Pengaruh Pemberian Onggok Fermentasi dan Antibiotik dalam Ransum Terhadap Kecernaan Protein, pH dan Laju Digesta Pada Ayam - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ayam Petelur

Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara khusus untuk diambil
telurnya. Ayam petelur memiliki macam-macam strain. Strain ayam petelur yang
ada di Indonesia antara lain isa brown ross brown, lohman dan rosella
(Sudarmono, 2007). Peternak Indonesia banyak menggunakan ayam ras petelur
yang merupakan hasil persilangan. Ayam ras petelur merupakan hasil persilangan
antara ayam arab betina dengan ayam kampung pejantan (Krista dan Bagus,
2013).
Penggunaan ayam ras petelur memiliki kekurangan dan kelebihan. Ayam
ras petelur memiliki kelebihan yaitu laju pertumbuhan sangat cepat yaitu pada
umur 4,5 – 5,0 bulan sudah mencapai dewasa kelamin, kemampuan memproduksi
telur cukup tinggi yaitu 250-350 butir/tahun dengan bobot telur 50 – 60
gram/butir, dan kemampuan ayam ras petelur memanfaatkan ransum cukup tinggi,
sedangkan kelemahannya adalah kemampuan adaptasi yang rendah sehingga perlu

penanganan yang lebih intensif dan memerlukan kualitas pakan yang tinggi
(Sudarmono, 2007). Ciri-ciri ayam petelur produktif adalah mata bening, bulu
cerah,sayap kuat, kaki dapat berdiri dengan tegak, kloaka bersih, tidak ada kotoran
disekitar anus, lincah, aktif, nafsu makan dan minum normal
Ayam ras petelur dibagi menjadi 4 fase pemliharaan yaitu fase starter (0 – 6
minggu), fase grower (6 – 14 minggu), fase pullet/dara (14 – 20 minggu) dan fase

4

layer (20 – 75 minggu) (Yuwanta, 2008). Ayam ras petelur akan mulai bertelur
pada umur 22 minggu hingga masa afkir (Rahayu dkk, 2011). Ayam akan bertelur
jika ransum yang diberikan sesuai dengan kebutuhan. Kebutuhan nutrisi untuk
ayam petelur berumur lebih dari 18 minggu adalah Energi Metabolisme (EM)
2850 kkal/kg dan Protein 16% (NRC, 1994).

2.2. Sistem Pencernaan

Sistem pencernaan ayam adalah mulut, esofagus, tembolok, proventrikulus,
gizzard, usus halus, usus besar, cecum dan kloaka (Bell, 2002). Pakan akan masuk
melalui mulut menggunakan paruh. Saliva terdpat pada mulut ayam. Saliva

mengandung enzim yang menandakan pencernaan pakan. Saliva mengandung
enzim amilase dan maltase (Wardani, 2004).

Ilustrasi 1. Anatomi Saluran Pencernaan (Bell, 2002)

5

Esofagus menghantarkan makanan dari mulut menuju tembolok. Tembolok
merupakan kantong untuk menyimpan makanan dan air. Keadaan tembolok yang
kosong akan mengirimkan sinyal pada otak untuk mengambil makanan (Jacob dan
Tony, 2013). Tembolok pada unggas mempuyai pH 4 – 5 (Sofjan, 2003).
Kandungan Lactobacillus pada bagian tembolok adalah 102 – 108 CFU dan
mengandung bakteri Coliform 102 – 104 (Fuller, 1997).
Proventrikulus merupakan penghubung antara tembolok dengan gizzard.
Proventrikulus terjadi pencernaan seperti pada perut manusia (Jacob dan Tony,
2013). Enzim yang berada pada bagian ini adalah enzim trypsin, amilase dan
lipase (Yuwanta, 2008). Proventrikulus mempunyai pH 2,0 – 3,0 (Manin, 2010
dan Ramli, 2008).
Saluran pencernaan selanjutnya adalah gizzard. Gizzard mempunyai pH
2,81 – 3,0 (Ramli, 2008 dan Manin, 2010). Lactobacillus pada bagian Gizzard

sebanyak 106 – 107 CFU (Jin dkk. 1998). Saluran pencernaan selanjutnya adalah
usus halus berfungsi untuk penyerapan nutrisi makanan. Terdapat berberapa
enzim pada usus halus yaitu peptidase, maltose, sukrose, dan laktose (Yuwanta,
2008). Usus halus pada ayam terbagi menjadi 3 yaitu duodenum, jejenum dan
ileum. Duodenum mempunyai pH 6,22 – 6,29, jejenum pH 6,55 – 7,21 dan ileum
pH 6,27 – 7,05 (Pang dan Applegate, 2007). Saluran aluran pencernaan unggas
mengandung Lactobacillus 106 – 107 (Jin dkk. 1998, Zhonghong dan Yuming.
2007, Mikkelsen, 2009).
Saluran pencernan selanjutnya adalah colon atau usus besar. Colon
berfungsi penyerapan kembali nutrisi yang belum sepenuhnya terserap oleh usus

6

halus. pH pada colon 7,52 (Ramli, 2008). Saluran pencernaan setelah usus besar
adalah cecum. Cecum akan terjadi fermentasi serat kasar dilakukan oleh
mikroflora yang ada pada cecum. pH cecum adalah 6,3 – 6,6 (Donald dkk, 1990).
Saluran pencernaan terakhir adalah kloaka. Vagina akan melipat saat bertelur
agar bersamaan dengan feses dan urin (Jacob dan Tony, 2013).

2.3. Prebiotik


Prebiotik adalah substansi dari makanan tidak dapat dicerna yang dapat
meningkatkan perkembangan dan aktivitas non patogen dalam saluran pencernaan
(Daud 2006). Prebiotik yang digunakan biasanya meiputi kandungan serat pakan,
tetapi ketentuan prebiotik sekarang ini adalah bahan yang dapat difermentasi dan
dapat berubah spesifik baik dalam komposisi maupun memberikan manfaat pada
kinerja mikroorganisme dalam saluran pencernaan (Gibson dan Roberfroid, 1995)
Karakteristik prebiotik antara lain tidak dapat dicerna oleh enzim, dapat
dimanfaatkan oleh mikroflora dalam usus, berasal dari tanaman atau diproduksi
oleh mikroba, dapat bertahan pada pH asam maupun basa, tidak menghasilkan
residu, tidak menghasilkan racun (Samanta, 2007). Kandungan prebiotik yang
digunakan oleh bakteri adalah oligosakarida. Olgosakarida adalah karbohidrat
yang mengandung 3-10 gugus gula (Musatto dan Mancilha, 2007). Oligosakarida
dapat diperoleh daari biji-bijian, buah-buahan, sayuran, umbi-umbian dan hasil
tanaman lainnya (Daud dkk, 2009).
Oligosakarida non-digestible oligosakarida tidak dapat dihidrolisis oleh
enzim dan hanya bisa dihidrolisis oleh bakteri (Gibson dan Roberfroid, 1995).

7


Oligosakarida akan bekerja pada usus dengan mempengaruhi kolonisasi bakteri
dan membantu agar bakteri berpegangan pada dinding usus (Spring, 2002). Nondigestibile oligosakaradi adalah karbohidrat dengan molekul rendah. Prebiotik
sebagai bahan makanan non-digestible memberikan keuntungan besar dengan
mnstimulasi pertumbuhan dan aktivitas bakteri yang ada pada usus halus
(Schrezeinmer dan Vrese, 2001).

2.4. Limbah Jamu

Limbah jamu terdiri dari dua macam yaitu limbah jamu cair dan limbah
jamu padat. Limbah jamu cair merupakan hasil dari pencucian bahan baku yang
digunakan untuk pembuatan jamu sedangkan limbah jamu padat merupakan
limbah padat yang dihasilkan dari hasil ekstraksi (Risdianto, 2007). Pembuatan
jamu menggunakan metode ekstrasi. Bahan-bahan yang terkandung dalam ampas
jamu adalah ampas jahe, ampas kencur, ampas daun adhas, ampas daun sirih,
ampas daun cengkeh dan ampas kunyit. Beberapa penelitian memanfaatkan imbah
jamu untuk pembuatan pupuk, pembuatan biogas dan digunakan sebagai salah
satu bahan fermetasi untuk pakan ikan (Hunaepi dkk. 2012, Tyasenna, 2015 dan
Yenti, 2008).
Proses pembuatan jamu hingga menghasilkan limbah melalui beberapa
tahap yaitu penyortiran untuk mendapatkan bahan-bahan jamu yang memiliki

kualitas baik. Pencucian, pencucian dilakukan untuk membersihkan bahan-bahan
jamu yang sudah bersih dari kotoran. Proses pencucian akan menghasilkan limbah
jamu cair. Proses selanjutnya adalah pengeringan agar bahan-bahan jamu tidak

8

mudah terkontaminasi oleh jamur. Tahap selanjutnya adalah penggilingan.
Penggilingan akan membuat ekstrak pada bahan-bahan jamu keluar dan remahremah hasil dari ekstrak inilah yang disebut limbah jamu padat (Risdianto, 2007).

Ilustrasi 2. Limbah Jamu

Penggunaan limbah jamu mempuyai kekurangan yaitu kandungan zat anti
nutrisi. Limbah jamu banyak mengandung senyawa kompleks seperti lignin,
hemiselulosa dan selulosa (Desriana dkk, 2013). Kelebihan limbah jamu adalah
penambahan herbal seperti jamu hewan, dapat meningkatkan nafsu makan, ternak
menjadi lebih sehat (tidak mudah diserang penyakit, pertumbuhan optimal dan
kandang tidak menimbulkan bau (ammonia) yang menyengat (Zainudin, 2006).
Kandungan oligosakarida yang ada di jamu antara lain rafinosa, mannosa,
sukrosa, fruktosa, arabinosa dan gluktosa terdapat pada tabel 1.


9

Tabel 1. Kandungan Oligosakarida Limbah Jamu
Jenis / Kode
Contoh

Limbah Jamu
/Ampas Jamu

Parameter

Satuan

Hasil

Rafinosa

g/100 g

0,02


Mannosa
Sukrosa
Fruktosa

g/100 g
g/100 g
g/100 g

0,01
0,003
0,01

Arabinosa
Gluktosa

g/100 g
g/100 g

0,004

0,0002

Metode Uji

HPLC

Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor, 2016.

2.5. Probiotik

Probiotik adalah kumpulan mikroorganisme non patogen yang dapat
merangsang pertumbuhan mikroorganisme non patogen didalam saluran
pencernaan ternak (Kompiang, 2009). Mikroorganisme dapat dikatakan sebagai
probiotik jika efeknya dapat merubah kolonisasi mikroflora dalam saluran
pencernaan (Schrezenmeir dan Verse, 2001). Bakteri yang umum digunakan
untuk probiotik adalah Lactobacillus dan Bifidobacteria, kedua jenis bakteri ini
dapat mempengaruhi peningkatan kesehatan karena dapat menstimulasi respon
imun dan menghambat patogen (Haryati, 2011).
Pemberian probiotik akan memberikan beberapa manfaat antara lain akan
mempertahankan mikroflora bermanfaat dalam saluran pencernaan, mampu

menghambat pertumbuhan bakteri pathogen, meningkatkan aktivitas enzim
pencernaan dan meingkatkan kekebalan (Jin dkk 1998) Pencernaan terbagi
menjadi dua yaitu proses yaitu kimiawi dan fermentasi. Keseimbangan mikroba
sangat penting untuk digunakan pada saat proses fermentasi akan berinteraksi

10

dengan mikroba lainnya sehingga meghasilkan produk yang juga merupakan
nutrien dan mempengaruhi kesehatan inangnya (Kompiang, 2009).
Probiotik digunakan sendiri atau digunakan secara campuran untuk
mendapatkan keuntungan meningkatkan pakan (Saray dkk, 2014). Kriteria
probiotik harus memberikan keuntungan bagi induk, tidak menyebabkan penyakit,
mengandung sel hidup lebih dari 106 cfu dan tetap hidup selama penyimpanan
(Fuller, 2001). Probiotik melakukan adhesi yang kuat pada dinding usus dan
mencegah kolonisasi pada usus jauh berkurang sehingga Salmonella yang
menepel pada dinding usus akan berkurang (Winarsih, 2005). Probiotik
memberikan keuntungan besar dengan menstimulasi pertumbuhan dan aktivitas
bakteri yang ada pada usus halus (Schrezeinmer dan Vrese, 2001).

2.6. Bakteri Asam Laktat (BAL)


Bakteri non patogen dalam tubuh ternak salah satunya adalah bakteri asam
laktat. Jenis bakteri asam laktat (BAL) antara lain Lactobacillus dan
Bifidobacteria kedua jenis bakteri ini dapat mempengaruhi peningkatan kesehatan
karena dapat menstimulasi respon imun dan menghambat pathogen (Haryati,
2011). Ada 10 genera yang termasuk dalam bakteri asam laktat yaitu Aerococcus,
Carnobacterium,

Enterococcus,

Lactobacillus,

Lactococcus,

Leuconostoc,

Pediococcus, Streptococcus, Tetragenococcus, dan Vagococcus (Rahayu dan
Magino, 1997). Syarat utama penggunaan bakteri asam laktat adalah mampu
beradaptasi pada kondisi asam pada lambung, dapat bertahan pada saluran
pencernaan (Wirawati, 2002 dan Kompiang, 2009).

11

BAL yang ada dalam saluran pencernaan akan menurunkan pH melalui
produksi asam lemak rantai pendek yang menyebabkan penurunan bakteri
patogen (Haryati, 2011). BAL memiliki ciri-ciri bereaksi negatif pada katalase
dan tidak membentuk spora (Ramadhan dkk, 2012). Bakteri asam laktat memiliki
sifat penting yaitu dapat memfermentasi gula dengan menghasilkan sejumlah
asam laktat gram positif, tidak membentuk spora, mempunyai sifat aerob, mampu
menghambat bakteri patogen dan hidup dalam pH rendah (Buckle dkk, 1987).
Bakteri asam laktat tidak mampu menghasilkan enzim katalase (Stamer, 1979).
Saluran pencernaan ayam terdapat Lactobacillus sp. sebanyak 107CFU/ml (Manin
dkk, 2006).
Lactobacillus sp merupakan salah satu bakteri yang dapat digunakan
sebagai probiotik. Mikroorganisme pada saluran pencernaan berperan untuk
memproduksi vitamin B komplek dan enzim pecernaan, dan untuk menstimulasi
pertumbuhan sekumpulan bakteri penceraan, dan mengeluarkan racun yang
diproduksi oleh bakteri patogen (Toghyani dan Tabeidian, 2011).

2.7. Sinbiotik

Sinbiotik merupakan pencampuran antara prebiotik dan probiotik (Patterson
dan Burkholder, 2003). Bentuk sinbiotik ada 2 yaitu cair dan padat. Contoh
sinbiotik cair adalah produk sinbiotik. Kelebihan sinbiotik padat adalah masa
simpan yang lebih lama dibandingkan dalam bentuk cair (Yulinery dan
Nurhidayat, 2012). Sinbiotik mampu bertahan lama penyimpanan sinbiotik dapat
disimpan pada suhu 25°C.

12

Sinbiotik akan bekerja dengan menyimulasi pertumbuhan bakteri pada
bagian usus (Ginbson dan Roberfroid, 1995). Penambahan sinbiotik dapat
menguntungkan inangnya dengan meningkatkan perkembang biakkan probiotik
melalui aktivitasi metabolisme satu atau beberapa macam bakteri yang
menyehatkan bagi tubuh ternak (Haryati, 2011). Mekanisme sinbiotik dalam
saluran pencernaan adalah meningkatkan bakteri Lactobacillus sp. dan bakteri
yang ada dalam saluran pencernaan dengan adanya perubahan lingkungan menjadi
asam sehingga peningkatan bakteri non patogen meningkat dan bakteri patogen
menurun (Shimizu dkk. 2013). Bakteri patogen akan meningkatkan total anaerob
yang mengakibatkan produksi asam lemak rantai pendek dalam saluran
pencernaan meningkat.

2.8. Kecernaan Serat Kasar

Serat kasar adalah senyawa yang tidak dapat dicerna oleh tubuh terdiri dari
selulosa, hemilulosa, senyawa pektin dan lignin (Muchtadi, 2001). Kandungan
serat kasar yang tinggi dapat menganggu kecernaan (Tillman dkk, 2005). Jumlah
mikrobia dalam saluran pencernaan unggas sedikit sehingga kemampuan
mendegradasi serat kadar menurun, sehingga ternak non ruminansia kurang dapat
memanfaatkan serat kasar menjadi sumber energi (Kompiang, 2009).
Serat kasar yang tidak dapat dicerna ada bagian usus besar akan dicerna
pada sekum. Serat kasar akan dicerna pada bagian usus besar dengan
menggunakan bantuan bakteri selulotik (Tillman dkk, 2005). Proses pencernaan
serat kasar pada unggas terjadi secara fermentatif pada bagian sekum (Sarandani

13

dkk, 2016). Proses fermentasi pada sekum akan menghasilkan SCFA (ShortChain Fatty Acid) atau asam lemak rantai pendek (Dunkley dkk, 2007).
Selulosa dan hemiselulosa seringkali berikatan dengan lignin membentuk
ligno-selulosa dan ligno-hemiselulosa yang sulit untuk dicerna (Tillman dkk,
2007). Kandungan lignin dan selulosa pada limbah jamu dapat dihilangkan
dengan penambahan mikroorganisme seperti jamur. Lignin dapat didegradasi oleh
jamur penghasil enzim lignolitik, sedangkan selulosa dapat didegradasi oleh jamur
penghasil enzim selulase. Enzim selulase yang terhambat akan mengakibatkan
kecernaan serat kasar menurun.

2.9. Kecernaan Protein Kasar

Protein adalah senyawa organik yang berasal dari asam amino sebagai
penyusun utama (Sitompul, 2004). Asam amino terdiri dari 2 macam yaitu asam
amino essensial dan asam amino non essensial. Protein adalah nutrisi utama yang
mengandung nitrogen dan unsur utama dalam pembentukan jaringan, organ tubuh
dan nitrogen alinnya seperti asam nukleat, enzim, hormon, vitamin dan lain-lain
(Andriyanto dkk, 2015). Ternak menyerap protein dengan mengubah protein
menjadi asam amino melalui kondisi asam yang kuat dan dipengaruhi oleh enzim
tertentu (Fenita dkk, 2010). Kualitas protein pakan berpengaruh terhadap
kecernaan protein pada ternak ayam, protein mengalami perombakan yang
dilakukan oleh enzim-enzim hidrolitik (Wahyu, 2004). Protein dicerna
diproventrikulus diengan adanya glandular stomach yang mensekresikan
pepsinogen dan HCl untuk memecah struktur tersier protein pakan, selanjutnya

14

proses proteolisis yang dilakukan oleh pepsin, dan selanjutnya dirombak diusus
halus (Yuwanta, 2004 dan Wahyu, 2004). Protein yang terikat dengan struktur
dengan karbohidrat mempunyai nilai degredasi rendah (Straalen dan Tanminga,
1990).

2.10. Retensi Nitrogen

Retensi nitrogen digunakan untuk mengetahui nilai kecernaan bahan pakan
(Sonjaya, 2001). Retensi nitrogen digunakan untuk mengetahui jumlah protein
yang dapat digunakan oleh tubuh. Retensi nitrogen dipengaruhi oleh konsumsi N,
jumlah N pada endogenous, dan tingkat energi pada ransum. Nitrogen akan diikat
oleh enzim nitrogenase yang dapat mempengaruhi jumlah retensi nitrogen
(Sclegel dan Schmidt, 1994). Perhitungan retensi nitrogen menggunakan rumus
Sibbald dan Walynetz (1984) yaitu konsumsi nitrogen dikurangi dengan nitrogen
feses dan nitrogen endogenous. Nitorogen endogenous adalah nitrogen dalam
feses yang berasal dari peluruhan mukosa usus, empedu dan seluruh peluruhan sel
saluran pencernaan (Sibbald, 1980). Kadar protein dalam pakan yang tinggi akan
mengakibatkan jumlah proses pertumbuhan dan tingginya kadar nitrogen dalam
urin (Tillman dkk, 1998). Peningkatan jumlah retensi nitrogen menandakan
bahwa banyaknya nitrogen yang dapat digunakan oleh tubuh ternak untuk hidup
pokok, pembentukan jaringan tubuh dan mengganti nitrogen yang hilang setiap
hari (Scott, 1998). Ayam petelur jumlah retensi nitrogen yang meningkat dapat
berdampak pada pengeluaran jumlah telur meskipun jumlah nitrogen dalam pakan
lebih sedikit (Meluzzi dkk, 2010).

15

Nitrogen dari dinding sel ransum yang berasal dari tanaman adalah selulosa
yang terikat dengan karbohidrat yang berasal dari protein (Prabowo, 2001).
Ransum yang sukar dicerna oleh ternak hanya 45-55% dari jumlah N-NH3 yang
akan disintesis oleh protein mikroba Orskov (1992).
Konsumsi nitrogen berpengaruh kepada jumah nitrogen yang dapat diretensi
oleh tubuh ternak (Primacita dkk, 2014). Sekresi nitrogen yang meningkat dapat
menurunkan kecernaan nitrogen sehingga jumlah nitrogen yang dapat diretensi
menurun (Wardani, 2004). Adanya kandungan serat kasar berupa lignin, selulosa
dan hemiselulosa menyababkan sekresi nitrogen endogenous meningkat sehingga
penyerapan nitogen menurun.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemberian Onggok Fermentasi dan Antibiotik dalam Ransum terhadap Performan Ayam Broiler - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 7

Pengaruh Pemberian Onggok Fermentasi dan Antibiotik dalam Ransum terhadap Performan Ayam Broiler - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 9

Pengaruh Pemberian Onggok Fermentasi dan Antibiotik dalam Ransum terhadap Performan Ayam Broiler - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 2

Pengaruh Pemberian Onggok Fermentasi dan Antibiotik dalam Ransum terhadap Performan Ayam Broiler - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 1 12

Pengaruh Pemberian Onggok Fermentasi dan Antibiotik dalam Ransum Terhadap Kecernaan Protein, pH dan Laju Digesta Pada Ayam - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 6

Pengaruh Pemberian Onggok Fermentasi dan Antibiotik dalam Ransum Terhadap Kecernaan Protein, pH dan Laju Digesta Pada Ayam - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 2

Pengaruh Pemberian Onggok Fermentasi dan Antibiotik dalam Ransum Terhadap Kecernaan Protein, pH dan Laju Digesta Pada Ayam - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 13

Pengaruh Pemberian Onggok Fermentasi dan Antibiotik dalam Ransum Terhadap Potongan Komersial Ayam Broiler - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 7

Pengaruh Pemberian Onggok Fermentasi dan Antibiotik dalam Ransum Terhadap Potongan Komersial Ayam Broiler - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

1 1 9

Pengaruh Pemberian Onggok Fermentasi dan Antibiotik dalam Ransum Terhadap Potongan Komersial Ayam Broiler - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 3