Analisis Efektivitas Sistem Informasi Ma (1)
Analisis Efektivitas Sistem Informasi Manajemen Aset Lahan
(Studi Kasus di Unit Manajemen Aset dan Perlengkapan
Kantor Cabang Utama PT Angkasa Pura II Persero Bandara
Udara Soekarno-Hatta)
Herlan
Mahasiswa Program Studi D4 Manajemen Aset Politeknik Negeri Bandung
Bandung – Jawa Barat
Email: Herlan.sst@gmail.com
Abstraksi
Sistem Informasi Manajemen Aset Lahan (SIMA Lahan) merupakan salah satu alat
yang digunakan untuk membantu perusahaan dalam mencapai pengelolaan aset lahan
yang efektif, efisien, akuntabel dan optimal. Kantor Cabang Utama PT Angkasa Pura II
(Persero) merupakan salah satu organisasi yang mengelola lahan cukup banyak dan
membutuhkan sistem informasi yang berkualitas untuk menunjang setiap proses
kegiatan pengelolaan lahan yang dilakukan meliputi perencanaan kebutuhan lahan,
pengadaan lahan, inventarisasi lahan, legal audit lahan, penggunaan/pemanfaatan lahan
serta pengalihan lahan. Oleh karenanya tujuan dari penelitian ini yakni untuk
menganalisis tentang seberapa tinggi efektivitas SIMA Lahan dalam membantu
aktivitas pengelolaan aset lahan yang dikelola Kantor Cabang Utama PT Angkasa Pura
II (Persero) selama ini.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yakni metode deskriptif kuantitatif.
Sedangkan alat analisis yang digunakan yakni model kesuksesan Sistem Informasi
menurut DeLone dan McLean (2008) meliputi kualitas sistem, kualitas informasi,
kualitas layanan, penggunaan sistem, kepuasan pengguna dan manfaat akhir. Dari hasil
penelitian diketahui bahwa SIMA Lahan yang digunakan KCU PT Angkasa Pura II
(Persero) selama ini kurang efektif, oleh karena itu perlunya perbaikan terhadap
kualitas sistem, kualitas informasi, kualitas layanan, penggunaan sistem, kepuasan
pengguna, sehingga manfaat akhir yang diharapkan dapat diperoleh oleh organisasi.
Kata kunci: SIMA Lahan, Analisis, Efektivitas, Pengelolaan Aset Lahan.
Latar Belakang Masalah
PT Angkasa Pura II (Persero) merupakan BUMN yang bergerak di bidang usaha jasa
pelayanan bandar udara yang memiliki aset sangat banyak dan tersebar di seluruh area
bandara di bawah naungan PT Angkasa Pura II (Persero). Pengelolaan atas aset-aset
tersebut dilimpahkan kepada kantor cabang perusahaan yang terdapat di setiap bandara
yang dikelola PT Angkasa Pura II (Persero). Salah satu dari tiga belas kantor cabang
yang mengelola aset paling banyak yakni Kantor Cabang Utama PT Angkasa Pura II
(Pesrero) Bandar Udara Soekarno - Hatta, tercatat aset yang dikelola oleh KCU PT
Angkasa Pura II (Persero) BSH memiliki nilai buku sebesar Rp.1.590.361.273.418,99
yang terdiri dari sembilan kategori jenis aset diantaranya: tanah/lahan, bangunan
lapangan, bangunan gedung-gedung, alat-alat perhubungan udara, alat-alat
pengangkutan, alat-alat kantor, instalansi dan jaringan, peralatan terminal dan gedunggedung, dan alat-alat perbengkelan. Dari sembilan kategori jenis aset tersebut, lahan
merupakan aset yang mempunyai masalah paling kompleks. Adapun luas lahan yang
dikelola KCU PT Angkasa Pura II BSH adalah seluas 18.278.728,50 m2 yang tersebar
di 29 lokasi lahan. Dari hasil wawancara peneliti dengan salah satu personil bagian
Manajemen Aset Tetap dan Pertanahan setidaknya ada tiga masalah utama yang terjadi
saat ini terkait pengelolaan lahan, diantaranya:
1. Masalah pengguna lahan ilegal yang mendirikan bangunan tanpa ijin tertulis di
atas lahan milik perusahaan;
2. Masalah lahan idle yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan akibat dari
tingginya biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) serta biaya pengamanan namun tanpa diimbangi dengan
pendapatan yang seharusnya dihasilkan dari lahan-lahan yang dikelola; dan
3. Masalah rencana penggunaan/pemanfaatan aset lahan yang sering berubah
mengakibatkan aset lahan terbengkalai lebih lama.
Guna menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang telah dipaparkan di atas, Unit
Manajemen Aset dan Perlengkapan telah melaksanakan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Melaksanakan pendataan pengguna lahan ilegal, memberi peringatan terhadap
pengguna lahan ilegal tersebut, penertiban dan melaksanakan pemagaran lahan.
2. Melaksanakan koordinasi dengan Unit Komersil terkait pemanfaatan lahan idle.
Mengingat lahan yang dikelola KCU PT Angkasa Pura II (Persero) BSH tersebar di
berbagai lokasi dengan total luas lahan sebesar 18.469.947,50 m2, manajemen
perusahaan memerlukan sistem informasi yang mampu menyajikan data yang
terintegrasi, sedangkan ketiga faslitas tersebut tidak dapat menyajikan data secara
terintegerasi dalam arti tidak dapat menyajikan data yang diperlukan secara utuh/bulat
seperti yang diperlukan perusahaan terkait informasi seluruh lahan yang dikelola.
Selain itu, penggunaan sistem informasi yang masih tardisional tersebut mengakibatkan
lambatnya personil terkait untuk menghimpun data-data penting terkait lahan sehingga
dapat menghambat dalam pengambilan keputusan strategis/keputusan rutin. Oleh
karena itu, perlu dilakukan pengembangan sistem informasi manajemen aset lahan yang
ada di KCU PT Angkasa Pura II (Persero) BSH. Sedangkan tujuan dari penelitian ini
adalah mengetahui efektivitas sistem informasi dengan menggunakan dimensi kualitas
sistem, kualitas informasi, kualitas layanan, kepuasan pengguna, penggunaan sistem,
dan manfaat akhir.
Tinjauan Pustaka
Sutabri (2005: 2) mendefinisikan bahwa “secara sederhana, suatu sistem dapat
diartikan sebagai suatu kumpulan atau himpunan dari unsur, komponen, atau variabel
yang terorganisisr, saling berinteraksi, saling tergantung satu sama lain, dan terpadu”.
Sementara itu, menurut Sugiama (2013: 226) “sebuah sistem adalah kumpulan dari
beberapa komponen atau sub sistem yang bersatu padu berfungsi untuk mencapai
sebuah tujuan”. Dari dua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa sistem adalah
sekumpulan sub sistem yang bersatu padu, saling tergantung satu sama lain dan bekerja
bersama-sama untuk mencapai sebuah tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan definisi
dari informasi menurut Sutabri (2005: 23) adalah “data yang telah diklasifikasi atau
diolah atau diinterpretasi untuk digunakan dalan proses pengambilan keputusan.
Siregar (2004, hal. 518) berpendapat bahwa manajemen aset merupakan hubungan
yang terintegrasi antara lima tahapan kerja yaitu:
1. Inventarisasi aset meliputi dua aspek yaitu inventarisasi fisik terdiri atas bentuk,
luas, lokasi, volume/jumlah, jenis, alamat, dll serta yuridis/legal terdiri atas
status penguasaan, masalah legal yang dimiliki, batas akhir penguasaan, dll.
Proses kerja yang dilakukan adalah pendataan, kodefikasi/labeling,
pengelompokkan dan pembukuan/administrasi sesuai dengan tujuan manajemen
aset.
2. Legal audit merupakan suatu lingkup kerja manajemen aset yang berupa
inventarisasi status penguasaan aset, sistem dan prosedur penguasaan atau
pengalihan aset, identifikasi dan memecahkan berbagai permasalahan legal.
3. Penilaian aset merupakan satu proses kerja menilai aset yang dikuasai oleh
konsultan penilaian yang independen. Hasil dari penilaian tersebut dapat
dimanfaatkan untuk mengetahui nilai kekayaan maupun informasi untuk
penetapan harga bagi aset yang ingin dijual.
4. Optimalisasi aset merupakan proses kerja dalam manajemen aset yang bertujuan
untuk mengoptimalkan potensi fisik, lokasi, nilai, jumlah/volume, legal dan
ekonomi yang dimiliki aset tersebut.
Penjelasan lebih rinci mengenai tahapan kerja manajemen aset dapat dilihat pada
Gambar I.1 berikut:
INVENTARIS
ASI ASET
LEGAL
AUDIT
PENILAIAN
ASET
SISTEM
INFORMASI
OPTIMALISASI
PEMANFAATAN
ASET
Sumber : Siregar (2004: 518)
Gambar II.4
Alur Manajemen Aset
Sugiama (2013, hal. 185) berpendapat bahwa Sistem Informasi Manajemen
Aset (SIMA) adalah sekumpulan atau serangkaian sub-sistem informasi yang
dikoordinasikan secara sistematis dan rasional untuk mentransformasikan data menjadi
informasi mengenai aset, sehingga dapat berguna bagi pengambilan keputusan dalam
pengelolaan aset di sebuah organisasi. Dalam organisai publik, SIMA telah
berkembang menjadi sebuah sistem yang terintegerasi sejak perencanaan kebutuhan
aset, pengadaan aset, inventarisasi aset, legak audit, operasi, pemeliaharaan,
penghapusan hingga pengalihan aset bersangkutan. Sebagai contoh, salah satu aplikasi
SIMA untuk pengadaan barang, kini di dalam organisasi pemerintahan telah
dikembangkan aplikasi LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik).
Menurut
DeLone dan McLean dalam Wu et. al (2013) model kesuksesan sistem DeLone McLean
ini tidak mengukur keenam dimensi pengukuran kesuksesan sistem informasi secara
terpisah tetapi mengukurnya secara keseluruhan dengan variabel yang satu
mempengaruhi varabel yang lainnya. Hal tersebut dibuktikan oleh Khayun et. al (2012)
dalam penelitannya yang berjudul “Assessing e-Excise Success with DeLone and
McLean’s Models” menemukan bahwa dimensi kualitas informasi berpengaruh
signifikan terhadap kepuasan pengguna, kualitas sistem berpengaruh signifikan
terhadap penggunaan dan kualitas pelayanan berpengaruh signifikan terhadap
penggunaan sebuah sistem informasi. Lebih lanjut mereka mengungkapkan bahwa
ketika pengguna sistem telah merasa puas, maka pada waktu yang sama, pengguna
akan dengan sendirinya menggunakan sistem informasi lebih intensif secara sukarela,
sehingga manfaat akhir dari sistem informasi tersebut akan mudah dicapai. Model ini
terus dikembangkan dengan mengacu kepada tiga dimensi yaitu kualitas sistem,
kualitas pelayanan dan kualitas informasi. Berikut adalah enam dimensi untuk
mengukur keberhasilan sebuah sistem informasi menurut DeLone dan McLean (2003):
1. Kualitas Sistem
Dalam mengukur kualitas sebuah sistem haruslah berfokus pada pada
karakteristik sistem yang hendak diteliti. Indikator yang digunakan DeLone dan
McLean adalah kemudahan untuk digunakan (ease of use), kemudahan untuk
diakses (system flexibility), kecepatan akses (response time), kecanggihan
teknologi (technology sophistication) dan ketahanan dari kerusakan (reliability).
Selain itu juga digunakan indikator lain yaitu keamanan sistem (security).
Sedangkan menurut Lin (2007), pengukur-pengukur kualitas sistem yakni
realibility, ease of access, response time dan ease to use.
2. Kualitas Informasi
Kualitas
sistem berhubungan dengan output yang diharapkan dari sebuah
sistem informasi yakni berupa laporan akhir yang dihasilkan sistem informasi
tersebut. Indikator-indikator untuk mengukur menurut Lin (2007) yakni
keakuratan informasi (accuracy), kesesuaian informasi (relevance), kekinian
informasi (currency), kecukupan informasi (sufficiency) dan kelengkapan
informasi (completeness).
3. Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan yang diterima pengguna sistem dari departemen sistem
informasi dan dukungan personil IT, atau dengan kata lain perbandingan
harapan pengguna sistem informasi dengan pelayanan yang diberikan oleh
personil departemen IT kepada pengguna sistem pada kondisi sebenarnya
(Yousapronpaiboon,
2014).
Sementara,
variabel
dalam
Petter
(2008)
menggambarkan kualitas pelayanan yang dipersepsikan oleh pengguna, yang
diukur dengan lima indikator yaitu memliki waktu respon yang cepat
(responsiveness), pelayanan yang akurat (accuracy), keandalan pelayanan
(realiability), kemampuan teknik (techinical competence), dan mengutamakan
kebutuhan pengguna (emphaty) dari masing-masing personil yang bersangkutan.
Sedangkan Parasuraman dan Zeithaml (1988) menjelaskan terdapat lima
indikator untuk mengukur kualitas pelayanan yakni tangibles, realibility,
responsiveness, assurance dan empathy.
4. Penggunaan Sistem
Penggunaan sistem berhubungan dengan intensitas pengguna sistem informasi
dalam menggunakan dan memanfaatkan kemampuan yang dimiliki sebuah
sistem informasi. Selain itu, menurut Hosnavi dan Ramezan (2010) peneliti
harus memperhatikan sifat penggunaan, ruang lingkup, kualitas, dan kesesuaian
penggunaan sistem. Indikator yang dapat digunakan untuk mengukur dimensi
ini menurut Godhue (1995) dalam Hosnavi dan Ramezan (2010) yakni Quality,
Currency, relavance and locability data , ease of use of the system dan response
time and presentation.
5. Kepuasan Pengguna
Kepuasan pengguan berhubungan dengan tingkat kepuasan pengguna terhadap
sistem informasi dan laporan akhir yang dihasilkan sebuah sistem. Doll dan
Torkzadeh (1988) menggunakan lima indikator untuk mengukur dimensi
kepuasan pengguna akhir sebuah sistem informasi, diantaranya, kesesuaian isi
informasi dengan kebutuhan (content), keakuratan informasi (accuarcy),
kejelasan format penyajian informasi (format), kemudahan untuk digunakan
(ease of use), dan mampu menyediakan informasi dengan tepat waktu
(timeliness).
6. Manfaat Akhir.
Menurut DeLone dan McLean (2003) manfaat akhir berhubungan dengan
sejauh mana sistem informasi memberikan kontribusi positif terhadap masingmasing personil, departemen, perusahaan atau bahkan memberikan kontribusi
positif terhadap negara. Indikator yang digunakan yaitu, membantu dalam
pengambilan keputusan, pencapaian tujuan organisasi dan memberikan antar
organisasi dan publik.
Berikut adalah model kesuksesan Sistem Informasi menurut DeLone dan McLean
(2003):
Sumber: Model Kesuksesan DeLone & McLean (2003)
Gambar I.2
Model Kesuksesan DeLone dan McLean yang Diperbaharui
Hasil dan Pembahasan
Kualitas sistem digambarkan dengan indikator berikut:
Tabel I.1
Hasil Analisis Kualitas Sistem
Indikator
Hasil Wawancara
Ya
Tidak
Data Dibutuhkan
Sistem tetap mudah digunakan walaupun telah lama
tidak digunakan
Reliability
Sistem tidak pernah gagal dalam input-proses-output
data
Sistem tersedia secara online
Ease of Access
Sistem dapat diakses melalui ponsel atau tablet atau
smartphone lainnya
Indikator : Response Time
√
√
√
√
Pernyataan
N
Mean
StdDev
Kriteria
Penilaian
Menghemat waktu kerja
30
2,2667
0,43968
Kurang Baik
Pernyataan
N
Mean
StdDev
Kriteria
Penilaian
Tidak perlu pelatihan khusus
30
4,0667
0,52083
Baik
Kesalahan mudah ditemukan untuk dikoreksi
30
1,7333
0,31495
Tidak Baik
Indikator : Ease to Use
2,9
Mean Ease to Use
Cukup Baik
Sumber: Hasil Olah Data Peneliti (2015)
Butir hasil wawancara diberi nilai 1 untuk jawaban “Ya” dan diberi nilai 0
untuk jawaban “Tidak”, maka dari hasil perhitungan diperoleh prosesntase jawaban
“Ya” sebesar 50% yang berada pada range 26% - 50% tergolong pada kriteria kurang
baik.
Kemudahan untuk diakses (Ease of Access) belum dapat dicapai oleh sistem
yang digunakan pada SIMA Lahan. Dari hasil perhitungan jawaban “Ya” pada butir
wawancara diperoleh prosentase sebesar 0% yang berada pada range 0% - 25% yang
menunjukkan bahwa hasil tersebut tergolong pada kriteria tidak baik.
Persepsi pengguna terhadap kecepatan waktu respon sistem menunjukkan nilai
rata-rata hitung setelah dibulatkan sebesar 2,23, berada pada indeks rentang antara 1,81
– 2,60 tergolong pada kriteria kurang baik. Persepsi pengguna terhadap kemudahan
penggunaan sistem (Ease to Use) memiliki rata-rata hitung setelah dibulatkan sebesar
2,90 yang berada pada indeks rentang antara 2,61 - 3,40 yang termasuk pada kriteria
cukup baik.
Keunggulan kualitas informasi dapat digambarkan dengan indikator berikut:
Tabel I.2
Hasil Analisis Kualitas Informasi
Indikator
Data Dibutuhkan
Hasil Wawancara
Ya
Accuracy
Tidak
√
Informasi akurat/bebas dari kesalahan-kesalahan
Informasi yang dihasilkan dapat dipercaya
Informasi sesuai dengan tugas yang diberikan
Informasi selalu diperbarui setiap ada perubahan data
Sistem menyajikan informasi mengenai perencanan
kebutuhan lahan
Sistem menyajikan informasi mengenai perencanan
pengadaan lahan
Sistem menyajikan informasi mengenai inventarisasi
lahan
Completeness
Sistem menyajikan informasi mengenai legal audit
lahan
Sistem menyajikan informasi mengenai penilaian lahan
Sistem
menyajikan
informasi
mengenai
penggunaan/pemanfaatan lahan
Sistem menyajikan informasi mengenai pengalihan
lahan
Indikator : Ease to Understand
√
√
√
Relevance
Currency
Pernyataan
N
Informasi disajikan dengan sederhana
30
Informasi disajikan dengan jelas
30
Mean Ease to Understand
√
√
√
√
√
√
√
StdDev
Kriteria
Penilaian
1,8000
0,80516
Tidak Baik
2,1000
1,95
0,80301
Kurang Baik
Mean
Kurang Baik
Sumber: Hasil Olah Data Peneliti (2015)
Untuk indikator akurasi (accuracy), berdasarkan hasil wawancara berada pada
kriteria kurang baik yakni sebesar 50%, hasil tersebut berada pada kriteria penilaian
antara 25% - 50%.
Hasil wawancara untuk mengukur indikator kesesuaian informasi (relevance)
dan kekinian data (currency) berada pada kriteria tidak baik yakni sebesar 0%, hasil
tersebut berada pada kriteria penilaian antara 0% - 25%.
Kelengkapan informasi yang disediakan oleh SIMA Lahan berada pada kriteria
kurang baik karena hanya menyediakan informasi mengenai inventarisasi lahan dan
informasi mengenai penggunaan dan opemanfaatan lahan. Hasil perhitungan butir
wawancara dengan staf pertanahan yakni sebesar 28%, hasil tersebut berada pada
kriteria penilaian antara 25% - 50%.
Persepsi pengguna terhadap indikator kemudahan untuk dimengerti (ease to
understand) memiliki rata-rata hitung setelah dibulatkan sebesar 1,95 yang berada pada
indeks rentang antara 1,81 – 2,60 yang termasuk pada kriteria kurang baik.
Kualitas layanan diukur dengan indikator berikut:
Tabel.3
Hasil Analisis Kualitas Layanan
Indikator : Tangibles
Pernyataan
N
Mean
StdDev
Kriteria Penilaian
SIMA Lahan memiliki tampilan menarik
secara visual
30
1,6333
0,30868
Tidak Baik
Pernyataan
N
Mean
StdDev
Kriteria Penilaian
Personil Unit IT selalu menepati janji
30
3,6000
0,62397
Baik
Pernyataan
N
Mean
StdDev
Kriteria Penilaian
Personil Unit IT memberikan perhatian
secara individual
30
2,3667
0,37502
Kurang Baik
Personil Unit IT memahami kebutuhan
khusus pengguna
30
2,2667
0,49149
Kurang Baik
Indikator : Reliability
Indikator : Empathy
2,5
Mean Empathy
Kurang Baik
Indikator : Responsiveness
Pernyataan
N
Mean
StdDev
Kriteria Penilaian
Personil Unit IT cepat tanggap
menangani masalah SIMA Lahan
30
3,3667
0,48992
Baik
Sumber: Hasil Olah Data Peneliti (2015)
Responden menilai indikator tangibles atau tampilan fisik pada SIMA Lahan
termasuk pada kriteria tidak baik dengan rata-rata hitung setelah pembulatan yakni
sebesar 1,6 yang mana hasil tersebut berada pada indeks rentang 1 – 1,80.
Persepsi responden terhadap indikator keandalan personil Unit IT dalam
melayani pengguna SIMA Lahan termasuk pada kriteria baik dengan hasil rata-rata
hitung setelah pembulatan yakni sebesar 3,6, hasil tersebut berada pada indeks rentang
3,41 – 4,20.
Persepsi pengguna terhadap indikator empati (empathy) memiliki rata-rata
hitung setelah dibulatkan sebesar 2,5 yang berada pada indeks rentang antara 1,81 –
2,60 yang termasuk pada kriteria kurang baik.
Sedangkan Persepsi responden terhadap indikator responsiveness atau kecepatan
personil unit IT dalam menanggapi masalah SIMA Lahan termasuk pada kriteria baik
dengan hasil rata-rata hitung setelah pembulatan yakni sebesar 3,6, hasil tersebut berada
pada indeks rentang 3,41 – 4,20.
Hasil analisis efektivitas penggunaan sistem menggambarkan keunggulan
sistem dari segi intensitas penggunaan sistem tersebut dan tingkat kebutuhan pengguna
akan sistem tersebut. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel I.4 berikut:
Tabel I.4
Hasil Analisis Kualitas Penggunaan Sistem
Indikator
Hasil Wawancara
Ya
Tidak
Data Dibutuhkan
SIMA Lahan selalu digunakan
perencanaan kebutuhan lahan
SIMA Lahan selalu digunakan
pengadaan lahan
SIMA Lahan selalu digunakan
inventarisasi lahan
Intensitas
SIMA Lahan selalu digunakan
Penggunaan
legal audit lahan
SIMA Lahan selalu digunakan
penilaian lahan
SIMA Lahan selalu digunakan
penggunaan/pemanfaatan lahan
SIMA Lahan selalu digunakan
pengalihan lahan
Indikator : Kebutuhan Penggunaan
pada proses kegiatan
√
pada proses kegiatan
√
pada proses kegiatan
√
pada proses kegiatan
√
pada proses kegiatan
√
pada proses kegiatan
√
pada proses kegiatan
√
Pernyataan
N
Mean
StdDev
Kriteria Penilaian
SIMA Lahan memang dibutuhkan
dalam menyelesaikan tugas/
pekerjaan
30
3,6667
0,8441
Baik
Sumber: Hasil Olah Data Peneliti (2015)
Hasil dari wawancara analisis efektivitas penggunaan sistem didapat bahawa
indikator intensitas penggunaan berada pada kriteria penilaian tidak baik yakni sebesar
14% yang berarti ada pada kriteria penilaian antara 0% - 25%.
Menurut persepsi pengguna yang menilai tingkat kebutuhan mereka terhadap
penggunaan sistem dalam membantu tugas/pekerjaan didapat hasil rata-rata setelah
pembulatan yakni sebesar 3,7 yang berarti termasuk pada kriteria baik, nilai rata-rata
tersebut berada pada pada indeks rentang antara 3,41 – 4,20.
Dari hasil wawancara dengan pengguna diketahui bahwa intensitas penggunaan
SIMA Lahan masih termasuk ke dalam kategori tidak baik, hal tersebut dikarenakan
SIMA Lahan tidak selalu digunakan ketika melaksanakan proses kegiatan pengelolaan
aset lahan Namun demikian, pengguna berpendapat bahwa tingkat kebutuhan mereka
terhadap SIMA Lahan termasuk ke dalam kategori baik. Artinya, SIMA Lahan
memiliki peran yang cukup penting dalam membantu menyelesaikan tugas/pekerjaan
pengguna.
Kepuasan pengguna terhadap SIMA Lahan diukur dengan indikator berikut:
Tabel I.5
Hasil Analisis Kepuasan Pengguna
Indikator : Content
Pernyataan
N
Mean
StdDev
Kriteria Penilaian
Konten pada SIMA Lahan sesuai dengan
yang dibutuhkan
30
2,0000
0,36682
Kurang Baik
Pernyataan
N
Mean
StdDev
Kriteria Penilaian
SIMA Lahan memiliki sistem yang
bersifat akurat
30
1,8000
0,31026
Tidak Baik
Saya puas dengan keakuratan Sistem
30
1,7333
0,24662
Tidak Baik
Indikator : Accuracy
1,76665
Mean Accuracy
Tidak Baik
Indikator : Format
Pernyataan
N
Mean
StdDev
Kriteria Penilaian
Format informasi sesuai dengan yang
dibutuhkan
30
1,9667
0,31489
Kurang Baik
Format informasi dapat dipahami
dengan jelas
30
2,4000
0,39443
Baik
2,18335
Mean Format
Kurang Baik
Indikator : Ease of Use
Pernyataan
N
Mean
StdDev
Kriteria Penilaian
Sistem mudah digunakan
30
3,5667
0,89763
Baik
SIMA Lahan bersifat User Friendly
30
3,1333
0,59955
Cukup Baik
Mean Ease of Use
3,35
Cukup Baik
Indikator : Timeliness
Pernyataan
Mean
StdDev
Kriteria Penilaian
Saya mendapatkan informasi dengan tepat waktu
2,2333
0,39763
Kurang Baik
Sumber: Hasil Olah Data Peneliti (2015)
Menurut persepsi pengguna yang menilai indikator kesesuaian isi informasi
(content) dengan kebutuhan yang ada pada SIMA Lahan, indikator tersebut masuk pada
kriteria kurang baik dengan rata-rata hitung sebesar 2,0 atau berada pada indeks rentang
1,81 – 2,60.
Untuk tingkat keakuratan sistem yang diadaptasi oleh SIMA Lahan, responden
berpendapat bahwa indikator tersebut termasuk pada kriteria penialian tidak baik yakni
dengan nilai rata-rata setelah pembulatan sebesar 1,77 yang berada pada indeks rentang
antara 1 – 1,80.
Format informasi yang dihasilkan sistem yang diadaptasi oleh SIMA Lahan
dinilai oleh responden termasuk pada kriteria penialian tidak baik yakni dengan nilai
rata-rata setelah pembulatan sebesar 2,2 yang berada pada indeks rentang antara 1,81 –
2,60.
Untuk indikator kemudahan penggunaan sistem, responden berpendapat bahwa
indikator tersebut termasuk pada kriteria cukup baik dengan nilai rata-rata setelah
pembulatan yakni sebesar 3,3 yang berada pada indeks rentang antara 2,61 – 3,40.
Indikator timeliness berdasarkan persepsi responden mendapat kriteria penilaian
kurang baik dengan nilai rata-rata hitung setelah pembulatan yakni sebesar 2,2 yang
berarti termasuk pada indeks rentang 1,81 – 2,60.
Hasil analsisis efektivitas manfaat akhir merupakan penilaian mengenai
seberapa tinggi efektivitas SIMA Lahan membantu organisasi dalam mencapai tujuan
organisasi. Indikator yang digunakan untuk menilai efektivitas dimensi manfaat akhir
meliputi tingkat pengambilan keputusan, penghematan biaya dan pencapaian tujuan
organisasi. Untuk memperoleh gambaran mengenai tingkat manfaat yang diberikan
SIMA Lahan kepada organisasi dapat dilihat pada tabel I.6 berikut:
Tabel I.6
Hasil Analisis Manfaat Akhir
Indikator
Data Dibutuhkan
Pengambilan
Keputusan
Keputusan perencanaan kebutuhan aset lahan
berdasarkan informasi yang tersedia pada SIMA Lahan
Keputusan pengadaan aset berdasarkan informasi
mengenai perencaan kebutuhan yang ada pada SIMA
Lahan
Penghematan
SIMA Lahan mampu menghemat penggunaan kertas
Biaya
Peningkatan
SIMA Lahan membantu meningkatkan pendapatan
Pendapatan
yang diperoleh dari lahan
Sumber: Hasil Olah Data Peneliti (2015)
Hasil Wawancara
Ya
Tidak
√
√
√
√
Hasil dari wawancara analisis efektivitas manfaat akhir sistem diketahui
menghasilkan prosentase 25% yang termasuk pada kriteria penilaian antara 0% - 25%,
hal tersebut berarti tingkat manfaat akhir yang diberikan SIMA Lahan kepada
organisasi berada pada kriteria tidak baik. Hal tersebut dikarenakan SIMA Lahan saat
ini belum mampu dijadikan landasan utama dalam proses pengambilan keputusan
strategis mengenai pengelolaan lahan, melainkan informasi yang dihasilkan harus
diolah kembali oleh staf pertanahan supaya menjadi informasi yang bernilai.
Simpulan dan Saran
Kualitas Sistem Informasi Manajemen Aset Lahan yang digunakan oleh KCU PT
Angkasa Pura II (Persero) masih berada pada kategori kurang baik. Hal tersebut
dikarenakan hampir semua indikator yang diukur berada pada kategori yang kurang
baik. Oleh karenanya, KCU PT Angkasa Pura II (Persero) harus segera
mengembangkan sistem informasi yang digunakannya terutama pengembangan pada
indikator kualitas sistem.
Daftar Pustaka
Ballantine, J., Bonner, M., Levy, M., Martin, A., Munro, I., dan Powell, P. L. 1996.
“The 3-D Model of Information Systems Success: the Search for the dependent
variable
continues”.
Information
Resources
Management
Journal. Vol 9 no. 4. ABI/INFORM research pp.5-14
DeLone, William H., & McLean, Ephraim R. 1992. “Information System Success: The
Quest for the Dependent Variable”. The Institute of Management Sciences.
1992. 3:1
DeLone, William H., & McLean, Ephraim R. 1992. “Measuring Information Success:
Models, Dimensions, Measures, and Interrelationships”. European Journal of
Information System. 2008. 236-263.
DeLone, William H., & McLean, Ephraim R. 2003. “The DeLone and McLean Model
of Information System Success: A Tean-Year Update”. Journal of Information
Management System. Spring 2003. 19:9-30
Doll, J. William; Torkzadeh and Gholamreza. “The Measurement of End-User
Computing Satisfaction”. MIS Quarterly. Jun 1988; 12, 2; ProQuest pg. 259
Hosnavi, R., Ramezan, M. 2010. “Measuring the Effectiveness of A Human Resource
Information System in National Iranian Oil Company”. Emerald Group. Vol. 3:
1. pp. 28 – 39
Jakarta Property. Masa Depan BUMN Property Terganjal RUU Pertanahan [online]
Tersedia:
http://jktproperty.com/masa-depan-bumn-properti-terganjal-ruu-
pertanahan/. 2014. [22 November 2014]
Khayun, W., Rachtam, P., Firpo, D. 2012. “Assessing e-Excise Success with DeLone
and McLean Models”. The Journal of Computer Information System. Spring
2012: 52, 3. 31 – 40
Pérez-Méndez, Antonio, J., Machado-Cabezas, A. 2013. “Relationship Between
Management
Information
Systems
and Corporate Performance”. Spanish Accounting Review. 31 (July): 9
Petter, S., DeLone, W., McLean, E. 2008. “Measuring Information Sistem Success:
Models, Dimensions, Measures, and Interrelationships”. European Journal of
Information System: 236-263.
Parasuraman, A., Zeithaml, V. A. & Berry, L. L. 1988. SERVQUAL: A Multiple-item
Scale for Measuring Customer Perception of Service Quality. Journal of
Retailing. 6 (41), 12 - 40
Rainer, R Kelly, Jr., Watson, Hugh J. 1995. “The Keys to Executive Information
Success”. Journal of Management Information System. 12 (February): 83
Siregar, Doli. 2004. Manajemen Aset: Stratetegi Penataan Konsep Pembangunan
Berkelanjutan secara Nasional dalam Konteks Kepala Daerah sebagai CEO’s
pada Era Globalisasi & Otonom Daerah. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.
Sugiama, Gima. 2013. Manajemen Aset Pariwisata: Pelayanan Berkualitas agar
Wisatawan Puas dan Loyal. Bandung. Guardaya Intimarta.
Sugiama, Gima. 2008. Metode Riset Bisnis dan Manajemen. Bandung. Guardaya
Intimarta.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung.
Alfabeta
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung. alfabeta
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Bisnis. Bandung. Alfabeta
Sutabri, Tata. 2005. Sistem Informasi Manajemen. Yogyakarta. Andi.
Tahyudin, Imam. 2012. Statistika Dasar, Teori dan Praktek. Purwokerto. Zahira Media
Publisher
Terry, George R. 2000. Principles of Management Alih Bahasa Winardi. Penerbit
Alumni. Bandung
Unit Manajemen Aset dan Perlengkapan. Buku Aktiva Tetap Logistic & Asset
Soekarno Hatta-International Airport periode 31 Desember 2013. Angkasa Pura
II: Catatan Aktiva Tetap. 2013.
Viswanath, V., Davis, Fred D. 2000. “A Theoritical Extension of the Technology
Acceptance Model: Four Longitudinal Field Studies”. Management Science.
Vol. 46: 2, pg. 186
Wu, M., Tang, Y., Lo, H. 2013. “A Study on the Willingness to Use Information
System of Sport Event Based on Information System Success Model”. The
Journal of Human Resource and Adult Learning. Vol. 9, Num. 2. December
2013: 31 – 40
Yousapronpaiboon. 2014. “Measuring Higer Education Service Quality in Thailand”.
Procedia-Social and Behavioral Sciences. 1088-1095.
Tentang Penulis
Herlan, lahir di Tasikmalaya pada tanggal 23 Agustus 1992. Menempuh
pendidikan Sekolah Dasar di SDN Cintawangi Tasikmalaya, SMP
Muhammadiyah Singaparna, SMA Negeri 2 Tasikmalaya, serta
menyelesaikan pendidikan diploma IV Manajemen Aset di Politeknik
Negeri Bandung pada tahun 2015. Sejak di bangku SMP penulis sering berpartisipasi
aktif dalam organisasi internal sekolah, tercatat pernah menjabat sebagai Bendahara
Umum Ikatan Pelajar Muhammadiyah periode 2006-2007, wakil ketua Majelis
Perwakilan Kelas SMAN 2 Tasikmalaya periode 2009-2010, dan Ketua Umum Majelis
Perwakilan Anggota Himpunan Mahasiswa Administrasi Niaga POLBAN.
(Studi Kasus di Unit Manajemen Aset dan Perlengkapan
Kantor Cabang Utama PT Angkasa Pura II Persero Bandara
Udara Soekarno-Hatta)
Herlan
Mahasiswa Program Studi D4 Manajemen Aset Politeknik Negeri Bandung
Bandung – Jawa Barat
Email: Herlan.sst@gmail.com
Abstraksi
Sistem Informasi Manajemen Aset Lahan (SIMA Lahan) merupakan salah satu alat
yang digunakan untuk membantu perusahaan dalam mencapai pengelolaan aset lahan
yang efektif, efisien, akuntabel dan optimal. Kantor Cabang Utama PT Angkasa Pura II
(Persero) merupakan salah satu organisasi yang mengelola lahan cukup banyak dan
membutuhkan sistem informasi yang berkualitas untuk menunjang setiap proses
kegiatan pengelolaan lahan yang dilakukan meliputi perencanaan kebutuhan lahan,
pengadaan lahan, inventarisasi lahan, legal audit lahan, penggunaan/pemanfaatan lahan
serta pengalihan lahan. Oleh karenanya tujuan dari penelitian ini yakni untuk
menganalisis tentang seberapa tinggi efektivitas SIMA Lahan dalam membantu
aktivitas pengelolaan aset lahan yang dikelola Kantor Cabang Utama PT Angkasa Pura
II (Persero) selama ini.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yakni metode deskriptif kuantitatif.
Sedangkan alat analisis yang digunakan yakni model kesuksesan Sistem Informasi
menurut DeLone dan McLean (2008) meliputi kualitas sistem, kualitas informasi,
kualitas layanan, penggunaan sistem, kepuasan pengguna dan manfaat akhir. Dari hasil
penelitian diketahui bahwa SIMA Lahan yang digunakan KCU PT Angkasa Pura II
(Persero) selama ini kurang efektif, oleh karena itu perlunya perbaikan terhadap
kualitas sistem, kualitas informasi, kualitas layanan, penggunaan sistem, kepuasan
pengguna, sehingga manfaat akhir yang diharapkan dapat diperoleh oleh organisasi.
Kata kunci: SIMA Lahan, Analisis, Efektivitas, Pengelolaan Aset Lahan.
Latar Belakang Masalah
PT Angkasa Pura II (Persero) merupakan BUMN yang bergerak di bidang usaha jasa
pelayanan bandar udara yang memiliki aset sangat banyak dan tersebar di seluruh area
bandara di bawah naungan PT Angkasa Pura II (Persero). Pengelolaan atas aset-aset
tersebut dilimpahkan kepada kantor cabang perusahaan yang terdapat di setiap bandara
yang dikelola PT Angkasa Pura II (Persero). Salah satu dari tiga belas kantor cabang
yang mengelola aset paling banyak yakni Kantor Cabang Utama PT Angkasa Pura II
(Pesrero) Bandar Udara Soekarno - Hatta, tercatat aset yang dikelola oleh KCU PT
Angkasa Pura II (Persero) BSH memiliki nilai buku sebesar Rp.1.590.361.273.418,99
yang terdiri dari sembilan kategori jenis aset diantaranya: tanah/lahan, bangunan
lapangan, bangunan gedung-gedung, alat-alat perhubungan udara, alat-alat
pengangkutan, alat-alat kantor, instalansi dan jaringan, peralatan terminal dan gedunggedung, dan alat-alat perbengkelan. Dari sembilan kategori jenis aset tersebut, lahan
merupakan aset yang mempunyai masalah paling kompleks. Adapun luas lahan yang
dikelola KCU PT Angkasa Pura II BSH adalah seluas 18.278.728,50 m2 yang tersebar
di 29 lokasi lahan. Dari hasil wawancara peneliti dengan salah satu personil bagian
Manajemen Aset Tetap dan Pertanahan setidaknya ada tiga masalah utama yang terjadi
saat ini terkait pengelolaan lahan, diantaranya:
1. Masalah pengguna lahan ilegal yang mendirikan bangunan tanpa ijin tertulis di
atas lahan milik perusahaan;
2. Masalah lahan idle yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan akibat dari
tingginya biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) serta biaya pengamanan namun tanpa diimbangi dengan
pendapatan yang seharusnya dihasilkan dari lahan-lahan yang dikelola; dan
3. Masalah rencana penggunaan/pemanfaatan aset lahan yang sering berubah
mengakibatkan aset lahan terbengkalai lebih lama.
Guna menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang telah dipaparkan di atas, Unit
Manajemen Aset dan Perlengkapan telah melaksanakan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Melaksanakan pendataan pengguna lahan ilegal, memberi peringatan terhadap
pengguna lahan ilegal tersebut, penertiban dan melaksanakan pemagaran lahan.
2. Melaksanakan koordinasi dengan Unit Komersil terkait pemanfaatan lahan idle.
Mengingat lahan yang dikelola KCU PT Angkasa Pura II (Persero) BSH tersebar di
berbagai lokasi dengan total luas lahan sebesar 18.469.947,50 m2, manajemen
perusahaan memerlukan sistem informasi yang mampu menyajikan data yang
terintegrasi, sedangkan ketiga faslitas tersebut tidak dapat menyajikan data secara
terintegerasi dalam arti tidak dapat menyajikan data yang diperlukan secara utuh/bulat
seperti yang diperlukan perusahaan terkait informasi seluruh lahan yang dikelola.
Selain itu, penggunaan sistem informasi yang masih tardisional tersebut mengakibatkan
lambatnya personil terkait untuk menghimpun data-data penting terkait lahan sehingga
dapat menghambat dalam pengambilan keputusan strategis/keputusan rutin. Oleh
karena itu, perlu dilakukan pengembangan sistem informasi manajemen aset lahan yang
ada di KCU PT Angkasa Pura II (Persero) BSH. Sedangkan tujuan dari penelitian ini
adalah mengetahui efektivitas sistem informasi dengan menggunakan dimensi kualitas
sistem, kualitas informasi, kualitas layanan, kepuasan pengguna, penggunaan sistem,
dan manfaat akhir.
Tinjauan Pustaka
Sutabri (2005: 2) mendefinisikan bahwa “secara sederhana, suatu sistem dapat
diartikan sebagai suatu kumpulan atau himpunan dari unsur, komponen, atau variabel
yang terorganisisr, saling berinteraksi, saling tergantung satu sama lain, dan terpadu”.
Sementara itu, menurut Sugiama (2013: 226) “sebuah sistem adalah kumpulan dari
beberapa komponen atau sub sistem yang bersatu padu berfungsi untuk mencapai
sebuah tujuan”. Dari dua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa sistem adalah
sekumpulan sub sistem yang bersatu padu, saling tergantung satu sama lain dan bekerja
bersama-sama untuk mencapai sebuah tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan definisi
dari informasi menurut Sutabri (2005: 23) adalah “data yang telah diklasifikasi atau
diolah atau diinterpretasi untuk digunakan dalan proses pengambilan keputusan.
Siregar (2004, hal. 518) berpendapat bahwa manajemen aset merupakan hubungan
yang terintegrasi antara lima tahapan kerja yaitu:
1. Inventarisasi aset meliputi dua aspek yaitu inventarisasi fisik terdiri atas bentuk,
luas, lokasi, volume/jumlah, jenis, alamat, dll serta yuridis/legal terdiri atas
status penguasaan, masalah legal yang dimiliki, batas akhir penguasaan, dll.
Proses kerja yang dilakukan adalah pendataan, kodefikasi/labeling,
pengelompokkan dan pembukuan/administrasi sesuai dengan tujuan manajemen
aset.
2. Legal audit merupakan suatu lingkup kerja manajemen aset yang berupa
inventarisasi status penguasaan aset, sistem dan prosedur penguasaan atau
pengalihan aset, identifikasi dan memecahkan berbagai permasalahan legal.
3. Penilaian aset merupakan satu proses kerja menilai aset yang dikuasai oleh
konsultan penilaian yang independen. Hasil dari penilaian tersebut dapat
dimanfaatkan untuk mengetahui nilai kekayaan maupun informasi untuk
penetapan harga bagi aset yang ingin dijual.
4. Optimalisasi aset merupakan proses kerja dalam manajemen aset yang bertujuan
untuk mengoptimalkan potensi fisik, lokasi, nilai, jumlah/volume, legal dan
ekonomi yang dimiliki aset tersebut.
Penjelasan lebih rinci mengenai tahapan kerja manajemen aset dapat dilihat pada
Gambar I.1 berikut:
INVENTARIS
ASI ASET
LEGAL
AUDIT
PENILAIAN
ASET
SISTEM
INFORMASI
OPTIMALISASI
PEMANFAATAN
ASET
Sumber : Siregar (2004: 518)
Gambar II.4
Alur Manajemen Aset
Sugiama (2013, hal. 185) berpendapat bahwa Sistem Informasi Manajemen
Aset (SIMA) adalah sekumpulan atau serangkaian sub-sistem informasi yang
dikoordinasikan secara sistematis dan rasional untuk mentransformasikan data menjadi
informasi mengenai aset, sehingga dapat berguna bagi pengambilan keputusan dalam
pengelolaan aset di sebuah organisasi. Dalam organisai publik, SIMA telah
berkembang menjadi sebuah sistem yang terintegerasi sejak perencanaan kebutuhan
aset, pengadaan aset, inventarisasi aset, legak audit, operasi, pemeliaharaan,
penghapusan hingga pengalihan aset bersangkutan. Sebagai contoh, salah satu aplikasi
SIMA untuk pengadaan barang, kini di dalam organisasi pemerintahan telah
dikembangkan aplikasi LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik).
Menurut
DeLone dan McLean dalam Wu et. al (2013) model kesuksesan sistem DeLone McLean
ini tidak mengukur keenam dimensi pengukuran kesuksesan sistem informasi secara
terpisah tetapi mengukurnya secara keseluruhan dengan variabel yang satu
mempengaruhi varabel yang lainnya. Hal tersebut dibuktikan oleh Khayun et. al (2012)
dalam penelitannya yang berjudul “Assessing e-Excise Success with DeLone and
McLean’s Models” menemukan bahwa dimensi kualitas informasi berpengaruh
signifikan terhadap kepuasan pengguna, kualitas sistem berpengaruh signifikan
terhadap penggunaan dan kualitas pelayanan berpengaruh signifikan terhadap
penggunaan sebuah sistem informasi. Lebih lanjut mereka mengungkapkan bahwa
ketika pengguna sistem telah merasa puas, maka pada waktu yang sama, pengguna
akan dengan sendirinya menggunakan sistem informasi lebih intensif secara sukarela,
sehingga manfaat akhir dari sistem informasi tersebut akan mudah dicapai. Model ini
terus dikembangkan dengan mengacu kepada tiga dimensi yaitu kualitas sistem,
kualitas pelayanan dan kualitas informasi. Berikut adalah enam dimensi untuk
mengukur keberhasilan sebuah sistem informasi menurut DeLone dan McLean (2003):
1. Kualitas Sistem
Dalam mengukur kualitas sebuah sistem haruslah berfokus pada pada
karakteristik sistem yang hendak diteliti. Indikator yang digunakan DeLone dan
McLean adalah kemudahan untuk digunakan (ease of use), kemudahan untuk
diakses (system flexibility), kecepatan akses (response time), kecanggihan
teknologi (technology sophistication) dan ketahanan dari kerusakan (reliability).
Selain itu juga digunakan indikator lain yaitu keamanan sistem (security).
Sedangkan menurut Lin (2007), pengukur-pengukur kualitas sistem yakni
realibility, ease of access, response time dan ease to use.
2. Kualitas Informasi
Kualitas
sistem berhubungan dengan output yang diharapkan dari sebuah
sistem informasi yakni berupa laporan akhir yang dihasilkan sistem informasi
tersebut. Indikator-indikator untuk mengukur menurut Lin (2007) yakni
keakuratan informasi (accuracy), kesesuaian informasi (relevance), kekinian
informasi (currency), kecukupan informasi (sufficiency) dan kelengkapan
informasi (completeness).
3. Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan yang diterima pengguna sistem dari departemen sistem
informasi dan dukungan personil IT, atau dengan kata lain perbandingan
harapan pengguna sistem informasi dengan pelayanan yang diberikan oleh
personil departemen IT kepada pengguna sistem pada kondisi sebenarnya
(Yousapronpaiboon,
2014).
Sementara,
variabel
dalam
Petter
(2008)
menggambarkan kualitas pelayanan yang dipersepsikan oleh pengguna, yang
diukur dengan lima indikator yaitu memliki waktu respon yang cepat
(responsiveness), pelayanan yang akurat (accuracy), keandalan pelayanan
(realiability), kemampuan teknik (techinical competence), dan mengutamakan
kebutuhan pengguna (emphaty) dari masing-masing personil yang bersangkutan.
Sedangkan Parasuraman dan Zeithaml (1988) menjelaskan terdapat lima
indikator untuk mengukur kualitas pelayanan yakni tangibles, realibility,
responsiveness, assurance dan empathy.
4. Penggunaan Sistem
Penggunaan sistem berhubungan dengan intensitas pengguna sistem informasi
dalam menggunakan dan memanfaatkan kemampuan yang dimiliki sebuah
sistem informasi. Selain itu, menurut Hosnavi dan Ramezan (2010) peneliti
harus memperhatikan sifat penggunaan, ruang lingkup, kualitas, dan kesesuaian
penggunaan sistem. Indikator yang dapat digunakan untuk mengukur dimensi
ini menurut Godhue (1995) dalam Hosnavi dan Ramezan (2010) yakni Quality,
Currency, relavance and locability data , ease of use of the system dan response
time and presentation.
5. Kepuasan Pengguna
Kepuasan pengguan berhubungan dengan tingkat kepuasan pengguna terhadap
sistem informasi dan laporan akhir yang dihasilkan sebuah sistem. Doll dan
Torkzadeh (1988) menggunakan lima indikator untuk mengukur dimensi
kepuasan pengguna akhir sebuah sistem informasi, diantaranya, kesesuaian isi
informasi dengan kebutuhan (content), keakuratan informasi (accuarcy),
kejelasan format penyajian informasi (format), kemudahan untuk digunakan
(ease of use), dan mampu menyediakan informasi dengan tepat waktu
(timeliness).
6. Manfaat Akhir.
Menurut DeLone dan McLean (2003) manfaat akhir berhubungan dengan
sejauh mana sistem informasi memberikan kontribusi positif terhadap masingmasing personil, departemen, perusahaan atau bahkan memberikan kontribusi
positif terhadap negara. Indikator yang digunakan yaitu, membantu dalam
pengambilan keputusan, pencapaian tujuan organisasi dan memberikan antar
organisasi dan publik.
Berikut adalah model kesuksesan Sistem Informasi menurut DeLone dan McLean
(2003):
Sumber: Model Kesuksesan DeLone & McLean (2003)
Gambar I.2
Model Kesuksesan DeLone dan McLean yang Diperbaharui
Hasil dan Pembahasan
Kualitas sistem digambarkan dengan indikator berikut:
Tabel I.1
Hasil Analisis Kualitas Sistem
Indikator
Hasil Wawancara
Ya
Tidak
Data Dibutuhkan
Sistem tetap mudah digunakan walaupun telah lama
tidak digunakan
Reliability
Sistem tidak pernah gagal dalam input-proses-output
data
Sistem tersedia secara online
Ease of Access
Sistem dapat diakses melalui ponsel atau tablet atau
smartphone lainnya
Indikator : Response Time
√
√
√
√
Pernyataan
N
Mean
StdDev
Kriteria
Penilaian
Menghemat waktu kerja
30
2,2667
0,43968
Kurang Baik
Pernyataan
N
Mean
StdDev
Kriteria
Penilaian
Tidak perlu pelatihan khusus
30
4,0667
0,52083
Baik
Kesalahan mudah ditemukan untuk dikoreksi
30
1,7333
0,31495
Tidak Baik
Indikator : Ease to Use
2,9
Mean Ease to Use
Cukup Baik
Sumber: Hasil Olah Data Peneliti (2015)
Butir hasil wawancara diberi nilai 1 untuk jawaban “Ya” dan diberi nilai 0
untuk jawaban “Tidak”, maka dari hasil perhitungan diperoleh prosesntase jawaban
“Ya” sebesar 50% yang berada pada range 26% - 50% tergolong pada kriteria kurang
baik.
Kemudahan untuk diakses (Ease of Access) belum dapat dicapai oleh sistem
yang digunakan pada SIMA Lahan. Dari hasil perhitungan jawaban “Ya” pada butir
wawancara diperoleh prosentase sebesar 0% yang berada pada range 0% - 25% yang
menunjukkan bahwa hasil tersebut tergolong pada kriteria tidak baik.
Persepsi pengguna terhadap kecepatan waktu respon sistem menunjukkan nilai
rata-rata hitung setelah dibulatkan sebesar 2,23, berada pada indeks rentang antara 1,81
– 2,60 tergolong pada kriteria kurang baik. Persepsi pengguna terhadap kemudahan
penggunaan sistem (Ease to Use) memiliki rata-rata hitung setelah dibulatkan sebesar
2,90 yang berada pada indeks rentang antara 2,61 - 3,40 yang termasuk pada kriteria
cukup baik.
Keunggulan kualitas informasi dapat digambarkan dengan indikator berikut:
Tabel I.2
Hasil Analisis Kualitas Informasi
Indikator
Data Dibutuhkan
Hasil Wawancara
Ya
Accuracy
Tidak
√
Informasi akurat/bebas dari kesalahan-kesalahan
Informasi yang dihasilkan dapat dipercaya
Informasi sesuai dengan tugas yang diberikan
Informasi selalu diperbarui setiap ada perubahan data
Sistem menyajikan informasi mengenai perencanan
kebutuhan lahan
Sistem menyajikan informasi mengenai perencanan
pengadaan lahan
Sistem menyajikan informasi mengenai inventarisasi
lahan
Completeness
Sistem menyajikan informasi mengenai legal audit
lahan
Sistem menyajikan informasi mengenai penilaian lahan
Sistem
menyajikan
informasi
mengenai
penggunaan/pemanfaatan lahan
Sistem menyajikan informasi mengenai pengalihan
lahan
Indikator : Ease to Understand
√
√
√
Relevance
Currency
Pernyataan
N
Informasi disajikan dengan sederhana
30
Informasi disajikan dengan jelas
30
Mean Ease to Understand
√
√
√
√
√
√
√
StdDev
Kriteria
Penilaian
1,8000
0,80516
Tidak Baik
2,1000
1,95
0,80301
Kurang Baik
Mean
Kurang Baik
Sumber: Hasil Olah Data Peneliti (2015)
Untuk indikator akurasi (accuracy), berdasarkan hasil wawancara berada pada
kriteria kurang baik yakni sebesar 50%, hasil tersebut berada pada kriteria penilaian
antara 25% - 50%.
Hasil wawancara untuk mengukur indikator kesesuaian informasi (relevance)
dan kekinian data (currency) berada pada kriteria tidak baik yakni sebesar 0%, hasil
tersebut berada pada kriteria penilaian antara 0% - 25%.
Kelengkapan informasi yang disediakan oleh SIMA Lahan berada pada kriteria
kurang baik karena hanya menyediakan informasi mengenai inventarisasi lahan dan
informasi mengenai penggunaan dan opemanfaatan lahan. Hasil perhitungan butir
wawancara dengan staf pertanahan yakni sebesar 28%, hasil tersebut berada pada
kriteria penilaian antara 25% - 50%.
Persepsi pengguna terhadap indikator kemudahan untuk dimengerti (ease to
understand) memiliki rata-rata hitung setelah dibulatkan sebesar 1,95 yang berada pada
indeks rentang antara 1,81 – 2,60 yang termasuk pada kriteria kurang baik.
Kualitas layanan diukur dengan indikator berikut:
Tabel.3
Hasil Analisis Kualitas Layanan
Indikator : Tangibles
Pernyataan
N
Mean
StdDev
Kriteria Penilaian
SIMA Lahan memiliki tampilan menarik
secara visual
30
1,6333
0,30868
Tidak Baik
Pernyataan
N
Mean
StdDev
Kriteria Penilaian
Personil Unit IT selalu menepati janji
30
3,6000
0,62397
Baik
Pernyataan
N
Mean
StdDev
Kriteria Penilaian
Personil Unit IT memberikan perhatian
secara individual
30
2,3667
0,37502
Kurang Baik
Personil Unit IT memahami kebutuhan
khusus pengguna
30
2,2667
0,49149
Kurang Baik
Indikator : Reliability
Indikator : Empathy
2,5
Mean Empathy
Kurang Baik
Indikator : Responsiveness
Pernyataan
N
Mean
StdDev
Kriteria Penilaian
Personil Unit IT cepat tanggap
menangani masalah SIMA Lahan
30
3,3667
0,48992
Baik
Sumber: Hasil Olah Data Peneliti (2015)
Responden menilai indikator tangibles atau tampilan fisik pada SIMA Lahan
termasuk pada kriteria tidak baik dengan rata-rata hitung setelah pembulatan yakni
sebesar 1,6 yang mana hasil tersebut berada pada indeks rentang 1 – 1,80.
Persepsi responden terhadap indikator keandalan personil Unit IT dalam
melayani pengguna SIMA Lahan termasuk pada kriteria baik dengan hasil rata-rata
hitung setelah pembulatan yakni sebesar 3,6, hasil tersebut berada pada indeks rentang
3,41 – 4,20.
Persepsi pengguna terhadap indikator empati (empathy) memiliki rata-rata
hitung setelah dibulatkan sebesar 2,5 yang berada pada indeks rentang antara 1,81 –
2,60 yang termasuk pada kriteria kurang baik.
Sedangkan Persepsi responden terhadap indikator responsiveness atau kecepatan
personil unit IT dalam menanggapi masalah SIMA Lahan termasuk pada kriteria baik
dengan hasil rata-rata hitung setelah pembulatan yakni sebesar 3,6, hasil tersebut berada
pada indeks rentang 3,41 – 4,20.
Hasil analisis efektivitas penggunaan sistem menggambarkan keunggulan
sistem dari segi intensitas penggunaan sistem tersebut dan tingkat kebutuhan pengguna
akan sistem tersebut. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel I.4 berikut:
Tabel I.4
Hasil Analisis Kualitas Penggunaan Sistem
Indikator
Hasil Wawancara
Ya
Tidak
Data Dibutuhkan
SIMA Lahan selalu digunakan
perencanaan kebutuhan lahan
SIMA Lahan selalu digunakan
pengadaan lahan
SIMA Lahan selalu digunakan
inventarisasi lahan
Intensitas
SIMA Lahan selalu digunakan
Penggunaan
legal audit lahan
SIMA Lahan selalu digunakan
penilaian lahan
SIMA Lahan selalu digunakan
penggunaan/pemanfaatan lahan
SIMA Lahan selalu digunakan
pengalihan lahan
Indikator : Kebutuhan Penggunaan
pada proses kegiatan
√
pada proses kegiatan
√
pada proses kegiatan
√
pada proses kegiatan
√
pada proses kegiatan
√
pada proses kegiatan
√
pada proses kegiatan
√
Pernyataan
N
Mean
StdDev
Kriteria Penilaian
SIMA Lahan memang dibutuhkan
dalam menyelesaikan tugas/
pekerjaan
30
3,6667
0,8441
Baik
Sumber: Hasil Olah Data Peneliti (2015)
Hasil dari wawancara analisis efektivitas penggunaan sistem didapat bahawa
indikator intensitas penggunaan berada pada kriteria penilaian tidak baik yakni sebesar
14% yang berarti ada pada kriteria penilaian antara 0% - 25%.
Menurut persepsi pengguna yang menilai tingkat kebutuhan mereka terhadap
penggunaan sistem dalam membantu tugas/pekerjaan didapat hasil rata-rata setelah
pembulatan yakni sebesar 3,7 yang berarti termasuk pada kriteria baik, nilai rata-rata
tersebut berada pada pada indeks rentang antara 3,41 – 4,20.
Dari hasil wawancara dengan pengguna diketahui bahwa intensitas penggunaan
SIMA Lahan masih termasuk ke dalam kategori tidak baik, hal tersebut dikarenakan
SIMA Lahan tidak selalu digunakan ketika melaksanakan proses kegiatan pengelolaan
aset lahan Namun demikian, pengguna berpendapat bahwa tingkat kebutuhan mereka
terhadap SIMA Lahan termasuk ke dalam kategori baik. Artinya, SIMA Lahan
memiliki peran yang cukup penting dalam membantu menyelesaikan tugas/pekerjaan
pengguna.
Kepuasan pengguna terhadap SIMA Lahan diukur dengan indikator berikut:
Tabel I.5
Hasil Analisis Kepuasan Pengguna
Indikator : Content
Pernyataan
N
Mean
StdDev
Kriteria Penilaian
Konten pada SIMA Lahan sesuai dengan
yang dibutuhkan
30
2,0000
0,36682
Kurang Baik
Pernyataan
N
Mean
StdDev
Kriteria Penilaian
SIMA Lahan memiliki sistem yang
bersifat akurat
30
1,8000
0,31026
Tidak Baik
Saya puas dengan keakuratan Sistem
30
1,7333
0,24662
Tidak Baik
Indikator : Accuracy
1,76665
Mean Accuracy
Tidak Baik
Indikator : Format
Pernyataan
N
Mean
StdDev
Kriteria Penilaian
Format informasi sesuai dengan yang
dibutuhkan
30
1,9667
0,31489
Kurang Baik
Format informasi dapat dipahami
dengan jelas
30
2,4000
0,39443
Baik
2,18335
Mean Format
Kurang Baik
Indikator : Ease of Use
Pernyataan
N
Mean
StdDev
Kriteria Penilaian
Sistem mudah digunakan
30
3,5667
0,89763
Baik
SIMA Lahan bersifat User Friendly
30
3,1333
0,59955
Cukup Baik
Mean Ease of Use
3,35
Cukup Baik
Indikator : Timeliness
Pernyataan
Mean
StdDev
Kriteria Penilaian
Saya mendapatkan informasi dengan tepat waktu
2,2333
0,39763
Kurang Baik
Sumber: Hasil Olah Data Peneliti (2015)
Menurut persepsi pengguna yang menilai indikator kesesuaian isi informasi
(content) dengan kebutuhan yang ada pada SIMA Lahan, indikator tersebut masuk pada
kriteria kurang baik dengan rata-rata hitung sebesar 2,0 atau berada pada indeks rentang
1,81 – 2,60.
Untuk tingkat keakuratan sistem yang diadaptasi oleh SIMA Lahan, responden
berpendapat bahwa indikator tersebut termasuk pada kriteria penialian tidak baik yakni
dengan nilai rata-rata setelah pembulatan sebesar 1,77 yang berada pada indeks rentang
antara 1 – 1,80.
Format informasi yang dihasilkan sistem yang diadaptasi oleh SIMA Lahan
dinilai oleh responden termasuk pada kriteria penialian tidak baik yakni dengan nilai
rata-rata setelah pembulatan sebesar 2,2 yang berada pada indeks rentang antara 1,81 –
2,60.
Untuk indikator kemudahan penggunaan sistem, responden berpendapat bahwa
indikator tersebut termasuk pada kriteria cukup baik dengan nilai rata-rata setelah
pembulatan yakni sebesar 3,3 yang berada pada indeks rentang antara 2,61 – 3,40.
Indikator timeliness berdasarkan persepsi responden mendapat kriteria penilaian
kurang baik dengan nilai rata-rata hitung setelah pembulatan yakni sebesar 2,2 yang
berarti termasuk pada indeks rentang 1,81 – 2,60.
Hasil analsisis efektivitas manfaat akhir merupakan penilaian mengenai
seberapa tinggi efektivitas SIMA Lahan membantu organisasi dalam mencapai tujuan
organisasi. Indikator yang digunakan untuk menilai efektivitas dimensi manfaat akhir
meliputi tingkat pengambilan keputusan, penghematan biaya dan pencapaian tujuan
organisasi. Untuk memperoleh gambaran mengenai tingkat manfaat yang diberikan
SIMA Lahan kepada organisasi dapat dilihat pada tabel I.6 berikut:
Tabel I.6
Hasil Analisis Manfaat Akhir
Indikator
Data Dibutuhkan
Pengambilan
Keputusan
Keputusan perencanaan kebutuhan aset lahan
berdasarkan informasi yang tersedia pada SIMA Lahan
Keputusan pengadaan aset berdasarkan informasi
mengenai perencaan kebutuhan yang ada pada SIMA
Lahan
Penghematan
SIMA Lahan mampu menghemat penggunaan kertas
Biaya
Peningkatan
SIMA Lahan membantu meningkatkan pendapatan
Pendapatan
yang diperoleh dari lahan
Sumber: Hasil Olah Data Peneliti (2015)
Hasil Wawancara
Ya
Tidak
√
√
√
√
Hasil dari wawancara analisis efektivitas manfaat akhir sistem diketahui
menghasilkan prosentase 25% yang termasuk pada kriteria penilaian antara 0% - 25%,
hal tersebut berarti tingkat manfaat akhir yang diberikan SIMA Lahan kepada
organisasi berada pada kriteria tidak baik. Hal tersebut dikarenakan SIMA Lahan saat
ini belum mampu dijadikan landasan utama dalam proses pengambilan keputusan
strategis mengenai pengelolaan lahan, melainkan informasi yang dihasilkan harus
diolah kembali oleh staf pertanahan supaya menjadi informasi yang bernilai.
Simpulan dan Saran
Kualitas Sistem Informasi Manajemen Aset Lahan yang digunakan oleh KCU PT
Angkasa Pura II (Persero) masih berada pada kategori kurang baik. Hal tersebut
dikarenakan hampir semua indikator yang diukur berada pada kategori yang kurang
baik. Oleh karenanya, KCU PT Angkasa Pura II (Persero) harus segera
mengembangkan sistem informasi yang digunakannya terutama pengembangan pada
indikator kualitas sistem.
Daftar Pustaka
Ballantine, J., Bonner, M., Levy, M., Martin, A., Munro, I., dan Powell, P. L. 1996.
“The 3-D Model of Information Systems Success: the Search for the dependent
variable
continues”.
Information
Resources
Management
Journal. Vol 9 no. 4. ABI/INFORM research pp.5-14
DeLone, William H., & McLean, Ephraim R. 1992. “Information System Success: The
Quest for the Dependent Variable”. The Institute of Management Sciences.
1992. 3:1
DeLone, William H., & McLean, Ephraim R. 1992. “Measuring Information Success:
Models, Dimensions, Measures, and Interrelationships”. European Journal of
Information System. 2008. 236-263.
DeLone, William H., & McLean, Ephraim R. 2003. “The DeLone and McLean Model
of Information System Success: A Tean-Year Update”. Journal of Information
Management System. Spring 2003. 19:9-30
Doll, J. William; Torkzadeh and Gholamreza. “The Measurement of End-User
Computing Satisfaction”. MIS Quarterly. Jun 1988; 12, 2; ProQuest pg. 259
Hosnavi, R., Ramezan, M. 2010. “Measuring the Effectiveness of A Human Resource
Information System in National Iranian Oil Company”. Emerald Group. Vol. 3:
1. pp. 28 – 39
Jakarta Property. Masa Depan BUMN Property Terganjal RUU Pertanahan [online]
Tersedia:
http://jktproperty.com/masa-depan-bumn-properti-terganjal-ruu-
pertanahan/. 2014. [22 November 2014]
Khayun, W., Rachtam, P., Firpo, D. 2012. “Assessing e-Excise Success with DeLone
and McLean Models”. The Journal of Computer Information System. Spring
2012: 52, 3. 31 – 40
Pérez-Méndez, Antonio, J., Machado-Cabezas, A. 2013. “Relationship Between
Management
Information
Systems
and Corporate Performance”. Spanish Accounting Review. 31 (July): 9
Petter, S., DeLone, W., McLean, E. 2008. “Measuring Information Sistem Success:
Models, Dimensions, Measures, and Interrelationships”. European Journal of
Information System: 236-263.
Parasuraman, A., Zeithaml, V. A. & Berry, L. L. 1988. SERVQUAL: A Multiple-item
Scale for Measuring Customer Perception of Service Quality. Journal of
Retailing. 6 (41), 12 - 40
Rainer, R Kelly, Jr., Watson, Hugh J. 1995. “The Keys to Executive Information
Success”. Journal of Management Information System. 12 (February): 83
Siregar, Doli. 2004. Manajemen Aset: Stratetegi Penataan Konsep Pembangunan
Berkelanjutan secara Nasional dalam Konteks Kepala Daerah sebagai CEO’s
pada Era Globalisasi & Otonom Daerah. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.
Sugiama, Gima. 2013. Manajemen Aset Pariwisata: Pelayanan Berkualitas agar
Wisatawan Puas dan Loyal. Bandung. Guardaya Intimarta.
Sugiama, Gima. 2008. Metode Riset Bisnis dan Manajemen. Bandung. Guardaya
Intimarta.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung.
Alfabeta
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung. alfabeta
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Bisnis. Bandung. Alfabeta
Sutabri, Tata. 2005. Sistem Informasi Manajemen. Yogyakarta. Andi.
Tahyudin, Imam. 2012. Statistika Dasar, Teori dan Praktek. Purwokerto. Zahira Media
Publisher
Terry, George R. 2000. Principles of Management Alih Bahasa Winardi. Penerbit
Alumni. Bandung
Unit Manajemen Aset dan Perlengkapan. Buku Aktiva Tetap Logistic & Asset
Soekarno Hatta-International Airport periode 31 Desember 2013. Angkasa Pura
II: Catatan Aktiva Tetap. 2013.
Viswanath, V., Davis, Fred D. 2000. “A Theoritical Extension of the Technology
Acceptance Model: Four Longitudinal Field Studies”. Management Science.
Vol. 46: 2, pg. 186
Wu, M., Tang, Y., Lo, H. 2013. “A Study on the Willingness to Use Information
System of Sport Event Based on Information System Success Model”. The
Journal of Human Resource and Adult Learning. Vol. 9, Num. 2. December
2013: 31 – 40
Yousapronpaiboon. 2014. “Measuring Higer Education Service Quality in Thailand”.
Procedia-Social and Behavioral Sciences. 1088-1095.
Tentang Penulis
Herlan, lahir di Tasikmalaya pada tanggal 23 Agustus 1992. Menempuh
pendidikan Sekolah Dasar di SDN Cintawangi Tasikmalaya, SMP
Muhammadiyah Singaparna, SMA Negeri 2 Tasikmalaya, serta
menyelesaikan pendidikan diploma IV Manajemen Aset di Politeknik
Negeri Bandung pada tahun 2015. Sejak di bangku SMP penulis sering berpartisipasi
aktif dalam organisasi internal sekolah, tercatat pernah menjabat sebagai Bendahara
Umum Ikatan Pelajar Muhammadiyah periode 2006-2007, wakil ketua Majelis
Perwakilan Kelas SMAN 2 Tasikmalaya periode 2009-2010, dan Ketua Umum Majelis
Perwakilan Anggota Himpunan Mahasiswa Administrasi Niaga POLBAN.