Pengaruh Kelembaban Terhadap Tegangan Tembus Udara Pada Elektroda Bola yang Terpolusi Asam

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dielektrik

Dielektrik adalah suatu bahan yang memiliki daya hantar arus yang sangat kecil atau bahkan hampir tidak ada.Bahan dielektrik dapat berwujud padat, cair dan gas. Pada bahan dielektrik tidak terdapat elektron-elektron konduksi yang bebas bergerak di seluruh bahan oleh pengaruh medan listrik. Sifat inilah yang menyebabkan bahan dielektrik itu merupakan isolator yang baik.Sifat utama suatu isolator adalah kekuatan dielektrik. Yaitu nilai gradient potensial, V/mm, yang dapat digunakan oleh perancang untuk menghindarkan terjadinya kegagalan listrik

Agar dielektrik mampu menjalankan tugasnya dengan baik maka dielektrik harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:[1]

1. Mempunyai kekuatan dielektrik yang tinggi.

2. Rugi-rugi dielektrik yang rendah, agar suhu bahan isolasi tidak melebihi batas yang ditentukan.

3. Memiliki kekuatan kerak tinggi, agar tidak erosi karena tekanan elektrik permukaan.

4. Memiliki kostanta dielektrik yang tepat dan cocok. 5. Kemampuan menahan panas tinggi.

6. Kerentanan terhadap perubahan bentuk pada keadaan panas. 7. Konduktivitas panas yang tinggi.

8. Koefisien muai panas yang rendah. 9. Tidak mudah terbakar.

10. Tahan terhadap busur api. 11. Daya serap air yang rendah.

Udara memiliki sifat listrik yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, sehingga nilai tegangan tembus udara juga akan berubah sesuai kondisi lingkungan sekitar udara. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tegangan tembus udara antara lain:[2]


(2)

Peningkatan temperatur udara akan mempengaruhi pertambahan energi yang dapat mempercepat pergerakan electron-elektron di udara, selain itu temperature yang tinggi juga akan meningkatkan jumlah proses ionisasi termis dan emisi termis yang akan berakibat pada penurunan kekuatan dielektrik udara.

2. Tekanan Udara

Bila tekanan udara besar, jumlah molekul di dalam udara semakin banyak yang berarti proses ionisasi dapat terjadi lebih banyak. Tetapi bila tekanan terlalu tinggi, gerakan muatan dari proses ionisasi akan terhambat sehingga proses ionisasi berikutnya akan berkurang. Bila tekanan udara terlalu rendah, jumlah molekul yang sedikit akan menyebabkan proses ionisasi sangat sedikit.

3. Kelembaban Udara

Kelembaban didefenisikan sebagai besarnya kandungan uap air dalam udara. Bila kelembaban tinggi, kandungan air dalam udara meningkat sehingga mudah terjadi ionisasi karena air memiliki energi ikat yang lebih rendah dari kandungan udara lain dalam udara.

Hasil pengujian dielektrik udara tergantung pada kondisi udara. Karena itu, hasil pengujian ketika udara dalam keadaan standar perlu dinyatakan, yaitu pada suhu 200C, tekanan udara 760 mmHg dan kelembaban udara 11 g/m3. Hasil pengujian pada keadaan standar adalah:

Vs = (kh/kd) Vb (2.1)

Dimana:

Vs = hasil pengujian pada keadaan standar kh = faktor koreksi kelembaban udara kd = faktor koreksi kerapatan udara

Vb = hasil pengujian pada sembarang keadaan udara Faktor koreksi kerapatan udara dihitung dengan persamaan


(3)

Dimana:

kd = faktor koreksi kerapatan udara p = tekanan udara (mmHg) T = temperatur udara (0C)

m,n = 1,0 untuk pengujian dengan tegangan tinggi dc dan impuls petir

1,0 untuk semua objek uji yang ditempatkan pada sela elektroda bola-bola

2..2 Teori Kegagalan Isolasi

Jika suatu peralatan listrik mengalami percikan (sparkover) atau lompatan listrik (flashover) menandakan bahwa peralatan tersebut mengalami kegagalan isolasi.Terjadinya percikan atau lompatan listrik diakibatkan isolasi yang digunakan mengalami tembus listrik. Tembus listrik berhubungan dengan peristiwa ionisasi, deionisasi dan emisi. Ketiga peristiwa ini akan dijelaskan berikut ini.[2]

1. Ionisasi

Ionisasi adalah proses fisik mengubah atom atau molekul menjadi ion dengan menambahkan atau mengurangi partikel bermuatan seperti elektron atau lainnya. Kegagalan listrik yang terjadi pada dielektrik udara tergantung dari jumlah electron bebas yang ada dalam udara tersebut.Konsentrasi electron bebas ini dalam keadaan normal sangat kecil dan ditentukan oleh pengaruh radioaktif dari luar.Pengaruh ini dapat berupa radiasi ultraviolet dari sinar matahari, radiasi radioaktif dari bumi, radiasi sinar kosmis dari luar angkasa dan sebagainya, yang semua hal tersebut menyebabkan udara terionisasi.

Jika diantara elektroda diterapkan suatu tegangan V, maka akan timbul suatu medan listrik E yang mempunyai besar dan arah tertentu. Di dalam medan listrik, elektron-elektron bebas akan mendapat energi yang cukup kuat, sehingga dapat merangsang timbulnya proses ionisasi.

Pada Gambar 2.1 (a) memperlihatkan suatu elektron bebas membentur elektron terikat pada muatan netral di udara, sehingga


(4)

elektron yang terikat tadi keluar dari lintasannya menjadi elektron bebas, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.1 (b).

(a)

(b)

Gambar 2.1 (a) Suatu Elektron Bebas Membentur Elektron Terikat (b) Elektron Terikat Keluar dari Lintasannya Menjadi

Elektron Bebas

Kegagalan listrik yang terjadi di udara tergantung dari jumlah elektron bebas yang ada di udara. Penyebab tembus antara lain tekanan, temperatur, kelembaban, konfigurasi medan, tegangan yang diterapkan, material elektroda, dan kondisi permukaan elektroda. Ada beberapa cara pembangkitan ion antara lain:

a. Ionisasi benturan elektron b. Ionisasi termal


(5)

d. Ionisasi radiasi sinar kosmis.

2. Deionisasi

Deionisasi adalah preoses bergabungnya suatu elektron dengan suatu ion positif menghasilkan suatu molekul netral. Proses deionisasi merupakan kebalikan dari proses ionisasi. Deionisasi akan mengurangi partikel bermuatan dalam suatu gas. Jika pada suatu gas terjadi aktivitas deionisasi yang lebih besar dari pada aktivitas ionisasi, maka muatan-muatan bebas didalam gas itu akan berkurang.

3. Emisi

Emisi adalah peristiwa pelepasan elektron dari permukaan suatu logam menjadi elektron bebas di dalam gas.Gambar 2.2 menunjukkan beberapa elektron yang terlepas dari permukaan suatu logam.

Dalam keadaan normal, elektron tidak dapat terlepas dari permukaan logam karena gaya elektrostatik antara elektron dengan ion dalam kisi logam. Supaya elektron ini dapat keluar dari permukaan logam, diperlukan sejumlah energi luar.Besarnya energi ini didefenisikan sebagai fungsi kerja dengan satuan elektron Volt (eV) yang besarnya berbeda untuk setiap jenis logam.

Gambar 2.2 Emisi yang Terjadi pada Logam

Ada empat proses yang menyebabkan terjadinya emisi, yaitu: a. Emisi fotoelektrik

b. Emisi benturan ion positif c. Emisi medan tinggi


(6)

d. Emisi termis

a. Emisi Fotoelektrik

Emisi fotoelektrik terjadi ketika permukaan logam terkena cahaya. Cahaya menghasilkan energi foton akan membentur permukaan logam yang memiliki banyak elektron bebas. Ketika energi foton lebih besar dari energi ikat elektron maka elektron akan terlepas dari permukaan logam seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3 berikut.

Gambar 2.3 Emisi Fotoelektrik

b. Emisi Benturan Ion Positif

Massa ion positif (proton) lebih besar daripada massaelektron bebas. Ketika ion positif membentur elektron, elektron akan terlepas dari permukaan logam. Hal ini dikarenakan energy kinetik ion positif lebih besar dari energi ikat elektron logam tersebut.Gambar 2.4 memperlihatkan electron yang terlepas akibat benturan ion positif.


(7)

Gambar 2.4 Emisi Benturan Ion Positif c. Emisi Medan Tinggi

Permukaan suatu logam tidak semuanya mulus, tetapi selalu ada titik-titik yang runcing. Gambar 2.5 menunjukkan suatu permukaan elektroda yang memiliki bagian yang runcing dikenai medan elektrik. Maka elektron yang terdapat permukaan logam katoda (K) akan mengalami gaya yang arahnya menuju anoda (A).

Gambar 2.5 Emisi Medan Tinggi

Elektron pada ujung runcing akan mengalami gaya yang lebih besar karena intensitas medan elektrik di titik tersebut relatif lebih besar dibandingkan dengan intensitas medan elektrik dibagian yang datar. Jika intensitas medan elektrik cukup besar, maka dari titik runcing tersebut akan dilepaskan elektron bebas. Pelepasan elektron ini yang disebut emisi bintik katoda.

d. Emisi Termis

Emisi termis terjadi karena suatu logam dipanaskan.Energi panas yang diterima oleh logam menyebabkan elektron bebas di dalam logam memiliki energi kinetik lebih besar. Bila energy


(8)

kinetic elektron lebih besar dari gaya elektrostatik logam, maka elektron tersebut keluar dari permukaannya dan menjadi elektron bebas pada udara disekitar permukaan logam tersebut, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.6 berikut.

Gambar 2.6 Emisi Termis

2.3 Mekanisme Tembus Listrik pada Udara

Ada 2 teori meklanisme tembus listrik pada udara, yaitu mekanisme Townsend dan mekanisme Streamer. Mekanisme towsend hanya berlaku pada medan listrik seragam, sedangkan mekanisme Streamer berlaku pada medan listrik seragam maupun tidak seragam.

2.3.1 Mekanisme Townsend

Mekanisme ini ditemui ketika dua plat sejajar mempunyai jarak yang sempit dihubungkan dengan sumber tegangan. Dari Gambar 2.7 dapat dijelaskan bahwa didalam udara terdapat electron bebas yang disebabkan karena peristiwa ionisasi foton dan radiasi sinar ultraviolet dan juga terdapat molekul-molekul netral. Apabila kedua elektroda dihubungkan dengan sumber tegangan maka timbul medan listrik (E) yang arahnya dari anoda ke katoda. Akibat adanya medan listrik, maka ea (elektron bebas) akan mengalami gaya (F) yang arahnya berlawanan dengan arah medan listrik (E).Karena adanya gaya (F) maka ea bergerak dari dari katoda ke anoda. Dalam perjalanan menuju anoda, elektron bebas membentur molekul netral. Jika energi kinetik elektron bebas yang membentur molekul netral lebih besar dari energi ikat elektron molekul netral maka akan terjadi


(9)

ionisasi benturan. Ionisasi benturan menghasilkan satu elektron bebas baru (eb) dan satu ion positif.Jadi ea dan eb terus bergerak menuju anoda.Dalam perjalannya menuju anoda ea dan eb membentur lagi molekul netral sehingga terjadi lagi ionisasi sehingga jumlah elektron bebas dan ion positif semakin banyak.Ion positif bergerak menuju katoda dan terjadilah benturan antara ion positif dengan permukaan katoda yang disebut dengan emisi benturan ion positif.Dari permukaan katoda muncul elektron-elektron baru hasil emisi ion positif membentur lagi molekul netral sehingga terjadi lagi ionisasi sehingga jumlah elektron dan ion positif semakin banyak. Selama medan listrik masih ada maka proses ionisasi benturan dan emisi ion positif akan terus berlangsung sehingga terjadilah banjiran elektron dan ion positif. Ion positif yang membentur katoda semakin banyak sehingga elektron hasil emisi ion positif semakin banyak yang menyebabkan banjiran muatan seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.8. Muatan yang berpindah dari katoda ke anoda semakin besar yang dimana perpindahan muatan sebanding dengan arus dan dalam selang waktu tertentu perpindahan muatan akan terus bertambah yang menyebabkan banjir muatan dan arus pun semakin besar yang kemudian terjadilah tembus listrik.


(10)

Gambar 2.8 Banjiran Elektron Penyebab Tembus Listrik 2.3.2 Mekanisme Streamer

Mekanisme Streamer berlaku pada medan listrik seragam maupun tidak seragam. Udara yang berada di antara dua plat sejajar yang diberi tegangan, akan mengalami terpaan medan listrik sebesar E0 yang seragam. Elektron bebas di udara yang dihasilkan dari proses ionisasi radiasi sinar kosmis atau fotoionisasi akan mengalami gaya yang arahnya menuju anoda.Dalam perjalanannya, elektron ini akan menyebabkan proses ionisasi benturan sehingga terbentuk suatu muatan. Karena adanya muatan ruang pada celah, maka medan listrik pada celah kedua plat berbeda pada setiap bagian pada celah, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.9 berikut.

Gambar 2.9 Medan pada Celah karena Adanya Muatan Ruang Ada dua jenis streamer:


(11)

a. Positif, atau streamer yang mengarah ke katoda b. Negatif, atau streamer yang menuju ke anoda a. Streamer Positif

Karena massa elektron yang lebih ringan dari pada ion positif, maka pergerakan elektron lebih cepat daripada ion positif. Saat elektron bebas sudah mencapai anoda dan masuk ke dalam anoda, ion positif dapat dianggap masih dalam posisi semulanya. Ion positif yang tertinggal ini membentuk muatan ruang seperti kerucut dengan muatan yang terkonsentrasi pada bagian depan kerucut (kawasan P dan Q) dekat anoda sehingga medan listrik di sekitarnya lebih besar dibandingkan dengan bagian runcing kerucut, seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.10.

Gambar 2.10 Ion Positif Masih Berada pada Posisinya Saat Elektron Telah Masuk ke dalam Anoda

Kemudian elektron bebas baru terbentuk dari proses fotoionisasi dan bergerak ke daerah P dan Q. Selama perjalanan, elektron ini akan membentur molekul netral dan membentuksuatu banjiran muatan sekunder, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.11.


(12)

Gambar 2.11 Terbentuknya Banjiran Muatan Sekunder dari Elektron Bebas Baru

Banjiran elektron pada banjiran muatan ini akan bergerak menuju bagian depan kerucut dan membentuk plasma. Plasma adalah gas terionisasi, yaitu gas yang memiliki banyak elektron bebas dan ion positif. Karena plasma memiliki elektron bebas dan ion positif, medanlistrik pada plasma lebih rendah daripada medan listrik E0. Bagian depan kerucut memendek karena terbentuknya plasma tersebut, tetapi medan listrik di sekitarnya masih tinggi. Proses pembentukan banjiran muatan sekunder terjadi lagi di sekitar bagian depan kerucut lagi dan membentuk plasma sehingga plasma memanjang, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.12.

Gambar 2.12 Ion Positif dan Elektron Membentuk Plasma dan Banjiran Muatan Lain Terbentuk


(13)

Proses ini akan terus berlangsung sampai plasma mencapai katoda. Saat plasma ini menghubungkan anoda dan katoda, peristiwa lewat denyar terjadi.Mekanisme ini disebut mekanisme Streamer positif karena plasma memanjang dari anoda ke katoda.

b.Streamer Negatif

Pada mekanisme Streamer negatif ini, plasma berawal dari katoda dan memanjang sampai anoda.Saat electron bebas awal berada dekat dengan katoda dan banjiran muatan terjadi dekat dengan katoda. Banjiran electron ini menyebabkan medan listrik E1 di daerah R menjadi lebih besar daripada medan listrik E0 ditunjukkan pada Gambar 2.13.

Gambar 2.13 Medan Listrik pada Daerah R Berubah karena Muatan pada Celah

Kemudian elektron bebas dari proses fotoionisasi yang berada pada daerah tersebut akan bergerak lebih cepat dan membentuk suatu banjiran muatan sekunder, ditunjukkan dalam Gambar 2.14.


(14)

Gambar 2.14 Terbentuknya Banjiran Muatan Sekunder pada Daerah R

Banjiran ion positif sekunder akan bergerak menuju banjiran elektron awal dan membentuk plasma ditunjukkan dalam Gambar 2.15. Proses ini akan berlangsung terus sampai plasma mencapai anoda.

Gambar 2.15 Terbentuknya Plasma dan Proses Plasma Memanjang

2.4 Elektroda Bola

Salah satu alat yang digunakan dalam pengukuran tegangan tinggi adalah elektroda bola.Elektroda bola standar terdiri dari dua elektroda bola yang disusun satu sumbu dan jarak kedua elektroda dapat diatur.Udara yang


(15)

mengisolasi kedua elektroda disebut sela bola. Udara yang terdapat di antara sela bola dikatakan dalam keadaan standar jika termperaturnya 20oC, tekanannya 760 mmHg, dan kelembaban mutlaknya 11 g/m3. Pada kondisi udara standar ini, sela bola akan mangalami tembus listrik pada suatu nilai tegangan yang tetap dan sudah diketahui dengan catatan medan elektrik pada sela bola uniform. Misalnya, udara standar pada sela bola 1 cm akan mengalami tembus listrik pada tegangan 31,7 kV. Nilai tegangan tembus ini tetap, baik untuk tegangan ac, tegangan dc, maupun tegangan impuls sepanjang kondisi udara tidak berubah.Sifat elektrik inilah yang menjadi dasar pengukuran tegangan tinggi dengan elektroda bola standar.

Elektroda bola umumnya terbuat dari bahan tembaga, kuningan, atau aluminium.Permukaannya halus dan kelengkungannya uniform. Ukuran standar elektroda bola antara lain 2, 5, 6, 6,25, 10, 12,5, 15, 20, 50, 50, 75, 150, dan 200 cm. Permukaan elektroda dijaga bersih dan kering, tidak boleh digosok dan berdebu, tidak boleh terkena cat dan minyak, dan lapisan lainnya.

Saat pengujian menggunakan elektroda bola standar diusahakan agar medan elektrik pada sela bola uniform. Syarat-syarat medan elektrik di sela bola dikatakan standar adalah sebagai berikut:[3]

1. Diameter bola sama;

2. Letak kedua elektroda bola harus satu sumbu;

3. Panjang sela tidak lebih dari setengah diameter elektroda bola, dan 4. Titik percikan elektroda bola bertegangan tinggi harus memiliki

jarak bebas (clearance).

Pada saat pengujian adakalanya dijumpai keadaan udara yang tidak standar. Oleh karena itu, hasil pengujian dalam kondisi udara sembarang adalah sebagai berikut:

̂= δ ̂s (2.3)


(16)

S

D

̂= Tegangan sela bola pada saat pengujian (keadaan udara sembarang) ̂s = Tegangan tembus sela bola standar

δ = faktor koreksi udara

Faktor koreksi udara tergantung pada suhu dan tekanan udara. Besarnya faktor koreksi tersebut adalah sebagai berikut :

δ

=

(2.4)

Dimana :

P = Tekanan (mmHg)

θ = Suhu (°C)

Dalam pengujian menggunakan elektroda bola, elektroda bola dapat diposisikan horizontal dan vertikal.Gambar 2.2 menunjukkan elektroda bola yang diposisikan secara vertical dan Gambar 2.3 menunjukkan elektroda bola yang diposisikan elektroda bola secara horizontal.

Gambar 2.2Posisi Elektroda Bola Vertikal


(17)

Distribusi medan elektrik pada permukaan elektroda bola dapat terjadi pada permukaan rata dan permukaan kasar.

2.4.1 Distribusi Medan Elektrikpada Permukaan Elektroda Bola yang Rata

Distribusi medan elektrik pada permukaan elektroda yang rata dan halus tersebar secara rata di setiap permukaan. Dengan meratanya medan elektrik di setiap titik pada permukaan elektroda mengakibatkan tidak ditimbulkannya gaya yang menyebabkan elektron terlepas dari molekulnya. Gambar 2.4 menunjukkan medan elektrik yang merata pada dua elektroda bola yang permukaannya rata.

A

B

Gambar 2.4 Distribusi Medan Elektrik diantara Dua Elektroda Bola dengan Permukaan Merata.

2.4.2 Distribusi Medan Elektrik pada Permukaan Elektroda Bola yang tidak Rata

Permukaan elektroda bola yang kasar dan tidak merata menyebabkan distribusi medan listrik di setiap titik pada permukaan elektroda bola tidak uniform seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Distribusi Medan Elektrik diantara Dua Elektroda Bola dengan Permukaan yang tidak Rata.


(18)

Pada Gambar 2.5 diatas terlihat bahwa distribusi medanelektrik tidak merata di setiap permukaan elektroda bola. Ini disebabkan karena sebagian permukaan elektroda memiliki bagian yang runcing. Pada bagian runcing, rapat medan elektrik lebih besar dari bagian yang rata, yaitu EA ≥ EB.[4]

Perbedaan rapat medanelektrik ini menyebakan gaya lebih besar pada bagian runcing daripada gaya pada bagian yang rata. Dimana:

Fa = qa Ea (2.5)

Fb = qb Eb (2.6)

Fa ≥ Fb (2.7)

dimana:

Ea = medan listrik pada elektroda bola A Eb = medan listrik pada elektroda bola B Fa = gaya yang timbul pada elektroda bola A Fb = gaya yang timbul pada elektroda bola B

2.5 Kelembaban

Kelembaban adalah jumlah uap air di udara.Kelembaban dapat dinyatakan berupa kelembaban absolut, kelembaban relatif, dan kelembaban spesifik.

Dalam pengujian ini hanya kelembaban relatif yang diperhitungkan.

Rasio kelembaban (ω) adalah berat atau massa air yang terkandung

dalam setiap kilogram udara kering.[2]

(2.8)

dimana:

ω = rasio kelembaban (kg uap air/kg udara kering) Pt = tekanan atmosfer (kPa)


(19)

Ps = tekanan parsial uap air dalam keadaan jenuh (kPa)

Bila kelembaban tinggi, kandungan air dalam udara meningkat sehingga mudah terjadi ionisasi karena air memiliki energy ikat yang lebih rendah dari kandungan lain dalam udara. Energy ikat air sekitar 13,6 eV, nitrogen (N2) sekitar 17,1 eV, karbon dioksida (CO2) sekitar 14,6 eV, dan oksigen (O2) sekitar 12,08 eV. Dimana eV adalah satuan dari energy suatu partikel yang besarnya 1,6 x 10-19 Joule. Bila kandungan air yang terdapat di udara semakin banyak maka udara akan lebih mudah terionisasi dan menyebabkan kekuatan dielektrik udara turun. Hal ini menyebabkan tegangan maksimum yang dapat ditahan udara sebelum terjadi tembus listrik akan semakin kecil.

2.6 Korosi

Korosi didefenisikan sebagai degradasi dari material yang diakibatkan oleh reaksi kimia dengan material lainnya dan lingkungan. Akibat dari adanya korosi, suatu material akan mengalami perubahan sifat kearah yang lebih rendah atau dapat dikatakan kemampuan dari material tersebut akan berkurang.Gambar 2.6 memperlihatkan perubahan materi dari elektroda bola sebelum mengalami korosi (a) dan sesudah mengalami korosi (b).


(20)

(b)

Gambar 2.6 (a) Elektroda Bola Sebelum Terkena Korosi (b) Elektroda Bola Setelah Terkena Korosi

Peristiwa korosi terjadi akibat adanya reaksi kimia dan elektrokimia.Namun untuk terjadinya peristiwa korosi terdapat beberapa elemen utama yang harus dipenuhi agar reaksi tersebut dapat berlangsung. Elemen-elemen utama tersebut adalah sebagai berikut:[5]

a. Material

Dalam suatu peristiwa korosi, suatu material akan bersifat sebagai anoda. Anoda adalah suatu bagian dari reaksi yang akan mengalami oksidasi. Akibat reaksi oksidasi, suatu logam akan akan kehilangan elektron.

b. Lingkungan

Dalam suatu peristiwa korosi, suatu lingkungan akan bersifat sebagai katoda. Katoda adalah suatu bagian dari reaksi yang akan mengalami reduksi. Akibat reaksi reduksi, lingkungan yang bersifat katoda akan membutuhkan electron yang akan diambil dari anoda. Beberapa lingkungan yang bersifat katoda adalah lingkungan air, atmosfer, gas, mineral acid, tanah, dan minyak.


(21)

Peristiwa korosi hanya akan terjadi jika terdapat hubungan atau kontak langsung antara material dan lingkungan. Akibat adanya hubungan tersebut, akan terjadi reaksi reduksi dan oksidasiyang berlangsung secara spontan.

Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi korosi adalah:[4] 1. Kontak langsung dengan H2O dan O2

2. Kontak dengan elektrolit 3. Keberadaan zat pengotor 4. Temperatur

5. Tingkat keasaman lingkunga sekitar (pH) 6. Mikroba.

Beberapa cara yang dilakukan dalam pengendalian korosi adalah:[6] 1. Mengadakan lapisan pelindung

2. Menghindari terjadinya pasangan galvanic 3. Perlindungan galvanik


(1)

S

D

̂= Tegangan sela bola pada saat pengujian (keadaan udara sembarang)

̂s = Tegangan tembus sela bola standar

δ = faktor koreksi udara

Faktor koreksi udara tergantung pada suhu dan tekanan udara. Besarnya faktor koreksi tersebut adalah sebagai berikut :

δ

=

(2.4)

Dimana :

P = Tekanan (mmHg)

θ = Suhu (°C)

Dalam pengujian menggunakan elektroda bola, elektroda bola dapat diposisikan horizontal dan vertikal.Gambar 2.2 menunjukkan elektroda bola yang diposisikan secara vertical dan Gambar 2.3 menunjukkan elektroda bola yang diposisikan elektroda bola secara horizontal.

Gambar 2.2Posisi Elektroda Bola Vertikal


(2)

Distribusi medan elektrik pada permukaan elektroda bola dapat terjadi pada permukaan rata dan permukaan kasar.

2.4.1 Distribusi Medan Elektrikpada Permukaan Elektroda Bola yang Rata

Distribusi medan elektrik pada permukaan elektroda yang rata dan halus tersebar secara rata di setiap permukaan. Dengan meratanya medan elektrik di setiap titik pada permukaan elektroda mengakibatkan tidak ditimbulkannya gaya yang menyebabkan elektron terlepas dari molekulnya. Gambar 2.4 menunjukkan medan elektrik yang merata pada dua elektroda bola yang permukaannya rata.

A

B

Gambar 2.4 Distribusi Medan Elektrik diantara Dua Elektroda

Bola dengan Permukaan Merata.

2.4.2 Distribusi Medan Elektrik pada Permukaan Elektroda Bola yang tidak Rata

Permukaan elektroda bola yang kasar dan tidak merata menyebabkan distribusi medan listrik di setiap titik pada permukaan elektroda bola tidak uniform seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Distribusi Medan Elektrik diantara Dua Elektroda Bola


(3)

Pada Gambar 2.5 diatas terlihat bahwa distribusi medanelektrik tidak merata di setiap permukaan elektroda bola. Ini disebabkan karena sebagian permukaan elektroda memiliki bagian yang runcing. Pada bagian runcing, rapat medan elektrik lebih besar dari bagian yang rata, yaitu EA ≥ EB.[4]

Perbedaan rapat medanelektrik ini menyebakan gaya lebih besar pada bagian runcing daripada gaya pada bagian yang rata. Dimana:

Fa = qa Ea (2.5)

Fb = qb Eb (2.6)

Fa ≥ Fb (2.7)

dimana:

Ea = medan listrik pada elektroda bola A

Eb = medan listrik pada elektroda bola B

Fa = gaya yang timbul pada elektroda bola A

Fb = gaya yang timbul pada elektroda bola B

2.5 Kelembaban

Kelembaban adalah jumlah uap air di udara.Kelembaban dapat dinyatakan berupa kelembaban absolut, kelembaban relatif, dan kelembaban spesifik.

Dalam pengujian ini hanya kelembaban relatif yang diperhitungkan.

Rasio kelembaban (ω) adalah berat atau massa air yang terkandung

dalam setiap kilogram udara kering.[2]

(2.8)

dimana:

ω = rasio kelembaban (kg uap air/kg udara kering) Pt = tekanan atmosfer (kPa)


(4)

Ps = tekanan parsial uap air dalam keadaan jenuh (kPa)

Bila kelembaban tinggi, kandungan air dalam udara meningkat sehingga mudah terjadi ionisasi karena air memiliki energy ikat yang lebih rendah dari kandungan lain dalam udara. Energy ikat air sekitar 13,6 eV, nitrogen (N2) sekitar 17,1 eV, karbon dioksida (CO2) sekitar 14,6 eV, dan

oksigen (O2) sekitar 12,08 eV. Dimana eV adalah satuan dari energy suatu

partikel yang besarnya 1,6 x 10-19 Joule. Bila kandungan air yang terdapat di udara semakin banyak maka udara akan lebih mudah terionisasi dan menyebabkan kekuatan dielektrik udara turun. Hal ini menyebabkan tegangan maksimum yang dapat ditahan udara sebelum terjadi tembus listrik akan semakin kecil.

2.6 Korosi

Korosi didefenisikan sebagai degradasi dari material yang diakibatkan oleh reaksi kimia dengan material lainnya dan lingkungan. Akibat dari adanya korosi, suatu material akan mengalami perubahan sifat kearah yang lebih rendah atau dapat dikatakan kemampuan dari material tersebut akan berkurang.Gambar 2.6 memperlihatkan perubahan materi dari elektroda bola sebelum mengalami korosi (a) dan sesudah mengalami korosi (b).


(5)

(b)

Gambar 2.6 (a) Elektroda Bola Sebelum Terkena Korosi (b) Elektroda Bola Setelah Terkena Korosi

Peristiwa korosi terjadi akibat adanya reaksi kimia dan elektrokimia.Namun untuk terjadinya peristiwa korosi terdapat beberapa elemen utama yang harus dipenuhi agar reaksi tersebut dapat berlangsung. Elemen-elemen utama tersebut adalah sebagai berikut:[5]

a. Material

Dalam suatu peristiwa korosi, suatu material akan bersifat sebagai anoda. Anoda adalah suatu bagian dari reaksi yang akan mengalami oksidasi. Akibat reaksi oksidasi, suatu logam akan akan kehilangan elektron.

b. Lingkungan

Dalam suatu peristiwa korosi, suatu lingkungan akan bersifat sebagai katoda. Katoda adalah suatu bagian dari reaksi yang akan mengalami reduksi. Akibat reaksi reduksi, lingkungan yang bersifat katoda akan membutuhkan electron yang akan diambil dari anoda. Beberapa lingkungan yang bersifat katoda adalah lingkungan air, atmosfer, gas, mineral acid, tanah, dan minyak.


(6)

Peristiwa korosi hanya akan terjadi jika terdapat hubungan atau kontak langsung antara material dan lingkungan. Akibat adanya hubungan tersebut, akan terjadi reaksi reduksi dan oksidasiyang berlangsung secara spontan.

Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi korosi adalah:[4]

1. Kontak langsung dengan H2O dan O2

2. Kontak dengan elektrolit

3. Keberadaan zat pengotor

4. Temperatur

5. Tingkat keasaman lingkunga sekitar (pH)

6. Mikroba.

Beberapa cara yang dilakukan dalam pengendalian korosi adalah:[6]

1. Mengadakan lapisan pelindung

2. Menghindari terjadinya pasangan galvanic