KONSEP BHAKTI AJARAN KAPILADEVA DALAM ŚRĪMAD BHĀGAVATAM (Kajian Filsafat Ketuhana

KONSEP BHAKTI AJARAN KAPILADEVA DALAM

  

ŚRĪMAD BHĀGAVATAM

(Kajian Filsafat Ketuhanan)

  

Oleh

Gusti Ayu Kade Dewi Kartika Sari

Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

  

Abstrack

The advancement of science and technology has had a huge impact on people's lives.

  

Along with the moral decline and depletion of ethical values in society, it takes a spiritual

approach that can instill moral and ethical values derived from Vedic teachings. One of the

stories that tells of a child who gives the divine teachings that are full of moral and noble

character to his biological mother. Kapiladeva teaches about the nature and position of living

beings, the concept of the sādhu sanga, the importance of the pronunciation of the sacred name

and of how one attains liberation through the yogic bhakti.

  The teachings of Kapiladeva in Śrīmad Bhāgavatam illustrate to the people that God can

be attained by laypeople but if one has faith and heart to seek God then he must follow the advice

of a spiritual teacher, by practicing the yoga bhakti. The problems discussed in this study are 1).

What is the concept of Kapiladeva ?, 2). How does the contribution of Kapiladeva teach in

contemporary society? And what are the implications of Kapiladeva's teaching on society ?. The

theory used in this research to analyze the problem is Hermeneutics Theory and Structuralism

Theory. This research uses qualitative approach. Based on the problems mentioned above then

used the method of documentation, and literature study.

  The results obtained in this study are the teachings of the bhakti-yoga taught by

Kapiladeva to his mother Devahūti gives a role model to the community that one does not have to

study to an older person, but the adult needs to listen to something beneficial from the younger,

the teachings conveyed by Kapiladeva can lead mankind to reach God. Kapiladeva's teachings

can make a very important contribution at this time, where in studying spirituality, one should be

able to improve sradha, patience, sincerity, hermitage, humility and willingness to learn under the

guidance of the spiritual teacher. In addition to the philosophical teachings of philosophy, the

teachings of Kapiladeva also teach children education in raising piety, faith, and noble character.

  Keywords: Teachings Kapiladeva, Śrīmad Bhāgavatam, Bhakti Yoga I.

   PENDAHULUAN

  Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak yang sangat besar dalam kehidupan masyarakat. Setiap orang dalam dunia serba cepat seakan bergerak terus meninggalkan batas-batas wilayah kebudayaannya, oleh karena itu pada zaman ini disebut zaman Kaliyuga yaitu periode terakhir dari keempat yuga yang ada dalam konsep catur yuga yaitu, Kertayuga,

  

Tretāyuga, Dvaparayuga, dan Kaliyuga. Pada zaman ini dikatakan bahwa dharma memiliki satu kaki sedangkan adharma dikatakan berkaki tiga, sebagai sebuah ilustrasi bahwa kebaikan hampir dikalahkan oleh kejahatan.

  Demikian kuatnya pengaruh zaman kali menyebabkan perselisihan akibat kurangnya prinsip hidup yang berdasarkan moral dan ketuhanan yang berimplikasi pada lemahnya etika dan prilaku yang baik dalam masyarakat, Maka dibutuhkan sebuah pendekatan spritual yang dapat menanamkan nilai-nilai moral dan etika yang bersumber pada ajaran Veda. Kebudayaan Veda atau yang disebut Vedic culture yang merintis dan merancang sebuah revolusi yang diarahkan pada pemahaman ilmiah terhadap pengetahuan tertinggi tentang spiritualitas manusia. Veda dan kesusasteraan Veda sangat kental dengan nilai-nilai moral. Tiap-tiap tradisi agama dan filsafat yang berkembang dari spiritVeda diwarnai oleh penanaman nilai-nilai moral. Namun untuk dapat memahami dan mempraktekkan ajaran-ajaran moral dalam Veda tersebut, dianjurkan agar seseorang tidak secara langsung membacanya dari mantra-mantra Veda, dapat dijumpai ajaran- ajaran yang bersifat rahasia, yang hanya dapat dipahami bila mendapat bimbingan seorang guru kerohanian yang ahli (Titib, 1999: 4).

  Dalam mengurangi pengaruh buruk kali yuga sastra Veda telah memberikan empat jalan yaitu Catur Marga Yoga, salah satunya adalah bhakti yoga pengabdian dalam bhakti. Di dunia ini kebanyakan umat manusia sibuk dalam sejenis pelayanan yang memberikan dorongan untuk kekal oleh karena itu disebut Capala Sukha atau kebahagiaan yang berkedip-kedip, namun seorang Bhakta mereka tidak berfikir mengenai keuntungan namun menjadi terberkati dengan menyerahkan kegiatan kepada Tuhan. Bhakti merupakan sejenis pemupukan (kultivasi/pengembangan). Memupuk atau mengembangkan kerohanian tidak berarti duduk bermalas-malasan melakukan meditasi, seperti yang diajarkan oleh para yogi gadungan (Prabhupada, 2011: 31).

  Ajaran bhakti Kapiladeva dalam

  BhāgavataPurāṇa berisikan pengetahuan rohani yang

  sempurna, sarat dengan nilai-nilai moral dan kerohanian yang dapat dijadikan acuan oleh setiap insan dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Nilai dan ajaran yang terkandung dalam Kapiladeva dipandang masih sangat relevan dengan kehidupan masyarakat saat ini. Melalui pemahaman terhadap ajaran-ajaran yang terdapat dalam cerita Kapiladeva, masyarakat mendapatkan pemahaman mengenai konsep bhakti. Dari kenyataan ini menunjukkan kedudukan

  

Śrīmad Bhāgavatam sebagai pengetahuan yang sempurna dari buah matang Veda dan memegang

  peranan yang sangat penting dalam menuntun dan mengarahkan umat manusia menuju jalan kebajikan dan kebenaran.

  Eksistensi

  Śrīmad Bhāgavatam ini telah memberikan berbagai kontribusi bagi setiap insan

  untuk dapat berkarya, karya sastra ini khususnya ajaran Kapiladevadalam

  Śrīmad Bhāgavatam

  belum begitu populer, bahkan hampir tidak dikenal dikalangan generasi muda pada zaman globalisasi ini. Dengan demikian hal ini dipandang perlu untuk diangkat dan diteliti dalam suatu karya ilmiah, untuk mengangkat nilai-nilai spritual yang dapat meningkatkan sraddha dan bhakti umat manusia di tengah perubahan zaman kali yuga yang penuh dengan kekalutan yang kering dengan nilai-nilai kehidupan. Nilai-nilai spritual dalam cerita Kapiladeva memiliki peran yang penting pada zaman ini dalam memberikan perubahan perilaku manusia ke dalam alam kedewataan (daivi sampad) sebagai acuan atau tutunan dalam bertindak lebih bijaksana dan mengembangkan cinta kasih.

  Setelah penjelasan di atas, maka dapat diambil tiga rumusan masalah yaitu, Bagaimana konsep bhakti ajaran Kapiladeva dalam

  Śrīmad Bhāgavatam?, Bagaimana kontribusi

  ajaran bhakti Kapiladeva dalam kehidupan masyarakat kekinian?, Bagaimana implikasi ajaran bhakti Kapiladeva terhadap masyarakat?.

  II. PEMBAHASAN 2. 1 Gambaran Umum Śrīmad Bhāgavatam

  Śrīmad Bhāgavatam merupakan pustaka yang ditulis oleh para Maharsi pada masa lampau

  yang memuat ajaran-ajaran ketuhanan. Pada awal

  Śrīmad Bhāgavatam disebutkan bahwa kitab

  suci ini menolak sepenuhnya segala jenis dharma yang bermotivasi duniawi (kaitava dharma) yang tidak mengarah pada cinta kasih rohani kepada Tuhan (prema dharma).

  Dalam kitab- kitab Purāņakhususnya Śrīmad Bhāgavatam menekankan empat tujuan kehidupan, yakni keagamaan (dharma), pengembangan ekonomi( artha), kepuasan indria-indria (kama), dan pembebasan dari belenggu kehidupan material (moksa) yang disingkirkan oleh pesan cinta suci sejati kepada Tuhan yang dikemukakan didalam

  Śrīmad Bhāgavatam. Śrīmad

Bhāgavatam mengemukakan prinsip tertinggi agama atau dharma yang kekal, yang mampu

  meredakan tiga jenis penderitaan yang dialami semua mahluk hidup di dunia ini, yang memberikan karunia tertinggi berupa kesejahteraan dan kemakmuran sempurna.

  Narayana (1999: 1) menyatakan karya agung yang terkenal ini (Bhāgavata) dihormati oleh para ahli Veda. Kitab ini merupakan obat mujarab yang menyembuhkan berbagai penyakit fisik, mental dan spiritual. Bhāgavata sarat dengan kemanisan nectar dan bersinar dengan kecemerlangan serta keindahan Tuhan.

  Śrīmad Bhāgavatam menekankan

  pada filasafat ketuhanan dan Sraddha (keimanan) moralitas (etika), berbagai aspek acara (ritual) termasuk berbagai tuntunan untuk berbhakti kepada Tuhan yang merupakan dasar kebenaran spiritual bagi seseorang yang mencari pencerahan spiritual.

  2.1.1 Sejarah Penulisan dan Kedudukan Kitab Śrīmad Bhāgavatam

  Śrīmad Bhāgavatam merupakan kesusastraan yang terus berkembang sejak zaman dahulu

  kala yang merupakan studi pasca sarjana bagi para siswa sains spiritual yang ingin mengerti makna sejati kehidupan.

  Śrīmad Bhāgavatam merupakan koleksi teragung dari kekayaan

  kesusatraan Veda yang berisi sejarah sejarah dari banyak inkarnasi dan kegiatan Tuhan dan para penyembahnya.

  Klostermaier dalam Titib (2004:39) menyatakan terdapat perbedaan pandangan yang sangat luas antara para sarjana India tentang masa disusunnya kitab- kitab Purāņa, yang sebagian menyatakan bahwa Purāņa (Purāņa Saṁhitā) “yang asli” telah ditulis sebelum era Masehi.

  Menurut V.S Agrawala,, Lomaharsana adalah guru yang asli dari Purāņa, yang mengajarkan

  

Mūlasaṁhitā kepada 6 orang muridnya, yakni para penyusun Purāņa Saṁhitā yang jumlahnya

  masing-masing antara 4000- 6000 śloka, yang menguraikan 6 topik penting dan sangat mendasar (essensi), yang tiap bagiannya terdiri dari 4 pāda, yakni sarga atau penciptaan dunia, pratisarga atau masa kehancuran, manvatara atau masa-masa usia dunia atau va

  ṁśa atau silsilah/keturunan suatu dinasti. Keaslian dari Catur Pāda atau Catur Lakşaņa ini tetap terpelihara dan dapat dijumpai dalam kitab- kitab Vāyu dan Brahmāņḍa Purāņa. Vāyu Purāņa dianggap sangat dekat dengan Ur-

  

Purāņa dan menurut Agrawala, ia menemukan kembali Mūlasaṁhitā pada teks yang terwarisi

  saat ini, yakni kitab Vāyu Purāņa dengan melenyapkan delapan bab yang tidak asli sebagai sisipan’.

  2.1.2 Isi Ringkas Kitab Śrīmad Bhāgavatam

  Śrīmad Bhāgavatam yang juga dikenal dengan Bhāgavata Purāṇa merupakan salah satu

  dari delapan belas purana (sejarah kuno) dalam tradisi Veda yang disajikan dalam dua belas skanda. Sebagian besar dari kitab ini merupakan dialog antara maharaja Parikshit yang merupakan seorang Rajarsi pada masa itu dengan Sukadeva Gosvāmi. Śrīmad Bhāgavatam memuat tentang kisah-kisah mengenai seluruh inkarnasi dari Dewa Wisnu, pada bab sepuluh karya ini memuat secara terperinci mengenai kisah Krishna.

  Śrīmad Bhāgavatam merupakan sains yang begitu lengkap, kitab ini menjelaskan segala

  aspek alam semesta baik material maupun rohani,

  Śrīmad Bhāgavatam memberikan cara pandang

  untuk memasuki makna warisan spiritual Veda, yang membahas fakta-fakta sejarah yang dipilih dari sejarah-sejarah dari berbagai planet, oleh karena itu,

  Śrīmad Bhāgavatam diakui oleh

  berbagai otoritas spiritual sebagai

  Mahā Purāna. Makna yang begitu istimewa dari sejarah-

  sejarah tersebut ialah bahwa semuanya berhubungan dengan kegiatan Tuhan Yang Maha Esa pada masa yang berbeda. Bagi para sosiologi dan antropologi

  Śrīmad Bhāgavatam mengetengahkan

  cara kerja praktis dalam kultur Veda yang terorganisir secara damai dan alamiah berdasarkan kitab suci.

  Śrīmad Bhāgavatam memberikan bimbingan praktis daan sederhana untuk tercapainya

  pengetahuan tertinggi tentang sang diri yang bersifat kekal dan keinsafan tentang kebenaran mutlak.

2.1.3 Sinopsis Cerita Kapiladeva

  Uraian teks yang terdapat dalam

  Śrīmad Bhāgavatam skanda 3 secara umum menguraikan

  tentang kehidupan rumah tangga dari seorang pertapa yang bernama Kardama Muni dan istrinya yang merupakan keturunan dari Svayambhu manu bernama Devahūti, Yang kemudian Devahūti kemudian mendapat pencerahan dari anaknya Kapiladeva. Kisah Kapiladeva ini berawal ketika pada masa awal Satya Yuga, Brahma yang merupakan pencipta alam material ini, memerintahkan kepada putranya yaitu Kardama Muni untuk menikah dan mempunyai keturunan, atas peritah Brahma, Kardama Muni pergi ke tepi Sungai Sarasvati dan melakukan pertapaan selama sepuluh ribu tahun.Kardama berlatih meditasi di tepi Sungai Sarasvati untuk jangka waktu 10.000 tahun.

  Setelah pernikahan mereka, Devahūti mulai melayani suaminya dengan penuh cinta. Devahūti merasa bahagia dibawah bimbingan Kardama Muni ia mulai belajar melepaskan segala macam nafsu, kebanggaan, iri hati, keserakahan, aktivitas berdosa dan kesia-siaan dengan kesetiaan dan kemurnian pikiran, hal inilah yang patut dilakukan oleh seorang Grhasta, Keduanya hebat dengan kualifikasi spiritual.

  Pernikahan Kardama dan Devahūti senantiasa dipenuhi dengan rasa pengabdian dan penyerahan diri kepada Tuhan, sehingga Tuhanpun muncul dalam keluarga mereka dengan wujud sebagai anaknya yang bernama Kapiladeva.

2.2 Konsep Bhakti Ajaran Kapiladeva Dalam

  Śrīmad Bhāgavatam

  2.2.1 Apara Bhakti Apara berarti tidak utama, dalam hal ini apara bhakti merupakan cara berbhakti kepada

  Tuhan yang tidak utama yang disebabkan oleh tingkat kecerdasan dan kesadaran seseorang yang tergolong rendah. Śrīla Viśvanātha Cakravartī dalam Prabhupada (2008: 320) ‘menyarankan bahwa seorang vai

  ṣņava adalah orang yang telah menerima personalitas Tuhan Yang Maha Esa sebagai tujuan tertinggi kehidupan, namun jika seseorang tidak murni dan masih memiliki motif, maka ia bukan seorang vai

  ṣņava golongan utama yang berkarakter baik. Seseorang dapat memberi hormat kepada vai

  ṣņava seperti itu sebab dia telah menerima Tuhan sebagai tujuan tertinggi

  kehidupan, tetapi hendaknya jangan menjalin pergaulan dengan seorang vai ṣņava yang berada dalam sifat kebodohan’.

  2.2.2 Para Bhakti Para Bhakti merupakan cinta kasih dalam perwujudan yang lebih tinggi, yang biasanya

  dipraktekan oleh orang-orang yang tingkat kecerdasan dan kesuciannya lebih tinggi. Rupa Gosvami dalam Prabhupada (2012: 49) menyatakan bahwa bhakti melampaui segala pertimbangan material dan tidak terbatas pada negara, golongan masyarakat atau keadaan tertentu.

2.2.3 Konsep Ketuhanan Dalam Ajaran Bhakti Kapiladeva

  Perbedaan tingkat kesadaran maupun pemahaman yang dimiliki manusia, tidak lantas manjadikannya dapat memahami maupun menghayati Tuhan. Dalam Hindu terdapat dua konsep Ketuhanan, namun tidak lantas membuat Hindu terkesan menduakan Tuhan yang satu (Esa), namun Hindu menawarkan kemudahan-kemudahan bagi umatnya dalam memberikan jalan bagi umat dalam menghayati maupun memahami Tuhan.

  Dua konsep ketuhanan tersebut adalah tahapan bertingkat untuk dapat memahami hakikat Tuhan Yang Satu (Esa). Oleh karena itu Hindu sangatlah pantas disebut sebagai agama yang fleksibel dan universal. Sivananda dalam Titib (1996: 99) menyatakan ‘Hinduisme sangatlah universal, bebas, toleran, dan luwes. Inilah gambaran indah tentang Hinduisme. Seorang asing yang merasa terpesona keheranan apabila ia mendengar tentang sekte-sekte dan keyakinan yang berbeda-beda dalam Hinduisme; tetapi perbedaan-perbedaan itu sesungguhnya merupakan berbagai tipe pemikiran dan tempramen sehingga menjadi bermacam-macam keyakinan pula. Hal ini adalah wajar. Hal ini merupakan ajaran yang utama dari Hinduisme karena dalam Hinduisme tersedia tempat bagi semua tipe roh dari yang tertinggi sampai yang terendah, demi untuk pertumbuhan mereka’.

  Dalam konsep Nirguna Brahman, Tuhan digambarkan sebagai yang tidak berwujud atau semesta yang dalam istilah filsafat disebut pantheisme. Konsep ketuhanan yang kedua adalah

  

Personal God (Saguna Brahman ). Agar umat manusia memiliki pengetahuan mengenai Tuhan

(Brahman), maka Tuhan harus memiliki atribut atau kriteria yang menyatakan keberadaan-Nya.

  Donder (2006: 234) dalam bukunya Teologi Kasih Semesta menyatakan ‘Saguna Brahman adalah salah satu jalan atau cara mengahayati dan meyakini Tuhan dalam berbaggai aspek manifestasi- Nya, baik dalam manifestasi-Nya sebagai deva- deva atau sebagai avatarā ‘reinkarnasi Tuhan’. Hal ini berarti Tuhan Hadir dalam bentuk cinta kasih pada umat-Nya.

  Konsep Ketuhanan yang terdapat dalam kisah Kapiladeva adalah Monotheisme Immanent dan Pantheisme dalam wujud Saguna Brahma yaitu keyakinan yang memandang bahwa Tuhan sebagai kepribadian yang berwujud, sebagai pencipta alam semesta beserta isinya, tetapi Tuhan Yang Maha Esa itu berada diluar dan sekaligus didalam Ciptaan-Nya.

  Jadi konsep Monotheisme Imanent dan Pantheisme yang menyatakan Tuhan ada di dalam dan di luar ciptaan-Nya, merupakan konsep Ketuhanan dalam kisah Kapiladeva karena ia meyakini Tuhan berada dimana-mana dan dapat dipuja melalui pemusatan pikiran pada wujud kekal Tuhan hingga pikiran menjadi mantap.

2.3 Kontribusi Ajaran Kapiladeva Dalam Kehidupan Masyarakat

  2.3.1 Upaya Mencapai Keinsafan Diri Dalam Ajaran Kapiladeva

  Apabila seseorang ingin mencari kedamaian ia hendaknya membebaskan diri dari segala pencemaran pikiran, dalam kehidupan Kapiladeva, ia juga mengajarkan kepada ibunya Devahūti bahwa dalam menginsafi sang diri seseorang dapat melakukan berbagai system yoga seperti

  

sādhu sanga yang ia telah tunjukkan dalam percakapannya dengan ibunya secara tidak langsung

  Kapiladeva telah mengajarkan tentang proses kerohanian bukan hanya melalui system yoga yang keras namun dengan cara mendengarkan secara seksama tentang hal-hal rohani juga merupakan suatu bentuk dari usaha dalam menemukan pemahaman tentang sang diri.

  2.3.2 Sādhu Sanga Dalam Ajaran Kapiladeva

  Sebagai mahluk sosial merupakan kodratnya untuk bersosialisasi atau bergaul dengan orang lain merupakan salah satu hal yang tidak dapat dihindari dan merupakan suatu keharusan. Manusia dapat melakukan banyak hal sendiri, namun pada suatu ketika ia pasti akan membutuhkan orang lain untuk membantunya. Begitupula ketika seseorang berada pada pelayanan kepada Tuhan dalam mood cinta kasih rohani merupakan kedudukan dasar hidup kita dan merupakan kecendrungan alamiah yang terdapat dalam setiap insan, keinginan ini sedang tertidrr dalam hati setiap orang yang disebabkan oleh pergaulan dengan alam material, sifat-sifat nafsu dan kebodohan yang telah menutupi kesadaran sejati sejak waktu yang tidak dapat dihitung.

  Ikatan terhadap hal-hal material disebut kesadaran material, dan ikatan terhadap Tuhan disebut kesadaran Tuhan, jika kita berusaha sedikit saja untuk mengalihkan perhatian kita terhadap hal-hal rohani, maka kesadaran itu akan disucikan, untuk mencapainya sastra-sastra

  

Veda menganjurkan ikatan hendaknya dialihkan pada seorang yang telah menginsafi jati diri yaitu

  para sādhu.

  Sri Kapiladeva menjelaskan kepada ibunya mengenai bagaimana peran dan pentingnya pergaulan seorang

  sādhu dalam kehidupan seseorang, sebagaimana yang diketahui bahwa sādhu

  tidak hanya puas dengan pembebasan terhadap dirinya namun ia juga memikirkan tentang kesejahteraan orang lain yang sedang menderita diakibatkan oleh pergaulan dengan alam material. Ia adalah kepribadian yang paling murah hati, oleh karena itu salah satu kualifikasi seorang sadhu adalah

  kārunika, yang berarti karunia yang melimpah kepada roh-roh yang jatuh.

  Kirtanam artinya memuji kebesaran Tuhan dengan cara mengucapkan nama suci Tuhan.

  Dengan mengucapkan nama suci Tuhan secara berulang-ulang diharapkan agar mampu menghasilkan getaran-getaran spiritual baik dalam diri maupun lingkungan seseseorangr. Mengucapkan nama suci Tuhan merupakan salah satu bentuk bhakti yang dapat lakukan dengan mudah kapan pun dan di manapun seseorang berada. Pengulangan mantra atau nama suci Tuhan secara terus menerus disebut dengan Japa (Wiana, 2007:68).

  Kirtanam adalah karunia istimewa dari Tuhan untuk para jiva yang menderita pada zaman

  Kali Yuga ini oleh karena itu Kali Yuga juga disebut sebagai zaman keemasan sebab jalan kerohanian yang termudah dan tercepat telah diberikan oleh Tuhan untuk membawa orang-orang pulang kedunia rohani. orang-orang disucikan oleh proses mengucapkan dan mendengar segera menjadi pantas untuk melaksanakan korban-korban suci Veda hal ini berarti ketika nama suci telah menari pada lidah seseorang maka secara otomatis seseorang disucikan dan memiliki berbagai kualitas akan muncul pada dirinya, terkadang terdapat pernyataan bahwa ketika seseorang mulai mengucapkan nama suci maka ia mulai menyucikan dirinya dan pada kelahiran berikutnya ia akan lahir pada keluarga brahmana(Prabhupada, 2008: 574).

2.3.4 Pengendalian Pikiran Dalam Mencapai Keinsafan Rohani

  Sivananda (2005: 69-70) menyatakan bahwa pikiran berakar dari buddhi (sang pengendali pikiran) yang membentuk dua perbedaan yakni buddhi murni danVyavaharika buddhi. Berakar

  

Ahamkara yang identik dengan Brahman (Sat-Cit-Ananda) dan Suddha Sankalpa (kehendak akan

  Tuhan). Sedangkan Asuddha Sankalpa, Vyavaharika Buddhi dan Asuddha Ahamkara. Sifat-sifat dari Asuddha Manas membentuk sebuah lingkaran setan, mereka bekerja sama. Benih dari pikiran adalah Ahamkara (ego). Pengendalian menjadi sangat penting manakala kita mewujudkan ketenangan pikiran sehingga ia mampu merefleksikan sang diri yang selalu ditutupi oleh indera- indera dan ahamkara.

  Vivekananda,(2001) dalam bukunya Vedanta puncak kebenaran Veda Masa kini mengungkapkan bahwa kekuatan pikiran itu seperti berkas cahaya yang dihamburkan. Ketika dikonsentrasikan maka pikiranpun akan meneranginya. Ini adalah alat untuk mendapatkan pengetahuan. Kapiladeva mengajarkan bahwa yoga yang sempurna mengarahkan seseorang pada pengembangan cinta yang murni kepada Tuhan, dan yang matanya terolesi salep cinta kasih rohani, tujuan yang sama dicapai ketika seseorang memuja wujud Tuhan di kuil, tidak ada bedanya antara pelayanan suci dikuil dan memusatkan pikiran kepada wujud Tuhan.

  Pengendalian diri (dama atau indriyanigraha) juga menempati posisi yang sangat penting didalam mewujudkan keseimbangan antara unsure fisik dan mental, unsure sekala dan niskala, unsur material dan spiritual. Orang yang mampu mengekang dan mengendalikan indera-inderanya adalah orang yang mempunyai kecerdasan yang mantap. Pikiran hendaknya dipenuhi dengan kesadaran berupaya untuk mengendalikan pikiran negatif agar jalan pikiran selalu berada pada keadaan seimbang.

2.4 Implikasi Konsep Bhakti Ajaran Kapiladeva Pada Masyarakat

2.4.1 Pemahaman Mendasar Mengenai Ajaran Bhakti Kapiladeva

  Tujuan sejati dari jalan keinsafan diri jnana yoga, dhyana yoga maupun bhakti yoga adalah untuk mencapai pada tahap titik bhakti. Jika seseorang hanya berusaha mencapai pengetahuan tentang kebenaran mutlak namun tidak memiliki rasa bhakti dan ia mengharapkan hasil yang sejati, hal ini sama dengan menumbuk sekam setelah biji-biji diambil. Dalam system

  

astangga yoga , tingkat kesempurnaan yang terakhir adalah dhyana. Dhyana merupakan tingkat

  lalu mengucapkan, dan kemudian merenungkan. Oleh karena itu dengan melaksanakan bhakti, bersamaan dengan hal ini ia akan menjadi seorang menjadi jnani yang ahli dan seorang yogi yang mempunyai kemantapan siddhi. Pergaulan dengan para penyembah dianjurkan dalam semua sastra sebab bahkan dengan sesaat saja pergaulan yang demikian seseorang dapat menerima benih untuk mencapai kesempurnaan. Pada awal kehiduannya Devahuti dan Kardama Muni merupakan penyembah Tuhan yang taat dan tekun dalam melakukan pelayanan bhakti.

  Dalam percakapan Devahūti dengan Kapiladeva, ia sangat antusias dalam menerima semua ajaran-ajaran yang disampaikan oleh putranya, sebab ia sangat ahli dalam menerima substansi yang sejati, pada saat yang sama, ia berfikir tentang Kapiladeva yang merupakan inkarnasi Sri Hari, sehingga ia menyempurnakan pertapaan, pengekangan dan keinsafan rohaninya.

  Sania mengatakan bahwa ajaran-ajaran yang disampaikan oleh Kapiladeva dalam percakapan rohani dengan ibunya Devahuti merupakan suatu contoh yang sangat baik jika diterapkan dalam masyarakat, baik melalui pergaulan dengan masyarakat umum, maupun dalam kuliah- kuliah umum dalam masyarakat” (Wawancara, 25 Juni 2017).

  Sruta menyatakan “ Ajaran ini merupakan Berkat yang membawa seseorang pada sifat kebaikan untuk memulai bhakti kepada Tuhan tentu akan menanamkan moral dan prilaku yang baik bagi generasi muda Hindu, yang dijadikan dasar keyakinan untuk mengimani agama yang dianutnya ditengah-tengah pengaruh arus moderinisasi dan globalisasi.

III. SIMPULAN

  Konsep bhakti yang diajarkan oleh Kapiladeva kepada ibunya Devahuti.Melalui pengucapan nama suci yang merupakan dharma termudah yang dapat dilakukan oleh orang-orang pada zaman kali yuga, sadhu sanga (pergaulan dengan orang suci) dan meditasi dalam mencapai keinsafan tentang sang diri, konsep bhakti yang diajarkan oleh Kapiladeva ini seseorang mampu mencapai kepada Tuhan. Kontribusi ajaran Kapiladeva pada zaman ini adalah sebagai media pembelajaran budhi pekerti yakni penanaman moral, etika dan rendah hati untuk menerima pengetahuan dari orang lain tanpa terkecuali serta melatih diri untuk menumbuhkan kesetiaan, kejujuran, pengendalian diri dan kasih sayang dalam mewujudkan masyarakat yang sesuai dengan kebudayaan Veda. Implikasi Ajaran Kapiladeva terhadap masyarakat adalah dapat menumbuhkan kembali semangat serta minat masyarakat yang sedang kebingungan agar merenungkan masa depan umat manusia untuk menemukan hakekat hidup serta pengarahan yang praktis agar masyarakat dapat menjalani kehidupan dengan kesadaran tentang tanggung jawab tertinggi bagi seseorang melalui nilai-nilai moral yang terdapat dalam kisah Kapiladeva dengan mudah.

DAFTAR PUSTAKA

  Anselm, Strauss Corbin Juliet.2003. Pokok-Pokok Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Bogor: Ghalia Indonesia. Anandakusuma, Sri Reshi. 1986. Kamus Bahasa Bali. Denpasar: CV. Kayumas Agung. Aryadharma, S. 2003.Japa Yoga: Uraian Singkat dan Praktisdalam Melakukan Japa. Denpasar : Deva. Bagus, L.1996. Kamus Filsafat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Balarama, I Putu Krishna. 2011.”Nilai-Nilai Pendidikan Agama Hindu Yang Terkandug Dalam

  Cerita Prahlada Maharaja Dharma Negeri

  ”. Skripsi. Denpasar: Institut Hindu Denpasar. Basrowi & Suwandi .2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta : Kineka Cipta. Brahman, I Made Adi. 2010. “Persepsi dan Pelaksanaan Ajaran Catur Yoga Dalam Memuja

  Tuhan Pada Masyarakaat Hindu Studi Kasus Di Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali”. Tesis. Denpasar: Pascasarjana Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar.

  Dewi, Ni Luh Sinar Ayu Ratna. 2005. “Avatara Dalam Kitab Bhagavata Purana”. Tesis.

  Denpasar: Pascasarjana Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Donder, I Ketut. 2006. Brahma Widya Teologi Kasih Semesta. Surabaya: Paramita.

  Hindu: Kajian Donder, I Ketut. 2015. “Keesaan Tuhan dan Peta Wilayah Kognitif Teologi Pustaka tentang Pluralitas Konsep Teologi dalam Hindu”. Jurnal Harmoni, hal 22-33.

  Eagleton, Terry. 2010. Teori Sastra Sebuah Pengantar Komprehensif Yogjakarta: Jalastra. Erayanti, Ni Komang. 2013.

  Konsep Bhakti Dalam Bhāgavata Purana. Skripsi Denpasar: Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Faisal. 2006. Metodelogi Penelitian. Yogayakarta: Paradigma. Grayson, Stuart. 2001. Spiritual Healing (Penyembuhan Spiritual). Semarang: Dahara Prize. Gorda, I Wayan. 2007. Metode Penelitian Ilmu Sosial Ekonomi. Denpasar: Widya Kriya Gunatama. Gulo, W. 2002. Metodelogi Penelitian . Jakarta: Grasindo. Hadi, Sutrisno.2006. Metodologi Riset Jilid 1. Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Hamidi.2005. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Malang: UMM Pres. Iqbal, Hasan. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodelogi Penelitian dan Aplikasinya. Bandung: Gahlia Indonesia. Jendra, I Wayan. 1998. Cara Mencapai Moksha Di Zaman Kali. Denpasar: Yayasan Dharma Narada. Kaelan. 2005. Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat. Yogyakarta: Paradigma. Kajeng,dkk. 1999. Buku Pendidikan Agama Hindu Untuk Perguruan Tinggi. Surabaya: Paramita. Kajeng, I Nyoman.2010.

  Sāramuscaya. Surabaya: Paramita.

  Madja. 2008.

  “ Konsep Yoga Patanjali dan Yoga Wraspati Tattwa ( Sebuah Studi Komparatif). Skripsi. Denpasar : Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Marselina. 2014. “Kajian Teologi Ajaran Dhruva Maharaja dalam Bhagavata Purana”.

  Skripsi. Denpasar: Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Masyuhuri dan Zainudin, M. 2008. Metodologi Penelitian : Pendekatan Praktis dan Apliksinya.

  Bandung Refika Aditama. Mintareja, Abbas Hamami. 2003. Teori Epistemologi Comon sense. Yogyakarta: Paradigma. Moleong, Lexi J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Moleong, Lexi J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Musfiqon, Dr.H.M. 2012.Panduan Metodelogi Pendidikan. Jakarta : Prestasi Pustaka Raya. Narayana, Bhagavan Sathya. 1999.

  Pancaran Bhāgavata (Bhāgavata Vāhini)/ Bhagavān Sathya Nārāyana. Surabaya: Paramita.

  Pendit, S. 2001. Bhagavad Gita. Surabaya: Paramitha. Prabhupada, Bhaktivedanta Swami. 1995. Bhagavata Purana Skanda 4 Jilid 1. Jakarta: Hanuman Sakti.

  Prabhupada, Bhaktivedanta Swami. 1995.

  Teachings of Lord Kapiladeva The Son Of Devahūti.

  Jakarta: Hanuman Sakti. Prabhupada, Bhaktivedanta Swami. 2006. Bhagavad-Gita. Jakarta: Hanuman Sakti. Prabhupada, Bhaktivedanta Swami. 2008. Bhagavad-Gita. Jakarta: Hanuman Sakti. Prabhupada, Bhaktivedanta Swami. 2008. Bhagavata Purana Sakanda 3 Jilid 4. Jakarta: Hanuman Sakti.

  Hanuman Sakti. Prabhupada, Bhaktivedanta Swami. 2011. Sri Chaitanya Caritamrta Adi Lila Jilid 1. Jakarta: Hanuman Sakti.

  Prabhupada, Bhaktivedanta Swami. 2012. Lautan Manisnya Rasa Bhakti. Jakarta: Hanuman Sakti. Prabhupada, Bhaktivedanta Swami. 2015. Bhagavata Purana Sakanda 1 Jilid 2. Jakarta: Hanuman Sakti. Pudja, G. 1982. Theologi Hindu (Brahma Widya). Jakarta: Mayangsari. Punyatmaja, dkk. 1991. Pancasiksa. Surabaya: Paramita. Putra, Ngakan Putu. 2014. Kamu Adalah Tuhan. Jakarta: Media Hindu. Radhakrishnan, S. 2003. Bhagavadgita. Cetakan I. Sivananda, Sri Swami. 1997. Intisari Ajaran Hindu. Surabaya: Paramitha. Sivananda, Swami. 1998.Japa Yoga Cara Paling Efisien dan Efektif Untuk Mencapai Dharma, Artha, Kama, dan Moksa pada Zaman Kali. Surabaya: Paramita. Sivananda, Sri Swami. 2008. Konsentrasi Dan Meditasi. Surabaya : Paramita. Subagyo, P.J. 2004. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Sudarsana, I. K. (2015, September). Inovasi Pembelajaran Agama Hindu di Sekolah Berbasis Multikulturalisme. In Seminar Nasional (No. ISBN : 978-602-71567-3-9, pp. 94-101).

  Fakultas Dharma Acarya IHDN Denpasar. Sudarsana, I. K. (2015, June). Pentingnya Kearifan Lokal dalam Pendidikan Karakter bagi

  Remaja Putus Sekolah. In Seminar Nasional (No. ISBN : 978-602-71567-1-5, pp. 343- 349). Fakultas Dharma Acarya IHDN Denpasar. Suprayoga. 2001.Metodelogi Penelitian. Bandung: Pt. Remaja Roshada Karya. Sura, dkk. 2001. Agama Hindu sebuah Pengantar. Denpasar: CV. Kayumas Agung. Surpa. 2002. Pengembangan Etika Bagi Anak. Bandung: Bandung Press. Soga, Rai. 2006.

  “Aspek Ketuhanan Dalam Kitab Purana (Pemahaman dan Implementasi Umat Hindu di Kota Mataram”. Tesis. Denpasar: Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Sugiono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&B. Bandung : Alfa Beta. Sumaryono, E. 1996. Hermeneutik Sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. Teeuw, A. 1984. Sastra dan Imu Sastra, Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2008.Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1991.Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1997.Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Tim Penyusun. 2001.Kamus Sansekerta-Indonesia. Pemerintah Provinsi Bali. Titib, I Made. 1996. Veda Sabda Suci Pedoman Praktis Kehidupan. Surabaya: Paramitha. Titib, I Made. 1999. Pengantar Veda untuk Program D II. Jakarta: Hanuman Sakti. Titib, I Made. 2004. Purana Sumber Ajaran Hindu Komprehensip. Surabaya: Paramita. Titib, I Made. 2006. Svarga Neraka, Moksa dalam Svargarohanaparva. Surabaya: Paramita. Vettam, Mani. 2010. Puranic Encyclopedia. Delhi: Motilal Baarsidass. Wiana, I Ketut. 2007. Nava Vidha Bhakti. Denpasar:Pustaka Manik Geni. Wikana, Ngurah. 2010. Merekontruksi Hindu. Yogyakarta: Narayana Smrti Press. Wojowarsito, Soewojo.1997. Kawi Jawa kuno-Indonesia. Malang: Jurusan dan sastra Indonesia F.KKS.IKIP. Vivekananda, Swami. 2001. Gema Kebebasan, terj. Gede Kamajaya dan Oka Sanjaya, Surabaya: Vivekananda, Swami. 2001.

  Vedānta Puncak Kebenaran Veda Masa Kini.Surabaya: Paramita.

  Zoetmulder, P.J. 1990.Manunggaling Kawula Gusti: Phanteisme Dan Monisme Dalam Sastra Suluk Jawa . Jakarta: Gramedia. Zuriah, Nurul. 2007. Metodologi social dan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.