Sistem Pendukung Keputusan Dalam Menentukan Pemain Basket Terbaik Menggunakan Algoritma Analytical Hierarchy Process (AHP) (Study Kasus Klub Angsapura Sania Medan)

  

Sistem Pendukung Keputusan Dalam Menentukan Pemain Basket

Terbaik Menggunakan Algoritma Analytical Hierarchy Process

(AHP) (Study Kasus Klub Angsapura Sania Medan)

  1

  1

  2 Berto Nadeak , S , Fadlina 1 etyawati Arba’Atun 2 STMIK Budi Darma, Medan, Indonesia

AMIK STIEKOM Sumatera Utara, Medan, Indonesia

1 Jalan Sisingamangaraja No. 338, Medan, Indonesia

Abstrak

  

Basket merupakan permainan bola berkelompok. Terdiri atas dua tim beranggotakan lima orang yang saling bertanding

mencetak poin dengan memasukkan bola kekeranjang lawan. Gerakannya terdiri dari gabungan unsur yang terkoordinasi

secara rapi sehingga mampu memainkan bola dengan baik.Pada pelatihan basket di KlubAngsapura Sania Medan, terdapat

beberapa hal yang dilakukan untuk menentukan pemain yaitu dribling, shooting, passing, kelincahan.Aktifitas tersebut

dilakukan secara rutin dan dicatat secara manual pada suatu buku catatan, baik oleh pelatih maupun asisten pelatih.

Permasalahan muncul ketika banyak pemain yang harus dipilih, sehingga sulit bagi pelatih untuk menentukan pemilhan

pemain.Sebab itu diperlukan suatu aplikasi pendukung keputusan agar pelatih dapat mengevaluasi performa tim dan

mengambil keputusan sehingga bias menerapkan strategi yang sesuai. Aplikasi ini mampu memberikan statistic perkembangan

pemain.Metode yang digunakan adalah metode Analytical Hierarchy Process (AHP), dimana metode Analytical Hiera rchy

Process (AHP) ini membandingkan antara aspek terbaik, dengan aspek pemain yang ada.

  Kata Kunci: Sistem Pendukung Keputusan, Basket, Pemakin, AHP

Abstract

Basketball is a ball game in groups. Consisting of two teams consisting of five people who competed each other scored points

by inserting an opponent's ball. The movement consists of a combination of elements that are coordinated neatly so as to play

the ball well. In basketball training at KlubAngsapura Sania Medan, there are several things that are done to determine the

player that is dribbling, shooting, passing, agility. The activity is done regularly and recorded manually on a notebook, either

by coach or assistant coach. Problems arise when many players have to be selected, making it difficult for the coach to

determine the player's election. Because it requires a decision support application so that the coach can evaluate the team's

performance and make decisions so that the bias applies the appropriate strategy. This application is capable of giving statistic

of player development. The method used is Analytical Hierarchy Process (AHP) method, where Analytical Hierarchy Process

(AHP) method compares the best aspect with existing player aspect. Keywords: Decision Support System, Basketball, Reinforcement, AHP

1. PENDAHULUAN

  

Permainan bola basket dimainkan oleh dua regu yang berlawanan. Tiap-tiap regu yang melakukan permainan dilapanagan

terdiri dari 5 orang, sedangkan pemain pengganti sebanyak-banyaknya 7 orang, sehingga tiap regu paling banyak terdiri dari

12 orang pemain. Basket cukup menarik dan bisa dimainkan oleh semua kalangan dari anak-anak sampai orang dewasa dan

bisa dimainkan oleh laki-laki dan wanita, selain itu pemain bola basket ini bisa dilakukan dalam ruangan tertutup (indoor)

maupun ruangan terbuka (outdoor). Selain itu dengan bervariasinya pemain bola basket dengan unsur hiburan seperti

streetball , three on three, crushbone, menjadikan olahraga bola basket menjadi olahraga yang bergengsi dan trend mode

dikalangan anak muda.

  Angsapura sania atau nama lainnya sekarang adalah satya wacana, angsapura merupakan sebuah klub basket professional

dari liga NBT (Liga Bola Basket) Indonesia. Tim ini merupakan satu-satunya tim yang berasal dari Sumatra dan satu-satunya

tim basket yang berlaga di IBL. Klub bola basket ini dibentuk pada tanggal 8 November 2000, mempunyai sponsor dari

perusahaan minyak goreng. Kandang atau markas dari tim IBL ini berada di GOR Angsapura. Seiring dengan kemajuan dan

perkembangan dunia olahraga, Angsapura sania membuka pelatihan olahraga yaitu salah satu basket untuk menyalurkan hobbi

para anak muda dan melatih menjadi atlet daerah maupun nasional.

  Pada klub ini terdiri dari 25 pemain dimana dalam setiap kali bermain membutuhkan pemain-pemain yang terbaik dalam

setiap posisinya, pemain basket terbaik dipilih untuk sebagai pemain inti yang akan diturunkan dalam setiap pertandingan

tetapi yang selalu menjadi permasalahannya adalah kesulitan pelatih dalam melakukan proses pemilihan pemain-pemain yang

terbaik untuk dimainkan dalam suatu event pertandingan. Hal ini dikarenakan karena banyak faktor seperti faktor kedekatan,

kepentingan dan lain sebagainya, sehingga keputusan yang diambil bukan lagi bersifat objektif melainkan subjektif. Dimana

hal ini akan berdampak kepada permainan tim. Maka untuk mengatasi hal tersebut diatas maka harus perlu diambil suatu

keputusan yang bersifat objektif dalam hal pemilihan pemain-pemain tersebut.

  AHP adalah salah satu dari sekian banyak metode pengambilan keputusan yang ada dan sering digunakan. Analytical

Hierarchy Process (AHP) adalah suatu teori tentang pengukuran yang digunakan untuk menemukan skala rasio dangan

melakukan perbandingan berpasangan antar faktor.

  Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (1)Alvin Renaldi, Edy Santoso dan Nurul Hidayat pada tahun 2017

yang berjudul Penentuan Pemain Tim Basket Menggunakan Metode Weighted Product (Wp) dan Simple Additive

Weighted (Saw) (Studi Kasus : Tim Porprov Kota Pasuruan) dapat disimpulkan bahwa Pengujian sistem didapatkan hasil

sebesar 100%. Dan pengujian akurasi di dapat 80% bisa disebabkan karena data yang masuk tidak valid (data pemain yang

dimasukkan tidak sesuai dengan keadaan dan pertimbangan saat itu).(2) Karisma Utomo pada tahun 2016 yang berjudul oleh

Sistem Penunjang Keputusan Dalam Pemilihan Pemain Untuk Posisi Tertentu Pada Sepakbola Sigit Prasetyo dapat

disimpulkan bahwa Proses penentuan posisi pemain pada sebuah tim sepakbola dapat dibantu dengan sistem penunjang

keputusan sehingga rekomendasi pemain lebih objektif.[1]

2. TEORITIS

  2.1 Permainan Bola Baskat Permainan Bola Basket Bola basket adalah salah satu olahraga yang terkenal/populer didunia.

  Penggemarnya dari segala usia merasakkan permaian bola basket adalah olahraga yang menyenangkan, kompetitif, mendidik, menghibur, dan menyehatkan. Keterampilanketerampilan perseorangan seperti tembakan, umpan drible, dan rebound, serta kerja sama tim untuk menyerang atau bertahan, adalah prasyarat agar berhasil dalam memainkan olahraga ini. Bola basket dimainkan oleh dua regu, yang masing-masing regu terdiri dari 5 pemain. Setiap regu berusaha memasukan bola ke dalam keranjang lawan dan berusaha mencegah lawan untuk memasukan bola atau mencetak angka dengan cara bola dioper, dilempar, ditepis, digelindingkan atau dipantulkan segala arah sesuai dengan peraturan yang telah ditentukan. Dalam pembinaan prestasi bola basket agar tercipta prestasi yang optimal, maka perlu pembinaan seutuhnya dari olahraga bola basket. Prestasi terbaik hanya akan dicapai bila pembinaan dapat dilaksanakan dan tertuju pada aspek-aspek pelatihan seutuhnya.

  2.2 Pemain Terbaik

  Pemain terbaik adalah pemain yang memiliki kemampuan diatas rata-rata pemain lainnya. Di mana individunya sangat berperan dalam suatu aktivitas dibidangnya. Pemain terbaik biasanya memiliki bakat, keterampilan, maupun motivasi yang sangat dibutuhkan dalam kerjasama tim.

  2.3 Analytical Hierarchy Process (AHP) Analytical Hierarchy Proses adalah sebuah konsep untuk pembuatan keputusan berbasis multicriteria (kreteria

  yang banyak).Beberpa kreteria yang dibandingkan satu dengan yang lainnya (tingkat kepentingan).AHP menjadi sebuah metode penentuan atau pembuatan keputusan yang menggabungkan prinsip-prinsip subjektifitas dan objektifitas sipembuat SPK atau keputusannya. Analytical Hierarchy Proses ditemukan pertama kali oleh Saaty (1994), AHP diyakini dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan pembuatan keputusan yang kompleks dan hamper 20 negara dan berbagai perusahaan telah menggunakan metode AHP ini, dan telah diajarkan diberbagai universitas ternama [6].

3. ANALISA DAN PEMBAHASAN

  Analytical Hierarchy Process adalah metode pencarian keputusan yang akan menghasilkan hasil keputusan

  yang rasional. Keputusan yang rasional didefinisikan sebagai keputusan terbaik dari berbagai tujuan yang ingin dicapai oleh pembuat keputusan. Kunci utama keputusan yang rasional tersebut meliputi altrnatif dan kriteria yang menuju ke tujuan yang diinginkan dan berkiblat pada sumber-sumber yang ada. Dalam pengambilan keputusan ini penulis melakukan beberapa tahapan yaitu :

  1. Intelligent.

  2. Modelling.

  3. Choice.

3.1 Tahap Intelligent

  Tahap intelligent adalah mengumpulkan serta menyusun kriteria pemilihan. Dalam kasus ini penulis telah mentukan kriteria, untuk penentuan, pemecahan masalah dalam memilih pemain basket ada beberapa tahap yang harus diperhatikan yaitu: 1.

  Tentukan beberapa alternatif penentuan pemain basket. Pada penentuan alternatif penentuan pemain basket penulis memilih 3 contoh kasus kecil yaitu : Tabel 1. Daftar Seluruh Pemain

  Nilai Kode Keterangan

  Dribling Passing Shoting Kelincahan G1 Indra Gunawan 1 0,75 0,5 0,75

  Kode Keterangan Nilai

  Dribling Passing Shoting Kelincahan G2 Heri Hermawan 1 0,5 0,75 0,75 G3 Dian Wijaya 0,75 0,25 0,5 0,25 G4 Ruby 0,75 1 0,25 0,5 G5 Indra 0,25 0,75 1 0,75 G6 Dika Amanda 1 0,5 0,75 0,25 G7 Muhammad Aksa 0,75 0,75 0,5

  1 G8 Habib Indra 0,5 0,25 0,75 0,5 G9 Candra 0,75 0,5 0,25 0,75

  G10 Agus 0,25 0,75 0,25 0,25 G11 Haris 1 0,25 0,5 0,5 G12 Edy 0,75 1 0,75 0,75 G13 Irwan 0,75 0,5 0,25 0,25 G14 Udin 0,25 0,75

  1

  1 G15 Dimas 1 0,25 0,5 0,25 Sumber : Klub Angsapura Sania Medan 2. Tentukan beberapa kriteria Penentuan Pemain Basket.

  Adapun beberapa kriteria Pemain Basket sebagai perbandingan adalah seperti dibawah ini : Tabel 2. Kriteria

  Kriteria Keterangan

  K1 Dribling : membawa bola dengan cara memantul- mantulkan K2

  Shooting : usaha memasukkan bola kedalam keranjang atau ring basket lawan untuk meraih poin K3 Passing : mengumpan atau mengoper bola K4 Kelincahan

  3. Tentukan bobot kriteria penentuan Pemain Berdasarkan alternatif dan kriteria yang telah ditentukan, bobot preferensi atau tingkat kepentingan dari setiap kriteria diberikan nilai pada setiap kriteria, dimana penentuan bobot preferensi atau tingkat kepentingan ini diambil dari kebijaksanaan Manajemen Tim Basket. Pada bagian penentuan bobot kriteria penentuan pemain basket ini adalah mencari data dari setiap pemain seperti dibawah ini :

1. Pemain I a.

  Shooting : K2 = (Baik) c.

  Kelincahan : K4 = (Kurang)

  4. Menentukan nilai pembobotan masing-masing kriteria

  1

  2 Kelincahan 10%

  3 Passing 20%

  6 Shooting 30%

  Dribling 50%

  Kriteria Nilai Bobot

  Tabel 3. Nilai Kriteria dan Bobot Prefrensi

  Passing : K3 = (Cukup Baik) d.

  Passing : K3 = (Cukup Baik) d.

  Shooting : K2 = (Kurang) c.

  Dribling : K1 = (Baik) b.

  Pemain III a.

  Kelincahan : K4 =Dapat (Baik) 3.

  Passing : K3 = (Baik) d.

  Dribling : K1 = (Sangat Baik) b.

  Dribling : K1 = (Sangat Baik) b.

  Pemain II a.

  Kelincahan : K4 = (Baik) 2.

  Shooting : K2 = (Cukup Baik) c. Dari masing-masing kriteria tersebut akan ditentukan bobot-bobotnya. Pada bobot terdiri dari lima bilangan fuzzy, yaitu sangat rendah (SR), rendah (R), sedang (S), tinggi (T), dan sangat tinggi (ST) seperti terlihat pada gambar 1 berikut:

  Keterangan :

  SR R T ST

  1 SR = Sangat rendah R = Rendah T = Tinggi ST = Sangat tinggi

  0.25

  0.5

  0.75

  1 Gambar 1. Bilangan Analytical Hierarchy Process

  Dari gambar 4.1 diatas, bilangan-bilangan Fuzzy dapat dikonversikan ke bilangan crisp. Untuk lebih jelasnya data bobot dibentuk dalam tabel 4.5 berikut Tabel 4. Bobot

  Kriteria Bilangan AHP Bobot

  K1 Sangat Tinggi (ST)

  1 K2 Tinggi (T) 0,75 K3 Rendah(R) 0,5 K4 Sangat Rendah(SR)

  0.25 Contoh kasus dalam penentuan pemain contoh yang akan diambil dalam penentuan pemain dalam hal ini adalah 3 jenis sebagai contoh penerapan Analytical Hierarchy Process(AHP) metode dalam penentuan pemain berdasarkan kriteria-kriteria yang ada pada tabel 4.2. Berikut adalah uraian bobot-bobot dari kriteria yang ditentukan: 1.

   Bobot Dribling (K1)

  Penilaian kriteria Dribling dilakukan dengan menggunakan range nilai antara 0 – 1 untuk menunjukkan Dribling dari setiap Pemain, semakin baik Dribling suatu Pemain maka nilai yang diberikan menuju ke angka 1 Bobot dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut:

  Tabel 5. Bobot Dribbling

  K1 Bilangan Fuzzy Bobot

  Sangat Mahir Sangat Baik (SB)

  1 Mahir Baik (B)

  0.75 Cukup Mahir Cukup Baik (CB)

  0.5 Tidak Mahir Kurang (K)

  0.25 Keterangan : K CB B SB

1 K =Kurang

  CB = Cukup Baik B = Baik SB = Sangat Baik

  0.25

  0.5

  0.75

  1 Gambar 2. Bilangan Fuzzy Untuk Bobot Dribling 2.

   Shooting

  Penilaian kriteria Shooting dilakukan dengan menggunakan range nilai antara 0

  • – 1 untuk menunjukkan Shooting dari setiap Pemain, semakin baik Shooting suatu Pemain maka nilai yang diberikan menuju ke angka 1
Sangat Mahir Sangat Baik (SB)

  K4 Bilangan Fuzzy Bobot

  1 K CB B SB

  1 Mahir Baik (Baik)

  0.75 Cukup Mahir Cukup Baik (CB)

  0.5 Tidak Mahir Kurang (K) 0,25

  0.25

  0.5

  0.75

  1 Keterangan :

  K = Kurang CB = Cukup Baik B = Baik SB = Sangat Baik

  • – 1 untuk menunjukkan Passing dari setiap Pemain, semakin baik Passing suatu Pemain maka nilai yang diberikan menuju ke angka 1.

  0.25

  0.5

  0.75

  1 K CB B SB

  1 Keterangan :

  • – 1 untuk menunjukkan Kelincahan dari setiap Pemain, semakin baik Kelincahan suatu Pemain maka nilai yang diberikan menuju ke angka 1.

  Tabel 8. Kelincahan

  Penilaian kriteria Kelincahan dilakukan dengan menggunakan range nilai antara 0

   Kelincahan

  0.5 Tidak Mahir Kurang (K) 0,25 Gambar 4. Bilangan Fuzzy Untuk Passing 4.

  0.75 Cukup Mahir Cukup Baik (CB)

  1 Mahir Baik (Baik)

  Sangat Mahir Sangat Baik (SB)

  K3 Bilangan Fuzzy Bobot

  Tabel 7. Passing

  Penilaian kriteria Passing dilakukan dengan menggunakan range nilai antara 0

  

Gambar 3. Bilangan Fuzzy Untuk Shooting

3. Passing

  Tidak Mahir Kurang (K) 0,25

  1 Mahir Baik (B) 0,75 Cukup Mahir Cukup Baik (CB) 0,5

  Sangat Mahir Sangat Baik (SB)

  K2 Bilangan Fuzzy Bobot

  .Tabel 6. Shooting

  K =Kurang CB = Cukup Baik B = Baik SB = Sangat Baik Gambar 5. Bilangan Fuzzy Untuk Kelincahan Dari bobot diatas maka kita dapat menentukan bobot dari penentuan Pemain adalah sebagai berikut : 1.

  G1

  b. Shooting = 0,25

  a. Dribling = 1

  0.75

  1 K CB B SB

  1 Keterangan :

  K = Kurang CB =Cukup Baik B = Baik SB = Sangat Baik

  d. Kelincahan = 0.25

  c. Passing = 0.5

  a. Dribling = 0,75

  0.25

  d. Kelincahan = 0,75 3. G3

  c. Passing = 0,75

  b. Shooting = 0,5

  a. Dribling = 1

  d. Kelincahan = 0.75 2. G2

  c. Passing = 0,5

  b. Shooting = 0,75

  0.5

3.2 Tahap Modelling Pada tahap modelling (pemodelan), penulis memilih model pendekatannya adalah Analytical Hierarchy Process.

  Tabel 9. Skala Perbandingan Pasangan Intensitas

  Kepentingan Keterangan

  1 Kedua elemen sama pentingnya

  3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dari pada elemen yang lainnya

  5 Elemen yang satu lebih penting dari pada elemen lainnya

  7 Satu elemen jelas lebih mutlak penting dari elemen lainnya

  9 Satu elemen mutlak penting dari pada elemen lainnya 2,4,6,8 Nilai-nilai intermediate Kebalikan Jika untuk aktifitas i mendapat satu angka disbanding dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya disbanding dengan i

  3. Alternatif (Nama-nama Pemain yang akan dipilih).

  Kriteria (Dribling Shooting, Passing, Kelincahan).

  Gambarkan Hierarchy keputusan Dalam Hierarchy keputusan ini terdapat objek yang akan dibahas, kriteria dan alternatif. Berikut ini adalah gambar dari Hierarchy keputusan.

  a.

  Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan, lalu menyusun hirarki dari permasalahan yang dihadapi.

  Pada tahap ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu: 1.

  1. Tujuan atau Objek (Menilai Pemain-Pemain) 2.

  Gambar 6. Hierarchy tujuan proses penentuanPemain

  2. Menentukan prioritas kriteria Langkah yang harus dilakukan dalam menentukan prioritas kriteria adalah sebagai berikut:

  a. Membuat matriks perbandingan krtiteria Pada tahap ini dilakukan penilaian perbandingan antara satu kriteria dengan kriteria yang lain. Hasil penilaian dapat dilihat pada tabel berikut :

  Tabel 10. Matriks perbandingan berpasangan

K1 K2 K3 K4 K1

  1

  2

  3

  6 K2 1/2=0,5 2/2=1 3/2=1,5 6/2=3

  

K3 1/3=0,33 2/3=0,66 3/3=1 6/3=2

K4 1/6=0,16 2/6=0,33 3/6=0,5 6/6=1

Jumlah 1,99 3,9

  6

  12 Angka 1 pada baris K1 kolom K1 menggambarkan tingkat yang sama antara kriteria Dribling dengan Dribling, sedangkan angka 2 pada baris K1 kolom K2 menunjukkan bahwa shooting (MKJ) sedikit lebih penting dibandingkan dengan kriteria Dribling. Angka 0.5 pada baris K2 kolom K1 merupakan hasil perhitungan 1/nilai pada kolom K2 (2).Angka-angka yang lain diperoleh dengan cara yang sama.

  b. Membuat matriks nilai Kriteria Matriks ini diperoleh dengan cara sebagai berikut: Nilai baris kolom baru = Nilai baris kolom lama Tabel 4.10) / jumlah dari masing-masing kolom lama Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 4.11

  Tabel 11. Matriks Nilai Keriteria

  K1 K2 K3 K4 Jumlah Prioritas

K1 0,5 0,5 0,46 0,5 1,98 0,49

K2 0,25 0,25 0,30 0,25 1,06 0,27

K3 0,16 0,16 0,15 0,17 0,62 0,16

K4 0,08 0,08 0,08 0,08 0,32 0,09

  Nilai 0.5 pada baris K1 kolom K1 tabel 11 diperoleh dari nilai baris K1 kolom K1 tabel 10 dibagi dengan jumlah nilai pada kolom K1 tabel 4.10, Nilai kolom jumlah pada tabel 11 diperoleh dari penjumlahan pada setiap barisnya. Untuk baris pertama, nilai 1.98 merupakan hasil penjumlahan dari 0.5 + 0.52 + 0.46+0, Nilai pada kolom prioritas diperoleh dari nilai pada kolom jumlah dibagi dengan jumlah kriteria, dalam hal ini jumlah kriteria adalah

  4.

  c. Membuat matriks penjumlahan setiap baris Matriks ini dibuat dengan mengalikan nilai prioritas pada tabel 4.11 dengan matriks perbandingan berpasangan tabel 4.10. Hasil perhitungan disajikan dalam tabel 12

  Tabel 12. Matriks penjumlahan setiap baris

  K1 K2 K3 K4 Jumlah

K1 0,49 0,54 0,48 0,54 2,05

K2 0,25 0,27 0,32 0,27 1,11

K3 0,16 0,14 0,16 0,18 0,64

K4 0,08 0,08 0,08 0,09 0,33

  Nilai 0.49 pada baris K1 kolom K1 tabel 12 diperoleh dari prioritas baris K1 tabel 11 (0.49) dikalikan nilai baris K1 kolom K1 pada tabel 10. Kolom jumlah pada tabel 4.12 diperoleh dengan menjumlahkan nilai pada masing-masing baris pada tabel tersebut. Misalnya nilai 2.05 merupakan penjumlahan dari 0.49+0.54+0.48+0.54.

  d.

  Penghitungan rasio konsistensi Penghitungan ini digunakan untuk memastikan bahwa nilai rasio konsistensi (CR)<=0.1. Jika ternyata nilai CR lebih besar dari 0.1 maka matriks perbandingan bepasangan harus diperbaiki. Untuk menghitung rasio konsistensi, maka dibuat tabel berikut ini:

  Tabel 13. Perhitungan rasio konsistensi Jumlah Perbaris Prioritas Hasil

  K1 2,05 0,49 2,47 K2 1,11 0,27 1,33 K3 0,64 0,16 0,78 K4 0,33 0,09 0,43

  Kolom jumlah per baris diperoleh dari kolom jumlah pada table 12, Sedangkan kolom prioritas diperoleh dari kolom prioritas pada tabel 11. Dari tabel 13 diperoleh nilai-nilai sebagai berikut: Jumlah (jumlahan dari nilai-nilai hasil pada tabel 13) = 5,01 n (jumlah kriteria) = 4

  = 5,01/4 λ maks (jumlah/n)

  = 1.25 CI((λ maks-n)/n) = (1.25-4)/4

  = -0,69/4 = -0.17

  CR (CI/IR(lihat tabel 3.1)) = -0.17/0.90 = -0.19 Oleh karena CR<0.1 , maka rasio konsistensi dari perhitungan tersebut dapat diterima.

  3. Menentukan prioritas subkriteria. Perhitungan subkriteria dilakukan terhadap sub-sub dari semua kriteria. Dalam hal ini terdapat 4 kriteria yang berarti akan ada 4 perhitungan subkriteria.

  1. Menghitung prioritas subkriteria dari kriteria Dribling Pemain.

  a. Membuat matriks perbandingan berpasangan Pada tahap ini dilakukan penilaian perbandingan antara satu kriteria dengan kriteria yang lain. Hasil penilaian dapat dilihat pada tabel 14.

  Tabel 14. Matriks perbandingan berpasangan Kriteria Dribling Kurang Cukup Baik Baik Sangat Baik

  Kurang 1 0,75 0,5 0,25 Cukup Baik 1,33 1 0,75 0,5

  Baik 2 1,33 1 0,75 Sangat Baik

  4 2 1,33

  1 Jumlah 8,33 5,08 3,58 2,5

  b. Membuat matriks nilai kriteria Matriks ini diperoleh dengan cara sebagai berikut: Nilai baris kolom baru = Nilai baris kolom lama ( Tabel 14 ) / jumlah dari masing-masing kolom ( Tabel 14 )Hasil perhitungan dapat dilihat pada table 15 Berikut :

  Tabel 15. Matriks Nilai Keriteria Dribling K CB B SB Jlh Prioritas Prioritas

  Subkriteria

  K 0,12 0,15 0,14 0,1 0,51 0,13 0,32 CB 0,16 0,19 0,20 0,2 0,75 0,19 0,46

  B 0,24 0,26 0,28 0,3 1,08 0,27 0,66 SB 0,48 0,39 0,37 0,4 1,64 0,41

  1 Nilai 0.12 pada baris kriteria besar kolom kriteria Dribling tabel 15 diperoleh dari nilai baris kriteria besar kolom kriteria Dribling dibagi jumlah nilai pada kolom kriteria Dribling tabel 14 Nilai kolom jumlah pada tabel 15 diperoleh dari penjumlahan pada setiap barisnya. Untuk baris pertama, nilai 0.51 merupakan hasil penjumlahan dari 0.12 + 0.16 + 0.24 + 0,48 Nilai pada kolom prioritas diperoleh dari nilai pada kolom jumlah dibagi dengan

  4. Nilai pada kolom prioritas subkriteria diperoleh dari nilai prioritas pada baris tersebut dibagi dengan nilai tertinggi pada kolom priorotas.

  c. Membuat matriks penjumlahan setiap baris Matriks ini dibuat dengan mengalikan nilai prioritas pada tabel 15 dengan matriks perbandingan berpasangan tabel 14. Hasil perhitungan disajikan dalam tabel berikut :

  Tabel 16. Matriks penjumlahan setiap baris Kriteria Dribling

  K CB B SB Jumlah

K 0,13 0,14 0,14 0,10 0,51

CB 0,17 0,19 0,20 0,21 0,77

  

B 0,26 0,25 0,27 0,31 1,09

SB 0,52 0,38 0,36 0,41 1,67

  Nilai 0.13 pada baris kriteria besar kolom kriteria Dribling tabel 16 diperoleh dari prioritas baris kriteria Dribling table 15 (0.13) dikalikan nilai baris kriteria besar kolom kriteria tes intelegensi pada tabel 14.Kolom jumlah pada tabel 16 diperoleh dengan menjumlahkan nilai pada masing-masing baris pada tabel tersebut.

  Misalnya nilai 0.51 merupakan penjumlahan dari0.13+0.14+0.14+0,10

  d. Penghitungan rasio konsistensi Penghitungan ini digunakan untuk memastikan bahwa nilai rasio konsistensi (CR)<=0.1. Jika ternyata nilai CR lebih besar dari 0.1 maka matriks perbandingan bepasangan harus diperbaiki. Untuk menghitung rasio konsistensi, maka dibuat tabel berikut ini:

  Tabel 17. Perhitungan rasio konsistensi Jumlah Perbaris Prioritas Hasil

  K 0,51 0,13 0,64 CB 0,77 0,19 0,96

  B 1,09 0,27 1,36 SB 1,67 0,41 2,08

  Kolom jumlah per baris diperoleh dari kolom jumlah pada tabel 16, sedangkan kolom prioritas diperoleh dari kolom prioritas pada tabel 15 Dari tabel 4.16 diperoleh nilai-nilai sebagai berikut: Jumlah (jumlahan dari nilai-nilai hasil pada tabel 17 ) = 5,04 n (jumlah kriteria) = 4

  = 5,04/4 = 1.26 λ maks (jumlah/n) CI((λ maks-n)/n) = (1.26-4)/4 = -2.74/4

  = -0.69 CR (CI/IR(lihat tabel 3.1) = -0.69/0.90

  = -0.77 Oleh karena CR<0.1 , maka rasio konsistensi dari perhitungan tersebut dapat diterima.

  2. Menghitung prioritas subkriteria dari kriteria Shooting (MKJ) Pemain.

  a. Membuat matriks perbandingan berpasangan Pada tahap ini dilakukan penilaian perbandingan antara satu kriteria dengan kriteria yang lain. Hasil penilaian dapat dilihat pada tabel 18

Tabel 4.18. Matriks perbandingan berpasangan Shooting (MKJ)

  Kurang Cukup Baik Baik Sangat Baik Kurang 1 0,75 0,5 0,25

  Cukup Baik 1,33 1 0,75 0,5 Baik 2 1,33 1 0,75

  Sangat Baik

  4 2 1,33

  1 Jumlah 8,33 5,08 3,58 2,5

  b. Membuat matriks nilai kriteria Matriks ini diperoleh dengan cara sebagai berikut:

  Nilai baris kolom baru = Nilai baris kolom lama ( Tabel 4.18 ) / jumlah dari masing masing kolom ( Tabel 18 ) Hasil perhitungan dapat dilihat pada table 19 Berikut :

  Tabel 19. Matriks Nilai Keriteria Shooting (MKJ) K CB B SB Jlh Prioritas Prioritas

  Subkriteria

  K 0,12 0,15 0,14 0,1 0,51 0,13 0,32 CB 0,16 0,19 0,20 0,2 0,75 0,19 0,46

  B 0,24 0,26 0,28 0,3 1,08 0,27 0,66 SB 0,48 0,39 0,37 0,4 1,64 0,41

  1 Nilai 0.12 pada baris kriteria besar kolom kriteria Shooting tabel 19 diperoleh dari nilai baris kriteria besar kolom kriteria Shooting dibagi jumlah nilai pada kolom kriteria Shooting tabel 18 Nilai kolom jumlah pada tabel 19 diperoleh dari penjumlahan pada setiap barisnya. Untuk baris pertama, nilai 0.51 merupakan hasil penjumlahan dari 0.12 + 0.16 + 0.24 + 0,48 Nilai pada kolom prioritas diperoleh dari nilai pada kolom jumlah dibagi dengan

  4. Nilai pada kolom prioritas subkriteria diperoleh dari nilai prioritas pada baris tersebut dibagi dengan nilai tertinggi pada kolom prioritas.

  c. Membuat matriks penjumlahan setiap baris Matriks ini dibuat dengan mengalikan nilai prioritas pada tabel 19 dengan matriks perbandingan berpasangan tabel 18. Hasil perhitungan disajikan dalam tabel berikut :

  Tabel 20. Matriks penjumlahan setiap baris Kriteria Shooting (MKJ)

  K CB B SB Jumlah

K 0,13 0,14 0,14 0,10 0,51

CB 0,17 0,19 0,20 0,21 0,77

  

B 0,26 0,25 0,27 0,31 1,09

SB 0,52 0,38 0,36 0,41 1,67

  Nilai 0.13 pada baris kriteria besar kolom kriteria Shooting tabel 20 diperoleh dari prioritas baris kriteria Shooting 19 (0.13) dikalikan nilai baris kriteria besar kolom kriteria Shooting pada tabel 18. Kolom jumlah pada tabel 20 diperoleh dengan menjumlahkan nilai pada masing-masing baris pada tabel tersebut. Misalnya nilai 0.51 merupakan penjumlahan dari 0.13+0.14+0.14+0,10

  d. Penghitungan rasio konsistensi Penghitungan ini digunakan untuk memastikan bahwa nilai rasio konsistensi (CR)<=0.1. Jika ternyata nilai

  CR lebih besar dari 0.1 maka matriks perbandingan bepasangan harus diperbaiki. Untuk menghitung rasio konsistensi,maka dibuat tabel berikut ini: Tabel 21. Perhitungan rasio konsistensi

  Jumlah Perbaris Prioritas Hasil K 0,51 0,13 0,64

  CB 0,77 0,19 0,96 B 1,09 0,27 1,36

  SB 1,67 0,41 2,08 Kolom jumlah perbaris diperoleh dari kolom jumlah pada tabel 20, sedangkan kolom prioritas diperoleh dari kolom prioritas pada tabel 19 Dari tabel 21 diperoleh nilai-nilai sebagai berikut: Jumlah (jumlahan dari nilai-nilai hasil pada tabel 21 ) = 5,04 n (jumlah kriteria) = 4 λ maks (jumlah/n) = 5,04/4 = 1.26 CI((λ maks-n)/n) = (1.26-4)/4 = -2.74/4 = -0.69 CR (CI/IR(lihat tabel 3.1)) = -0.69/0.90 = -0.77 Oleh karena CR<0.1 , maka rasio konsistensi dari perhitungan tersebut dapat diterima.

  3. Menghitung prioritas subkriteria dari kriteria Passing (Ly) Pemain.

  a. Membuat matriks perbandingan berpasangan Pada tahap ini dilakukan penilaian perbandingan antara satu kriteria dengan kriteria yang lain. Hasil penilaian dapat dilihat pada tabel 22

  Tabel 22. Matriks perbandingan berpasangan Passing Kurang Cukup Baik Baik Sangat Baik

  Kurang 1 0,75 0,5 0,25 Cukup Baik 1,33 1 0,75 0,5

  Baik 2 1,33 1 0,75 Sangat Baik

  4 2 1,33

  1 Jumlah 8,33 5,08 3,58 2,5

  b. Membuat matriks nilai kriteria Matriks ini diperoleh dengan cara sebagai berikut:

  Nilai baris kolom baru = Nilai baris kolom lama ( Tabel 22 ) / jumlah dari masing-masing kolom ( Tabel 22 ) Hasil perhitungan dapat dilihat pada table 23 Berikut :

  Tabel 23. Matriks Nilai Kriteria Passing K CB B SB Jlh Prioritas Prioritas

  Subkriteria

  K 0,12 0,15 0,14 0,1 0,51 0,13 0,32 CB 0,16 0,19 0,20 0,2 0,75 0,19 0,46

  B 0,24 0,26 0,28 0,3 1,08 0,27 0,66 SB 0,48 0,39 0,37 0,4 1,64 0,41

  1 Nilai 0.12 pada baris kriteria besar kolom kriteria Passing tabel 23 diperoleh dari nilai baris kriteria besar kolom kriteria Passing dibagi jumlah nilai pada kolom kriteria tabel 22 Nilai kolom jumlah pada tabel 23 diperoleh dari penjumlahan pada setiap barisnya. Untuk baris pertama, nilai 0.51 merupakan hasil penjumlahan dari 0.12 + 0.16 + 0.24 + 0,48 Nilai pada kolom prioritas diperoleh dari nilai pada kolom jumlah dibagi dengan

  4. Nilai pada kolom prioritas subkriteria diperoleh dari nilai prioritas pada baris tersebut dibagi dengan nilai tertinggi pada kolom priorotas.

  c. Membuat matriks penjumlahan setiap baris Matriks ini dibuat dengan mengalikan nilai prioritas pada tabel 23 dengan matriks perbandingan berpasangan tabel 22. Hasil perhitungan disajikan dalam tabel berikut :

  Tabel 24. Matriks penjumlahan setiap baris Kriteria Passing

  K CB B SB Jumlah

K 0,13 0,14 0,14 0,10 0,51

CB 0,17 0,19 0,20 0,21 0,77

  

B 0,26 0,25 0,27 0,31 1,09

SB 0,52 0,38 0,36 0,41 1,67

  Nilai 0.13 pada baris kriteria besar kolom kriteria Passing tabel 24 diperoleh dari prioritas baris kriteria Passing 23(0.13) dikalikan nilai baris kriteria besar kolom kriteria Passing pada tabel 22. Kolom jumlah pada tabel 4.24 diperoleh dengan menjumlahkan nilai pada masing-masing baris pada tabel tersebut. Misalnya nilai 0.51 merupakan penjumlahan dari 0.13+0.14+0.14+0,10

  d. Penghitungan rasio konsistensi Penghitungan ini digunakan untuk memastikan bahwa nilai rasio konsistensi (CR)<=0.1. Jika ternyata nilai CR lebih besar dari 0.1 maka matriks perbandingan bepasangan harus diperbaiki. Untuk menghitung rasio konsistensi, maka dibuat tabel berikut ini:

  Tabel 25. Perhitungan rasio konsistensi Jumlah Perbaris Prioritas Hasil

  K 0,51 0,13 0,64 CB 0,77 0,19 0,96

  B 1,09 0,27 1,36 SB 1,67 0,41 2,08

  Kolom jumlah perbaris diperoleh dari kolom jumlah pada tabel 24, sedangkan kolom prioritas diperoleh dari kolom prioritas pada tabel 23 Dari tabel 25 diperoleh nilai-nilai sebagai berikut: Jumlah (jumlahan dari nilai-nilai hasil pada tabel 25 ) = 5,04 n (jumlah kriteria) = 4 λ maks (jumlah/n) = 5,04/4 = 1.26 CI((λ maks-n)/n) = (1.26-4)/4 = -2.74/4 = -0.69 CR (CI/IR(lihat tabel 3.1)) = -0.69/0.90 = -0.77 Oleh karena CR<0.1 , maka rasio konsistensi dari perhitungan tersebut dapat diterima.

  4. Menghitung prioritas subkriteria dari kriteria Kelincahan.

  a. Membuat matriks perbandingan berpasangan Pada tahap ini dilakukan penilaian perbandingan antara satu kriteria dengan kriteria yang lain.

  Tabel 26. Matriks perbandingan berpasangan Kelincahan Kurang Cukup Baik Baik Sangat Baik

  Kurang 1 0,75 0,5 0,25 Cukup Baik 1,33 1 0,75 0,5

  Baik 2 1,33 1 0,75 Sangat Baik

  4 2 1,33

  1 Jumlah 8,33 5,08 3,58 2,5

  b. Membuat matriks nilai kriteria Matriks ini diperoleh dengan cara sebagaiberikut:

  Nilai baris kolom baru = Nilai baris kolom lama ( Tabel 26 ) / jumlah dari masingmasing kolom ( Tabel 26 )Hasil perhitungan dapat dilihat pada table 27 Berikut :

  Tabel 27. Matriks Nilai KeriteriaKelincahan K CB B SB Jlh Prioritas Prioritas

  Subkriteria

  K 0,12 0,15 0,14 0,1 0,51 0,13 0,32 CB 0,16 0,19 0,20 0,2 0,75 0,19 0,46

  B 0,24 0,26 0,28 0,3 1,08 0,27 0,66 SB 0,48 0,39 0,37 0,4 1,64 0,41

  1 Nilai 0.12 pada baris kriteria besar kolom kriteria Kelincahan tabel 27 diperoleh dari nilai baris kriteria besar kolom kriteria Kelincahan dibagi jumlah nilai pada kolom kriteria tabel 26 Nilai kolom jumlah pada tabel 27 diperoleh dari penjumlahan pada setiap barisnya. Untuk baris pertama, nilai 0.51 merupakan hasil penjumlahan dari 0.12 + 0.16 + 0.24 + 0,48 Nilai pada kolom prioritas diperoleh dari nilai pada kolom jumlah dibagi dengan

  4. Nilai pada kolom prioritas subkriteria diperoleh dari nilai prioritas pada baris tersebut dibagi dengan nilai tertinggi pada kolom priorotas.

  c. Membuat matriks penjumlahan setiap baris Matriks ini dibuat dengan mengalikan nilai prioritas pada tabel 27 dengan matriks perbandingan berpasangan tabel 26. Hasil perhitungan disajikan dalam tabel berikut :

  Tabel 28. Matriks penjumlahan setiap baris Kriteria Mangemen Kelas

  K CB B SB Jumlah K 0,13 0,14 0,14 0,10 0,51

CB 0,17 0,19 0,20 0,21 0,77

  

B 0,26 0,25 0,27 0,31 1,09

SB 0,52 0,38 0,36 0,41 1,67

  Nilai 0.13 pada baris kriteria besar kolom kriteria Kelincahan tabel 28 diperoleh dari prioritas baris kriteria

  

Kelincahan 27(0.13) dikalikan nilai baris kriteria besar kolom kriteria Kelincahan pada tabel 26. Kolom jumlah

  pada tabel 28 diperoleh dengan menjumlahkan nilai pada masing-masing baris pada tabel tersebut. Misalnya nilai 0.51 merupakan penjumlahan dari 0.13+0.14+0.14+0,10

  d. Penghitungan rasio konsistensi Penghitungan ini digunakan untuk memastikan bahwa nilai rasio konsistensi (CR)<=0.1. Jika ternyata nilai

  CR lebih besar dari 0.1 maka matriks perbandingan bepasangan harus diperbaiki. Untuk menghitung rasio konsistensi,maka dibuat tabel berikut ini: Tabel 29. Perhitungan rasio konsistensi

  Jumlah Perbaris Prioritas Hasil K 0,51 0,13 0,64

  CB 0,77 0,19 0,96 B 1,09 0,27 1,36

  SB 1,67 0,41 2,08 Kolom jumlah perbaris diperoleh dari kolom jumlah pada tabel 28, sedangkan kolom prioritas diperoleh dari kolom prioritas pada tabel 27 Dari tabel 29 diperoleh nilai-nilai sebagai berikut: Jumlah (jumlahan dari nilai-nilai hasil pada tabel 29 ) = 5,04 n (jumlah kriteria) = 4 λ maks (jumlah/n) = 5,04/4 = 1.26 CI((λ maks-n)/n) = (1.26-4)/4 = -2.74/4 = -0.69 CR (CI/IR(lihat tabel 3.1)) = -0.69/0.90 = -0.77 Oleh karena CR<0.1 , maka rasio konsistensi dari perhitungan tersebut dapat diterima.

3.3 Choice

  Prioritas hasil perhitungan pada langkah 1 dan langkah 2 kemudian dituangkan dalam matriks hasil. Hasilnya tampak seperti tabel dibawah ini : Tabel 30. Matriks hasil

  Dribling Shooting Passing Kelincahan 0,49 0,27 0,16 0,09

  Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik

  1

  1

  1

  1 Baik Baik Baik Baik 0,66 0,66 0,66 0,66

  Cukup Baik Cukup Baik Cukup Baik Cukup Baik 0,46 0,46 0,46 0,46

  Kurang Kurang Kurang Kurang 0,32 0,32 0,32 0,32

  Tabel 31. Nilai Pemain Dribling Shooting Passing Kelincahan

  Indra Gunawan Sangat Baik Baik Cukup Baik Baik Heri Hermawan Sangat Baik Cukup Baik Baik Baik

  Dian Wijaya Baik Kurang Cukup Baik Kurang Tabel 32. Hasil akhir

  Dribling Shooting Passing Kelincahan Total Indra Gunawan 0,49 0,18 0,07 0,06 0,8

  Heri Hermawan 0,49 0,12 0,10 0,06 0,77 Dian Wijaya 0,32 0,09 0,07 0,03 0,51

  Nilai 0,49 pada kolom Dribling baris Indra Gunawan diperoleh dari nilai G1 untuk Dribling, yaitu sangat baik dengan prioritas 1 (table 31) dikalikan dengan prioritas Dribling sebesar 0,49 (table 30).

  Kolom total pada table 32 diperoleh dari penjumlahan pada masing-masing barisnya.Nilai total inilah yang dipakai sebagai dasar untuk merangking prestasi Pemain. Semakin besar nilainya, Pemain tersebut akan semakin berprestasi.

4. IMPLEMENTASI

  Form Kriteria

  Form kriteria adalah form yang digunakan untu menampilkan semua kriteria-kriteria yang digunakan dalam sistem. Dimana kriteria ini digunakan untuk melakukan proses penyeleksian terhadap semuan peserta yag termasuk daam sistem ini. Adapun form tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

  Gambar 7. Form Kriteria

  Form Alternatif

  Form ini digunakan untuk menginput semua user yang akan diseleksi. Dalam proses ini diharapkan semua user menginput identitas dari masing-masing user seperti nama, alamat. Hal ini dilakukan agar semua identitas dari masing-masing user yang akan diseleksi ada dalam sistem. Dalam proses penginputan alternatif jumlah alternatifnya tidak terbatas tergantung dari permasalahan yang akan diselesaikan. Adapun form tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

  Gambar 8. Form Alternatif

  Form Penilaian

  Form penilaian adalah form yang digunakan untuk menginput semua data-data penilaian yang dibutuhan oleh sistem meliputi nama alternatif dan nilai dari masing-masing kriteria. Nilai-nilai ini nantinya akan diolah oleh sistem mengikuti kaidah dan rumus-rumus dalam pengerjaan mengggunakan metode AHP. Adapun form tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

  Gambar 9. Form Penilaian

  Form Hasil Akhir

  Form ini digunakan untuk menampilkan kesimpulan hasil akhir dari semua inputan yang dilakuan dari form sebelumnya seperti form alternatif, kriteria dan penilaian. Adapun form tersebut dapat dlihat pada gambar dibawah ini.

  Gambar 10. Form Hasil Akhir

5. KESIMPULAN

  Dari hasil uji dan analisa yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1.

  Pemilihan dilakukan dengan bagaimana yang digunakan seperti dribling, shooting, passing dan kelincahan sudah mewakili semua keteramplian yang harus dimiliki oleh seorang pemain basket terbaik pada Klub Angsapura Sania Medan 2. Penerapan metode AHP dapat diterapkan untuk menentukan pemain basket terbaik pada Klub Angsapura Sania Medan dapat menghasilkan suatu keputusan cepat dan tepat.

  3. Perancangan aplikasi sistem pendukung keputusan dengan menggunakan Microsoft Visual Studio 2008 mampu menghasilkan sebuah sistem yang dapat menentukan pemain basket terbaik pada Klub Angsapura Sania Medan

  REFERENCES

[1] E.Santoso, N.Hidayat A.Renaldi, Penentuan Pemain Tim Basket Menggunakan Metode Weighted Product (WP) dan Simple Additive

Weighted (SAW). Pasuruan, 2017. [2] Sutabri Tata, Analisis Sistem Informasi, 1st ed., Christian Putri, Ed. Yogyakarta: ANDI, 2012.

[3] M.Sc Prof. Dr. Ir. Marimin, Ir. Hendri Tanjung M.M M.Ag, and Haryo Prabowo S.P M.M, Sistem Informasi Manusia Sumber Daya

Manusia. Bogor: Grasindo, 20o6.

[4] P.D.K. Menembu S. Pojoh O.A. Lantang, Sistem Pendukung Keputusan Untuk Menentukan Siswa Berprestasi yang layak menjadi

siswa teladan., 2016. [5] Prahasta Eddy, Sistem Informasi Geografis. Bandung: INFORMATIKA, 2014. [6] Dr. rer. Nat. Ditdit Nugeraha Utama,. Yogyakarta: Penerbit Garudhawaca, 2017. [7] Jogiyanto H M, , ANDI, Ed. Yogyakarta, 2005. [8] Al-Bahra, Analisis dan Desain Sistem Informasi. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005. [9] Fathansyah, Sisitem Basis Data. Bandung: Informatika, 2004.

[10] Primanda Arif Aditya, Dasar-Dasar Pemrograman Database Desktop Dengan Visual Basic.NET 2008. Jakarta: Penerbit PT. Alex Media

Komputindo, 2013.

[11] M. Mesran, S. D. Nasution, S. Syahputra, A. Karim, and E. Purba, “Implementation of the Extended Promethee II in Upgrade Level of

Mechanic,” Int. J. Sci. Res. Sci. Technol., vol. 4, no. 2, pp. 125–130, 2018. [12] M. I. S, Mesran, D. Siregar, and Suginam, “BERLANGGANAN MENERAPKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY

  PROCESS ( AHP ),” Media Inform. Budidarma, vol. 1, no. 2, pp. 42–48, 2017. [13]

I. Saputra, S. I. Sari, and Mesran, “PENERAPAN ELIMINATION AND CHOICE TRANSLATION REALITY ( ELECTRE ) DALAM PENENTUAN KULKAS TERBAIK,” KOMIK (Konferensi Nas. Teknol. Inf. dan Komputer), vol. I, pp. 295–305, 2017.

  [14] Kusrini, Konsep dan Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan. Yogyakarta: Andi, 2007.

[15] S. Kusumadewi, S. Hartati, A. Harjoko, and R. Wardoyo, Fuzzy Multi-Attribute Decision Making (Fuzzy MADM). Yogyakarta: Graha

Ilmu, 2006.

  

[16] S. Barus, V. M. Sitorus, D. Napitupulu, M. Mesran, and S. Supiyandi, “Sistem Pendukung Keputusan Pengangkatan Guru Tetap

Menerapkan Metode Weight Aggregated Sum Product Assesment ( WASPAS ), ” MEDIA Inform. BUDIDARMA, vol. 2, no. 2, pp. 10– 15, 2018.

  [17] K. Umam, V. E. Sulastri, T. Andiri, D. U. Sutiksno, and Mesran, “Perancangan Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Prioritas Produk Unggulan Daerah Menggunakan Metode VIKOR,” J. Ris. Komput., vol. Vol 5, no. 1, pp. 43–49, 2017.

  

[18] P. Simanjuntak, I. Irma, N. Kurniasih, M. Mesran, and J. Simarmata, “Penentuan Kayu Terbaik Untuk Bahan Gitar Dengan Metode

Weighted Aggregated Sum Product Assessment ( WASPAS ),” J. Ris. Komput., vol. 5, no. 1, pp. 36–42, 2018.