Pengaruh Program Pertanian Organik terhadap Sosial Ekonomi Kelompok Dampingan Yayasan Bina Keterampilan Pedesaan (BITRA) Indonesia di Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Program

  Program adalah cara tersendiri dan khusus yang dirancang demi pencapaian suatu tujuan tertentu. Dengan adanya suatu program, maka segala rancangan akan lebih teratur dan lebih mudah untuk dilaksanakan. Oleh karena itu, maka program adalah unsur pertama yang harus ada bagi berlangsungnya aktivitas yang teratur, karena dalam program telah dirangkum berbagai aspek, seperti: 1.

  Adanya tujuan yang mau dicapai, Adanya berbagai kebijakan yang diambil dalam upaya pencapaian tujuan tersebut, 3. Adanya prinsip-prinsip dan metode-metode yang harus dijadikan acuan dengan prosedur yang harus dilewati,

4. Adanya pemikiran atau rancangan tentang anggaran yang diperlukan, 5.

  Adanya strategi yang harus diterapkan dalam pelaksanaan aktivitas (Wahab dalam Siagian dan Suriadi, 2010:116-117).

2.2 Kemiskinan

2.2.1 Pengertian Kemiskinan

  Memahami kemiskinan tidak cukup dari satu aspek saja, mengingat kemiskinan itu multi dimensi apabila dilihat dari kondisi kebutuhan manusia yang juga beragam. Kemiskinan mencakup dimensi kerentanan, ketidakberdayaan, dan ketidakmampuan. Kemiskinan memiliki berbagai dimensi, yaitu:

  1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan, sandang dan papan),

  13

  2. Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi),

  3. Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga),

  4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal,

  5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan keterbatasan sumber alam, 6.

  Tidak dilibatkannya dalam kegiatan sosial masyarakat, 7. Tidak adanya akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan,

  8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental, Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (Suharto, dkk, 2004).

  Aspek-aspek kemiskinan saling berkaitan satu sama lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kemiskinan dapat diukur dengan adanya standar kebutuhan hidup layak dan yang miskin adalah manusianya. Lebih dalam lagi, jika kemiskinan ditinjau dari sandart kebutuhan hidup yang layak atau pemenuhan kebutuhan pokok, maka kemiskinan adalah suatu kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan pokok atau kebutuhan-kebutuhan dasar yang disebabkan kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan dalam upaya memenuhi standar hidup yang layak.

  Ditinjau dari segi pendapatan, dapat didefinisikan kemiskinan sebagai suatu kondisi kurangnya pendapatan sebagai modal untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Apabila ditinjau dari segi kesempatan, maka kemiskinan merupakan dampak dari ketidaksamaan kesempatan memperoleh dan mengakumulasikan basis- basis kekuatan sosial, seperti: a.

  Keterampilan yang memadai,

  14 b. Informasi dan berbagai pengetahuan yang bermanfaat bagi kemajuan hidup, c.

  Jaringan-jaringan sosial, d. Organisasi-Organisasi sosial dan politik, e. Sumber-sumber modal yang diperlukan dalam upaya peningkatan pengembangan kehidupan.

  Kemiskinan dalam perspektif ekonomi, didefinisikan sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan. Sementara Kemiskinan dalam perspektif kesejahteraan sosial mengarah pada keterbatasan individu atau kelompok dalam mengakses jaringan dan struktur sosial yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan-

  Sementara Mencher mengemukakan, kemiskinan adalah gejala penurunan kemampuan seseorang atau sekelompok orang atau wilayah sehingga mempengaruhi daya dukung hidup seseorang atau sekelompok orang tersebut, dimana pada suatu titik waktu secara nyata mereka tidak mampu mencapai kehidupan yang layak (Siagian, 2012: 5). Dalam hal ini dipahami bahwa kemiskinan terjadi karena seseorang atau sekelompok orang tidak lagi mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan hidupnya atau wilayah mengalami penurunan produksi.

2.2.2 Bentuk – Bentuk Kemiskinan

  Kemiskinan secara sosio-ekonomis memiliki 2 bentuk kemiskinan yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif sebagaimana dikemukakan oleh Baswir dan Sumodiningrat dalam Elly dan Usman (2011 : 795-797) dengan penjelasan sebagai berikut:

  15

  • – bentuk kemiskinan yang sekaligus menjadi faktor penyebab kemiskinan (asal muasal kemiskinan), yaitu: a.
  • – faktor alamiah seperti karena cacat, sakit, usia lanjut, atau karena bencana alam. Kondisi kemiskinan seperti ini disebut “persisten poverty”, yaitu kemiskinan yang telah kronis atau turun temurun, b.

  16

  1. Kemiskinan absolut adalah kemiskinan dimana orang – orang miskin memilki tingkat pendapatan dibawah garis kemiskinan, atau jumlah pendapatannya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum. Kebutuhan hidup minimum diukur anatara lain dengan kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, perumahan, pendidikan, kalori GNP perkapita, dan pengeluaran konsumsi,

  2. Kemiskinan relatif adalah kemiskinan yang dilihat berdasarkan perbandingan antara tingkat pendapatan dan tingkat pendapatan lainnya. Disamping itu terdapat bentuk

  Kemiskinan natural adalah keadaan miskin karena dari awalnya memang

  Kemiskinan kultural mengacu pada sikap hidup seseorang atau kelompok, masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup, kebiasaan hidup dan budaya dimana mereka merasa hidup berkecukupan dan tidak merasa kekurangan. Kemiskinan ini disebabkan karena faktor budaya seperti malas, tidak disiplin dan boros, c.

  Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan karena faktor buatan manusia seperti kebijakan ekonomi yang tidak adil, distribusi aset produksi yang tidak merata, korupsi dan kolusi serta tatanan ekonomi dunia yang cenderung menguntungkan kelompok masyarakat tertentu.

2.2.3 Faktor Penyebab Kemiskinan

  Secara umum ada dua faktor penyebab kemiskinan, yaitu: 1. Faktor Internal, merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu yang mengalami kemiskinan yang secara substansial adalah dalam bentuk kekurangmampuan, meliputi: a. Fisik, misalnya cacat, kurang gizi, sakit-sakitan.

  b.

  Intelektual, seperti kurangnya pengetahuan, kebodohan, miskinnya informasi.

  c.

  Mental emosional atau tempramental, seperti malas, mudah menyerah dan putus asa.

  d.

  Spiritual, seperti tidak jujur, penipu, serakah, dan tidak disiplin. Sosial psikologis, seperti kurang motivasi, kurang percaya diri, depresi, stress, kurang relasi dan kurang mampu mencari dukungan.

  f.

  Keterampilan, seperti tidak memiliki keahlian yang sesuai dengan tuntutan lapangan kerja.

  g.

  Aset, seperti tidak memiliki stok kekayaan dalam bentuk tanah, rumah, tabungan, kendaraan dan modal kerja.

  2. Faktor Eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar diri individu atau keluarga yang mengalami dan menghadapi kemiskinan itu, sehingga pada suatu titik waktu menjadikannya miskin, meliputi: a.

  Terbatasnya pelayanan sosial dasar, b.

  Tidak dilindunginya hak atas kepemilikan tanah sebagai asset dan alat memenuhi kebutuhan hidup, c.

  Terbatasnya lapangan pekerjaan formal dan kurang terlindunginya usaha- usaha sektor informal,

  17 d. Kebijakan perbankan terhadap pelayanan kredit mikro dan tingkat bunga yang tidak mendukung sektor usaha mikro, e.

  Belum terciptanya sistem ekonomi kerakyatan dengan prioritas sektor riil masyarakat banyak, f.

  Sistem mobilisasi dan pendayagunaan dana sosial masyarakat yang belum optimal, seperti zakat, g.

  Dampak sosial negatif dari program penyesuaian struktural (srtructural

  adjusment program ), h.

  Budaya yang kurang mendukung kemajuan dan kesejahteraan, i. Kondisi geografis yang sulit, tandus, terpencil atau daerah bencana, Pembangunan yang lebih berorientasi fisik material, k.

  Pembangunan ekonomi antar daerah yang belum merata, dan l. Kebijakan publik yang belum berpihak kepada penduduk miskin (Siagian, 2012: 114-116).

  Suharto (2009) menyebutkan kemiskinan disebabkan oleh 4 faktor, yaitu: 1.

  Faktor Individual, terkait dengan aspek patologis termasuk kondisi fisik dan psikologis simiskin

  2. Faktor sosial, orang miskin disebabkan karena kondisi lingkungan sosial yang menjebak seseorang menjadi miskin.

  3. Faktor kultural, kondisi atau kualitas budaya yang menyebabkan kemiskinan 4.

  Faktor struktural, menunjuk pada struktur atau sistem yang tidak adil, tidak sensitif dan inaccessible sehingga menyebkan seseorang atau sekelompok orang menjadi miskin.

  18

2.2.4 Kemiskinan Pedesaan

  Pedesaan adalah bagian integral dari suatu negara. Di negara berkembang kemiskinan yang ada di pedesaan menggambarkan kemiskinan negara. Disamping itu kemiskinan pedesaan juga sebagai salah satu penyebab terjadinya urbanisasi yang kurang diinginkan dan akan menyebabkan terjadinya regional disparity. Oleh karena itu, pedesaan haruslah ditangani lebih serius agar kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan.

  Pada situasi dimana pendekatan pertanian masih dominan di Indonesia, kemiskinan di pedesaan hampir sepenuhnya melekat pada pertanian rakyat yang sarat

  • – tenaga kerja. Ditinjau dari faktor penyebab, kemiskinan dipedesaan tidak semata meratanya penguatan aset (modal) produksi. Distribusi penguasaan aset atau modal produksi hanya dikuasai oleh sejumlah kecil pelaku ekonomi. Petani diperkirakan hanya mempunyai modal yang sangat terbatas, dan sebagian besar diantaranya lebih mengandalkan lebih mengandalkan tenaga kerja keluarga (Madekhan, 2007).

  Adisasmita (2006) menjelaskan tentang indikator kemiskinan perdesaan dan penyebab kemiskinan pedesaan, yaitu: a.

  Indikator kemiskinan pedesaan Masyarakat desa dapat dikatakan miskin jika salah satu indikator berikut ini terpenuhi seperti ; (1) kurang kesempatan memperoleh pendidikan; (2) memiliki lahan dan modal pertanian terbatas; (3) tidak adanya kesempatan menikmati investasi disektor pertanian; (4) tidak terpenuhinya salah satu kebutuhan dasar

  • – (pangan, papan, perumahan); (5) berurbanisasi ke kota; (6) menggunakan cara cara pertanian tradisional; (7) kurangnya produktivitas usaha; (8) tidak adnya tabungan; (9) kesehatan yang kurang terjamin; (10) tidak memilki asuransi dan

  19

  • – benar mengalami ability to do dan ability to be yang rendah karena mereka dalam posisi yang dirampas. Berbagai macam

  20 jaminan sosial; (11) korupsi, kolusi dan nepotisme dalam pemerintahan desa; (12) tidak memilki akses untuk memperoleh; (13) tidak adnya partisipasi dalam pengambilan keputusan publik.

  b.

  Penyebab kemiskinan perdesaan, ada tiga faktor kritis yang mempengaruhi terjadinya kemiskinan dipedesaan yaitu cepatnya laju pertumbuhan penduduk, semakin sempitnya lahan pertanian, dan semakin sempitnya kesempatan. Terjadinya ketimpangan antara tenaga kerja dan faktor tanah disebabkan oleh tekanan pertambahan penduduk yang tinggi dengan sumber daya alam yang terbatas.

  Kemiskinan petani pedesaan dapat juga dijelaskan melalui capability

  

Freedom. Menurut Sen, kemiskinan berkaitan dengan freedom of choice; orang

  miskin sama sekali tidak memiliki freedom of choice karena terjadi capability

  

deprivation. Capability mengacu pada dua perkara, yaitu ability to do dan ability to

be . Petani miskin dipedesaan benar

  deprivation dapat diketengahkan disini: 1.

  Structural devivation. Struktur berkaitan dengan: power relations, dimana posisi petani selalu dalam posisi lemah; (2) adanya kebijakan pemerintah yang memengaruhi kebijakan dalam penanggulangan kemiskinan; (3) dualisme ekonomi yang muncul dalam wajah baru.

2. Social capability deprivation: orang miskin tidak dapat meraih kesempatan, informasi, pengetahuan, keterampilan, partisipasi dalam organisasi.

  3. Economic capability deprivation: orang miskin tidak dapat mengakses fasilitas keuangan pada lembaga - lembaga keuangan resmi seperti perbankan, tetapi

  • – alat dari bahan lokal (tanah, bambu, kayu dan lain – lain) telah digantikan oleh alat pabrikan.
  • – orang yang kolot, bodoh, malas, tidak aspiratif. Stigma inilah yang berakibat mereka menjadi rendah diri dan merasa disepelekan, merasa teralienasi didalam kehidupan sosial dan politik.

  21 mereka terjebak pada Bank Plecitdan kaum rentenir yang tidak membutuhkan prosedur yang berbelit – belit.

  4. Tecnological capability deprivation: dimana orang miskin tidak dapat memiliki teknologi baru yang memerlukan modal yang cukup besar. Teknologi tradisional seperti pembuatan alat

  5. Political capability deprivation: petani miskin dipedesaan tidak mampu memengaruhi keputusan politik yang dirumuskan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), tidak didengarkan aspirasinya, tidak memiliki kemampuan untuk melakukan collective action.

  Psychological deprivation: petani miskin pedesaan selalu memperoleh stigma sebagai orang

2.3 Pembangunan Berkelanjutan

   Program pengembangan masyarakat berada dalam kerangka pembangunan

  berkelanjutan yang berupaya untuk mengurangi ketergantungan kepada sumber daya yang tidak tergantikan (non-renewable) dan menciptakan alternatif serta tatanan ekologis, sosial, ekonomi, dan politik yang berkelanjutan ditingkat lokal. Hal ini berimplikasi pada masyarakat setempat dalam hal penggunaan lahan, gaya hidup, konservasi dll. (Nasdian, 2014: 50)

  Pembangunan berkelanjutan yang kokoh harus bermuara dari pembangunan dipedesaan. Hal tersebut sangat berlaku di negara berkembang seperti di Indonesia.

  Dimana 2/3 penduduk Indonesia berada di pedesaan. Selain itu, dari sektor ekonomi, pedesaan di Indonesia juga menjadi sumber kehidupan karena indonesia negara agraris. Oleh kerana itu pembangunan di Indonesia akan kurang mempunyai arti bila tidak dilakukan pembangunan masyarakat desa (Adi, 2003: 292)

  Konsep pembangunan berkelanjutan secara sederhana dapat diartikan sebagai pembangunan yang memiliki kemampuan dalam menjamin kebersinambungan pembangunan. Hal mana dilakukan dengan cara berikhtiar memenuhi keperluan masa sekarang tanpa membahayakan peluang generasi yang akan datang dalam memenuhi berbagai keperluan hidup nantinya. Dengan demikian, konsep pembangunan berkelanjutan memberikan perhatian terhadap kepentingan masa sekarang dan kepentingan masa mendatang (Siagian dan Suriadi, 2012: 56).

  Masalah Lingkungan dan Pembangunan. Konferensi ini lebih dikenal dengan Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Riode Janeiro, Brazil (Tinto, dalam Siagian dan Suriadi, 2012). Konferensi ini mengangkat slogan “berpikir mendunia, bertindak sesuai keadaaan setempat”. Slogan ini berupaya menggambarkan perlunya bertindak bijaksana terhadap lingkungan. Oleh karena itu, Konferensi Tingkat Tinggi Bumi ini berupaya menyadarkan perlunya menumbuhkan semangat kebersamaan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang diakibatkan oleh benturan antara kelompok- kelompok pelaku pembangunan yang mengutamakan pertumbuhan dengan kelompok yang memperhatikan lingkungan.

  Hasil utama implementasi Konferensi Tingkat Tinggi Bumi antara lain adalah berupa kesepakatan para pemimpin negara-negara di dunia ini untuk menyetujui berbagai rancangan besar yang berkaitan dengan pembangunan berkesinambungan yang didasarkan atas pemeliharaan lingkungan. Pembangunan ekonomi dan sosial yang dimasukkan dalam tiga dokumen yang secara hukum wajib berlaku atau

  22 mengikat dan tiga dokumen lainnya yang secara hukum tidak mengikat. Adapun tiga persetujuan meliputi:

  1. Persetujuan Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Keanekaragaman Hayati.

  Konferensi ini bertujuan melestarikan beraneka ragam sumber daya genetika, semua jenis mahluk hidup, habitat, dan sistem lingkungan. Juga bertujuan untuk menjamin pendayagunaan berbagai sumber daya hayati secara berkesinambungan demi menjamin pembagian manfaat keanekaragaman hayati secara adil.

  2. Persetujuan Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Kerangka Kerja Perubahan Iklim Global. Persetujuan ini bertujuan untuk menyeimbangkan kepekatan gas tangan manusia yang berbahaya yang berkaitan dengan iklim.

  3. Persetujuan Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Penyelesaian Masalah Penurunan Kualitas Tanah. Persetujuan ini berupaya mencipta pemecahan terhadap masalah rusaknya tanah. Penurunan kualitas tanah ini telah mengurangi secara signifikan daya dukung suatu kawasan bagi kehidupan manusia yang mendiaminya (Soejachman, dalam Siagian dan Suriadi, 2012: 60-61).

  Selanjutnya tiga dokumen lainnya yang secara hukum tidak mengikat merangkum dua kesepakatan, yaitu:

  1. Pendeklarasian Rio berkenaan dengan asas yang menekankan hubungan antara lingkungan dan pembangunan. Asas tersebut dapat dilaksanakan secara umum dalam rangka menjamin pemeliharaan lingkungan dan pembangunan yang bertanggung jawab.

  23

  2. Dasar-dasar kebenaran pengelolaan hutan, yaitu pernyataan yang mengikat tentang dasar-dasar kebenaran bagi satu pertujuan dunia tentang pengelolaan, pelestarian dan pembangunan berkesinambungan dari semua jenis hutan.

  3. Agenda 21 yang merupakan rancangan lengkap tentang program pembangunan berkesinambungan saat memasuki abad ke-21. Disebutkan dalam Agenda 21 bahwa selain pemerintah bangsa-bangsa di dunia, badan-badan khusus Perserikatan Bangsa bangsa dan organisasi internasional lainnya, maka seluruh lapisan masyarakat perlu memahami konsep pembangunan berkesinambungan.

  Ditegaskan pula, bahwa terdapat sembilan kelompok utama yang diharapkan terllibat dalam program ini, yaitu:

  2. Pemuda

  3. Pekerja

  4. Petani dan nelayan

  5. Pemerintah lokal

  6. Perempuan

  7. Ilmuwan 8. Pemuka adat (Siagian dan Suriadi, 2012: 62).

  Dalam Pembagunan keberlanjutan Perserikatan Bangsa

  • – Bangsa (PBB) juga telah menyusunnya dalam Millenium Development Goals (MDGs) dan Sustainable Development Golas (SDGs), hal tersebut disepakati oleh negara anggota PBB.

  Terdapat delapan tujuan dan sasaran yang dirangkum dalam Millennium

  Development Goals yang harus dicapai sebelum 2015, yaitu:

  1. Menghapuskan tingkat kemiskinan dan kelaparan yang parah, 2.

  Pencapaian Sekolah Dasar secara umum,

  24

  3. Membangun kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, 4.

  Mengurangi tingkat kematian anak, 5. Meningkatkan kesehatan ibu, 6. Perlawanan terhadap HIV/AIDS, malaria, dan penyakit serius lainnya, 7. Menjamin kesinambungan pembangunan lingkungan, 8. Mengembangkan kerjasama global bagi pembangunan.

  Dalam MDGs yang menjadi titik sentral pembangunan adalah manusia, atau pembangunan berpusat pada peningkatan kualitas kehidupan manusia. MDGs didasarkan pada konsensus dan kemitraan global sambil menekankan tanggung jawab negara berkembang untuk melaksanakan pekerjaan rumah mereka. Sedangkan

  Manfaat dari MDGs tidak semata-mata untuk mengukur target dan menentukan indikator dari berbagai bidang pembangunan yang menjadi tujuan, tetapi yang terpenting adalah bagaimana tujuan pembangunan millenium dikonkritkan pelaksanaannya. Misalnya tidak saja menghitung berapa jumlah ibu yang meninggal disebabkan melahirkan tetapi juga bagaimana menghentikan kematian ibu karena melahirkan tersebut (Siagian dan Suriadi, 2012: 70).

  Sementara dalam SDGs terdapat 17 tujuan yang akan dicapai mulai dari tahun 2015

  • – 2030. Tujuan tersebut antara lain: 1.

  Mengentaskan segala bentuk kemiskinan, 2. Mengentaskan kelaparan, meraih ketahanan pangan dan peningkatan mutu gizi pangan, serta mengenalkan pertanian berkelanjutan,

  3. Menjamin cara hidup sehat dan mengenalkan kesejahteraan pada semua tingkatan umur,

  25

  4. Menjamin pendidikan yang inklusif dan adil serta mengenalkan metode pembelajaran sepanjang hidup,

5. Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan seluruh wanita, 6.

  Menjamin ketersediaan dan pengelolaan air dan sanitasi yang berkelanjutan, 7. Menjamin akses terhadap energi yang terjangkau, dapat diandalkan, berkelanjutan, dan modern,

  8. Mengenalkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, kesempatan kerja yang penuh dan produktif, serta kelayakan kerja,

  9. Membangun infrastruktur yang tangguh, mengenalkan industrialisasi yang inklusif, berkelanjutan, dan mendorong inovasi, Mengurangi ketimpangan di dalam dan antarnegara, 11. Membuat kota dan pemukiman yang inklusif, aman, tangguh, dan berkelanjutan, 12. Menjamin pola produksi dan konsumsi yang berkelanjutan, 13. Mengambil keputusan cepat untuk mengatasi perubahan iklim dan dampaknya, 14. Melestarikan dan menggunakan samudera, laut, dan sumber daya kelautan secara bijak demi pembangunan berkelanjutan,

  15. Melindungi, memulihkan, dan mengenalkan penggunaan yang berkelanjutan atas ekosistem darat, memerangi desertifikasi, menghentikan dan memulihkan kerusakan lahan dan menghentikan kerusakan keanekaragaman hayati, 16. Mengenalkan komunitas masyarakat yang inklusif dan penuh damai untuk pembangunan berkelanjutan, menyediakan akses terhadap keadilan, dan membangun institusi yang efektif, akuntabel, dan inklusif bagi semua kalangan, 17. Memperkuat sarana pelaksanaan dan merevitalisasi kemitraan global demi pembangunan berkelanjutan.

  26

2.4 Pengembangan Masyarakat

2.4.1 Pengertian Pengembangan Masyarakat

  Pengembangan masyarakat (community development) adalah konsep dasar yang menggarisbawahi sejumlah istilah yang telah digunakan sejak lama, seperti

  

community resource development , rural areas development, comunity economic

development , rural revitalisation, dan community based development. Community

development menggambarkan makna yang penting dari dua konsep: community,

  bermakna kualitas hubungan sosial dan development, perubahan kearah kemajuan yang terencana dan bersifat gradual. Makna ini penting untuk arti pengembangan masyarakat yang sesungguhnya (Blackburn dalam Nasdian: 29). kegiatan pengembangan masyarakat yang dilakukan secara sistematis, terencana, dan diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat guna mencapai kondisi sosial, ekonomi, dan kualaitas kehidupan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan kegiatan pembangunan sebelumnya (Budimanta dan Rudito, 2008: 33).

  Bhattacarya mengartikan pengembangan masyarakat adalah pengembangan manusia yang tujuannya adalah untuk mengembangkan potensi dan kemampuan manusia untuk mengontrol lingkungannya. Pengembangan masyarakat adalah usaha untuk membantu manusia mengubah sikapnya terhadap masyarakat, membantu menumbuhkan kemampuan berorganisasi, berkomunikasi, dan menguasai lingkungan fisiknya. Manusia didorong untuk mampu membuat keputusan, mengambil inisiatif dan mampu berdiri sendiri.

  Defenisi lain juga digagas Yayasan Indonesia Sejahtera yang menyatakan pengembangan masyarakat adalah usaha-usaha yang menyadarkan dan menanamkan pengertian kepada masyarakat agar dapat menggunakan dengan lebih baik semua

  27 kemampuan yang dimiliki, baik alam maupun tenaga, serta menggali inisiatif setempat untuk lebih banyak melakukan kegiatan investasi dalam mencapai kesejahteraan yang lebih baik diakses pada 29 maret 2015 pukul 17.13 WIB ).

  2.4.2 Tujuan Pengembangan Masyarakat

  Tujuan muncul sebelum kebijakan, program ataupun kegiatan dibuat. Jika dikaji berdasarkan waktu pencapaiannya, tujuan terbagi atas dua yaitu tujuan langsung atau jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tindakan untuk tujuan pengembangan masyarakat perlu diperhatikan keseimbangan antara tujuan jangka pendek dan tujuan jangka lama sesuai dengan visi masyarakat. Dalam hal ini perlu upaya untuk menghubungkan dan membuat relevansi antara keduanya.

  Mukerji (1961) menytakan bahwa tujuan pengembangan masyarakat secara rinci adalah membangun kehidupan manusia sebagai individu dan sebagai anggota komunitasnya dengan cara mengembangkan pandangan yang progresif, kemandirian, dedikasi terhadap tujuan komunitas, dan kerja sama. (Nasdian, 2014: 36)

  2.4.3 Asas – Asas dan Prinsip – Prinsip Pengembangan Masyarakat

  Pengembangan masyarakat (community development) sebagai suatu perencanaan sosial perlu berlandasakan pada asas

  • – asas: (1) komunitas dilibatkan dalam setiap proses pengambilan keputusan; (2) mensinerjikan strategi konprehensif pemerintah, pihak
  • – pihak terkait (related parties) dan partisipasi warga; (3) membuka akses warga atas bantuan profesional, teknis, serta insentif lainnya agar

  28

  • – prinsip pengembangan masyarakat, memaparkan sepuluh prinsip yang dianggap dapat diterapkan diseluruh dunia. Sepuluh prinsip tersebut adalah: 1.
  • >– program (proyek) pertama harus dimulai sebagai jawaban atas kebutuhan yang dirasakan orang
  • – orang; Kemajuan lokal dapat dicapai melalui upaya – upaya tak saling terkait dalam setiap bidang dasar, akan tetapi pengembangan masyarakat yang penuh dan seimbang menuntut tindakan bersama dan penyusunan pro
  • – program multi-tujuan; 3.
  • – program masyarakat selama tahap – tahap awal pembangunan; 4.
  • – masalah masyarakat, revitalisasi bentuk
  • – bentuk yang ada dari pemerintah lokal yang efektif apabila hal tersebut belum berfungsi; 5.
  • – proyek pengembangan masyarakat akan memperkuat program –

  29 meningkatkan partsipasi warga; dan (4) mengubah perilaku profesional agar lebih peka pada kebutuhan, perhatian, dan gagasan warga komunitas (Ife dalam Nasdian, 2014: 46-47).

  Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) (1957) dalam sebuah laporannya mengenai konsep dan prinsip

  Kegiatan – kegiatan yang dilaksanakan harus berhubungan dengan kebutuhan dasar dari masyarakat; program

  Perubahan sikap orang – orang adalah sama pentingnya dengan pencapaian kemajuan material dari program

  Pengembangan masyarakat mengarah pada partisipasi orang – orang yang mengikat dan lebih baik dalam masalah

  Identifikasi, dorongan semangat, dan pelatihan pemimpin lokal harus menjadi tujuan dasar setiap program;

  6. Kepercayaan yang lebih besar pada partisipasi wanita dan kaum muda dalam proyek program pembangunan, memapankanya dalam basis yang luas dan menjamin ekspansi jangka panjang;

  7. Agar sepenuhnya efektif, proyek – proyek swadaya masyarakat memerlukan dukungan intensif dan ekstensif dari pemerintah;

  8. Penerapan program – program pengembangan masyarakat dalam skala nasional memerlukan pengadopsian kebijakan yang konsisten, pengaturan administratif yang spesifik, perekrutan dan pelatihan personil, mobilisasi sumber daya lokal dan nasional, dan organisasi penelitian eksperimen, dan evaluasi;

  9. Sumber daya dalam bentuk organisasi – organisasi non-pemerintah harus dimanfaatkan penuh dalam program

  • – program pengembangan masyarakat pada 10.

  Kemajuan ekonomi dan sosial pada tingkat lokal mensyaratkan pembangunan yang paralel ditingkat nasional (Nasdian, 2014: 46-48).

  Sementara Ife dalam Nasdian (2014) juga memaparkan 22 prinsip pengembangan masyarakat (community development) yaitu: (1) Integrated

  

development; (2) Confronting Structural Disadvantage (Konfrontasi dengan

  Kebatilan Struktural); (3) Human Right (Hak Asasi Manusia); (4) Sustainability (Keberlanjutan); (5) Empowerment (Pemberdayaan); (6) The Personal and The

  

Political (Pribadi dan Politik); (7) Community Ownership (kepemilikan komunitas);

  (8) Self-Reliance (Kemandirian); (9) Independence from State (Tidak Ketergantungan pada Pemerintah; (10) Immediate Goals dan Ultimate Vision (Tujuan dan Visi); (11) Organic Development (Pembangunan Bersifat Organik); (12)

  

The Pace of Development (Kecepatan Gerak Pembagunan); (13) External Experties

  (Keahlian Pihak Luar); (14) Community Building (Membangun Komunitas); (15)

  

Process and Outcome (Proses dan Hasilnya); (16) The Integrity of the Process

  30

  (Keterpaduan Proses); (17) Non Violence (Tanpa Kekerasan); (18) Inklusif; (19) Konsensus; (20) Co-operation (Kerjasama); (21) Particapation (Partisipasi); (22) Defining Need (Mendefinisikan Kebutuhan).

2.5. Pertanian Organik

2.5.1. Pengertian Pertanian Organik

  Istilah pertanian organik menghimpun seluruh imajinasi petani dan konsumen secara serius dan bertanggung jawab menghindarkan bahan kimia dan pupuk yang bersifat meracuni lingkungan dengan tujuan untuk memperoleh kondisi lingkungan yang sehat. Mereka juga berusaha untuk menghasilkan produksi tanaman alami seperti mendaur ulang limbah pertanian. Dengan demikian pertanian organik merupakan suatu gerakan kembali “ke alam” (Sutanto, 2002: 20)

  Ada dua pemahaman tentang pertanian organik, yaitu pertanian organik dalam arti sempit dan dalam arti luas. Pertanian organik dalam artian sempit yaitu pertanian yang bebas dari bahan

  • – bahan kimia. Mulai dari perlakuan untuk mendapat benih, penggunaan pupuk, pengendalian hama dan penyakit sampai perlakuan pasca panen tidak sedikitpun melibatkan zat kimia, semua harus bahan hayati, alami. Sedangkan pengertian pertanian organik dalam arti luas adalah pertanian yang masih memberi toleransi penggunaan bahan kimia dalam batas
  • – atas tertentu (Isnaini, 2006: 239-240)

  Menurut Standard Nasional Indonesia (SNI) pertanian organik adalah sistem produksi holistik yang meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agro- ekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah (Azhar F., Kaputra I., Jumarni, Tarigan R. S., 2012: 28). Pertanian alami dilakukan

  31

2.5.2 Azas dan Prinsip Pertanian Organik 1.

  • – kacangan dan mengembalikan jerami ke ladang dengan ditambah sedikit kotorang unggas atau sapi. Jika tanah dibiarkan pada keadaannya sendiri, tanah akan mampu menjaga kesuburannya secara alami sesuai dengan daur teratur dari tumbuhan dan binatang (Insaini, 2006: 241).
  • – waktu akan membatasi dan menekan pertumbuhan gulma.

  32 tanpa bahan kimia, dengan prinsip dasar menghidupkan tanah dengan mengikuti hukum alam.

  Dibutuhkan waktu minimal 2 tahun untuk mongkonversi lahan pertanian anorganik menjadi lahan pertanian organik. Hal tersebut tergantung situasi dan kondisi seperti masa penggunaan lahan anorganik, letak lahan pertanian, proses pengairan dan sebagainya. Selain itu penerapan pertanian anorganik di lahan pertanian yang sedang masa transisi akan semakin memperlama masa transisi tersebut (Sriyanto, 2010: 31).

  Tanpa olah tanah. Tanah tanpa diolah atau dibalik. Pada prinsipnya tanah mengolah sendiri, baik menyangkut masuknya perakaran tanaman maupun kegiatan mikrobia tanah, mikro fauna dn cacing tanah.

  2. Tidak digunakan sama sekali pupuk kimia maupun kompos. Kebutuhan untuk tanaman bisa dipenuhi dengan menanam tanaman penutup tanah semisal leguminose, kacang

  3. Tidak dilakukan pemberantasan gulma baik melalui pengolahan tanah maupun penggunan herbisida. Pemakaian mulsa jerami, tanaman penutup tanah maupun penggengan sewaktu

  • – prinsip dasar pertanian organik yaitu: 1.

  33

  4. Sama sekali tidak bergantung pada bahan kimia. Sinar matahari, hujan dan tanah merupakan kekuatan alam yang secara langsung akan mengatur keseimbangan kehidupan kami (Sutanto, 2002: 20).

  Adapun prinsip

  Menghasilkan pangan bernutrisi tinggi dalam jumlah yang cukup.

  2. Mendorong dan meningkatkan siklus hayati dalam sistem pertanian dengan melibatkan mikro organisme, tanah, flora dan fauna.

  3. Mengenali dampak sosial dan ekologis yang lebih luas dalam produksi pertanian organik.

  4. Sedapat mungkin menggunakan sumber daya – sumber daya yang dapat 5.

  Menjaga dan meningkatkan kesuburan tanah dalam jangka panjang.

  6. Menjaga dan mendorong keragaman hayati pertanian dan alam dilahan pertanian dan sekelilingnya melalui penggunaan sistem produsi berkelanjutan dan perlindungan habitat tumbuhan dan margasatwa.

  7. Menciptakan keseimbangan yang harmonis antara produksi tanaman dan peternakan.

  8. Menyediakan kondisi kehidupan yang mengizinkan bagi hewan untuk hidup sesuai dengan sifat dasarnya.

  9. Mendorong terciptanya kesatuan rangkaian produksi, pemrosesan dan distribusi yang berkeadilan sosial maupun bertanggungjawab secara ekologis dan kesehatan (Azhar, et.al.,2012: 33).

2.5.3 Manfaat Pertanian Organik

  Sejumlah keuntungan yang dapat dipetik dari pengembangan pertanian organik, antara lain:

  1. Aspek kesehatan a.

  Menghasilkan makanan yang cukup, aman dan bergizi sehingga meningkatkan kesehatan masyarakat.

  b.

  Menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi petani, karena petani akan terhindar dari paparan (exposure) polusi yang diakibatkan penggunaan bahan kimia sintetik dalam produksi pertanian.

  c.

  Meminimalkan semua bentuk polusi yang dihasilkan dari kegiatan pertanian. Aspek lingkungan a.

  Kualitas tanah yang semakin baik, hal ini dikarenakan pertanian organik tidak memutus siklus tanah.

  b.

  Sistem produksi pertanian organik lebih hemat, yaitu hanya menggunakan 50- 80% energi minyak jika dibandingkan dengan pertanian anorganik c. Kualitas air terjaga.

  d. Meminimalkan perubahan iklim global karena emisi gas rumah kaca.

  e.

  Mengurangi jumlah limbah melalui daur ulang limbah menjadi pupuk.

  f. Menciptakan keanekaragaman hayati.

  3. Aspek Ekonomi Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, karena: a. Biaya pembelian pupuk organik lebih murah dari pupuk kimia.

  b.

  Harga jual hasil pertanian organik seringkali lebih tinggi dari pertanian konvensional.

  34 c. Petani dan peternak bisa mendapat tambahan pendapatan dari penjualan jerami dan kotoran ternaknya.

  d.

  Bagi peternak, biaya pembelian pakan ternak dari hasil fermentasi bahan organik lebih murah dari pakan ternak konvensional.

  e.

  Pengembangan pertanian organik berarti mengacu pada daya saing produk agribisnis Indonesia untuk memenuhi permintaan pasar internasional akan produk pertanian organik yang terus meningkat. Ini berarti akan mendatangkan devisa bagi pemerintah daerah yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan petani.

4. Aspek sosial budaya

  Terbentuknya lapangan kerja baru dan keharmonisan kehidupan sosial di pedesaan.

  b.

  Merangsang hadirnya industri kompos rakyat yang berarti adanya lapangan kerja baru bagi masyarakat pedesaan.

  c.

  Merangsang adanya kerjasama kemitraan antara petani-peternak-pekebun untuk menerapkan sistem terpadu. Dalam hubungan ini, peternak mendapatkan bahan makanan ternak dari limbah pertanian (jerami dan dedak) dari petani, sedangkan petani mendapatkan kotoran hewan dari peternak sebagai bahan kompos untuk usaha pertanian organiknya. Sementara pekebun akan mendapatkan lahannya yang bersih karena hewan ternak yang merumput dilahanya atau peternak yang mengambil pakan dari lahan kebunnya dan pekebun mendapatkan puuk alami dari kotoran ternak yang digembala pada lahan ternaknya (Azhar, et.al.,2012: 35-38).

  35

2.5.4 Tujuan Pertanian Organik

  36

  Tujuan jangka pendek yang akan dicapai melalui pengembangan pertanian organik adalah sebagai berikut.

  1. Ikut serta menyukseskan program pengentasan kemiskinan melalui peningkatan pemanfaatan peluang pasar dan ketersediaan lahan petani yang sempit.

  2. Mengembangkan agribisnis dengan jalan menjalin kemitraan antara petani sebagai produsen dan para pengusaha.

  3. Membantu menyediakan produk pertanian bebas residu bahan kimia pertanian lainnya dalam rangka ikut meningkatkan kesehatan masyarakat.

  4. Mengembangkan dan meningkatkan minat petani pada kegiatan budi daya meningkatkan pendapatan tanpa menimbulkan terjadinya kerusakan lingkungan.

  5. Mempertahankan dan melestarikan produktivitas lahan, sehingga lahan mampu berproduksi secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang dan mendatang.

  Tujuan jangka panjang yang akan dicapai melalui pengembangan pertanian organik adalah sebagai berikut:

  1. Melindungi dan melestarikan keragaman hayati serta fungsi keragaman dalam bidang pertanian,

  2. Memasyarakatkan kembali budi daya organik yang sangat bermanfaat dalam mempertahankan dan meningkatkan produktivitas lahan sehingga menunjang kegiatan budi daya pertanian yang berkelanjutan, 3. Membatasi terjadinya pencemaran lingkungan hidup akibat residu pestisida dan pupuk, serta bahan kimia pertanian lainnya,

  • – temurun, dan merangsang kegiatan penelitian organik oleh lembaga penelitian dan universitas, 7.
  • – produk pertanian bebas pestisida, residu pupuk, dan bahan kimia pertanian lainnya,

  37

  4. Mengurangi ketergantungan petani terhadap masukan dari luar yang berharga mahal dan menyebabkan pencemaran lingkungan,

  5. Meningkatkan usaha konservasi tanah dan air, serta mengurangi masalah erosi akibat pengolahan tanah yang intensif,

  6. Mengembangkan dan mendorong kembali munculnya teknologi pertanian organik yang dimiliki petani secara turun

  Membantu meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara menyediakan produk

  Meningkatkan peluang pasar produk organik, baik domestik maupun global dengan jalan menjalin kemitraan antara petani dan pengusaha yang bergerak dalam bidang pertanian (Sutanto,2002: 17-18).

  Menurut International Federation of Organic Agricultuture Movements (IFOAM), tujuan yang hendak dicapai dengan penggunaan sistem pertanian organik adalah:

  1. Menghasilkan bahan pangan dengan kualitas nutrisi tinggi serta dalam jumlah cukup,

  2. Melaksanakan interaksi efektif dengan sistem dan daur ulang alamiah yang mendukung semua bentuk kehidupan yang ada,

  3. Mendorong dan meningkatkan daur ulang dalam sistem usaha tani dengan mengaktifkan kehidupan jasad renik, flora dan fauna, tanah dan tanaman serta hewan,

  4. Memelihara serta meningkatkan kesuburan tanah secara berkelanjutan,

  5. Menggunakan sebanyak mungkin sumber – sumber terbaru yang berasal dari sistem usaha tani itu sendiri,

  6. Memanfaatkan bahan – bahan yang mudah didaur ulang baik didalam maupun diluar usaha tani,

  7. Menciptakan keadaan yang memungkinkan ternak hidup sesuai dengan perilakunya yang hakiki,

  8. Membatasi terjadinya semua bentuk pencemaran lingkungan yang mungkin dihasilkan oleh kegiatan pertanian,

  9. Mempertahankan keanekaragaman hayati termasuk pelestarian habitat tanaman dan hewan, Memberikan jaminan yang semakin baik bagi para produsen pertanian (terutama petani) dengan kehidupan yang lebih baik sesuai dengan hak asasi manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar serta memperoleh penghasilan dan kepuasan kerja, termasuk lingkungan kerja yang aman dan sehat (Kanisius, 2005: 54).

2.5.5 Pertanian Berkelanjutan

  Konsep pertanian organik adalah bagian dari pertanian berkelanjutan. Konsep tentang pertanian berkelanjutan sebenarnya merupakan jawaban atas konsep revolusi hijau yang dianggap terlalu mengeksploitasi lahan pertanian demi peningkatan produksi pertanian semata yang ternyata bersifat sesaat. Konsep pertanian berkelanjutan merupakan suatu sistem pertanian yang memiliki tiga ciri utama dalam kegiatannya. Pertama, mempunyai efisiensi dalam penggunaan teknologi produksi yang meliputi pemilihan benih, cara pengairan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit serta pasca panen. Kedua, semua aktivitas untuk mendukung produksi ertanian menggunakan pendekatan yang ramah lingkungan, tidak merusak atau

  38 mencemari lingkungan mulai dari pembibitan, pengairan, pemupukan pengendalian hama dan penyakit serta pasca panen. Ketiga, mampu meningkatkan daya dukung lahan. Lahan yang digunakan untuk pertanian menjadi lebih produktif dan tidak malah menjadi rusak dan produktivitas menurun (Isnaini, 2006: 234).

  

2.5.6. Program Pengembangan Masyarakat Sektor Pertanian Organik oleh

Yayasan Bitra Indonesia di Desa Lubuk Bayas

  BITRA Indonesia sebagai sebuah lembaga sosial, non-profit mempunyai perhatian khusus pada bidang pertanian. Terutama praktek pertanian yang ikut menjaga kondisi alam dan lingkungan tetap baik atau biasa disebut pertanian Bayas merupakan salah satu wilayah yang dijadikan sasaran program pengembangan masyarakat sektor pertanian oleh Yayasan BITRA.

  Desa Lubuk Bayas menjadi salah satu sasaran BITRA dikarenakan kondisi sosial ekonomi petani di desa tersebut yang tergolong kedalam petani miskin.

  Meskipun tergolong petani miskin namun desa tersebut memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Irigasi di desa tersebut sangat baik, terdapat 373 irigasi teknis dan 20 irigasi non-teknis untuk 403 ha lahan pertanian (BPS). Selain itu di desa tersebut terdapat 512 sapi dan 11 kerbau yang kotoran dan urinnya dapat diolah menjadi pupuk organik.

  Pertanian organik yang diterapkan BITRA Indonesia di Desa Lubuk Bayas berfokus pada padi organik. Program tersebut dimulai BITRA Indonesia sejak tahun 2008. Dalam persiapannya, BITRA Indonesia melakukan pertemuan formal, pelatihan pembuatan pupuk organik dan pestisida, serta pelatihan penerapan pertanian organik dengan materi persiapan lahan dan benih, penanaman dan

  39 pemeliharaan serta panen dan pasca panen. Kemudian pada implementasi program, BITRA Indonesia melakukan pendampingan penerapan pembuatan pupuk organik, pestisida alami, persiapan lahan dan benih, penanaman dan pemeliharaan padi, panen dan pasca panen.

  Adapun tujuan dari program pertanian organik yaitu ;

  1. Menciptakan pertanian berkelanjutan dengan mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro ekosistem secara alami,

2. Mengurangi biaya produksi dan meningkatkan hasil panen, 3.

  Meningkatkan kemandirian petani dan terlepas dari monopoli pihak – pihak lain, 4. Meningkatkan taraf hidup petani.

2.6 Sosial Ekonomi

2.6.1 Pengertian Sosial Ekonomi

  Pengertian sosial dan ekonomi di bahas secara terpisah meski saling memiliki keterkaitan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata sosial berarti segala sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat. Dalam ilmu sosial pengertian sosial menunjukkan pada kegiatan yang mengatasi persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dalam bidang kesejahteraan yang ruang lingkup pekerjaan sosial dan kesejahteraan sosial. Sedangkan istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu “oikos” yang artinya rumah tangga dan “nomos” yang artinya mengatur, jadi secara harafiah ekonomi berarti cara mengatur rumah tangga. Sementara pengertian ekonomi dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah, segala sesuatu tentang azas- azas produksi, distribusi dan pemakaian barang-barang serta kekayaan seperti perdagangan, keuangan dan perindustrian. Jadi, dapat dikatakan bahwa ekonomi berkaitan dengan proses pemenuhan keperluan hidup sehari-hari.

Dokumen yang terkait

Gambaran Paparan Asap Rokok Selama Kehamilan dan Berat Badan Bayi yang dilahirkan pada Ibu yang Melahirkan di Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Bersalin di Medan

0 0 49

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Rokok dan efeknya terhadap hasil konsepsi - Gambaran Paparan Asap Rokok Selama Kehamilan dan Berat Badan Bayi yang dilahirkan pada Ibu yang Melahirkan di Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Bersalin di Medan

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan - Pengaruh Komisaris Independen, Komite Audit, Kepemilikan Manajerial, dan Kepemilikan Institusional Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Otomotif yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 24

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Komisaris Independen, Komite Audit, Kepemilikan Manajerial, dan Kepemilikan Institusional Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Otomotif yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Akrilik - Pengaruh waktu pemolesan bahan poles bubuk pumice terhadap kekasaran permukaan resin akrilik polimerisasi panas

0 1 13

Pengaruh waktu pemolesan bahan poles bubuk pumice terhadap kekasaran permukaan resin akrilik polimerisasi panas

0 1 15

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pembentukan Konsep Diri Remaja - Kehamilan Diluar Nikah dan Putus Sekolah di Kalangan Remaja Putri di Desa Patumbak 1 (Studi Kasus Pada Remaja Putri Desa Patumbak 1 Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang)

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Kehamilan Diluar Nikah dan Putus Sekolah di Kalangan Remaja Putri di Desa Patumbak 1 (Studi Kasus Pada Remaja Putri Desa Patumbak 1 Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang)

0 0 16

Kehamilan Diluar Nikah dan Putus Sekolah di Kalangan Remaja Putri di Desa Patumbak 1 (Studi Kasus Pada Remaja Putri Desa Patumbak 1 Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang)

0 0 9

Pengaruh Program Pertanian Organik terhadap Sosial Ekonomi Kelompok Dampingan Yayasan Bina Keterampilan Pedesaan (BITRA) Indonesia di Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 67