Penerapan Hukum Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika (Analisis Terhadap Beberapa Putusan Hakim di Pengadilan Negeri Medan)

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah narkotika merupakan masalah besar yang tengah melanda Indonesia, tak dapat dipungkiri bahwa narkotika merupakan wabah paling berbahaya yang menjangkiti manusia di seluruh pelosok bumi. Hal yang semakin mengkhawatirkan yaitu semakin meluasnya peredaran gelap narkotika disegala lapisan masyarakat terutama generasi muda, dimana kehidupan bangsa dan negara ini selanjutnya ditentukan oleh generasi mudanya yang baik, cerdas dan tentunya sehat jasmani serta rohani.

Penyalahgunaan narkotika dewasa ini telah mencapai situasi yang mengkhawatirkan sehingga menjadi masalah Nasional maupun Internasional yang mendesak. Indonesia saat ini bukan hanya merupakan daerah transit tetapi sudah menjadi daerah pemasaran. Hal ini sangat memprihatinkan sekali karena korban penyalahgunaan narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung meningkat dan mencakup tidak hanya terbatas pada kelompok masyarakat yang mampu tetapi juga telah merambah ke kalangan masyarakat yang kurang mampu baik di kota maupun di pedesaan. Kasus-kasus narkotika saat ini sangat mengejutkan karena korbannya sebagian besar generasi muda yang masih sangat produktif sehingga ancaman rusaknya generasi penerus bangsa ada di depan


(2)

mata. Penyalahgunaan narkotika saat ini tidak hanya melibatkan pelajar SMU dan mahasiswa tetapi sudah merambah pelajar setingkat Sekolah Dasar (SD)1

Saat ini peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika dengan sasaran potensial generasi muda sudah menjangkau berbagai penjuru daerah dan penyalahgunanya merata di seluruh strata sosial masyarakat. Pada dasarnya narkotika sangat diperlukan dan mempunyai manfaat di bidang kesehatan dan ilmu pengetahuan, akan tetapi penggunaan narkotika menjadi berbahaya jika terjadi penyalahgunaan. Oleh karena itu untuk menjamin ketersediaan narkotika guna kepentingan kesehatan dan ilmu pengetahuan di satu sisi, dan di sisi lain untuk mencegah peredaran gelap narkotika yang selalu menjurus pada terjadinya penyalahgunaan, maka diperlukan pengaturan di bidang narkotika.2

Pengaturan mengenai narkotika dapat dilihat dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 yang kemudian direvisi dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009. Pengaturan narkotika berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, bertujuan untuk menjamin ketersedian guna kepentingan kesehatan dan ilmu pengetahuan, mencegah penyalahgunaan narkotika, serta pemberantasan peredaran gelap narkotika.

Penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika telah banyak dilakukan oleh aparat penegakan hukum dan telah banyak mendapatkan putusan hakim di sidang pengadilan. Penegakan hukum ini diharapkan mampu sebagai faktor

1 http://republik-ycna.weebly.com/2/post/2011/03/tindak-pidana-narkotika-dalam-hukum-positif-indonesia.html

2


(3)

penangkal terhadap merebaknya peredaran perdagangan narkoba atau narkotika, tapi dalam kenyataan justru semakin intensif dilakukan penegakan hukum, semakin meningkat pula peredaran perdagangan narkotika tersebut.3

Tindak pidana narkoba atau narkotika berdasarkan undang-undang nomor 35 tahun 2009, memberikan sanksi pidana cukup berat, yaitu dapat dikenakan pidana minimum, berupa pidana kurungan, pidana penjara juga pidana denda namun dalam kenyataanya para pelakunya justru semakin meningkat karena disebabkan tidak adanya dampak bagi si pelaku.

Oleh sebab itu, problem penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat kompleks karena sudah menjadi penyakit masyarakat yang sulit untuk diberantas, karena masalah narkotika bukanlah semata-mata merupakan masalah hukum (perbuatan yang melanggar hukum) yang menjadi tanggung jawab pihak Kepolisian dan Pemda saja, akan tetapi juga menjadi tanggung jawab semua elemen masyarakat sebab perkembangan, peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika sudah memasuki fase yang sangat membahayakan dan merupakan ancaman strategis bagi kelangsungan kehidupan bangsa dan Negara yang justru dengan peran serta masyarakat secara keseluruhan, tugas aparat penegak hukum menjadi mudah dan agak ringan sehingga komitmen dalam rangka perang melawan narkotika dapat berjalan dengan baik. Penanganan masalah narkotika di Indonesia menjadi tanggung jawab pemerintah, (penegak hukum), masyarakat

3 http://ibelboyz.wordpress.com/2011/06/04/makalah-penanggulangan-tindak-pidana-narkotika-dalam-perspektif-hukum-pidana/


(4)

dan instansi yang terkait sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 TentangNarkotika, dimana mewajibkan masyarakat untuk ikut aktif dalam memerangi kejahatan narkotika.

Dalam rangka memberikan efek psikologis kepada masyarakat agar tidak melakukan tindak pidana narkotika, perlu diterapkan ancaman pidana yang lebih berat, mengingat bahaya yang ditimbulkan akibat penyalahgunaan narkotika sangat mengancam ketahanan dan keamanan nasional.4

Karena itulah Penulis tertarik untuk mengangkat masalah pengaturan hukum dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dan bagaimana penerapan hukum dalam kasus tindak pidana narkotika di Pengadilan

Negeri Medan. Maka itu dari Penulis mengangkat “Penerapan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Tindak Pidana Narkotika (Analisis Terhadap Beberapa Putusan Hakim di Pengadilan Negri Medan).

4 http://republik-ycna.weebly.com/2/post/2011/03/tindak-pidana-narkotika-dalam-hukum-positif-indonesia.html


(5)

B. Permasalahan

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan hukum dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Tindak Pidana Narkotika?

2. Bagaimana analisis terhadap penerapan hukum dalam kasus tindak pidana narkotika di pengadilan negeri medan?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan dan manfaat penulisan dalam penulisan skripsi ini adalah :

a. Untuk mengetahui pengaturan hukum dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Tindak Pidana Narkotika.

b. Untuk mengetahui penerapan hukum dalam kasus Tindak Pidana Narkotika di Pengadilan Negeri Medan.

Manfaat Penulisan

Penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis, manfaat penulisan ini yaitu :

1. Manfaat Teoritis

a. Dalam penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran di bidang hukum yang akan mengembangkan disiplin ilmu


(6)

hukum pada umumnya, khususnya perkembangan ilmu Hukum Pidana serta permasalahan yang dihadapkan pada kasus penggunaan narkotika.

b. Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi kepada pendidikan ilmu hukum mengenai permasalahan penggunaan narkotika yang terjadi di dalam masyarakat.

c. Penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pembuat Undang-undang dalam menetapkan kebijaksanaan lebih lanjut sebagai upaya mengantisipasi dari maraknya penggunaan narkotika yang terjadi di dalam masyarakat.

2. Manfaat Praktis

a. Dari segi praktis penulisan ini diharapkan bahwa hasil penulisan ini dapat dimanfaatkan oleh pengambil kebijakan para pelaksana hukum dibidang hukum pidana, khususnya mengenai kejahatan penggunaan narkotika yang terjadi di dalam masyarakat. Dengan mengetahui pengaturan hukum dalam undang-undang narkotika maka para penegak hukum diharapkan dapat mengambil langkah yang tepat dalam menerapkan sanksi pidana terhadap pecandu narkotika.

b. Penulisan ini juga diharapkan memberikan masukan kepada para pelaksana hukum di bidang Hukum Pidana, khususnya mengenai bentuk perbuatan tindak pidana narkotika, sanksi pidana terhadap


(7)

tindak pidana narkotika dan subjek hukum pelaku tindak pidana narkotika.

c. Penulisan ini juga diharapkan dapat memberikan masukan kepada praktisi, civitas, akademika, dan pihak pemerintahan Indonesia sendiri dalam menerapkan undang-undang tindak pidana narkotika.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan di kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara, belum ditemukan penulisan

skripsi yang membahas tentang “ Penerapan Undang-Undang No.35 Tahun 2099 Tentang Tindak Pidana Narkotika (Analsis Terhadap

Beberapa Putusan Hakim di Pengadilan Negeri Medan)” sampai dengan

penulisan skripsi ini dilakukan. Hal ini juga didasarkan pada penelitian yang dilakukan Kepustakaan Jurusan Bagian Pidana, sehingga dapat dikatakan bahwa isi penulisan ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan penulis. Penulis menyusun skripsi ini berdasarkan referensi peraturan perundang-undangan, buku-buku, media cetak maupun media elektronik.

E. Tinjauan Pustaka


(8)

Berdasarkan Pasal 1 butir (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semisintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang.

Tindak pidana narkotika adalah kegiatan atau perbuatan yang menyangkut kejahatan mengenai narkotika golongan I, golongan II, dan golongan III. Tindak pidana narkotika dapat dilihat pengaturannya pada bab ketentuan pidana Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Pada bab tersebut diatur apa saja yang merupakan bentuk perbuatan tindak pidana narkotika, sanksi pidana yang dapat diberikan apabila melakukan kejahatan menyangkut narkotika, dan siapa saja subjek hukum yang dapat dikenakan sebagai pelaku tindak pidana narkotika.

b. Jenis Narkotika

Narkotika seperti yang kita ketahui, memiliki bergai macam jenis yang sering dikenal dalam masyarakat, antara lain yaitu :5

1. Opium (candu)

Merupakan golongan Narkotika alami yang sering digunakan dengan cara dihisap (inhalasi), menimbulkan rasa kesibukan (rushing sensation),

5


(9)

menimbulkan semangat, merasa waktu berjalan lambat, pusing, kehilangan keseimbangan/mabuk, merasa rangsang birahi meningkat (hambatan seksual hilang), timbul masalah kulit di sekitar mulut dan hidung.

2. Morfin

Merupakan zat aktif (narkotika) yang diperoleh dari candu melalui pengolahan secara kimia. Umumnya candu mengandung 10% morfin. Cara pemakaiannya disuntik di bawah kulit, ke dalam otot atau pembuluh darah (intravena). Menimbulkan euphoria, mual, muntah, sulit buang hajat besar (konstipasi), kebingungan (konfusi), berkeringat, dapat menyebabkan pingsan, jantung berdebar-debar, gelisah dan perubahan suasana hati, mulut kering dan warna muka berubah.

3. Heroin

Merupakan golongan narkotika semisintetis yang dihasilkan atas pengolahan morfin secara kimiawi melalui 4 tahapan sehingga diperoleh heroin paling murni berkadar 80% hingga 99%. Heroin murni berbentuk bubuk putih sedangkan heroin tidak murni berwarna putih keabuan (street heroin). Zat ini sangat mudah menembus otak sehingga bereaksi lebih kuat dari pada morfin itu sendiri. Umumnya digunakan dengan cara disuntik atau dihisap.

Timbul rasa kesibukan yang sangat cepat/rushing sensastion (± 30-60 detik) diikuti rasa menyenangkan seperti mimpi yang penuh kedamaian dan kepuasan atau ketenangan hati (euforia), ingin selalu menyendiri untuk


(10)

menikmatinya, denyut nadi melambat, tekanan darah menurun, otot-otot menjadi lemas/relaks, diafragma mata (pupil) mengecil (pin point), mengurangi bahkan menghilangkan kepercayaan diri, membentuk dunia sendiri (dissosial) : tidak bersahabat, penyimpangan perilaku : berbohong, menipu, mencuri, criminal, ketergantungan dapat terjadi dalam beberapa hari. Efek samping timbul kesulitan dorongan seksual, kesulitan membuang hajat besar, jantung berdebar-debar, kemerahan dan gatal di sekitar hidung, timbul gangguan kebiasaan tidur. Jika sudah toleransi, semakin mudah depresi dan marah sedangkan efek euforia semakin ringan atau singkat.

4. Ganja

Berasal dari tanaman kanabis sativa dan kanabis indica. Pada tanaman ini terkandung 3 zat utama yaitu tetrahidrokanabinol, kanabinol dan kanabidiol. Cara penggunaannya dihisap dengan cara dipadatkan menyerupai rokok atau dengan menggunakan pipa rokok. Denyut jantung atau nadi lebih cepat, mulut dan tenggorokan kering, merasa lebih santai, banyak bicara dan bergembira, sulit mengingat sesuatu kejadian, kesulitan kinerja yang membutuhkan konsentrasi, reaksi yang cepat dan koordinasi, kadang-kadang menjadi agresif bahkan kekerasan.

Bilamana pemakaian dihentikan dapat diikuti dengan sakit kepala, mual yang berkepanjangan, rasa letih/capek, gangguan kebiasaan tidur, sensitif dan gelisah, berkeringat, berfantasi, selera makan bertambah.


(11)

5.KOKAIN

Mempunyai 2 bentuk yakni bentuk asam (kokain hidroklorida) dan bentuk basa (free base). Kokain asam berupa kristal putih, rasa sedikit pahit dan lebih mudah larut dibanding bentuk basa bebas yang tidak berbau dan rasanya pahit. Nama jalanan kadang disebut koka, coke, happy dust, snow, charlie, srepet, salju, putih. Disalahgunakan dengan cara menghirup yaitu membagi setumpuk kokain menjadi beberapa bagian berbaris lurus di atas permukaan kaca dan benda yang mempunyai permukaan datar. Kemudian dihirup dengan menggunakan penyedot atau gulungan kertas. Cara lain adalah dibakar bersama tembakau yang sering disebut cocopuff. Menghirup kokain berisiko luka pada sekitar lubang hidung bagian dalam.

6. AMFETAMIN

Nama generik/turunan amfetamin adalah D-pseudo epinefrin yang pertama kali disintesis pada tahun 1887 dan dipasarkan tahun 1932 sebagai pengurang sumbatan hidung (dekongestan). Berupa bubuk warna putih dan keabu-abuan. Ada 2 jenis amfetamin yaitu MDMA (metil dioksi metamfetamin) dikenal dengan nama ectacy. Nama lain fantacy pils, inex. Metamfetamin bekerja lebih lama dibanding MDMA (dapat mencapai 12 jam) dan efek halusinasinya lebih kuat. Nama lainnya shabu, SS, ice. Cara penggunaan dalam bentuk pil diminum. Dalam bentuk kristal dibakar dengan menggunakan kertas alumunium foil dan asapnya dihisap melalui hidung, atau dibakar dengan memakai botol


(12)

kaca yang dirancang khusus (bong). Dalam bentuk kristal yang dilarutkan dapat juga melalui suntikan ke dalam pembuluh darah (intravena).

7. SEDATIF-HIPNOTIK (Benzodiazepin/BDZ)

Sedatif (obat penenang) dan hipnotikum (obat tidur). Nama jalanan BDZ antara lain BK, Lexo, MG, Rohip, Dum. Cara pemakaian BDZ dapat diminum, disuntik intravena, dan melalui dubur. Ada yang minum BDZ mencapai lebih dari 30 tablet sekaligus. Dosis mematikan/letal tidak diketahui dengan pasti. Bila BDZ dicampur dengan zat lain seperti alkohol, putauw bisa berakibat fatal karena menekan sistem pusat pernafasan. Umumnya dokter memberi obat ini untuk mengatasi kecemasan atau panik serta pengaruh tidur sebagai efek utamanya, misalnya aprazolam/Xanax/Alviz.

8. INHALANSIA atau SOLVEN

Adalah uap bahan yang mudah menguap yang dihirup. Contohnya aerosol, aica aibon, isi korek api gas, cairan untuk dry cleaning, tinner, uap bensin.Umumnya digunakan oleh anak di bawah umur atau golongan kurang mampu/anak jalanan. Penggunaan menahun toluen yang terdapat pada lem dapat menimbulkan kerusakan fungsi kecerdasan otak.

Berdasarkan pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, Narkotika hanya terdiri dari 3 golongan yaitu :


(13)

Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

2). Narkotika golongan II

Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.

3). Narkotika golongan III

Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/ atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.

Penggolongan narkotika sebagaimana dimaksud diatas ditetapkan sebagaimana tercantum di dalam Lampiran I dan merupakan bagian tak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

Berikut daftar Narkotika golongan I :

1. Tanaman Papaver Somniferum Ldan semua bagian-bagiannya termasuk buah dan jeraminya, kecuali bijinya.

2. Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh dari buah tanaman Papaver Somniferum Lyang hanya mengalami pengolahan sekedar untuk pembungkus dan pengangkutan tanpa memperhatikan kadar morfinnya.


(14)

3. Opium masak terdiri dari :

1). candu, hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu rentetan pengolahan khususnya dengan pelarutan, pemanasan, dan peragian dengan atau tanpa penambahan bahan-bahan lain, dengan maksud mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang cocok untuk pemadatan.

2).Jicing, sisa-sisa dari candu yang telah dihisap, tanpa memperhatikan apakah candu itu dicampur dengan daun atau bahan lain.

3). Jicingko, hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.

4. Tanaman koka, tanaman dari semua genus Erythroxylon dari keluarga Erythroxylaceae termasuk buah dan bijinya.

5. Daun koka, daun yang sudah atau belum dikeringkan atau dalam bentuk serbuk dari semua tanaman genus Erythroxylondari keluargaErythroxylaceae yang menghasilkan kokain secara langsung atau melalui perubahan kimia.

6. Kokain mentah, semua hasil-hasil yang diperoleh dari daun kokayang dapat diolah secara langsung untuk mendapatkan kokaina.


(15)

8. Tanaman ganja, semua tanaman genus-genus cannabis dan semua bagian dari tanaman termasuk biji, buah , jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasis.

9. Tetrahydrocannabinol, dan semua isomer serta semua bentuk stereo kimianya.

10.Delta 9 tertahydrocannabinol, dan semua bentuk stereo kimianya. 11.Asetorfina :

3-0-acetiltetrahidro-7a-(1-hidroksi-1-metilbutil)-6, 14-endoeteno-oripavina

12.Acetil – alfa – metilfentanil : N-[1-(a-metilfenetil)-4-piperidil] asatenalida

13.Alfa-metilfentanil : N-[1(a-metilfenetil)-4-piperidil] propionanilida

14.Alfa-metiltiofentanil : N-[1-] 1-metil-2-(2-tienil)etil]-4-iperidil] priopiona-nilida

15.Beta-hidroksifentanil : N-[1-(beta-hidroksifenetil)-4-piperidil] propionanilida

16.Beta-hidroksi-3-metil-fentanil : N-[1-(beta-hidroksifenetil)-3 metil-4 piperidil] propio-nanilida


(16)

18.Etorfina : tetrahidro-7a-(1-hidroksi-1-metilbutil)-6, 14-endoeteno-oripavina

19.Heroina : Diacetilmorfina

20.Ketobemidona : 4-meta-hidroksifenil-1metil-4-propionilpiperidina

21.3-metilfentanil : N-(3-metil-1-fenetil-4-piperidil) propionanilida 22.3-metiltiofentanil : N-[3-metil-1-[2-(2-tienil) etil]-4-piperidil]

propionanilida

23.MPPP : 1-metil-4-fenil-piperidinol propianat (ester)

24.Para-fluorofentanil : 4’-fluoro-N-(1-fenetil-4-piperidil) propionanilida

25.PEPAP : 1-fenetil-4-fenil-4-piperidino-lasetat (ester)

26.Tiofentanil : N- [1-[2-(2-tienil) etil]-4-piperidil] propionanilida 27.BROLAMFETAMINA, nama lain DOB :

(+)-4-bromo-2,5-dimetoksi-a-metilfenetilamina 28.DET : 3-[2-(dietilamino)etil] indol

29.DMA : (+)-2,5-dimetoksi-a-metil-fenetilamina

30.DMHP : 3-(1,2-dimetilheptil)-7,8,9,10-tetrahidro-6,6,9-trimetil-6H-dibenzo[b,d]piran-1-ol

31.DMT : 3-[2-(dimetilamino) etil] indol


(17)

33.ETISIKLIDINA, nama lain PCE : N-etil-1-fenilsikloheksilamina 34.ETRIPTAMINA : 3-(2aminobutil) indole

35.KATINONA : (-)-(S)-2-aminopropiofenon

36.(+)-LISERGIDA, nama lain LSD, LSD-25 : 9,10-didehidro-N, N-dietil-6-metilergolina-8 β-karbok-samida

37.MDMA : (±)-N, a-dimetil-3,4-(metilendioksi) fenetilamina 38.Meskalina : 3,4,5-trimetoksifenetilamina

39.METKATINONA : 2-(metilamino)-1-fenil-propan-1-on

40.4-metilaminoreks : (+)-sis-2-amino-4-metil-5-fenil-2-oksazolina 41.MMDA : 5-metoksi-a-metil-3,4-(metilendioksi)fenetilamina 42.N-etil MDA : (+)-N-etil-a-metil-3,4-(metilendioksi)fenetilamin 43.N-hidroksi MDA : (+)-N-[a-metil-3,4-(metilendioksi)fenetil]

hidroksilamina

44.Paraheksil : 3-heksil-7,8,9,10-tetrahidro-6,6,9-trimetil-6H-dibenzo[b,d]piran-1-ol

45.PMA : p-metoksi-a-metilfenetila-mina

46.Psilosina, psilotsin : 3-[2-(dimetilamino)etil-]indol-4-ol

47.PSILOSIBINA : 3-[2-(dimetilamino)etil]ondol-4-il dihidrogen fosfat

48.ROLISKLIDINA, nama lain PHP,PCPY : 1-(1-fenilsikloheksil)pirolidina


(18)

49.STP,DOM : 2,5-dimetoksi-a,4-dimetil-fenetilamina

50.TENAMFETAMINA, mana lain dari MDA : a-metil-3,4-(metilendioksi)fenetilamina

51.TENOSIKLIDINA,nama lain TCP : 1-[1-(2-tienil)sikloheksil]piperidina

52.TMA : (+)-3,4,5-trimetoksi-a-metilfenetilamina 53.AMFETAMINA : (+)-a-metilfenetilamina 54.DEKSAMFETAMINA : (+)-a-metilfenetilamina

55.FENETILINA : 7-[2-[(a-metilfenetil)-amino]etil]teofilina 56.FENMETRAZINA : 3-metil-2 fenilmorfolin

57.FENSIKLIDINA, nama lain PCP :

1-(1-fenilsikloheksil)piperidina

58.LEVAMFETAMINA : (-)-(R)-a-metilfenetilamina 59.Levometamfetamina : (-)-N,a-dimetilfenetilamina

60.MEKLOKUALON : 3-(o-klorofenil)-2-metil-4(3H)-kuinazolinon 61.METAMFETAMINA : (+)-(S)-N,a-dimetilfenetilamina

62.METAKUALON : 2-metil-2-o-to lil-4(3H)-kuinazolinon

63.ZIPEPPROL : a-(a metoksibenzil)-4-(β -metoksifenetil)-1-pipera-zinetano


(19)

65.Campuran atau sediaan opium obat dengan bahan lain bukan narkotika

Dafatar Narkotika Golongan II :

1. Alfasetilmetadol : Alfa-3-asetoksi-6-dimetilamino-4,4-difenilheptana. 2. Alfameprodina : Alfa-3-etil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipiperidina 3. Alfametadol : alfa-6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heptanol

4. Alfaprodina : alfa-I, 3-dimetil-4-fenil-4-propionoksipiperidina

5. Alfentanil : N-[1-[2-(4-etil-4,5-dihidro-5-okso-l H-tetrazol-1-il)etil]-4-(metoksimetil)-4-pipe ridnil]-N-fenilpropanamida

6. Allilprodina : 3-allil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipiperidina

7. Anileridina : asam 1-para-aminofenetil-4-fenilpiperidina)-4- karboksilat etil ester

8. Asetilmetadol : 3-asetoksi-6-dimetilamino-4,4-difenilheptana

9. Benzetidin : asam 1-(2-benziloksietil)-4-fenilpiperidina-4- karboksilat etil ester

10.Benzilmorfina : 3-benzilmorfina

11.Betameprodina : beta-3-etil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipipe ridina 12.Betametadol : beta-6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heptanol

13.Betaprodina : beta-1,3-dimetil-4-fenil-4-propionoksipipe ridina 14.Betasetilmetadol : beta-3-asetoksi-6-dimetilamino-4,4- difenilheptana


(20)

15.Bezitramida : 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4-(2-okso-3- propionil-1-benzimidazolinil)-piperidina

16.Dekstromoramida : (+)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1- pirolidinil)butil]-morfolina

17.Diampromida : N-[2-(metilfenetilamino)-propil]propionanilida 18.Dietiltiambutena : 3-dietilamino-1,1-di(2’-tienil)-1-butena

19.Difenoksilat : asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)- 4fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester

20.Difenoksin : asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4- fenilisonipekotik 21.Dihidromorfina

22.Dimefheptanol : 6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heptanol 23.Dimenoksadol : 2-dimetilaminoetil-1-etoksi-1,1-difenilasetat 24.Dimetiltiambutena : 3-dimetilamino-1,1-di-(2’-tienil)-1-butena 25.Dioksafetil butirat : etil-4-morfolino-2, 2-difenilbutirat

26.Dipipanona : 4,4-difenil-6-piperidina-3-heptanona 27.Drotebanol : 3,4-dimetoksi-17-metilmoefinan-6β,14-diol

28.Ekgonina, termasuk ester dan derivatnya yang setara dengan ekgonina dan kokaina.

29.Etilmetiltiambutena : 3-etilmetilamino-1, 1-di-(2’-tienil)-1-butena

30.Etokseridina : asam1-[2-(2-hidroksietoksi)-etil] -4fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester


(21)

31.Etonitazena : 1-dietilminoetil-2-para-etoksibenzil-5-nitroben-zimedazol 32.Furetidina : asam 1-(2-tetrahidrofurfuriloksietil) 4

fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester

33.Hidrokodona : Dihidrokodeinona

34.Hidroksipetidina : asam 4-meta-hidroksifenil-1-metilpiperidina-4- karboksilat etil ester

35.Hidromorfinol : 14-hidroksidihidromorfina 36.Hidromorfona : Dihidromorfinona

37.Isometadona : 6-morfolino-4, 4-difenil-3-heptanona 38.Fenadoksona : 6-morfolino-4, 4-difenil-3-heptanona

39.Fenampromida : N-(1-metil-2-piperidinoetil)-propionanilida 40.Fenazosina : 2’-hidroksi-5,9-dimetil-2-fenetil-6,7- benzomorfan 41.Fenomorfan : 3-hidroksi-N-fenetilmorfinan

42.Fenoperidina : asam1-(3-hidroksi-3-fenilpropil)-4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester

43.Fentanil:1-fenetil-4-N-propionilanilinopiperidina

44.Klonitazena:2-para-klorbenzil-1-dietilaminoetil-5-nitrobenzimidazol 45.Kodoksima:dihidrokodeinona-6-karboksimetiloksima

46.Levofenasilmorfan:(1)-3-hidroksi-N-fenasilmorfinan

47.Levomoramida:(-)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1pirolidinil) butil] morfolina


(22)

48.Levometorfan:(-)-3-metoksi-N-metilmorfinan 49.Levorfanol:(-)-3-hidroksi-N-metilmorfinan

50.Metadona:6-dimetilamino-4, 4-difenil-3-heptanona

51.Metadona intermediat:4-siano-2-dimetilamino-4, 4-difenilbutana 52.Metazosina:2'-hidroksi-2,5,9-trimetil-6, 7-benzomorfan

53.Metildesorfina:6-metil-delta-6-deoksimorfina 54.Metildihidromorfina:6-metildihidromorfina 55.Metopon:5-metildihidromorfinona

56.Mirofina:Miristilbenzilmorfina

57.Moramida intermediat:asam (2-metil-3-morfolino-1, 1difenilpropana karboksilat

58.Morferidina:asam 1-(2-morfolinoetil)-4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester

59.Morfina-N-oksida

60.Morfin metobromida dan turunan morfina nitrogen pentafalent lainnya termasuk bagian turunan morfina-N-oksida, salah satunya kodeina-N-oksida 61.Morfina

62.Nikomorfina:3,6-dinikotinilmorfina

63.Norasimetadol:(±)-alfa-3-asetoksi-6metilamino-4,4-difenilheptana 64.Norlevorfanol:(-)-3-hidroksimorfinan


(23)

66.Normorfina dimetilmorfina atau N-demetilatedmorfina 67.Norpipanona:4,4-difenil-6-piperidino-3-heksanona 68.Oksikodona:14-hidroksidihidrokodeinona

69.Oksimorfona:14-hidroksidihidromorfinona

70.Petidina intermediat A:4-siano-1-metil-4-fenilpiperidina

71.Petidina intermediat B:asam4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester 72.Petidina intermediat C:Asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat 73.Petidina:Asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester

74.Piminodina:asam 4-fenil-1-(3-fenilaminopropil)- piperidina-4-karboksilat etil ester

75.Piritramida:asam1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4 (1-piperidino)-piperdina-4-karboksilat amida

76.Proheptasina:1,3-dimetil-4-fenil-4-propionoksiazasikloheptana

77.Properidina:asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat isopropil ester 78.Rasemetorfan:(±)-3-metoksi-N-metilmorfinan

79. Rasemoramida:(±)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1-pirolidinil)-butil]-morfolina

80.Rasemorfan:(±)-3-hidroksi-N-metilmorfinan

81.Sufentanil:N-[4-(metoksimetil)-1-[2-(2-tienil)-etil -4-piperidil] propionanilida


(24)

83.Tebakon:Asetildihidrokodeinona

84.Tilidina:(±)-etil-trans-2-(dimetilamino)-1-fenil-3-sikloheksena-1-karboksilat 85.Trimeperidina:1,2,5-trimetil-4-fenil-4-propionoksipiperidina

86.Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut di atas.

Daftar Narkotika Golongan III : 1. Asetildihidrokodeina

2. Dekstropropoksifena:a-(+)-4-dimetilamino-1,2-difenil-3-metil-2-butanol propionate

3. Dihidrokodeina

4. Etilmorfina:3-etil morfina 5. Kodeina:3-metil morfina

6. Nikodikodina:6-nikotinildihidrokodeina 7. Nikokodina:6-nikotinilkodeina

8. Norkodeina:N-demetilkodeina: 9. Polkodina:Morfoliniletilmorfina

10.Propiram:N-(1-metil-2-piperidinoetil)-N-2-piridilpropionamida 11.

Buprenorfina:21-siklopropil-7-±-[(S)-1-hidroksi-1,2,2-trimetilpropil]-6,14-endo-entano-6,7,8,14-tetrahidrooripavina

12.Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut di atas


(25)

14.Campuran atau sediaan difenoksilat dengan bahan lain bukan narkotika 3. Sejarah Masuknya Narkotika ke Indonesia

Penggunaan obat-obatan jenis opium sudah lama dikenal di Indonesia, jauh sebelum pecahnya Perang Dunia ke-2 pada zaman penjajahan Belanda. Pada umumnya para pemakai candu (opium) tersebut adalah orang-orang Cina. Pemerintah Belanda memberikan izin pada tempat-tempat tertentu untuk menghisap candu dan pengadaan (supply) secara legal dibenarkan berdasarkan undang-undang. Orang-orang Cina pada waktu itu menggunakan candu dengan cara tradisional, yaitu dengan jalan menghisapnya melalui pipa panjang.

Hal ini berlaku sampai tibanya Pemerintah Jepang di Indonesia. Pemerintah pendudukan Jepang menghapuskan Undang-Undang itu dan melarang pemakaian candu (Brisbane Ordinance). Ganja (Cannabis Sativa) banyak tumbuh di Aceh dan daerah Sumatera lainnya, dan telah sejak lama digunakan oleh penduduk sebagai bahan ramuan makanan sehari-hari. Tanaman Erythroxylon Coca (Cocaine) banyak tumbuh di Jawa Timur dan pada waktu itu hanya diperuntukkan bagi ekspor.

Untuk menghindari pemakaian dan akibat-akibat yang tidak diinginkan, Pemerintah Belanda membuat Undang-undang (Verdovende Middelen Ordonantie) yang mulai diberlakukan pada tahun 1927 (State Gazette No.278 Juncto 536). Meskipun demikian obat-obatan sintetisnya dan juga beberapa obat


(26)

lain yang mempunyai efek serupa (menimbulkan kecanduan) tidak dimasukkan dalam perundang-undangan tersebut.

Setelah kemerdekaan, Pemerintah Republik Indonesia membuat perundang-undangan yang menyangkut produksi, penggunaan dan distribusi dari obat-obat berbahaya (Dangerous Drugs Ordinance) dimana wewenang diberikan kepada Menteri Kesehatan untuk pengaturannya (State Gaette No.419, 1949).

Pada waktu tahun 1970, masalah obat-obatan berbahaya jenis narkotika menjadi masalah besar dan nasional sifatnya. Pada waktu perang Vietnam sedang mencapai puncaknya pada tahun 1970-an, maka hampir di semua negeri, terutama di Amerika Serikat penyalahgunaan obat (narkotika) sangat meningkat dan sebagian besar korbannya adalah anak-anak muda. Nampaknya gejala itu berpengaruh pula di Indonesia dalam waktu yang hampir bersamaan.

Menyadari hal tersebut maka Presiden mengeluarkan instruksi No.6 tahun 1971 dengan membentuk badan koordinasi, yang terkenal dengan nama BAKOLAK INPRES 6/71, yaitu sebuah badan yang mengkoordinasikan (antar departemen) semua kegiatan penanggulangan terhadap berbagai bentuk yang dapat mengancam keamanan negara, yaitu pemalsuan uang, penyelundupan, bahaya narkotika, kenakalan remaja, kegiatan subversif dan pengawasan terhadap orang-orang asing.

Kemajuan teknologi dan perubahan-perubahan sosial yang cepat, menyebabkan Undang-Undang narkotika warisan Belanda (tahun 1927) sudah


(27)

tidak memadai lagi. Maka pemerintah kemudian mengeluarkan Undang-Undang No.9 tahun 1976, tentang Narkotika. Undang-Undang tersebut antara lain mengatur berbagai hal khususnya tentang peredaran gelap (illicit traffic). Disamping itu juga diatur tentang terapi dan rehabilitasi korban narkotik (pasal 32), dengan menyebutkan secara khusus peran dari dokter dan rumah sakit terdekat sesuai petunjuk menteri kesehatan.

Dengan semakin merebaknya kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia, maka UU Anti Narkotika mulai direvisi. Sehingga disusunlah UU Anti Narkotika nomor 22 Tahun 1997, menyusul dibuatnya UU Psikotropika nomor 5 Tahun 1997. Dalam Undang-Undang tersebut mulai diatur pasal-pasal ketentuan pidana terhadap pelaku kejahatan narkotika, dengan pemberian sanksi terberat berupa hukuman mati.6

Narkotika dalam pengertian opium telah dikenal dan dipergunakan masyarakat Indonesia khususnya warga Tionghoa dan sejumlah besar orang Jawa sejak tahun 1617. Selanjutnya diketahui bahwa mulai tahun 1960-an terdapat sejumlah kecil kelompok penyalahguna heroin dan kokain. Pada awal 1970-an mulai muncul penyalahgunaan narkotika dengan cara menyuntik. Orang yang menyuntik disebut morfinis. Sepanjang tahun 1970-an sampai tahun 1990-an sebagian besar penyalahguna kemungkinan memakai kombinasi berbagai jenis

6


(28)

narkoba (polydrug jser), dan pada tahun 1990-an heroin sangat populer dikalangan penyalahguna narkotika.7

F. Metode Penelitian

Adapun metode penelitian hukum yang digunakan penulis dalam mengerjakan skripsi ini meliputi :

a. Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif. Dalam penelitian hukum normatif, penulis melakukan penelitian dengan menganalisa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana narkotika dan bahan hukum yang berhubungan dengan masalah narkotika serta melakukan analisis terhadap putusan pengadilan untuk melihat penerapannya dalam praktek.

b. Jenis Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder, data sekunder diperoleh dari :

1. Bahan hukum primer, antara lain : Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dan Peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan Narkotika.

7


(29)

2. Bahan hukum sekunder, yaitu berupa buku yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi, buku-buku yang berkenaan dengan teori-teori dan kebijakan penanggulangan kejahatan dan studi yang diperoleh dari Pengadilan Negeri medan yaitu Putusan Nomor

1463/Pid.B/2010/PN.Mdn, Putusan Nomor

1366/Pid.B/2011/PN.Mdn, dan Putusan Nomor 1432/Pid.B/2011/PN.Mdn.

c. Metode Pengumpulan Data

Penulisan skripsi ini menggunakan metode library search (penelitian kepustakaan), yakni dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku, situs internet, dan mempelajari serta menganalisis putusan.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini dibagi menjadi 4 (empat) bab yang terdiri dari : BAB I Pendahuluan

Bab ini dimulai dengan mengemukakan apa yang menjadi latar belakang

penulisan skripsi dengan judul “ Penerapan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Tindak Pidana Narkotika (Analisis Terhadap Beberapa Putusan

Hakim di Pengadilan Negeri Medan)” , permasalahan, tujuan dan manfaat

penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan yang memebahas tentang pengertian tindak pidana narkotika, jenis narkotika yang dikenal dalam


(30)

masyarakat, dan sejarah masuknya narkotika ke Indonesia, dan metode penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II Pengaturan Hukum Dalam Undang-Undang Tindak Pidana Narkotika Nomor 35 Tahun 2009

Bab ini memberikan uraian tentang aturan hukum dalam Undang-undang tindak pidana narkotika yaitu mengenai bentuk perbuatan tindak pidana narkotika, sanksi pidana terhadap tindak pidana narkotika, dan subjek hukum pelaku tindak pidana narkotika.

BAB III Analisis Terhadap Penerapan Hukum Dalam Kasus Tindak Pidana Narkotika di Pengadilan Negeri Medan Bab ini berisikan tentang uraian dari tiga kasus Pengadilan Negeri Medan, yaitu mengenai posisi kasus, dakwaan, tuntutan, dan putusan hakim serta analisis terhadapnya.


(1)

14.Campuran atau sediaan difenoksilat dengan bahan lain bukan narkotika 3. Sejarah Masuknya Narkotika ke Indonesia

Penggunaan obat-obatan jenis opium sudah lama dikenal di Indonesia, jauh sebelum pecahnya Perang Dunia ke-2 pada zaman penjajahan Belanda. Pada umumnya para pemakai candu (opium) tersebut adalah orang-orang Cina. Pemerintah Belanda memberikan izin pada tempat-tempat tertentu untuk menghisap candu dan pengadaan (supply) secara legal dibenarkan berdasarkan undang-undang. Orang-orang Cina pada waktu itu menggunakan candu dengan cara tradisional, yaitu dengan jalan menghisapnya melalui pipa panjang.

Hal ini berlaku sampai tibanya Pemerintah Jepang di Indonesia. Pemerintah pendudukan Jepang menghapuskan Undang-Undang itu dan melarang pemakaian candu (Brisbane Ordinance). Ganja (Cannabis Sativa) banyak tumbuh di Aceh dan daerah Sumatera lainnya, dan telah sejak lama digunakan oleh penduduk sebagai bahan ramuan makanan sehari-hari. Tanaman Erythroxylon Coca (Cocaine) banyak tumbuh di Jawa Timur dan pada waktu itu hanya diperuntukkan bagi ekspor.

Untuk menghindari pemakaian dan akibat-akibat yang tidak diinginkan, Pemerintah Belanda membuat Undang-undang (Verdovende Middelen Ordonantie) yang mulai diberlakukan pada tahun 1927 (State Gazette No.278 Juncto 536). Meskipun demikian obat-obatan sintetisnya dan juga beberapa obat


(2)

lain yang mempunyai efek serupa (menimbulkan kecanduan) tidak dimasukkan dalam perundang-undangan tersebut.

Setelah kemerdekaan, Pemerintah Republik Indonesia membuat perundang-undangan yang menyangkut produksi, penggunaan dan distribusi dari obat-obat berbahaya (Dangerous Drugs Ordinance) dimana wewenang diberikan kepada Menteri Kesehatan untuk pengaturannya (State Gaette No.419, 1949).

Pada waktu tahun 1970, masalah obat-obatan berbahaya jenis narkotika menjadi masalah besar dan nasional sifatnya. Pada waktu perang Vietnam sedang mencapai puncaknya pada tahun 1970-an, maka hampir di semua negeri, terutama di Amerika Serikat penyalahgunaan obat (narkotika) sangat meningkat dan sebagian besar korbannya adalah anak-anak muda. Nampaknya gejala itu berpengaruh pula di Indonesia dalam waktu yang hampir bersamaan.

Menyadari hal tersebut maka Presiden mengeluarkan instruksi No.6 tahun 1971 dengan membentuk badan koordinasi, yang terkenal dengan nama BAKOLAK INPRES 6/71, yaitu sebuah badan yang mengkoordinasikan (antar departemen) semua kegiatan penanggulangan terhadap berbagai bentuk yang dapat mengancam keamanan negara, yaitu pemalsuan uang, penyelundupan, bahaya narkotika, kenakalan remaja, kegiatan subversif dan pengawasan terhadap orang-orang asing.

Kemajuan teknologi dan perubahan-perubahan sosial yang cepat, menyebabkan Undang-Undang narkotika warisan Belanda (tahun 1927) sudah


(3)

tidak memadai lagi. Maka pemerintah kemudian mengeluarkan Undang-Undang No.9 tahun 1976, tentang Narkotika. Undang-Undang tersebut antara lain mengatur berbagai hal khususnya tentang peredaran gelap (illicit traffic). Disamping itu juga diatur tentang terapi dan rehabilitasi korban narkotik (pasal 32), dengan menyebutkan secara khusus peran dari dokter dan rumah sakit terdekat sesuai petunjuk menteri kesehatan.

Dengan semakin merebaknya kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia, maka UU Anti Narkotika mulai direvisi. Sehingga disusunlah UU Anti Narkotika nomor 22 Tahun 1997, menyusul dibuatnya UU Psikotropika nomor 5 Tahun 1997. Dalam Undang-Undang tersebut mulai diatur pasal-pasal ketentuan pidana terhadap pelaku kejahatan narkotika, dengan pemberian sanksi terberat berupa hukuman mati.6

Narkotika dalam pengertian opium telah dikenal dan dipergunakan masyarakat Indonesia khususnya warga Tionghoa dan sejumlah besar orang Jawa sejak tahun 1617. Selanjutnya diketahui bahwa mulai tahun 1960-an terdapat sejumlah kecil kelompok penyalahguna heroin dan kokain. Pada awal 1970-an mulai muncul penyalahgunaan narkotika dengan cara menyuntik. Orang yang menyuntik disebut morfinis. Sepanjang tahun 1970-an sampai tahun 1990-an sebagian besar penyalahguna kemungkinan memakai kombinasi berbagai jenis

6


(4)

narkoba (polydrug jser), dan pada tahun 1990-an heroin sangat populer dikalangan penyalahguna narkotika.7

F. Metode Penelitian

Adapun metode penelitian hukum yang digunakan penulis dalam mengerjakan skripsi ini meliputi :

a. Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif. Dalam penelitian hukum normatif, penulis melakukan penelitian dengan menganalisa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana narkotika dan bahan hukum yang berhubungan dengan masalah narkotika serta melakukan analisis terhadap putusan pengadilan untuk melihat penerapannya dalam praktek.

b. Jenis Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder, data sekunder diperoleh dari :

1. Bahan hukum primer, antara lain : Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dan Peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan Narkotika.

7


(5)

2. Bahan hukum sekunder, yaitu berupa buku yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi, buku-buku yang berkenaan dengan teori-teori dan kebijakan penanggulangan kejahatan dan studi yang diperoleh dari Pengadilan Negeri medan yaitu Putusan Nomor

1463/Pid.B/2010/PN.Mdn, Putusan Nomor

1366/Pid.B/2011/PN.Mdn, dan Putusan Nomor 1432/Pid.B/2011/PN.Mdn.

c. Metode Pengumpulan Data

Penulisan skripsi ini menggunakan metode library search (penelitian kepustakaan), yakni dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku, situs internet, dan mempelajari serta menganalisis putusan.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini dibagi menjadi 4 (empat) bab yang terdiri dari : BAB I Pendahuluan

Bab ini dimulai dengan mengemukakan apa yang menjadi latar belakang penulisan skripsi dengan judul “ Penerapan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Tindak Pidana Narkotika (Analisis Terhadap Beberapa Putusan Hakim di Pengadilan Negeri Medan)” , permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan yang memebahas tentang pengertian tindak pidana narkotika, jenis narkotika yang dikenal dalam


(6)

masyarakat, dan sejarah masuknya narkotika ke Indonesia, dan metode penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II Pengaturan Hukum Dalam Undang-Undang Tindak Pidana Narkotika Nomor 35 Tahun 2009

Bab ini memberikan uraian tentang aturan hukum dalam Undang-undang tindak pidana narkotika yaitu mengenai bentuk perbuatan tindak pidana narkotika, sanksi pidana terhadap tindak pidana narkotika, dan subjek hukum pelaku tindak pidana narkotika.

BAB III Analisis Terhadap Penerapan Hukum Dalam Kasus Tindak Pidana Narkotika di Pengadilan Negeri Medan Bab ini berisikan tentang uraian dari tiga kasus Pengadilan Negeri Medan, yaitu mengenai posisi kasus, dakwaan, tuntutan, dan putusan hakim serta analisis terhadapnya.