BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengambilan Keputusan - Pendekatan Fuzzy dalam Pemodelan Sistem Pendukung Keputusan dengan Analytic Hierarcy Process

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengambilan Keputusan

  Pengambilan keputusan adalah sebuah proses memilih tindakan (diantara berbagai alternatif) untuk mencapai suatu tujuan atau beberapa tujuan (Turban, 2005). Proses pengambilan keputusan meliputi tiga fase utama yaitu inteligensi, desain dan pemilihan. Dengan adanya pengambilan keputusan dalam penyelesaian masalah akan memberikan hasil yang baik. Adapun gambaran konseptual dari proses pengambilan keputusan yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 dibawah: Simplikasi

  Fase intelijensi Realitas Asumsi

  Sasaran organisasional Prosedur pencarian dan penelitian Pengumpulan data Identifikasi masalah Kepemilikan masalah Klasifikasi masalah Validasi model Rumusan masalah Rumusan masalah

  Fase desain Sukses Formulasi sebuah model

  Menentukan kriteria untuk dipilih Mencari alternatif Memprediksi dan mengukur hasil pengujian yang Verifikasi, diusulkan akhir Alternatif

  Fase pilihan Solusi untuk model Analisis sensitivitas Memilih alternatif terbaik Rencana implementasi Solusi

  Implementasi solusi Gagal

Gambar 2.1 Pengambilan keputusan

  

(Sumber : Turban, 2005)

2.2. Sistem Pendukung Keputusan

  Sistem Pendukung Keputusan (SPK) adalah bagian dari sistem informasi berbasis komputer (termasuk sistem pengetahuan) yang dipakai untuk mendukung pengambilan keputusan dalam suatu organisasi atau perusahaan. Suatu sistem pendukung keputusan memiliki beberapa subsistem yang menentukan kapabilitas teknis sistem pendukung keputusan (Turban, 2005) antara lain:

  1. Manajemen data yaitu termasuk database, yang mengandung data yang relevan untuk berbagai situasi dan diatur oleh software yang disebut Database Management Systems (DBMS).

  2. Manajemen model yaitu melibatkan model finansial, statistika, manajemen pengetahuan, atau berbagai model kuantitatif lainnya, sehingga dapat memberikan ke sistem suatu kemampuan analitis, dan manajemen software yang diperlukan.

  3. Interaksi yaitu pengetahuan pekerja dapat berinteraksi pada sistem pendukung keputusan untuk melakukan analisis.

4. Manajemen pengetahuan yaitu model Manajemen Pengetahuan juga berinterkoneksi dengan sistem integrasi manajemen pengetahuan perusahaan.

  Sistem pendukung keputusan adalah sistem penghasil informasi yang ditujukan pada suatu masalah tertentu yang harus dipecahkan oleh manager dan dapat membantu manager dalam pengambilan keputusan. Karena sistem pendukung keputusan merupakan suatu bagian yang tak terpisahkan dari totalitas sistem organisasi keseluruhan. Untuk membangun sebuah kelancaran fisik sangat dipengaruhi oleh mekanisme pengaturan yang dijalani. Rangkaian pengaturan sistem fisik ini distrukturkan dalam sistem manajemen yang tidak lain merupakan sistem yang menghasilkan keputusan yang diperlukan guna menjamin kelancaran sistem fisik. Oleh karena sistem manajemen ini menghasilkan sejumlah keputusan, maka sering pula sistem manajemen disebut sistem keputusan. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, sistem keputusan tidak bisa dipisahkan dari sistem fisik maupun sistem informasi. Kompleksitas sistem secara fisik menuntut adanya sistem keputusan yang komplek pula. Ciri utama dari sistem pendukung keputusan adalah kemampuannya untuk menyelesaikan masalah – masalah yang tidak terstruktur.

  Pada dasarnya sistem pendukung keputusan merupakan pengembangan lebih lanjut dari sistem manajemen terkomputerisasi yang dirancang sedemikian rupa sehingga bersifat interaktif dengan pemakainya. Sifat interaktif ini dimaksudkan untuk memudahkan integrasi antara berbagai komponen dalam proses pengambilan keputusan seperti prosedur, kebijakan, teknis, analisis, serta pengalaman dan wawasan manajerial guna membentuk suatu kerangka keputusan yang bersifat fleksibel. Suatu pendekatan sistematis pada hakekat suatu masalah, pengumpulan fakta – fakta penentu yang matang dari alternatif yang dihadapi dan pengambilan tindakan yang paling tepat. Sistem pendukung keputusan adalah suatu sistem berbasis komputer yang menghasilkan berbagai alternatif keputusan untuk membantu manajemen dalam menangani berbagai permasalahan yang terstruktur ataupun tidak terstruktur dengan menggunakan data dan model (Dadan Umar Daihani, 2001) Untuk . menghasilkan keputusan yang baik di dalam sistem pendukung keputusan, perlu didukung oleh informasi dan fakta – fakta yang berkualitas antara lain: a. Kelengkapan

  Atribut ini berkaitan dengan kelengkapan isi informasi, dalam hal ini isi tidak menyangkut hanya volume tetapi juga kesesuaian dengan harapan pemakai sehingga sering kali kelengkapan ini sulit diukur secara kuantitatif.

  c. Ketelitian Atribut ini berkaitan dangan tingkat kesalahan yang mungkin didalam pelaksanaan pengolahan data dalam jumlah (volume) besar. Dua tipe kesalahan yang sering terjadi yaitu berkaitan dengan perhitungan.

  d. Ketepatan Atribut ini berkaitan dengan kesesuaian antara informasi yang dihasilkan dengan kebutuhan pemakai. Sama halnya dengan kelengkapan, ketepatanpun sangat sulit diukur secara kuantitatif.

  e. Ketepatan waktu Kualitas informasi juga sangat ditentukan oleh ketepatan waktu penyampaian dan aktualisasinya. Misal informasi yang berkaitan dengan perencanaan harian akan sangat berguna kalau disampaikan setiap dua hari sekali.

  f. Kejelasan Atribut ini berkaitan dengan bentuk atau format penyampaian informasi. Bagi seorang pimpinan, informasi yang disajikan dalam bentuk grafik, histogram, atau gambar biasanya akan lebih berarti dibandingkan dengan informasi dalam bentuk kata – kata yang panjang.

  g. Fleksibilitas Atribut ini berkaitan dengan tingkat adaptasi dari informasi yang dihasilkan terhadap kebutuhan berbagai keputusan yang akan diambil dan terhadap sekelompok pengambil keputusan yang berbeda.

2.2.1 Tahapan pengambilan keputusan

  Untuk menghasilkan keputusan yang baik ada beberapa tahapan proses yang harus dilalui dalam pengambilan keputusan. Menurut Sri Eniyati berdasarkan (Julius Hermawan, 2002) proses pengambilan keputusan melalui beberapa tahap berikut:

  a. Tahap penelusuran Tahap ini pengambil keputusan mempelajari kenyataan yang terjadi, sehingga kita bisa mengidentifikasi masalah yang terjadi biasanya dilakukan analisis dari sistem ke subsistem pembentuknya sehingga didapatkan keluaran berupa dokumen pernyataan masalah.

  b. Tahap desain Dalam tahap ini pengambil keputusan menemukan, mengambangkan dan menganalisis semua pemecahan yang mungkin yaitu melalui pembuatan model yang bisa mewakili kondisi nyata masalah. Dari tahapan ini didapatkan keluaran berupa dokumen alternatif solusi.

  c. Tahap choice Dalam tahap ini pengambil keputusan memilih salah satu alternatif pemecahan yang dibuat pada tahap desain yang dipandang sebagai aksi yang paling tepat untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi. Dari tahap ini didapatkan dokumen solusi dan rencana implementasinya.

  d. Tahap implementasi Pengambil keputusan menjalankan rangkaian aksi pemecahan yang dipilih di tahap choice. Implementasi yang sukses ditandai dengan terjawabnya masalah yang dihadapi, sementara kegagalan ditandai masih adanya masalah yang sedang dicoba untuk diatasi. Dari tahap ini didapatkan laporan pelaksanaan solusi dan hasilnya.

2.2.2. Komponen komponen sistem pendukung keputusan

  Adapun sistem pendukung keputusan terdiri dari 3 komponen utama atau subsistem (Dadan Umar Daihani, 2001) yaitu:

  a. Subsistem data Subsistem data merupakan komponen sistem pendukung keputusan penyedia data bagi sistem. Data dimaksud disimpan dalam suatu pangkalan data yang diorganisasikan suatu sistem yang disebut sistem manajemen pengkalan data (Data Base Manajemen System/DBMS).

  b. Subsistem model Pada subsistem model ini menggambarkan suatu model yang akan dibangun.

  c. Subsistem dialog Keunikan lainnya dari sistem pendukung keputusan adalah adanya fasilitas yang mampu mengintegrasikan sistem terpasang dengan pengguna secara interaktif.

  Fasilitas yang dimiliki oleh subsistem ini dapat dibagi atas 3 komponen yaitu :

  a) Bahasa aksi yaitu suatu perangkat lunak yang dapat digunakan pengguna untuk berkomunikasi dengan sistem. Komunikasi ini dilakukan melalui berbagai pilihan media seperti keyboard, joystick dan key function.

  b) Bahasa tampilan yaitu suatu perangkat yang berfungsi sebagai sarana untuk menampilkan sesuatu.

  c) Basis pengetahuan yaitu bagian yang mutlak diketahui oleh pengguna sistem yang dirancang dapat berfungsi secara efektif (Umar Dadan Daihani, 2000) sebagaimana Gambar 2.2 dibawah:

   Data base Model base Manajemen basis data manajemen basis model Manajemen dialog Piranti lunak Tugas Lingkungan

  

USE

Gambar 2.2 Komponen SPK

  (Sumber: Dadan Umar Daihani, 2001)

2.3. Logika Fuzzy

  Sebelum munculnya teori logika fuzzy (Fuzzy Logic), dikenal sebuah logika tegas (Crisp Logic) yang memiliki nilai benar atau salah secara tegas. Prinsip ini dikemukakan oleh Aristoteles sekitar 2000 tahun yang lalu sebagai hukum Excluded

  Middle dan hukum ini telah mendominasi pemikiran logika sampai saat ini. Namun,

  pemikiran mengenai logika konvensional dengan nilai kebenaran yang pasti yaitu benar atau salah dalam kehidupan nyata sangatlah tidak cocok. fuzzy logic (logika samar) merupakan suatu logika yang dapat merepresentasikan keadaan yang ada di dunia nyata. Logika fuzzy merupakan sebuah logika yang memiliki nilai kekaburan atau kesamaran ( fuzzy) antara benar dan salah. Teori himpunan fuzzy merupakan suatu kerangka matematis yang digunakan untuk mempresentasikan ketidakpastian, ketidakjelasan, ketidaktepatan, kekurangan informasi dan kebenaran parsial (Tettamanzi, 2001). Adapun salah satu fitur yang menarik dari logika fuzzy yaitu logika fuzzy dapat digunakan untuk memodelkan informasi yang mengandung ketidak jelasan melalui konsep bilangan fuzzy dan dapat memproses bilangan – bilangan fuzzy tersebut dengan menggunakan operasi – operasi aritmatika biasa (Lootsma, 1997). Bilangan fuzzy biasanya diekspresikan secara linguistik, dimana operasi yang dilakukan pada bilangan fuzzy, lebih banyak berupa pengolahan kata – kata dari pada bentuk bilangan. Adapun bilangan fuzzy dapat didefinisikan sebagai berikut: Jika bilangan fuzzy L-R,

  � , yang dinotasikan dengan ( , , ) adalah satu himpunan

  fuzzy yang memiliki fungsi keanggotaan sebagai berikut: −

  � � ; ≤ (

  (2.1) ) =

  � −

  � � ; ≥ Dengan

  , > 0 sebagai rentang nilai kiri dan kanan. L bersifat monoton naik menuju ke 1, sedang R bersifat monoton turun dari 1; dan L(0) = R(0) = 1; L(1) = 0; Jadi nilai keaggotaan tertinggi adalah 1 yang terjadi pada saat x = m, sebagaimana pada Gambar 2.3 dibawah:

  ̃

  1

  ( )

  

m

Gambar 2.3 Bilangan fuzzy L-R (Sumber: Lootsma, 1997).

  Jika bilangan fuzzy L – R bersifat linier, baik L maupun R, maka bilangan fuzzy ̃ tersebut dikenal bilangan fuzzy segitiga ̃ = (10,3,5), seperti pada Gambar 2.4 dibawah:

  1

  ( )

  7

  15

  10 x

Gambar 2.4 Bilangan fuzzy segitiga ̃ = (10,3,5).

  (Sumber: Lootsma, 1997). Jika bilangan fuzzy L – R memiliki , maka bilangan fuzzy tersebut

  ≤ ≤

  �1 � �2

  dikenal dengan bilangan fuzzy trapesium, yang dinotasikan dengan , ,

  ̃ = ( , ), dengan a adalah lebar sisi kiri, dan b adalah lebar sisi kanan

  �1 �2

  untuk x. Sebagaimana Gambar 2.5 dibawah:

  �

  1

  ( )

  3

  10

  12 5 x

Gambar 2.5 Bilangan fuzzy trapesium

  ̃ = (5,10,2,2) (Sumber: Lootsma, 1997).

2.4. Analytic Hierarchy Process (AHP)

  Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L.Saaty sekitar tahun 1970 ketika di Warston school. Metode AHP memproses masalah multikriteria yang kompleks menjadi suatu model hirarki. hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir yaitu level alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis. Adapun tahapan – tahapan proses dalam metode AHP adalah: a. Mendefinisikan masalah dan menentukan tujuan yang diinginkan.

  b. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria – criteria dan alternatif – alternatif pilihan.

  c. Membentuk matrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan pengaruh setiap elemen terhadap masing – masing kriteria.

  d. Menguji konsistensi hirarki. Jika nilai konsistensi rasio yang dihasilkan tidak memenuhi standar yang ditetapkan yaitu Consistency Ratio (CR) < 0,1 maka penilaian harus diulang kembali. Misalkan O i dan O j adalah tujuan. Tingkat kepentingan relatif tujuan – tujuan ini dapat dinilai dalam 9 poin (Reenoij, 2005) seperti pada tabel 2.1 dibawah:

Tabel 2.1 Tingkat kepentingan

  (Sumber: Reenoij, 2005)

  Nilai Interpretasi

  1 O i dan O j sama penting

  3 O sedikit lebih penting dari O i j

  5 O i kuat tingkat kepentingannya dari pada O j

  7 O i sangat kuat tingkat kepentingannya dari pada O j

  9 O i mutlak lebih penting dari pada O j 2,4,6,8 Nilai – nilai intermediate Sedangkan mengenai matriks perbandingan berpasangan adalah matriks – matriks berukuran n x n dengan elemen a ij merupakan nilai relatif tujuan ke – i terhadap tujuan ke – j. matriks perbandingan berpasangan dikatakan konsisten jika dan hanya jika untuk setiap

  , , ≠ ∈ {1, … , } = 1

  (2.2)

  1

  = (2.3)

  = ) (2.4)

  � �( Matriks perbandingan berpasangan hanya dapat dibangun (n – 1) perbandingan, yaitu:

  ⋮ (2.5)

  ⋮ � �

  Andaikan kita memilikin n tujuan dalam AHP. Matriks A adalah matriks perbandingan berpasangan yang konsisten, maka A dapat berupa matriks: …

  1

  2

  ⎡

  1 1 ⎤

  1

  …

  1

  ⎢ ⎥

  1

  2

  2 2 ⎢ ⎥

  (2.6) ⋮ ⋮

  ⎢ ⎥

  2 ⋮

  ⋮ ⋮ ⋮

  ⎢ ⎥ ⋮ ⋮

  ⎢ ⎥ ⋯

  2

  ⎣

  2 ⎦

  Dimana w >0,i = 1,…… n adalah bobot tujuan ke – i. Secara umum vektor bobot

  i

  w=[w

  1 , w 2 ,….w n ] untuk n tujuan dapat dikomodasi matriks A dengan mencari solusi

  (non – trivial) dari himpunan n persamaan dengan n variabel yang tidak diketahui sebagai berikut :

  T T

  (A)(W ) = (V)(W ) (2.7) Jika A konsisten, maka v = n memberi suatu solusi non – trivial yang unik.

  T T (A)(W ) = (n)(W ) jumlah semua bobot sama dengan satu.

  Jika A adalah matriks perbandingan berpasangan berukuran n x n yang konsisten, maka: 1 1 1

  • 1

  ) ) + ) + � � ( � � ( � � (

  2 1 2 … ( ⋮ ) =

  (2.8)

  )( ⋮ ⋮ ⋮ 2 … ) ) ) 1 1 � � (

  1

  2 � � ( � � (

  ( ) ) (

  1

  1

  ( )

  2

  2

  ) ( =

  (2.9) )

  � � = ( ) � � = ( )( ⋮

  ⋮ ( )

  ) ( Apabila A adalah matriks perbandingan berpasangan yang tidak konsisten, maka vektor bobot yang berbentuk: (

  (2.10) ) = ( )

  )( )( Dapat didekati dengan cara :

  ′ = 1

  (2.11)

  ∑

  Untuk setiap baris dalam A’, hitunglah nilai rata – ratanya:

  1 =

  (2.12)

  ∑ Dengan W i adalah bobot tujuan ke- i dari vektor bobot.

  Misalkan ada n tujuan dan m alternatif pada AHP, maka proses perankingan alternatif dapat dilakukan melalui langkah – langkah sebagai berikut : a) Untuk setiap tujuan I, tetapkan matriks perbandingan berpasangan A, untuk m alternatif b) yang merepresentasikan bobot relatif dari Tentukan fektor bobot untuk setiap A i setiap alternatif ke – j pada tujuan ke – i (S ij ) c) Hitung total skor

  ) =

  (2.13) ∑ � �(

  d) Pilih alternatif dengan skort tertinggi

2.4.1 Prinsip dasar analytic hierarchy process

  Metode Analytic hierarchy process (AHP) dalam menyelesaikan permasalahan, membutuhkan beberapa prinsip dasar yaitu: a. Decomposition

  Decomposition adalah langkah memecahkan atau membagi masalah yang utuh menjadi elemen – elemen ke bentuk hirarki, dimana setiap elemen saling berhubungan. Adapun bentuk struktur dekomposisi yaitu:

  a) Tingkat 1 : Tujuan keputusan (Goal)

  b) Tingkat 2 : Kriteria

  c) Tingkat 3 : Alernatif Adapun bentuk rangkaian dari dekomposisi masalah dapat dilihat pada gambar dibawah:

  

Tujuan

Kriteria II Kriteria III Kriteria N Kriteria I Alternatif N

  Alternatif I Alternatif II

Gambar 2.6 Struktur hirarki

  (Sumber: Yusuf Anshori, 2012)

  b. Comparative judgement

  Comparative judgement dilakukan dengan memberikan penilaian tentang

  kepentingan relatif antar kriteria. Hasil dari penilaian ini disajikan dalam bentuk matriks perbandingan berpasangan atau matriks keputusan.

  c. Synthesis of Priority Dari matriks keputusan yang terbentuk dapat ditentukan nilai bobot untuk masing – masing kriteria sehingga bisa didapatkan prioritas antar kriteria.

2.5. Riset Riset Terkait

  Adapun permasalahan – permasalahan yang berkaitan dalam penelitian ini, setelah penulis mengkaji dalam beberapa jurnal berbeda yang berkenaan dengan fuzzy dan juga Analytic Hierarchy Process (AHP) dapat memberikan sebuah konstribusi yang baik. Dalam jurnal ilmiah foristek, “Pendekatan Triangular Fuzzy Number dalam metode Analytic Hierarchy Process” (Anshori, Y. 2012). Adapun langkah – langkah yang digunakan yaitu: Metode Analytic Hierarchy Process :

  a. Penyusunan prioritas

  b. Membuat matrik keputusan

  c. Uji konsistensi dan indeks rasio Transformasi Triangular fuzzy number terhadap sakala AHP:

  a. Menentukan fuzzyfikasi perbandingan skala 1 – 9 kepentingan antara 2 kriteria

  b. Analisa fuzzy synthetic (dipakai untuk perlasan suatu objek dalam memenuhi tujuan). Sedangkan pada jurnal ilmu komputer, “Pemodelan sistem pendukung keputusan kelompok untuk diagnosa penyakit pneumonia dengan Fuzzy Linguistik Kuantifier dan AHP” (Syaukani, M & Hartati, S. 2012). Adapun langkah – langkah yang digunakan yaitu: a. Membuat tabel keputusan b. Menentukan nilai variabel linguistik gejala c. Nilai linguistik dipresentasikan dengan bilangan fuzzy segitiga.

  d. Membentuk matrik keputusan e. Agregasi preferensi f. Melakukan tahap perankingan dengan metode Analytic Hierarchy Process (AHP).

  Dari penjelasan kedua jurnal diatas yang berkenaan dengan Fuzzy dan Analytic

  

Hierarchy Process (AHP), memberikan output yang berbeda. Dalam jurnal ilmiah

  foristek, “Pendekatan Triangular Fuzzy Number dalam metode Analytic Hierarchy

  

Process ” (Anshori, Y. 2012). Dari hasil penelitiannya, menyatakan bahwa hasil

  perankingan yang diberikan oleh metode fuzzy AHP yaitu berbeda dengan hasil yang dilakukan cara manual, dimana hasil yang diberikan jauh lebih baik dari sebelumnya, khususnya dalam penentuan beasiswa. Sedangkan dalam jurnal ilmu komputer, “Pemodelan sistem pendukung keputusan kelompok untuk diagnosa penyakit pneumonia dengan Fuzzy Linguistik Quantifier

  

dan AHP ” (Syaukani, M & Hartati, S. 2012). Berdasarkan dari hasil penelitian yang

  diperoleh yaitu mampu menetapkan penyakit dan jenis antibiotik sebagai hasil dianogsis penyakit pneumonia.

  2.6. Perbedaan dengan Riset yang lain

  Dalam penelitian ini, penulis akan membangun sebuah pemodelan sistem pendukung keputusan bersifat statis yaitu suatu model sistem pendukung keputusan dalam mengambil satu kejadian saja dalam suatu situasi yang semuanya terjadi dalam 1 interval, baik waktunya sebentar ataupun yang lama dalam penilaian kriteria melalui pendekatan fuzzy dengan Analytic Hierarchy Process (AHP) untuk menentukan alternatif terbaik yang akan dipilih. Dimana fuzzy akan memberikan preferensinya untuk penilaian kriteria yang direpresentasikan fuzzy segitiga. Sedangkan Analytic

  

Hierarchy Process (AHP) dalam pemodelan sistem pendukung keputusan digunakan

  untuk menentukan tingkat kepentingan setiap kriteria C

  1 , C 2 , C 3 , C 4 , untuk memperoleh vektor bobot serta melakukan proses perankingan.

  2.7. Konstribusi Riset

  Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dalam pemodelan sistem pendukung keputusan dalam penilai kriteria C

  1 , C 2 , C 3 , C 4 untuk menentukan alternatif melalui

  pendekatan fuzzy dengan Analytic Hierarchy Process (AHP) mampu menyelesaikan setiap permasalahan dan memberikan hasil yang lebih baik serta pemodelan sistem pendukung tersebut dapat di terapkan untuk menyelesaikan permasalahan yang lain, khususnya permasalahan yang berkaitan dalam penilain kriteria.

Dokumen yang terkait

Pendekatan Fuzzy dalam Pemodelan Sistem Pendukung Keputusan dengan Analytic Hierarcy Process

3 93 56

Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Notebook Menggunakan Metode Analytic Hierarchy Process (AHP)

0 4 0

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pendukung Keputusan

0 0 12

Sistem Pendukung Keputusan pada Penjurusan Siswa Terkendala dengan metode Analytic Hierarchy Process

0 2 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keputusan dan Pengambilan Keputusan 2.1.1 Definisi - Implementasi Perbandingan Algoritma Analytic Hierarchy Process (AHP) dengan Algoritma Simple Additive Weighting (SAW) dalam Pemilihan Website Hosting

0 0 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sistem, Keputusan dan Sistem Pendukung Keputusan - Sistem Pendukung Keputusan Perangkingan Penerima BSM dengan Metode Simple Additive Weighting (SAW) dan Weighted Product Model (WPM)

0 0 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Sistem, Keputusan dan Sistem Pendukung Keputusan - Penerapan Metode AHP dan FDM pada Pemilihan Rancangan Rumah Tekstur Minimalis Berbasis WEB

0 0 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Pendukung Keputusan - Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Kelayakan Calon Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Luar Negeri Menggunakan Metode Simple Additive Weighting (SAW) dan Simple Multi-Attribute Rating

0 1 19

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Pendukung Keputusan - Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Kelayakan Calon Asisten Laboratorium Berbasis Android Menggunakan Algoritma Iterative Dichotomiser 3 (Id3)

0 0 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Pendukung Keputusan - Perbandingan Metode Analytical Hierarchy Process Dan Weighted Sum Model Pada Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Sepeda

0 0 19