BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Proses Transesterifikasi Minyak Sawit Menggunakan Novozyme® 435 Untuk Menghasilkan Biodiesel Sawit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biodiesel

  Biodiesel dapat dibuat dengan empat cara utama, yaitu secara langsung dengan pencampuran, mikroemulsi, pirolisis dan transesterifikasi. Metode yang paling umum digunakan adalah transesterifikasi dimana minyak atau lemak bereaksi dengan alkohol monohidrat dengan adanya katalis seperti asam, basa atau lipase [11]. Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif untuk mesin diesel yang ramah lingkungan. Secara konvensional biodiesel diproduksi dengan transesterifikasi trigliserida dan alkohol rantai pendek dengan katalis asam atau basa [12]. Selama sepuluh tahun terakhir produksi biofuel telah meningkat secara dramatis dimana biodiesel tumbuh dari 0,8-14,7 miliar liter [13]. Pada daerah Asia-Pasifik, kebutuhan akan biodiesel diperkirakan mencapai 1,6% dari total permintaan otomotif solar di tahun 2010, yang diperkirakan akan tumbuh menjadi 3,4% pada tahun 2015 dan 4,7% di tahun 2020 [14]. Penelitian mengenai produksi biodiesel semakin meningkat karena dibutuhkannya bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan, rendah toksik dan mudah diperbaharui. Bahan utama yang biasa digunakan adalah minyak tumbuhan, minyak alga, lemak hewan dan minyak goreng bekas [2].

  Sebagai sumber energi terbarukan, biodiesel menunjukkan keuntungan sebagai berikut: (i) mengurangi ketergantungan negara pada minyak impor. (ii) Hal ini terbarukan dan memberikan kontribusi terhadap kurangnya pemanasan global daripada bahan bakar minyak diesel. (iii) Memberikan performa mesin yang baik dan dapat digunakan tanpa modifikasi mesin utama. (iv) biodiesel merupakan bahan yang biodegradable dan tidak beracun [15].

  Biodiesel dipertimbangkan sebagai pengganti minyak diesel yang menjanjikan. Namun penggunaan minyak yang diekstrak dari bahan pertanian akan bersaing dengan kebutuhan makanan [1]. Lagipula minyak sayur tidak cukup dapat bersaing dengan bahan bakar diesel karena tingginya harga dan viskositas dari biodiesel yang dihasilkannya. Penggunaan minyak sayur pada mesin diesel dapat menimbulkan beberapa masalah, misalnya pengabutan yang jelek dan kesulitan saat mesin start-up [16]. Karena itu, RBDPO (Refined Bleach

  Deodorized Palm Oil ) merupakan bahan utama yang memiliki potensi besar

  dalam pembuatan biodiesel, dimana RBDPO merupakan fraksi minyak sawit turunan CPO yang sudah dimurnikan. Saat ini Indonesia menjadi negara dengan areal kelapa sawit terluas di dunia dengan jumlah lebih dari 7 juta ha [5].

Tabel 2.1 Jumlah Produksi Minyak Kelapa Sawit di Indonesia Tahun 2000-2011

  Tahun Jumlah Produksi (dalam ribuan ton)

  2000 1.977,8 2001 2.800,7 2002 3.426,7 2003 3.517,3 2004 3.847,2 2005 4.500,8 2006 5.608,2 2007 5.811,0 2008 6.923,0 2009 7.517,7 2010 8.458,7 2011 8.797,9

  [5] Keunggulan dari minyak kelapa sawit sebagai bahan baku biodiesel adalah kandungan asam lemak jenuh yang tinggi sehingga akan menghasilkan angka setana yang tinggi. Selain itu minyak kelapa sawit mempunyai perolehan biodiesel yang tinggi per hektar kebunnya [17].

Tabel 2.1 Komponen Utama RBDPO [3,19]

  Komponen Jumlah

  Trigliserida 95 %

  Free Fatty Acids (FFA) 0,1 % max Moisture dan Impurities 0,1 % max

  [3,19] Biodiesel biasa dikenal dengan asam lemak etil ester atau metil ester yang ditransesterifikasi dengan methanol menggunakan katalis. Reaksi transesterifikasi dapat dikatalisis baik dengan katalis homogen maupun katalis heterogen. Katalis homogen terdiri dari alkali dan asam. Katalis basa yang umum digunakan adalah natrium dan kalium hidroksida. Sedangkan untuk katalis asam yang banyak digunakan adalah asam sulfat dan asam klorida [20]. Namun proses transesterifikasi dengan katalis alkali mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya:

  1. Katalis alkali dalam bentuk cair bercampur sempurna dengan produk sehingga pemurnian produk dari katalis relatif sulit.

  2. Katalis alkali juga mengakibatkan terjadinya reaksi samping yang sangat mengganggu yaitu terjadinya reaksi saponifikasi membentuk produk samping yang tidak diinginkan sehingga menurunkan yield biodiesel. Kedua hal di atas mengakibatkan dibutuhkannya proses pemurnian produk lebih lanjut yang relatif sulit [21]. Karena itulah pembuatan biodiesel diarahkan ke proses enzimatis untuk menghindari terjadinya reaksi saponifikasi sehingga dapat menghasilkan produk yang murni. Pembuatan biodiesel dengan enzim, terutama lipase, memiliki beberapa keunggulan dibandingkan katalis kimia yaitu dapat digunakan kembali, kondisi reaksi yang ringan, memerlukan energi dan suhu yang rendah, dan dianggap lebih alami [22, 23].

2.2 Transesterifikasi

  Transesterifikasi adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan reaksi organik di mana satu tipe ester diubah ke tipe ester lain. Ketika ester direaksikan dengan alkohol, proses transesterifikasi disebut alkoholisis. Beberapa parameter, termasuk jenis katalis (basa atau asam), rasio molar alkohol/minyak, suhu, kemurnian reaktan (terutama kadar air) dan kandungan asam lemak bebas memiliki pengaruh terhadap jalannya reaksi transesterifikasi [24, 25].

  Untuk memproduksi biodiesel secara kimia, kelebihan molar alkohol dari asam lemak dalam trigliserida selalu meningkatkan hasil biodiesel. Rasio molar optimum alkohol yang digunakan untuk produksi biodiesel enzimatik juga tergantung pada sistem reaksi yang sebenarnya. Dalam sistem bebas pelarut, penambahan bertahap alkohol diperlukan untuk mencegah inaktivasi enzim. Alkohol harus ditambahkan ke dalam reaksi dalam jumlah yang sedikit demi sedikit [26].

Gambar 2.1 Reaksi Transesterifikasi Trigliserida dengan Alkohol

  [27] Alkohol yang digunakan untuk enzimatik secara tradisional untuk produksi biodiesel industri kimia harus murah sebagai contoh metanol dan etanol, mudah untuk optimasi biaya produksi dan pasokan bahan baku [28]. Metanol atau etanol digunakan untuk produksi biodiesel enzimatik karena harga yang relatif rendah meskipun dibandingkan dengan alkohol lain, Protein (lipase) umumnya tidak stabil dalam alkohol rantai pendek. [26]. Etanol dapat diproduksi dari sumber daya terbarukan, sehingga bebas dari bahan yang berbasis minyak bumi [19]. Keuntungan dari etanol adalah tidak beracun selain merupakan bahan terbarukan dan memiliki atom karbon yang lebih tinggi sehingga menyediakan konten panas yang lebih tinggi [29]. Selama sepuluh tahun terakhir produksi biofuel meningkat dramatis. Antara tahun 2000 dan 2009 keluaran bahan bakar etanol mengalami peningkatan 16,9-72,0 miliar liter sementara biodiesel tumbuh 0,8-14,7 miliar liter [13].

2.2.1 Proses Transesterifikasi Enzimatis

  Proses transesterifikasi dengan menggunakan katalis asam dan basa telah banyak diterima oleh industri karena laju reaksi dan konversinya tinggi. Namun karena terkait dengan masalah lingkungan dalam penggunaan katalis berbahan kimia, maka dicari alternatif lain yang lebih ramah lingkungan. Karena itulah dilakukan proses transesterifikasi secara enzimatik yang menghasilkan kemurnian yang tinggi dan kemudahannya dalam memisahkan produk samping, yaitu gliserol [11, 26]. Proses transesterifikasi dianggap dapat meningkatkan efisiensi proses dan ekonomi dimana hasil dan konversi efisiensi katalis enzimatik dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti sifat-sifat katalis enzim, jenis enzim dan teknik imobilisasi, pretreatment enzim, substrat dari biodiesel dan akseptor asil. Selain itu, kondisi operasi katalisis enzimatik dan desain bioreaktor juga mempengaruhi proses enzimatis ini. Diharapkan kemampuan lipase untuk mengkatalisis alkil ester dari bahan baku dengan asam lemak bebas yang tinggi akan menurunkan biaya dari proses enzimatik biodiesel [27].

  Transesterifikasi dengan menggunakan katalis enzim dapat mengatasi masalah pembentukan sabun dan pemurnian multi-tahap produk akhir sehingga menghasilkan kemurnian biodiesel lebih tinggi. Lipase adalah enzim yang banyak digunakan dalam proses transesterifikasi enzimatik. Berbagai lipase telah digunakan untuk transesterifikasi trigliserida dengan alkohol rantai pendek menjadi alkil ester [30]. Mekanisme reaksi transesterifikasi dengan katalis enzim berlangsung dalam empat tahap [31]: (a)

  Kompleks enzim-substrat terbentuk karena penambahan oksigen nukleofilik pada gugus O-H yang terdapat pada enzim. (b)

  Asam terkonjugasi dari gugus amina mentransfer proton ke alkil oksigen substrat dan pembentukan gliserol (jika triasilgliserida adalah substrat, diasilglserida akan terbentuk dengan gliserol dan seterusnya). (c)

  Atom oksigen dari molekul alkohol ditambahkan ke atom karbon C = O asil enzim intermediet, sehingga kompleks enzim-alkohol terbentuk. (d)

  Oksigen dari kompleks enzim dihilangkan dan proton ditransfer dari asam terkonjugasi dari gugus amina, menghasilkan asam lemak metil ester.

Gambar 2.2 Reaksi Transesterifikasi Enzimatis [31] Reaksi kimia terlalu lambat untuk efektif dalam kondisi sistem yang normal seperti lingkungan berair dengan pH netral dan suhu antara 20-40 °C. Sebagai

  7

  perbandingan, enzim dapat mencapai hingga 10 kali lipat laju reaksi lebih cepat dari katalis yang dikembangkan oleh industri kimia. Sebagai katalis, enzim mengubah tingkat di mana kesetimbangan termodinamika tercapai, tetapi tidak mengubah keseimbangan. Ini berarti bahwa enzim bekerja reversible [32]

2.3 Biokatalis

  Biokatalisis telah muncul sebagai alat penting dalam sintesis industri bahan kimia, farmasi, farmasi aktif, dan bahan makanan. Namun, jumlah dan keragaman aplikasi dari biokatalisis ini masih sederhana, mungkin karena adanya keterbatasan, seperti terbatasnya ketersediaan enzim, ruang lingkup substrat, dan stabilitas operasional. Industri terus menuntut katalis dan proses yang lebih selektif dan efisien untuk pembuatan bahan kimia. Di sini, katalis enzim sering memiliki keuntungan "alami" yang akan semakin dimanfaatkan dan akan terus meningkat [30].

  Mirip dengan katalis lain, biokatalis meningkatkan kecepatan reaksi di mana katalis mengambil bagian tetapi tidak mempengaruhi termodinamika reaksi. Namun, biokatalis menawarkan beberapa karakteristik yang unik lebih dari katalis konvensional. Keuntungan yang paling penting dari biokatalis adalah selektivitas yang tinggi. Selektivitas ini sering secara kiral (stereoselektivitas), posisi (regioselektivitas) dan kelompok tertentu fungsional (kemoselektivitas). Selektivitas yang tinggi tersebut sangat diinginkan dalam sintesis kimia karena mungkin menawarkan beberapa manfaat seperti mengurangi atau tidak menggunakan gugus pelindung, meminimalkan reaksi samping, pemisahan lebih mudah dan masalah lingkungan yang lebih sedikit. Keuntungan lainnya, seperti efisiensi katalitik yang tinggi dan kondisi operasional yang ringan juga meminimalkan masalah yang tidak diinginkan dari reaksi samping [32].

  Enzim merupakan biokatalisator yang sangat efektif yang akan meningkatkan kecepatan reaksi kimia spesifik secara nyata. Enzim sangat spesifik, dan hal itu telah dibenarkan oleh Emil Fischer pada tahun 1894 bahwa hal tersebut karena kedua enzim dan substrat memiliki bentuk geometris komplementer spesifik yang tepat masuk ke satu sama lain. Hal ini sering disebut sebagai model "kunci dan gembok" [32].

Gambar 2.3 Mekanisme Kerja Enzim

  [32]

2.4 Enzim Lipase

  Lipase dari bakteri dan jamur paling sering digunakan untuk proses transesterifikasi. Parameter yang optimal untuk penggunaan lipase secara spesifik tergantung pada asal serta perumusan lipase. Secara umum, enzim terbaik mampu mencapai konversi di atas 90%, sedangkan reaksi suhu bervariasi antara 30 dan 50

  o

  C. Tidak hanya lipase, tetapi juga kebutuhan air yang optimal, suhu reaksi, apakah enzim amobil atau tidak, pilihan alkohol dan rasio alkohol dengan minyak serta waktu reaksi dan waktu hidup enzim mempengaruhi yield maksimal biodiesel [28].

  Katalis lipase telah banyak diteliti untuk memproduksi FAME dengan berbagai alternatif bahan baku. Meskipun hasil yang menarik telah dicapai hingga saat ini, katalis enzimatik belum kompetitif dibandingkan dengan proses konvensional yang menggunakan bahan kimia. Alasan utama yang menjelaskan masalah ini adalah waktu reaksi yang lama (hingga 48 jam), hilangnya aktivitas enzimatik karena penggunaan alkohol dalam reaksi dan biaya operasional yang tinggi karena lipase tidak dapat digunakan kembali [33]. Pada suhu tinggi denaturasi termal enzim berlangsung dan konversi menurun. Novozym 435 harus

  o digunakan pada suhu sekitar 35-50 C [34].

  Ada dua kategori utama dari biokatalis enzimatik: lipase ekstraseluler dan lipase intraselular. Lipase ekstraseluler yaitu enzim yang sebelumnya telah dipulihkan dan dimurnikan dari kaldu yang dihasilkan oleh mikroorganisme hidup, sedangkan lipase intraselular tersisa baik di dalam sel ataupun di dinding sel yang memproduksinya. Mikroorganisme produsen utama untuk lipase ekstraseluler adalah Mucor miehei, Rhizopus oryzae, Candida antarctica dan

  [35].

  Pseudomonas cepacia

  Lipase merupakan kelompok enzim alami yang dapat melakukan reaksi di air. Reaksi esterifikasi menggunakan lipase dapat dilakukan dalam media air, tidak hanya meningkatkan kelarutan substrat dan pereaksi dalam campuran reaksi, tetapi juga melakukan reaksi dalam arah sebaliknya, dan mudah untuk memulihkan produk dalam fasa organik dalam sistem kesetimbangan dua fase. Oleh karena itu mencari enzim yang sesuai telah menjadi bidang penelitian ekstensif. Lipase dapat mengalami penonaktifan dalam reaksi sintetis karena suhu yang berubah, tegangan geser, dan denaturasi kimia, yang umumnya hadir dalam sistem reaksi esterifikasi baik sebagai substrat atau produk. Penonaktifan enzim terjadi baik karena perubahan fisik dalam struktur enzim atau perubahan kimia [36].

  ®

2.5 Novozyme 435

  Sejumlah besar lipase dari berbagai sumber telah dianalisa untuk sintesis biodiesel. Candida antarctica B merupakan enzim yang paling banyak dipelajari untuk memproduksi biodiesel di berbagai sistem reaksi. Enzim tersebut mengkatalisis reaksi transfer asil dari berbagai minyak dan asil akseptor (alkohol atau ester) yang menunjukkan stabilitas yang tinggi dan spesifisitas substrat yang

  ®

  luas [12]. Novozyme 435 menunjukkan konversi jauh lebih tinggi pada lemak tanaman dalam metanol di bawah kondisi optimum, yang pada saat yang sama memiliki suhu optimum yang lebih rendah dan stabilitas yang lebih rendah pada suhu yang lebih tinggi [11].

  Di antara lipase, Candida rugosa memiliki keuntungan dapat diperoleh secara komersial yang baik. Yang paling umum digunakan sebagai biokatalis untuk memproduksi biodiesel adalah lipase yang dihasilkan oleh sejumlah spesies

  

®

  jamur, bakteri dan ragi [27]. Novozyme 435 mampu mengkatalisis berbagai reaksi kimia organik [37].

2.6 Potensi Ekonomi Biodiesel dari RBDPO

  RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) merupakan minyak sawit kasar yang telah mengalami beberapa proses yaitu netralisasi, dekolorisasi, dan deodorisasi. Produksi RBDPO yang merupakan fraksi turunan dari CPO di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. RBDPO memiliki potensi yang cukup besar untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel dan diharapkan dapat menjadi sumber bahan baku utama untuk pembuatan biodiesel guna mencukupi kebutuhan bahan bakar dalam negeri yang semakin tinggi.

  Adapun peluang untuk mengembangkan potensi biodiesel sendiri di Indonesia cukup besar, mengingat bahan baku RBDPO tersedia cukup banyak. Demikian pula dengan penggunaan bahan bakar minyak yang jumlahnya meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2014, konsumsi premium sebesar 14,44 juta kiloliter, minyak tanah sebesar 0,46 juta kiloliter dan juga solar sebesar 8 juta kiloliter. Untuk substitusi minyak solar mengingat saat ini penggunaan minyak solar mencapai sekitar 40 % dari total penggunaan BBM untuk sektor transportasi. Sementara penggunaan solar pada industri dan PLTD adalah sebesar 74 % dari total penggunaan BBM pada kedua sektor tersebut.

  Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian potensi ekonomi biodiesel dari RBDPO. Namun, dalam tulisan ini hanya akan dikaji potensi ekonomi secara sederhana. Sebelum melakukan kajian tersebut, perlu diketahui harga bahan baku yang digunakan dalam produksi dan harga jual biodiesel. Dalam hal ini, harga biodiesel mengacu pada harga komersial RBDPO dan biodiesel.

  Harga RBDPO = Rp 8700/ liter [38] Harga Biodiesel = Rp 10.900/ liter [38]

  Harga jual RBDPO sebagai bahan baku hampir sama dengan harga jual biodiesel sebagai produk dimana biaya produksi belum termasuk dalam perhitungan. Tentu hal ini agaknya membawa nilai ekonomis dalam pembuatan biodiesel dari RBDPO. Harga baru biodiesel tersebut merevisi harga sebelumnya yang merujuk pada Keputusan Kementerian Energi dan Sumber Daya Energi (ESDM) Nomor 2185/12/MEM/ 2014. Peraturan pemerintah tersebut menetapkan bahwa untuk Bahan Bakar Nabati (BBN) dilakukan pencampuran biodiesel hingga 15%. ESDM juga berencana meningkatkan porsi penggunaan BBN sebagai campuran bahan bakar minyak (BBM) dari 10% bertahap menjadi 20%. Sehingga harga biodiesel yang cukup mahal jika dibandingkan dengan harga bahan bakar solar yang hanya Rp. 8.500,00/liter dapat teratasi.

  Kementerian mencatat realisasi implementasi biodiesel tahun lalu meningkat 69,67% dibandingkan tahun sebelumnya. Volume pemanfaatan biodiesel sebagai campuran bahan bakar mencapai 1,16 juta kilo liter, yang merupakan 65% dari total pemanfaatan bahan bakar nabati. Kementerian ESDM berusaha meningkatkan subsidi biodiesel menjadi Rp. 4.000,00/liter dalam APBNP 2015 dari sebelumnya hanya sebesar Rp. 3.000,00/liter.

  Dengan adanya kebijakan pemerintah yang ditetapkan oleh peraturan menteri ESDM, penetapan harga jual biodiesel sendiri bisa fleksibel mengikuti harga bahan baku serta biaya produksi saat ini yang ditutupi dengan subsidi, sehingga produksi biodiesel menggunakan bahan baku RBDPO dapat tetap menguntungkan dan berpotensi untuk menjadi industri yang berkembang ke depannya menjadikan Indonesia sebagai penghasil terbesar biodiesel dan pelaku ekspor biodiesel di dunia.