BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jagung 2.1.1 Sejarah Tanaman Jagung - Perbandingan Bilangan Peroksida Pada Minyak Jagung dan Minyak Curah dengan Metode Iodometri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jagung

2.1.1 Sejarah Tanaman Jagung

  Jagung adalah tanaman yang berasal dari Amerika Tengah, tetapi karena penemuan baru di dunia, tanaman ini telah menyebar ke berbagai daerah tropis dan sub-tropis lainnya.Di Amerika Serikat hampir seperempat dari areal tanaman dikhususkan untuk budidaya jagung, terutama untuk biji-bijian.Tanaman jagung pada umumnya digunakan untuk pakan ternak (Vaughan, 1970).

  Tanaman jagung (Zea maysL) di Indonesia merupakan tanaman pangan yang penting setelah padi dan terdapat hampir di seluruh kepulauan pangan penduduk serta sebagai sumber minyak. Penyebaran daerah tanaman jagung di Indonesia tidak merata karena adanya pengaruh iklim, keadaan tanah, keadaan hama serta fluktuasi harga jagung (Ketaren, 1986).

  Di Indonesia, jagung merupakan bahan pangan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Disamping sebagai bahan pangan, komoditi ini juga sebagai bahan pakan ternak dan bahan baku industri. Menurut data yang dihimpun oleh Biro Pusat Statistik, penggunaan jagung untuk bahan pangan menurun dari 78% pada tahun 1975 menjadi 49% pada tahun 1985. Sebaliknya, penggunaan untuk pakan ternak dan industri meningkat dari 15% pada tahun 1975 menjadi 38% pada tahun

  Di Amerika dan negara-negara lain yang lebih maju, jagung kebanyakan digunakan sebagai makanan ternak serta bahan baku pembuatan minyak jagung, sirup dan hanya sebagian digunakan sebagai makanan pokok (Ketaren, 1986).

  2.1.2 Sistematika Tanaman Jagung

  Tanaman jagung memiliki klasifikasi berdasarkan tingkatan taksonomi secara botani sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledone Ordo : Graminae Famili : Graminaceae Spesies : Zea mays L. (Subekti, 2015).

  2.1.3 Morfologi Tanaman Jagung a.

  Batang Batangnya berbentuk bulat atau agak pipih, beruas-ruas dan umumnya tidak bercabang (Najiyati, 1999).

  b.

  Akar Sistem perakaran jagung terdiri atas akar primer, akar lateral, akar horizontal dan akar udara (Najiyati, 1999). c.

  Daun Daun jagung tumbuh disetiap ruas batang. Daun ini berbentuk pipa, mempunyai lebar 4 - 15 cm dan panjang 30 - 150 cm, serta didukung oleh pelepah daun yang menyelubungi batang (Najiyati, 1999).

  d.

  Bunga Bunga jantan tumbuh di ujung batang.Bunga betina tersusun dalam tongkol.Bunga ini muncul dari ketiak daun yang terletak pada pertengahan batang

  (Najiyati, 1999).

  e.

  Tongkol dan Biji Tanaman jagung mempunyai satu atau dua tongkol, tergantung varietas.Tongkol jagung yang terletak pada bagian atas umumnya lebih dahulu terbentuk dan lebih besar dibanding yang terletak pada bagian bawah.Setiap

2.1.4 Komposisi Kimia Biji Jagung

  Jagung sebagai bahan makanan, mengandung nilai gizi yang cukup tinggi jika dibanding dengan bahan pangan lainnya, terutama jagung kuning yang banyak mengandung vitamin A (Ketaren, 1986).

  Biji jagung terdiri dari empat bagian utama yaitu bagian kulit ari, endosperm, lembaga dan gluten.Kulit ari terdiri dari serat kasar yang membungkus bagian endosperm dan embrio, beratnya 5 - 6 persen dari berat butiran biji jagung.Endosperm mempunyai lapisan aleuron yang mengandung zat putih telur dan lemak (Ketaren, 1986).

  Lemak terdapat pada bagian bawah dari butiran biji jagung beratnya sekitar 9 - 12 persen dari berat butiran. Karbohidrat terdapat pada endosperm sekitar 73 - 79 persen, kadar protein dalam endosperm sekitar 10 - 19 persen dan 22,4 persen pada kulit ari (Ketaren, 1986).

  Komposisi biji jagung kering dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Komposisi Biji Jagung Kering

  Komponen Jumlah (%) Protein kasar 9,29

  Lemak (ekstrak dari ester) 3,97 Serat kasar 2,03

  Ekstrak N bebas 68,35 Abu 1,37

  Energi (kal/gr) 3,81

2.2 Kelapa Sawit

2.2.1 Sejarah Tanaman Kelapa Sawit

  Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) berasal dari Nigeria, Afrika Barat.Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan, yakni Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di Hutan Brazil dibandingkan dengan Afrika.Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1848.Ketika itu hanya ada empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Réunion atau Mauritius dan Hortus Botanicus Amsterdam yang ditanam di Kebun Raya Bogor (Fauzi, 2002).

  Tanaman kelapa sawit mulai dibudidayakan secara komersial dan menjadi dirintis oleh Adrien Hallet, seorang berkebangsaan Belgia.Ia membangun perkebunan kelapa sawit pertama dalam skala besar di daerah Sungai Liput (Pantai Timur Aceh) dan daerah Pulu Raja (Asahan). Luas areal perkebunan kelapa sawit pertama sudah mencapai 3.250 ha (Fauzi, 2002).

  2.2.2 Sistematika Tanamana Kelapa Sawit

  Tanaman kelapa sawit memiliki klasifikasi berdasarkan tingkatan taksonomi secara botani sebagai berikut (Mangoensoekarjo, 2000).

  Kingdom : Plantae Divisi : Tracheophyta Kelas : Angiospermae Ordo : Arecales Famili : Palmae (Arecaceae) Spesies : Elaeis guineensis Jacq.

  2.2.3 Morfologi Tanaman Kelapa Sawit

  Kelapa sawit termasuk tanaman monokotil.Tanaman ini merupakan tanaman berumah satu (monoecious) dimana bunga jantan dan bunga betina terdapat dalam satu pohon.Bagian tanaman kelapa sawit dapat dibedakan atas dua bagian, yaitu bagian generatif dan vegetatif.Bagian generatif sebagai alat perkembangbiakan meliputi bunga dan buah, sedangkan bagian vegetatif meliputi akar, batang, dan daun (Mangoensoekarjo, 2000). a. Akar Tanaman kelapa sawit mempunyai akar serabut. Akar kelapa sawit akan tumbuh ke bawah dan ke samping membentuk akar primer, sekunder, tertier, dan akar kuarterner (Mangoensoekarjo, 2000).

  b. Batang Kelapa sawit termasuk tanaman monokotil maka batangnya tidak mempunyai kambium dan pada umumnya tidak bercabang.Pembengkakan pangkal batang (bole) terjadi karena internodia (ruas batang) dalam masa petumbuhan awal tidak memanjang, sehingga pangkal-pangkal pelepah daun yang tebal berdesakan.Tinggi maksimum tanaman kelapa sawit yang ditanam di perkebunan antara 15-18 m,sedangkan di alam mencapai 30 m (Mangoensoekarjo, 2000).

  Susunan daun tanaman kelapa sawit mirip dengan tanaman kelapa yaitu membentuk susunan daun majemuk. Daun-daun tersebut akan membentuk suatu pelepah daun yang panjangnya dapat mencapai kurang lebih 7,5-9 m. Jumlah anak daun pada tiap pelepah berkisar antara 250-400 helai. Daun muda yang masih kuncup berwarna kuning pucat (Mangoensoekarjo, 2000).

  d. Buah Buah kelapa sawit termasuk jenis buah keras (drupe), menempel dan bergerombol pada tandan buah.Jumlah per tandan dapat mencapai 1.600, berbentuk lonjong sampai bulat.Panjang buah 2-5 cm, beratnya sampai 30

  Warna buah kelapa sawit tergantung pada varietas dan umurnya.Buah yang masih muda berwarna hijau pucat kemudian berubah menjadi hijau hitam.Semakin tua warna buah menjadi kuning muda dan pada waktu sudah masak berwarna merah kuning (jingga)(Mangoensoekarjo, 2000).

  e. Bunga Tanaman kelapa sawit sudah mulai berbunga pada umur 12-14 bulan.Tanaman ini merupakan bunga tanaman berumah satu, artinya pada satu tanaman terdapat bunga jantan dan betina yang masing-masing terangkai dalam satu tandan(Mangoensoekarjo, 2000).

  f. Biji Waktu proses perkecambahan berlangsung, embrio mengembang

  (volumenya bertambah), bakal batang dan bakal akar tumbuh keluar dari selanjutnya menjadi batang, daun dan akar (Mangoensoekarjo, 2000).

2.3 Minyak

  Minyak dan lemak merupakan bagian dari lipid yang berbeda satu dengan yang lainnya dalam apakah berada dalam bentuk cairan (minyak) atau padatan (lemak) dalam suhu kamar.Sifat fisika ini terutama tergantung pada asam lemak yang terkandung di dalamnya. Kebanyakan lemak hewani adalah padat, sementara minyak nabati adalah cair, meskipun demikian ada minyak nabati yang bersifat padat yang dikenal dengan namabutter (mentega) (Rohman, 2013).

  Satu sifat yang khas dan mencirikan golongan lipida (termasuk minyak dan lemak) adalah daya larutnya dalam pelarut organik (misalnya eter, benzene, kloroform) atau sebaliknya ketidak-larutannya dalam pelarut air.Lemak dan minyak atau secara kimiawi adalah trigliserida (lebih dari 80 – 85% lipid) merupakan senyawa hasil kondensasi satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak (Sudarmadji, 1989).

  Zat warna dalam minyak terdiri dari dua golongan yaitu zat warna alamiah dan warna dari hasil degradasi zat warna alamiah. Zat warna yang tergolong zat warna alamiah yaitu zat warna yang secara alamiah di dalam bahan yang mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstraksi.

  Zat warna tersebut antara lain terdiri dari α dan β karoten, xantofil, klorofil, dan antosianin, zat warna ini menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning Pigmen berwarna merah jingga atau kuning disebabkan oleh karotenoid yang bersifat larut dalam minyak.Karotenoid merupakan persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh.Jika minyak dihidrogenasi, karoten tersebut juga ikut terhidrogenasi, sehingga intensitas warna kuning berkurang.Karotenoid bersifat tidak stabil pada suhu tinggi.Karotenoid tersebut tidak dapat dihilangkan dengan proses oksidasi (Ketaren, 1986).

2.4 Minyak Goreng

  Menggoreng adalah suatu proses untuk memasak bahan pangan minyak goreng kedalam ketel penggorengan, kemudian dipanaskan, selanjutnya dimasukkan bahan yang akan digoreng. Dari ketel akan diperoleh hasil gorengan, uap yang dihasilkan dari lemak, serta hasil samping lemak akibat pemanasan dan penggorengan serta kerak. Berbagai faktor mempengaruhi kondisi penggorengan dalam ketel, yaitu pemanasan dengan adanya udara, minyak yang kelewat panas (local over heating of fat), aerasi pada lemak, kontak lemak dengan logam dari ketel, kontak bahan pangan dengan minyak, adanya kerak dan partikel yang gosong. Dari faktor-faktor tersebut, maka pemanasan dengan adanya udara merupakan faktor yang sangat berpengaruh (Ketaren, 1986).

  Minyak goreng berfungsi sebagai penghantar panas, penambah rasa gurih, dan penambah nilai kalori bahan pangan. Minyak goreng ketika digunakan untuk menggoreng akan mengalami proses hidrolisis gliserol. Di mana gliserol oleh akan mengalami oksidasi menjadi asam lemak teroksidasi yang dapat membahayakan kesehatan manusia (Budiyanto, 2009).

  Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Hidrasi gliserol akan membentuk aldehida tidak jenuh atau akrolein tersebut. Makin tinggi titik asap, makin baik mutu minyak goreng itu. Titik asap suatu minyak goreng tergantung dari kadar gliserol bebas. Lemak yang telah digunakan untuk menggoreng titik asapnya akan turun, karena telah terjadi hidrolisis molekul lemak. Karena itu untuk menekan terjadinya o

  tidak terlalu tinggi.Pada umumnya suhu penggorengan adalah 177 – 221 C (Winarno, 1997).

  Lemak dan minyak yang baik digunakan untuk minyak goreng adalah oleo stearin, oleo oil, lemak babi (lard), atau lemak nabati yang dihidrogenasi dengan

  o

  titik cair 35 - 40

  C. Oleo stearin dan oleo oil diperoleh dari lemak sapi yang diproses dengan cararendering pada suhu rendah (Winarno, 1997).

  Indikator kerusakan minyak antara lain adalah angka peroksida dan asam lemak bebas. Angka peroksida menunjukkan banyaknya kandungan peroksida di dalam minyak akibat proses oksidasi dan polimerisasi. Asam lemak bebas menunjukkan sejumlah asam lemak bebas yang dikandung oleh minyak yang rusak, terutama karena peristiwa oksidasi dan hidrolisis (Gunawan, 2003).

   Minyak Jagung

  Minyak jagung sebagai minyak makanan adalah minyak yang diperoleh dari lembaga biji jagung (Zea mays L) dan telah mengalami proses pemurnian dengan atau tanpa penambahan yang diizinkan (SNI, 1998).

  Minyak jagung diperoleh dengan jalan mengekstrak bagian lembaga.Sistem ekstraksi yang digunakan biasanya sistem pres (pressing) atau kombinasi sistem press dan pelarut menguap (pressing and solvent extraction) (Ketaren, 1986).

  Meskipun jagung merupakan salah satu tanaman utama di Amerika Serikat, hanya sebagian kecil dari itu digunakan untuk mendapatkan minyak jagung.Sebagian besar minyak jagung yang dihasilkan adalah produk sampingan No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

  1

Tabel 2.2 Parameter Syarat Mutu Minyak Jagung (SNI 01-3394-1998)

  Normal Kuning Maks 0,20 103-28 Maks 10 Maks 0,2 < 0,3 < 0,3 9-14 < 0,5 0,5- 4,0 24-42 34-62 <2,0 <1,0 <0,5 <0,5 <0,5 Sesuai SNI 01-0222-1995 dan perauran Permenkes No.722/Menkes/Per/IX/1998 Maks 10 Maks 0,1 Maks 40,0/250,0 Maks 40,0 Maks 1,5 Maks 0,1 Maks 0,05 Maks 0,1

1.1 Bau dan Rasa

  4

  8.2 Timah (Sn)

  2

  Koloni/ml mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg

  % % % % % % % % % % % % %

  2 /kg

  % g iod/100 g mek O

  8.6 Raksa Cemaran Arsen ( As )

  8.5 Tembaga (Cu)

  8.4 Besi (Fe)

  8.3 Seng (Zn)

  8.1 Timbal (Pb)

  5

  7.1Angka lempeng total Cemaran logam

  3

  6.2 Asam Palmitat(C16 :0) 6.3 (C16 : 1) 6.4 (C16 : 0 ) 6.5 (C18 : 1) 6.6 (C18 : 2) 6.7 (C18 : 3)

  6.1 Asam Laurat (C 12: 0) 6.2 (C14 : 0)

  1.2 Warna Air dan Kotoran Bilangan iod Bilangan peroksida Asam lemak bebas (sebagai asam oleat), b/b : Komposisi asam

  9 Keadaan

  8

  7

  6

  6.8 C20: 0) 6.9 (C20: 0) 6.10(C22: 0) 6.11 (C24 : 0) Bahan Tambahan Makanan Cemaran mikroba

  2.5.1 Komposisi Kimia Minyak Jagung

  3

  O

  Kekentalan minyak jagung hampir sama dengan minyak-minyak nabati lainnya yaitu 58 sentipois pada suhu 25

  O C berkisar antara 1,4657-1,4659.

  Minyak jagung berwarna merah gelap dan setelah dimurnikan akan berwarna kuning keemasan. Bobot jenis minyak jagung sekitar 0,918-0,925, sedangkan nilai indeks biasanya pada suhu 25

  2.5.2 Sifat Fisiko – Kimia

  30

  56

  86

  10

  Minyak jagung merupakan trigliserida yang disusun oleh gliserol dan asam- asam lemak. Persentase trigliserida sekitar 98,6 %, sedangkan sisanya merupakan bahan non minyak, seperti abu, zat warna atau lilin. Asam lemak yang menyusun minyak jagung terdiri dari asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh.Komposisi minyak jagung dapat dilihat pada table 2.3 (Ketaren, 1986).

  13

  Asam lemak jenuh palmitat stearat b. Asam lemak tidak jenuh linoleat oleat

  3. Asam lemak (persen dari total asam) a.

  1,26 – 1,63 0,92 – 1,08

  2. Bahan tidak tersabunkan : total sitosterol

  1. Total gliserida 98,6

  No. Komponen Jumlah (%)

Tabel 2.3 Komposisi Minyak Jagung

  C. Minyak Jagung larut di dalam etanol, isopropil alkohol dan furfural, sedangkan nilai transmisinya sekitar 280 - 290

2.5.3 Daya Guna dan Nilai Gizi

  Biji jagung mempunyai kegunaan yang sangat luas.Jagung memenuhi persyaratan sebagai bahan pangan karena bernilai gizi tinggi.Selain mudah diolah juga harganya pun cukup murah, sehingga merupakan bahan makanan tambahan bagi sebagian penduduk Indonesia (Ketaren, 1986).

  Minyak jagung kaya akan kalori yaitu sekitar 250 kalori per ons. Minyak jagung merupakan minyak goreng yang stabil (tahan terhadap ketengikan) karena adanya tokoferol yang larut dalam minyak (Ketaren, 1986).

  Dengan proses winterisasi, minyak jagung dapat diolah menjadi minyak salad dan sebagai hasil sampingannya adalah mentega putih (shortening). Minyak salad yang ditambah garam dan rempah-rempah akan menghasilkan mayonnaise (Ketaren, 1986). kolesterol pada lemak hewan, yaitu dapat membentuk endapan pada dinding

  • pembuluh darah karena adanya ion Ca . Adanya asam-asam lemak esensial itu dapat mengurangi pembentukan kompleks Ca dengan sitosterol, sehingga minyak jagung jauh lebih baik bila dibandingkan dengan sumber minyak yang lain, apalagi bila dibandingkan dengan lemak yang berasal dari hewan (Ketaren, 1986).

2.6 Minyak Kelapa Sawit

  Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan dari inti kelapa sawit yang dinamakan minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil) dan sebagai hasil samping ialah bungkil inti kelapa sawit yang telah mengalami proses ekstraksi dan pengeringan (Ketaren, 1986).

  Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu adalah air dan kotoran, asam lemak bebas, bilangan peroksida dan daya pemucatan. Faktor-faktor lain adalah titik cair, kandungan gliserida padat, sifat transparan, kandungan logam berat dan bilangan penyabunan. Semua faktor ini perlu dianalisis untuk mengetahui mutu minyak kelapa sawit dan minyak inti kelapa sawit (Ketaren, 1986).

2.6.1 Komposisi Kimia Minyak Kelapa Sawit

  Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80% perikarp dan 20% buah yang dilapisi kulit yang tipis.Kadar minyak dalam perikarp sekitar 34 – 40 %.Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap.Rata-rata komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dapat dilihat pada

Tabel 2.4 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit dan Inti Kelapa Sawit

  Asam lemak Minyak Kelapa Sawit Minyak inti kelapa sawit (%) (%)

  • 3 – 4 Asam kaprilat
  • Asam kaproat

  3 – 7

  • Asam laurat

  46 – 52 Asam miristat 1,1 – 2,5 14 – 17 Asam palmitat 40 – 46 6,5 – 9 Asam stearate 3,6 – 4,7 1 – 2,5 Asam olcat 39 – 45 13 – 19 Asam linoleat 7 – 11 0,5 – 2

  Bahan yang tidak dapat disabunkan jumlahnya sekitar 0,3%. Kandungan karoten dapat mencapai 1000 ppm atau lebih dalam minyak dari jenis tenera kurang lebih 500 – 700 ppm, kandungan tokoferol bervariasi dan dipengaruhi oleh penanganan selama produksi (Ketaren, 1986).

2.6.2 Sifat Fisiko-Kimia

  Sifat fisiko kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau dan flavor, kelarutan, titik cair, titik didih (boiling point), titik pelunakan, bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan (turbidity point), titik asap, titik nyala dan titik api. Nilai sifat fisiko-kimia minyak sawit dan minyak inti sawit dapat dilihat pada tabel 2.5 (Ketaren, 1986).

Tabel 2.5 Nilai Sifat Fisiko-Kimia Minyak Sawit Dan Minyak Inti Sawit

  Sifat Minyak Sawit Minyak Inti Sawit Bobot jenis pada suhu 0,900 0,900 – 0,913 kamar

  o

  Indeks bias D 40 C 1,4565 – 1,4585 1,495 – 1,415 Bilangan Iod 48 – 56 14 – 20 Bilangan penyabunan 196 – 205 244 – 245

  Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses pemucatan, karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna

  

orange atau kuning disebabkan adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak

(Ketaren, 1986).

  Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau khas minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone (Ketaren, 1986).

  Titik cair minyak kelapa sawit berada dalam nilai kisaran suhu, karena minyak kelapa sawit mengandung beberapa macam asam lemak yang mempunyai titik cair yang berbeda-beda (Ketaren, 1986).

2.6.3 Standar Mutu

  Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air kurang dari 0,1 persen dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 persen, kandungan asam lemak bebas serendah mungkin (kurang lebih 2 persen atau kurang), bilangan peroksida di bawah 2, bebas dari warna merah dan kuning (harus berwarna pucat) tidak berwarna hijau, jernih dan kandungan logam berat serendah mungkin atau bebas dari ion logam (Ketaren, 1986).

2.7 Bilangan Peroksida

  kerusakan pada minyak atau lemak.Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida.Peroksida ini dapat ditentukan dengan metode iodometri (Ketaren, 1986).

  Cara yang sering digunakan untuk menentukan bilangan peroksida, berdasarkan pada reaksi antara alkali iodide dalam larutan asam dengan ikatan peroksida.Iod yang dibebaskan pada reaksi ini kemudian dititrasi dengan natrium tiosulfat. Penentuan peroksida ini kurang baikdengan cara iodometri biasa meskipun peroksida bereaksi sempurna dengan alkali iod. Hal ini disebabkan karena peroksida jenis lainnya hanya bereaksi sebagian.Di samping itu dapat terjadi kesalahan yang disebabkan oleh reaksi antara alkali iodide dengan oksigen dari udara (Ketaren, 1986).

  Bilangan peroksida ditentukan berdasarkan jumlah iodin yang dibebaskan setelah lemak atau minyak ditambahkan KI. Lemak direaksikan dengan KI dalam pelarut asam asetat dan kloroform ( 2 : 1 ) kemudian iodin yang terbentuk ditentukan dengan titrasi memakai natrium tiosulfat (Winarno, 1997).

  Sebagai ukuran oksidasi lemak untuk pemanas, bilangan peroksida berguna untuk menentukan kualitas lemak setelah pengolahan. Dengan lemak atau minyak diproses dengan benar dan cepat dari minyak berkualitas baik, nilai peroksida segar akan praktis nihil. Peroksida akan mengembangkan sampai batas tertentu dengan kuantitas tergantung pada waktu, suhu, paparan cahaya dan udara. Selama oksidasi, nilai peroksida meningkat perlahan-lahan selama periode induksi, menunjukkan oksidasi maju, tetapi nilai peroksida yang rendah mungkin tidak berarti bebas dari oksidasi (Lawson, 1985).

  Pada suhu penggorengan, peroksida berkembang, tetapi juga menguap dan meninggalkan sistem penggorengan pada suhu tinggi.Bilangan peroksida adalah sedikit atau tidak ada nilai dalam menilai kondisi bekas menggoreng lemak atau frylife (Lawson, 1985).

  Bilangan peroksida akan memecah ikatan karbonil dan aldehid pada saat menggoreng dikarenakan suhu yang tinggi, udara dan cahaya. Reaksi ini terjadi sebagai hasil reaksi antara trigliserida tidak jenuh dan oksigen dari udara.Molekul

2.8 Metode Iodometri

  Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar dari pada sistem iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO

  5H O. Pada iodometri, sampel yang bersifat oksidator

  4

  2

  direduksi dengan kalium iodide berlebihan dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat. Banyaknya volume natrium tiosulfat yang digunakan sebagai titran setara dengan iodium yang dihasilkan dan setara dengan banyaknya sampel (Rohman, 2007)

  Peroksida dapat ditentukan dengan titrasi iodometri.Metode iodometri termasuk salah satu metode yang paling akurat dalam analisis titrimetri karena dalam kondisi yang sesuai, keberadaan satu bpj dapat dideteksi dengan

  Kegunaan banyak dari iodometri didasarkan pada kerja oksidasi iod dan sebaliknya kerja reduksi iodide. Jika suatu senyawa dioksidasi oleh iod, maka iod sendiri tereduksi menjadi iodida :

  • I

  2 + 2e  2I

  Dalam larutan asam iodida bekerja mereduksi oksidator kuat dan iodidanya sendiri dioksidasi menjadi iod :

  2I  I + 2e

2 Oleh karena itu reaksi iodometri adalah suatu proses redoks, yang dapat

  dinyatakan dengan menyatukan kedua persamaan :

Arah dari reaksi redoks ini tergantung dari potensial redoks pasangan reaksinya dan harga pH larutan titrasi (Putisar, 2015).

  Cara yang sering digunakan pada penentuan bilangan peroksida berdasarkan pada reaksi anatara alkali iodida dalam larutan asam dengan ikatan oksigen sebagai peroksida. Reaksi yang terjadi adalah :

   I ROOH + 2 I + 2 H

  2 + ROH + H

  2 O

   2 NaI + Na

  2 Na

2 S

  2 O 3 + I

  2

  2 S

  4 O

  6 (Putisar, 2015).

Dokumen yang terkait

2. Pada kolom nilai berikan penilaian anda dengan cara mengisi kolom penilaian (lihat keterangan yang ada di bawah tabel) sesuai dengan tingkat kesukaan 3. Netralkan indera pengecap dengan air putih setelah mencicipi satu sampel - Daya Terima Beras Analog

0 0 11

Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus terreus dan Trichoderma harzianum untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Rhizophora mucronata Lamk

0 0 11

6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Peramalan (Forecasting)

0 0 8

Pengaruh Komisaris Independen, Komite Audit, dan Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Sektor Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

0 1 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Agency Theory - Pengaruh Komisaris Independen, Komite Audit, dan Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Sektor Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

0 0 18

Analisis Perbandingan Pendanaan Leasing Dengan Kredit Bank Dalam Pengadaan Mesin Photo Copy

0 0 25

Analisis Perbandingan Pendanaan Leasing Dengan Kredit Bank Dalam Pengadaan Mesin Photo Copy

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bromazepam 2.1.1 Sifat Fisikokimia - Penetapan Kadar Bromazepam dalam Tablet secara Spektrofotometri Ultraviolet

0 1 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Air - Perbandingan Efektivitas Poly Aluminium Chloride (Pac) Dan Tawas Dalam Menurunkan Kadar Ammonia Nitrogen Pada Turbidity 590 Ntu Dengan Metode Spektrofotometri Dr/2400

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air - Analisis Kadar Besi (Fe) Pada Air Sumur di Padang Bulan Medan Secara Spektrofotometri Serapan Atom

1 2 16