Jurnal Penyakit Menular id. docx

Tugas
: Kelompok
Mata Kuliah : Epid. Penyakit Menular
Dosen
: Irwan, SKM.,M.Kes.

JURNAL PENYAKIT MENULAR YANG SANGAT BERBAHAYA
DENGAN ANGKA KEMATIAN TINGGI

KELOMPOK 1
ASIS D
SRI HASTUTI HASRI
ASRIYANI
SITI RAFIGA HALAA
GUSTINA
NURMALA DEWI
SUMARLIN
FIRMAN
AMRESIUS ALYONA
SYAMSUDDIN
FERDIANSYAH


12.101.469
12.101.479
12.101.678
12.101.596
12.101.473
12.1O1.591
12.101.681
12.101.687
12.101.070
12.101.422
12.101.444

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI KEBIJAKAN KESEHATAN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR
MAKASSAR
2014

KATA PENGANTAR


Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun
dan merampungkan tugas pembuatan jurnal ini yang berjudul “Penyakit
Menular Yang Sangat Berbahaya Dengan Angka Kematian Yang
Cukup Tinggi” . Jurnal ini dibuat sedemikian rupa sebagai tugas yang
diberikan oleh Dosen pembimbing kami.
Harapan kami sebagai penyusun adalah semoga jurnal ini dapat
diterima dengan baik oleh Dosen pembimbing serta dapat bermanfaat
bagi semua pembaca.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan jurnal yang kami buat
ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kami sebagai penyusun
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para
pembaca demi kesempurnaan jurnal ini.

Makassar, 23 November 2014

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

1

B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan
2
BAB II PEMBAHASAN
A. Penyakit Ebola

3

1. Tinjauan Umum Penyakit Ebola

3

2. Epidemiologi Penyakit Ebola 5

3. Patofisiologi Penyakit Ebola

8

4. Tahap Pencegahan Penyakit Ebola 9
B. Penyakit HIV/AIDS 11
1. Pengertian HIV/AIDS

11

2. Etiologi Penyakit HIV/AIDS

12

3. Patofisiologi Penyakit HIV/AIDS

13

4. Komponen Utama Siklus Hidup Virus HIV/AIDS
5. Penularan HIV/AIDS


18

6. Manifestasi Klinis

21

7. Tata laksana HIV/AIDS 22
C. Penyakit Rabies

25

1. Pengertian Rabies

25

15

2. Etiologi Penyakit Rabies


25

3. Penyebab Virus Rabies26
4. Tahapan Rabies 28
5. Manifestasi Klinis

30

6. Diagnosis Penyakit Rabies

32

7. Penanganan Penyakit Rabies 33
D. Penyakit Sapi Gila/Mad Cow

37

1. Pengertian Penyakit Sapi Gila 37
2. Penyebab Penyakit Sapi Gila 39
3. Gejala Penyakit Sapi Gila


44

4. Penularan Penyakit Sapi Gila 44
5. Pengobatan Penyakit Sapi Gila
E. Penyakit MERS

46

47

1. Bahaya Penyakit MERS

47

2. Ciri-ciri dan Penyebaran Penyakit MERS
3. Penyebab Penyakit MERS

51


4. Cara Mengatasi Penyakit MERS
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

57

60

DAFTAR PUSTAKA

54

49

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap era sejarah kehidupan manusia selalu disertai kemunculan
dari suatu penyakit yang baru. Perubahan sosial dan ekologi yang

berkaitan

dengan

penyebaran

populasi

manusia,

perubahan

lingkungan dan globalisasi dapat berimplikasi pada kemunculan suatu
penyakit zoonosis. Peningkatan populasi manusia dan globalisasi
menyebabkan perpindahan manusia dari satu benua ke benua
lainnya. Seiring dengan hal tersebut maka juga akan terjadi
perpindahan hewan antar wilayah, bahkan benua, melalui perusakan
habitat, perdagangan, permintaan pribadi dan kepentingan teknologi,
dimana mikroorganisme, termasuk mikroorganisme patogen, juga
mengalami perpindahan ke daerah yang baru. Pada dasarnya,

penyakit yang ada di dunia juga mengalami perkembangan yang
sejalan dengan perkembangan dunia yang cukup pesat. Sehingga
dapat memunculkan berbagai penyakit yang berbahaya dan sangat
mematikan.
Dari latar belakang di atas, kami mengangkat judul jurnal sebagai
berikut “Penyakit Menular Yang Berbahaya dan Sangat Mematikan”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut.
1. Bagaimana gambaran tinjauan umum penyakit ebola?
2. Bagaimana epidemiologi penyakit HIV/AIDS?
3. Bagaimana cara penanganan penyakit rabies?
4. Bagaimana cara pengobatan penyakit sapi gila?
5. Bagaimana gejala penyakit MERS?
C. Tujuan
Dari rumusan masalah di atas diketahui tujuan sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui gambaran tinjauan umum penyakit ebola
2. Untuk mengetahui epidemiologi penyakit HIV/AIDS
3. Untuk mengetahui cara penanganan penyakit rabies

4. Untuk mengetahui cara pengobatan penyakit sapi gila
5. Untuk mengetahui gejala penyakit MERS.

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENYAKIT EBOLA
1. Tinjauan Umum Penyakit Ebola
Ebola adalah sejenis virus dari genus Ebolavirus, familia
Filoviridae, dan juga nama dari penyakit yang disebabkan oleh
virus tersebut. Penyakit Ebola sangat mematikan. Gejala-gejalanya
antara lain muntah, diare, sakit badan, pendarahan dalam dan luar,
dan demam. Tingkat kematian berkisar antara 50% sampai 90%.
Asal katanya adalah dari sungai Ebola di Kongo. Penyakit Ebola
dapat ditularkan lewat kontak langsung dengan cairan tubuh atau
kulit. Masa inkubasinya dari 2 sampai 21 hari, umumnya antara 5
sampai 10 hari. Saat ini telah dikembangkan vaksin untuk Ebola
yang 100% efektif dalam monyet, namun vaksin untuk manusia
belum ditemukan.
Gejala-gejalanya antara lain muntah, diare, sakit badan,
pendarahan dalam dan luar Anus, dan demam. Tingkat kematian
sampai 90%. Asal katanya adalah dari sungai Ebola di Kongo.
Penyakit Ebola dapat ditularkan lewat kontak langsung dengan
cairan tubuh atau kulit.Virus Ini mulai menular dari salah satu
spesies kera di kongo kemudian mulai menyebar ke manusia,
jangka waktu manusia mulai terjangkit virus ini sampai menemui
ajalnya sekitar 1 minggu karena saking ganasnya virus ini.

Virus ini masih berada di dataran Afrika dan kabarnya juga telah
sampai ke Filipina. Suatu ketika Negeri Eropa melakukan
pengimporan kera dari kongo, ketika mengetahui virus ini akhirnya
seluruh kera ini dimusnahkan agar tidak menyebar kemana-mana,
dan sampai saat ini belum ditemukan Vaksin yang dapat
menyembuhkan penyakit ini. Transmisi antar manusia terjadi akibat
kontak langsung dengan cairan tubuh yang berasal dari diare,
muntah dan pendarahan, kulit atau membran mukosa. Periode
inkubasi virus berlangsung selama 2 sampai 21 hari. Kejadian
epidemik Ebola banyak terjadi pada rumah sakit yang tidak
menerapkan higiene yang ketat.infektivitas virus Ebola cukup stabil
pada suhu kamar (20 ° C) tetapi hancur dalam 30 menit pada 60 °
C.Infektivitas juga dihancurkan oleh dan iradiasi ultraviolet, pelarut
lemak, b-propiolactone, and commercial hypochlorite and phenolic
disinfectants.

b-propiolactone,

dan

hipoklorit

komersial

dan

desinfektan fenolik.
Virus Ebola memiliki struktur dari suatu Filovirus. Virionnya
berbentuk tabung dan bervariasi bentuknya. Biasanya selalu
tampak seperti U, 6, gulungan atau bercabang. Virion virus ini
berukuran diameter 80 nm. Panjangnya juga bervariasi, bahkan
ada yang lebih dari 1400 nm, namun biasanya hanya mendekati
1000 nm. Di tengah virion terdapat nukleokapsid yang dibentuk
oleh kompleks genom RNA dengan protein NP, VP35, VP30 dan L.

Nukleokapsid berdiameter 40-50 nm dan berisi suatu chanel pusat
berdiameter 20-30 nm. Suatu glikoprotein sepanjang 10 nm yang
sebagian berada di luar sarung viral dari virion berfungsi membuka
jalan masuk ke dalam sel inang. Diantara sarung viral dan
nukleokapsid terdapat matriks yang berisi protein VP40 dan VP24.
2. Epidemiologi Penyakit Ebola
Asal-usul di alam dan sejarah alami dari virus Ebola tetap
menjadi misteri.Secara umum, virus ini ada yang menyerang
manusia (Ebola-Zaire, Ebola-Ivory Coast dan Ebola-Sudan) dan
ada yang hanya menyerang hewan primata (Ebola-Reston). Tidak
ada carrier state karena tidak ditemukan lingkungan alami dari
virus. Namun dari beberapa hipotesis mengatakan bahwa terjadi
penularan dari hewan terinfeksi ke manusia. Kemudian dari
manusia yang terinfeksi ini, virus bisa ditularkan dalam berbagai
cara. Orang bisa terinfeksi karena berkontak dengan darah dan
atau hasil sekresi dari orang yang terinfeksi. Orang juga bisa
terinfeksi karena berkontak dengan benda seperti jarum suntik
yang terkontaminasi dengan orang yang terinfeksi. Penularan
secara nosokomial (penularan yang terjadi di klinik atau rumah
sakit) juga dapat terjadi bila pasien dan tenaga medis tidak
memakai masker ataupun sarung tangan. Pada primata, EbolaReston, menyerang fasilitas penelitian hewan primata di Virginia,
AS. Ebola-Reston menyebar melalui partikel udara.

Ebola merupakan salah satu kasus emerging zoonosis yang
paling menyita perhatian publik karena kemunculannya yang sering
dan memiliki angka mortalitas yang tinggi pada manusia. Virus
Ebola pertama kali diidentifikasi di provinsi Sudan dan di wilayah
yang berdekatan dengan Zaire (saat ini dikenal sebagai Republik
Congo) pada tahun 1976, setelah terjadinya suatu epidemi di
Yambuku, daerah Utara Republik Congo dan Nzara, daerah
Selatan Sudan. Sejak ditemukannya virus Ebola, telah dilaporkan
sebanyak 1850 kasus dengan kematian lebih dari 1200 kasus
diantaranya (Anonimous 2004). Penyakit ini disebabkan oleh virus
dari genus Ebolavirus yang tergolong famili Filoviridae. Inang atau
reservoir dari Ebola belum dapat dipastikan, namun telah diketahui
bahwa kelelawar buah adalah salah satu hewan yang bertindak
sebagai inang alami dari Ebola. Virus Ebola juga telah dideteksi
pada daging simpanse, gorila, Macaca fascicularis dan kijang liar.
Penyebaran virus Ebola dalam skala global masih terbatas. Hal
ini berkaitan dengan transmisinya yang tidak melalui udara dan
juga jarak waktu yang diperlukan virus Ebola untuk menginfeksi
satu individu ke individu lainnya. Selain itu, onset virus yang relatif
cepat dapat mempercepat diagnosa terhadap penderita sehingga
dapat mengurangi penyebaran penyakit melalui penderita yang
bepergian dari satu wilayah ke wilayah lainnya.Penyakit ini dapat
dikaitkan dengan kebiasaan manusia, terutama di daerah Afrika,

untuk mengkonsumsi daging hewan liar. Daging hewan liar yang
terkontaminasi akan menjadi media yang efektif dari penularan
Ebola pada manusia.Gejala klinis dari penyakit ini adalah demam
secara

tiba-tiba,

kelemahan,

nyeri

otot,

sakit

kepala

dan

tenggorokan kering. Kemudian diikuti dengan muntah, diare, ruam
pada kulit, gangguan fungsi ginjal dan hati serta pada beberapa
kasus terjadi pendarahan internal dan eksternal. Hasil temuan
laboratoris menunjukkan penurunan jumlah butir darah putih dan
platelet serta peningkatan kadar enzim hati.
Virus Ebola mudah menyebar dengan cepat. Pertama kali
infeksi dimulai dari penularan dari hewan yang terinfeksi ke
manusia. Nah, dari situ nantinya manusia meneruskan rantai
penyakit ini ke manusia yang lain. Penyebaran virus Ebola antar
manusia bisa melalui makanan atau berpegangan. Kontak
langsung dengan darah atau cairan yang terkontaminasi juga bisa
menginfeksi manusia. Tidak hanya itu, manusia juga bisa terinfeksi
hanya dengan menyentuh objek (misalnya jarum) yang sudah
terkontaminasi. Serangan sakit virus Ebola sangat tiba-tiba. Gejala
yang ditimbulkan adalah demam, sakit kepala, sakit sekitar
persendian dan otot, sakit tenggorokan dan tubuh lemah. Gejala ini
diikuti juga oleh diare, sakit perut dan muntah-muntah. Ruam-ruam,
mata memerah, tersedak, serta adanya pendarahan luar dan dalam
ditemukan pada beberapa pasien.

3. Patofisiologi Penyakit Ebola
Penyakit ebola menyebar dan masuk ke dalam tubuh host
melalui berbagai macam cara antara lain melalui jarum suntik ,
donor darah , dan melalui kontak lanmgsung tangan.
Tahapan penularan virus ebola dari penderita satu ke penderita
lainnya antara lain :
1. Virus Ebola menginfeksi subjek melalui kontak dengan cairan
tubuh atau sekret dari pasien yang terinfeksi dan didistribusikan
melalui sirkulasi. melalui lecet di kulit selama perawatan pasien,
ritual penguburan dan mungkin kontak dengan daging secara
terinfeksi, atau di permukaan mukosa.Terkadang jarum suntik
merupakan rute utama dari eksposur kerja.
2. Target awal dari replikasi adalah sel-sel retikuloendotelial,
dengan replikasi tinggi

dalam beberapa tipe sel di dalam

hati, paru-paru dan limpa.
3. Sel Dendritic, makrofag dan endotelium tampaknya rentan
terhadap efek cytopathic produk gen virus Ebola in vitro dan
mungkin

in

vivo

melalui

gangguan

jalur sinyal

seluler

dipengaruhi oleh mengikat, fagositosis serapan virus atau
keduanya. Kerusakan tidak langsung juga dapat ditimbulkan
oleh faktor-faktor yang beredar seperti faktor tumor nekrosis
dan oksida nitrat sehingga kontak langsung antara setiap
individu sangat memegang peranan penting dalam penyebaran

dan penularan penyakit ebola di dalam masyarakat. Karena kita
tidak bias menghindari kontak secara individu .sebab, hal itu
terjadi tanpa kita tahu kondisi dan sifat yang sebenarnya.
4. Tahap Pencegahan Penyakit Ebola
Virus Ebola mampu menular dari satu manusia ke manusia lain
hanya dengan kontak langsung saja. Untuk itu pencegahan
terhadap penyakit infeksi Ebola ini pun cukup sulit.Yang paling
terutama adalah menghindari kontak langsung dengan orang yang
terinfeksi virus Ebola sebisa mungkin. Apabila ada anggota
keluarga terinfeksi virus ini sangat dianjurkan agar orang tersebut
dirawat di rumah sakit. Begitu juga apabila ada teman anda yang
meninggal akibat penyakit ini, usahakan jangan ada kontak
langsung dengannya. Adapun 5 tahapan pencegahan penyakit
ebola dalam lingkungan masyarakat antara lain :
a. Health Promotion
Pendidikan kesehatan pada masyarakat untuk melakukan
perubahan prilaku untuk hidup bersih dan sehat serta
meningkatkan higien pribadi dan sanitasi lingkungan dalam
lingkungan masyarakat dan sekitarnya
b. Early Diagnosis
Program

penemuan

penderita

melalui

survey

pada

kelompok – kelompok yang berisiko atau pada populasi umum
dan peda pelaporan kasus.

c. Spesifik protection
Menghindari diri dari gigitan serangga ,berusaha untuk
tidak pergi ke daerah yang kurang penyinaran matahari dan
terdapat binatang ataupun serangga yang menjadi sumber
penularan penyakit tersebut untuk menghindari terjadinya
komplikasi penyakit dan penyebar luasnya penyakit tersebut
dalam masyarakat.
d. Disability limitation
Terapi kompleks pada penderita ebola agar tidak terjadi
kematian dengan menambah konsentrasi minum penderita
agar tidak terjadi dehidrasi serta upaya peningkatan kekebalan
tubuh kelompok.
e. Rehabilitation
f. Pendidikan kesehatan kepada para penderita beserta keluarga
serta dilakukannya rehabilitasi fisik dan psikologis pada kasus
dan penderita penyakit ebola

B. Penyakit HIV/AIDS
1) Pengertian HIV/AIDS
AIDS atau Sindrom Kehilangan Kekebalan tubuh adalah
sekumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh manusia
seesudah system kekebalannya dirusak oleh virus HIV. Akibat
kehilangan kekebalan tubuh, penderita AIDS mudah terkena
bebrbagai jenis infeksi bakteri, jamur, parasit, dan virus tertentu
yang bersifat oportunistik. Selain itu penderita AIDS sering kali
menderita keganasan,khususnya sarcoma Kaposi dan imfoma
yang hanya menyerang otak. Virus HIV adalah retrovirus yang
termasuk

dalam

family

lentivirus.

Retrovirus

mempunyai

kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA pejamu untuk
membentuk virus DNA dan dikenali selam periode inkubasi yang
panjang. Seperti retrovirus yang lain, HIV menginfeksi tubuh
dengan periode imkubasi yang panjang (klinik-laten), dan
utamanya menyebabkan munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV
menyebabkan

beberapa

kerusakan

system

imun

dan

menghancurkannya. Hal tersebut terjadi dengan menggunakan
DNA dari CD4+ dan limfosit untuk mereplikasi diri. Dalam prose itu,
virus tersebut menghancurkan CD4+ dan limfosit. Secara structural
morfologinya, bentuk HIV terdiri atas sebuah silinder yang
dikelilingi pembungkus lemak yang melingkar-melebar. Pada
pusat lingkaran terdapat untaian RNA. HIV mempunyai 3 gen

yang merupakan komponen funsional dan structural. Tiga gen
tersebut yaitu gag, pol, dan env. Gag berarti group antigen, pol
mewakili polymerase, dan env adalah kepanjangan dari envelope
(Hoffmann, Rockhstroh, Kamps,2006). Gen gag mengode protein
inti. Gen pol mengode enzim reverse transcriptase, protease,
integrase. Gen env mengode komponen structural HIV yang
dikenal dengan glikoprotein. Gen lain yang ada dan juga penting
dalam replikasi virus, yaitu : rev, nef, vif, vpu, dan vpr.
2) Etiologi Penyakit HIV/AIDS
HIV ialah retrovirus yang di sebut lymphadenopathy
Associated virus (LAV) atau human T-cell leukemia virus 111
(HTLV-111) yang juga di sebut human T-cell lymphotrophic virus
(retrovirus) LAV di temukan oleh montagnier dkk. Pada tahun
1983 di prancis, sedangkan HTLV-111 di temukan oleh Gallo di
amerika serikat pada tahun berikutnya. Virus yang sama ini
ternyata banyak di temukan di afrika tengah. Sebuah penelitian
pada

200

monyet

hijau

afrika,70%

dalam

darahnya

mengandung virus tersebut tampa menimbulkan penyakit.
Nama lain virus tersebut ialah HIV. HIV terdiri atas HIV-1 dan
HIV-2 terbanyak karena HIV-1 terdiri atas dua untaian RNA
dalam inti protein yang di lindungi envelop lipid asal sel hospes.
Virus AIDS bersifat limpotropik khas dan mempunyai
kemampuan untuk merusak sel darah putih spesifik yang di

sebut limposit T-helper atau limposit pembawa factor T4 (CD4).
Virus ini dapat mengakibatkan penurunan jumlah limposit Thelper secara progresif dan menimbulkan imunodefisiensi serta
untuk selanjut terjadi infeksi sekunder atau oportunistik oleh
kuman,jamur, virus dan parasit serta neoplasma. Sekali virus
AIDS menginfeksi seseorang, maka virus tersebut akan berada
dalam tubuh korban untuk seumur hidup. Badan penderita akan
mengadakan reaksi terhapat invasi virus AIDS dengan jalan
membentuk antibodi spesifik, yaitu antibodi HIV, yang agaknya
tidak dapat menetralisasi virus tersebut dengan cara-cara yang
biasa sehingga penderita tetap akan merupakan individu yang
infektif dan merupakan bahaya yang dapat menularkan virusnya
pada orang lain di sekelilingnya. Kebanyakan orang yang
terinfeksi oleh virus AIDS hanya sedikit yang menderita sakit
atau sama sekali tidak sakit, akan tetapi pada beberapa orang
perjalanan sakit dapat berlangsung dan berkembang menjadi
AIDS yang full-blown.
3) Patofisiologi Virus HIV/AIDS
1) Mekanisme system imun yang normal
Sistem imun melindungi tubuh dengan cara mengenali
bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh, dan bereaksi
terhadapnya. Ketika system imun melemah atau rusak oleh
virus seperti virus HIV, tubuh akan lebih mudah terkena

infeksi oportunistik. System imun terdiri atas organ dan
jaringan limfoid, termasuk di dalamnya sumsum tulang,
thymus, nodus limfa, limfa, tonsil, adenoid, appendix, darah,
dan limfa.


Sel B
Fungsi utama sel B adalah sebagai imunitas antobodi
humoral. Masing-masing sel B mampu mengenali antigen
spesifik dan mempunyai kemampuan untuk mensekresi
antibodi

spesifik.

Antibody

bekerja

dengan

cara

membungkus antigen, membuat antigen lebih mudah untuk
difagositosis (proses penelanan dan pencernaan antigen
oleh leukosit dan makrofag. Atau dengan membungkus
antigen dan memicu system komplemen (yang berhubungan
dengan respon inflamasi).


Limfosit T
Limfosit T atau sel T mempunyai 2 fungsi utama yaitu :
a.
b.

Regulasi sitem imun
Membunuh sel yang menghasilkan antigen target

khusus.
Masing-masing sel T mempunyai marker permukaan
seperti CD4+, CD8+, dan CD3+, yang membedakannya
dengan sel lain. Sel CD4+ adalah sel yang membantu
mengaktivasi sel B, killer sel dan makrofag saat terdapat

antigen target khusus. Sel CD8+ membunuh sel yang
terinfeksi oleh virus atau bakteri seperti sel kanker.


Fagosit



Komplemen

2) Penjelasan dan komponen utama dari siklus hidup virus HIV
Secara structural morfologinya, bentuk HIV terdiri atas
sebuah silinder yang dikelilingi pembungkus lemak yang
melingkar-melebar. Pada pusat lingkaran terdapat untaian
RNA. HIV mempunyai 3 gen yang merupakan komponen
funsional dan structural. Tiga gen tersebut yaitu gag, pol,
dan

env.

Gag

berarti

group

antigen,

pol

mewakili

polymerase, dan env adalah kepanjangan dari envelope
(Hoffmann, Rockhstroh, Kamps,2006). Gen gag mengode
protein inti. Gen pol mengode enzim reverse transcriptase,
protease, integrase. Gen env mengode komponen structural
HIV yang dikenal dengan glikoprotein. Gen lain yang ada
dan juga penting dalam replikasi virus, yaitu : rev, nef, vif,
vpu, dan vpr.
Siklus Hidup HIV
Sel pejamu yang terinfeksi oleh HIV memiliki waktu hidup
sangat pendek; hal ini berarti HIV secara terus-menerus
menggunakan sel pejamu beru untuk mereplikasi diri.
Sebanyak

10

milyar

virus

dihasilkan

setiap

harinya.

Serangan pertama HIV akan tertangkap oleh sel dendrite
pada membrane mukosa dan kulit pada 24 jam pertama
setelah paparan. Sel yang terinfeksi tersebut akan membuat
jalur ke nodus limfa dan kadang-kadang ke pembuluh darah
perifer selama 5 hari setelah papran, dimana replikasi virus
menjadi semakin cepat.
Siklus hidup HIV dapat dibagi menjadi 5 fase, yaitu :






Masuk dan mengikat
Reverse transkripstase
Replikasi
Budding
Maturasi

3) Tipe dan sub-tipe dari virus HIV.
Ada 2 tipe HIV yang menyebabkan AIDS: HIV-1 yang
HIV-2.

HIV-1 bermutasi lebih cepat karena reflikasi lebih

cepat. Berbagai macam subtype dari HIV-1 telah d temukan
dalam daerah geografis yang spesifik dan kelompok spesifik
resiko tinggi. Individu dapat terinfeksi oleh subtipe yang
berbeda. Berikut adalah subtipe HIV-1 dan distribusi
geografisnya:
Sub tipe A: Afrika tengah
Sub tipe B: Amerika selatan,brasil,rusia,Thailand
Sub tipe C: Brasil,india,afrika selatan
Sub tipe D: Afrika tengah
Sub tipe E:Thailand,afrika tengah

Sub tipe F: Brasil,Rumania,Zaire
Sub tipe G: Zaire,gabon,Thailand
Sub tipe H: Zaire,gabon
Sub tipe O: Kamerun,gabon
Sub tipe C sekarang ini terhitung lebih dari separuh dari
semua infeksi HIV baru d seluruh dunia.
4) Efek dari virus HIV terhadap system imun
a. Infeksi Primer atau Sindrom Retroviral Akut (Kategori
Klinis A)
Infeksi primer berkaitan dengan periode waktu di
mana HIV pertama kali masuk ke dalam tubuh. Pada
waktu terjadi infeksi primer, darah pasien menunjukkan
jumlah virus yang sangat tinggi, ini berarti banyak virus
lain di dalam darah.
Sejumlah virus dalam darah atau plasma per
millimeter mencapai 1 juta. Orang dewasa yang baru
terinfeksi sering menunjukkan sindrom retroviral akut.
Tanda dan gejala dari sindrom retrovirol akut ini meliputi :
panas, nyeri otot, sakit kepala, mual, muntah, diare,
berkeringat di malam hari, kehilangan berat badan, dan
timbul ruam. Tanda dan gejala tersebut biasanya muncul
dan terjadi 2-4 minggu setelah infeksi, kemudian hilang

atau menurun setelah beberapa hari dan sering salah
terdeteksi sebagai influenza atau infeksi mononucleosis.
Selama imfeksi primer jumlah limfosit CD4 + dalam
darah menurun dengan cepat. Target virus ini adalah
limfosit CD4+ yang ada di nodus limfa dan thymus.
Keadaan tersebut membuat individu yang terinfeksi HIV
rentan

terkena

infeksi

oportunistik

dan

membatasi

kemampuan thymus untuk memproduksi limfosit T. Tes
antibody HIV dengan menggunakan enzyme linked
imunoabsorbent assay (EIA) akan menunjukkan hasil
positif.
5) Cara penularan HIV/AIDS
Virus HIV menular melalui enam cara penularan, yaitu :
1. Hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS
Hubungan seksual secara vaginal, anal, dan oral
dengan

penderita

menularkan

HIV.

HIV

tanpa

Selama

perlindungan
hubungan

bisa

seksual

berlangsung, air mani, cairan vagina, dan darah dapat
mengenai selaput lender vagina, penis, dubur, atau
mulut sehingga HIV yang terdapat dalam cairan tersebut
masuk ke aliran darah (PELKESI, 1995). Selama
berhubungan juga bisa terjadi lesi mikro pada dinding
vagina, dubur, dan mulut yang bisa menjadi jalan HIV

untuk masuk ke aliran darah pasangan seksual (Syaiful,
2000).
2. Ibu pada bayinya
Penularan HIV dari ibu pada saat kehamilan (in
utero). Berdasarkan laporan CDC Amerika, prevalensi
HIV dari ibu ke bayi adalah 0,01% sampai 0,7%. Bila ibu
baru terinfeksi HIV dan belum ada gejala AIDS,
kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20% sampai 35%,
sedangkan kalau gejala AIDS sudah jelas pada ibu
kemungkinannya mencapai 50% (PELKESI, 1995).
Penularan juga terjadi selama proses persalinan melalui
transfuse fetomaternal atau kontak antara kulit atau
membrane mukosa bayi dengan darah atau sekresi
maternal saat melahirkan (Lily V, 2004).
3. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS
Sangat cepat menularkan HIV karena virus langsung
masuk ke pembuluh darah dan menyebar ke seluruh
tubuh.

4. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril
Alat pemeriksaan kandungan seperti speculum,
tenakulum, dan alat-alat lain yang darah, cairan vagina

atau air mani yang terinfeksi HIV, dan langsung di
gunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi bisa
menularkan HIV.(PELKESI,1995).
5. Alat-alat untuk menoleh kulit
Alat tajam dan runcing seperti jarum, pisau, silet,
menyunat seseorang, membuat tato, memotong rambut,
dan sebagainya bisa menularkan HIV sebab alat
tersebut mungkin di pakai tampa disterilkan terlebih
dahulu.
6. Menggunakan jarum suntik secara bergantian
Jarum suntik yang di gunakan di fasilitas kesehatan,
maupun yang di gunakan oleh parah pengguna narkoba
(injecting drug user-IDU) sangat berpotensi menularkan
HIV. Selain jarum suntik, pada para pemakai IDU secara
bersama-sama juga mengguna tempat penyampur,
pengaduk,

dan

gelas

pengoplos

obat,

sehingga

berpotensi tinggi untuk menularkan
HIV tidak menular melalui peralatan makan, pakaian,
handuk, sapu tangan, toilet yang di pakai secara
bersama-sama, berpelukan di pipi ,berjabat tangan
,hidup serumah dengan penderita HIV/AIDS, gigitan
nyamuk, dan hubungan sosial yang lain.
4. Manifestasi Klinis

Gejala dini yang sering dijumpai berupa eksantem, malaise,
demam yang menyerupai flu biasa sebelum tes serologi positif.
Gejala dini lainnya berupa penurunan berat badan lebih dari
10% dari berat badan semula, berkeringat malam, diare kronik,
kelelahan, limfadenopati. Beberapa ahli klinik telah membagi
beberapa fase infeksi HIV yaitu :
a. Infeksi HIV Stadium Pertama
Pada fase pertama terjadi pembentukan antibodi dan
memungkinkan

juga

terjadi

gejala-gejala

yang

mirip

influenza atau terjadi pembengkakan kelenjar getah bening.
b. Persisten Generalized Limfadenopati
Terjadi pembengkakan kelenjar limfe di leher, ketiak,
inguinal, keringat pada waktu malam atau kehilangan berat
badan tanpa penyebab yang jelas dan sariawan oleh jamur
kandida di mulut.
c. AIDS Relative Complex (ARC)
Virus sudah menimbulkan kemunduran pada sistem
kekebalan sehingga mulai terjadi berbagai jenis infeksi
yang seharusnya dapat dicegah oleh kekebalan tubuh.
Disini penderita menunjukkan gejala lemah, lesu, demam,
diare, yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya dan
berlangsung lama, kadang-kadang lebih dari satu tahun,

ditambah dengan gejala yang sudah timbul pada fase
kedua.
d. Full Blown AIDS.
Pada fase ini sistem kekebalan tubuh sudah rusak,
penderita sangat rentan terhadap infeksi sehingga dapat
meninggal sewaktu-waktu. Sering terjadi radang paru
pneumocytik, sarcoma kaposi, herpes yang meluas,
tuberculosis oleh kuman opportunistik, gangguan pada
sistem saraf pusat, sehingga penderita pikun sebelum
saatnya. Jarang penderita bertahan lebih dari 3-4 tahun,
biasanya meninggal sebelum waktunya.
5. Tata Laksana HIV
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan
pencegahan

Human

Immunodeficiency

Virus

(HIV)

untuk

mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV),
bisa dilakukan dengan :
1.

Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin
dengan pasangan yang tidak terinfeksi.

2.

Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah
hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi.

3.

Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang
yang tidak jelas status Human Immunodeficiency Virus (HIV)
nya.

4.

Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.

5.

Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV),

maka pengendaliannya yaitu :
1.

Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan

menghilangkan,

mengendalikan,

dan

pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis.
Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah
kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus
dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
2.

Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral
AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat
replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV)
dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT
tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya 3 .
Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel
T4 > 500 mm3

3.

Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas
system

imun

dengan

menghambat

replikasi

virus

/

memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obatobat ini adalah :
a)

Didanosine

b)

Ribavirin

c) Diedoxycytidine
d) Recombinant CD 4 dapat larut
4. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen
tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus
perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang
proses keperawatan dan

penelitian

untuk menunjang

pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
1.

Pendidikan untuk menghindari alkohol dan obat
terlarang, makan-makanan sehat, hindari stress, gizi
yang kurang, alkohol dan obat-obatan yang mengganggu
fungsi imun.

2.

Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat
mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi Human
Immunodeficiency Virus (HIV).

C. Penyakit Rabies
1. Pengertian Penyakit Rabies

Penyakit Rabies atau penyakit anjing gila adalah penyakit
hewan yang menular yang disebakan oleh virus dan dapat
menyerang hewan berdarah panas dan manusia. Pada hewan yang
menderita Rabies, virus ditemukan dengan jumlah banyak pada air
liurnya. Virus ini akan ditularkan ke hewan lain atau ke manusia
terutama melalui luka gigitan . Oleh karena itu bangsa Karnivora
(anjing,kucing, serigala) adalah hewan yang paling utama sebagai
penyebar Rabies. Penyakit Rabies merupakan penyakit Zoonosa
yang sangat berbahaya dan ditakuti karena bila telah menyerang
manusia atau hewan akan selalu berakhir dengan kematian.
Rabies adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat
yang disebabkan oleh virus rabies. Penyakit ini bersifat zoonotik,
yaitu dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Virus rabies
ditularkan ke manusia melalu gigitan hewan misalnya oleh anjing,
kucing, kera, rakun, dan kelelawar. Rabies disebut juga penyakit
anjing gila.
2. Etimologi Penyakit Rabies
Kata rabies berasal dari bahasa Sansekerta kuno rabhas yang
artinya melakukan kekerasan/kejahatan. Dalam bahasa Yunani,
rabies disebut Lyssa atau Lytaa yang artinya kegilaan. Dalam
bahasa Jerman, rabies disebut tollwut yang berasal dari bahasa
Indojerman Dhvar yang artinya merusak dan wut yang artinya

marah. Dalam bahasa Prancis, rabies disebut rage berasal dari
kata benda robere yang artinya menjadi gila.
Rabies berasal dari kata latin “rabere” yang berarti “gila”, di
Indonesia dikenal sebagai penyakit anjing gila. Rabies merupakan
suatu penyakit hewan menular akut yang bersifat zoonosis (dapat
menular ke manusia). Secara resmi, kasus rabies di Indonesia
pertama kali dilaporkan oleh Esser tahun 1884 pada seekor kerbau.
Tahun 1889 oleh Penning dilaporkan terjadi pada seekor anjing,
dan kejadian pada manusia dilaporkan oleh Eilerts de Haan pada
tahun 1894. Semua kejadian kasus ini terjadi di Jawa Barat.
3. Penyebab Virus Rabies
Rabies disebabkan oleh virus rabies yang masuk ke keluarga
Rhabdoviridae dan genus Lysavirus. Karakteristik utama virus
keluarga Rhabdoviridae adalah hanya memiliki satu utas negatif
RNA yang tidak bersegmen. Virus ini hidup pada beberapa jenis
hewan yang berperan sebagai perantara penularan. Spesies hewan
perantara bervariasi pada berbagai letak geografis. Hewan-hewan
yang diketahui dapat menjadi perantara rabies antara lain rakun
(Procyon lotor) dan sigung (Memphitis memphitis) di Amerika Utara,
rubah merah (Vulpes vulpes) di Eropa, dan anjing di Afrika, Asia,
dan Amerika Latin. Afrika, Asia, dan Amerika Latin memiliki tingkat
rabies yang masih tinggi Hewan perantara menginfeksi inang yang
bisa berupa hewan lain atau manusia melalui gigitan.Infeksi juga

dapat terjadi melalui jilatan hewan perantara pada kulit yang
terluka. Setelah infeksi, virus akan masuk melalui saraf-saraf
menuju ke sumsum tulang belakang dan otak dan bereplikasi di
sana. Selanjutnya virus akan berpindah lagi melalui saraf ke
jaringan non saraf, misalnya kelenjar liur dan masuk ke dalam air
liur.Hewan yang terinfeksi bisa mengalami rabies buas/ ganas
ataupun rabies jinak/ tenang.Pada rabies buas/ ganas, hewan yang
terinfeksi tampak galak, agresif, menggigit dan menelan segala
macam barang, air liur terus menetes, meraung-raung gelisah
kemudian menjadi lumpuh dan mati. Pada rabies jinak/tenang,
hewan

yang

terinfeksi

mengalami

kelumpuhan

lokal

atau

kelumpuhan total, suka bersembunyi di tempat gelap, mengalami
kejang dan sulit bernapas, serta menunjukkan kegalakan.
Meskipun sangat jarang terjadi, rabies bisa ditularkan melalui
penghirupan udara yang tercemar virus rabies. Dua pekerja
laboratorium telah mengkonfirmasi hal ini setelah mereka terekspos
udara yang mengandung virus rabies. Pada tahun 1950, dilaporkan
dua kasus rabies terjadi pada penjelajah gua di Frio Cave, Texas
yang menghirup udara di mana ada jutaan kelelawar hidup di
tempat tersebut. Mereka diduga tertular lewat udara karena tidak
ditemukan
kelelawar.

sama

sekali

adanya

tanda-tanda

bekas

gigitan

Virus rabies terdapat dalam air liur hewan yang terinfeksi.
Hewan ini memularkan infeksi kepada hewan lainnya atu manusia
melalui gigitan dan kadang melalui jilatan. Virus akan berpindah
dari tempatnya masuk melalui saraf-saraf menuju ke medulla
spinalis dan otak, dimana mereka berkembangbiak. Selanjutnya
virus akan berpindah lagi melalui saraf menuju ke kelenjar liur dan
masuk ke dalam air liur Banyak hewan yang bisa menularkan
rabies kepada manusia. Yang paling sering menjadi sumber dari
rabies adalah anjing; hewan lainnya yang juga bisa menjadi sumber
penularan rabies adalah kucing, kelelawar, rakun, sigung, rubah.
Rabies pada anjing masih sering ditemukan di Amerika Latin, Afrika
dan Asia, karena tidak semua hewan peliharaan mendapatkan
vaksinasi untuk penyakit ini. Hewan yang terinfeksi bisa mengalami
rabies buas atau rabies jinak. Pada rabies buas, hewan yang
terkena tampak gelisah dan ganas, kemudian menjadi lumpuh dan
mati. Pada rabies jinak, sejak awal telah terjadi kelumpuhan lokal
atau kelumpuhan total.
4. Tahapan Rabies Pada Hewan
Perjalanan penyakit Rabies pada anjing dan kucing dibagi
dalam 3 fase (tahap):
a. Fase Prodormal : Hewan mencari tempat dingin dan
menyendiri , tetapi dapat menjadi lebih agresif dan nerveus,
pupil mata meluas dan sikap tubuh kaku (tegang). Fase ini

berlangsung selama 1-3 hari . Setelah fase Prodormal
dilanjutkan fase Eksitasi atau bias langsung ke fase Paralisa.
b. Fase Eksitasi : Hewan menjadi ganas dan menyerang siapa
saja yang ada di sekitarnya dan memakan barang yang anehaneh. Selanjutnya mata menjadi keruh dan selalu terbuka dan
tubuh gemetaran , selanjutnya masuk ke fase Paralisa.
c. Fase Paralisa : Hewan mengalami kelumpuhan pada semua
bagian tubuh dan berakhir dengan kematian.
5. Tanda - Tanda Rabies Pada Hewan Dan Manusia
a. Pada Hewan
Pada anjing dan kucing, penyakit Rabies dibedakan menjadi
2 bentuk , yaitu bentuk diam (Dumb Rabies) dan bentuk ganas
(Furious Rabies).
 Tanda tanda Rabies bentuk diam :
1. Terjadi kelumpuhan pada seluruh bagian tubuh
2. Hewan tidak dapat mengunyah dan menelan makanan,
rahang bawah tidak dapat dikatupkan dan air liur menetes
berlebihan.
3. Tidak ada keinginan menyerang atau mengigit. Hewan akan
mati dalam beberapa jam.
 Tanda tanda Rabies bentuk ganas:
1. Hewan menjadi agresif dan tidak lagi mengenal pemiliknya.
2. Menyerang orang, hewan, dan benda-benda yang bergerak.

3. Bila berdiri sikapnya kaku, ekor dilipat diantara kedua paha
belakangnya .
4. Anak anjing menjadi lebih lincah dan suka bermain , tetapi
akan menggigit bila dipegang dan akan menjadi ganas
dalam beberapa jam.
b. Pada Manusia
Tanda- tanda penyakit rabies pada manusia:
1. Rasa takut yang sangat pada air, dan peka terhadap
cahaya, udara, dan suara.
2. Airmata dan air liur keluar berlebihan
3. Pupil mata membesar.
4. Bicara tidak karuan, selalu ingin bergerak dan nampak
kesakitan
5. Selanjutnya ditandai dengan kejang-kejang lalu lumpuh dan
akhirnya meninggal dunia.
6. Manifestasi Klinis
Gejala rabies biasanya mulai timbul dalam waktu 30-50 hari
setelah terinfeksi. Masa inkubasi virus hingga munculnya penyakit
adalah 10-14 hari pada anjing tetapi bisa mencapai 9 bulan pada
manusia. Bila disebabkan oleh gigitan anjing, luka yang memiliki
risiko tinggi meliputi infeksi pada mukosa, luka di atas daerah bahu
(kepala, muka, leher), luka pada jari tangan atau kaki, luka pada
kelamin, luka yang lebar atau dalam, dan luka yang banyak.

Sedangkan luka dengan risiko rendah meliputi jilatan pada kulit
yang luka, garukan atau lecet, serta luka kecil di sekitar tangan,
badan, dan kaki.
Gejala sakit yang akan dialami seseorang yang terinfeksi rabies
meliputi 4 stadium :
a. Stadium prodromal
Dalam stadium prodomal sakit yang timbul pada penderita
tidak khas, menyerupai infeksi virus pada umumnya yang
meliputi demam, sulit makan yang menuju taraf anoreksia,
pusing dan pening (nausea), dan lain sebagainya.
b. Stadium sensoris
Dalam stadium sensori penderita umumnya akan mengalami
rasa nyeri pada daerah luka gigitan, panas, gugup, kebingungan,
keluar banyak air liur (hipersalivasi), dilatasi pupil, hiperhidrosis,
hiperlakrimasi
c. Stadium eksitasi
Pada stadium eksitasi penderita menjadi gelisah, mudah
kaget, kejang-kejang setiap ada rangsangan dari luar sehingga
terjadi ketakutan pada udara (aerofobia), ketakutan pada cahaya
(fotofobia), dan ketakutan air (hidrofobia). Kejang-kejang terjadi
akibat adanya gangguan daerah otak yang mengatur proses
menelan dan pernapasan. Hidrofobia yang terjadi pada penderita

rabies terutama karena adanya rasa sakit yang luar biasa di kala
berusaha menelan air
d. Stadium paralitik
Pada stadium paralitik setelah melalui ketiga stadium
sebelumnya,

penderita

memasuki

stadium

paralitik

ini

menunjukkan tanda kelumpuhan dari bagian atas tubuh ke
bawah yang progresif.
Karena durasi penyebaran penyakit yang cukup cepat maka
umumnya keempat stadium di atas tidak dapat dibedakan
dengan jelas.Gejala-gejala yang tampak jelas pada penderita di
antaranya adanya nyeri pada luka bekas gigitan dan ketakutan
pada air, udara, dan cahaya, serta suara yang keras. Sedangkan
pada hewan yang terinfeksi, gelaja yang tampak adalah dari
jinak menjadi ganas, hewan-hewan peliharaan menjadi liar dan
lupa jalan pulang, serta ekor dilengkungkan di bawah perut.
7. Diagnosis
Jika seseorang digigit hewan, maka hewan yang menggigit
harus diawasi.Satu-satunya uji yang menghasilkan keakuratan
100% terhadap adanya virus rabies adalah dengan uji antibodi
fluoresensi langsung (direct fluorescent antibody test/ dFAT) pada
jaringan otak hewan yang terinfeksi. Uji ini telah digunakan lebih
dari

40

tahun

dan

dijadikan

standar

dalam

diagnosis

rabies.Prinsipnya adalah ikatan antara antigen rabies dan antibodi

spesifik yang telah dilabel dengan senyawa fluoresens yang akan
berpendar sehingga memudahkan deteksi. Namun, kelemahannya
adalah subjek uji harus disuntik mati terlebih dahulu (eutanasia)
sehingga tidak dapat digunakan terhadap manusia. Akan tetapi, uji
serupa tetap dapat dilakukan menggunakan serum, cairan sumsum
tulang belakang, atau air liur penderita walaupun tidak memberikan
keakuratan 100%.Selain itu, diagnosis dapat juga dilakukan dengan
biopsi kulit leher atau sel epitel kornea mata walaupun hasilnya
tidak terlalu tepat sehingga nantinya akan dilakukan kembali
diagnosis post mortem setelah hewan atau manusia yang terinfeksi
meninggal.
8. Penangan Penyakit Rabies
a) Penanganan terhadap orang yang digigit (korban)
Segera cuci luka gigitan dengan air bersih dan sabun atau
detergen selama 10 sampai 15 menit (gigitan yang dalam
disemprot dengan air sabun ) kemudian bilas dengan air yang
mengalir , lalu keringkan dengan kain bersih. Luka kemudian
diberi obat luka yang tersedia (misalnya betadin) lalu dibalut
dengan pembalut atau kain yang bersih. Korban secepatnya
dibawa ke Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat untuk
mendapat perawatan lebih lanjut.

b) Penanganan terhadap hewan yang menggigit
Anjing, kucing dan k era yang menggigit manusia atau hewan
lainnya harus dicurigai menderita rabies. Terhadap hewan
tersebut harus diambil tindakan sebagai berikut :Bila hewan
tersebut adalah hewan peliharaan atau ada pemiliknya , maka
hewan tersebut harus ditangkap dan diserahkan ke Dinas
Peternakan setempat untuk diobservasi selama 14 hari. Bila
hasil observasi negatif rabies maka hewan tersebut harus
mendapat vaksinasi rabies sebelum diserahkan kembali kepada
pemiliknya. Bila hewan yang menggigit adalah hewan liar (tidak
ada pemiliknya) maka hewan tersebut harus diusahakan
ditangkap hidup dan diserahkan kepada Dinas Peternakan
setempat untuk diobservasi dan setelah masa observasi selesai
hewan tersebut dapat dimusnahkan atau dipelihara oleh orang
yang berkenan , setelah terlebih dahulu diberi vaksinasi rabies.
Bila hewan yang menggigit sulit ditangkap dan terpaksa harus
dibunuh, maka kepala hewan tersebut harus diambil dan segera
diserahkan ke Dinas Peternakan setempat untuk dilakukan
pemeriksaan laboratorium. Jika seseorang digigit hewan, maka
hewan yang menggigit harus diawasi.
9. Pengobatan Penyakit Rabies
Bila terinfeksi rabies, segera cari pertolongan medis.Rabies
dapat diobati, namun harus dilakukan sedini mungkin sebelum

menginfeksi otak dan menimbulkan gejala.Bila gejala mulai terlihat,
tidak ada pengobatan untuk menyembuhkan penyakit ini.Kematian
biasanya terjadi beberapa hari setelah terjadinya gejala pertama.
Jika terjadi kasus gigitan oleh hewan yang diduga terinfeksi rabies
atau berpotensi rabies (anjing, sigung, rakun, rubah, kelelawar)
segera cuci luka dengan sabun atau pelarut lemak lain di bawah air
mengalir selama 10-15 menit lalu beri antiseptik alkohol 70% atau
betadin. Orang-orang yang belum diimunisasi selama 10 tahun
terakhir akan diberikan suntikan tetanus. Orang-orang yang belum
pernah mendapat vaksin rabies akan diberikan suntikan globulin
imun rabies yang dikombinasikan dengan vaksin.Separuh dari
dosisnya disuntikkan di tempat gigitan dan separuhnya disuntikan
ke otot, biasanya di daerah pinggang.Dalam periode 28 hari
diberikan 5 kali suntikan.Suntikan pertama untuk menentukan risiko
adanya virus rabies akibat bekas gigitan. Sisa suntikan diberikan
pada hari ke 3, 7, 14, dan 28.Kadang-kadang terjadi rasa sakit,
kemerahan, bengkak, atau gatal pada tempat penyuntikan vaksin.
10. Pencegahan Penyakit Rabies
Pencegahan rabies dapat dilakukan dengan memvaksinasi
hewan peliharaan rutin, hindari memelihara hewan liar di rumah,
jika anda bepergian ke daerah yang terjangkit rabies, segeralah ke
pusat pelayanan kesehatan terdekat untuk mendapatkan vaksinasi
rabies.

Vaksinasi idealnya dapat memberikan perlindungan seumur
hidup. Tetapi seiring berjalannya waktu kadar antibodi akan
menurun, sehingga orang yang berisiko tinggi terhadap rabies
harus mendapatkan dosis booster vaksinasi setiap 3 tahun.
Pentingnya vaksinasi rabies terhadap hewan peliharaan seperti
anjing juga merupakan salah satu cara pencegahan yang harus
diperhatikan.
Pencegahan rabies pada manusia harus dilakukan sesegera
mungkin setelah terjadi gigitan oleh hewan yang berpotensi rabies,
karena bila tidak dapat mematikan (letal) Langkah-langkah untuk
mencegah rabies bisa diambil sebelum terjangkit virus atau segera
setelah terkena gigitan Sebagai contoh, vaksinasi bisa diberikan
kapada orang-orang yang berisiko tinggi terhadap terjangkitnya
virus, yaitu: Dokter hewan ,Petugas laboratorium yang menangani
hewan-hewan yang terinfeksi

Orang-orang yang menetap atau

tinggal lebih dari 30 hari di daerah yang rabies pada anjing banyak
ditemukan para penjelajah gua kelelawar.
Menempatkan hewan peliharaan dalam kandang yang baik dan
sesuai dan senantiasa memperhatikan kebersihan kandang dan
sekitarnya,

Menjaga

kesehatan

hewan

peliharaan

dengan

memberikan makanan yang baik , pemeliharaan yang baik dan
melaksanakan Vaksinasi Rabies secara teratur setiap tahun ke
Dinas Peternakan atau Dokter Hewan Praktek.

D. Penyakit Sapi Gila/Mad Cow
1. Pengertian Penyakit Sapi Gila
Penyakit sapi gila (Bovine Spongiform encephalopathy/BSE)
adalah penyakit yang disebabkan oleh bahan infeksius yang baru
dikenal dan disebut prion. BSE menyerang sapi dan tanda-tanda
BSE itulah yang baru-baru ini ditemukan pada seekor sapi di
Washington, Amerika Serikat sehingga menyebabkan kepanikan di
seluruh dunia.Mengapa kepanikan itu muncul ? Karena Amerika
Serikat adalah produsen besar daging sapi dan turunannya dan
diduga prion yang menyebabkan BSE , dapat menular kepada
manusia

dan

menyebabkan

penyakit

yang

dalam

istilah

kedokteran disebut Subacute Spongiform Encephalopathy (SSE).
Penyakit sapi gila / mad cow atau dalam dunia kedokteran
hewan dikenal sebagai bovine spongiform encephalopathy (BSE)
adalah penyakit yang menyerang otak dan bersifat fatal (fatal
neurological disease). Kalau selama ini secara umum dikenal
agen-agen

penyakit

yang

infeksius

diklasifikasikan

dalam

kelompok virus, bakteri, parasit, dan cendawan, maka agen
penyebab BSE adalah suatu jenis agen penyakit lain yang selama
ini belum dikenal yang disebut Prion (Proteinaceous infectious).
BSE telah diketahui pertama kali tahun 1986 di Inggris. BSE
merupakan penyakit hewan yang dapat ditularkan kepada manusia
(zoonosis) melalui konsumsi produk asal hewan yang mengidap

BSE. BSE merupakan salah satu penyakit yang disebabkan prion
dan tergolong dalam kelompok penyakit transmissible spongiform
encephalopathy (TSE). Pada manusia dikenal beberapa penyakit
yang disebabkan oleh prion, yaitu penyakit kuru, CJD (Creutzfeld
Jakob Disesase), vCJD (Variant Creutzfeld Jakob Disesase),
Gerstmann-Staussler-Sheinker Disease (GSS), dan FFI (Fatal
Familial Insomnia). Beberapa teori tentang asal timbulnya BSE
dikemukakan oleh para ahli. Di antaranya teori tentang adanya
perubahan pola pakan sapi dengan menggunakan tepung daging
dan tulang (meat and bone meal / MBM) yang terkontaminasi oleh
agen penyebab scrapie

(protein penyebab penyakit sapi gila)

pada domba dan kambing). Penyakit sapi gila ini selalu
dimasukkan ke dalam penyakit Creutzfeld-Jakob (CJ), karena
penyakit ini mirip dengan gejala penyakit yang ditimbulkan sapi
gila. Hanya saja penyakit CJ terutama menyerang pada lansia
sedangkan penyakit sapi gila terjadi pada umur relatif muda.
Berdasarkan hal tersebut maka penyakit sapi gila disebut sebagai
varian baru penyakit CJ (new variant CJ). Akibat penyakit sapi gila,
pada otak terjadi perlubangan pada jaringan otak atau disebut
spongious (berlubang seperti busa).

2. Penyebab Penyakit Sapi Gila
Dunia kesehatan selalu dihadapkan pada fenomena baru
setiap

kali

ilmu

pengetahuan

dan

teknologi

berhasil

mengungkapkan sesuatu yang baru. Biokimia tidak dikenal mutasi
DNA.Prion protein (PrP) atau biasa disebut prion adalah sejenis
protein yang diperoleh dari jaringan otak binatang yang terkena
penyakit radang otak yang tidak diketahui sebabnya yang disebut
bovine spongiform encephalopathy. Prion bukan benda hidup
yang lengkap layaknya bakteri, virus ataupun protozoa. Prion
dapat dibedakan dari virus atau viroid karena tidak memiliki asam
nukleat dan oleh karenanya dia tahan terhadap semua prosedur
yang bertujuan mengubah atau menghidrolisa asam nukleat
termasuk ensim protease ,sinar ultraviolet, radiasi dan berbagai
zat kimia seperti deterjen, zat yang menimbulkan denaturasi
protein seperti obat disinfektan atau pemanasan/perebusan.
Namun

yang

mengherankan

prion

memiliki

kemampuan

memperbanyak diri melalui mekanisme yang hingga saat ini belum
diketahui. Prion sampai sekarang dianggap sebagai benda yang
bertanggung jawab terhadap kejadian ensefalopati pada penyakit
sapi gila (BSE), Creutzfeldt-Jakob Disease (CJD) , GerstmannStraussler

Syndrome

dan

penyakit

Kuru

sejenis

penyakit

kelumpuhan yang timbul pada keluarga tertentu . Semuanya
memiliki gejala yang sama yaitu jaringan otaknya mengalami

degenerasi menjadi benda yang berlubang - lubang kecil seperti
layaknya karet busa atau spons dan oleh karena itu disebut
sebagai spongiform encephalopathy, keadaan itu sejalan dengan
gangguan pergerakan anggota tubuh/kelumpuhan yang terjadi
yang semakin lama semakin berat

dan akhirnya menimbulkan

kematian.
Sebenarnya, struktur gene Prion telah ditemukan, dan
diketahui pula bahwa pada binatang yang terinfeksi maupun pada
percobaan inokulasi prion maka akan terjadi penumpukan prion
pada jaringan otak . Prion diduga menyebar melalui dan di dalam
jaringan saraf . Kesenjangan pengetahuan tentang biologi
molekuler prion dan patogenesis penyakit yang disebabkannya,
sampai sekarang masih besar dan secara intensif sedang
dilakukan

penelitian

Creutzfeldt-Jakob

untuk

memperkecil

kesejangan

itu.

Disease dan varian CJD, gejala CJD diawali

perlahan-lahan dengan munculnya kebingungan, kemudian timbul
kepikunan yang progresif , lalu timbul kesulitan berjalan.serta
gemetaran. Selanjutnya penyakit menyerang dengan cepat dan
kematian biasanya terjadi dalam 3 - 12 bulan, dengan rata-rata 7
bulan.Penyakit CJD telah dilaporkan oleh berbagai negara di
dunia, antara lain Amerika Serikat, Chili, Slovakia dan Israel.
Tetapi pada pertengahan tahun 1999 telah dilaporkan lebih dari 40
kasus mirip CJD yang dikenal sebagai variant Creutzfeldt-Jakob

Disease (vCJD) dan hampir semua kasus berasal dari Inggris ,
negara dimana dalam 10 tahun sebelumnya terjadi wabah BSE
yang menimpa ribuan sapi. Keprihatinan yang timbul disebabkan
kemungkinan penularan CJD karena mengkonsumsi daging sapi
yang terkena infeksi prion menyebabkan dilakukannya penelitian
epidemiologi secara besar-besaran . Hasil penelitian sampai saat
ini menyatakan bahwa varian baru CJD mungkin memang