BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Agency Theory - Pengaruh Komisaris Independen, Komite Audit, dan Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Sektor Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Agency Theory

  Teori keagenan (Agency Theory) adalah teori yang muncul akibat adanya hubungan antara stakeholder dengan manajer. Perbedaan peran di antara keduanya menyebabkan suatu ketimpangan informasi. Dari ketimpangan informasi tersebut, satu pihak (manajer) dapat mengambil keuntungan untuk diri mereka sendiri yang dapat merugikan pihak lainnya (stakeholder). Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara agent (manajer) dengan principal (pemegang saham). Sebagai agen, manajer bertanggung jawab secara moral untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik dengan memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak. Terjadinya konflik kepentingan antara pemilik dan agen karena kemungkinan agen bertindak tidak sesuai dengan kepentingan prinsipal, sehingga memicu biaya keagenan (agency cost).

  Corporate governance merupakan konsep yang didasarkan pada

  teori keagenan, sehingga diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk

  memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan

  

dapat mengontrol manajer, sehingga para investor dapat mengetahui

bagaimana kinerja manajer dalam meningkatkan kinerja keuangan

perusahaan. Jika perusahaan menghasilkan keuntungan, maka investor

akan mendapat pembagian keuntungan dalam bentuk dividen sehingga

dapat dikatakan bahwa jika kinerja keuangan perusahaan meningkat, maka

keuntungan yang diterima investor juga akan meningkat. Teori keagenan

ditekankan untuk mengatasi dua permasalahan yang dapat terjadi dalam

hubungan keagenan, yaitu masalah keagenan yang timbul pada saat

keinginan-keinginan prinsipal dan agen berlawanan dan merupakan suatu

hal yang sulit atau mahal bagi prinsipal untuk melakukan verifikasi apakah

agen telah melakukan sesuatu secara tepat (Eisenhardt, 1989). Teori agensi

dilandasi oleh tiga asumsi sifat manusia menurut Eisenhardt (1989) yaitu :

(1) Manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri, (2) Manusia

memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang, dan (3)

Manusia selalu menghindari resiko.

  Menurut pernyataan tersebut, dapat diasumsikan manajer sebagai seorang manusia juga memiliki sifat yang mementingkan dirinya sendiri tanpa mempedulikan kepentingan manusia lainnya. Jika manajemen memiliki seluruh atau sebagian saham perusahaan maka hal ini akan mempengaruhi manajemen dalam menjalankan perusahaan. Manajemen akan lebih termotivasi karena mempunyai kepentingan dan rasa memiliki dapat memicu manajemen untuk bekerja lebih baik. Hal ini dikarenakan bahwa komisaris independen mempunyai kepentingan atas perusahaan sehingga komisaris independen harus melakukan pengawasan terhadap kinerja perusahaan yang dijalankan oleh manajemen. Begitu juga dengan komite audit yang memiliki tugas untuk memonitor kinerja keuangan perusahaan dan mempengaruhi keputusan manajer. Komite audit mendorong terjadinya interaksi antara manajemen dengan auditor eksternal, termasuk mengenai estimasi akuntansi, penilaian terhadap manajemen, dan ketidaksepakatan antara manajemen dan auditor eksternal, sehingga dengan adanya komite audit dapat menjadi penengah diantara keduanya yang akan membantu manajer dalam pengambilan keputusan (Ningrum, 2012).

2.1.2 Good Corporate Governance

  Good corporate governance (GCG) adalah salah satu pilar dari

  sistem ekonomi pasar. Ia berkaitan erat dengan kepercayaan baik terhadap perusahaan yang melaksanakannya maupun terhadap iklim usaha di suatu negara. Penerapan GCG mendorong terciptanya persaingan yang sehat dan iklim usaha yang kondusif. Oleh karena itu, diterapkannya GCG oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia sangat penting untuk menunjang pertumbuhan dan stabilitas ekonomi yang berkesinambungan.

  FCGI dalam publikasi yang pertamanya menggunakan definisi pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan”.

  GCG diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan, dan konsisten dengan peraturan perundang-undangan. Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance terdapat prinsip-prinsip good

  corporate governance , yaitu: 1.

  Akuntabilitas Meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat.

  2. Pengawasan Meningkatkan upaya pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan mengusahakan keterlibatan swasta dan masyarakat luas.

  3. Daya Tanggap Meningkatkan kepekaan para penyelenggaraan pemerintahan terhadap aspirasi masyarakat tanpa kecuali.

  4. Profesionalisme Meningkatkan kemampuan dan moral penyelenggaraan pemerintahan agar mampu memberi pelayanan yang mudah, cepat, tepat, dengan biaya terjangkau.

  5. Efisiensi Dan Efektivitas Menjamin terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab.

  6. Transparansi Menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi.

  7. Kesetaraan

  Membangun daerah berdasarkan visi dan strategis yang jelas dan mengikutsertakan warga dalam seluruh proses pembangunan, sehingga warga merasa memiliki dan ikut bertanggungjawab terhadap kemajuan daerahnya.

  9. Partisipasi Mendorong setiap warga untuk mempergunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, yang menyangkut kepentingan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung

  10. Penegakan Hukum Mewujudkan penegakan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa pengecualian, menjunjung tinggi HAM dan memperhatikan nilai- nilai yang hidup dalam masyarakat.

2.1.3 Komisaris Independen

  Komisaris independen memiliki peran yang sangat penting bagi perusahaan yang sudah menerapkan good corporate governance.

  Komisaris independen merupakan posisi yang baik dalam melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang memiliki good corporate

  

governance (Ningrum, 2012). Keberadaan komisaris independen telah

diatur Bursa Efek Jakarta melalui peraturan BEJ tanggal 1 Juli 2000.

  Dikemukakan bahwa perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia harus mempunyai komisaris independen yang secara proporsional sama dengan jumlah saham yang dimiliki pemegang saham yang minoritas (bukan controlling shareholders). Dalam peraturan ini, persyaratan jumlah minimal komisaris independen adalah 30% dari seluruh anggota dewan komisaris.

  “Anggota komisaris yang berasal dari luar emiten atau perusahaan publik, tidak mempunyai saham, baik langsung maupun tidak langsung pada emiten atau perusahaan publik, tidak mempunyai afiliasi dengan emiten atau perusahaan publik, komisaris, direksi atau pemegang saham utama emiten atau perusahaan publik serta tidak memiliki hubungan usaha, baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha emiten atau perusahaan publik“.

2.1.4 Komite Audit

  Menurut keputusan ketua BAPEPAM No. Kep-643/BL/2012, definisi komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada dewan komisaris dalam membantu melaksanakan tugas dan fungsi dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Selain itu, komite audit dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak manajemen guna mengatasi masalah pengendalian ataupun kemungkinan timbulnya agensi. Keanggotaan komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang termasuk ketua komite audit. Anggota komite ini yang berasal dari komisaris hanya sebanyak satu orang, anggota komite yang berasal dari komisaris tersebut merupakan komisaris independen perusahaan tercatat sekaligus menjadi ketua komite audit. Anggota lain yang bukan merupakan komisaris independen harus berasal dari pihak eksternal independen.

  Masa tugas anggota komite audit tidak boleh lebih lama dari masa

  643/BL/2012 juga berisi tentang tugas dan tanggung jawab, serta wewenang komite audit sebagai berikut: a.

  Tugas dan tanggung jawab komite audit 1)

  Melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan emiten atau perusahaan publik kepada publik dan/atau pihak otoritas antara lain laporan keuangan, proyeksi, dan laporan lainnya terkait dengan informasi keuangan emiten atau perusahaan publik;

  2) Melakukan penelaahan atas ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan kegiatan emiten atau perusahaan publik;

  3) Memberikan pendapat independen dalam hal terjadi perbedaan pendapat antara manajemen dan akuntan atas jasa yang diberikannya;

  4) Memberikan rekomendasi kepada dewan komisaris mengenai penunjukan akuntan yang didasarkan pada independensi, ruang lingkup penugasan, dan fee;

  5) Melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaaan oleh auditor internal dan mengawasi pelaksanaan tindak lanjut oleh direksi atas temuan auditor internal;

  6) Melakukan penelaahan terhadap aktivitas pelaksanaan manajemen risiko yang dilakukan oleh direksi, jika emiten atau perusahaan publik tidak memiliki fungsi pemantau risiko di bawah dewan komisaris;

  7) Menelaah pengaduan yang berkaitan dengan proses akuntansi dan pelaporan keuangan emiten atau perusahaan publik;

  8) Menelaah dan memberikan saran kepada dewan komisaris terkait dengan adanya potensi benturan kepentingan emiten atau perusahaan publik.

  b.

  Wewenang komite audit 1)

  Mengakses dokumen, data, dan informasi emiten atau perusahaan publik tentang karyawan, dana, aset, dan sumber daya perusahaan yang diperlukan;

  2) Berkomunikasi langsung dengan karyawan, termasuk direksi dan pihak yang menjalankan fungsi audit internal, manajemen risiko, dan akuntan terkait tugas dan tanggung jawab komite audit;

  3) Melibatkan pihak independen di luar anggota komite audit

2.1.5 Struktur Kepemilikan

  Struktur kepemilikan dapat dijelaskan dari dua sudut pandang, yaitu pendekatan keagenan dan pendekatan asimetri (Iturriaga dan Sanz, 2012). Menurut pendekatan keagenan, struktur kepemilikan merupakan suatu mekanisme untuk mengurangi konflik kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. Pendekatan ketidakseimbangan informasi memandang mekanisme struktur kepemilikan sebagai suatu cara untuk mengurangi ketidakseimbangan informasi antara insiders dan outsiders melalui pengungkapan informasi di dalam pasar modal.

  Struktur kepemilikan dalam penelitian ini diproksikan dengan kepemilikan manajerial. Kepemilikan manajerial adalah saham yang dimiliki oleh manajemen secara pribadi maupun saham yang dimiliki oleh anak cabang perusahaan bersangkutan beserta afiliasinya (Susiana dan Herawaty, 2007). Kepemilikan saham manajerial akan membantu penyatuan kepentingan antara manajer dan pemegang saham, sehingga manajer ikut merasakan secara langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan ikut pula menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah (Sabrinna, 2010). Transparansi dan penjelasan laporan keuangan merupakan bagian dari tanggung jawab pimpinan, sehingga tata kelola korporasi sudah menjadi pusat perhatian mudah terjebak kedalam perilaku atau proses kerja yang cenderung menghalalkan segala cara untuk mencapai hasil yang ingin dicapai (Manik, 2011).

2.1.6 Kinerja Keuangan Perusahaan

  Kinerja keuangan perusahan merupakan penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba. Kinerja keuangan adalah prestasi kerja yang telah dicapai oleh perusahaan dalam suatu periode tertentu dan tertuang pada laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan (Munawir, 1998) dalam (Ningrum, 2012). Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika (Prawirosentono ,1997) dalam (Wahdikorin, 2010). Penilaian kinerja perusahaan dapat dilihat dari segi analisis laporan keuangan dan dari segi perubahan harga saham. Tujuan dari penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar membedakan hasil dan tindakan yang diinginkan. Standar perilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam anggaran.

  Penelitian ini menggunakan return on assets untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan. ROA merupakan rasio profitabilitas yang mengukur banyaknya laba yang dihasilkan dalam setiap aktiva yang digunakan. Laba merupakan tujuan suatu perusahaan beroperasi sehingga informasi tentang laba yang dihasilkan oleh perusahaan sangat penting bagi manajemen dan pemegang saham. Informasi tentang laba perusahaan dapat mengukur keberhasilan atau kegagalan bisnis dalam mencapai tujuan operasi yang ditetapkan (Ningrum, 2012).

  2.2 Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu NO NAMA JUDUL

VARIABEL HASIL PENELITIAN

  1 Arifani Pengaruh Good Variabel Hasil penelitian ini (2013) Corporate Independen: menunjukkan bahwa

  Governance Komite Audit, terdapat pengaruh

  Terhadap Kepemilikan signifikan antara Kinerja Manajerial, komite audit, Keuangan Kepemilikan kepemilikan Perusahaan Institusional, institusional, dan dan Komisaris komisaris independen

  Independen terhadap kinerja keuangan. Akan tetapi, tidak terdapat

  Variabel pengaruh antara Dependen: kepemilikan

  ROE manajerial dengan

  NO NAMA JUDUL

VARIABEL HASIL PENELITIAN

  Analisis Pengaruh Kepemilikan Manajemen, Komisaris Independen, Komite Audit, dan Umur Perusahaan Terhadap Kinerja Keuangan

  Variabel

Independen:

  Kepemilikan Instansi, Kepemilikan Manajemen, Komisaris Independen, Komite Audit, dan Umur Perusahaan

  Variabel

Dependen:

  Tobin’s Q Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan adalah kepemilikan manajemen, komisaris independen, dan umur perusahaan.

  Sedangkan yang tidak berpengaruh signifikan adalah kepemilikan instansi

  3 Rosyada (2012)

  2 Manik (2011)

  Corporate Governance

  terhadap Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan.

  Variabel

Independen:

  Kepemilikan Instituisonal, Kepemilikan Manajerial, Komisaris Independen, Komite Audit, Kepemilikan terkonsentrasi dan tersebar

  Variabel

Dependen:

  Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan

  Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa semua variabel independen tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Variabel kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan komisaris independen berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan, sedangkan variabel komite audit dan kepemilikan terkonsentrasi dan tersebar tidak berpengaruh terhadap

  Analisis Pengaruh Mekanisme

  NO NAMA JUDUL

VARIABEL HASIL PENELITIAN

  4 Sam’ani (2008)

  Pengaruh good

  corporate governance dan leverage

  terhadap kinerja keuangan pada perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

  

Variabel

Independen:

  Aktivitas Dewan Komisaris, Dewan Direksi, Komite Audit, Komisaris Independen, Kepemilikan Institusional, dan Leverage

  

Variabel

Dependen:

  CFROA Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kepemilikan institusional dan leverage mempunyai hubungan negatif dan signifikan terhadap kinerja, aktivitas dewan komisaris, dewan direksi, dan komite audit mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja, sedangkan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan.

2.3 Kerangka Konseptual

  Untuk memperoleh jawaban-jawaban ilmiah mengenai pengaruh komisaris independen, komite audit, dan struktur kepemilikan terhadap kinerja keuangan perusahaan, peneliti menyusun kerangka konseptual penelitian sebagai berikut:

  Komisaris Independen (X1)

  H1 Komite Audit Kinerja Keuangan

  (ROA) H2 H2

  (X2) (Y)

  Struktur Kepemilikan (X3)

  H3 H4

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

  Hubungan antara variabel komisaris independen, struktur kepemilikan, dan komite audit, penelitian ini menggunakan teori keagenan (agency theory) yang dikemukakan oleh Jensen and Meckling pada tahun 1976 yang menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara agent (manajer) dengan principal (pemegang saham). Perbedaan peran antara manajer dengan pemegang saham (stakeholder) dapat menyebabkan ketimpangan informasi. Dari ketimpangan informasi Teori keagenan (agency theory) berusaha menjelaskan tentang penentuan kontrak yang paling efisien yang bisa membatasi konflik atau masalah keagenan.

  Para pemegang saham berharap agar manajer bertindak atas kepentingan pemegang saham sehingga perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan dan kinerja keuangan perusahaan, sekaligus dapat memberikan keuntungan kepada pemegang saham. Untuk melakukan fungsi dan tugasnya dengan baik, maka manajemen harus diberikan insentif yang memadai sehingga manajemen dapat lebih bersemangat dalam bekerja demi terwujudnya tujuan yang akan dicapai baik oleh manajemen sendiri, stakeholder, dan juga perusahaan. Selain diberikan insentif, manajemen juga harus diawasi dengan baik. Dengan adanya komisaris independen dan komite audit dapat memberikan pengawasan yang baik kepada manajemen. Komisaris independen melakukan pengawasan dan memberikan nasehat kepada direksi yang terkait, memastikan bahwa prinsip-prinsip dan praktek good corporate

  

governance dipatuhi dan diterapkan dengan baik. Komite audit adalah

  komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Selain itu, komite audit dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak manajemen guna mengatasi masalah pengendalian ataupun sehingga akan memberikan keputusan yang tidak hanya untuk kepentingan manajemen sendiri, tetapi juga untuk kepentingan para pemegang saham, serta perusahaan itu sendiri agar kinerja keuangan perusahaan dapat meningkat.

2.4 Hipotesis Penelitian

  Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang diturunkan melalui teori, serta suatu pernyataan yang masih diuji kebenarannya secara empiris.

2.4.1 Pengaruh Komisaris Independen Terhadap Kinerja Keuangan

  Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham dan/atau hubungan keluarga dengan anggota dewan komisaris lainnya, direksi dan/atau pemegang saham pengendali atau hubungan lain yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen. Fama dan Jensen (1983) menyatakan bahwa semakin besar proporsi komisaris independen maka semakin efektif peranan komisaris independen di dalam melaksanakan fungsi monitoring terhadap perilaku oportunis manajemen. Perilaku oportunis manajemen yang dimonitor dengan baik oleh komisaris independen akan dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Fungsi memberikan nasehat kepada manajemen (KNKG, 2006). Dengan demikian, keberadaan komisaris independen akan berpengaruh terhadap pencapaian kinerja perusahaan .

  Penelitian yang dilakukan oleh Ningrum (2012) menunjukkan bahwa komisaris independen berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan. Berbagai penelitian yang dilakukan menunjukkan hasil bahwa terdapat pengaruh komisaris independen terhadap kinerja perusahaan.

  Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang good corporate

  governance . Semakin besar jumlah komisaris independen maka keputusan

  yang dibuat dewan komisaris lebih mengutamakan kepada kepentingan perusahaan, sehingga berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.

  Berdasarkan uraian di atas, maka diajukan hipotesis sebagai berikut:

  

H1 : Komisaris independen berpengaruh terhadap kinerja

keuangan perusahaan

2.4.2 Pengaruh Komite Audit Terhadap Kinerja Keuangan

  Beasley (1996) menyatakan bahwa keberadaan komite audit mengindikasikan tingginya kualitas pemonitoran terhadap perusahaan sehingga akan meminimalkan tindakan-tindakan manajemen untuk memanipulasi laporan keuangan untuk meningkatkan kinerja perusahaan. keuangan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak komite audit yang berasal dari luar perusahaan, maka kinerja keuangan perusahaan akan semakin baik karena dengan kemandirian (independency) komite audit dapat mengawasi kecurangan yang dapat merugikan perusahaan, sehingga membuat citra perusahaan semakin baik di mata investor. Berdasarkan uraian di atas, maka diajukan hipotesis sebagai berikut:

  H2: Komite audit berpengaruh terhadap kinerja keuangan

2.4.3 Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Keuangan

  Jensen & Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan saham oleh manajemen akan menurunkan permasalahan agensi karena semakin banyak saham yang dimiliki oleh manajemen maka akan memperkuat motivasi manajemen dalam bekerja sehingga meningkatkan nilai saham perusahaan di masa yang akan datang. Nilai saham menggambarkan nilai yang diberikan para investor terhadap perusahaan. Perusahaan dengan nilai saham tinggi berarti nilai perusahaan tersebut baik di mata para calon

  

investor sehingga permintaan akan sahamnya juga tinggi. Nilai perusahaan

  tersebut akan meningkat seiring dengan kinerja perusahaan yang semakin meningkat pula. Kinerja manajemen yang baik atau buruk tidak hanya memengaruhi kekayaan pemegang saham tetapi juga memengaruhi kekayaan manajemen apabila manajemen juga memiliki saham perusahaan

  Manik (2011) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara kepemilikan saham manajerial terhadap kinerja keuangan. Kepemilikan saham perusahaan oleh manajer cenderung melakukan strategi untuk meningkatkan kinerja keuangan jangka panjangnya. Insentif berupa saham yang diberikan kepada pihak manajer memacu mereka untuk bekerja lebih keras dan cerdas dalam meningkatkan nilai badan usaha, yang juga merupakan milik pihak manajer. Berdasarkan uraian di atas, maka diajukan hipotesis sebagai berikut:

  

H3: Struktur kepemilikan berpengaruh terhadap kinerja keuangan