 12 1j 1n C

  21 C

  22 C 2j C 2n

  2

  a

  ∙ ∙ ∙ ∙ ∙ ∙

  2 X

  21 X

  22 X 2j X 2n … … … … … … … …

  S umber C i1 C i2 C ij C in i a i

  ∙ ∙ ∙ ∙ ∙ ∙

  X i1 X i2 X ij X in … … … … … … … …

  C m1 C m2 C mj C mn m a m ∙ ∙ ∙ ∙ ∙ ∙

  X X

  X X

m1 m2 mj mn

dummy 0 ∙ ∙ ∙ P i

  ∙ ∙ ∙

  X (m+1)1 X (m+1)2 X (m+1)j X (m+1)n i + P i

  ∑ a

  demand b 1 b 2 b j b n

  ∙ ∙ ∙ ∙ ∙ ∙

  = j

  ∑ b

2.5 Metode Transportasi

  Metode transportasi yang dapat digunakan untuk mencari solusi awal adalah Metode Sudut Barat Laut (North West Corner Method) dan Metode Biaya Terendah (Least-Cost Method).

1. Metode Sudut Barat Laut (North West Corner Method)

  Metode sudut barat laut adalah metode yang paling sederhana untuk mencari solusi awal dari transportasi. Ciri dari metode ini adalah alokasi satuan belum memandang biaya transportasi (Rangkuti, 2013). Langkah-langkah penyelesaiannya adalah: a.

  Mulai dari sudut kiri atas tabel dan alokasikan sebanyak mungkin pada tanpa menyimpang dari kendala penawaran atau permintaan (artinya ditetapkan sama dengan yang terkecil di antara nilai dan ). b.

  Proses pertama akan menghabiskan penawaran pada sumber 1 dan atau permintaan pada tujuan 1. Akibatnya, tak ada lagi barang yang dapat dialokasikan ke kolom atau baris yang telah dihabiskan dan kemudian baris atau kolom itu dihilangkan. Kemudian pengalokasian sebanyak mungkin ke kotak di dekatnya pada baris atau kolom yang dapat dihilangkan. Jika kolom maupun baris telah dihabiskan, pindahlah secara diagonal ke kotak berikutnya.

  c.

  Lanjutkan dengan cara yang sama sampai semua penawaran telah dihabiskan dengan keperluan permintaan telah dipenuhi.

  Metode North West Corner Rule atau yang dikenal dengan metode sudut barat laut merupakan salah satu pemecahan awal yang digunakan dalam menyelesaikan persoalan transportasi.

2. Metode Biaya Terendah (Least-Cost Method)

  Metode biaya terendah atau Least-Cost Method berusaha mencapai tujuan minimalisasi biaya dengan alokasi sistematik kepada kotak-kotak sesuai dengan besarnya biaya transportasi per unit (Rangkuti, 2013). Prosedur metode ini adalah: a.

  Pilih variabel (kotak) dengan biaya transport terkecil dengan alokasikan sebanyak mungkin. Untuk terkecil, minimal . Ini akan menghabiskan baris atau kolom .

  b.

  Dari kotak-kotak sisanya yang layak (yaitu yang tidak terisi atau tidak dihilangkan) pilih nilai terkecil dan alokasikan sebanyak mungkin.

  c.

  Lanjutkan proses ini sampai semua penawaran dan permintaan terpenuhi.

  Apabila telah diperoleh sebuah solusi fisibel awal atau feasible solution, maka tahap berikutnya adalah menguji apakah jawaban tersebut sudah optimal.

  Metode transportasi yang dapat digunakan untuk mencari solusi optimal adalah Metode Batu Loncatan (Stepping Stone Method) dan Metode Potensial.

1. Metode Batu Loncatan (Stepping Stone Method)

  Salah satu metode transportasi adalah metode batu loncatan (stepping stone

  method ) yang digunakan untuk menghasilkan pemecahan layak bagi masalah

  dengan biaya-biaya operasi (biaya pabrik dan biaya transportasi), sehingga mendapatkan biaya pengiriman relatif minimal. Jumlah rute atau sel yang mendapat alokasi harus sebanyak . Langkah penyelesaian adalah: a.

  Pemecahan fisibel yang pertama dengan menggunakan metode sudut barat laut.

  b.

  Kotak yang terisi disebut kotak basis, nilainya diberi tanda kurung buka dan tutup seperti ( ), melambangkan baris dan untuk kolom.

  c.

  Kotak yang tidak terisi disebut kotak bukan basis (non-basis cell).

  d.

  Semua kotak memuat biaya angkut per unit barang sebesar di mana 1 unit barang diangkut dari sumber m ke tujuan n.

  e. = supply atau persediaan barang di sumber m, dan = permintaan barang dari tujuan n dan jumlah biaya angkut yang harus dibuat minimal.

  f.

  Agar tabel tidak rumit, nilai yang menunjukkan biaya angkut tidak dicantumkan dalam tabel.

  g.

  Dibuat loop tertutup bagi setiap variabel non-basis di mana loop tersebut berawal dan berakhir pada variabel non-basis, dan setiap titik sudut loop tersebut harus merupakan titik-titik yang ditempati oleh variabel-variabel basis dalam tabel transportasi.

  h. jumlah pada loop dengan koefisien ( ) dan ( ) Dihitung secara bergantian. i.

  Menentukan variabel yang masuk menjadi basis (entering variable) dengan cara memilih nilai yang terbesar atau . j.

  Menentukan variabel yang keluar dari basis dengan cara: 1) yang terbesar.

  Dibuat loop yang memuat

2) Diadakan pengamatan pada dalam loop yang mempunyai koefisien ( ).

  3) Variabel yang keluar basis bila dan hanya bila minimal dari jalur loop . k.

  Menentukan harga variabel basis (yang berada di dalam loop yang baru) di mana nilai untuk variabel yang baru masuk basis diambil dari nilai variabel minimal dalam loop. l.

  Untuk variabel-variabel basis yang lain yang juga berada dalam loop yaitu: 1) 2) m. Untuk variabel-variabel basis yang lain di luar loop harganya tetap dan hitung kembali nilai untuk variabel non-basis. n.

  . Diperoleh tabel optimal jika semua o. , maka dapat ditentukan kembali entering

  Jika masih ada nilai variable dan leaving (variabel yang masuk dan yang keluar).

2. Metode Potensial

  Dalam memecahkan masalah transportasi, metode potensial dapat juga dipergunakan untuk mencari solusi optimum. Metode potensial (metode U-V) melakukan evaluasi dari suatu lokasi transportasi secara matriks. Solusi dengan menggunakan metode potensial adalah suatu variasi dari metode stepping stone yang didasarkan pada rumusan dual. Perbedaan utama dari metode potensial dengan metode stepping stone ialah cara mengevaluasi setiap sel dalam matriks. Dalam stepping stone, lingkaran evaluasi harus dicari untuk semua sel, yaitu sebanyak sel, yang tidak terletak dalam basis (Sudradjat, 2008).

  Dalam metode potensial, lingkaran evaluasi hanya dicari untuk sel yang mempunyai harga paling negatif pada matriks evaluasi. Dalam proses mencari harga-harga sel evaluasi matriks, metode potensial terlebih dahulu harus menyusun satu matriks perubahan biaya. Matriks biaya awal dari transportasi dinyatakan dengan , matriks perubahan biaya yang akan dijelaskan dinyatakan dengan , sedangkan matriks evaluasi dinyatakan dengan .

  Berdasarkan alokasi basis, maka sel dari basis dinyatakan dengan . Sel- sel ini mempunyai jumlah sebanyak . Selanjutnya dicari harga-harga untuk setiap baris dan harga-harga untuk setiap kolom, dengan perantara persamaan:

  Telah diketahui bahwa jumlah sel yang mendapat alokasi awal atau jumlah sel yang menjadi basis adalah sebanyak , sehingga dengan demikian terdapat persamaan. Supaya persamaan ini dapat dipecahkan, sebenarnya diperlukan satu persamaan lagi, dan untuk itu diperoleh dengan memilih salah satu harga dari atau dengan konstanta tertentu (biasanya dipilih salah satu dari harga berikut atau ). Setelah harga-harga dan diketahui, maka dicari harga-harga sel lain yang tidak menjadi basis, yaitu dengan menggunakan persamaan: . Matriks yang diperoleh adalah matriks perubahan biaya yang disimbolkan dengan matriks . Adapun langkah-langkah dalam metode potensial (U-V) adalah: a.

  Menentukan nilai untuk setiap baris dan nilai-nilai untuk setiap kolom dengan menggunakan hubungan untuk semua variabel basis dan menentukan nilai b. untuk setiap variabel non basis

  Menghitung matriks perubahan biaya dengan menggunakan rumus .

  c.

  Apabila hasil perhitungan terdapat nilai negatif, maka solusi belum optimal.

  Selanjutnya dipilih dengan nilai negatif terbesar sebagai entering variabel.

  d.

  Mengalokasikan sejumlah nilai ke entering variabel sesuai dengan proses Stepping Stone dan ulangi langkah pertama.

Dokumen yang terkait

Penerapan Metode Potensial dalam Menentukan Biaya Distribusi Minimum (Studi Kasus : PT. Mitra Perkasa Dhian Abadi)

6 133 62

Usulan Model Dalam Menentukan Rute Distribusi Untuk Meminimalkan Biaya Transportasi Dengan Metode Saving Matrix Di PT. Siantar Top, Tbk

18 145 150

Penyelesaian Model Transportasi Menggunakan Metode ASM, RDI dan MODI (Studi Kasus : PT. Melayu Bumi Lestari)

0 0 7

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Pendukung Keputusan (SPK) - Implementasi Metode Naive Bayes Dalam Menentukan Posisi Ideal Pemain dalam Sepakbola Berbasis Android (Studi Kasus : Talenta Soccer Rantauprapat)

0 0 16

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Pendukung Keputusan - Sistem Pendukung Keputusan Menentukan Operator Terbaik Menggunakan Metode Topsis (Studi Kasus: CBOC Regional 1/ PT. Telekomunikasi, TBK.)

0 1 10

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Matriks - Perbandingan Penggunaan Metode Analisis Regresi Ridge dan Metode Analisis Regresi Komponen Utama dalam Menyelesaikan Masalah Multikolinieritas (Studi Kasus Data PDRB Propinsi Sumatera Utara)

0 0 18

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Program Linier (Linear Programming) - Aplikasi Metode Transportasi Dalam Optimasi Biaya Distribusi Beras Miskin (Raskin) Pada Perum Bulog Sub Divre Medan

0 2 12

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Regresi - Perbandingan Metode Backward Dan Metode Forward Untuk Menentukan Persamaan Regresi Linier Berganda (Studi Kasus : Jumlah Kecelakaan Lalu Lintas Di Kotamadya Medan)

0 1 22

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pengendalian Persediaan - Pengendalian Persediaan Spare Part Printer Menggunakan Metode Economic Order Quantity Dengan Back Order Pada PT. Mitra Infoparama Medan

0 0 12

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1Uji Sampel - Menentukan Model Persamaan Regresi Linier Berganda Dengan Metode Backward Pada Kasus Penyalahgunaan Narkoba di Tanah Karo

0 1 13