Makalah Ulumul Hadis METODOLOGI PENELITI

Makalah Ulumul Hadis
METODOLOGI PENELITIAN HADIS

Disusun oleh:
Amanda Yulia :

2114.001

Haritsa Azizka :

2114.030

Wiwit Safitri

2114.011

:

Dosen Pemimbing:
Ari Hendri, M. HUM


STAIN (SEKOAH TINGGI ISLAM NEGERI)
SYECH JAMIL DJAMBEK BUKITTINGGI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2014/2015

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang

Hadis merupakan salah satu sumber hukum Islam yang harus dipahami. Namun, sejak
masa para Sahabat hingga sekarang pun banyak hadis palsu maupun dho’if yang beredar luas
dikalangan masyarakat, sehingga banyak menimbulkan berbagai permasalah yang terkadang
sampai menimbulkan pemahaman-pemahaman yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Sebab
itulah penting bagi setiap muslim memilah-milah hadits yang akan digunakan sebagai dasar
hukum dalam menjalankan syari’at Islam.
Dalam hal ini, yang menjadi permasalahannya adalah banyak orang-orang Islam yang
tidak mampu membedakan dan menentukan antara hadis dho’if, hasan, maupun shahih.
Sering kali dalam menggunakan sebuah hadis tidak diperhatikan sanadnya dan hanya

menggunakan matannya saja, sehingga hadits tersebut tidak dapat dijadikan dasar yang kuat.
Dalam makalah ini akan dijelaskan tentang metode-metode penelitian hadis yang dapat
digunakan untuk membedakan dan menentukan antara hadis dha’if, hasan dan shahih dengan
meperhatikan sanad serta matan hadis.

BAB II
PEMBAHASAN

A.

Definisi Metode Penelitian Hadis Dan Ruang Lingkupnya

Metode penelitian didefinisikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan
tujuan dan kegunaan tertentu. Maksudnya, kegiatan penelitian harus didasarkan pada ciri-ciri
keilmuan, yaitu rasional dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan
dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Sistematis
berarti proses yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu
yang bersifat logis.
Adapun ruang lingkup penelitian hadis adalah :
1. Penelitian/studi hadis, baik studi sanad maupun matan.

2. Penelitian hasil pemikiran terhadap hadis (kajian tokoh).
3. Penelitian persepsi hadis dalam masyarakat (living hadis).

B. Tujuan Penelitian Hadis
Setiap penelitian memiliki tujuan dan kegunaan tertentu. Menurut Sugiyono (2008:5),
secara umum tujuan penelitian ada tiga macam yaitu bersifat penemuan, pembuktian, dan
pengembangan. Penemuan berarti data yang diperoleh dari penelitian itu merupakan data
yang benar-benar baru yang sebelumnya belum pernah diketahui. Pembuktian mengandung
makna bahwa data yang diperoleh itu digunakan untuk membuktikan adanya keragu-raguan
terhadap informasi atau pengetahuan tertentu, dan pengembangan berarti memperdalam dan
memperluas pengetahuan yang telah ada.
Penelitian dalam hadis yang bersifat penemuan misalnya menemukan metode
memahami hadis secara mudah bagi masyarakat awam. Penelitian hadis yang bersifat
pembuktian misalnya membuktikan keragu-raguan mengenai status hadis keutamaan
membaca ayat kursi. Sedangkan penelitian hadis yang bersifat pengembangan contohnya
memperdalam pengetahuan tentang pemikiran M. M. Azami dan Joseph Schacht terkait
pembentukan sanad hadis, atau pengembangan metode ‘ardl al-hadist ‘ala al-qur’an dalam
kajian kritik matan.
Disamping itu, aktifitas penelitian hadis juga memiliki tujuan untuk mengetahui
kualitas hadis yang diteliti baik dari sisi sanad ataupun matan. Kualitas hadis sangat perlu

diketahui dalam hubungannya dengan kehujjahan hadis tersebut. Hadis yang kualitasnya
tidak memenuhi syarat kesahihan suatu hadis tidak dapat digunakan sebagai hujjah.
Pemenuhan syarat diperlukan karena hadis merupakan salah satu sumber ajaran Islam.

C.

Metode Penelitian Hadis

Dalam penelitian hadis (naqd al-hadits) klasik, model penelitian diarahkan kepada dua
segi: sanad dan matan. Dalam penelitian sanad, model yang ditempuh adalah dengan
melakukan langkah-langkah berikut ini:


Melakukan At-Takhrij

Takhrij adalah menunjukkan atau mengemukakan letak asal hadis pada sumbernya yang
asli, yakni berbagai kitab yang di dalamnya dikemukakan hadis tersebut secara lengkap
dengan sanadnya masing-masing, kemudian untuk kepentingan kritik sanad, dijelaskan
kwalitas sanad dan para periwayatdari hadis yang bersangkutan.



Melakukan al-I’tibar

Al-I’tibar berarti menyertakan sanad-sanad untuk hadis tertentu, yang hadis itu pada
bagian sanadnya tampak hanya terdapat seorang periwayat saja, dan dengan menyertakan
sanad-sanad yang lain tersebut akan dapat diketahui apakah ada periwayat yang lain ataukah
tidak ada untuk bagian sanad dari sanad hadis dimaksud.
Dengan melakukan i’tibar, diharapkan dapat terlihat dengan jelas seluruh jalur sanad
yang diteliti, demikian juga nama-nama periwayatnya, dan metode periwayatan yang
digunakan oleh masing-masing periwayat yang bersangkutan. Jadi, kegunaan al-I’tibar
adalah untuk mengetahui keadaan sanad hadis seluruhnya dilihat dari ada atau tidaknya
pendukung (corroboration) berupa periwayatan yang berstatus muttabi’ atau syahid.


Mengkritisi pribadi periwayat serta metode periwayatannya

Ulama’ hadis sependapat bahwa ada dua hal yang harus dikritisi pada diri pribadi
periwayat hadis untuk diketahui apakah riwayat hadis yang dikemukakannya dapat diterima
sebagai hujjah ataukah harus ditolak. Kedua hal itu adalah ke’adilan dan kedhabitannya.
Ke’adilan berhubungan dengan kwalitas pribadi, sedangkan kedhabitannya berhubungan

dengan kapasitas intelektualnya. Jika kedua hal itu dimiliki oleh periwayat hadis, maka
periwayat tersebut dinyatakan bersifat tsiqah.
Terkait dengan pelacakan terhadap kebersambungan sanad, hubungan kwalitas
periwayat dan metode periwayatan sangat menentukan. Periwayat yang tidak tsiqah yang
menyatakan telah menerima riwayat dengan metode sami’na, misalnya, meski metode itu
diakui ulama’ hadis memiliki tingkat akurasi yang tinggi, tetapi karena yang menyatakan
lambang itu adalah orang yang tidak tsiqoh, maka informasi yang dikemukakannya itu tetap
tidak dapat dipercaya. Sebaliknya, apabila yang menyatakan sami’na adalah orang yang
tsiqoh, maka informasinya dapat dipercaya.
Selain itu, ada periwayat yang dinilai tsiqoh oleh ulama’ ahli kritik hadis, namun
dengan syarat bila dia menggunakan lambang periwayatan haddatsani atau sami’tu, sanadnya
bersambung. Tetapi, bila menggunakan selain dua lambang tersebut, sanadnya terdapat tadlis
(penyembunyian cacat).



Meneliti syudzudz dan ‘illat

Salah satu langkah kritik sanad yang sangat penting untuk meneliti kemungkinan
adanya syudzudz dalam sanad adalah dengan melakukan studi komparatif terhadap seluruh

sanad yang ada untuk satu matan yang sama.
Sedangkan cara mengkritisi kemungkinan terjadinya ‘illat yaitu dengan membandingbandingkan semua sanad yang ada untuk matan yang isinya semakna.
Hadis yang mengandung syudzudz (ke-syadz-an), oleh ulama’ disebut sebagai hadis
syadz, sedangkan lawan dari hadis syadz disebut hadis mahfuzh.
Menyimpulkan hasil studi kritik sanad
Dalam menyampaikan kesimpulan (natijah) harus disertakan pula argumen-argumen
yang jelas. Argumen-argumen ini dapat disampaikan sebelum ataupun sesudah rumusan
natijah dikemukakan.
Isi natijah untuk hadis yang dilihat dari segi jumlah periwatnya mungkin berupa
pernyataan bahwa hadis yang bersangkutan berstatus mutawatir dan jika tidak demikian,
maka hadis tersebut berstatus ahad.
Untuk hasil penelitian hadis ahad, maka natijahnya mungkin berisi pernyataan bahwa
hadis yang bersangkutan berkwlitas shahih atau hasan atau dha’if sesuai dengan apa yang
diteliti. Jika diperlukan, pernyataan kwalitas tersebut disertai dengan macamnya, misalnya
dengan mengemukakan bahwa hadis yang dikritisi berkwalitas shahih li ghayrihi atau hasan
li ghayrihi.
Adapun metode kritik matan, menurut al-A’zhami, banyak terfokus pada metode
mu’aradhah. Versi lain menyebutnya metode muqaranah (perbandingan) atau metode
muqabalah.
Metode mu’aradhah yang dimaksud adalah pencocokan konsep yang menjadi muatan

pokok setiap matan hadis, agar tetap terpelihara kebertautan dan keselarasan antar konsep
dengan hadis (sunnah) lain dengan dalil syariat lain. Langkah pencocokan itu dilakukan
dengan petunjuk eksplisit, yaitu dengan cara:
1. Mengkomparasikan hadis dengan al-Qur’an.
2. Membandingkan antar hadis atau antara hadis dengan sirah nabawiyah.
3. Mengkonfirmasikan riwayat hadis dengan realita dan sejarah.
4. Mengkomparasikan hadis dengan rasio.
5. Membandingkan hadis-hadis dari berbagai murid seorang ulama’.
6. Membandingkan pernyataan seorang ulama’ setelah berselang suatu waktu.
7. Perbandingan dokumen tertulis dengan hadis yang disampaikan dari ingatan.

Mengenai hal kritik matan, Al-Siba’i mengungkapkan bahwa:


Matan tidak boleh mengandung kata-kata yang aneh, yang tidak pernah diucapkan
oleh seorang ahli retorika atau penutur bahasa yang baik.



Tidak boleh bertentangan dengan pengertian-pengertian rasional yang aksiomatik,

yang sekiranya tidak mungkin ditakwilkan.



Tidak boleh bertentangan dengan kaidah-kaidah umum dalam hukum dan akhlak.



Tidak boleh bertentangan dengan indra dan kenyataan.



Tidak mengandung hal-hal yang hina, yang agama tentu tidak membenarkannya



Tidak bertentangan dengan hal-hal yang masuk akal dalam prinsip-prinsip
kepercayaan tentang sifat-sifat Allah dan para rosulNya.




Tidak boleh bertentangan dengan sunnatullah dalam alam dan manusia.



Tidak boleh bertentangan dengan kenyataan-kenyataan sejarah yang diketahui dari
zaman nabi saw.



Tidak boleh mengandung janji yang berlebihan dalam pahala untuk perbuatan kecil,
atau berlebihan dalam ancaman yang keras untuk perkara sepele.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Aktifitas penelitian hadis memiliki tujuan untuk mengetahui kualitas hadis yang diteliti
baik dari sisi sanad ataupun matan.
Dalam penelitian hadis (naqd al-hadits) klasik, model penelitian diarahkan kepada dua

segi: sanad dan matan. Dalam penelitian sanad, model yang ditempuh adalah dengan cara:
melakukan at-Takhrij, melakukan al-I’tibar, mengkritisi periwayat hadis dan metode
periwayatannya, meneliti syudzudz dan ‘illat, dan mengambil natijah.
Sedangkan dalam penelitian matan, menurut al-A’zhami dapat dilakukan dengan cara
mu’aradhah, yaitu pencocokan konsep yang menjadi muatan pokok setiap matan hadis, agar
tetap terpelihara kebertautan dan keselarasan antar konsep dengan hadis (sunnah) lain dengan
dalil syari’at yang lain. Langkah pencocokan itu dilakukan dengan petunjuk eksplisit alQur’an, sirah nabawiyah, pengetahuan sejarah, dan penalaran akal sehat.

DAFTAR PUSTAKA

Farida, Umma. Metodologi Penelitian Hadis. 2010. Kudus: Nora Media Enterprise.
Farida, Umma. Naqd Al-Hadits. 2009. Kudus: Nora Media Enterprise.
Ismail, M. Syuhudi. Kaedah Keshahihan Sanad Hadis. 1995. Jakarta: PT. Karya Unipress.
Soebahar, Erfan. Menguak Fakta Keabsahan Al-Sunnah. 1995. Jakarta: Prenada Media.