Pengaruh Laju Aliran Biogas Terhadap Performansi Mesin Genset Diesel Satu Silinder Dengan Menggunakan Bahan Bakar Solar + Biogas ( Dual Fuel )

5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biogas
Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan
organik oleh mikroorganisme pada kondisi langka oksigen (anaerob). Komponen
biogas terdiri dari ± 60 % CH4 (metana), ± 38 % CO2 (karbondioksida), ± 2 % N2,
O2, H2, dan H2S. Biogas dapat dibakar seperti elpiji, dalam jumlah yang lebih
besar biogas dapat digunakan sebagai pembangkit energi listrik, sehingga dapat
dijadikan sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan terbarukan.
Biogas yang didominasi oleh gas metana, merupakan gas yang dapat
dibakar. Metana secara luas diproduksi dipermukaan bumi oleh bakteri pembusuk
dengan cara menguraikan bahan organik. Bakteri metanogenesis berperan dalam
pembusukan. Bakteri ini terdapat di rawa-rawa, lumpur sungai, sumber air panas
dan perut hewan herbivora seperti sapi dan domba. Hewan-hewan ini tidak dapat
memproses rumput yang mereka makan, bila tidak ada bakteri anaerobik yang
memecah selulosa di dalam rumput menjadi molekul-molekul yang dapat diserap
oleh perut mereka. Gas yang diproduksi oleh bakteri ini adalah gas metana .
Tabel 2.1 Komposisi jenis gas dan jumlahnya pada suatu unit gas bio
Jenis Gas


Kandungan (%)

Metana

60-70

Karbondioksida

30-40

Nitrogen

3

Hidrogen

1-10

Oksigen


3

Hidrogen Sulfida

5

Sumber : Meynell, 1976.

Universitas Sumatera Utara

6

2.1.1

Bahan Penghasil biogas
Biogas atau gas bio merupakan salah satu jenis energi yang dapat dibuat

dari banyak jenis bahan buangan dan bahan sisa, semcam sampah, kotoran ternak,
jerami dan eceng gondok serta banyak bahan-bahan lainnya lagi. Dengan kata

lain, segala jenis bahan yang dalam istilah termasuk senyawa organik.
Kotoran hewan lebih sering dipilih sebagai bahan pembuat gas bio karena
ketersediaannya yang sangat besar diseluruh dunia. Bahan ini memiliki
keseimbangan nutrisi, mudah diencerkan dan relatif dapat diproses secara biologi.
Kisaran pemrosesan secara biologi antara 28-70 % dari bahan organik tergantung
dari pakannya. Selain itu kotoran segar lebih mudah diproses dibandingkan
dengan kotoran yang lama dan atau telah dikeringkan, disebabkan karena
hilangnya substrat volatil solid selama waktu pengeringan.
Pada umumnya komposisi kotoran sapi memiliki karakteristik yang dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2.2 Karakteristik Kotoran Sapi
Komponen

Massa (%)

Total Padatan

3-6

Total padatan volatile (mudah menguap)


80-90

Total Nitrogen

2-4

Selulosa

15-20

Lignin

5-10

Hemiselulosa

20-25

Sumber : Kumbahan dan industri (1979)

Kotoran sapi merupakan substrat yang dianggap paling cocok sebagai
sumber pembuat gas bio, karena substrat tersebut telah mengandung bakteri
penghasil gas metan yang terdapat dalam perut hewan ruminansia. Keberadaan
bakteri di dalam usus besar ruminansia tersebut membantu proses fermentasi,
sehingga proses pembentukan gas bio pada tangki pencerna dapat dilakukan lebih

Universitas Sumatera Utara

7

cepat. Walaupun demikian, bila kotoran tersebut akan langsung diproses dalam
tangki pencerna, perlu dilakukan pembersihan terlebih dahulu.
Ada tiga kelompok bakteri yang berperan dalam proses pembentukan
biogas:
1. Kelompok bakteri fermentatif, yaitu: Steptococci, Bacteriodes, dan beberapa
jenis Enterobactericeae,
2.

Kelompok bakteri asetogenik, yaitu Desulfovibrio,


3. Kelompok bakteri metana, yaitu Mathanobacterium, Mathanobacillus
Methanosacaria, dan Methanococcus.
Sedangkan terkait dengan temperatur, secara umum ada 3 rentang
temperatur yang disenangi oleh bakteri, yaitu:
1.

Psicrophilic (suhu 4o – 20o C), biasanya untuk negara-negara subtropics atau
beriklim dingin,

2. Mesophilic (suhu 20o – 40o C),
3. Thermophilic (suhu 40o – 60o C), hanya untuk men-digesti material, bukan
untuk menghasilkan biogas.
Dengan demikian, untuk negara tropis seperti Indonesia, digunakan
unheated digester (digester tanpa pemanasan) pada kondisi kondisi temperatur
tanah 20 0C – 30 0C.
2.1.2

Proses Produksi Biogas
Secara garis besar proses pembentukan biogas dibagi menjadi tiga


tahapan, yaitu:
1. Tahap Hidrolisis (Hydrolysis)
Pada tahap ini, bakteri memutuskan rantai panjang karbohidrat kompleks;
protein dan lipida menjadi senyawa rantai pendek. Contohnya polisakarida

Universitas Sumatera Utara

8

diubah menjadi monosakarida, sedangkan protein diubah menjadi peptide
dan asam amino.
2. Tahap Asidifikasi (Acidogenesis dan Acetogenesis)
Pada tahap ini, bakteri (Acetobacter aceti) menghasilkan asam untuk
mengubah senyawa rantai pendek hasil proses hidrolisis menjadi asam
asetat, hidrogen, dan karbon dioksida. Bakteri tersebut merupakan bakteri
anaerob yang dapat tumbuh dan berkembang dalam keadaan asam.
Bakteri memerlukan oksigen dan karbondioksida yang diperoleh dari
oksigen yang terlarut untuk menghasilkan asam asetat. Pembentukan asam
pada kondisi anaerobik tersebut penting untuk pembentukan gas metana
oleh mikroorganisme pada proses selanjutnya. Selain itu bakteri tersebut

juga mengubah senyawa berantai pendek menjadi alkohol, asam organik,
asam amino, karbon dioksida, hidrogen sulfida, dan sedikit gas
metana.Tahap ini termasuk reaksi eksotermis yang menghasilkan energi.
C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP (-118 kJ per mol).
3. Tahap Pembentukan Gas Metana (Methanogenesis)
Pada tahap ini, bakteri Methanobacterium omelianski mengubah senyawa
hasil proses asidifikasi menjadi metana dan CO2 dalam kondisi anaerob.
Proses pembentukan gas metana ini termasuk reaksi eksotermis.
CH3COO- + H+ CH4 + CO2 (-36 Kj per mol)

2.1.3

Nilai Kalor Biogas
Nilai kalor bahan bakar adalah besarnya panas yang dihasilkan oleh bahan

bakar secara sempurna pada volume konstan yang diuji dalam calorimeter dan
dinyatakan dalam kal/kg atau Btu/lb. Panas pembakaran dari bahan bakar bisa
dinyatakan dalam High Heating Value (HHV) dan Lower Heating Value (LHV).
Heating Value merupakan panas pembakaran dari bahan bakar yang di dalamnya
masih termasuk latent heat dari uap air hasil pembakaran. Low Heating Value

merupakan panas pembakaran dari bahan bakar setelah dikurangi latent heat dari
uap air hasil pembakaran

Universitas Sumatera Utara

9

Dengan menggunakan rumus pembakaran, berat dari uap air yang
dihasilkan dapat dihitung.
CH + O
4

2

16.042 + 64

CO + 2H O
2

2


44.011 + 36.032

36.032/16.042 = 2.246 lb atau 1,017438 kg H O/lb CH
2

4

Dengan mengasumsikan panas kondensasi air sebesar 1040 Btu/lb, maka
panas kondensasi pembakaran metana sekitar 2336 Btu per pound metana yang
dibakar. HHV dan LHV untuk pembakaran metana dapat kita lihat sebagai
berikut.
HHV = 23,890 Btu/lb atau 55,63786 kJ/kg*
LHV = 21,518 Btu/lb atau 50,11366 kJ/ kg*
* pada 68 °F dan 14.7 psia.

Berikut ini adalah table sifat-sifat biogas tiap %CH4 yang dikandungnya :
Tabel 2.3 Sifat-sifat Biogas tiap %CH4 yang dikandungnya

Sumber : David Ludington, 2006


Universitas Sumatera Utara

10

2.2 Mesin Diesel
Salah satu penggerak mula yang banyak dipakai adalah mesin kalor, yaitu
mesin yang menggunakan energi panas untuk melakukan kerja mekanik atau yang
mengubah energi panas menjadi energi mekanik. Energi itu sendiri didapat
dengan proses pembakaran, proses fusi bakan bakar nuklir atau proses-proses
yang lain. Ditinjau dari cara memperoleh energi termal ini, mesin kalor dibagi
menjadi dua golongan yaitu mesin pembakaran luar dan mesin pembakaran
dalam.
Pada mesin pembakaran luar, proses pembakaran terjadi di luar mesin
dimana energi panas dari gas hasil pembakaran dipindah ke fluida kerja mesin
melalui beberapa dinding pemisah. Sedangkan pada mesin pembakaran dalam
atau dikenal dengan motor bakar, proses pembakaran terjadi di dalam motor bakar
itu sendiri sehingga gas pembakaran yang terjadi sekaligus berfungsi sebagai
fluida kerja. Motor diesel disebut juga motor bakar atau mesin pembakaran dalam
karena pengubahan tenaga kimia bahan bakar menjadi tenaga mekanik
dilaksanakan di dalam mesin itu sendiri. Di dalam motor diesel terdapat torak
yang mempergunakan beberapa silinder yang di dalamnya terdapat torak yang
bergerak bolak-balik (translasi). Di dalam silinder itu terjadi pembakaran antara
bahan bakar solar dengan oksigen yang berasal dari udara. Gas yang dihasilkan
oleh proses pembakaran mampu menggerakkan torak yang dihubungkan dengan
poros engkol oleh batang penggerak. Gerak translasi yang terjadi pada torak
menyebabkan gerak rotasi pada poros engkol dan sebaliknya gerak rotasi tersebut
mengakibatkan gerak bolak-balik torak.
Konsep pembakaran pada motor diesel adalah melalui proses penyalaan
kompresi udara pada tekanan tinggi. Pembakaran ini dapat terjadi karena udara
dikompresi pada ruangan dengan perbandingan kompresi jauh lebih besar
daripada motor bensin, yaitu antara 14-22. Akibatnya, udara akan mempunyai
tekanan dan temperatur melebihi suhu dan tekanan penyalaan bahan bakar.

Universitas Sumatera Utara

11

Hal ini berbeda untuk percikan pengapian mesin bensin yang
menggunakan busi untuk menyalakan campuran bahan bakar udara. Mesin dan
siklus termodinamika keduanya dikembangkan oleh Rudolph Diesel pada tahun
1892.

2.2.1

Siklus Diesel (Tekanan Tetap)
Siklus Diesel adalah siklus teoritis untuk compression-ignition engine atau

mesin diesel. Perbedaan antara siklus diesel dan Otto adalah penambahan panas
pada tekanan tetap. Karena alasan ini siklus Diesel kadang disebut siklus tekanan
tetap. Dalam diagram P-v, siklus diesel dapat digambarkan seperti berikut.

Gambar 2.1 Diagram T - S dan P - V siklus diesel

Gambar 2.2 Prinsip Kerja Mesin Diesel
1. Langkah Isap
Pada langkah ini piston bergerak dari TMA (Titik Mati Atas) ke
TMB (Titik Mati Bawah). Saat piston bergerak dari bawah katup isap

Universitas Sumatera Utara

12

terbuka, yang menyebabkan ruang didalam silinder menjadi vakum,
sehingga udara murni langsung masuk ke ruang silinder melalui filter
udara.
2. Langkah Kompresi
Poros engkol terus berputar, piston bergerak dari TMB ke TMA,
kedua katup tertutup, Udara murni yang terhisap tadi terkompresi dalam
ruang bakar. Karena terkompresi, suhu dan tekanan udara tersebut naik
hingga mencapai 35 atm dengan temperatur 500o-800o (pada perbandingan
kompresi 20 : 1).
3. Langkah Usaha
Poros engkol masih terus berputar, beberapa derajat sebelum torak
mencapai TMA. Pada akhir langkah kompresi, bahan bakar diinjeksikan
ke dalam ruang bakar. Karena suhu udara kompresi yang tinggi, terjadilah
pembakaran yang menghasilkan tekanan eksplosif yang mendorong piston
bergerak dari TMA ke TMB. Kedua katup masih dalam keadaah tertutup.
Gaya dorong ke bawah diteruskan oleh batang piston ke poros engkol
untuk dirubah menjadi gerak rotasi. Langkah usaha ini berhenti ketika
katup buang mulai membuka beberapa derajat sebelum torak mencapai
TMB.
4. Langkah Buang
Pada langkah ini, gaya yang masih terjadi di flywheel akan
menaikkan kembali piston dari TMB ke TMA. Bersamaan itu juga, katup
buang terbuka sehingga udara sisa pembakaran akan di dorong keluar dari
ruang silinder menuju saluran pembuangan (exhaust)

2.2.2

Siklus aktual motor diesel
Dalam siklus diesel, kerugian – kerugian lebih rendah daripada yang

terjadi pada siklus otto. Kerugian utama adalah karena pembakaran tidak
sempurna. Dalam siklus teoritis, pembakaran diharapkan selesai pada akhir
pembakaran tekanan tetap, tetapi aktualnya after burning berlanjut sampai

Universitas Sumatera Utara

13

setengah langkah ekspansi. Perbandingan efisiensi antara siklus aktual dan teoritis
adalah sekitar 0,85.

Gambar 2.3 Siklus aktual motor diesel 4 langkah

2.2.3

Karakteristik Bahan Bakar Mesin Diesel
Karakteristik bahan bakar mesin diesel yaitu :
a. Volatilitas (Penguapan)
Penguapan adalah sifat kecenderungan bahan bakar untuk berubah
fasa menjadi uap. Tekanan uap yang tinggi dan titik didih yang
rendah menandakan tingginya penguapan. Makin rendah suhu ini
berarti makin tinggi penguapannya.
b. Titik Nyala
Titik nyala adalah titik temperatur terendah dimana bahan bakar
dapat

menimnbulkan

uap

yang

dapat

terbakar

ketika

disinggungkan dengan percikan atau nyala api. Nilai titik nyala
berbanding terbalik dengan penguapan.
c. Viskositas
Viskositas menunjukkan resistensi fluida terhadap aliran. Semakin
tinggi viskositas bahan bakar, semakin sulit bahan bakar itu
diinjeksikan. Peningkatan viskositas juga berpengaruh secara
langsung terhadap kemampuan bahan bakar tersebut bercampur
dengan udara.

Universitas Sumatera Utara

14

d. Kadar Sulfur
Kadar sulfur dalam bahan bakar diesel yang berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya keausan pada bagian-bagian mesin. Hal
ini terjadi karena adanya partikel padat yang terbentuk ketika
terjadi pembakaran.
e. Kadar air
Kandungan air yang terkandung dalam bahan bakar dapat
membentuk kristal yang dapat menyumbat aliran bahan bakar.
f. Kadar Abu
Kadar abu menyatakan banyaknya jumlah logam yang terkandung
dalam bahan bakar. Tingginya konsentrasi dapat menyebabkan
penyumbatan pada injeksi, penimbunan sisa pembakaran.
g. Kadar Residu Karbon
Kadar residu karbon menunjukkan kadar fraksi hidrokarbon yang
mempunyai titik didih lebih tinggi dari bahan bakar, sehingga
karbon tertinggal setelah penguapan dan pembakaran bahan bakar.
h. Titik Tuang
Titik tuang adalah titik temperatur terendah dimana bahan bakar
mulai membeku dan terbentuk kristal-kristal parafin yang dapa
menyumbat saluran bahan bakar.
i. Kadar Karbon
Kadar karbon menunjukkan banyaknya jumlah karbon yang
terdapat dalam bahan bakar.
j. Kadar Hidrogen
Kadar hidrogen menunjukkan banyaknya jumlah hidrogen yang
terdapat dalam bahan bakar.
k. Angka Setana
Angka setana menunjukkan kemampuan bahan bakar untuk
menyala sendiri (auto ignition). Semakin cepat suatu bahan bakar
mesin diesel terbakar setelah diinjeksikan ke dalam ruang bakar,
semakin tinggi angka setana bahan bakar tersebut. Angka setana

Universitas Sumatera Utara

15

bahan bakar adalah persen volume dari setana dalam campuran
setana dan alfa-metil-naftalen yang mempunyai mutu penyalaan
yang sama dengan bahan bakar yang diuji. Bilangan setana 48
berarti bahan bakar setara dengan campuran yang terdiri atas 48 %
setana dan 52 % alfa-metil-naftalen.
l. Nilai Kalor
Nilai kalor menunjukkan energi kalor yang dikandung dalam setiap
satuan massa bahan bakar. Semakin tinggi nilai kalor suatu bahan
bakar, semakin besar energi yang dikandung bahan bakar tersebut
persatuan massa.
m. Massa Jenis
Massa jenis menunjukkan besarnya perbandingan antara massa
dari suatu bahan bakar dengan volumenya.

Universitas Sumatera Utara

16

Tabel 2.4 Spesifikasi minyak solar

No

Karakteristik

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

14
15
16

Angka Setana
Indeks Setana
Berat Jenis Pada 15oC
Viskositas pada 40oC
Kandungan Sulfur
Distilasi : T95
Titik Nyala
Titik Tuang
Karbon Residu
Kandungan air
Biological Growth
Kandungan FAME
Kandungan Metanol dan
Etanol
Korosi Bilah Tembaga
Kandungan Abu
Kandungan Sedimen

17

Bilangan Asam Kuat

18

Bilangan Asam Total

19

13

Unit

Kg/m3
mm2/s
%m/m
o
C
o
C
o
C
Merit
Mg/kg
%v/v

Batasan
MIN
MAX
45
48
815
870
2
5
0,35
370
60
18
Kelas I
500

Metode Uji
ASTM IP
D-613
D-4737
D-1298
D-1298
D-1552
D-86
D-93
D-97
D-4530
D-1744

10

%v/v

-

10

D-4815

-

Kelas I
0,01
0,01

D-130
D-482
D-473

-

0

D-664

-

0,6

D-664

Partikulat

Merit
%m/m
%m/m
mgKOH
/gr
mgKOH
/gr
mg/l

-

D2276

20

Penampilan Visual

-

Jernih dan
Terang

21

Warna

No.AST
M

-

3

D-1500

Sumber: Surat Keputusan Dirjen Migas 3675/K/24/DJM/2006

2.3 Teori Pembakaran
Pada motor bakar, proses pembakaran merupakan reaksi kimia yang
berlangsung sangat cepat antara bahan bakar dengan oksigen yang menimbulkan
panas, sehingga mengakibatkan tekanan dan temperatur gas yang tinggi.
Kebutuhan oksigen untuk pembakaran diperoleh dari udara yang merupakan
campuran antara oksigen dan nitrogen, serta beberapa gas lain dengan presentase
yang relatif kecil dan dapat diabaikan. Reaksi kimia antara bahan bakar dan
oksigen yang diperoleh dari udara akan menghasilkan produk hasil pembakaran

Universitas Sumatera Utara

17

yang komposisinya tergantung dari kualitas pembakaran yang terjadi. Dalam
pembakaran, prose yang terjadi adalah oksidasi dengan reaksi sebagai berikut

Gambar 2.4 Proses Pembakaran Mesin Diesel
Pembakaran diatas dikatakan sempurna bila campuran bahan bakar dan
oksigen (dari udara) mempunyai perbandigan yang tepat, hingga tidak diperoleh
sisa. Bila oksigen terlalu banyak, dikatakan campuran “lean” (kurus), pembakaran
ini menghasilkan api oksidasi. Sebaliknya, bila bahan bakarnya terlalu banyak
(atau tidak cukup oksigen), dikatakan campuran “rich” (kaya), pembakaran ini
menghasilkan api reduksi.
Dalam pembakaran, ada pengertian udara primer yaitu udara yang
dicampurkan dengan bahan bakar di dalam burner (sebelum pembakaran) dan
udara sekunder yaitu udara yang dimasukkan dalam ruang pembakaran setelah
burner, melalui ruang sekitar ujung burner atau melalui tempat lain pada dinding
dapur.
Produk pembakaran campuran udara-bahan bakar dapat dibedakan
menjadi :
1. Pembakaran sempurna (Pembakaran ideal)
Setiap pembakaran sempurna menghasilkan karbon dioksida dan air.
Peristiwa ini hanya dapat berlangsung dengan perbandingan udara-bahan
bakar stoikiometris dan waktu pembakaran yang cukup bagi proses ini.

Universitas Sumatera Utara

18

2. Pembakaran tak sempurna
Peristiwa ini terjadi bila tidak tersedia cukup oksigen. Produk
pembakaran ini adalah hidrokarbon terbakar maka aldehide, ketone, asam
karbosiklis dan sebagian karbon monoksida menjadi polutan dalam gas
buang.
3. Pembakaran dengan udara berlebihan
Pada kondisi temperatur tinggi, nitrokgen dan oksigen dari udara
pembakaran akan bereaksi dan akan membentuk oksida nitrogen (NO dan
NO2).

2.4 Performansi Motor Bakar
2.4.1

Daya Poros
Daya mesin adalah besarnya kerja mesin selama waktu tertentu. Pada

motor bakar daya yang berguna adalah daya poros, dikarenakan poros tersebut
menggerakan beban. Daya poros dibangkitkan oleh daya indikator , yang
merupakan daya gas pembakaran yang menggerakan torak selanjutnya
menggerakan semua mekanisme, sebagian daya indikator dibutuhkan untuk
mengatasi gesekan mekanik, seperti pada torak dan dinding silinder dan gesekan
antara poros dan bantalan. Prestasi motor bakar pertama-tama tergantung dari
daya yang dapat ditimbulkannya. Semakin tinggi frekuensi putar motor makin
tinggi daya yang diberikan hal ini disebabkan oleh semakin besarnya frekuensi
semakin banyak langkah kerja yang dialami pada waktu yang sama. Dengan
demikian besar daya poros itu adalah :

Dimana :

[

]

PB = daya ( W )

Universitas Sumatera Utara

19

T = torsi ( Nm )
n = putaran mesin (Rpm)

2.4.2

Torsi
Torsi adalah perkalian antara gaya dengan jarak. Selama proses usaha

maka tekanan-tekanan yang terjadi di dalam silinder motor menimbulkan suatu
gaya yang luar biasa kuatnya pada torak. Gaya tersebut dipindahkan kepada pena
engkol melalui batang torak , dan mengakibatkan adanya momen putar atau torsi
pada poros engkol. Untuk mengetahui besarnya torsi digunakan alat
dynamometer. Biasanya motor pembakaran ini dihubungkan dengan dynamometer
dengan maksud mendapatkan keluaran dari motor pembakaran dengan cara
menghubungkan poros motor pembakaran dengan poros dynamometer dengan
menggunakan kopling elastik.
T=

2.4.3

…………………………...(2.2) [

]

Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC)
Konsumsi bahan bakar spesifik merupakan salah satu parameter prestasi

yang penting di dalam suatu motor bakar. Parameter ini biasa dipakai sebagai
ukuran ekonomi pemakaian bahan bakar yang terpakai per jam untuk setiap daya
kuda yang dihasilkan.
SFC =

̇

………………………… (2.3) [
…………… (2.4) [

]

]

Dimana :
SFC = konsumsi bahan bakar spesifik ( kg/kw.h )

Universitas Sumatera Utara

20

PB

= daya (W)
= konsumsi bahan bakar

sgf = spesifik grafity
t

= waktu (jam)

2.4.4

Efisiensi Thermal
Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang

dibangkitkan piston karena sejumlah enegi hilang akibat adanya rugi-rugi mekanis
( mechanical losses ). Dengan alasan ekonomis perlu dicari kerja maksimium
yang dapat dihasilkan dari pembakaran sejumlah bahan bakar. Efisiensi ini
disebut juga sebagai efisiensi termal brake ( brake thermal efficiency ).
Jika daya keluaran PB dalam satuan KW, laju aliran bahan bakar mf dalam
satuan kg/jam, maka:

ηb =

2.4.5

3600 ………………… (2.5) [

]

Rasio udara – Bahan Bakar (AFR)
Energi yang masuk kedalam sebuah mesin

berasal dari pembakaran

bahan bakar hidrokarbon. Udara digunakan untuk menyuplai oksigen yang
dibutuhkan untuk mendapatkan reaksi kimia didalam ruang bakar. Agar terjadinya
reaksi pembakaran, jumlah oksigen dan bahan bakar harus tepat. Yang
dirumuskan sebagai berikut:

Dimana:

……………………(2.6) [

]

……………………..(2.7) [

]

massa udara di dalam silinder per siklus

Universitas Sumatera Utara

21

massa bahan bakar di dalam silinder per siklus
laju aliran udara didalam mesin
laju aliran bahan bakar di dalam mesin
tekanan udara masuk silinder
temperatur udara masuk silinder
konstanta udara
volume langkah (displacement)
volume sisa

2.5 Nilai Kalor Bahan Bakar
Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan
panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar
sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Calorific Value, CV). Bedasarkan
asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian
dari nilai kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan
menjadi nilai kalor atas dan nilai kalor bawah.
Nilai kalor atas (High Heating Value,HHV), merupakan nilai kalor yang
diperoleh secara eksperimen dengan menggunakan kalorimeter dimana hasil
pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar
uap air yang terbentuk dari pembakaran hidrogen mengembun dan melepaskan
panas latennya. Secara teoritis, besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung
bila diketahui komposisi bahan bakarnya dengan menggunakan persamaan
Dulong :
HHV = 33950 + 144200 (H2-

) + 9400 S .......................... (2.8) [Lit. 3 hal 44]

Universitas Sumatera Utara

22

Dimana:

HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg)
C

= Persentase karbon dalam bahan bakar

H2

= Persentase hidrogen dalam bahan bakar

O2

= Persentase oksigen dalam bahan bakar

S

= Persentase sulfur dalam bahan bakar

Nilai kalor bawah ( Low Heating Value, LHV ), merupakan nilai kalor
bahan bakar tanpa panas laten yang berasal dari pengembunan uap air. Umumnya
kandungan hidrogen dalam bahan bakar cair berkisar 15 % yang berarti setiap satu
satuan bahan bakar, 0,15 bagian merupakan hidrogen. Pada proses pembakaran
sempurna, air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah setengah dari
jumlah mol hidrogennya.
Selain berasal dari pembakaran hidrogen, uap air yang terbentuk pada
proses pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang memang sudah ada
didalam bahan bakar (moisture). Panas laten pengkondensasian uap air pada
tekanan parsial 20 kN/m2 (tekanan yang umum timbul pada gas buang) adalah
sebesar 2400 kJ/kg, sehingga besarnya nilai kalor bawah (LHV) dapat dihitung
berdasarkan persamaan berikut :
LHV = HHV – 2400 (M + 9 H2) ..................................... (2.9) [Lit. 3 hal 44]
Dimana:

LHV

= Nilai Kalor Bawah (kJ/kg)

M

= Persentase kandungan air dalam bahan bakar (moisture)

Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar, dapat menggunakan
nilai kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang
meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga
menggunakan nilai kalor atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya lebih cepat
tersedia. Peraturan pengujian berdasarkan ASME (American of Mechanical
Enggineers) menentukan penggunaan nilai kalor atas (HHV), sedangkan

Universitas Sumatera Utara

23

peraturan SAE (Society of Automotive Engineers) menentukan penggunaan nilai
kalor bawah (LHV).

2.6 Emisi Gas Buang
Untuk mesin Diesel emisi gas buang yang dilihat adalah opasitas. Opasitas
sendiri adalah tingkat ketebalan asap / gas buang dari mesin.
Pada pengujian ini digunakan alat Heshbon Automative Opacity
Smokemeter, dimana alat ini digunakan untuk mengukut tingkat ketebalan
(opacity) dari gas buang kendaraan. Alat ini sendiri bekerja dengan prinsip
penerangan cahaya. Dimana gas buang kendaraan lewat melalui sebuah tabung
yang didalamnya telah terpasang lampu. Kemudian, alat pendeteksi photodiode,
mendeteksi ketebalan gas buang tersebut dan mengkonversi nilainya untuk
dimunculkan pada display.
Adapun Standart nilai opasitas berdasarkan peraturan menteri negara
lingkungan hidup nomor 05 tahun 2006 tentang ambang batas emisi gas buang.
Tabel 2.5 Standard Nilai Emisi Gas Buang Indonesia

Kategori

Parameter

Tahun
Pembuatan

CO (%) HC (ppm)

Opacity
(%HSU)

Berpenggerak Motor Bakar cetus

< 2007

4,5

1200

-

api (bensin)

≥ 2007

1,5

200

-

< 2010

-

-

70

≥ 2010

-

-

40

< 2010

-

-

70

≥ 2010

-

-

50

Berpenggerak Motor Bakar
Penyalaan Kompresi (Diesel)
GVW ≤ 3,5 Ton
GvVW ≥ 3,5 Ton

Sumber : Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2006
Tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Kajian Performansi Mesin Diesel Stasioner Satu Silinder Menggunakan Katalitik Konverter Dengan Sistem Dua Bahan Bakar (Dual Fuel) Solar Dan Biogas Dengan Kandungan Metana 60%

1 77 189

Kajian Performansi Mesin Diesel Stasioner Satu Silinder Dengan Sistem Dua Bahan Bakar (Dual Fuel System)

3 83 152

Pengaruh Laju Aliran Biogas Terhadap Performansi Mesin Genset Diesel Satu Silinder Dengan Menggunakan Bahan Bakar Solar + Biogas ( Dual Fuel )

3 46 144

Kajian Performansi Mesin Diesel Stasioner Satu Silinder Menggunakan Katalitik Konverter Dengan Sistem Dua Bahan Bakar (Dual Fuel) Solar Dan Biogas Dengan Kandungan Metana 60%

0 0 19

Kajian Performansi Mesin Diesel Stasioner Satu Silinder Menggunakan Katalitik Konverter Dengan Sistem Dua Bahan Bakar (Dual Fuel) Solar Dan Biogas Dengan Kandungan Metana 60%

0 0 2

Kajian Performansi Mesin Diesel Stasioner Satu Silinder Menggunakan Katalitik Konverter Dengan Sistem Dua Bahan Bakar (Dual Fuel) Solar Dan Biogas Dengan Kandungan Metana 60%

0 0 5

Pengaruh Laju Aliran Biogas Terhadap Performansi Mesin Genset Diesel Satu Silinder Dengan Menggunakan Bahan Bakar Solar + Biogas ( Dual Fuel )

0 1 14

Pengaruh Laju Aliran Biogas Terhadap Performansi Mesin Genset Diesel Satu Silinder Dengan Menggunakan Bahan Bakar Solar + Biogas ( Dual Fuel )

0 0 2

Pengaruh Laju Aliran Biogas Terhadap Performansi Mesin Genset Diesel Satu Silinder Dengan Menggunakan Bahan Bakar Solar + Biogas ( Dual Fuel )

0 0 4

Pengaruh Laju Aliran Biogas Terhadap Performansi Mesin Genset Diesel Satu Silinder Dengan Menggunakan Bahan Bakar Solar + Biogas ( Dual Fuel )

0 0 17