Pengaruh Pengorganisasian Koleksi Terhadap Temu Kembali Koleksi Pada Kantor Perpustakaan dan Arsip Kabupaten Aceh Tengah

BAB II
KAJIAN TEORITIS
2.1 Koleksi Perpustakaan
Koleksi perpustakaan sangat beraneka ragam. Dari segi isi (subjek) terdapat
koleksi fiksi atau non fiksi. Koleksi non-fiksi adalah yang bersifat ilmiah atau
mengandung ilmu pengetahuan yang ditulis berdasarkan data dan fakta. Sedangkan
koleksi fiksi adalah karya bersifat khayalan atau imajinasi pengarangnya. Di antara
kedua jenisnya tersebut, terdapat pula koleksi fiksi ilmiah (science fiction), yaitu
gabungan antara keduanya, karya ilmiah yang ditulis fiksi, atau sebaliknya karya fiksi
yang didukung dengan beberapa data dan fakta ilmiah.
Dalam Pedoman umum pengelolaan koleksi perpustakaan perguruan tinggi
(2000) yang dimaksud dengan koleksi perpustakaan adalah “semua pustaka yang
dikumpulkan, di olah dan disimpan untuk disebarluaskan kepada masyarakat guna
memenuhi kebutuhan informasi mereka (p. 11).”
Suwarno (2007) menyatakan bahwa “Koleksi bahan pustaka adalah sejumlah
bahan pustaka yang telah ada di perpustakaan dan sudah diolah, sehingga siap
dipinjamkan atau digunakan oleh pemakai (p. 41).”
Kohar (2003) menyatakan koleksi perpustakaan adalah “Koleksi perpustakaan
adalah yang mencakup berbagai format bahan sesuai dengan perkembangan dan
kebutuhan alternatif para pemakai perpustakaan terhadap media rekam informasi (p.
6).”

Dari ketiga pendapat di atas dapat diartikan bahwa koleksi perpustakaan
adalah seluruh bahan pustaka yang dikumpulkan, diolah dan disimpan oleh suatu
perpustakaan dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan informasi para pengguna.

5

2.1.1 Tujuan Penyediaan Koleksi Perpustakaan
Tujuan penyediaan koleksi perpustakaan adalah untuk memenuhi kebutuhan
pengguna akan informasi. Tujuan penyediaan koleksi tidak sama untuk semua jenis
perpustakaan, tergantung kepada jenis dan tujuan perpustakaan tersebut.
Pmantjuntak (2000) menjelaskan sebagai contoh perpustakaan perguruan
tinggi menyediakan koleksi dengan tujuan ;
1.
2.

3.

Mengumpulkan dan menyediakan bahan pustaka yang dibutuhkan
Sivitas akademika perguruan tinggi induknya.
Mengumpulkan dan menyediakan bahan pustaka bidang bidang

tertentu yang terhubungan dengan tujuan perguruan tinggi
penggunanya.
Memiliki koleksi bahan perpustakaan yang lampau dan mutakhir
dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan, kebudayaan, hasil
penelitian dan lain lain yang erat hubungannya dengan program
perguruan tinggi tersebut (p. 4).

Dengan demikian koleksi yang sesuai dengan kebutuhan pengguna maka pelayanan
perpustakaan dapat dilakukan secara tepat guna dan berhasil.
Sesuai dengan tujuannya penyedia koleksi perpustakaan tersebut di atas dapat
dilihat apa fungsi koleksi perpustakaan tersebut. Adapun fungsi koleksi perpustakaan
menurut Siregar yang di kutip oleh Niswah (2009)
1. Fungsi pendidikan, yaitu menunjang program pendidikan dan pengajaran bagi
masyarakat umum, kelompok, lembaga yang membutuhkan.
2. Fungsi penelitian, yaitu menunjang penelitian yang dilakukan oleh masyarakat/
pengguna.
3. Fungsi referensi, yaitu menjadi bahan referensi bagi masyarakat/pengguna
perpustakaan.
4. Fungsi umum, yaitu dimana perpustakaan menjadi pusat bagi masyarakat fungsi
ini berhubungan dengan pengabdian kepada masyarakat dan pelestarian bahan

pustaka serta budi daya manusia (p. 5).

6

2.1.2 Fungsi Koleksi Perpustakaan
Koleksi perpustakaan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pengguna akan
informasi tertentu yang ingin diketahuinya. Dengan adanya koleksi perpustakaan,
pengguna dapat melihat referensi mengenai suatu informasi sehingga pengguna dapat
mengetahui hal-hal yang sebelumnya tidak diketahui.
Menurut Sutarno (2006) koleksi perpustakaan akan memberikan ciri dan
wahana sebagai berikut:
1. Memberikan ciri bagi jenis perpustakaan yang dibentuk
2. Merupakan daya tarik dan perhatian bagi pengunjung, yaitu koleksi yang
makin lengkap dengan terbitan yang relatif baru.
3. Meningkatkan citra dan gambaran atas performa dan kinerja perpustakaan
(p. 113).
Sedangkan menurut Siregar (2009) menyatakan bahwa koleksi perpustakaan
berfungsi sebagai berikut:
1. Fungsi pendidikan, yaitu menunjang program pendidikan dan pengajaran
bagi masyarakat umum, kelompok, lembaga yang membutuhkannya.

2. Fungsi penelitian, yaitu menunjang penelitian yang dilakukan oleh
masyarakat atau pengguna.
3. Fungsi umum, dimana perpustakaan menjadi pusat informasi bagi
masyarakat. Fungsi ini berhubungan dengan pendidikan kepada
masyarakat dan pelestarian bahan pustaka serta budaya manusia lainnya
(p. 28).
Dari kedua pendapat di atas dapat dinyatakan bahwa koleksi perpustakaan
berfungsi untuk memberikan ciri tersendiri bagi perpustakaan yang menyediakannya
dan dapat menarik minat pengguna sehingga citra dari perpustakaan tersebut akan
terlihat baik dimata para pengguna. Selain itu koleksi perpustakaan juga memiliki
fungsi pendidikan, penelitian, dan berfungsi untuk semua pengguna perpustakaan.
2.1.3 Jenis-Jenis Koleksi Perpustakaan
Jenis koleksi yang dimiliki perpustakaan haruslah sesuai dengan kebutuhan
masyarakat pengguna. Perpustakaan harus menyediakan berbagai koleksi yang dapat

7

memenuhi kebutuhan informasi untuk semua lapisan masyarakat. Semakin banyak
koleksi yang terdapat di perpustakaan maka semakin banyak informasi yang ada di
perpustakaan tersebut. Buku-buku di perpustakaan biasanya kelompokkan untuk

memudahkan

cara

pengadaannya,

pengolahannya,

penyusunannya

serta

pelayanannya.
Menurut Kohar (2003) koleksi perpustakaan terdiri dari
1. Koleksi buku teks
Di perpustakaan perguruan tinggi, buku teks biasa dikenal dengan buku ajar.
Koleksi buku teks pada umumnya berisi bahan – bahan berupa buku wajib,
buku anjuran, dan buku umum lainnya yang diperlukan di dalam kegiatan
belajar mengajar di perguruan tinggi.
2. Koleksi referensi

Koleksi referensi yang kuat merupakan modal bagi perpustakaan. Buku – buku
atau bahan referensi berisi berbagai informasi yang luas dan penting yang tidak
tersedia di dalam buku teks dan bahan yang lainnya. Koleksi referensi
merupakan alat pustakawan untuk memberikan informasi yang spesifik kepada
para pemakai perpustakaan. Komponen koleksi referensi diantaranya adalah
ensiklopedia, kamus, buku tahunan, bahan biografi, bahan statistik, peraturan
perundang – undangan dan sebagainya.
3. Koleksi laporan penelitian
Perkembangan ilmu pengetahuan pada dasarnya merupakan hasil kegiatan
penelitian yang sambung menyambung secara kumulatif. Untuk perpustakaan
mempunyai tugas mendokumentasikannya ke dalam bentuk koleksi laporan
penelitian. Laporan penelitian umumnya tidak diterbitkan secara komersil dan
menjadi salah satu jenis literatur kelabu (gray literature). Oleh karena itu setiap
perpustakaan dapat memperolehnya melalui hadiah dari berbagai lembaga
penelitian dan perguruan tinggi.
4. Koleksi terbitan pemerintah
Lembaga pemerintah adalah lembaga penerbit yang paling besar disamping
lembaga penerbit komersial. Berbagai jenis laporan, dokumen, peraturan
perundang – undangan dan terbitan berseri yang diterbitkan pemerintah dapat
menjadi bagian penting dari sekumpulan koleksi terbitan pemerintah di

perpustakaan. Suatu perpustakaan dapat membangun koleksi terbitan
pemerintah melalui hadiah atau pembelian dari berbagai departemen dan badan
khusus di pemerintahan pusat atau pemerintahan daerah. Pada umumnya
perpustakaan sulit memperoleh informasi tentang publikasi baru dari lembaga
yang bersangkutan. Namun demikian, perpustakaan harus giat dan konsisten
mencari keterangan dari edaran harian atau majalah yang memuat daftar
anggota yang terdaftar di dalam daftar pengiriman (mailing list) bahan terbitan
dari berbagai lembaga pemerintah.

8

5. Koleksi jurnal
Koleksi jurnal dapat dibangun dan dikembangkan melalui langganan atau
hadiah. Suatu perpustakaan harus hati – hati di dalam mengembangkan koleksi
jurnal, sekali suatu jurnal ditetapkan menjadi koleksi perpustakaan, maka harus
berkesinambungan dilanggan dari tahun ke tahun berikutnya. Untuk itu
kehadiran koleksi jurnal di perpustakaan harus dipertimbangkan atas dasar
kebutuhan masyarakat pemakai disaat sekarang dan mendakang.
6. Koleksi bahan pandang dengar
Suatu perpustakaan dapat membangun koleksi bahan pandang dengar secara

tersendiri terpisah dari koleksi bahan lainnya. Bahan – bahan berbentuk
mikrofilm, mikrofis, CD-ROM, VCD, kaset video, film dan sejenisnya
dikumpulkan menjadi satu kelompok dalam susunan koleksi perpustakaan.
Koleksi ini umumnya dikembangkan untuk tujuan pelestarian dan penghematan
ruang penyimpanan.
7. Koleksi khusus lainnya
Setiap perpustakaan bisa menentukan kebijakannya masing – masing untuk
mengembangkan berbagai jenis koleksi khusus yang diperlukannya, misalnya
koleksi peta, koleksi disertasi, koleksi surat kabar, koleksi bahan cadangan dan
sebagainya.
Menurut Edward Evans dalam bukunya Developing Library and Information
Center Collections (2000) menyatakan bahwa format koleksi perpustakaan terdiri dari:
• Books (hardbound or paper back)
• Newspaper
• Periodicals (Paper, microform and electronic)
• Microforms
• Slides
• Films and Videos
• Pictures
• Audio recordings

• Online resoureces (Internet and other services)
• Musical Scores
• Pamphlets
• Manuscrips and archival materials
• Maps
• Goverment documents
• CD-ROMs and laser disc
• Realia
• Games and toys
• Specimen
• Software, database, and other electronic formats (p. 77)

9

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jenis koleksi
perpustakaan terdiri dari beberapa kelompok yaitu koleksi Buku Teks, Referensi dan
Terbitan Berkala. Setiap koleki juga memiliki informasi yang dapat disesuaikan dan
dimanfaatkan dengan kebutuhan masyarakat.
2.2 Pengorganisasian Koleksi di Perpustakaan
Pengorganisasian koleksi lebih dikenal dengan istilah klasifikasi, yaitu kegiatan

yang berhubungan dengan representasi pengetahuan yaitu penomoran bahan pustaka.
Pemberian nomor berdasarkan klasifikasi desimal DDC untuk koleksi berbentuk
hardcopy. Sedang dalam lingkungan internet (web resource description and
discovery), untuk koleksi berbentuk digital digunakan standar metadata Dublin Core.
Dalam setting perpustakaan digital dikenal sarana yang disebut Sistem Organisasi
Pengetahuan atau Knowledge Organization Systems (KOSs). Dalam beberapa
literatur ilmu komputer dan ilmu informasi, konsep KOSs banyak digunakan, tetapi
dengan definisi dan cara yang tidak standar. Menanggapi hal tersebut, workshop yang
diselenggarakan oleh National Information Standard Organization (NISO) tentang
thesaurus elektronik menekankan pada perlunya memperbaiki terminologi demi
terminologi (NISO, 1999).
Sistem organisasi pengetahuan ini digunakan untuk organisasi materi dan
tujuan mengelola koleksi dan sistem temu kembali. Sistem bertindak sebagai
jembatan antara kebutuhan informasi pemakai dengan materi dalam koleksi.
Dewiyana

2008

menjelaskan


KOSs

untuk

perpustakaan

digital

dapat

dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1. Daftar istilah (term list), yang menekankan pada daftar istilah bahkan dengan
definisinya. Kelompok ini terdiri dari authority files, glossary, kamus dan
gazetteer.
2. Klasifikasi dan kategori-kategori (classification and categories), yang
menekankan pada pembuatan seperangkat subjek, yang terdiri dari tajuk
subjek, bagan klasifikasi, taksonomi, dan bagan kategori.

10

3. Daftar antar-hubungan (relationship list), yang menekankan pada hubungan
antar istilah-istilah dan konsep-konsep yang terdiri atas thesaurus, semantic
network dan ontologis.
Untuk kegiatan dalam organisasi misal seperti perpustakaan rules yang digunakan
dalam proses ini telah berbentuk tertulis. Misalnya: Standar klasifikasi desimal
(DDC), Dublin Core, KOSs, dll. Namun jika kegiatan tersebut dilakukan oleh agen,
rules tergantung pada bagaimana ia mengorganisasi pengetahuan yang ia miliki.
Pengorganisasian koleksi perpustakaan berarti suatu proses kegiatan kepustakaan
yang meliputi kegiatan mulai dari pengolahan sampai dengan pelayanan pengguna
perpustakaan. Kegiatan pengorganisasian bahan pustaka adalah suatu kegiatan yang
meliputi kegiatan menginventaris buku, pengklasifikasian, pembuatan katalog,
penyelesaian dan penyusunan di rak buku. Kegiatan pokok sebuah perpustakaan
adalah mengorganisir informasi atau mengolah bahan perpustakaan yang masuk ke
perpustakaan. Tujuan utama pengorganisasian bahan perpustakaan adalah untuk
memudahkan dalam proses penyimpanan dan penemuan kemabali (storage and
retrievel) informasi yang dikelola. Sebuah informasi yang disimpan diantara jutaan
informasi yang ada di perpustakaan, tidak mungkin ditemukan dengan cepat tanpa
diolah terlebih dulu. Didalam mengorganisasi informasi terdapat perkembangan dari
organisasi secara teradisional dan terus mengalami perkembangan sampai dengan saat
ini dengan penerapan teknologi informasi.

a. Pengolahan Bahan Pustaka
Pengolahan bahan perpustakaan berarti suatu proses kegiatan kepustakaan
yang meliputi kegiatan mulai dari pengolahan sampai dengan pelayanan pengguna
perpustakaan. Kegiatan pengolahan bahan pustaka adalah suatu kegiatan yang
meliputi kegiatan menginventaris buku, pengklasifikasian, pembuatan katalog,
penyelesaian dan penyusunan dirak buku yang dimaksud dengan pengolahan bahan
pustaka adalah kegiatan yang meliputi inventarisasi, katalogisasi, klasifikasi,
penyelesaian dan penyusunan di rak buku.

11

Setiap perpustakaan memiliki tugas menyediakan bahan pustaka serta
mengolahnya agar dapat disajikan kepada pengguna sehingga bahan pustaka tersebut
dapat bermanfaat bagi pengguna perpustakaan. Sebelum bahan pustaka dilayankan
kepada pengguna, terlebih dahulu diolah dan disusun secara sistematis untuk
memudahkan pengguna dalam memperoleh informasi yang dibutuhkan.
Menurut Qalyubi (2007) Yang dimaksud dengan kegiatan pemrosesan atau
pengolahan bahan pustaka adalah suatu kegiatan yang meliputi kegiatan-kegiatan:





Inventarisasi
Klasifikasi
Pembuatan katalog
Penyelesaian dan penyusunan buku di rak (p. 51)

Noerhayati yang dikutip oleh khairun (2011) mengemukakan tentang
pengolahan bahan pustaka adalah :
Agar informasi atau bahan pustaka diperpustakaan dapat dimanfaatkan atau
diketemukan kembali dengan mudah, maka dibutuhkan sistem pengelolaan dengan
baik dan sistematis yang biasa disebut dengan kegiatan pengolahan (processing of
library materials) atau pelayanan teknis (technical service). Kegiatan pengolahan
bahan pustaka diperpustakaan biasanya mencakup beberapa kegiatan yaitu:
pembinaan dan pengembangan koleksi, inventarisasi, katalogisasi, klasifikasi, dan
kelengkapan fisik buku (p. 19)
Semua bahan pustaka yang ada, diorganisasikan dengan baik sehingga mudah
pengontrolannya, mudah mengenalinya, yang kemudian mudah menelusurnya. Di
dalam pengorganisasian koleksi di perpustakaan terdapat pekerjaan-pekerjaan seperti
katalogisasi dan klasifikasi.

1. Katalogisasi
Perpustakaan

sebagai

suatu

sistem

informasi

berfungsi

menyimpan

pengetahuan dalam berbagai bentuk serta pengaturannya sedemikian rupa, sehingga
informasi yang diperlukan dapat diketemukan kembali dengan cepat dan tepat. Untuk

12

itu informasi yang ada diperpustakaan perlu diproses dengan sistem katalogisasi
(cataloging). Adapun sistem katalogisasi yang dikembangkan mengalami berbagai
tahapan penyeragaman peraturan katalogisasi. secara internasional adalah Anglo
American Cataloguing Ruler 2 (AACR2). Perkambangan terakhir telah di buat sistem
katalog yang baru yaitu RDA (Resource Description and Acces) yaitu suatu standard
pengatalogan baru yang di rancang untuk dunia digital tetapi perpustakaan
perpustakaan di Indonesia masih menggunakan AACR2 bahkan perpustakaan
Nasional juga masih menggunakan AACR2 untuk pedoman mengkatalogisasi.
Kegiatan pengkatalogan menurut Syakirin (2011) Kegiatan pengkatalogan secara
garis besar dapat dibagi ke dalam dua kegiatan :
1. Pengatalogan deskriptif, yang bertumpu pada fisik bahan pustaka (judul,
pengarang, impresium, kolasi, catatan, dll) kegiatannya berupa membuat
deskripsi bibliografi, menentukan tajuk entri utama dan tambahan,
pedomannya antara lain AACR2 dan ISBD
2. Pengindeksan subyek, yang berdasar pada isi bahan pustaka (subyek atau
topic yang dibahas) mengadakan analisis subyek dan menentukan notasi
klasifikasi, pedomannya antara lain bagan klasifikasi, daftar tajuk subyek dan
thesaurus. Kedua kegiatan ini menghasilkan cantuman bibliografi atau sering
disebut katalog yang merupakan wakil ringkas bahan pustaka.
2. Klasifikasi
Koleksi perpustakaan akan tampak rapi dan mudan ditemukan apabila
dikelompokkan menurut sistem tertentu, pengelompokan dapat berdasarkan pada
jenis, ukuran (tinggi, pendek, besar, dan kecil), warna abjad judul, abjad pengarang
(klasifikasi artificial) dan bisa juga menggunakan sistem pengelompokkan
berdasarkan subyek (klasifikasi fundamental). Sebagian besar perpustakaan dalam
pengelompokan bahan pustakanya menggunakan system klasifikasi fundamental,
dimana dengan sistem ini koleksi akan mengelompok sesuai dengan disiplin ilmu
pengetahuan, dan dengan sistem ini akan memudahkan penemuan kembali bahan
pustaka yang dibutuhkan. DDC merupakan karya Melvil Dewey seorang warga

13

Negara Amerika Serikat. DDC merupakan bagan klasifikasi yang banyak digunakan
di dunia termasuk di Indonesia.
Noerhayati yang di kutip oleh Kudadiri (2011) menjelaskan. Adapun sistem
klasifikasi yang digunakan oleh perpustakaan pada umumnya adalah DDC (Dewey
Decimal Clasification)
a. DDC (Dewey Decimal Clasification)
DDC mencakup keseluruhan ilmu pengetahuan yang dibuat dalam susunan yang
sistematis dan teratur. Pembagian ilmu pengetahuan dimulai dari yang bersifat
umum ke yang bersifat khusus, dengan demikian DDc pembagiannya terdiri dari
10 kelas utama, 100 divisi, 1000 seksi, dan 10.000 sub seksi.
Berikut pembagian sub subyek dalam system DDC:
000 = Karya Umum
100 = Filsafat
200 = Agama
300 = Ilmu Sosial
400 = Bahasa
500 = Ilmu Murni
600 = Ilmu Terapan
700 = Seni dan Olah Raga
800 = Kesusasteraan
900
Sejarah dan Geografi
b. UDC (Universal Dewey Clasification)
Sistem ini merupakan penyederhana dan perluasan system DDC. System ini juga
mencakup semua cabang ilmu pengetahuan yang dibagi menjadi sepuluh
cabang. Berikut pembagian cabang dalam UDC
0 = Karya Umum
1= Filsafat, metafisika, logika
2 = Agama
3 = Ilmu Sosial
4 = Bahasa/Filologi
5 = Ilmu murni
6 = Ilmu Terapan
7 = Seni, Olah Raga dan Arsitektur
8 = Kesusasteraan
9 = Sejarah, Geografi, dan Biografi
Selain pembagian cabang ini, system UDC masih dibantu dengan symbol-simbol
pembantu minsalnya : + , : ; + = , (0…) (p. 21-22).

14

c. Kelengkapan Fisik Buku
Bahan Pustaka yang telah melalui proses inventarisasi, katalogisasi dan
klasifikasi, langkah selanjutnya perlu dibuatkan perlengkapan fisik buku, hal ini
dimaksudkan agar bahan pustaka yang disajikan dapat di tata di rak sedemikian
rupa, sehingga dapat dimanfaatkan dengan mudah dan baik.
Adapun jenis perlengkapan buku menurut Purwono (2010) antara lain:
1). Label Buku, di tempel pada punggung buku bagian bawah, dengan ukuran
3cm x 4cm.
2). Lembar Tanggal kembali (date due slip), di tempel pada halaman terakhir.
3). Kartu Buku, diletakkan pada halaman terahir atau bagian dalam sampel
buku
4). Kantong Kartu Buku, di tempel di bagian akhir halaman buku untuk
menempatkan kartu buku (p. 116).
d. Shelving (pengerakan)
Shelving atau pengerakkan memegang peranan penting dalam menentukan
kecepatan serta ketepatan dalam proses temu kembali koleksi atau buku.
Sebaik apapun kegiatan pengolahan atau sistem automasi yang digunakan
tidak optimal apabila buku-buku tersebut tidak disusun secara sistematis di
rak buku. Pengguna perpustakaan dan pengelola sendiri harus konsisten untuk
mengembalikan bukunya. Usaha ini dilakukan agar buku dapat dengan mudah
ditemukan jika diperlukan.
Langkah-langkah dalam pengerakan menurut Purwono (2010) adalah:
1. Pengelompokan buku berdasarkan jenisnya.
Buku-buku koleksi dikelompok-kelompokkan berdasarkan jenis buku,
misalnya buku referensi dikelompokkan dalam kelompok buku referensi,
buku teks dikelompokkan dalam kelompok buku teks.
2. Penyusunan buku di rak
Setelah buku dikelompokkan berdasarkan jenis buku kemudian buku disusun
di rak berdasarkan nomor klas dari nomor klasifikasi terkecil sampai nomor
klasifikasi terbesar. Penyusunan buku dirak selain memperhatikan nomor
klasifikasi, penyusunan buku juga perlu memperhatikan urutan abjad tajuk
entri utama dan judul buku yang ada (p. 118).

15

2.2 Tujuan Pengorganisasian Koleksi Perpustakaan
Perpustakaan sebagai lembaga pengelola informasi yang memiliki koleksi
sangat beraneka ragam dari berbagai bidang ilmu informasi, harus mampu
mengorganisasikan koleksi dengan baik yang salah satu tujuannya untuk
memudahkan temu kembali koleksi, dimana kegiatan pengorganisasian koleksi di
perpustakaan sangatlah penting sebab tanpa adanya pengorganisasian koleksi yang
baik pengguna akan mengalami kesulitan dalam mencari informasi yang dibutuhkan.
Sebuah perpustakaan yang tidak mempunyai pengorganisasian koleksi dapat
dikatakan hanya sebuah gudang penyimpanan buku belaka.
Tujuan dari pengorganisasian koleksi ini menurut Zachroni (2006) adalah
“untuk mengetahui jumlah koleksi, tempat rak penyimpanan , rincian koleksi yang
terdapat di perpustakaan, dan yang lebih penting adalah bagaimana koleksi tersebut
mudah ditemukan kembali apabila diperlukan” (p. 539)
Sedangkan pernyataan yang dikeluarkan pada Sismalib (2102) “Bahan
pustaka yang masuk ke perpustakaan wajib diolah dengan baik agar proses temu
kembali informasi nantinya berjalan lancar dan mewujudkan tertib administrasi dalam
pelaksanaannya”.
Dari kedua pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan dari
pengorganisasian koleksi adalah untuk mengetahui jumlah koleksi, tempat rak
penyimpanan, rincian koleksi yang terdapat di perpustakaan dan yang terpenting
proses temu kembali yang mudah serta tertib administrasi yang berjalan lancar.

2.3 Temu Kembali Koleksi
Temu

kembali

koleksi

merupakan

kegiatan

yang

bertujuan

untuk

menyediakan dan memasok informasi bagi pemakai sebagai jawaban atas permintaan
atau berdasarkan kebutuhan pemakai. Temu kembali koleksi merupakan istilah
generik yang mengacu pada tamu kembali dokumen atau sumber daya informasi yang
dimiliki oleh unit informasi (vendor) atau perpustakaan baik yang berada di dalam
maupun di luar gedung perpustakaan. Esensi dari temu kembali informasi adalah

16

bagaimana memanggil atau mendapatkan informasi yang tersedia dalam suatu
database atau web untuk memenuhi informasi yang diminta oleh pemakai.
Bagaimana menemukan informasi yang diminta pemakai dan bagaimana memberikan
solusi kepada pemakai untuk menemukan informasi yang diinginkan.
Hasugian (2006) menyatakan bahwa “Pada dasarnya sistem temu balik informasi
adalah suatu proses untuk mengidentifikasi, kemudian memanggil (retrieve) suatu
dokumen dari suatu simpanan (file), sebagai jawaban atas permintaan informasi (p.
2).”
Tague-Sutcliffe seperti yang dikutip oleh Hasugian (2006) menyatakan bahwa
“tujuan utama sistem temu kembali informasi adalah untuk menemukan dokumen
yang sesuai dengan kebutuhan informasi pengguna secara efektif dan efisien,
sehingga dapat memberikan kepuasan baginya (p. 3).”
Sedangkan pengertian sistem temu kembali informasi menurut Salton yang di
kutip oleh Hasugian (2009) adalah :
Suatu proses untuk mengidentifikasi dan memanggil atau menemukan (retrieve)
dokumen tertentu dari suatu simpanan (file) sebagai jawaban atas permintaan
informasi. Dapat tidaknya suatu dokumen terpanggil dari suatu file (situs) adalah
tergantung dokumen terpanggil dari suatu file (situs) adalah tergantung pada
kesamaan antara dokumen dengan query. Permintaan informasi ke dalam sistem
informasi dirumuskan dalam bentuk query (p. 54).
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sistem temu kembali
adalah merupakan sebuah sistem yang berguna dalam memanggil dan menempatkan
dokumen dalam basis data sesuai dengan permintaan pengguna. Tujuan akhir dari
sistem temu kembali informasi memberikan kepuassan informasi bagi pengguna.
Sistem temu kembali informasi merujuk kepada keseluruhan kegiatan yang meliputi
pembuatan wakil informasi (representation), penyimpanan (storage), pengaturan
(organization) sampai kepada pengambilan (access).
Ada lima komponen dalam penelusuran online yaitu: pengguna, query, dokumen
elektronik, indeks dokumen dan fungsi pencocokan melalui machine matcher

17

(infrastruktur informasi). Konsep terjadinya temu kembali informasi dapat dilihat
pada gambar berikut.

User

Query

(pemakai)

(pertanyaan)

Mesin Pencocok

Indeks

Dokumen

(matcher machine)

(index)

(document)

Dokumen Relevan
(Relevant Document)

Gambar 2.3. : Konsep Sistem Temu Kembali Informasi
Sumber : Hasugian (2009)
Menurut Hasugian (2009) Terdapat empat model klasik dalam sistem temu
kembali informasi yaitu:
1.Logical models, sejak lama menggunakan Boolean logic (and, or, not).
Alternatif temuan hanya dua yaitu cocok dan tidak cocok.
2.Vector processing models, memperlakukan indeks sebagai multidimensional
information space. Dokumen dan query diwakili oleh nilai nilai vector sehingga
keduanya memperlihatkan posisi dekat atau jauh. Non binary degree of similarity

3.Probabilistic models, berasumsi bahwa sistem temu kembali informasi
bertugas
membuat
urutan-urutan
(ranking)
dokumen
sesuai
kemungkinannya dalam menjawab kebutuhan nilai relevansi dokumen.
4.Cognitive models, memfokuskan diri pada interaksi antara pengguna dan
sistem IR, tidak hanya persoalan dokumen dan query, lebih mempersoalkan
antar muka (interface) dari pada proses komputasi penemuan dokumen (p
.54).

18

Penggunaan Language modeling atau statistical language modeling muncul
sebagai probabilistic framework yang baru, bermaksud menangkap ketidakteraturan
statistik yang menjadi ciri dari ketidakteraturan pengguna bahasa. Sebuah Language
models (LM) adalah model tentang distribusi kondisional dari identitas kata yang
kesekian dalam sebuah rangkaian, yang ditentukan oleh identitas dari semua kata-kata
sebelumnya. Dalam diagram model, bahasa tertulis diandalkan dengan memakai
model matematik.

2.4.1 Tujuan dan Fungsi Sistem Temu Kembali Koleksi
Sistem Temu Kembali Informasi didesain untuk menemukan dokumen atau
informasi yang diperlukan oleh masyarakat pengguna. Sistem Temu Kembali
Informasi bertujuan untuk menjembatani kebutuhan informasi pengguna dengan
sumber informasi yang tersedia dalam situasi seperti dikemukakan Belkin yang di
kutip oleh Lubis (2007) sebagai berikut:
1.Penulis mempresentasikan sekumpulan ide dalam sebuah dokumen
menggunakan sekumpulan konsep.
2.Terdapat beberapa pengguna yang memerlukan ide yang dikemukakan oleh
penulis tersebut, tapi mereka tidak dapat mengidentifikasikan dan
menemukannya dengan baik.
3.Sistem temu kembali informasi bertujuan untuk mempertemukan ide yang
dikemukakan oleh penulis dalam dokumen dengan kebutuhan informasi
pengguna yang dinyatakan dalam bentuk pertanyaan (query) (p. 5).
Berkaitan dengan sumber informasi di satu sisi dan kebutuhan informasi pengguna di
sisi yang lain, Sistem Temu Kembali koleksi berperan untuk :
1. Menganalisis isi sumber informasi dan pertanyaan pengguna.
2. Mempertemukan pertanyaan pengguna dengan sumber informasi untuk
mendapatkan dokumen yang relevan.
Adapun fungsi utama Sistem Temu Kembali Informasi seperti dikemukakan oleh
Lancaster yng dikutip oleh Alwi (2012) adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi sumber informasi yang relevan dengan minat masyarakat
pengguna yang ditargetkan.

19

2. Menganalisis isi sumber informasi (dokumen)
3. Merepresentasikan isi sumber informasi dengan cara tertentu yang
memungkinkan untuk dipertemukan dengan pertanyaan (query) pengguna.
4. Merepresentasikan pertanyaan (query) pengguna dengan cara tertentu yang
memungkinkan untuk dipertemukan sumber informasi yang terdapat dalam
basis data.
5. Mempertemukan pernyataan pencarian dengan data yang tersimpan dalam
basis data.
6. Menemu-kembalikan informasi yang relevan.
7. Menyempurnakan unjuk kerja sistem berdasarkan umpan balik yang
diberikan oleh pengguna (p. 14).

20