LAPORAN AKHIR PROGRAM PENGABDIAN PADA MASYARAKAT DANA DIPA UNDIKSHA

  LAPORAN AKHIR PROGRAM PENGABDIAN PADA MASYARAKAT DANA DIPA UNDIKSHA Pelatihan Penelitian Tindakan Sekolah melalui Implementasi ‘Reflective Model’ Pada Pengawas dan Kepala Sekolah SD di Kecamatan Buleleng Oleh Prof. Dr. Putu Kerti Nitiasih, M.A. NIDN 0026066203 Putu Eka Dambayana S, S.Pd., M.Pd. NIDN 0014117808 Putu Wage Miartawan, SPd, MPd. NIDN 0005108201 Dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggara ( DIPA) Universitas Pendidikan Ganesha. SPK No 126/ UN 48.15/LPM/2013 Tanggal 6 Mei 2013 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2013

  

HALAMAN PENGESAHAN

  1.Judul : Pelatihan Penelitian Tindakan Sekolah Melalui Implementasi ‘Reflective Model’ Pada Pengawas dan Kepala Sekolah SD di Kecamatan Buleleng

  2. Ketua Pelaksana a. Nama lengkap : Prof. Dr. Putu Kerti Nitiasih, M.A..

  b. Jenis Kelamin : Perempuan

  c. NIP : 19620626 198603 2 002

  d. Disiplin ilmu : Pendidikan Bahasa

  e. Pangkat/Golongan : Guru Besar Madya / IV d

  f. Jabatan : Dekan Fakultas Bahasa dan Seni UNDIKSHA

  g. Fakultas/Jurusan : Bahasa dan Seni/Pendidikan Bahasa Inggris

  h. Alamat Kantor : Jl. Achmad yani 67 Singaraja, Bali i. Telp/Faks/E-mail : (0362)21541, (0362) 27561, www/undiksha.ac.id j. Alamat Rumah : Jl. Jalak No.4 Singaraja, Bali 81116

  

  k. Telp/Fax/E-mail : (03

  3. Jumlah Anggota Pelaksana : 2 (dua) orang

  4. Lokasi Kegiatan

  a. Nama Desa : Kaliuntu

  b. Kecamatan : Buleleng

  c. Kabupaten/Kota/Propinsi : Buleleng/Singaraja/Bali

  5. Jumlah Biaya Kegiatan : Rp 7.500.000,00

  6. Lama Kegiatan : 6 (enam) bulan Singaraja, 6 November 2013

  Mengetahui Ketua Tim Pengusul Dekan, Prof. Dr. Putu Kerti Nitiasih,M.A. Prof. Dr. Putu Kerti Nitiasih, M.A.

  NIDN. 0026066203 NIDN. 0026066203

  Mengetahui Ketua LPM UNDIKSHA Prof.Dr. Ketut Suma, M.S.

  NIDN.0001015913

KATA PENGANTAR

  Om Suastiastu, Puji syukur penulis haturkan atas cinta kasih yang diberikan oleh Hyang Widhi /Tuhan Yang Maha Sempurna sehingga Pelatihan Penelitian Tindakan Sekolah melalui Implementasi ‘Reflective Model’ Pada Pengawas dan Kepala Sekolah SD di Kecamatan Buleleng yang merupakan program Pengabdian kepada masyarakat ini dapat diselesaikan baik kegiatannya maupun laporan dan kelengkapannya Sebagai agent of change bagi kemajuan sekolahnya, seorang kepala sekolah dan pengawas harus memiliki kemampuan metodologi untuk melakukan penelitian, sekaligus mengupayakan tindakan untuk memperbaiki permasalahan yang ada di sekolah dibawah binaannya.

  Untuk dapat memberikan informasi yang benar sehingga dapat memotivasi guru untuk mampu melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas sebagai kegiatan pengembangan profesi guru, seorang kepala sekolah dan pengawas harus diberikan pelatihan tentang Penelitian Tindakan Sekolah dimana mereka berlatih untuk : (1) menentukan permasalahan- permasalahan sekolah, (2) menemukan cara memperbaiki (treatment) terhadap masalah-masalah yang dihadapi sekolah,(3) menyusun usulan Penelitian Tindakan Sekolah. Untuk itulah Pelatihan ini diberikan sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Usaha yang besar dan serius tentu tidak akan berbuah sia sia. Semoga pelatihan yang diberikan berguna untuk meningkakan profesionalisme guru, kepala sekolah dan pengawas di kecamatan Buleleng Astungkara. Om Shatih, Shantih, Shantih, Om Singaraja, 5 November 2013 Penulis

  DAFTAR ISI Halaman pengesahan Kata Pengantar

  Bab I. Pendahuluan 1.1.

  ................................. 1 Latar belakang 1.2. ................................. 2 Analisis Situasi 1.3. ................................. 5 Kajian Pustaka 1.3.1. ................................. 5 Penelitian Tindakan Sekolah 1.3.2. Model pelatihan Reflektif (Reflective

  Model) ................................ 7 1.4. Identifikasi dan Perumusan Masalah ................................ 8 1.5.

  ................................ 9 Tujuan Kegiatan 1.6. ................................ 10 Manfaat Kegiatan

  Bab II. Metode Pelaksanaan Kegitan

  

2.1. Kerangka pemecahan Masalah .................................12

  

2.2. Khalayak Sasaran Strategis .................................13

  

2.3. Keterkaitan .................................13

  

2.4. Metode Kegiatan ................................ 14

  

2.5. Rancangan Evaluasi ................................ 16

  Bab III. Hasil Kegiatan dan Pembahasan

  

3.1. Hasil Kegiatan .................................18

  

3.2. Pembahasan .................................23

Bab IV. Simpulan dan Saran

  

4.1. Simpulan .................................. 28

  

4.2. Saran .................................. 29

Lampiran Daftar Pustaka

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007

  tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah menegaskan bahwa seorang pengawas harus memiliki 6 (enam) kompetensi minimal, yaitu kompetensi kepribadian, supervisi manajerial, supervisi akademik, evaluasi pendidikan, penelitian dan pengembangan serta kompetensi sosial. Kondisi di lapangan saat ini menunjukkan masih banyak pengawas sekolah/ madrasah yang belum menguasai keenam dimensi kompetensi tersebut dengan baik. Survei yang dilakukan oleh Direktorat Tenaga Kependidikan pada Tahun 2008 terhadap para pengawas di suatu kabupaten (Direktorat Tenaga Kependidikan, 2008: 6) menunjukkan bahwa para pengawas memiliki kelemahan dalam kompetensi supervisi akademik, evaluasi pendidikan, dan penelitian dan pengembangan. Hasil evaluasi yang dilakukan oleh Direktorat juga menunjukkan bahwa sosialisasi dan pelatihan yang selama ini biasa dilaksanakan belum mampu meningkatkan kemampuan para pengawas dan kepala sekolah dalam penelitian dan pengembangan. Berbagai strategi pelatihan sudah dilaksanakan seperti memanfaatkan forum Kelompok Kerja Pengawas Sekolah (KKPS) dan Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah (MKPS) d i m a n a p a r a pengawas d a n k e p a l a s e k o l a h dapat saling berbagi pengetahuan dan pengalaman guna bersama-sama meningkatkan kompetensi dan kinerja mereka. Namun strategi tersebut ternyata tidak membuat adanya perubahan terutama tidak meningkatkan kemampuan mereka dalam melaksanakan penelitian. Padahal mereka dituntut untuk melaksanakan penelitian untuk profesionalisme mereka. Terutama sekali sebagai seorang Pengawas atau Kepala sekolah adalah merupakan hal yang wajib mengetahui Penelitian terutama Penelitian Tindakan Sekolah karena mereka harus mampu memberikan bimbingan kepada para guru yang merupakan bawahan dan orang yang disupervisi.

  Reflective model adalah model pelatihan Penelitian Tindakan kelas yang merupakan hasil penelitian Strategis Nasional (Nitiasih, 2009). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa model ini sangat membantu Guru-Guru dalam menganalisis permasalahan permasalahan pembelajaran yang dapat diangkat sebagai masalah dalam PTK serta meningkatkan kemampuan Guru-Guru dalam membuat proposal penelitian dan melaksanakan PTK dalam pembelajaran. Mengingat permasalahan utama dari Pengawas dan Kepala Sekolah adalah rendahnya kemampuan mereka dalam menemukan masalah yang dapat dipergunakan sebagai topik penelitian terutama Penelitian Tindakan Sekolah, perlu dilakukan Pelatihan Penelitian Tindakan Sekolah yang mengimplementasikan ‘Model Reflective’ yang sudah terbukti mampu meningkatkan kemampuan Guru dalam PTK.

1.2 Analisis Situasi

  Sebagaimana diketahui, bahwa salah satu peran yang diharapkan dari seorang pengawas dan kepala sekolah adalah sebagai agent of

  change bagi kemajuan sekolah. Untuk melaksanakan peran tersebut

  tentu saja pengawas harus memiliki kemampuan metodologi untuk melakukan penelitian, sekaligus mengupayakan tindakan untuk memperbaiki keadaan. Disamping sebagai agent of change, tuntutan sertifikasi menuntut kepala sekolah melakukan Penelitian Tindakan Sekolah. Hasil wawancara dengan peserta pelatihan Kepala Sekolah Madrasah menyatakan bahwa hampir 95 % Kepala Sekolah tidak bisa membuat Penelitian yang cocok untuk seorang Kepala Sekolah serta menulis karya ilmiah. Hasil wawancara ini juga diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Nitiasih (2009) bahwa 85% guru dan 90% kepala sekolah tidak mampu menemukan masalah yang dapat dijadikan penelitian tindakan kelas untuk guru-guru dan penelitian tindakan sekolah untuk Kepala Sekolah dan Pengawas.

  Kenyataan tersebut disupport oleh hasil dari FGD (Focused group

  

discussion ) yang dilakukan oleh Rinjin dkk (2008) dengan para guru, yang

  mana diperoleh informasi bahwa Guru sesungguhnya sering dikirim oleh pihak sekolah untuk mengikuti pelatihan-pelatihan atau seminar tentang PTK atau topik-topik yang lain demikian juga dengan kepala sekolah sering mengikuti pelatihan PTK, tetapi para guru mengakui bahwa model pelatihan lebih banyak memfokuskan pada kajian teoritis dan kurang penyajian contoh-contoh kongkret sehingga ketika selesai mengikuti pelatihan mereka tidak memahami dengan baik konsep yang telah diajarkan dan ketika kembali ke sekolah mereka kembali tidak mampu melakukan penelitian. Sejalan dengan hal tersebut, hasil dari tracer study (Padmadewi, Artini dan Heri Santosa, 2010) juga menyebutkan bahwa para guru memerlukan pelatihan-pelatihan yang menyangkut hal-hal yang lebih inovatif yang bisa dipakai guru di kelas. Dalam diskusi dengan responden saat itu, juga didapat informasi bahwa model pelatihan yang sering diberikan kepada mereka lebih banyak teoretis dan kurang penyajian contoh kongkret yang aplikatif.

  Berdasarkan hasil penelitain di atas, kepala sekolah dan pengawas sebagai orang yang HARUS tau penelitian terutama PTK dan PTS perlu diberikan pelatihan tentang PTS dengan cara yang lebih praktis sehingga mereka mampu menganalisis dan menemukan masalah-masalah yang cocok dipergunakan sebagai masalah penelitian di Sekolah.

  Dengan melihat hasil penelitian Nitiasih (2010) bahwa model pelatihan ‘Reflective’ mampu meningkatkan kemampuan peserta pelatihan dalam membuat proposal PTK maka merupakan suatu keharusan bila para pengawas dan kepala sekolah SD di kecamatan Banjar diberikan pelatihan Penelitian Tindakan Sekolah dengan cara yang lebih kongkrit yaitu dengan ‘reflective model’ sehingga profesionalisme pengawas dan kepala sekolah tidak TETAP rendah.

1.3. Kajian Pustaka

  Ada beberapa konsep teritis yang dipergunakan sebagai acuan dalam pengabdian masyarakat ini. Konsep teoretis tersebut adalah sebagai berikut :

1.3.1. Penelitian Tindakan Sekolah

  Penelitian Tindakan Sekolah memiliki konsep yang hampir sama dengan konsep Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan berdasarkan paradigma pemikiran RAI : research-action-improvement, yang bersifat bottom-up,

  realistik-pragmatik yang diawali dengan diagnosis masalah secara nyata

  yang diakhiri dengan sebuah perbaikan (improvement). Upaya perbaikan kualitas pembelajaran demikian menuntut adanya inisiatif dan keinginan dari dalam diri untuk mau melakukan perbaikan (Tantra, 2005). Prosedur diagnosis masalah bisa dilakukan dengan menganalisis situasi kini yang sedang terjadi (present situation analysis) yang selanjutnya dipergunakan sebagai dasar untuk mencari dan menentukan pemecahan masalahnya (Rindjin, Sarna, Padmadewi, 2006). Penelitian seperti ini disebut dengan Penelitian Tindakan yang ditandai adanya penerapan tindakan pada suatu proses kegiatan tertentu. Tindakan yang diterapkan tersebut, merupakan tindakan yang

  “baru” yang diyakini lebih baik dalam meningkatkan mutu proses maupun hasil kerja dari tindakan “lama” yang telah biasa dilakukan. Sambil menerapkan (melakukan eksperimen) terhadap tindakan “barunya”, peneliti mengamati proses tindakan itu (yang dilakukan dengan secara teliti dengan mendiskripsikan proses kegiatan yang terjadi). Dengan demikian, ada pula yang menyatakan penelitian tindakan sebagai tindak lanjut dari penelitian eksperimen maupun penelitian deskriptif.

  Ada pula yang menyatakan bahwa penelitian tindakan merupakan penelitian eksperimen dengan ciri yang khusus. Jika dalam penelitian eksperimen peneliti ingin mengetahui akibat dari suatu perlakuan (treatment, tindakan, atau “sesuatu” yang dilakukan), maka pada penelitian tindakan, peneliti mencermati kajiannya pada proses dan akibat dari tindakan yang dibuatnya. Berdasar hasil pencermatan itulah, kemudian dilakukan tindakan lanjutan yang merupakan perbaikan dari tindakan pertama (disebut sebagai siklus), untuk dapat memperoleh informasi yang mantap tentang dampak tindakan yang dibuatnya. Saat ini, penelitian tindakan banyak dilakukan baik oleh guru maupun pengawas. Bila dilakukan guru umum disebut sebagai Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Sedangkan bila dilakukan oleh pengawas sekolah, disebut sebagai Penelitian Tindakan Sekolah atau disingkat dengan sebutan PTS. Tujuan utama Penelitian Tindakan Sekolah adalah untuk memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di dalam sekolah-sekolah yang berada dalam binaan pengawas sekolah. Kegiatan penelitian ini tidak saja bertujuan untuk memecahkan masalah, tetapi sekaligus mencari jawaban ilmiah mengapa hal tersebut dapat dipecahkan dengan tindakan yang dilakukan.

  Secara lebih rinci, tujuan Penelitian Tindakan Sekolah antara lain : (1) meningkatkan mutu isi, masukan, proses, dan hasil pendidikan, manajemen dan pembelajaran, termasuk mutu guru, kepala sekolah, khususnya yang berkaitan dengan tugas profesional kepengawasan, di sekolah-sekolah yang menjadi binaannya; (2) meningkatkan kemampuan dan sikap profesional sebagai pengawas sekolah; (3) menumbuhkembangkan budaya akademik di lingkungan sekolah sehingga tercipta sikap proaktif di dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan.

  Ciri khusus dari Penelitian Tindakan Sekolah adalah adanya tindakan (action) yang nyata. Tindakan itu dilakukan pada situasi alami (pada keadaan yang sebenarnya) dan ditujukan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan praktis dalam peningkatan mutu proses dan hasil kepengawasan.

1.3.2. Model pelatihan Reflektif (Reflective Model)

  Dari beberapa model pelatihan yang ada, Model Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas Reflectif ini adalah model yang paling lengkap, karena dalam model pelatihan ini ada proses pemberian received knowledge sehingga guru memiliki pengetahuan yang lengkap tentang Penelitian Tindakan Kelas.Di samping proses tersebut ada juga proses pemberian

  previous experiential knowledge dimana guru secara langsung diberi

  kesempatan untuk merefleksi kualitas proses belajar mengajar yang dilakukan sehari-hari. Dengan menggabungkan kedua pengetahuan tersebut guru mampu mendeteksi masalah pembelajarannya, mendeteksi factor-faktor yang menjadi penyebab masalah tersebut dan selanjutnya guru mampu memilih metode yang tepat untuk menanggulangi permasalahan pembelajaran yang ditemukan Pada akhirnya setelah mengikuti pelatihan dengan model ini, guru mampu membuat proposal Penelitian Tindakan Kelas sendiri tanpa mencontoh yang sudah ada.

  Dengan kata lain, dengan menggunakan model ini peserta akan mampu mengembangkan dua pengetahuan sekaligus yaitu yang diterima oleh peserta dari instruktur dan pengetahuan praktis yang sudah dimiliki oleh peserta yang berhubungan dengan pekerjaan mereka sendiri. Berdasarkan kedua pengetahuan tersebut, peserta dapat melakukan refleksi dengan baik tentang permasalahan-permasalahan yang dihadapi pada pembelajarannya, mencari faktor-faktor yang menjadi penyebab masalah tersebut melalui refleksi tentang dan mencari solusi dari permasalahan. Model pelatihan ini dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 1. Model Pelatihan Reflektif (Reflective Model)

  Received knowledge Practice Reflection Professional competence Previous experiential knowledge ‘Reflective cycle’ 1.4. Identifikasi dan Perumusan Masalah

  Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan ditemukan beberapa permasalahan seperti yang sudah disampaikan dalam analisis situasi. Selain itu hasil observasi yang dilakukan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kamis 23 Agustus) ditemukan bahwa dari 84 Kepala Sekolah dan 23 Pengawas SD hanya 12 % yang melakukan PTK dengan benar. Sebanyak 52 % membuat PTS sebagai persyaratan kenaikan pangkat dari menyuruhkan dan 36 % menyatakan tidak pernah mengerti apa itu PTS. Berdasarka kenyataan tersebut maslah-masalah yang dihadapi pengawas dan kepala sekolah dapat diidentifikasi sbg berikut :

  1. Rendahnya kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam menemukan dan menentukan permasalahan- permasalahn sekolah yang dapat dipergunakan sebagai masalah PTS 2. Rendahnya kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam menemukan cara memperbaiki (treatment) terhadap masalah-masalah yang dihadapi sekolah 3. Rendahnya kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam menyusun usulan Penelitian Tindakan Sekolah dan melaksanakannya sebagai kegiatan pengembangan profesinya sebagai pengawas dan kepala sekolah Berdasarkan permasalahan diatas Rumusan Masalah Pengabdian Masyarakat ini adalah : Apakah Kemampuan Pengawas dan

  Kepala Sekolah dalam menyusun usulan Penelitian Tindakan Sekolah dapat ditingkatkan melalui Pelatihan PTS dengan Reflective Model’? 1.5. Tujuan Kegiatan

  Berdasarkan permasalahan yang dihadadapi oleh Pengawas dan Kepala Sekolah seperti yang disampaikan di atas, maka tujuan kegiatan ini adalah Memberikan Pelatihan Penelitian Tindakan Sekolah yang dapat :

  a) Meningkatkan kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam menemukan dan menentukan permasalahan- permasalahan sekolah yang dapat dipergunakan sebagai masalah PTS

  b) Meningkatkan kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam menemukan cara memperbaiki (treatment) terhadap masalah-masalah yang dihadapi sekolah c) Meningkatkan kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam menyusun usulan Penelitian Tindakan Sekolah dan melaksanakannya sebagai kegiatan pengembangan profesinya sebagai pengawas dan kepala sekolah d)

  Meningkatkan kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam melaksanakan dan melaporkan hasil penelitiannya.

  e) Meningkatkan kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam memberikan informasi yang benar dan memotivasi guru untuk mampu melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas sebagai kegiatan pengembangan profesi guru.

1.6. Manfaat Kegiatan

  Hasil Kegiatan pengabdian pada masyarakat ini akan memberikan kontribusi positif dalam meningkatkan profesionalisme Pengawas dan Kepala sekolah di kecamatan Banjar. Secara lebih eksplisit manfaat kegiatan ini adalah sebagai berikut: a)

  Pengawas dan Kepala Sekolah yang terlibat dalam kegiatan pelatihan ini memperoleh wawasan tentang : (1) bagaimana menemukan dan menentukan masalah-masalah sekolah yang dapat dipergunakan sebagai masalah PTS; (2) bagaimana menemukan cara memperbaiki (treatment) terhadap masalah-masalah yang dihadapi sekolah; (3) bagaimana menyusun usulan Penelitian Tindakan Sekolah dan melaksanakannya sebagai kegiatan pengembangan profesinya sebagai pengawas dan kepala sekolah b)

  Dinas Pendidikan dan Kebudayaan memperoleh peluang untuk memiliki SDM (pengawas dan Kepala sekolah) yang berkualitas dan profesional c) Dosen Universitas Pendidikan Ganesha dapat Staf mengimplementasikan hasil penelitian yang dilakukan. Secara umum

  Staf Dosen Universitas Pendidikan Ganesha dapat melaksanakan salah satu darma dari tri dharma Perguruan Tinggi yaitu Pengabdian Pada Masyarakat

BAB II METODE PELAKSANAAN KEGIATAN 2.1. Kerangka Pemecahan Masalah Berangkat dari permasalah yang dihadapi oleh pengawas dan kepala

  sekolah di Sekolah dasar di Kecamatan Banjar, maka alternatif pemecahan masalah yang dilaksanakan dalam P2M ini dapat dilihat dalam diagram alur berikut :

  Gambar 2. Bagan alur Kerangka Pemecahan Masalah P2M

  Permasalahan 1.

  Kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam menemukan dan menentukan permasalahan sekolah sebagai masalah PTS masih rendah

  2. Kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam menemukan cara memperbaiki (treatment) masalah yang dihadapi sekolah masih rendah

  3. Kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam menyusun usulan Penelitian Tindakan Sekolah dan melaksanakannya sebagai kegiatan pengembangan profesinya sebagai pengawas dan kepala sekolah masih rendah

  Pemecahan Masalah 1.

  Meningkatkan Kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam menemukan dan menentukan permasalahan sekolah sebagai masalah PTS.

  2. Meningkatkan kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam menemukan cara memperbaiki (treatment) masalah yang dihadapi sekolah .

  3. Meningkatkan kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam menyusun usulan Penelitian Tindakan Sekolah dan melaksanakannya sebagai kegiatan pengembangan profesinya sebagai pengawas dan kepala sekolah

  Alternatif Pemecahan Masalah Memberikan Pelatihan Penelitian Tindakan Sekolah dengan model Pelatihan ‘Reflective’

  Metode Kegiatan 1.

  Refleksi Permasalahan yang ditemukan di lapangan

2. Cermah dan diskusi tentang PTS 3.

  Praktik membuat usulan PTS

  2.2. Khalayak sasaran Strategis

  Secara umum, tujuan pengabdian pada masyarakat (P2M) ini adalah untuk meningkatkan profesionalisme Pengawas dan Kepala Sekolah dalam merancang dan melaksanakan Penelitian Tindakan Sekolah. Sehubungan dengan hal tersebut, khalayak sasaran strategis dan tepat dilibatkan adalah seluruh pengawas SD dan kepala Sekolah SD di Kecamatan Banjar yang berjumlah 86 orang. Pemilihan kecamatan Banjar sebagai sasaran mengingat kecamatan Banjar dipergunakan sebagai model bagi kecamatn- kecamatan lainnya.

  Rendahnya kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam menemukan dan menentukan masalah-masalah Penelitian Tindakan Sekolah menyebabkan mereka kurang mampu menyusun proposal dan melaksanakan PTS di sekolah padahal sebagai pengawas dan Kepala sekolah yang ada di daerah perkotaan sudah selayaknya mengetahui hal ini dan mampu menjadi contoh bagi pengawas dan kepala sekolah di kecamatan lainnya.

  2.3. Keterkaitan

  Kegiatan P2M ini melibatkan institusi Undiksha dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Pengawas) dan Sekolah (Kepala Sekolah) di Kecamatan Banjar. Ketiga instansi yang terlibat ini memperoleh keuntungan secara bersama-sama sebagai berikut :

1. Sekolah Dasar di Kecamatan Banjar sebagai instansi yang memiliki

  Kepala Sekolah akan memperoleh manfaat dari kegiatan P2M ini dalam hal peningkatan kualitas SDM terutama dalam Penelitian Tindakan Sekolah 2. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan sebagai instansi yang memiliki pengawas dan Kepala Sekolah juga akan memperoleh manfaat dari kegiatan P2M ini dalam peningkatan Profesionalisme pengawas SD dalam Penelitian Tindakan Sekolah

3. Universitas Pendidikan Ganesha melalui Lembaga Pengabdian pada

  Masyarakat berperan menyediakan dana, sehingga mendukung pelaksanaan dharma ketiga dari Tri Dharma Perguruan Tinggi.

2.4. Metode Kegiatan

  Bentuk aktivitas menggunakan strategi pelatihan (training). Tahapan- tahapan aktivitas secara umum yaitu: penyemaian informasi (encoding), pengintegrasian informasi menjadi suatu pemahaman (decoding), perekaman informasi (storing), dan pembelajaran informasi (learning). Seluruh aktivitas tersebut dirancang bersama-sama dan dilakukan dalam situasi informal dengan melakukan pelatihan dan pendampingan terhadap pengawas dan kepala sekolah SD di kecamatan Banjar. Secara lebih spesifik sintaks pelatihan dengan model reflektif ini dapat dilihat dalam bagain berikut:

  Fase Aktivitas Trainer Trainee

1. Receive knowledge 1.

  1. Menyampaikan materi Mendengarkan dan dengan gabungan metode memperhatikan materi yang (pemberian ceramah, dan jig saw disampaikan informasi) 2.

  2. Ada beberapa materi yang Membentuk kelompok dan diberikan dengan jig-saw mengerjakan pelatihan sesuai yang mengharuskan dengan instruksi untuk pembentukan kelompok pelaksanaan jig-saw

  3. Pemberian model PTS 1.

  1.

  2. Previous Meminta peserta untuk Melakukan refleksi terhadap merefleksi masalah pembelajaran yang experiencial pembelajarannya terutama dihadapi di kelasnya, penyebab knowledge (refleksi) pada aspek-aspek : masalah tersebut dan cara permasalahan, sumber pemecahan masalahnya masalah dan cara 2.

  Menuliskan dalam pendahuluan pemecahan masalah dari proposal masing-masing

  2. Meminta peserta pelatihan menuliskannya dalam pendahuluan

  3. Practice

  a. Praktik penyusunan proposal b.Presentasi proposal c. Presentasi cara pemecahan masalah

  1. Melatih menyusun bagian perbagian dari sebuah proposal 2. Meminta peserta untuk mempresentasikan hanya bagian penting dari proposal: masalah, latar belakang masalah dan cara pemecahan masalah.

  3. Meminta peserta untuk melakukan simulasi tentang metode, strategi pembelajaran atau cara evaluasi yang dipergunakan sebagai cara pemecahan masalah 1.

  Melatih menyusun bagian perbagian dari sebuah proposal

  2. Mempresentasikan hanya bagian penting dari proposal: masalah, latar belakang masalah dan cara pemecahan masalah.

  3. Melakukan simulasi tentang metode, strategi pembelajaran atau cara evaluasi yang dipergunakan sebagai cara pemecahan masalah

  4. Reflect (refleksi) 1.

  Meminta peserta melakukan refleksi terhadap proposal yang sudah dibuat

  2. Meminta peserta melakukan refleksi terhadap kemungkinan dampak dari cara pemecahan masalah yang disimulasikan

  1. Melakukan refleksi terhadap proposal yang sudah dibuat

  2. Melakukan refleksi terhadap kemungkinan dampak dari cara pemecahan masalah yang disimulasikan

  5. Proffesional Competence Perbaikan proposal yg menunjukkan kompetensi profesional guru

  Menilai proposal yang sudah dihasilkan oleh guru Mencermati hasil penilaian, merefleksi dan melakukan perbaikan

  Gambar 3. Si ntaks pelaksanaan pelatihan dengan model ‘Reflective’

2.5. Rancangan Evaluasi

a) Prosedur dan Alat Evaluasi

  Prosedur dan alat evaluasi untuk menilai keberhasilan kegiatan P2M ini dilakukan seperti diagram alur di bawah ini

  Awal Pelaksanaan Akhir Kegiatan Kegiatan Kegiatan

  PRE-TEST OBSERVASI POST-TEST PRODUK

  Gambar 4. Prosedur evaluasi 1.

   Pre- tes dan Post- tes

  Pre-tes dilakukan di awal kegiatan untuk mengetahui pemahaman pengawas dan Kepala Sekolah SD di kecamatan Banjar tentang penelitian Tindakan Sekolah sebelum diberikan pelatihan. Post-test dilaksanakan pada akhir pelatihan untuk mengetahui perubahan pemahaman kepala sekolah dan pengawas SD tentang PTS setelah mengikuti pelatihan. Data pre-tes dan post-tes dikumpulkan melalui tes yang akan mengungkap pemahaman pengawas dan kepala sekolah tentang Penelitian Tindakan Sekolah

2. Observasi

  Observasi terhadap pelaksanaan kegiatan pelatihan mencakup ketekunan dan keseriusan pengawas dan kepala sekolah dalam mengikuti kegiatan pelatihan. Instrumen yang dipergunakan adalah lembar observasi. Penilaian dilakukan terhadap aspek-aspek sikap dan aktivitas pengawas dan kepala sekolah yang mencirikan perilaku dan kemampuan pengawas dan kepala sekolah. Teknik pemberian skor pada masing-masing indikator menggunakan skala lickert dengan rentang 1-5.

3. Produk / Proposal Penelitian Tindakan Sekolah

  Produk dari kegiatan ini, yaitu Proposal Penelitian Tindakan Sekolah yang dihasilkan selama pelatihan digunakan untuk mengevaluasi kemampuan peserta pelatihan dalam menyusun proposal PTS dengan menggunakan rentangan skor dari 0 sampai 100

b) Teknik Analisis data dan Kriteria Keberhasilan Program

  Data dari hasil pre-test dan post-tes tentang pemahaman pengawas dan kepala sekolah sehubungan dengan Penelitian Tindakan Sekolah dan data kemampuan peserta dalam merancang proposal PTS dianalisis dengan teknik statistik deskriptif

BAB III HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN

3.1. HASIL KEGIATAN

  Kegiatan P2M ini dilaksanakan dalam bentuk pelatihan dengan peserta Kepala Sekolah dan pengawas SD se Kecamatan Buleleng. Pelatihan dilaksanakan di ruang teater Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Ganesha. Pelatihan dilaksanakan pada tanggal 7 September 2013. Kegiatan diawali dengan memberikan Pre-test. Pre-tes dilakukan di awal kegiatan untuk mengetahui pemahaman pengawas dan Kepala Sekolah SD di kecamatan Buleleng tentang penelitian Tindakan Sekolah sebelum diberikan pelatihan. Pre test dilaksanakan secara verbal dgn menanyakan kepada mereka pertanyaan berikut : 1.

  Apakah anda pernah melakukan penelitian? 2. Bila Ya, Apa jenis penelitian yang anda dilakukan? 3. Bila ya, Apa tujuan anda melakukan penelitian tersebut? 4. Apakah anda pernah mendengar penelitian tindakan sekolah? 5. Apakah anda pernah melakukan penelitian tindakan sekolah?

  Hasil pretest menunjukkan : No Pernyataan Hasil

  1. Apakah anda pernah melakukan 55 % peserta mengatakan pernah , penelitian? 45 % mengatakan belum

  97 % dari 55% yang

  2 Apa jenis penelitian yang anda mengatakan pernah dilakukan? melakukan penelitian menyatakan tidak tau jenis penelitian yang dilakukan.

  3 Apa tujuan anda melakukan 100 % peserta yang pernah melakukan penelitian tersebut? penelitian menyatakan penelitian yang dilakukan untuk persyaratan kenaikan pangkat

  4 Apakah anda pernah mendengar 20 % peserta mengatakan pernah penelitian tindakan sekolah? mendengar tentang penelitian tindakan sekolah dan 80% mengatakan tidak pernah mendengar ttg PTS

  5 Apakah anda pernah melakukan 100% mengatakan belum pernah penelitian tindakan sekolah? melakukan PTS Kegiatan selanjutnya adalah Pelaksanaan Pelatihan yang dilaksanakan dengan model reflektif dengan menggunakan tahapan sebagai berikut:

  Fase Aktivitas Trainer Trainee

  1. Menyampaikan materi 1.

  1. Receive Mendengarkan dan dengan gabungan metode memperhatikan materi yang knowledge ceramah, dan jig saw disampaikan

  (pemberian

2. Ada beberapa materi

  2. Membentuk kelompok dan informasi) yang diberikan dengan jig-saw mengerjakan pelatihan sesuai yang mengharuskan dengan instruksi untuk pembentukan kelompok pelaksanaan jig-saw

  3. Pemberian model PTS

  2. Previous 1.

  1. Meminta peserta untuk Melakukan refleksi terhadap merefleksi permasalahan- masalah pembelajaran yang experiencial permasalahan yang dihadapi dihadapi di kelasnya, penyebab knowledge dalam melaksanakan tugasnya masalah tersebut dan cara

  (refleksi) sebagai kepala sekolah pemecahan masalahnya 2.

  2. Meminta peserta Menuliskan dalam pendahuluan mengidentifikasi dari proposal masing-masing permasalahan dan memilih maslaah yang paling urgen untuk diselesaikan melalui penelitian,

  3. Meminta peserta mencari sumber masalah dan cara pemecahan masalah 4. Meminta peserta pelatihan menuliskannya dalam pendahuluan

3. Practice 1.

  1. Melatih menyusun bagian Melatih menyusun bagian perbagian dari sebuah perbagian dari sebuah proposal a. Praktik proposal

  2. Mempresentasikan hanya bagian penyusunan

  2. Meminta peserta untuk penting dari proposal: masalah, proposal mempresentasikan hanya latar belakang masalah dan cara bagian penting dari proposal: pemecahan masalah. b.Presentasi masalah, latar belakang

  3. Melakukan simulasi proposal masalah dan cara pemecahan tentang metode, strategi masalah. pembelajaran atau cara evaluasi

c. Presentasi cara

  3. Meminta peserta untuk yang dipergunakan sebagai cara pemecahan melakukan simulasi tentang pemecahan masalah masalah metode, strategi pembelajaran atau cara evaluasi yang dipergunakan sebagai cara pemecahan masalah

4. Reflect (refleksi) 1.

  Meminta peserta melakukan refleksi terhadap proposal yang sudah dibuat

  2. Meminta peserta melakukan refleksi terhadap kemungkinan dampak dari cara pemecahan masalah yang disimulasikan 1.

  Melakukan refleksi terhadap proposal yang sudah dibuat

  2. Melakukan refleksi terhadap kemungkinan dampak dari cara pemecahan masalah yang disimulasikan

5. Proffesional

  Competence Perbaikan proposal yg menunjukkan kompetensi profesional guru

  Menilai proposal yang sudah dihasilkan oleh guru Mencermati hasil penilaian, merefleksi dan melakukan perbaikan

  Dalam melaksanakan kegiatan, dilakukan pula observasi. Observasi terhadap pelaksanaan kegiatan pelatihan mencakup ketekunan dan keseriusan pengawas dan kepala sekolah dalam mengikuti kegiatan pelatihan. Instrumen yang dipergunakan adalah lembar observasi. Penilaian dilakukan terhadap aspek-aspek sikap dan aktivitas pengawas dan kepala sekolah yang mencirikan perilaku dan kemampuan pengawas dan kepala sekolah. Teknik pemberian skor pada masing- masing indikator menggunakan skala lickert dengan rentang 1-5. Hasil penilaian terhadap ketekunan dapat dilihat dari hasil di bawah ini :

  No Aspek yang diobservasi Rerata Hasil penilaian

  1. Ketekunan mendengarkan ceramah yang disampaikan 5 (sangat serius)

  2 Keseriusan dalam melakukan jig saw yang diminta untuk 5 (sangat serius)

  3 Keseriusan dalam melakukan refleksi terhadap 4 (serius) permasalahan yang dialami di sekolah

  4 Kejujuran dalam 3 (cukup serius) mengemukakan permasalahan yang dialami di sekolah masing-masing

  5 Kemampuan memilih 4 (serius) masalah yang urgen untuk dilaksanakan

  6 Tanggung jawab dalam 5 (sangat serius) melakukan diskusi untuk memilih metode yang sesuai untuk memecahkan masalah yang dialami

  7 Tanggungjawab untuk 4 (serius) menyelesaikan proposal penelitian

  8 Keseriusan dalam menulis

  5 (sangat serius) proposal penelitian

  Produk dari kegiatan ini, yaitu Proposal Penelitian Tindakan Sekolah yang dihasilkan selama pelatihan digunakan untuk mengevaluasi kemampuan peserta pelatihan dalam menyusun proposal PTS dengan menggunakan rentangan skor dari 0 sampai 100 Hasil dari penilaian produk adalah sebagai berikut :

  No Aspek dari proposal Rerata nilai

  1 Identifikasi Masalah

  87

  2 Penentuan masalah penelitian

  92

  3 Penentuan sumber masalah

  90 penelitian

  4 Penentuan bukti pendukung

  65 masalah penelitian

  5 Penentuan cara pemecahan masalah

  80

  6 Penentuan teori-teori yang relevan

  60 dengan permasalahan dan cara pemecahan masalah

  7 Pembuatan metode peneltian

  90 (termasuk penentuan setting penelitian, subyek penelitian, prosedur penelitian) b.

   PEMBAHASAN

  Hasil evaluasi yang dilakukan oleh Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah menunjukkan bahwa sosialisasi dan pelatihan yang selama ini biasa dilaksanakan belum mampu meningkatkan kemampuan para pengawas dan kepala sekolah dalam penelitian dan pengembangan. Berbagai strategi pelatihan sudah dilaksanakan seperti memanfaatkan forum Kelompok Kerja Pengawas Sekolah (KKPS) dan Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah (MKPS) d i m a n a p a r a pengawas d a n k e p a l a s e k o l a h dapat saling berbagi pengetahuan dan pengalaman guna bersama-sama meningkatkan kompetensi dan kinerja mereka. Namun strategi tersebut ternyata tidak membuat adanya perubahan terutama tidak meningkatkan kemampuan mereka dalam melaksanakan penelitian. Padahal mereka dituntut untuk melaksanakan penelitian untuk profesionalisme mereka. Terutama sekali sebagai seorang Pengawas atau Kepala sekolah adalah merupakan hal yang wajib mengetahui Penelitian terutama Penelitian Tindakan Sekolah karena mereka harus mampu memberikan bimbingan kepada para guru yang merupakan bawahan dan orang yang disupervisi.

  Hal tersebut di atas ternyata benar karena dari hasil pre test yang dilaksanakan pada kegiatan P2M ini menunjukkan 55 % peserta mengatakan pernah melakukan penelitian namun 97 dari 55% tersebut mengatakan tidak tau jenis penelitian apa yang dilakukan, dan 100 % peserta yang pernah melakukan penelitian menyatakan penelitian yang dilakukan hanya untuk persyaratan kenaikan pangkat, 20 % peserta mengatakan pernah mendengar tentang penelitian tindakan sekolah dan 80% mengatakan tidak pernah mendengar ttg PTS, 100% mengatakan belum pernah melakukan PTS.

  Dari permasalahan tersebut selanjutnya dilaksanakan Pelatihan Penelitian Tindakan Sekolah dengan menggunakan model Reflective. Reflective model adalah model pelatihan Penelitian Tindakan kelas yang merupakan hasil penelitian Strategis Nasional (Nitiasih, 2009). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa model ini sangat membantu Guru-Guru dalam menganalisis permasalahan permasalahan pembelajaran yang dapat diangkat sebagai masalah dalam PTK serta meningkatkan kemampuan Guru-Guru dalam membuat proposal penelitian dan melaksanakan PTK dalam pembelajaran. Mengingat permasalahan utama dari Pengawas dan Kepala Sekolah adalah rendahnya kemampuan mereka dalam menemukan masalah yang dapat dipergunakan sebagai topik penelitian terutama Penelitian Tindakan Sekolah, perlu dilakukan Pelatihan Penelitian Tindakan Sekolah yang mengimplementasikan ‘Model Reflective’ yang sudah terbukti mampu meningkatkan kemampuan Guru dalam PTK.

  Dalam pelaksanaan pelatihan dilaksanakan observasi yang menunjukkan bahwa ketekunan mendengarkan ceramah dari peserta atas materi yang disampaikan ada pada kategori 5 (sangat serius), Dalam melaksanakan kegiatan dilakukan pula beberapa teknik pelatihan yaitu jig saw. Keseriusan dalam melakukan jig saw yang diminta dilakukan oleh peserta juga menunjukkan angka 5 yaitu sangat serius. Keseriusan dalam melakukan refleksi terhadap permasalahan yang dialami di sekolah menunjukkan angka 4 (serius). Hal ini ditunjukkan dgn banyaknya jumlah permasalahan yang dapat diidentifikasi dalam diskusi yang dilakukan. Selanjutnya kejujuran dalam mengemukakan permasalahan yang dialami di sekolah masing-masing ada dalam kategori 3 yaitu cukup serius. Hal ini ditunjukkan berdasarkan permasalahan yang dibuat yang lebih banyak menunjukan permasalahan yang disebabkan oleh guru dan bukan permasalahan peserta sebagai pengawas dan kepala sekolah. Kegiatan memilih masalah yang urgen untuk dilaksanakan menunjukkan angka 4 yaitu ada pada kategori serius. Dalam hal ini peserta sudah mampu mengidentifikasi mana masalah yang urgen dan bisa dipergunakan sebagai penelitian tindakan sekolah dan mana yang tidak bisa dipergunakan untuk PTS. Tanggung jawab dalam melakukan diskusi untuk memilih metode yang sesuai untuk memecahkan masalah yang dialami oleh kepala sekolah dan pengawas menunjukan angka 5 yang ada pada kategori sangat serius. Hasil observasi dalam tahapan ini dilihat dari keseriusan peserta dalam mencari cara pemecahan masalah terhadap masalah yang diidentifikasi. Tanggungjawab untuk menyelesaikan proposal penelitian menunjukan angka 4 (serius) dan keseriusan dalam menulis proposal penelitian ada pada kategori sangat serius. Hasil diatas disebabkan karena para guru merasa sangat perlu dengan pengetahuan tentang PTS. Mereka diberikan pengertian bahwa tujuan utama Penelitian Tindakan Sekolah adalah untuk memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di dalam sekolah-sekolah yang berada dalam binaan pengawas sekolah. Kegiatan penelitian ini tidak saja bertujuan untuk memecahkan masalah, tetapi sekaligus mencari jawaban ilmiah mengapa hal tersebut dapat dipecahkan dengan tindakan yang dilakukan.

  Secara lebih rinci, tujuan Penelitian Tindakan Sekolah antara lain : (1) meningkatkan mutu isi, masukan, proses, dan hasil pendidikan, manajemen dan pembelajaran, termasuk mutu guru, kepala sekolah, khususnya yang berkaitan dengan tugas profesional kepengawasan, di sekolah-sekolah yang menjadi binaannya; (2) meningkatkan kemampuan dan sikap profesional sebagai pengawas sekolah; (3) menumbuhkembangkan budaya akademik di lingkungan sekolah sehingga tercipta sikap proaktif di dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan.

  Keseriusan tersebut juga disebabkan oleh pengertian yang diperoleh bahwa Penelitian Tindakan Sekolah memerlukan adanya tindakan (action) yang nyata. Tindakan itu dilakukan pada situasi alami (pada keadaan yang sebenarnya) dan ditujukan untuk memecahkan permasalahan- permasalahan praktis dalam peningkatan mutu proses dan hasil kepengawasan.

  Hasil dari kesriusan mereka dapat dilihat dari penilaian atas produk pelatihan berupa proposal Penelitian Tindakan Sekolah sebagai berikut : 1) dalam mengidentifikasi kemampuan rata rata peserta adalah 87, 2) dalam menentukan masalah penelitian rerata kemampuan peserta adalah 92. Hal ini

  • – merupakan kemajuan luar biasa karena peserta mengetahui mana masalah masalah yang bisa dipergunakan untuk penelitian. Kemampuan yang lebih baik juga ditunjukkan oleh peserta dalam menentukan sumber masalah yang ada, kebanyakan dari mereka lebih banyak menyalahkan guru dibandingkan menilai diri sendiri. Kemampuan yang paling rendah dari peserta adalah dalam menentukan bukti pendukung untuk masalah penelitian. Penentuan cara pemecahan masalah menunjukkan kemampuan yang baik yaitu 80. Karena kurangnya informasi terhadap teori-teori pembelajaran dan management, kemampuan peserta menulis teori-teori yang relevan juga tidak terlalu baik. Namun pembuatan metode peneltian (termasuk penentuan setting penelitian, subyek penelitian, prosedur penelitian) menunjukkan kemampuan yang sangat
baik yaitu 90.Kemampuan dalam metodologi ini jelas sangat mendukung pelaksanaan penelitian nantinya.

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN

a. SIMPULAN

  Berdasarkan hasil kegiatan dapat sisimpulkan bahwa :

  a) Pelatihan Penelitian Tindakan Sekolah dengan menggunakan

  ‘Reflective Model’ dapat meningkatkan kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam menemukan dan menentukan permasalahan- permasalahan sekolah yang dapat dipergunakan sebagai masalah PTS b)

  Pelatihan Penelitian Tindakan Sekolah dengan menggunakan ‘Reflective Model’ dapat meningkatkan kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam menemukan cara memperbaiki (treatment) terhadap masalah-masalah yang dihadapi sekolah c)

  Pelatihan Penelitian Tindakan Sekolah dengan menggunakan ‘Reflective Model’ dapat meningkatkan kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam menyusun usulan Penelitian Tindakan Sekolah dan melaksanakannya sebagai kegiatan pengembangan profesinya sebagai pengawas dan kepala sekolah d)

  Pelatihan Penelitian Tindakan Sekolah dengan menggunakan ‘Reflective Model’ dapat meningkatkan kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam melaksanakan dan melaporkan hasil penelitiannya.

  e) Pelatihan Penelitian Tindakan Sekolah dengan menggunakan

  ‘Reflective Model’ dapat meningkatkan kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam memberikan informasi yang benar dan memotivasi guru untuk mampu melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas sebagai kegiatan pengembangan profesi guru.