BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keputusan dan Pengambilan Keputusan 2.1.1 Definisi - Implementasi Perbandingan Algoritma Analytic Hierarchy Process (AHP) dengan Algoritma Simple Additive Weighting (SAW) dalam Pemilihan Website Hosting

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keputusan dan Pengambilan Keputusan

2.1.1 Definisi

  James A.F.Stoner mendefinisikan keputusan sebagai pemilihan diantara alternatif- alternatif. Definisi lainnya yaitu menurut Prof. Dr. Prajudi Atmosudirjo, SH keputusan adalah suatu pengakhiran daripada proses pemikiran tentang suatu masalah atau problema untuk menjawab pertanyaan apa yang harus diperbuat guna mengatasi masalah tersebut, dengan menjatuhkan pilihan pada suatu alternatif. Dari pengertian- pengertian keputusan diatas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa keputusan merupakan suatu pemecahan masalah sebagai suatu hukum situasi yang dilakukan melalui pemilihan satu alternatif dari beberapa alternatif (Hasan, 2004)

  Menurut S.P. Siagian pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakikat alternatif yang dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang tepat. Ahli lain yaitu Churchman merumuskan pengambilan keputusan sebagai aktivitas manajemen berupa pemilihan tindakan dari sekumpulan alternatif yang telah dirumuskan sebelumnya untuk memecahkan masalah atau suatu konflik dalam manajemen. Persoalan pengambilan keputusan, pada dasarnya adalah bentuk pemilihan dari berbagai alternatif tindakan yang mungkin dipilih yang prosesnya melalui mekanisme tertentu, dengan harapan akan menghasilkan sebuah keputusan terbaik. (Fajar, 2012) Ada beberapa alasan mengapa pengambilan keputusan menjadi lebih sulit. Pertama, jumlah alternatif yang tersedia jauh lebih banyak daripada dulu karena sistem teknologi dan komunikasi telah meningkat, terutama web atau internet dan search engine-nya. Makin banyak data serta informasi yang tersedia, makin alternatif dapat di identifikasi dan dieksplorasi. Selain kecepatan dimana data dan informasi dapat di akses, alternatif-alternatif pengambilan keputusan pun harus dianalisis. Hal ini membutuhkan waktu (skala manusia = lambat) dan pikiran. Sekalipun memiliki informasi yang makin banyak dan makin baik daripada sebelumnya, namun waktu telah menghambat pengambil keputusan untuk mendapatkan semua yang mereka perlukan dan membaginya kepada yang lain.

  Kedua biaya akibat kesalahan dapat menjadi besar karena kompleksitas dan besarnya operasi, automasi, dan reaksi yang dapat terjadi di banyak bagian organisasi. Ketiga ada perubahan terus-menerus di dalam lingkungan yang berfluktuasi dan semakin tidak jelas di beberapa elemen yang berpengaruh. Akhirnya, keputusan harus diambil dengan cepat untuk merespon pasar. Kemajuan di bidang teknologi, khususnya web, secara dramatis telah meningkatkan kecepatan kita untuk mendapatkan informasi dan kecepatan yang diharapkan di mana kita membuat keputusan. Diharapkan kita dapat seketika merespon perubahan di dalam lingkungan. (Turban, 2005).

2.2 Tipologi Keputusan

  Ada berbagai tipologi keputusan yang disusun berdasarkan berbagai sudut pandang, secara garis besar dikenal tiga tipologi yaitu :

  1. Keputusan berdasarkan tingkat kepentingan.

  2. Keputusan berdasarkan tingkat regularitas.

  3. Keputusan berdasarkan tipe persoalan.

2.2.1 Keputusan Berdasarkan Tingkat Kepentingannya

  Secara klasik, hierarki manajemen terbagi menjadi tiga tingkatan yaitu : manajemen puncak, menengah, dan bawah. Manajemen puncak berkaitan dengan masalah perencanaan yang bersifat strategis, manajemen menengah menangani masalah kontrol/pengawasan yang sifat pekerjaannya lebih banyak pada masalah administrasi. Sedangkan tingkatan berikutnya adalah manajemen operasional, yaitu yang berkaitan dengan kegiatan operasi harian.

2.2.2 Keputusan Berdasarkan Tingkat Regularitas

  Tipologi ini diusulkan oleh H. Simon. Menurutnya keputusan berada pada suatu rangkaian kesatuan (continuum), dengan keputusan terprogram pada satu ujungnya dan keputusan tak terprogram pada ujung yang lain.

1. Keputusan Terprogram

  Yang pertama adalah masalah-masalah yang terstruktur dengan baik yang berulang serta rutin, dan untuk masalah-masalah tersebut telah dikembangkan model standar.

2. Keputusan Tak Terprogram

  Keputusan ini bersifat tidak terstruktur. Keputusan yang tidak terpogram biasanya juga berkaitan dengan persoalan yang cukup pelik, karena banyak parameter yang tidak diketahui atau belum diketahui.

2.2.3 Keputusan Berdasarkan Tipe Persoalan Mintzberg mengklasifikasikan keputusan menjadi empat tipe sebagai berikut.

1. Keputusan internal jangka pendek 2.

  Keputusan internal jangka panjang 3. Keputusan eksternal jangka pendek 4. Kebutuhan eksternal jangka panjang

  Keputusan internal jangka pendek biasanya menyangkut masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan rutin/operasional. Keputusan internal jangka panjang adalah keputusan- keputusanyang berkaitan dengan permasalahan organisasional. Keputusan eksternal jangka pendek berkaitan dengan semua persoalan yang berdampak atau berhubungan dengan lingkungan dalam rentang waktu yang relative pendek. Keputusan eksternal jangka panjang berkaitan dengan semua persoalan yang berdampak atau berhubungan dengan lingkungan dalam rentang waktu yang relatif panjang. (Daihani, 2001)

2.3 Tahap-Tahap Pengambilan Keputusan

  Menurut Herbert A. Simon, tahap-tahap yang harus dilalui dalam proses pengambilan keputusan sebagai berikut:

  1. Tahap Pemahaman (Inteligence Phase)

  Tahap ini merupakan proses penelusuran dan pendeteksian dari lingkup problematika serta proses pengenalan masalah. Data masukan diperoleh, diproses dan diuji dalam rangka mengidentifikasikan masalah.

  2. Tahap Perancangan (Design Phase) Tahap ini merupakan proses pengembangan dan pencarian alternatif tindakan/ solusi yang dapat diambil. Tersebut merupakan presentasi kejadian nyata yang disederhanakan sehingga diperlukan proses validasi dan vertifikasi untuk mengetahui keakuratan keakuratan model dalam meneliti masalah yang ada.

  3. Tahap Pemilihan (Choice Phase)

  Tahap ini dilakukan pemilihan diantara berbagai alternatif solusi yang dimunculkan pada tahap perencanaan agar ditentukan/dengan memperhatikan kriteria-kriteria berdasarkan tujuan yang akan dicapai.

  4. Tahap Implementasi (Implementation Phase)

  Tahap ini dilakukan penerapan terhadap rancangan sistem yang telah dibuat pada tahap perancangan serta pelaksanaan alternatif tindakan yang telah dipilih pada tahap pemilihan.

2.4 SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN

  Sistem Pendukung Keputusan (SPK) merupakan suatu sistem interaktif yang mendukung keputusan dalam proses pengambilan keputusan melalui alternatif

  • –alternatif yang diperoleh dari hasil pengolahan data, informasi dan rancangan model. Definisi lainnya menurut Bonczek sistem pendukung keputusan didefinisikan sebagai sistem berbasis komputer yang terdiri dari tiga komponen yang saling berinteraksi, yaitu: sistem bahasa (mekanisme untuk memberikan komunikasi antara pengguna dan komponen SPK yang lain), sistem pengetahuan (repositori pengetahuan domain masalah yang ada pada SPK entah sebagai data atau sebagai prosedur), dan sistem pemrosesan masalah (hubungan antara dua komponen lainnya, terdiri dari satu atau lebih kapabilitas manipulasi masalah umum yang diperlukan untuk pengambilan keputusan).
Dari beberapa definisi SPK diatas dapat disimpulkan bahwa SPK merupakan sebuah sistem berbasiskan komputer yang digunakan untuk membantu para pembuat keputusan dengan memberikan gambaran mengenai bagaimana sebaiknya keputusan itu dibuat. SPK dibuat bukan untuk menggantikan fungsi pebuat keputusan, melainkan untuk memberikan beberapa informasi ataupun data-data yang mendukung keputusan tersebut, sehingga keputusan yang dibuat merupakan keputusan terbaik. (Oktariani, 2010)

2.5 Algoritma

  Algoritma merupakan prosedur yang tepat, jelas, mekanis, efisien, benar. (Dasgupta, 2006) Algoritma adalah urutan langkah-langkah logis penyelesaian masalah yang disusun secara sistematis dan logis.

2.5.1 Analytic Hierarchy Process (AHP) AHP merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L.

  Saaty. Model pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki, Dengan hierarki suatu masalah kompleks dan tidak terstruktur dipecahkan kedalam kelompok-kelompok, diatur menjadi suatu bentuk hierarki (Manurung, 2010). menurut Saaty, hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level kriteria dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. (Syaifullah, 2010). Model AHP memakai persepsi manusia dianggap “pakar” sebagai input utamanya. Kriteria “pakar” disini bukan berarti bahwa orang tersebut haruslah jenius, pintar, bergelar doktor dan sebagainya tetapi lebih mengacu pada orang yang mengerti benar permasalahan yang diajukan, merasakan akibat suatu masalah atau punya kepentingan terhadap masalah tersebut.

  AHP membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan dengan yang menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot prioritas. a.

  Prinsip dasar AHP Dalam menyelesaikan permasalahan dengan AHP ada beberapa prinsip yang harus dipahami, di antaranya adalah sebagai berikut:

  1. Decomposition (membuat hierarki) Sistem yang kompleks bisa dipahami dengan memecahkannya menjadi elemen- elemen yang lebih kecil dan mudah dipahami.

  2. Comparative Judgment (penilaian kriteria dan alternatif) Kriteria dan alternatif dilakukan dengan perbandingan pasangan. Biasanya orang lebih mudah mengatakan bahwa program A lebih penting daripada program B, namun mengalami kesulitan menyebutkan seberapa penting program tersebut (Kasman.2012). Menurut Saaty (1988) untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik untuk mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat diukur menggunakan tabel analisis seperti tabel 2.1.

Tabel 2.1 skala penilaian perbandingan pasangan

  Intensitas Keterangan Kepentingan 1 Kedua elemen sama pentingnya.

  3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya.

  5 Elemen yang satu lebih penting daripada yang lainnya.

  7 Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya.

  9 Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya. 2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan- pertimbangan yang berdekatan.

  3. Synthesis of priority (Menentukan Prioritas) Menentukan prioritas dari elemen-elemen kriteria dapat di pandang sebagai bobot/kontribusi elemen tersebut terhadap tujuan pengambilan keputusan. AHP melakukan analisis prioritas elemen dengan metode perbandingan pasangan antar dua elemen sehingga semua elemen yang ada tercakup. Prioritas ini ditentukan berdasarkan pandangan para pakar dan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap pengambilan keputusan, naik secara langsung (diskusi) maupun secara tidak langsung (kuisioner).

  4. Logical Consistency (konsistensi logis) Konsistensi memiliki dua makna. Pertama, objek-objek yang serupa bisa dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Kedua , menyangkut tingkat hubungan antar objek yang didasarkan pada kriteria tertentu.

  b.

  Prosedur AHP Secara umum langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menggunakan AHP untuk memecahkan suatu masalah adalah sebagai berikut:

  1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan, lalu menyusun hierarki dari permasalahan yang dihadapi.

  2. Menentukan prioritas elemen a.

  Langkah pertama dalam menentukan prioritas elemen adalah membuat perbandingan pasangan, yaitu membandingkan elemen secara berpasangan sesuai dengan kriteria yang diberikan.

  b.

  Matriks perbandingan berpasangan diisi menggunakan bilangan untuk mempresentasikan kepentingan relatif dari suatu elemen terhadap elemen yang lainnya.

  3. Pertimbangan-pertimbangan terhadap perbandingan berpasangan disintesis untuk memperoleh keseluruhan prioritas. Hal-hal yang dilakukan dalam langkah ini adalah : a.

  Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap kolom pada matriks b.

  Membagi setiap nilai dari kolom dengan total kolom yang bersangkutan untuk memperoleh normalisasi matriks.

  c.

  Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap baris dan membaginya dengan jumlah elemen untuk mendapatkan nilai rata-rata.

  4. Dalam pembuatan keputusan, penting untuk mengetahui seberapa baik konsistensi yang ada karena kita tidak menginginkan keputusan berdasarkan pertimbangan dengan konsistensi yang rendah. Hal-hal yang dilakukan dalam langkah ini adalah sebagai berikut : a.

  Kalikan setiap nilai pada kolom pertama dengan prioritas relatif elemen pertama, nilai pada kolom kedua dengan prioritas relatif elemen kedua dan seterusnya.

  b.

  Jumlahkan setiap baris.

  c.

  Hasil dari penjumlahan baris dibagi dengan elemen prioritas relatif yang bersangkutan.

  d.

  Jumlahkan hasil bagi di atas dengan banyaknya elemen yang ada, hasilnya disebut λ maks.

  5. Hitung Consistency Index (CI) dengan rumus: CI =( maks

  λ –n)/n Dimana n = banyaknya elemen.

  6. Hitung Rasio Konsistensi/Consistency Ratio(CR) dengan rumus: CR = CI/RC Dimana CR = Connsistency Index

  IR = Index Random Consistency 7. Memeriksa konsistensi hierarki. Jika nilainya lebih dari 10%, ,maka penilaian data

  judjement harus di perbaiki. Namun jika konsistensi (CI/CR) kurang atau sama dengan 0,1 maka hasil perhitungan bisa dinyatakan benar .

  Dimana RI : random index yang nilainya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.2 Indeks Random N

  1

  2

  3

  4

  5

  6

  7

  8

  9

  10 RI

  0.00

  0.00

  0.58

  0.90

  1.12

  1.24

  1.32

  1.41

  1.45

  1.49

2.5.2 Simple Additive Weighting (SAW)

  Algoritma SAW merupakan penjumlahan terbobot. Konsep dasar algoritma SAW adalah mencari penjumlahan terbobot dari rating kinerja pada setiap alternatif pada semua kriteria . Algoritma SAW membutuhkan proses normalisasi matriks keputusan (X) ke suatu skala yang dapat diperbandingkan dengan semua rating alternatif yang ada. Algoritma SAW mengenal adanya 2 (dua) atribut yaitu kriteria keuntungan (benefit) dan kriteria biaya (cost). Perbedaan mendasar dari kedua kriteria ini adalah dalam pemilihan kriteria ketika mengambil keputusan) (Usito, 2013).

  Adapun langkah penyelesaian dalam menggunakannya adalah:

i 2.

1. Menentukan alternatif, yaitu A

  max x ij = nilai terbesar dari setiap kriteria min x ij = nilai terkecil dari setiap kriteria benefit

   Vi = =1 r ij

  ternormalisasi 9. Hasil akhir nilai preferensi (Vi) diperoleh dari penjumlahan dari perkalian elemen baris matriks ternormalisasi (R) dengan bobot preferensi (W) yang bersesuaian dengan elemen kolom matriks (W).

  ij ) membentuk matriks

  Hasil dari nilai rating kinerja ternormalisasi (r

  cost = jika nilai terkecil adalah terbaik 8.

  = jika nilai terbesar adalah terbaik

  Menentukan kriteria yang akan dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan, yaitu C j

  3. Memberikan nilai rating kecocokan setiap alternatif pada setiap kriteria.

  r ij = nilai rating kinerja ternormalisasi x ij

  Keterangan:

  Jika j adalah atribut biaya (cost): =

  Jika j adalah atribut keuntungan (benefit): =

  7. Melakukan normalisasi matriks keputusan dengan cara menghitung nilai rating kinerja ternormalisasi (r ij ) dari alternatif Ai pada kriteria C j.

  6. Membuat matriks keputusan (X) yang dibentuk dari tabel rating kecocokan dari setiap alternatif pada setiap kriteria.

  5. Membuat tabel rating kecocokan dari setiap alternatif pada setiap kriteria.

  4. Menentukan bobot preferensi atau tingkat kepentingan (W) setiap kriteria.

  = nilai atribut yang dimiliki dari setiap kriteria Keterangan:

  V = nilai untuk setiap alternatif i

  W j = nilai bobot dari setiap kriteria r ij = nilai rating kinerja ternormalisasi

  Hasil perhitungan nilai Vi yang lebih besar mengindikasikan bahwa alternatif A i merupakan alternatif terbaik.

  2.6 Undifield Modeling Language (UML)

  UML adalah sebuah bahasa yang telah menjadi standar dalam industri untuk visualisasi, merancang, dan mendokumentasikan sistem piranti lunak. UML menawarkan sebuah standar unuk merancang model sebuah sistem.

  Seperti bahasa-bahasa lainnya, UML mendefinisikan notasi dan sintax/semantic. Notasi UML merupakan sekumpulan bentuk khusus untuk menggambarkan berbagai diagram piranti lunak.setiap bentuk memiliki makna tertentu, dan UML syntax mendefinisikan bagaimana bentuk-bentuk tersebut dapat dikombinasikan. Notasi UML terutama diturunkan dari 3 notasi yang telah ada sebelumnya : Grady Booch OOD (Object-Oriented Design), Jim

  

Rumbaugh OMT (Object Modeling Technique), dan Ivar Jacobson OOSE (Object-Oriented

Software Engineering). (Dharwiyanti, 2003)

  2.7 Flowchart

Flowchart adalah penyajian yang sistematis tentang proses dan logika dari kegiatan

  penanganan informasi atau penggambaran secara grafik dari langkah-langkah dan urutan- urutan prosedur dari suatu program. Flowchart menolong analisis dan programmer untuk memecahkan masalah kedalam segmen-segmen yang lebih kecil dan menolong dalam menganalisis alternatif-alternatif lain dalam pengoperasian. (Anharku, 2009)

  Simbol Keterangan Terminator

  mulai atau selesai Proses Menyatakan proses terhadap data

  Input/Output

  Menerima input atau menampilkan output Seleksi/Pilihan Memilih aliran berdasarkan syarat

  Predefined-Data

  Definisi dari awal dari variable atau data

  Predefined-Process

  Lambang fungsi atau sub-program

  Connector

  Penghubung

  Off-page Connector

  Penghubung halaman pada halaman yang berbeda Arah Aliran Program

Dokumen yang terkait

BAB II KAJIAN TEORI - Analisis Manajemen Risiko (Studi Kasus pada Gudang Obat Rumah Sakit Tentara Pematangsiantar )

0 1 27

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI A. Sejarah Singkat Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur - Tinjauan Atas Peranan Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri - Tinjauan Atas Peranan Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori - Pengaruh Corporate Social Performance Terhadap Corporate Financial PerformanceStudi Empiris Pada perusahaanyang terdaftar di National Center forSustainability Reporting 2010-2013

0 0 31

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Corporate Social Performance Terhadap Corporate Financial PerformanceStudi Empiris Pada perusahaanyang terdaftar di National Center forSustainability Reporting 2010-2013

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Bank - Analisis Permintaan Kredit Multiguna Pegawai Negeri Sipil Pada Perbankan Di Kota Panyabungan

0 0 19

Pola Komunikasi Keluarga Dalam Pengambilan Keputusan Perkawinan Usia Remaja (Studi kasus pola komunikasi keluarga dalam pengambilan keputusan perkawinan usia remaja di Desa Sei Semayang, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang)

0 0 19

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 PARADIGMA KAJIAN - Pola Komunikasi Keluarga Dalam Pengambilan Keputusan Perkawinan Usia Remaja (Studi kasus pola komunikasi keluarga dalam pengambilan keputusan perkawinan usia remaja di Desa Sei Semayang, Kecamatan Sunggal, Kabu

0 0 35

BAB I PENDAHULUAN 1.1 KONTEKS MASALAH - Pola Komunikasi Keluarga Dalam Pengambilan Keputusan Perkawinan Usia Remaja (Studi kasus pola komunikasi keluarga dalam pengambilan keputusan perkawinan usia remaja di Desa Sei Semayang, Kecamatan Sunggal, Kabupaten

0 0 9

POLA KOMUNIKASI KELUARGA DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PERKAWINAN USIA REMAJA (Studi kasus pola komunikasi keluarga dalam pengambilan keputusan perkawinan usia remaja di Desa Sei Semayang, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang)

0 1 15