Kandungan Bahan Organik dan Beberapa Sifat Fisik Tanah Sawah pada Pola Tanam Padi-Padi dan Padi-Semangka

  

TINJAUAN PUSTAKA

Tanah Sawah

  Lahan sawah tidak hanya penting sebagai penghasil padi dan palawija yang merupakan barang privat (private goods) yang memberikan keuntungan kepada petani, tetapi juga memberikan barang dan jasa publik (public services) yang dikenal dengan istilah multifungsi. Berbagai multifungsi yang penting antara lain adalah penopang ketahanan pangan, penyedia lapangan kerja, penjaga kelestarian budaya, memberikan suasana nyaman pedesaan, serta berbagai jasa lingkungan lainnya (Agus, dkk, 2004).

  Tanah sawah dapat terbentuk dari tanah kering dan tanah basah atau tanah rawa sehingga karakterisasi sawah- sawah tersebut akan sangat dipengaruhi oleh bahan pembentuk tanahnya. Tanah sawah dari tanah kering umumnya terdapat di daerah dataran rendah, dataran tinggi volkan atau nonvolkan yang pada awalnya merupakan tanah kering yang tidak pernah jenuh air, sehingga morfologinya akan sangat berbeda dengan tanah sawah dari tanah rawa yang pada awalnya memang sudah jenuh air (Prasetyo dkk, 2004).

  Selama penanaman padi dilakukan, partikel- partikel tanah mulai mengendap dan sebagian air diserap oleh akar tanaman, sehingga kadar air mencapai 20- 60% selama pertumbuhan tanaman. Karena itu, daya kohesi meningkat, sehingga tanah menjadi padat. Pada waktu padi mulai tua, penggenangan mulai dihentikan, sehingga tanah mulai mongering. Dari struktur lumpur, mula- mula tanah berubah menjadi seperti pasta kemudian memadat sehingga berstruktur massif (Hardjowigeno dkk, 2004).

  Selama proses pembentukan sawah, sifat fisik tanah mengalami banyak perubahan. Proses reduksi dan oksidasi merupakan proses- proses utama yang dapat mengakibatkan perubahan baik sifat mineral, kimia, fisika, dan biologi tanah (Prasetyo dkk., 2004). Perubahan sifat fisik tanah juga banyak dipengaruhi oleh terjadinya iluviasi dan/ atau eluviasi bahan kimia atau partikel tanah akibat proses pelumpuran dan perubahan drainase (Hardjowigeno dkk, 2004).

  Sistem usaha tani monokultur pangan pada lahan kering secara terus- menerus akan mengakibatkan tanah sakit karena terganggunya keseimbangan biologi dan kimianya. Pergantian aerobik dan anaerobik pada lahan sawah merupakan satu kontrol alami yang efektif mengendalikan keseimbangan biologi dan nonbiologi sehingga tanah sawah tidak sakit (Agus dkk, 2004).

  Sifat- Sifat Fisik Tanah Sawah

  Menurut Hanafiah (2005), fungsi pertama tanah sebagai media tumbuh adalah sebagai tempat akar mencari ruang untuk berpenetrasi (menelusup), baik secara lateral atau horizontal maupun secara vertikal. Kemudahan tanah untuk dipenetrasi ini tergantung pada ruang pori yang terbentuk diantara partikel tanah.

  Sifat- sifat fisik tanah berhubungan erat dengan kelayakan pada banyak penggunaan (yang diharapkan dari tanah). Kekokohan dan kekuatan pendukung, drainase dan kapasitas penyimpanan air, plastisitas, kemudahan ditembus akar, aerasi, dan penyimpanan hara tanaman semuanya secara arat berkaitan dengan kondisi fisik tanah. Oleh karena itu, erat kaitannya bahwa jika seseorang berhadapan dengan tanah dia harus mengetahui sampai berapa jauh dan dengan cara apa sifat- sifat tanah itu dapat diubah (Foth, 1994).

  Sifat fisik tanah merupakan faktor yang bertanggung jawab terhadap pengangkutan udara, panas, air dan bahan terlarut dalam tanah. Sifat fisik tanah sangat bervariasi pada tanah tropis. Beberapa sifat fisik tanah dapat berubah dengan pengolahan seperti temperatur tanah, permeabilitas, kepekaan terhadap aliran permukaan (run-off), dan erosi, kemampuan mengikat air dan menyuplai air untuk tanaman (Damanik dkk, 2010).

  Bahan organik tanah adalah fraksi organik dari tanah termasuk hewan dan tumbuhan yang tinggal di dalamnya yang telah mengalami dekomposisi sampai pada suatu keadaan dimana sulit untuk mengenali bahan aslinya, residu mikrobia, dan produk akhir dekomposisi yang relatif stabil (humus) (Badan Litbang Pertanian, 2006).

  Kandungan bahan organik tanah telah terbukti berperan sebagai kunci utama dalam mengendalikan kualitas tanah baik secara fisik, kimia maupun biologi. Bahan organik mampu memperbaiki sifat fisik tanah seperti menurunkan berat volume tanah, meningkatkan permeabilitas, menggemburkan tanah, memperbaiki aerasi tanah, meningkatkan stabilitas agregat, meningkatkan kemampuan tanah memegang air, menjaga kelembaban dan suhu tanah, mengurangi energi kinetik langsung air hujan, mengurangi aliran permukaan dan erosi tanah (Oades, 1989).

  Bahan organik memegang peranan amat penting dan sangat dibutuhkan untuk mengembalikan kesuburan tanah, terlebih lagi pada tanah dengan kandungan C organik rendah. Banyak penelitian penggunaan bahan organik pada lahan sawah tidak memberikan respon yang nyata terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman, namun bukan berarti bahan organik tidak penting. Karena kadang pengaruh bahan organik baru terlihat untuk jangka pemberian yang lama, tergantung sifat biofisik dan jenis tanahnya (Joko, 2004).

  Bahan organik digunakan untuk memperbaiki struktur tanah, meningkatkan suhu tanah, meningkatkan kemantapan agregat, meningkatkan kemampuan menyimpan air, dan menrunkan kepekaan tanah terhadap erosi, serta sebagai sumber energi bagi mikroorganisme tanah (Wihardjaka, 2010).

  Bahan organik mempunyai peranan penting dalam pembentukan dan stabilitas agregat tanah dan penambahan sisa- sisa tanaman secara terus- menerus dapat meningkatkan kandungan bahan organik pada lapisan atas tanah, yang meningkatkan agregat tanah dan memiliki dampak besar pada struktur tanah. Pada sistem tanpa olah tanah kandungan bahan organik lebih tinggi dan juga meningkatkan makroporositas tanah dan penurunan kepadatan tanah dibandingkan dengan pengelolaan tanah secara konvensional. Pada sistem tanpa olah tanah diterapkan rotasi tanaman yang mengalami peningkatan kadar karbon organik (Calegari, dkk.2011) Peranan bahan organik tanah terhadap ketersediaan air sangat penting.

  Peranan bahan organik dalam menahan air menjadi sangat penting pada tanah berpasir hingga berlempung di daerah- daerah dengan curah hujan rendah. Jika pada tanah tersebut kandungan bahan organiknya tinggi, maka tanaman padi kurang begitu peka terhadap kekeringan (Hardjowigeno dkk, 2005).

  Lahan sawah di Indonesia mempunyai kadar C- organik yang relatif rendah. Dari 1.548 contoh tanah lahan sawah, 17% berkadar C- organik < 1%, 28% berkadar C- organik antara 1- 1,5%, dan 20% berkadar C-organik antara 1,5- 2%. Hal ini berarti bahwa status C- organik lahan sawah di Indonesia termasuk rendah ( ≤ 2%), dan hanya 34% yang berkadar C -organik >2% (Agus dkk, 2004).

  Jerami merupakan sumber bahan organik utama yang kaya unsur kalium di lahan sawah. Bahan organik yang telah dikomposkan ataupun segar berperan penting dalam perbaikan sifat kimia, fisika dan biologi tanah serta sumber nutrisi tanaman. Penggunaan pupuk organik di lahan sawah harus digalakkan kembali karena di areal lahan sawah intensifikasi telah dibuktikan mengandung kadar karbon organik (C-organik) tanah rendah (< 2%) yang berimplikasi pada menurunnya kesuburan tanah dan efisiensi pemupukan (Setyorini dkk, 2007).

  Panas di dalam tanah merupakan keadaan yang timbul akibat adanya radiasi sinar matahari, panas bumi, reaksi- reaksi kimia di dalam tanah maupun aktivitas biologi di dalam tanah. Adanya panas di dalam tanah diukur menggunakan istilah suhu tanah. Suhu tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni faktor lingkungan dan faktor tanah. Suhu tanah adalah salah satu sifat tanah penting karena mempengaruhi pertumbuhan tanah secara langsung dan juga mempengaruhi kelembaban, aerasi, struktur, aktivitas mikrobia dan enzim, dekomposisi residu tanaman dan ketersediaan unsur hara tanaman (Lubis, 2007).

  Suhu tanah merupakan suatu konsep yang bersifat luas, karena dapat digunakan untuk menggolongkan sifat- sifat panas dari suatu system. Selain itu, suhu tanah merupakan faktor penting dalam menentukan proses- proses fisika yang terjadi di dalam tanah, serta pertukaran energi dan massa dengan atmosfer, termasuk proses evaporasi dan aerasi (Kurnia dkk, 2006).

  Tingkat kemampuan tanah untuk melewatkan air sangat dipengaruhi oleh kadar air tanah. Pada lahan sawah yang memiliki sistem irigasi, air juga tidak selalu tersedia cukup, misalnya bila debit air sungai sebagai sumber irigasi tidak mencukupi. Sifat fisik tanah sawah merupakan aspek yang perlu diperhatikan dan dikelola dengan tepat, karena selain sangat menentukan efisiensi penggunaan air dan hara, juga sangat berpengaruh dalam menciptakan media tanam dan lingkungan yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman padi dan tanaman lainnya yang ditanami setelah tanaman padi (Agus dan Dariah, 2008).

  Tensiometer adalah suatu alat praktis untuk mengukur kandungan air tanah, tinggi hidrolik, dan gradien hidrolik. Pada saat tensometer diletakkan di permukaan tanah, air yang terdapat dalam tensimeter umumnya berada pada tekanan atmosfer, sedangkan air tanah secara umumnya mempunyai tekanan lebih kecil dari tekanan atmosfer, sehingga terjadi hisapan dari alat tensiometer karena perbedaan tekanan, dan air dari alat tersebut keluar, serta tekanan dalam alat turun yang ditunjukkan oleh manometer (Kurnia, dkk, 2006).

  Kemampuan tanah dalam meresapkan air tercermin dari jenis vegetasi yang berada di permukaan tanah. Fungsi vegetasi secara efektif dapat mencerminkan kemampuan tanah dalam mengabsorbsi air hujan, mempertahankan atau meningkatkan laju infiltrasi, dan menunjukkan kemampuan dalam menahan air atau kapasitas retensi air (Schwab dkk, 1997).

  Kerapatan isi menunjukkan berat tanah kering persatuan volume tanah (termasuk pori- pori tanah). Bulk density biasamya dinyatakan dalam satuan g/cc.

  Bulk density dapat digunakan untuk menghitung ruang pori total (total porosity) tanah dengan dasar bahwa kerapatan zarah (particle density) tanah= 2,65 g/cc, (Hardjowigeno, 1993).

  Pada lahan sawah beririgasi dimana pengolahan tanah dilakukan dengan cara dilumpurkan, akan berpengaruh pada bobot isi (bulk densiti) tanah.

  Intensitas pelumpuran memberikan pengaruh yang berbeda terhadap bobot isi tanah. Meningkat dan menurunnya bobot isi tanah dapat terjadi tergantung pada agregat sebelum dilumpurkan. Pelumpuran pada tanah dengan agregat yang mantap dan porous menghasilkan agregat yang masif dengan bobot isi yang meningkat. Dengan demikian bobot isi tanah cenderung menurun dibandingkan jika tanah tidak disawahkan (Prasetyo dkk, 2004).

  Porositas mencerminkan tingkat kesarangan tanah untuk dilalui aliran massa air (permeabilitas, jarak per waktu) atau kecepatan aliran air untuk melewati massa tanah (perkolasi, waktu per jarak). Kemudian apabila dikaitkan dengan praktik pemupukan atau amelioran (bahan penyubur tanah, seperti kapur dan pupuk organik), maka pada tanah yang berpermeabilitas cepat, bahan- bahan yang diberikan akan menjadi cepat hilang sehingga menjadi tidak efisien (Hanafiah, 2005).

  Akibat agregat tanah yang hancur oleh pengolahan tanah dengan pelumpuran, porositas dan distribusi pori juga berubah. Hal ini berakibat pada menurunnya kemampuan tanah melalukan air. Pelumpuran dua kali menurunkan permeabilitas tanah relatif lebih tinggi dibandingkan pelumpuran sekali. Tingkat kehancuran agregat tanah dan porositas serta distribusi pori sangat ditentukan oleh intensitas pengolahan tanah dengan cara pelumpuran. Pelumpuran juga berpengaruh pada perubahan permeabilitas tanah (Agus dkk, 2004).

  Tanah yang banyak mengandung pori- pori kasar sukar menyimpan air sehingga tanaman yang tumbuh diatasnya mudah mengalami kekurangan air/ kekeringan. Prorositas tanah juga lebih tinggi kalau bahan organik tinggi, hal ini berkaitan dengan pengaruh bahan organik terhadap pembentukan struktur remah dan butiran yang mantap. Total ruang pori tanah yang ideal untuk pertumbuhan tanaman adalah 50% dari total volume tanah, tapi harus mempunyai perbandingan yang sama antara pori makro dan mikro. Persentase antara pori makro dan pori mikro didalam tanah mudah sekali mengalami perubahan tergantung kepada cuaca atau curah hujan (Hasibuan, 2009).

  Permeabilitas adalah kemampuan tanah untuk meneruskan air atau udara. Permeabilitas umumnya diukur sehubungan dengan laju aliran air melalui tanah dalam suatu massa waktu dan umumnya dinyatakan sebagai inci per jam (Foth, 1994).

  Permeabilitas (p) tanah menurut Arsyad (1989) dapat dikelompokkan sebagai berikut: Tabel 1. Kriteria Permeabilitas (p) Tanah

  Permeabilitas (cm/ jam) Kelompok Kurang 0,5 cm/ jam P1 = lambat

  0,5 – 2,0 cm/ jam P2 = agak lambat 2,0- 6,25 cm/ jam P3 = sedang 6,25- 12,5 cm/ jam P4 = agak cepat Lebih dari 12,5 cm/ jam P5 = cepat

  Pola Tanam Padi- Semangka

  Padi termasuk genus Oryza L yang meliputi lebih kurang 25 spesies, tersebar didaerah tropik dan daerah sub tropik seperti Asia, Afrika, Amerika dan Australia. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia.

  Meskipun padi dapat digantikan oleh makanan lainnya, namun padi memiliki nilai tersendiri bagi orang yang biasa makan nasi dan tidak dapat dengan mudah digantikan oleh bahan makanan yang lain (Rizka dan Ninda, 2008).

  Pengelolaan air berperan sangat penting dan merupakan salah satu kunci keberhasilan peningkatan produksi padi di lahan sawah. Produksi padi sawah akan menurun jika tanaman padi menderita cekaman air (water stress). Tanaman padi membutuhkan air yang volumenya berbeda untuk setiap pertumbuhannya. Dengan demikian teknik pengelolaan air perlu secara spesifik dikembangkan sesuai dengan sistem produksi padi sawah dan pola tanam (Subagyono dkk, 2004).

  Padi dapat tumbuh pada ketinggian 0-1500 mdpl dengan temperatur 19-27° C , memerlukan penyinaran matahari penuh tanpa naungan. Angin berpengaruh pada penyerbukan dan pembuahan. Padi menghendaki tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18-22 cm dan pH tanah 4 – 7 (Rizka dan Ninda, 2008).

  Tanaman semangka dapat tumbuh pada semua jenis tanah dengan syarat- syarat sebagai berikut : tanah gembur , pH 6 – 7, tanaman yang baik pada Bulan April – Mei (kemarau) Sebaiknya tanah diolah dengan cara dibajak / dicangkul sebaik mungkin, dan dibuat bedengan dengan ukuran lebar 3 m dan panjang sesuai keadaan tanah, jarak antar bedengan 40 cm. Tanaman semangka juga dapat ditanam tanpa olah tanah (TOT) dengan penyemprotan memakai Herbisida, cukup digemburkan lubang tanam dengan ukuran 40 x 40 x 20 cm, lubang dibiarkan terbuka 2 – 3 hari (Imran, 2005).

  Permasalah yang umumnya dihadapi di lahan sawah adalah ketersediaan air, sehingga petani mengahadapi kendala untuk bertanam padi dua kali setahun.

  Lahan sawah yang kering biasanya diberakan oleh petani. Agar pendapatan petani meningkat, seyogyanya lahan ini dapat dimanfaatkan dengan penanaman semangka setelah panen padi sawah (BPTP Sumatera Barat, 2011) Pengembangan intensifikasi palawija dan hortikultura perlu dilakukan secara simultan dan terpadu dengan budidaya tanaman padi. Palawija umumnya diusahakan dalam bentuk pergiliran tanaman di lahan sawah tadah hujan dan sawah pengairan. Perluasan intensifikasi palawija dan hortikultura harus dilaksanakan dengan perluasan areal padi. Pengembangan pola usaha tani perlu dilakukan secara rasional dan dinamis dengan mempertimbangkan perubahan faktor lingkungan. Produksi tanaman pada lahan basah banyak dipengaruhi oleh tersedianya air irigasi dan hujan, jenis tanah, kemampuan lahan dan teknologi pertanian. Penyediaan air irigasi secara rutin dalam interval waktu tertentu dalam mendukung pengembangan palawija dan sayuran sebagai komponen penting penyusun pola tanam (Saptana dkk,2004)

  Pada saat ini, petani sudah mulai menerapkan sistem pertanaman padi- semangka. Menurut Harian Aceh (2012), setelah menanam padi, petani kawasan pesisir kecamatan Kuala Bireuen kembali membuka lahan dan beralih untuk bercocok tanam semangka di areal sawahnya. Setelah memanen padi tahun ini, semua petani sepakat menanam semangka, sehingga memberikan dampak lebih baik untuk tanah saat penaman padi di masa mendatang. Penanaman tanaman semangka selalu dicanangkan usai panenan padi, sehingga areal tanah sawahnya akan subur kembali.

  Di India, rotasi padi- gandum menyumbang sekitar 40% dari total kebutuhan negara. Berbagai tantangan muncul berkaitan dengan produktivitas yang menurun, menurunnya pendapatan pertanian karena meningkgkatnya biaya produksi, krisis air irigasi dan tantangan baru akibat terjadinya perubahan iklim yang dapat mengancam ketahanan pangan Asia- Selatan. Pengolahan lahan kering dan basah secara intensif menyebabkan penetrasi akar terbatas, miskin hara dan produktivitas yang rendah (Jat, dkk. 2011)

  Teknologi konservasi tanah berbasis melestarikan sumber daya alam memberikan kesempatan yang luar biasa untuk meningkatkan produksi tanaman pangan. Penanaman yang tepat waktu, pemanfaatan yang lebih baik dari lahan yang kurang dimanfaatkan (padi- bera) yaitu dengan sistem intensifikasi, diversifikasi, mengurangi biaya produksi dan efisiensi penggunaan input. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alur irigasi dapat secara signifikan meningkatkan hasil tanaman palwija yang dapat dirotasikan dengan tanaman padi (Singh

  dkk .2011)

  Menurut Gunadi, dkk (2010), intensitas tanam Subak Irigasi sebelum alih fungsi lahan berkisar antara 200-250% dalam setahun, dengan pola tanam yang diterapkan adalah padi- padi/ palwija- palawija/bera. Selanjutnya setelah alih fungsi lahan, intensitas tanam mengalami peningkatan menjadi sekitar 250- 300%, dengan pola tanam yang diterapkan adalah padi- padi/ palawija- padi/ palawija. Jenis- jenis komoditas palawija yang diusahakan sebelum alih fungsi lahan diantaranya adalah jangung dan kedelai. Kemudian, palawija yang diusahakan setelah alih fungsi lahan diantaranya adalah jagung manis dan semangka. Terjadinya alih fungsi lahan dan penurunan sumberdaya air mengakibatkan penurunan produksi tanaman. Walaupun demikian, melalui perbaikan teknik budidaya seperti pada penerapan paket teknologi padi, dengan pemupukan berimbang, penambahan pupuk organik, pengapuran dan irigasi macak- macak, produksi padi dapat ditingkatkan. Harapannya adalah terdapat peluang dalam upaya menunjang ketahanan pangan.

  Pada rotasi tanaman padi di dataran tinggi, pelumpuran tanah pada saat pengolahan lahan dapat mendorong produktivitas yang tinggi. Prosedur ini meliputi membajak tanah, pelumpuran, dan menjaga ketersediaan air selama pertumbuhan padi. Pelumpuran dapat mengubah struktur tanah. Namun, penanaman padi secara terus- menerus dapat mengakibatkan kondisi tanah menjadi buruk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rotasi tanamn padi dengan palawija dapat memperbaiki struktur tanah sawah (Zhang dkk, 2012)

  Relatif singkatnya umur tanaman semangka (60-75 hari) memberikan peluang besar untuk dikembangkan terutama pada lahan sawah setelah panen padi. Komoditas ini dapat dijadikan sebagai rotasi dengan tanaman pokok (padi sawah), dan telah terbukti memberikan nilai tambah yang cukup besar. Kebijakan pemerintah dalam pengembangan tanaman hortikultura bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani, pemenuhan gizi, peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi baru bidang hortikultura, dan upaya mencukupi kebutuhan hortikultura di dalam negeri, serta meningkatkan ekspor. Untuk menopang kebijakan tersebut, salah satunya melalui pengembangan komoditas semangka pada wilayah-wilayah potensial atau sentra produksi (BPTP Sumatera Barat, 2011)

  Rotasi tanaman merupakan salah satu praktek penting dalam sistem pertanian berkelanjutan, karena efek pada kesuburan tanah dan manfaat lainnya termasuk pengurangan dalam kompetisi gulma. Rotasi tanaman dapat membantu dalam mengendalikan gulma, memasok nutrisi tanah, meningkatkan kualitas tanah, dan mengurangi erosi tanah. Dampak positif jangka panjang rotasi tanaman adalah pada hasil panen. Meskipun dalam beberapa dekade terakhir manfaatnya dalam hal hasil tampaknya telah diabaikan oleh banyak petani. Rotasi tanaman meningkatkan hasil dan sangat penting dalam mewujudkan sistem pertanian berkelanjutan (Younessi dkk, 2007)