Implikasi Monopoli Industri Rokok Kretek

JIEP-Vol. X, No X, Month 201X
ISSN (P) XXXX-XXXX E-ISSN XXXX-XXXX

Implikasi Monopoli Industri Rokok Kretek Oleh Perusahaan Asing
di Indonesia
Andri Prasetyo
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, University Sebelas Maret, Indonesia
E-mail: andri75@ymail.com
Abstract
Tembakau adalah tanaman yang bukan asli atau endemik dari Indonesia tetapi
masyarakat Indonesia memiliki kreatifitas tersendiri dalam mengolah tembakau
menjadi rokok. Rokok kretek adalah rokok yang memang asli dibuat oleh orangorang terdahulu masyarakat Indonesia. Industri Kretek merupakan satu dari
industri manufaktur yang muncul di Nusantara sebelum Indonesia modern merdeka.
Indutri kretek boleh dikatan indutri yang sangat mandiri dari segi produksi maupun
konsumenya. Dimana dengan bahan baku yang berasal dari Indonesia, diolah oleh
orang Indonesia, dibuat di pabrik Indonesia, dan dijual kepada konsumen yang
mayoritas orang Indonesia, serta hasilnya dinikmati oleh berbagai lapisan
masyarakat Indonesia (cukai, pajak, CSR, gaji buruh, petani, pedagang, dll). Pola
Circular and Cumulative Causation dan Core Periphery terjadi ketika segelintir
orang atau perusahaan farmasi dengan lembaga penentu kebijakan kesehatan dunia
yaitu WHO saling berkaitan dan kemudian mempengaruhi aturan-aturan

pertembakauan dunia tidak terkecuali di Indonesia.
Keywords: Tembakau, Kretek, Monopoli Tembakau, Lembaga Internasional,
FCTC (Framework Convention of Tobacco Control)
JEL Classification:

1. PENDAHULUAN
Dewasa
ini
fenomena
pelarangan merokok di berbagai
tempat, di berbagai kantor, di berbagai
instansi, di berbagai pusat-pusat
keramaian masyarakat, beredar banyak
sepanduk atau tulisan-tulisan tentang
peringatan dan pelarangan kegiatan
merokok. Di bungkus rokok sendiri
juga terdapat tulisan dan gambar
tentang akibat dari merokok. Yang
bertujuan untuk memberikan efek
psikologis bagi para perokok untuk

takut dan menghentikan kebiasaan
merokok.

harga rokok akan naik hingga Rp
50.000.
Kebjakan
tersebut
dimaksudkan, dengan harga rokok
yang tinggi diharapkan masyarakat
merasa keberatan dengan mahalnya
harga rokok dan mengurungkan
keinginan untuk membeli rokok.
Seoalah kegiatan merokok
menjadi sebuah kegiatan yang hampir
sama dengan kegiatan kriminalitas,
bahkan hampir sama seperti kegiatan
asusila yang harus dilokalkan di tempat
khusus merokok, dan penyediaan
tempat khusus merokok tersebut
bahkan hingga diatur dalam undangundang.


Dalam penekanan konsumsi
rokok pemerintah dalam berkala setiap
tahun menaikan harga rokok dengan
memperbesar tarif cukai rokok hingga
harga keekonomian tertinggi, pada
tahun 2016 sempat ada wacana bahwa

Lebih dari empat abad
tembakau masuk ke Jawa dan tradisi
merokok kretek, sudah menjadi bagian
budaya
masyarakat
Indonesia
1

JIEP-Vol. X, No X, Month 201X
ISSN (P) XXXX-XXXX E-ISSN XXXX-XXXX

Gelombang gempuran dan

suara
gaduh
yang
berupaya
mengguncang kemajuan produksi
pengolahan tembakau di Indonesia
tidak hanya digulirkan oleh kekuatan
raksasa dunia – diwakili regim
kesehatan dan perdagangan bebas –
namun juga membawa pengaruhnya
terhadap berbagai organisasi dan
barisan anti penggunaan tembakau di
dalam
negeri
untuk
menekan
pemerintah dan parlemen supaya dapat
mengatur perdagangan dan konsumsi
tembakau. Mereka seperti menabuh
genderang perang terhadap produk

tembakau, khususnya buah perpaduan
yang khas antara tembakau dan
cengkeh, yang sangat lagendaris
dengan sebutan kretek (Hamilton,
2000).

(akulturasi) sedemikian lama, yang
tidak hanya tinggal di Jawa. Kini,
rokok dan kebiasaan merokok mulai
mendapat “hujatan” keras dari berbagai
pihak. Utamanya karena, konon,
merokok dianggap sangat berbahaya
bagi kesehatan si pelaku (perokok
aktif), dan orang-orang di sekitarnya
(perokok pasif). Padahal, di sisi lain
rokok di Indonesia telah membuat para
pemilik industri rokok besar menjadi
orang-orang terkaya di Indonesia.
Karena menyumbang cukai puluhan
triliun rupiah setiap tahun, membuat

banyak pihak terlena dan menganggap
industri rokok lebih banyak manfaat
ketimbang mudaratnya.
Diakui atau tidak diaukai,
diterima
atau
tidak
diterima,
sebenarnya rokok dan kebiasaan
merokok kretek telah mewarnai
kehidupan
berbagai
lapisan
masyarakat. Rokok kretek dan
bagaimana cara menikmatinya, bisa
menggambarkan
perkembangan
peradaban masyarakat kita. Rokok
kretek merupakan produk asli
Indonesia yang unik dan diakui dunia.

Konsumen tembakau Indonesia
terbilang unik, mengingat mayoritas
perokok
(sekitar
90
persen)
mengonsumsi rokok kretek yang
merupakan rokok tradisional yang
dibuat dari tembakau, kuncup cengkeh,
dan bumbu (saus). Jenis rokok
semacam ini merupakan satu-satunya
yang diproduksi dunia, baik yang
dibuat tradisional oleh tangan, maupun
oleh mesin.

Inilah industri yang hampir
seluruhnya dirintis oleh tiga generasi
sebelumnya – lebih dari satu abad
beroperasi dan terus bertahan – dengan
susah-payah dibangun dan dikerahkan

daya cipta, dari kerja keras dan keringat
banting tulang, serta pemanfaatan
sumber daya lokal sampai memetik
posisi terdepan yang tidak tergoyahkan
oleh gelombang krisis ekonomi dunia
(Topatimasang, 2010).
Mengguncang
produksi
pengolahan tembakau dengan hanya
mengatasnamakan doktrin kesehatan
belaka dapat diasumsikan sebagai
persoalan serius. Karena guncangan ini
bakal menghadapi jutaan orang yang
menggantungkan hidup dalam mata
rantai perladangan dan perkebunan
tembakau
sampai
industri
pengolahannya
dan perdagangan

rokok.

Berbagai kebiasaan individu
maupun sosial yang mewarnai nilainilai kebudayaan suatu masyarakat
terbentuk melalui suatu proses yang
panjang dan berliku-liku. Termasuk
kretek dan kebiasaan merokok kretek
di masyarakat Indonesia.

Secara ekonomi, sejak lama
telah terbentuk keterkaitan rantai
produksi dari hulu ke hilir dengan lebih
lengkap di mana hasil perkebunan
tembakau dan cengkeh diserap oleh
industri kretek. Negara pun disokong
2

JIEP-Vol. X, No X, Month 201X
ISSN (P) XXXX-XXXX E-ISSN XXXX-XXXX


konferensi tersebut berasl dari empat
perusahaan farmasi multinasional
terkemuka: Glaxo Wellcome, Novartis,
Pharmacia dan SmithKline Beecham,
yang semuanya memproduksi dan/atau
memasarkan
produk-produk
“pengganti nikotin” atau penghenti
merokok lainnya. McNeil Consumer
Products, anak perusahaan Johnson &
Johnson yang memasarkan Nicotrol,
diwakili oleh Robert Wood Johnson
Foundation, sebuah yayasan yang
menerima seluruh jumlah total kirakira $8 miliar dari sahamnya di J&J.
(Hamilton, 2000).

dengan penerimaan pajak dan cukai
yang tinggi. Dalam kretek, terdapat
racikan aroma cengkeh (Euginia
aromatica)


rempah-rempah
lagendaris – yang tidak ditemukan
rokok lainnya seperti rokok Amerika
Serikat (AS) atau Eropa. (Hunusz,
2000)
Namun studi tandingan yang
disajikan ini sangatlah penting.
Tembakau (Nicotiana tabaccum atau
Nicotiana spp., L.) – dengan kadar
nikotin sekitar 0,6 persen – adalah
tanaman yang telah menjadi bagian
penting dalam ekonomi dan budaya di
Indonesia. Sehingga studi ini lebih dari
sekadar memaparkan dampaknya atas
kesehatan, apalagi secara berlebihan
dinyatakan
sebagai
penyebab
kematian,
menimbang
betapa
pentingnya bagi ekonomi dan budaya
yang telah terbentuk ratusan tahun dan
bersifat padat karya di Indonesia,
khususnya hak-hak ekonomi, sosial
dan budaya lainnya terkait upaya
mengendalikan secara ketat terhadap
tembakau dan produk pengolahan
tembakau. Terlebih lagi, kampanye
anti tembakau ini tidak diiringi dengan
solusi ekonomi dan budaya yang dapat
dipertanggungjawabkan,
kecuali
dengan menunjukkan satu kasus
keberhasilan dalam peralihan pola
tanam tembakau ke sayuran. (Radjab,
2013).

World Health Organization
(WHO) memang telah mengadopsi
Framework Convention on Tobacco
Control (FCTC) dalam Sidang
Kesehatan Dunia (World Health
Assembly) ke-56 pada 2003. FCTC ini
memberikan rujukan tentang betapa
pentingnya pengendalian tembakau di
seluruh dunia. Dengan rujukan ini
diharapkan negara-negara anggota
Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB)
berkomitmen untuk mengesahkan
FCTC menjadi hukum atau kebijakan
nasionalnya masing-masing, sehingga
menjadi bagian dari negara-negara
peserta (states parties) atas FCTC.
Setiap negara diharapkan dapat
menunjukkan komitmen yang kuat
dalam
mengurangi
dampak
penggunaan
tembakau
terhadap
kesehatan, dengan langkah-langkah
meratifikasi FCTC, menjabarkan lebih
lanjut komitmennya ke dalam UU,
serta kebijakan lainnya yang relevan.

Adanya riset dan kajian Wanda
Hamilton yang terbit dalam buku
berjudul “niconite war” menyajikan
fakta-fakta bahwa dibalik agenda
global tentang pengontrolan atas
tembakau terdapat kepentingan besar
bisnis perdagangan obat-obat yang
dikenal dengan Nicotine Replacemen
Theraphy (NRT). Pada tahun 2000 di
Amerika serikat ada konfrensi
pertembakauan ke 11 yang di gelar di
Chicago, masih dalam penuturan
Wanda bahwa dana untuk membiayai

Adapun
pengadopsian
Framework Convention on Tobacco
Control (FCTC) ke dalam hukum
nasional lebih kuat daripada upaya
perlindungan pertanian tembakau.
Adopsi ini dilakukan misalnya dengan
kebijakan pengalihan
tanaman,
pengurangan
subsidi
pertanian
tembakau
yang
menyebabkan
3

JIEP-Vol. X, No X, Month 201X
ISSN (P) XXXX-XXXX E-ISSN XXXX-XXXX

batang kretek yang dibakar warga
Negara Indonesia harus dikirim kepada
pemilik modal besar asing. Pangsa
rokok di Indonesia saat ini benar-benar
dikuasai oleh perusahaan asing tidak
hanya produk rokok putih namun juga
rokok kretek. Selain produk rokok
putih mereka yang sudah menguasai 50
persen pasar rokok putih di Indonesia,
PT Philip Morris Indonesia perusahaan
afiliasi dari Phillip Morris Inc. juga
telah mengakuisisi kepemilikan saham
PT. HM. Sampoerna Tbk perusahaan
rokok
kretek
milik
keluarga
Sampoerna atau Lim Seeng Tee dari
Surabaya sebesar 98,18% pada bulan
Mei 2005.(Sunaryo, 2013, 45).

rendahnya pasokan bahan baku industri
rokok, kebijakan kenaikan cukai yang
menyebabkan
banyak
industri
tembakau nasional skala kecil
bangkrut, larangan merokok di tempat
umum yang diatur melalui berbagai
peraturan daerah di tingkat provinsi
dan kabupaten kota yang semakin hari
semakin mempersempit pasar produk
rokok nasional.
Sementara negara maju hingga
saat ini terus berupaya meningkatkan
dominasinya dalam industri ini.
Perusahaan multinasional dari negara
maju seperti Philip Morris, British
American Tobacco, Japan Tobacco
Corporation, perusahaan tembakau
China, dan perusahaan-perusahaan
raksasa Eropa lainnya semakin agresif
membangun dan memperluas industri
ini.
Pendapatan
Philip
Morris
International, misalnya, dilaporkan
lebih besar dari PDB sebuah negara
berkembang.

Berdasarkan uraian diatas dapat
diketahui jika produk rokok kretek
merupakan salah satu komoditas yang
memang asli diciptakan oleh orang
Indonesia, dan industri rokok kretek
adalah industriyang sangat mandiri
dalam hal keterkaitanya dengan luar
negeri. Industri kretek menyerap
tembakau dan cengkeh dari dalam
negeri, menggunakan tenaga kerja
masyarakat Indonesia sendiri, serta
konsumen terbesarnya orang Indonesia
sendiri. Pajak serta hasil cukainya
masuk ke dalam kas negara Indonesia
yang sangat bermanfaat untuk
pembangunan Negara.

Memang Indonesia adalah
surga bagi produsen rokok kretek,
dimana 92% perokok mengkonsumsi
rokok kretek. Namun, dengan adanya
perangkat hokum penamanaman modal
dan Peraturan Menteri Keuangan
(PMK) Nomor: 200/PMK.04/2008 dan
turunannya berupa regulasi Bea dan
Cukai yang mengharuskan semua
perusahaan
rokok
memiliki
gudang/brak berukuran minimal 200
meter persegi telah berhasil membuka
peluang pencaplokkan perusahaan
besar rokok kretek serta merontokkan
industri kecil rokok kretek (produksi
kurang dari 300 juta batang rokok per
tahun) di negeri ini. Menurut Forum
Masyarakat Industri Rokok Seluruh
Indonesia (Formasi), jumlah produsen
rokok kecil menurun drastis dari 3.000
buah menjadi 1.330 atau 55.6%. Di sisi
lain dominasi modal asing semakin
berkuasa sehingga sebagian besar
keuntungan yang didapat dari tiap

2. Kerangka Teoritis
Tembakau dan Industri Kretek
Indonesia
Tulisan awal tentang tembakau
berasal dari Christophorus Columbus
tahun 1492, yang melaporkan
penduduk asli Benua Amerika senang
menghisap tembakau untuk mengusir
rasa letih. Daun tembakau juga
digunakan untuk keperluan upacara
ritual dan bahan pengobatan di
kalangan Suku Indian. Kemudian para
penakluk dan penjelajah dari Eropa
mulai menghisap daun tembakau
4

JIEP-Vol. X, No X, Month 201X
ISSN (P) XXXX-XXXX E-ISSN XXXX-XXXX

industri kretek kebal terhadap gejolak
pasar internasional menjadikannya
lebih mampu meredam guncangan
pada keseluruhan mata rantai produksi
dan pemasarannya, termasuk berbagai
industri yang terkait mulai dari hilir
sampai ke hulu (Wibisono dan
Yoandinas, 2014: 66)

sehingga kebiasaaan ini menyebar
keseluruh penjuru dunia (Budiman &
Onghokham,1987).
Budiman
&
Onghokham
(1987) dalam bukunya “Rokok Kretek,
Lintasan Sejarah dan Artinya bagi
Pembangunan Bangsa dan Negara”,
juga menmbahkan bahwa, kebiasaan
merokok mulai menyebar di pulau
Jawa karena adanya kabar bahwa
kebiasaan
merokok
dapat
menyembuhkan sakit bengek atau
sesak napas. Mula-mula Haji Djamari
penduduk Kudus yang menderita sakit
di bagian dadanya mempelopori
penggunaan minyak cengkeh dalam
mengobati penyakitnya dan ternyata
penyakitnya mulai sembuh. Dengan
naluri bisnisnya maka Haji Djamari
mulai membuat “rokok obat” yang
diproduksi dalam skala industri rumah
tangga dan laku di pasaran. Pada saat
itu “rokok obat” lebih dikenal dengan
nama “rokok cengkeh”, kemudian
sebutan tersebut berganti menjadi
“rokok kretek” karena bila rokok ini
dibakar
maka
berbunyi
berkemeretekan.

CCC (Circular and Cumulative
Causation)
O’Hara (2008) dalam jurnalnya
menerangkan tentang prinsip CCC
(Circular and Cumulative Causation)
yang dikembangkan oleh Gunnar
Myrdal dan Nicholas Kaldor dari Knut
Wicksell. Latar belakang ide dari
prinsip ini adalah perubahan pada
sebuah lembaga akan mempengaruhi
lembaga lainnya. Perubahan ini
bersifat melingkar (circular) dan akan
berlangsung secara terus menerus
sehingga membentuk suatu siklus, di
lain waktu dapat berpengaruh positif
dan bisa juga berpengaruh negatif,
serta secara kumulatif berlangsung
pada setiap periode.
O’Hara
(2008)
juga
menjelaskan, meskipun Myrdal dan
Kaldor sama-sama menggunakan dan
mengembangkan prinsip ini, akan
tetapi keduanya mempunyai bidang
masing-masing. Myrdal konsentrasi
pada aspek sosial dari pembangunan,
sedangkan Kaldor lebih berkonsentrasi
pada hubungan permintaan dan
penawaran pada sektor manufaktur.
Akan tetapi keduanya juga mempunyai
persamaan
ketika
menggunakan
prinsip CCC ini walaupun bidang
konsentrasi keduanya berbeda. Yang
pertama adalah prinsip circular
causation, dalam prinsip ini antara
variabel saling terkait, dan secara
umum interaksi antar variabel tersebut
bersifat komplek dan bermacammacam. Circular causation adalah
suatu pendekatan multi-casual dimana
variabel inti dan hubungannya dengan

Industri kretek merupakan
salah satu industri yang pertama kali
lahir di negeri ini. Dan selama lebih
satu abad lamanya, industri ini tetap
bertahan melewati berbagai gejolak
krisis perekonomian dunia. Secara
teoritik, industri dengan muatan impor
yang tinggi akan mudah goyah saat
terjadi krisis ekonomi. Ini terbukti
ketika krisis ekonomi kawasan (Asia
Timur dan Tenggara) pada paruh kedua
1990-an, mengakibatkan kemerosotan
nilai tukar rupiah yang anjlok sampai
800 persen. Sehingga banyak industri
besar yang bermuatan impor tinggi
benarbenar goyah, bahkan sebagian
ambruk. Hal sebaliknya terjadi pada
industri
kretek
yang
memang
bermuatan impor sangat rendah yakni
hanya sekitar 4 persen. Karakter
5

JIEP-Vol. X, No X, Month 201X
ISSN (P) XXXX-XXXX E-ISSN XXXX-XXXX

variabel
lain
digambarkan.

dijabarkan

ketiganya menurut Myrdal dan Kaldor
dapat mempengaruhi aspek-aspek
ekonomi.

atau

Persamaan yang kedua adalah
keduanya sama-sama menggunakan
prinsip Cumulative Causation dalam
menerapkan prinsip ekonomi politik
CCC pada bidang masing-masing.
Interaksi kumulatif sangat penting
untuk studi empiris Myrdal dan Kaldor
yang membahas mengenai uang,
pertumbuhan, permintaan, penawaran,
pembangunan dan etnis. Cumulative
causation menguji dinamika kumulatif,
dimana dalam umpan balik dan antara
variabel biasanya cenderung memiliki
pengganda
atau dampak yang
diperkuat pada hasil keseluruhan.

Core-Periphery
(Suryandari, Wahyudi, dan
Nababan, 2014), Dalam Pengelolaan
Resiko Bencana Melalui Kerjasama
Lintas Batas Negara, menjelaskan
salah satu contoh sukses dari penerapan
Core-Periphery Model di kawasan
perbatasan adalah yang terjadi pada
kawasan perbatasan Amerika Serikat
dengan kawasan perbatasan Meksiko.
Dalam kasus tersebut ditunjukkan
bahwa pengurangan biaya transportasi
antara
Amerika
dan
Meksiko
menyebabkan
sebagian
besar
perusahaan di Meksiko menuju
wilayah yang berdekatan dengan
perbatasan
Amerika.
Sejak
diberlakukannya perdagangan bebas
dengan pasar Amerika, perekonomian
Meksiko yang awalnya merupakan
perekonomian dengan skala kecil dan
berorientasi pada pasar domestik,
mulai memfokuskan perekonomian
pada pasar ekspor Amerika. Secara
keseluruhan
diketahui
bahwa
kemajuan perekonomian di Kawasan
Perbatasan Meksiko merupakan hasil
dari diberlakukannya pasar bebas dari
pasar Meksiko menuju Pasar Amerika
(Krugman
&
Hanson,
1993).
Berdasarkan contoh kasus tersebut,
Kawasan Perbatasan amerika berperan
sebagai daerah inti (Core) dari kegiatan
perekonomian sedangkan Kawasan
Perbatasan Meksiko menjadi daerah
pinggiran (Periphery) dimana kegiatan
perekonomiannya menginduk pada
kegiatan perekonomian di wilayah inti
(Core).

Persamaan
ketiga
yang
digunakan keduanya dalam melakukan
penelitian pada bidang masing-masing
adalah keduanya percaya bahwa proses
kumulatif
sering
menimbulkan
kontradiksi.
Gordon
(1991),
mengkritik teori Kaldor karena terlalu
banyak kumulasi dan hanya sedikit
kontradiksi. Akan tetapi Kaldor sendiri
tahu masalahnya (Kaldor, 1966).
Sedangkan disisi lain, Myrdal
menunjukkan kontradiksi yang lebih
jelas, karena kumulasi yang terjadi
lebih
spesifik
seiring
dengan
pembangunan yang tidak merata
(O’Hara, 2008).
Persamaan yang keempat,
Myrdal dan Kaldor sama-sama
menyadari pentingnya analisis sejarah,
ruang, dan geografi, karena perubahan
sosial ekonomi dan politik akan
menentukan kondisi ataupun jalannya
suatu evolusi dan transformasi.
Kemudian perbedaan regional atau
wilayah, hal ini berkaitan dengan
geografi,
dapat
menimbulkan
perbedaan
pertumbuhan
dan
perkembangan suatu daerah. Maka dari
itu, keduanya menggunakan analisis
sejarah, ruang, dan geografi, karena

Dalam
konteks
mitigasi
bencana, konsep ini dirasakan tepat
untuk menggambarkan keterkaitan
antara dua wilayah yang bekerjasama.
Seperti yang sudah digambarkan dalam
Core Periphery Model diatas, kedua
6

JIEP-Vol. X, No X, Month 201X
ISSN (P) XXXX-XXXX E-ISSN XXXX-XXXX

12.114.148.530/tahun
(metode
Willingness to Pay). Nilai biaya sosial
tersebut dapat dikompensasi dengan
0,25% manfaat aktivitas ekonomi yang
dinilai dengan PDRB kabupaten
Sleman.

wilayah memiliki keterkaitan dalam
hal ekonomi. Apabila ekonomi salah
satu wilayah terganggu, maka wilayah
lainnya
juga
akan
merasakan
dampaknya. Konsep ini dapat kita
gunakan dalam konteks mitigasi
bencana. Apabila salah satu wilayah
terkena
bencana,
maka
akan
mengganggu
aktivitas
perekonomiannya, yang tentunya akan
memberikan dampak pada wilayah
sekitarnya. Oleh karena itu dibutuhkan
kerjasama lintas batas negara dalam
mitigasi bencana.

Penelitian terdahulu
Penelitian yang dilakukan
Enstrom dan Kabat (2003), yang
dipublikasikan dalam jurnal British
Medical Journal, dengan judul
“Environmental tobacco smoke and
tobacco related mortality in a
prospective study of Californians,
1960-98”.
Menunjukan
bahwa
lingkungan yang terpapar asap
tembakau tidak berpengaruh terhadap
kematian, serta juga memiliki dampak
kecil terhadap perokok pasif untuk
tekena penyakit jantung koroner dan
kanker peru-paru.

Budaya dan Perilaku Ekonomi
Pratama dan Manzliati (2014),
menyatakan bahwa perilaku ekonomi
memiliki
hubungan
dengan
kebudayaan
setempat.
Muatan
psikologis
kebudayaan
akan
menjadikan
stimulus
untuk
melaksanakan
suatu
interaksi.
Keberadaan panutan di kebudayaan
jawa sangatlah penting. Segala sikap
dan tindakan haruslah sesuai dengan
apa yang diperintahkan orang yang
“ditahbiskan” sebagai panutan. Posisi
tawar untuk menentukan suatu
keputusan
ekonomi
seringkali
berkurang bahkan tidak ada dan semua
akan disesuaikan dengan panutan yang
dipercayai.Tetapi pada kenyataannya
kepatuhan
pada
panutan
ini
menghindarkan pada ketidakefisienan.

Indriastuti
(2014),
dalam
penelitiannya menyimpulkan bahwa
liberalisasi
pertanian
berdampak
terhadap produktivitas ekonomi petani
tembakau di Kabupaten Jember berupa
kenaikan
biaya
produksi
dan
persaingan yang semakin ketat. Namun
kondisi tersebut tidak mempengaruhi
keputusan petani untuk menanam
karena mereka berusaha mengadu
peruntungan.
Selain itu persaingan global serta
pembukaan market access bagi produk
tembakau menyebabkan produk lokal
harus bersaing dengan produk asing.
Pada akhirnya perusahaan yang
memiliki modal besar dapat bertahan
dan bahkan berekspansi sampai ke
manca negara. Namun pabrik-pabrik
rokok kelas menengah ke bawah yang
justru menampung tembakau dari
petani akan gulung tikar karena kalah
bersaing
dan
tidak
mampu
menanggung efek kenaikan cukai
rokok.

Samudro
(2003),
dalam
penelitiannya menyimpulkan bahwa
rerata jumlah kasus kesehatan sebagai
dampak polusi dari kendaraan
bermotor di kabupaten Sleman adalah
11.368 kasus/tahun, dan Kontribusi
emisi polutan dari kendaraan bermotor
di kabupaten Sleman yang paling
dominan terhadap udara ambien adalah
gas CO dan NO2. Serta Nilai
ekonomi/biaya sosial (pengeluaran
masyarakat) dampak kesehatan akibat
polusi udara dari kendaraan bermotor
di kabupaten Sleman adalah Rp
7

JIEP-Vol. X, No X, Month 201X
ISSN (P) XXXX-XXXX E-ISSN XXXX-XXXX

3.

METODE PENELITIAN

tapi juga meliputi analisis dan
interpretasi tentang arti data tersebut.
Oleh karena itu, penelitian deskriptif
mungkin saja mengambil bentuk
penelitian komparatif, yaitu suatu
penelitian yang membandingkan satu
fenomena atau gejala dengan fenomena
atau gejala lain, atau dalam bentuk
studi kuantitatif dengan mengadakan
klasifikasi, penilaian, menetapkan
standar, dan hubungan kedudukan satu
unsur dengan unsur yang lain.
Metode
deskriptif
dalam
penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui
implikasi
tentang
pemonopolian industri rokok kretek di
Indonesia oleh perusaan-perusaan
asing yang berinvestasi dengan
membeli saham secara mayoritas pada
perusahaan-perusahaan
rokok
di
berbagai daerah. Dan tidak pula
terbatas pada perusahaan asing itu saja,
melainkan
juga
lembaga-lebaga
internasional yang memberikan hibah
atau bantuan tetapi dengan maksud
tertentu yang diindikasikan juga akan
mempermudah proses pemonopolian
tersebut

Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan
metode Deskriptif. Menurut Hidayat
syah (2010) penelitian deskriptif
adalah metode penelitian yang
digunakan
untuk
menemukan
pengetahuan yang seluas-luasnya
terhadap objek penelitian pada suatu
masa tertentu. Sedangkan menurut
Punaji Setyosari (2010) ia menjelaskan
bahwa penelitian deskriptif adalah
penelitian yang bertujuan untuk
menjelaskan atau mendeskripsikan
suatu keadaan, peristiwa, objek apakah
orang, atau segala sesuatu yang terkait
dengan variabel-variebel yang bisa
dijelaskan baik dengan angka-angka
maupun kata-kata.
Sukmadinata
(2006:72)
menjelaskan
Penelitian deskriptif
adalah suatu bentuk penelitian yang
ditujukan untuk mendeskripsikan
fenomena-fenomena yang ada, baik
fenomena alamiah maupun fenomena
buatan manusia. Fenomena itu bisa
berupa bentuk, aktivitas, karakteristik,
perubahan, hubungan, kesamaan, dan
perbedaan antara fenomena yang satu
dengan fenomena lainnya.
Penelitian deskriptif menurut
Etna Widodo dan Mukhtar (2000)
kebanyakan tidak dimaksudkan untuk
menguji hipotesis tertentu, melainkan
lebih pada menggambarkan apa adanya
suatu gejala, variabel, atau keadaan.
Namun demikian, tidak berarti semua
penelitian
deskriptif
tidak
menggunakan hipotesis. Penggunaan
hipotesis dalam penelitian deskriptif
bukan dimaksudkan untuk diuji
melainkan
bagaimana
berusaha
menemukan sesuatu yang berarti
sebagai alternatif dalam mengatasi
masalah penelitian melalui prosedur
ilmiah.
Penelitian deskriptif tidak
hanya
terbatas
pada
masalah
pengumpulan dan penyusunan data,

Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang
akan digunakan dalam penelitian ialah,
menggunakan data primer dan
sekunder.
1)Data Primer
Data Primer diperoleh dari hasil
wawancara langsung dengan informan,
ialah orang yang dianggap menguasai
atau memahami tentang objek
penelitian
Selanjutnya
peneliti
mengobservasi langsung dari berbagai
kegiatan-kegiatan di lokasi penelitian
dengan mengamati objek penelitian.
Peneliti juga dapat terlibat secara aktif
partisipan atau non-partisipan.
2)Data Sekunder
Data
Sekunder
diperoleh
melalui beberapa rujukan studi literatur
dari penelitian-penelitian terdahulu
8

JIEP-Vol. X, No X, Month 201X
ISSN (P) XXXX-XXXX E-ISSN XXXX-XXXX

Teknik Analisis
Dalam penelitian ini peneliti
mengkaji
dengan
menggunakan
metode konten analisis, yaitu analisis
secara mendalam tentang suatu isu-isu
atau informasi yang dipublikasi oleh
media.
Budd (1967), dalam bukunya
Content Analysis In Communication
Research, mengemukakan, analisis
adalah teknik sistematik untuk
menganalisis isi pesan dan mengolah
pesan, atau suatu alat untuk
mengopservasi dan menganalisis
perilaku komunikasi yang terbuka dari
komunikator yang dipilih.
Menurut Krippendorff (dalam
Suprayogo,2001) Analisis Isi bukan
sekedar menjadikan isi pesan sebagai
obyeknya, melainkan lebih dari itu
terkait dengan konsepsi konsepsi yang
lebih baru tentang gejala-gejala
simbolik dalam dunia komunikasi.
4.

berpengaruh dalam sejarah PBB,
dengan melibatkan 172 negara di dunia.
(Daeng, 2011)
Banyak
penelitian
yang
mengungkapkan
tentang
manfaat
nikotin untuk obat obatan, tetapi
publikasi dari peelitian tersebut sangat
terbatas. Wanda Hamilton (2010) dalam
bukunya menyatakan
“para peneliti menemukan bahwa
nikotin memiliki kemungkinan
dimanfaatkan bagi pengobatan,
untuk merawat penyakit-penyakit
tertentu. Mereka sudah mengetahui
bahwa nikotin meningkatkan
konsentrasi dan kontrol syaraf
motorik,
bahwa
nikotin
meningkatkan ambang batas rasa
sakit pada orang-orang tertentu,
bahwa
nikotin
membantu
menangkal rasa lapar. Karena
semua alasan itulah, dengan
mudah dan dalam jumlah besar
rokok dipasok untuk para serdadu
Perang Dunia I dan II. Sejak itu,
lebih banyak lagi manfaat nikotin
dan tembakau untuk kepentingan
terapi
ditemukan.
Namun
masalahnya bagi perusahaanperusahaan farmasi adalah bahwa
nikotin itu sendiri tidak dapat
dipatenkan karena ia terkandung
secara alami pada tembakau,
tomat, kentang dan sayur-sayuran
lain. Yang bisa dipatenkan adalah
senyawa “mirip nikotin” dan
sarana pengantar nikotin. Karena
itulah
perusahaanperusahaan
farmasi menjadi kian tertarik untuk
mengembangkan
senyawasenyawa nikotin baru serta sarana
pengantar nikotin yang bisa
mereka patenkan, bukan hanya
untuk membantu berhenti merokok
namun akhirnya juga untuk
keperluan terapi lainnya.”

ANALISIS DATA DAN
PEMBAHASAN

Indonesia memiliki pangsa
pasar yang cukup besar dalam hal
industri hasil olahan tembakau,
konsumen yang paling banyak ialah
pangsa rokok kretek dimana hampir
90% perokok Indonesia adalah
pengkonsumsi kretek. Hanya sebagian
kecil dalam segmentasi masyarakat
pengkonsumsi produk hasil tembakau
yang membeli atau mengkonsumsi
rokok putih, cerutu, dan rokok elektrik,
namun ketiga jenis rokok terakhir ini
kian tahun semakin besar jumlah
konsumennya.
World Health Organisation
(WHO) adalah lembaga Perserikatan
Bangsa-Banga dalam bidang kesehatan,
pada tahun 2003 mengadopsi FCTC
(Framework Convention of Tobaco
Control) dan mulai berlaku pada tahun
2005. Sejak itu FCTC menjadi
perjanjian
yang
paling
besar

Collins (2002) mencatat dua
konsorsium perusahaan farmasi yang
9

JIEP-Vol. X, No X, Month 201X
ISSN (P) XXXX-XXXX E-ISSN XXXX-XXXX

memiliki ketertarikan khusus dalam isu
pengendalian tembakau dan bekerja
sama dengan WHO. Konsorsium
farmasi tersebut adalah World SelfMedication Industry (WSMI) dan
International
Federation
of
Pharmaceutical
Manufacturers
Association (IFPMA). Perwakilan
WSMI bergabung dalam Policy and
Strategy Advisory Comittee (PSAC),
komite penasihat yang melapor
langsung kepada Director-General
WHO Gro Harlem Brundtland
mengenai isu pengendalian tembakau
periode 1999 – Mei 2001.

Kebijakan Brundtland yang
menggandeng
kemitraan
dengan
perusahaan swasta ini dilihat oleh
beberapa kalangan sebagai hal yang
menyebabkan
WHO
kehilangan
independensinya. Kemitraan WHO
dengan korporasi farmasi multinasional
ini didasarkan pada sebuah kepentingan
yang diungkapkan sendiri oleh
Brundtland, “they all manufacture
treatment products against tobacco
dependence” – ketiga korporasi tersebut
memanufaktur obat-obatan Nicotine
Replacement Treatment (NRT).
Sangat jelas hal-hal tersebut
menunjukkan bahwa FCTC tidak lain
dari suatu senjata hukum ampuh yang
digunakan
korporasi
farmasi
internasional untuk memenangkan
kepentingan penjualan produk-produk
NRT. Dari sisi sosial ekonomi FCTC
seakan menjadi “senjata pembunuh”
bagi petani tembakau, petani cengkeh,
dan jutaan rakyat yang hidupnya
bergantung pada industri tembakau dan
industri terkait lainnya, yang terancam
kehilangan
sumber
nafkah
kehidupannya, akibat pelaksanaan
agenda anti tembakau dengan segala
regulasinya.

Keterlibatan perusahaan farmasi
dalam isu pengendalian tembakau
adalah melalui kontribusinya dalam
menemukan dan memasarkan produk
pengganti nikotin yang berfungsi
sebagai terapi untuk membantu perokok
menghentikan kebiasaannya. Studi
Bank Dunia menyatakan bahwa
Nicotine Replacement Therapy (NRT)
merupakan strategi ketiga yang efektif
dalam mengontrol konsumsi tembakau
(dua lainnya adalah tingginya pajak dan
kebijakan non harga lainnya) (Jha dan
Chaloupka, 1999).
Dalam buku Kriminalisasi
Berujung Monopoli yang ditulis
Salamudin Daeng, dkk (2011)
mengungkapkan bahwa di acara World
Economic Forum di Davos, tanggal 30
Januari
1999,
Brundtland1
mengumumkan kemitraan proyek
(partnership project) antara WHO
dengan tiga perusahaan farmasi
multinasional, yakni Pharmacia &
Upjohn, Novartis, dan GlaxoWellcome,
yang memang telah aktif sejak
peluncuran Proyek Prakarsa Bebas
Tembakau WHO di bulan Juli 1998.

Akibat kampanye internasional
untuk menekan produksi dan konsumsi
tembakau, negara juga terancam
kehilangan sumber penerimaan dari
industri
tembakau
ini,
yang
kesemuannya tidak ditanggung dan
tidak pula digantikan oleh Proyek
Prakarsa Bebas Tembakau dengan
segala agenda anti tembakaunya. Di saat
jutaan orang terancam kehidupannya
karena kehilangan mata pencaharian
dan ladang penghidupan, korporasikorporasi farmasi multinasional, yang
praktis tidak berkontribusi untuk

1

Dr. Gro Harlem Brundtland, adalah Direktur
Jederal WHO periode 1998-2003, dan mantan
perdana menteri Norwegia.

10

JIEP-Vol. X, No X, Month 201X
ISSN (P) XXXX-XXXX E-ISSN XXXX-XXXX

menyerap tenaga kerja dan tidak
memberikan
keuntungan
bagi
penerimaan negara, sibuk menghitung
peluang keuntungan dari perdagangan
obat-obat NRT, dengan bersembunyi di
balik topeng “kesehatan publik”.

2.

Fakta-fakta tersebut semakin
menguatkan bahwa kampanye anti
tembakau hanyalah “alat” oleh beberapa
perusahaan NRT dalam penjualan
produknya, alasan kesehatan serta
kandungan zat-zat dalam rokok yang
“berbahaya” hanyalah sebagai “bumbubumbu” dalam usaha tersebut.

3.

Pola circular terjadi antara
perusahaan farmasi dengan WHO dan
juga dengan para filantropi – seperti
Bloombergh, Bill Gates, Rockefeller
Foundation, dan beberapa filantropi
Amerika – mereka terkait satu sama
lainya. Blombergh sendiri dengan Johns
Hopkins University pada tahun 1998
mendirikan sebuah lembaga yang
bernama Institute for Global Tobacco
Control yang berpusat di JHU
Bloomberg School of Public Health,
yang merupakan salah satu departemen
atau fakultas dari Johns Hopkins
University (JHU). Lulusan-lulusan dari
dari JHU banyak yang menjadi ahli di
WHO termasuk Harlem Brundtland
adalah lulusan JHU.

4.

5.

6.

Kurniawan (2012) dalam buku
Tipuan Bloombergh, mengungkapakan
lembaga donor Blombergh Initiative
rajin memeberikan hibah bantuan dana
pada instansi atau LSM di berbagai
negara di dunia. Beberapa lebaga
instansi
pemerintah
atau
nonpemerintah, LSM dan berbagai
lembaga-lembaga.

pada 2010 menerima Rp 3,6 miliar
demi mengeluarkan fatwa haram
merokok.
Indonesian Corruption Watch (
ICW) juga menerima 45.470 dolar
(sekitar Rp427,418 juta) pada Juli
2010 demi mengonsolidasikan
kampanye anti-tembakau untuk
memulai perubahan fundamental
pada aturan soal tembakau di
Indonesia.
Indonesian Institute for Social
Development menerima 322.643
dolar (Rp 3,032 miliar) pada
September 2010. Lembaga ini
mengeluarkan penelitian yang
mengkritik sistem tata niaga
perdagangan
tembakau
yang
diklaim
merugikan
serta
memiskinkan petani.
Lembaga Pusat Pengendalian
Tembakau dan Ikatan Kesehatan
Masyarakat Indonesia (Tobacco
Control Support Centre-Indonesian
Public Health Association atau
TCSC-IPHA) menerima hingga 1,2
juta dolar (Rp 11,72 miliar) pada
2007-2009
untuk
membuat
pertemuan LSM anti-tembakau.
Forum Warga Kota Jakarta (Fakta)
mereka menerima 225.178 dolar
(Rp 2,116 miliar) atas jasanya itu
dari Bloomberg pada Juli 2010.
Lembaga
Pembinaan
dan
Perlindungan Konsumen Semarang
dibayar oleh Bloomberg sebesar
106.368 dolar (Rp 999,85 juta)
pada November 2010 untuk
mendorong Pemerintah Kota
Semarang mengeluarkan Peraturan
Daerah Anti- Rokok.

FCTC telah diratifikasi di
berbagai negara menjadi undangundang
tentang
pengaturan
pertembakauan di masing-masing
negara. Jika menggunakan konsep
Core-Periphery
dimana
beberapa
segelintir orang atau beberapa kecil
perusahaan sebagai Core atau “wilayah”

Berikut
adalah
beberapa
lembaga atau instansi di Indonesia yang
menerima dana dari Bloombergh
Initiative :
1. Pengurus Pusat Muhammadiyah
11

JIEP-Vol. X, No X, Month 201X
ISSN (P) XXXX-XXXX E-ISSN XXXX-XXXX

sangat jelas terlihat dengan berbagai
isu-isu negatif yang beredar dimana
isu-isu negatif tersebut digencarkan
oleh pihak-pihak yang memiliki motif
terselubung dalam kampanye anti
tembakau atau anti rokok. Dengan cara
berkampanye menggunakan melalui
isu-isu kesehatan yang sangat sensitif,
doktrin tersebut sangat mudah diterima
oleh siapapun.

yang kecil dapat mendominasi hingga
mempengaruhi kebijakan negaranegara
di
dunia
dalam
hal
pertembakauan melalui WHO dengan
aturan FCTC tersebut serta berbagai
lembaga-lembaga donor atau para
Filantropi.
5.

KESIMPULAN, IMPLIKASI,
SARAN, DAN BATASAN

Faktanya, kebijakan larangan
rokok di Amerika Serikat hanya
permainan dari beberapa segelintir
orang atau lembaga yang memiliki
motif untuk memonopoli nikotin
dengan cara mengganti kandungan
alami nikotin dalam tembakau dengat
zat buatan yang disebut Nicotine
Replacement Theraphy (NRT), yang
memiliki fungsi sama dengan nikotin
alami.

Rokok kretek bisa dibilang
sebgai rokok yang unik, sebab
memiliki ciri khas tersendiri dan tidak
ada di negara lain dalam artian dari
sudut pandang kebudayaan, secara
historis rokok kretek berasal dari
budaya leluhur Indonesia atau
nusantara sendiri. Para leluhur meramu
tembakau dengan cengkeh dan saus
dan dimungkinkan dengan bahanbahan lain yang berasal dari Indonesia
sendiri. Seperti hal-hal lain tempe
misalanya, meskipun kedelai bukan
tanaman endemik dari Indonesia, para
leluhur mencampur kedelai dengan
ragi maka jadilah tempe. Sangat
disayangkan
tempe
terlanjur
dipatenkan oleh jepang, maka untuk
urusan rokok kretek jangan sampai
bangsa ini lewat pemerintah atau
lembaga yang berwenang lengah dan
akhirnya dipatenkan oleh negara lain.

DAFTAR PUSTAKA
Budiman & Onghokham (1987), Rokok
Kretek: Lintasan Sejarah dan Artinya
Bagi Pembangunan Bangsa dan
Negara. Kudus: PT. Djarum Kudus.
Budd, Richard W, Thorp, Robert K,
and Donohew, Lewis. (1967). Content
Analysis of Communication. New
York. The Macmillan Company.
Collin, J., Lee, K., dan Bissell, K.
(2002) The Framework Convention on
Tobacco Control: The Politics of
Global Health Governance. Third
World Quarterly, Vol. 23, No. 2,
Global Health and Governance:
HIV/AIDS (April), pp. 265-282.

Rokok kretek termasuk warisan
budaya yang harus perlu dilestarikan
sebab berkaitan dengan identitas
sebuah bangasa. Kearifan budaya
adalah wujud kekayaan yang tidak
ternilai materi berapapun besarnya.
Secara ekonomi hasil dari cukai
maupun pajak dari hasil tembakau yang
notabene mayoritas di Indonesia adalah
rokok kretek, menyumbang tidak
sedikit nilainya terhadap jalanya
pembangunan negara Indonesia.

Daeng, Salamuddin, dkk. (2011),
Kriminalisasi Berujung Monopoli:
Industri Tembakau Indonesia di
Tengah Pusaran Kampanye Regulasi
Anti Rokok Internasional. Jakarta:
Indonesia Berdikari.

Implikasi monopoli tembakau
sebagai bahan utama rokok kretek
12

JIEP-Vol. X, No X, Month 201X
ISSN (P) XXXX-XXXX E-ISSN XXXX-XXXX

Nicholas Kaldor, Further Essays on
Economic Theory. New York: Holmes
and Meier Publishers, 1978, pp. 100139.

Suryandari
,Wahyudi,
Nababan.
(2014). Pengelolaan Resiko Bencana
Melalui Kerjasama Lintas Batas
Negara. Resilience Development
Initiative. Working Paper Series No.
13. Oktober.

Krugman, P., & Hanson, G. (1993).
Mexico-US Free Trade and The
Location of Production. The MexicoUS Free Trade Agreement, PM Mark
(ed.), 163–168.

Gordon, David M. (1991) “Kaldor’s
Macro System: Too Much Cumulation,
Too Few Contradictions.” In Nicholas
Kaldor and Mainstream Economics,
edited by Edward J. Nell and Wally
Semmler, pp. 355-383). New York: St.
Martin’s Press, 1991.

Kurniawan, A. Zulfan, (2011), Tipuan
Blombergh,
Jakarta:
Indonesia
Berdikari.
O’Hara, P. A. (2008). Principle of
Circular and Cumulative Causation:
Fusing Myrdalian and Kaldorian
Growth and Development Dynamics.
JOURNAL OF ECONOMIC ISSUES,
378-387.

Hamilton, Wanda. (2010). Nicotine
War: Perang Nikotin dan Para
Pedagang
Obat,
Yogyakarta:
INSISTPress.
Hanusz, Mark (2000), Kretek: The
Culture and Heritage of Indonesia’s
Clove Cigarette. Jakarta:Equinox.

Radjab, Suryadi (2013). Dampak
Pengendalian Tembakau Terhadap
Hak - Hak Ekonomi, Sosial Dan
Budaya. Jakarta: Serikat Kerakyatan
Indonesia (Sakti) dan Center for Law
and Order Studies (CLOS).

Indriastuti, Suryani (2014), Dampak
Liberalisasi Pertanian Terhadap
Produktivitas
Ekonomi
Petani
Tembakau Di Kabupaten Jember.
Laporan Hasil Penelitian Hibah
Khusus Bagi Peneliti Muda atau
Pemula.
from
http://repository.unej.ac.id/handle/123
456789/63424?show=full

Samudro, Bhimo Rizky (2004).
“Analisis Ekonomi; Dampak Gas
Buang Kendaraan Bermotor Terhadap
Kesehatan Masyarakat : Studi Kasus
Kabupaten Sleman”, Tesis, S2 Ilmu
Ekonomi dan Studi Pembangunan,
Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Enstrom
and
Kabat.
(2003),
“Environmental tobacco smoke and
tobacco related mortality in a
prospective study of Californians,
1960-98”. British Medical Journal, Vol
326, 17 MAY 2003.

Setyosari, Punaji (2010), Metode
Penelitian
Pendidikan
dan
Pengembangnnya, Jakarta: Kencana.
Sukmadinata
(2006).
Penelitian Pendidikan.
Rosdakarya.

Jha, P. and Chaloupka, F. (1999)
Curbing the epidemic: government and
the economics of tobacco control.
Washington, DC: World Bank

Metode
Bandung:

Sunaryo, Thomas (2013), Kretek:
Pusaka Nusantara. Jakarta: Serikat
Kerakyatan Indonesia (Sakti) dan
Center for Law and Order Studies
(CLOS).

Kaldor, Nicholas. Causes of the Slow
Rate of Economic Growth in the United
Kingdom. Cambridge, UK: Cambridge
University Press, (1966). Reprinted in
13

JIEP-Vol. X, No X, Month 201X
ISSN (P) XXXX-XXXX E-ISSN XXXX-XXXX

Pratama dan Manzilati. (2014), “Suara
Akar Rumput: Kebudayaan yang
Mendasari Perilaku Ekonomi”, Jurnal
Ilmu Ekonomi dan Pembangunan. Vol
14, No 1 (2014).

Syah, Hidayat (2010). Penelitian
Deskriptif. Jakarta: Rajawali.
Topatimasang, Roem, et.al. (2010).
eds, Kretek: Kajian Ekonomi &
Budaya 4 Kota. Yogyakarta: Indonesia
Berdikari.

https://m.tempo.co/read/news/2012/12
/05/058446123/petani-tembakaumerapi-berhasil-beralih-ke-sayuran
(diakses selasa, 21 November. 21.50)

Widodo, Etna & Mukhtar, Konstruksi
ke
Arah
Penelitian,
Deskriptif,Ayyrrouz,
Yogyakarta,
2000.
Yoandinas, Marlutfi dan Nuran
Wibisono
(2014).
Kretek:
Kemandirian dan Kedaulatan Bangsa
Indonesia.
Koalisi
Nasional
Penyelamatan Kretek (KNPK).

14