Perancangan Sistem Pengenal Digit Angka Meter Air Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Kohonen

BAB II
DASAR TEORI

2.1

Meter Air

Gambar 2.1 Meter Air

Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus
menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi dengan unit sensor, unit
perhitungan dan unit indikator pengukur unruk menyatakan volume air yang lewat.
Bagian utama yang ada ditengahnya merupakan ruang untuk menempatkan alat
hitung yang mempunyai saluran masuk dan saluran keluar pada sisi yang berlawanan.
Unit indikator/ alat penunjuk pengukur terletak pada bagian utama, bagian ini
merupakan bagian dari meter air yang menunjukan hasil pengukuran [4], dapat secara
kontinu atau sesuai permintaan tergantung jenis meter airnya. Beberapa meter air
yang sudah digunakan dapat dilihat pada gambar 2.1. Pada Tugas Akhir ini, bagian
unit indikator/ alat penunjuk pengukur inilah yang nantinya akan dikenali nilainya

18


Universitas Sumatera Utara

19

menggunakan pengenalan pola. Adapun persyaratan umum dari meter air menurut
Badan Standarisasi Nasional (BSN) adalah sebagai berikut:

2.1.1 Unit Indikator/ Alat Penunjuk
Satuan pengukuran alat penunjuk volume air dinyatakan dalam satuan meter
kubik. Satuan m3 harus terdapat pada dial atau berdampingan dengan angka yang
ditampilkan. Alat penunjuk dilengkapi warna sebagai pengenal kelipatannya, warna
hitam digunakan untuk menunjukan meter kubik dan kelipatannya. Warna merah
digunakan untuk menunjukan sub-kelipatan dari meter kubik, warna-warna ini harus
digunakan pada jarum penunjuk, indeks, angka, roda, cakram, jarum, atau angka
jarum [4].

2.1.2 Tipe Alat Penunjuk
Tipe alat penunjuk pada meter air ada dua macam yaitu alat analog, alat
digital dan kombinasi alat analog dan digital. Namun pada Tugas Akhir ini hanya

dibahas bagian alat analog saja dikarenakan meter air di kota Medan hanya
menggunakan alat analog.
Volume ditunjukkan dengan gerakan kontinu dari satu atau lebih jarum
penunjuk yang bergerak relatif terhadap skala berjenjang atau skala melingkar
melalui suatu indeks. Nilai dinyatakan dalam meter kubik, untuk setiap skala divisi
harus dalam benuk 10n dimana n adalah angka positif atau negatif nol, dengan
demikian ditetapkan sistem dekade berurutan. Setiap skala harus berjenjang, nilai

Universitas Sumatera Utara

20

dinyatakan dalam meter kubik atau disertai dengan suatu faktor pengali (x 0,001; x
0,01; x 0,1; x 1; x 10; x 100; x 1000) dan seterusnya.
Gerakan linier jarum penunjuk atau skala-skala harus dari kiri ke kanan dan
searah jarum jam. Gerakan indikator-indikator roda di angka (drums) harus bergerak
keatas [4].
Secara ksesluruhan, meter air analog dapat dilihat pada gambar 2.2 (a) dan
gambar 2.2 (b).


Gambar 2.2 Meter Air Analog

2.2

Pengolahan Citra
Pengolahan citra adalah istilah umum untuk berbagai teknik yang dilakukan

untuk memanipulasi dan memodifikasi citra dengan bebagai teknik. Pengolahan citra
merupakan bagian penting yang mendasari berbagai aplikasi nyata, seperti
pengenalan pola, penginderaan jarak jauh melalui pesawat udara atau satelit dan
machine vision [1]. Pada pengenalan pola, pengolahan citra antara lain berperan
dalam memisahkan objek dari latar belakang dan mengklasifikasikannya secara
otomatis. Selanjutnya, objek akan diproses oleh pengklasifikasian pola.

Universitas Sumatera Utara

21

Di dalam aplikasinya, citra seringkali mengalami degredasi, seperti misalnya
mengandung cacat atau derau, warna yang terlalu kontras, kabur, kurang tajam dan

sebagainya. Agar citra tersebut dapat secara tepat diinterpretasikan, maka citra
tersebut perlu dimanipulasi menjadi citra yang kualitasnya menjadi lebih baik.
Operasi-operasi pengolahan citra yang dapat diterapkan pada citra apabila:
1. Perbaikan atau modifikasi citra perlu dilakukan untuk meningkatkan
kualitas penampakan atau untuk menonjolkan beberapa aspek informasi
yang terkandung di dalam citra.
2. Elemen di dalam citra perli dikelompokkan, dicocokkan dan diukur.

2.2.1 Akuisisi Citra dan Sampling
Citra digital merupakan suatu citra kontinyu yang diubah kedalam bentuk
disktrit, baik koordinat maupun intensitas cahayanya. Dengan kata lain, citra digital
dibuat dengan cara mencuplik suatu citra kontinyu dengan jarak seragam. Suatu titik
terkecil pada citra sering disebut pixel. Citra ini mengandung persamaan-persamaan
matematis dari bentuk-bentuk dasar yang membentuk citra tersebut. Setelah citra
diakuisisi selanjutnya proses sampling, dimana suatu citra f(x,y) disampling dan
menjadi N x M array maka setiap elemen dari array merupakan kuantitas diskrit dari
citra yang disampling [2].

2.2.2 Pengolahan Awal Citra (Image Preprocessing)
Pengolahan awal perlu dilakukan untuk menyesuaikan hal-hal yang

dibutuhkan dalam proses-proses selanjutnya. tahapan ini menyangkut tentang operasi

Universitas Sumatera Utara

22

yang dilakukan pada citra digital. Operasi pengolahan citra banyak jenisnya. Namun
penulis memperkirakan untuk menggunakan beberapa operasi citra berikut dalam
aplikasi yang dibuat:
1. Perbaikan kualitas citra (Image enchancement) dan Grayscaling
2. Peredaman derau: lolos-rendah (Noise filter: low-pass)
3. Ekualisasi histogram (Histogram equalitation)
4. Segmentasi citra (Image segmentation)

2.2.2.1 Perbaikan Kualitas Citra dan Grayscaling
Proses perbaikan kualitas citra bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra
dengan cara memanipulasi parameter-parameter citra. Dengan cara seperti ini ciri-ciri
khusus yang terdapat di dalam citra lebih ditonjolkan. Contoh-contoh operasi
perbaikan kualitas:
1. Perbaikan kontras.

2. Perbaikan tepian objek.
3. Penajaman.

Universitas Sumatera Utara

23

(a)

(b)

Gambar 2.3 Pengolahan citra memungkinkan pengubahan kontras pada citra

Gambar 2.3(a) kurang jelas, tetapi melalui pengolahan citra dengan mengubah
nilai kontras pada citra yang gambarnya hendak dibuat lebih jelas seperti pada
gambar 2.3 (b) [1].
Selanjutnya, dilakukan proses grayscaling dimana citra berwarna diubah
menjadi citra beraras keabuan dengan bilangan bulat dengan intensitas pada setiap
pikselnya sekitar 0 hingga 255, karena untuk memproses citra dibutuhkan sebuah
parameter yang dapat dijadikan representasi karakteristik dari citra tersebut. Salah

satu pendekatan yang dapat dijadikan parameter karakteristik dari sebuah citra adalah
aras keabuannya.

2.2.2.2 Peredaman Derau
Derau yang diterima dalam citra umumnya memiliki spektrum frekuensi yang
lebih tinggi dari pada komponen citra. Oleh karena itu, filter lolos-rendah dapat
digunakan untuk menghilangkan derau.

Universitas Sumatera Utara

24

Filter lolos-rendah (low-pass filter) adalah filter dengan sifat dapat
meloloskan bagian berfrekuensi rendah dan menghilangkan yang berfrekuensi tinggi
[1]. Efek filter ini membuat perubahan aras keabuan menjadi lebih lembut. Filter ini
berguna untuk menghaluskan derau atau untuk kepentingan interpolasi tepi dalam
citra. Penulis menggunakan filter median, dimana setiap piksel dari citra diganti
dengan median dari tetangga piksel tersebut, contoh penggunaanya dapat dilihat pada
Gambar 2.4.


(a) Citra mobil dengan
bintik-bintik putih

(c) Citra boneka dengan
derau

(b) Hasil pemrosesan terhadap
gambar (a)

(d) Hasil pemrosesan terhadap
gambar (c)

Gambar 2.4 Contoh penerapan filter median

Universitas Sumatera Utara

25

2.2.2.3 Ekualisasi Histogram
Ekualisasi histogram merupakan suatu cara yang bertujuan untuk memperoleh

histogram dengan intensitas terdistribusi secara seragam pada citra. Namun, dalam
praktik hasilnya tidak benar-benar seragam [1]. Pendekatan yang dilakukan adalah
untuk mendapatkan aras keabuan yang lebih luas pada daerah yang memiliki banyak
piksel dan mempersempit aras keabuan pada daerah berpiksel sedikit. Efeknya dapat
digunakan untuk meningkatkan kontras secara menyeluruh.

2.2.2.4 Segmentasi Citra
Jenis operasi ini bertujuan untuk mendapatkan objek-objek yang diinginkan
(region of interest) dalam citra. Jenis operasi ini berkaitan erat dengan pengenalan
pola.

2.3

Sistem Pengenalan Pola
Sistem Pengenalan pola adalah proses identifikasi suatu objek dalam citra

dengan tujuan untuk mengklasifikasikan dan mendeskripsikan pola atau objek
kompleks melalui pengetahuan sifat-sifat atau ciri-ciri objek tersebut, sehingga
kelompok atau kategori pola berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki oleh pola tersebut
dapat ditentukan. Dengan kata lain, pengenalan pola membedakan suatu objek

dengan objek lain.
Secara umum struktur dari sistem pengenalan pola ditunjukan pada Gambar
2.5. Sistem terdiri atas sensor (misalnya kamera), suatu algoritma atau mekanisme
pencari fitur dan algoritma untuk klasifikasi atau pengenalan (bergantung pada

Universitas Sumatera Utara

26

pendekatan yang dilakukan) [2]. Sebagai tambahan, biasanya beberapa data yang
sudah diklasifikasikan diasumsikan telah tersedia untuk melatih sistem.

Gambar 2.5 Struktur Sistem Pengenalan Pola

Sensor berfungsi untuk menangkap objek dari dunia nyata dan selanjutnya diubah
menjadi sinyal digital (sinyal yang terdiri atas sekumpulan bilangan) melalui proses
digitalisasi.
Preprocessing berfungsi mempersiapkan citra atau sinyal agar dapat menghasilkan
ciri yang lebih baik pada tahap berikutnya. Pada tahap ini sinyal informasi
ditonjolkan dan sinyal pengganggu (derau) diminimalisir.

Pencarian dan seleksi fitur berfungsi menemukan karakteristik pembeda yang
mewakili sifat utama sinyal dan sekaligus mengurangi dimensi sinyal menjadi
sekumpulan bilangan yang lebih sedikit tetapi representatif.
Algoritma klasifikasi berfungsi unutk mengelompokan fitur ke dalam kelas yang
sesuai.
Algoritma deskripsi berfungsi memberikan deskripsi pada sinyal.

Universitas Sumatera Utara

27

2.4

Jaringan Syaraf Tiruan
Jaringan syaraf tiruan (JST) diketahui sebagai suatu sistem pemroses

informasi yang memiliki karakteristik mirip dengan jaringan syaraf manusia
(biologi). Jaringan syaraf tiruan terbentuk sebagai generalisasi model matematika
jaringan syaraf manusia didasarkan pada asumsi berikut [3]:
1. Pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana yang disebut
neuron.
2. Sinyal mengalir diantara neuron/sel syaraf melalui penghubung.
3. Setiap penghubung memiliki bobot yang independen. Bobot ini akan
digunakan untuk menggandakan sinyal yang dikirim melaluinya.
4. Setiap neuron/sel syaraf akan menerapkan fungsi aktivasi terhadap sinyal hasil
penjumlahan bobot yang masuk untuk menentukan sinyal keluarannya.
Model syaraf pada jaringan syaraf tiruan akan mempengaruhi kemampuan
dalam proses hingga hasilnya. Kemampuan yang dimiliki jaringan syaraf tiruan dapat
digunakan untuk belajar dan menghasilkan aturan atau parameter dari beberapa
contoh input yang dimasukkan dan membuat prediksi tentang kemungkinan output
yang akan muncul atau menyimpan karakteristik dari input yang diperolehnya.
Jaringan syaraf tiruan memiliki suatu bentuk arsitektur terdistribusi paralel
dengan sejumlah besar node dan hubungan antara node tersebut. Tiap titik hubungan
dari suatu node ke node lain memiliki nilai yang nantinya dihubungkan dengan bobot
dimana hasilnya merupakan suatu nilai yang juga akan dihubungkan dengan nilai
aktivasi node tersebut.
Jaringan syaraf tiruan ditentukan oleh 3 hal:

Universitas Sumatera Utara

28

1. Pola hubungan antara neuron (disebut arsitektur jaringan).
2. Metode

untuk

menentukan

bobot

penghubung

(disebut

metode

training/learning/algoritma).
3. Fungsi aktivasi.
Neuron merupakan hasil pemodelan dari sel syaraf manusia (biologi) yang
sebenarnya. Gambar 2.6 merupakan bentuk dasar dari struktur unit jaringan syaraf
tiruan.

Gambar 2.6 Bentuk Dasar Jaringan Syaraf Tiruan

Pada Gambar 2.6 sisi sebelah kiri merupakan masukan menuju ke unit
pengolahan dimana masing-masing masukan datang dari unit berbeda X(n). Setiap
sambungan dari masukan ke unit pengolah memiliki kekuatan hubungan bervariasi
yang sering disebut dengan ‘bobot’ yang disimbolkan dengan w(n). Unit pengolahan
akan membentuk penjumlahan dari tiap masukan-masukan dengan bobot yang
dimilikinya dan menggunakan fungsi ambang yang disebut sebagai fungsi aktivasi
untuk menghitung hasil keluarannya. Hasil perhitungan akan dikirim melalui
sambungan unit pengolah menuju keluaran seperti tampak pada sisi sebelah kanan
gambar.

Universitas Sumatera Utara

29

Pada masing-masing sambungan antar unit pengolah dan masukan berperan
sebagai penghubung. Nilai-nilai numerik dilewatkan sepanjang sambungan ini dari
masukan ke unit pengolah dan ke unit pengolah lainnya. Ketika unit pengolah
melakukan perhitungan, nilai-nilai ini diberi bobot berdasarkan kekuatan hubungan.
Kekuatan hubungan pada setiap sambungan akan disesuaikan selama tahap pelatihan
sehingga pada akhir pelatihan dihasilkan jaringan dengan bobot yang mantab.
Sebagian besar jaringan syaraf tiruan mengalami penyesuaian bobot pada saat
proses pelatihan. Pelatihan pada jaringan dapat berupa pelatihan terbimbing
(supervised) dan pelatihan tak terbimbing (unsupervised). Pada pelatihan terbimbing
dibutuhkan pasangan masukan dan sasaran untuk tiap pola yang dilatih, sehingga
jaringan akan menyesuaikan pola masukan yang dilatih terhadap sasarannya.
Sedangkan pelatihan tak terbimbing, penyesuaian bobot sebagai tanggapan terhadap
masukan, tak perlu disertai sasaran. Dalam pelatihan tak terbimbing, jaringan
mengklasifikasikan pola-pola yang ada berdasarkan kategori kesamaan pola-pola
masukan [3].
Jaringan syaraf tiruan dirancang dengan menggunakan suatu standar peraturan
dimana seluruh model jaringan memiliki konsep dasar yang sama. Banyak model
yang dapat digunakan sebagai jaringan syaraf tiruan, dimana model sebuah jaringan
akan menentukan keberhasilan sasaran yang dicapai karena tidak semua
permasalahan dapat diselesaikan dengan model arsitektur yang sama.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada beberapa model jaringan
fungsi aktivasi menjadi sangat penting karena menentukan nilai keluaran dari suatu

Universitas Sumatera Utara

30

algoritma. Beberapa fungsi yang digunakan dalam jaringan syaraf tiruan diantaranya
adalah:
1. Fungsi threshold (dengan batas ambang)
f(x )=

1
0


<

...................................................................................... (2.1)

Untuk beberapa kasus, fungsi threshold yang dibuat tidak berharga 0 atau 1,
tapi berharga -1 atau 1 (sering disebut threshold bipolar). Maka persamaan
fungsi menjadi:
f(x) =

1

−1



2. Fungsi Sigmoid
f(x) =

<

................................................................................... (2.2)

................................................................................................. (2.3)

Fungsi sigmoid sering dipakai karena nilai fungsinya yang terletak antara 0
dan 1 dan dapat diturunkan dengan persamaan berikut:
f’(x) = f(x) (1-f(x)) .......................................................................................... (2.4)
3. Fungsi Identitas
f(x) = x ............................................................................................................ (2.5)
Fungsi identitas sering dipakai apabila kita menginginkan keluaran jaringan
berupa sebarang bilangan riil (bukan hanya pada range [0,1] atau [-1,1]
Jaringan syaraf tiruan Kohonen merupakan salah satu model jaringan syaraf
tiruan yang banyak digunakan dan juga penulis gunakan untuk proses pengenalan

Universitas Sumatera Utara

31

pola pada aplikasi yang dirancang. Penjelasan mengenai jaringan syaraf tiruan
Kohonen lebih lengkapnya akan dijelaskan pada subbab 2.5.

2.5

Jaringan Syaraf Tiruan Kohonen
Jaringan yang ditemukan oleh Kohonen merupakan salah satu model jaringan

syaraf tiruan yang banyak digunakan. Pada jaringan ini, suatu lapisan yang terdiri dari
kumpulan neuron-neuron akan menyusun dirinya sendiri berdasarkan input nilai
tertentu menjadi kelompok-kelompok yang dikenal dengan istilah cluster [3]. Selama
proses penyusunan (pelatihan), kelompok atau cluster yang memiliki vektor bobot
yang paling cocok dengan pola input (memiliki jarak paling dekat) akan terpilih
sebagai pemenang.

2.5.1 Arsitektur Jaringan Kohonen
Jika masukan jaringan berupa vektor yang memiliki n komponen (tuple) yang
akan dikelompokkan dalam maksimum m buah kelompok (disebut vektor contoh).
Keluaran jaringan adalah kelompok yang paling dekat dengan masukan yang
diberikan. Ada beberapa ukuran kedekatan yang dapat dipakai. Ukuran yang sering
digunakan adalah jarak euclidean yang paling minimum [3].
Bobot-bobot pada vektor contoh berfungsi sebagai penentu kedekatan vektor
contoh tersebut dengan masukan yang diberikan. Selama proses identifikasi, vektor
contoh yang pada saat itu paling dekat dengan masukan akan muncul sebagai
pemenang. Vektor pemenang (dan vektor-vektor sekitarnya) akan dimodifikasi
bobotnya untuk lebih mendekati kepada masukan.

Universitas Sumatera Utara

32

Arsitektur jaringan syaraf tiruan kohonen dapat dilihat pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Arsitektur Jaringan Kohonen

Dari Gambar 2.7, dapat dilihat arsitektur ini mirip dengan model jaringan
syaraf tiruan pada umumnya yang menunjukkan arsitektur jaringan dengan n unit
input (x1, x2, …, xn) dan m buah unit output (y1, y2, …, ym). Semua unit input
dihubungkan dengan semua unit output, meskipun dengan bobot yang berbeda-beda.
Besaran wji menyatakan bobot hubungan antara unit ke-i dalam input dengan unit ke-j
dalam output. Bobot-bobot ini saling independen. Selama proses pelatihan, bobotbobot tersebut dimodifikasi untuk meningkatkan keakurasian hasil. Hanya saja
jaringan Kohonen tidak menggunakan perhitungan net (hasil kali masukan dengan
bobot) maupun fungsi aktivasi. Misalkan pada suatu iterasi tertentu, vektor contoh w
menjadi pemenang. Maka pada iterasi berikutnya, vektor w dan vektor-vektor
sekitarnya akan dimodifikasi bobotnya. Gambar 2.8 menunjukkan kasus untuk vektor
w berupa vektor 1 dimensi (dengan jarak R=2), sedangkan Gambar 2.9 a dan b
menunjukkan vektor sekitar w jika w direpresentasikan dalam 2 dimensi dengan R=1
dan R=2. Jika menggunakan bentuk bujur sangkar dengan jarak R=1, ada 8 vektor

Universitas Sumatera Utara

33

disertai vektor w (gambar 2.9 a). Tetapi jika menggunakan bentuk heksagonal ada 6
vektor disekitar vektor w (gambar 2.9 b).

Gambar 2.8 Vektor w Berupa Vektor 1 Dimensi

Gambar 2.9 Vektor w Berupa Vektor 2 Dimensi

Algoritma pengelompokan pola jaringan Kohonen adalah sebagai berikut:
1. Inisialisasi
a. Bobot wji (acak).
b. Laju pemahaman awal dan faktor penurunannya.
c. Bentuk dan jari-jari (=R) topologi sekitarnya.
2. Selama kondisi

penghentian

bernilai salah, lakukan langkah 2 sampai

langkah 7

Universitas Sumatera Utara

34

3. Untuk setiap vektor masukan x, dilakukan langkah 3 sampai langkah 5
4. Hitung

( ) = ∑ (wji-xi)2 untuk semua j ...................................... (2.6)

5. Tentukan indeks J sedemikian sehingga D(J) minimum
6. Untuk setiap unit j disekitar J modifikasi bobot:

Wjibaru = Wjilama + α(xi – Wjilama) ............................................ (2.7)
7. Modifikasi laju pemahaman
8. Uji kondisi penghentian
Kondisi penghentian iterasi adalah selisih antara wji saat itu dengan wji iterasi
sebelumnya. Apabila semua wji akan berubah sedikit saja, berarti iterasi sudah
mencapai konvergensi sehingga dapat dihentikan.

Universitas Sumatera Utara