Analisis Penetapan Suku Bunga SBI Terhad
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hampir semua ahli ekonomi berpendapat bahwa modal merupakan faktor
yang penting dalam mewujudkan pembangunan ekonomi suatu Negara. Papanek
dalam Wibowo (2004) mengatakan bahwa jika ada satu-satunya faktor tunggal
yang penting untuk pembangunan ekonomi suatu negara maka faktor tersebut
adalah modal. Modal bisa berasal dari sumber dana domestik atau bantuan dari
negara lain.
Lembaga perbankan merupakan pemain utama dalam penyediaan sumber
dana domestik di Indonesia sehingga memiliki peranan penting dalam
pembangunan ekonomi suatu Negara. Lembaga perbankan merupakan lembaga
intermediasi yang menghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan dana (pihak
surplus) dan menyalurkannya kepada masyarakat yang memerlukan dana (pihak
defisit). Salah satu jasa pelayanan perbankan yang utama adalah penyaluran
kredit. Kredit merupakan salah satu jasa perbankan yang terkait langsung dengan
sektor riil sebagai modal pembiayaan, baik pembiayaan investasi, modal kerja
maupun investasi yang pada akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan sektor
riil dan peningkatan output nasional.
Kebijakan pemerintah mengenai perbankan yang dikeluarkan pada tanggal
27 Oktober 1988 (Pakto’88) dapat dikatakan sebagai tonggak awal perkembangan
perbankan, baik jumlah bank dan jaringan kantor bank karena dalam pakto 88
tersebut memberikan kemudahan persyaratan membuka bank baru maupun
cabang bank. Perkembangan perbankan tersebut tentu diiringi dengan peningkatan
volume usaha , salah satunya penyaluran kredit perbankan, misalnya. Selama
periode 2000-2011 penyaluran kredit meningkat sangat pesat dari Rp.283.097
milyar menjadi Rp.2.200.094 milyar di tahun 2011 (Statistik Perbankan
Indonesia). Peningkatan jumlah kredit ini diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan pembiayaan pembangunan secara mandiri dan mengurangi
ketergantungan terhadap bantuan Negara lain. Mengingat, Indonesia sebagai
Negara yang sedang membangun sangat memerlukan modal dalam membiayai
investasi pembangunan yang sebaiknya berasal dari dana domestik.
Selain itu, kredit merupakan sumber utama pendapatan sektor perbankan
yakni berupa pendapatan bunga atas kredit yang dibayarkan oleh debitur kepada
pihak Bank. Di sisi lain, pihak Bank juga harus berhati-hati dalam menyalurkan
kredit agar terhindar dari resiko kredit berupa NPL yang tinggi. Salah satu cara
yang dilakukan bank untuk mengurangi resiko kredit ialah mengalokasikan
dananya pada instrument lain seperti penempatan dana pada Bank Indonesia
yang tentu saja memiliki tingkat risiko yang rendah. Penempatan dana pada Bank
Indonesia dapat
berupa Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang merupakan
instrument yang paling aman karena diterbitkan oleh pemerintah melalui Bank
Indonesia. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) juga merupakan instrumen yang paling
disenangi oleh perusahaan–perusahaan lembaga keuangan karena dianggap paling
aman dan memberikan cadangan likuiditas sekunder yang dapat memberikan
kepastian hasil. Dengan demikian, kredit juga memiliki ketertkaitan dengan suku
bunga SBI.
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah
BI dalam Handarudigdaya (2010) menyebutkan bahwa jalur kredit
merupakan salah satu dari 5 jalur transmisi kebijakan moneter dalam
memengaruhi perekonomian. Bahkan, Hakim dan Nopirin dalam Handarudigdaya
(2010) menyarankan agar BI menggunakan jalur kredit sebagai instrumen utama
pada mekanisme transmisi kebijakan moneter.
Kredit sebagai salah satu transmisi kebijakan moneter memiliki
keterkaitan dengan penetapan suku bunga SBI. Penurunan suku bunga SBI
penting dan menjadi penentu bagi penurunan bunga bank pada umumnya,
terutama kredit. Penurunan bunga kredit diharapkan dapat meningkatkan
penyaluran kredit sehingga mendorong pergerakan di sektor riil dan menjadi
stimulus bagi pertumbuhan ekonomi.
Penyaluran kredit memiliki dampak pengganda dalam perekonomian
Indonesia. Bagi debitur, kredit investasi dan modal kerja sangat berperan dalam
dunia usaha, sedangkan kredit konsumsi akan meningkatkan konsumsi
masyarakat itu sendiri. Bagi pihak Bank itu sendiri, kredit merupakan sumber
pendapatan utama mereka. Hal-hal di atas pada akhirnya akan berdampak pada
peningkatan PDB dan pertumbuhan ekonomi.
Perilaku hubungan variabel-variabel ekonomi memungkinkan adanya
hubungan 2 arah (kausalitas). Untuk itu, perlu dilakukan evaluasi terhadap arah
hubungan kredit dengan beberapa variabel ekonomi. Kredit dalam penelitian ini
adalah kredit yang disalurkan oleh Bank Umum, sedangkan variabel ekonomi
makro yang digunakan dibatasi pada output nasional yang diukur dari PDB dan
tingkat suku bunga SBI. Adapun permasalahan dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana gambaran jumlah kredit, output, suku bunga SBI di
Indonesia tahun 2000-2011?
2. Bagaimana kontribusi variasi suku bunga SBI terhadap penyaluran
kredit?
3. Bagaimana kontribusi variasi penyaluran kredit terhadap output
nasional?
4. Bagaimana respon penyaluran kredit terhadap shock suku bunga SBI?
5. Bagaimana respon output nasional terhadap shock penyaluran kredit?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. mengetahui gambaran jumlah kredit, output, suku bunga SBI di Indonesia
tahun 2000-2011?
2. mengetahui kontribusi variasi suku bunga SBI terhadap penyaluran kredit,
3. mengetahui kontribusi variasi penyaluran kredit terhadap output nasional,
4. mengetahui respon penyaluran kredit terhadap shock suku bunga SBI,
5. mengetahui respon output nasional terhadap shock penyaluran kredit.
2. LANDASAN TEORI
Definisi kredit yang diberikan menurut Bank Indonesia dalam Statistik
Perbankan Indonesia adalah semua penyedian uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu dalam rupiah dan valuta asing, berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank pelapor dengan bank dan pihak
ketiga bukan bank. Seluruh kredit yang diberikan tersebut termasuk pula data
pembelian surat berharga yang disertai dengan Nota Purchase Agreement (NPA),
pengambilalihan kredit jangka dalam anjak piutang, tagihan kepada nasabah
karena transaksi perdagangan yang telah jatuh waktu belum diselesaikan oleh
nasabah yang bersangkutan dan giro bersaldo debet. Berdasarkan jenis
penggunaan dibedakan menjadi tiga yaitu:
1. Kredit modal kerja adalah kredit jangka pendek untuk membiayai
keperluan modal kerja debitur
2. Kredit investasi adalah kredit jangka menengah atau panjang untuk
pembelian barang-barang modal dan jasa yang diperlukan antara lain guna
rehabilitasi, modernisasi, ekspansi dan relokasi proyek dan atau pendirian
usaha baru.
3. Kredit konsumsi kredit untuk keperluan konsumsi dengan cara , membeli,
menyewa atau dengan cara lain.
Kebijakan moneter adalah kebijakan otoritas moneter atau bank sentral
dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan
kegiatan perekonomian yang diinginkan. Dalam hal ini, besaran moneter
(monetary aggregates) antara lain dapat berupa uang beredar, uang primer atau
uang kredit perbankan. Dalam praktek, perkembangan kegiatan ekonomi yang
diinginkan tersebut adalah stabilitas ekonomi makro yang antara lain dicerminkan
oleh stabilitas harga (rendahnya laju inflasi), membaiknya perkembangan GDP riil
(pertumbuhan ekonomi), serta cukup luasnya lapangan/ kesempatan kerja yang
tersedia.
Mekanisme kebijakan moneter merupakan jalur yang dilalui oleh suatu
kebijakan moneter untuk mempengaruhi kondisi perekonomian, terutama
pendapatan nasional (Hakim, 2004). Kebijakan moneter di suatu negara
menggunakan suatu instrumen moneter yang akan mempengaruhi sasaran antara
untuk mencapai sasaran akhir berupa pertumbuhan ekonomi dan stabilitas harga.
Instrumen yang dimiliki Bank Sentral terdiri dari pengelolaan penawaran uang,
tingkat suku bunga dan cadangan minimum perbankan.
Tabel 2.1. Mekanisme Transmisi Standar
Instrumen
Sasaran
Sasaran Antara
Sasaran Akhir
1. Uang
1. Pendapatan
Operasional
1. OPT melalui
penjualan
surat
berharga
2. Cadangan
minimum
bank
1. Uang
primer
2. Tingkat
suku bunga
SBI; PUAB
beredar
(M2
2. Inflasi
dan
M3)
2. Kredit
perbankan
3. Nilai tukar
3. Kebijakan
diskonto
Sumber : Hakim (2004)
Mekanisme kebijakan moneter tersebut bekerja melalui lima jalur yaitu,
jalur suku bunga, nilai tukar, harga aset dan ekspektasi. Mekanisme transmisi
kebijakan moneter melalui jalur kredit didasarkan pada asumsi bahwa tidak semua
simpanan masyarakat oleh perbankan selalu disalurkan sebagai kredit kepada
dunia usaha (Warjiyo, 2004). Dalam konteks interaksi antara bank sentral dengan
perbankan dan para pelaku ekonomi dalam tahapan proses perputaran uang dalam
ekonomi, mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur kredit dapat
dijelaskan sebagai berikut. Pada tahap pertama, interaksi antara bank sentral
dengan perbankan terjadi di pasar uang rupiah, interaksi ini terjadi karena di satu
sisi bank sentral melakukan operasi moneter untuk pencapaian sasaran
operasionalnya baik berupa uang primer ataupun suku bunga jangka pendek,
sementara bank-bank melakukan transaksi di pasar uang untuk pengelolaan
likuiditasnya. Interaksi ini akan memengaruhi tidak saja perkembangan suku
bunga jangka pendek di pasar uang tetapi juga besarnya dana yang akan
dialokasikan ke bank-bank dalam bentuk instrument likuiditasnya maupun untuk
penyaluran kreditnya.
Kebijakan penetapan suku bunga yang dilakukan oleh pemerintah (Bank
Indonesia) ditujukan untuk mempengaruhi jumlah supply kredit dan demand
kredit. Mekanisme transmisi melalui jalur kredit bekerja dengan memanfaatkan
media pasar utang atau pasar kredit. Mekanisme transmisi melalui jalur kredit
dapat dibedakan melalui dua jalur. Pertama, bank lending channel yang
menekankan pengaruh kebijakan moneter pada kondisi keuangan bank, khususnya
di sisi aset. Kedua, balance sheet channel yang menekankan pengaruh kebijakan
moneter pada kondisi keuangan perusahaan dan selanjutnya mempengaruhi akses
perusahaan untuk mendapatkan kredit.
Besaran suku bunga sangat menentukan aktifitas perekonomian. Tingkat
suku bunga berhubungan erat dengan tingkat investasi masyarakat yang
selanjutnya akan mempengaruhi tingkat output nasional. Misalnya, ketika tingkat
suku bunga di pasar keuangan tinggi, maka akan menurunkan gairah investasi di
sektor riil karena masyarakat akan menyimpan atau menanamkan dananya di
lembaga-lembaga keuangan dengan membeli aset-aset keuangan (apabila tingkat
suku bunga SBI diturunkan maka diharapkan akan menaikan jumlah investasi,
begitu juga sebaliknya bila tingkat suku bunga SBI dinaikan maka akan
menurunkan jumlah investasi). Efektivitas dengan meningkatnya jumlah investasi
tersebut maka akan mendorong pertumbuhan nasional (GDP), GDP merupakan
salah satu tujuan akhir suatu kebijakan.
Suku Bunga
SBI
Kredit
PDB
Kredit yang tinggi akan meningkatkan akses kepada sektor keuangan dan
dapat mendukung pertumbuhan investasi dan perekonomian. Namun disisi lain
kondisi ini dapat mengarah kepada kerentanan sektor keuangan melalui
penurunan standar pemberian pinjaman leverange yang berlebihan dari harga aset
(Reinhart dan Robert, 2009).
Peningkatan
kredit
khususnya
kredit
konsumsi
dapat
memicu
pertumbuhan permintaan agregrat di atas output potensial yang mengakibatkan
perekonomian memanas. Pada gilirannya akan berdampak kepada peningkatan
inflasi, defisit current account serta apresiasi nilai tukar riil. Pada saat yang
bersamaan, selama periode ekspansi institusi perbankan cenderung memiliki
ekspektasi yang terlalu optimis pada kemampuan membayar nasabah dan
akibatnya kurang hati-hati dalam memberikan kredit kepada golongan beresiko
tinggi. Sebagai akibatnya terjadi penumpukan pinjaman yang berpotensi menjadi
bad loans pada periode ekonomi kontraksi.
Penelitian yang dilakukan oleh Kim (1999) dalam Lukman Hakim (2004)
menunjukkan hubungan pada model permintaan kredit (LKREDtD), variabel
independen yang berpengaruh positif terhadap variabel dependen adalah variabel
suku bunga kredit (LSKRED), dan variabel output riil harga konstan 1993
(LGDPR). Variabel yang mempunyai pengaruh negatif adalah suku bunga
obligasi yang diwakili oleh suku bunga SBI (LSBI). Sementara itu, pada model
penawaran kredit (LKREDtS), variabel yang mempunyai hubungan positif adalah
variabel output riil (LGDPR), total deposito (LDEP) dan variabel boneka (DUM)
yang merupakan representasi dari situasi krisis ekonomi Indonesia mulai periode
1997. Varibel yang mempunyai hubungan negatif adalah suku bunga SBI (LSBI).
Volume kredit permintaan dan penawaran di sini benilai sama dan merupakan
total kredit dari beberapa kelompok perbankan.
Kerentanan neraca perbankan, sistem keuangan dan makroekonomi
memiliki kaitan yang erat. Ketidakseimbangan kondisi makro yang tercermin dari
perubahan mendadak suku bunga dan nilai tukar dapat mempengaruhi
kemampuan membayar utang debitur dan pada saat yang bersamaan
meningkatkan kekhawatiran terhadap kondisi kesehatan sektor keuangan. Sebagai
contoh, sudden revearsal capital inflow dapat mendorong terjadinya hard landing
di perekonomian dan memaksa otoritas untuk meningkatkan suku bunga. Kondisi
ini selanjutnya akan menimbulkan tekanan pada sektor perbankan melalui credit
risk yang berasal dari peningkatan suku bunga, perlambatan ekonomi dan
penurunan nilai kolateral. Di lain pihak kekhawatiran terhadap kondisi sektor
keuangan akan mendorong ketidakstabilan kondisi makro akibat reaksi pasar.
3. METODOLOGI
3.1 Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder time series triwulanan dari
tahun 2000-2011. Data terserbut terdiri atas :
1. Data total kredit Bank umum yang diperoleh dari Statistik Perbankan
Indonesia.
2. Data Suku bunga Bank Indonesia / BI Rate yang diperoleh dari SEKI
Bank Indonesia.
3. Data PDB Riil triwulanan dengan tahun dasar 2000 yang diperoleh
dari BPS.
3.2 Metode Analisis
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif adalah metode analisis statistik sederhana yang
bertujuan untuk mempermudah penaksiran dan penjelasan dengan menganalisis
tabel, grafik, dan diagram. Penyajian analisis deskriptif dalam penelitian ini
menggunakan grafik untuk memberikan gambaran perkembangan kinerja suku
bunga SBI, kredit dan output nasional selama periode tahun 2000 sampai 2012.
Analisis Inferensia
Penelitian ini menggunakan metode Vector Autoregression (VAR), yaitu
suatu sistem persamaan yang diperlihatkan setiap peubah sebagai fungsi dari
konstanta dan nilai lag yang lain dari peubah lain dalam sistem itu sendiri. Jika
data yang digunakan stasioner dan tidak terintegrasi, maka metode VAR level
yang digunakan. Akan tetapi, ketika data yang digunakan tidak stasioner di level,
maka VAR first difference akan digunakan
Beberapa tahapan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya:
1. Uji Unit Root
Uji kestasioneran data dengan menggunakan Philips-Perron Test.
Misal
∑
terdapat
sebuah
model
:
, Hipotesis yang diuji adalah :
H0 :
H1 :
Keputusan : Tolak H0 jika t-statistic < t-critic atau | t-statistic| > t-critic.
Dimana t-critic adalah nilai kritis Mac-Kinnon.
Jika variabel yang digunakan tidak stasioner maka harus didifferensiasi
terlebih dahulu. Jika variabel mencapai I(1), maka variabel tersebut harus
didifferensiasi terlebih dahulu sebanyak satu kali untuk mencapai
stasioner. Jika variabel mencapai I(2), maka variabel tersebut harus
didifferensiasi menjadi sebanyak dua kali untuk menjadi stasioner.
2. Penentuan Lag Optimal
Terdapat beberapa tahap bentuk pengujian yang akan dilakukan untuk
memperoleh panjang lag optimal. Pada tahap pertama akan dilihat panjang
lag maksimum sistem VAR yang stabil. Stabilitas sistem VAR dilihat dari
nilai inverse root karakteristik AR polinomialnya. Suatu sistem VAR
dikatakan stabil (stasioner) jika seluruh root-nya memiliki modulus lebih
kecil dari satu dan semuanya terletak didalam unit circle. Pada tahap
kedua, panjang lag optimal akan dicari dengan menggunakan kriteria
Akaike Information Criteria (AIC) dan Schwarz Information Criteria
(SIC). Untuk menetapkan tingkat lag yang paling optimal, model VAR
harus diestimasi dengan berbeda-beda tingkat lag-nya, kemudian
dibandingkan dengan AIC dan SICnya. Nilai AIC dan SIC yang paling
kecil dipakai sebagai patokan pada tingkat lag paling optimal, karena nilai
AIC atau SIC minimum menggambarkan residual (error ) yang paling
kecil.
3. Uji Kausalitas (Granger Causality Test)
Model VAR harus memenuhi syarat adanya hubungan Granger
Causalitas yaitu mengisyaratkan adanya hubungan dua arah antar variabel
( hubungan kausalitas ). Dalam penelitian ini, untuk mengetahui adanya
hubungan Granger Causalitas menggunakan eviews 6.0 melalui perintah
view Granger
Causalitas
atau viewlag structure Granger
Causality/Block Exogeneity.
Ho : X does not Granger Causalitas Y
Ho : Y does not Granger Causalitas X
Tolak H0 jika probability > sign (α). Diharapkan tolak H0 untuk kedua
hipotesis tersebut. Jika hanya salah satu yang tolak H0 maka kedua
variabel tersebut hanya memiliki hubungan satu arah dan model VAR
tidak dapat digunakan.
4. Variance Decomposition
Variance Decomposition (VD) merupakan metode yang dapat
digunakan untuk melihat proporsi inovasi suatu variabel dalam
menentukan forcast error variance variabel lainnya dalam sebuah sistem.
Metode ini dilakukan untuk dapat mencirikan struktur dinamis antar
variabel di dalam model VAR.
Melalui perhitungan persentase squared prediction error dari sebuah
variabel akibat inovasi dalam variabel-variabel lain, dapat dilihat seberapa
besar variance error peramalan variabel tersebut yang disebabkan oleh
variabel itu sendiri dan variabel lainnya dalam system.
5. Impulse Response Function (IRF)
Seperti yang telah disebutkan di muka, VAR merupakan teknik yang
membiarkan data menentukan sendiri struktur dinamis dari sebuah model,
sehingga setelah estimasi dilakukan, adalah penting untuk mencirikan
struktur dinamis tersebut secara jelas. Sayangnya, koefisien hasil estimasi
model VAR sulit diartikan dan kurang dapat diandalkan. Untuk dapat
mencirikan struktur dinamis dalam model, menurut Sims, cara yang paling
baik adalah dengan menganalisa respon dari model (sistem) terhadap
kejutan (shock). IRF dapat melakukan hal ini dengan menunjukan
bagaimana respons dari setiap variabel endogen dalam sistem dari
sepanjang waktu jika mendapat kejutan (shock) dari variabel lainnya
sebesar satu standar deviasi. Melalui analisis IRF, dapat diketahui
besarnya respon yang terjadi, kecenderungan meningkat atau menurun,
dan dapat memberikan informasi seberapa lama respon tersebut terjadi
akibat adanya shock.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Pergerakan Suku Bunga Indonesia (SBI) periode Triwulan I –
Triwulan IV 2011 di Indonesia.
Sepanjang kurun waktu 2000-2006, suku bunga SBI berada pada level
7%-17% dimana pada triwulan IV-2001 naik hingga 17,62% dan menurun
kembali hingga triwulan II-2004 yang mencapai 7,34% sebagai respon dari 3
kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia pada tahun 2001 yaitu
normalisasi suku bunga, penjarangan lelang, dan pelonggaran ketentuan SBI.
Keadaan Indonesia yang semakin kondusif selama tahun 2004 karena pemilu
secara langsung berjalan lancar dan aman membuat SBI stabil hingga triwulan I
tahun 2005.
GAMBAR 1. SUKU BUNGA INDONESIA
PERIODE TRIWULAN I 2000 -TRIWULAN IV
2011
2011-Triw I
2011-Triw III
2010-Triw I
2010-Triw III
2009-Triw III
2009-Triw I
2008-Triw III
2008-Triw I
2007-Triw I
2007-Triw III
2006-Triw I
2006-Triw III
2005-Triw I
2005-Triw III
2004-Triw III
2004-Triw I
2003-Triw I
2003-Triw III
2002-Triw I
2002-Triw III
2001-Triw I
2001-Triw III
2000-Triw III
2000-Triw I
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Memasuki bulan Juli 2005, Bank Indonesia melakukan upaya penguatan
kerangka kerja kebijakan moneter melalui implementasi ITF dengan BI rate
sebagai satu-satunya policy reference rate atau suku bunga acuan bagi SBI. Di
tengah kondisi kuatnya tekanan eksternal berupa naiknya harga minyak dunia dan
siklus pengetatan moneter global, Bank Indonesia menaikkan BI rate tiga kali
sampai 10% pada triwulan III-2005.
Sejalan dengan keyakinan terhadap pulihnya kestabilan makroekonomi, BI
menerapkan kebijakan penurunan suku bunga secara terukur dan berhati-hati. Hal
tersebut tercermin dengan menurunnya BI rate hingga pada triwulan IV-2006
mencapai 9,75%.
Dinamika yang terjadi pada perekonomian global sepanjang tahun 2010
telah memberikan pengaruh positif pada perkembangan ekonomi Indonesia.
Sehingga langkah yang dilakukan oleh Bank Indonesia memutuskan untuk
mempertahankan BI rate pada level 6,5% karena dipandang masih kondusif untuk
menjaga stabilitas sistem keuangan. BI rate 6,5% tetap dipertahankan dan kondisi
ini tetap bertahan hingga triwulan IV 2010 karena dianggap cukup konsisten.
Arah kebijakan tersebut ditempuh karena melihat tekanan pada sistem keuangan
yang mulai menurun dan semakin membaik dan stabilnya sistem keuangan
domestik.
Suku bunga BI rate pada triwulan I tahun 2011 meningkat pada level
6,75% dan bertahan hingga triwulan III tahun 2011. Bank Indonesia kembali
menurunkan suku bunga BI rate pada triwulan IV-2011 menjadi 6%. Keputusan
tersebut didasarkan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja perekonomian pada
waktu itu, dan beberapa faktor resiko yang masih dihadapi, dan prospek ekonomi
ke depan.
Gambaran Pergerakan Nilai Kredit Bank Umum periode Triwulan I 2000 –
Triwulan IV 2011 di Indonesia.
Dalam kelangsungan hidup sektor riil, kredit memiliki peranan yang
sangat penting.Kredit juga merupakan salah satu sumber pembiayaan untuk sektor
riil. Kredit perbankan merupakan salah satu alternatif pembiayaan yang dapat
dipilih diantara berbagai alternatif lainnya. Gambaran mengenai pergerakan nilai
kredit bank umum dapat dilihat pada grafik berikut ini:
GAMBAR 2. KREDIT BANK UMUM
INDONESIA PERIODE TRIWULAN I 2000 TRIWULAN IV 2011
2500000
2000000
1500000
1000000
500000
2000-Triw I
2000-Triw III
2001-Triw I
2001-Triw III
2002-Triw I
2002-Triw III
2003-Triw I
2003-Triw III
2004-Triw I
2004-Triw III
2005-Triw I
2005-Triw III
2006-Triw I
2006-Triw III
2007-Triw I
2007-Triw III
2008-Triw I
2008-Triw III
2009-Triw I
2009-Triw III
2010-Triw I
2010-Triw III
2011-Triw I
2011-Triw III
0
Setelah tahun 2000, kredit mulai mengalami peningkatan secara perlahan
yang memberikan indikasi bahwa sektor riil mulai berjalan. Peningkatan
penyaluran kredit yang paling tinggi terjadi pada triwulan II tahun 2008 sebesar
10,84%, yaitu dari Rp 1.036.065 milyar pada triwulan I 2008 menjadi Rp
1.148.356 milyar pada triwulan II 2008. Pertumbuhan kredit bank umum tahun
2009 yang melambat dibandingkan tahun 2008. Hal ini disebabkan oleh kondisi
makro ekonomi, kondisi bisnis calon debitur, persaingan bank dalam memasarkan
kredit. Penurunan kredit yang terjadi di tahun 2009 diakibatkan oleh adanya imbas
krisis subprime mortage di Amerika Serikat yang memengaruhi dunia perbankan.
Kuatnya fundamental makroekonomi sejalan dengan terjaganya stabilitas
sistem keuangan. Stabilitas sistem keuangan didukung oleh membaiknya kinerja
sektor perbankan sebagai industri yang mendominasi sistem keuangan Indonesia.
Kinerja perbankan yang semakin solid tercermin dari perumbuhan kredit yang
hingga triwulan IV 2011 mencapai 5,8% yaitu dari Rp 2.079.261 milyar menjadi
Rp 2.200.094 milyar. Peningkatan kredit perbankan diikuti dengan membaiknya
kualitas kredit yang tercermin dari menurunnya jumlah nominal kredit
bermasalah.
Gambaran Pergerakan Output Nasional periode Triwulan I 2000 – Triwulan
IV 2011 di Indonesia.
Perkembangan nilai total output Indonesia berfluktuatif dan memiliki
kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat dari grafik
berikut ini:
GAMBAR 3. PDB INDONESIA PERIODE
TRIWULAN I 2000-TRIWULAN IV 2011
700000.00
600000.00
500000.00
400000.00
300000.00
200000.00
100000.00
2000-Triw I
2000-Triw III
2001-Triw I
2001-Triw III
2002-Triw I
2002-Triw III
2003-Triw I
2003-Triw III
2004-Triw I
2004-Triw III
2005-Triw I
2005-Triw III
2006-Triw I
2006-Triw III
2007-Triw I
2007-Triw III
2008-Triw I
2008-Triw III
2009-Triw I
2009-Triw III
2010-Triw I
2010-Triw III
2011-Triw I
2011-Triw III
0.00
Berdasarkan gambar di atas, nilai PDB cenderung meningkat dari waktu
ke waktu, namun demikian terjadi gerakan naik turun dalam setiap periode.
Setelah krisis ekonomi mencapai puncaknya, perekonomian Indonesia mulai
memasuki babak baru. Meskipun dalam grafik terlihat bahwa peningkatan PDB
pada periode awal tahun 2000 belum menunjukkan perkembangan yang
signifikan, namun secara perlahan nilai PDB terus mengalami peningkatan.
Selama periode triwulan I tahun 2000 hingga triwulan IV tahun 2011, PDB
mengalami peningkatan rata-rata 1,36% per triwulan. Peningkatan PDB yang
paling tinggi terjadi pada triwulan III tahun 2000.
Krisis ekonomi global di tahun 2008 dan 2009 yang melanda sebagian
besar negara-negara di dunia ternyata tidak menurunkan nilai PDB Indonesia
dalam jumlah yang besar. Salah satu penyebab utamanya adalah jalur transmisi
dampak dari krisis ekonomi global hanya berimbas pada komoditi-komoditi
ekspor akibat dari menurunnya permintaan dunia dari negara-negara importer
yang dilanda krisis seperti Amerika Serikat, Jepang, Singapura, dan negara-negara
lain.
Fluktuasi menunjukkan kesesuaian teori dengan kondisi yang sebenarnya,
dimana jika suku bunga dinaikkan maka akan terjadi penurunan jumlah kredit
yang berdampak pada penurunan GDP riil.
Analisis Time Series
Uji Stasioneritas
Uji stasioner digunakan agar hasil yang diperoleh tidak menyebabkan
regresi lancung (spurious regression) karena pada umumnya variabel-variabel
makroekonomi bersifat tidak stasioner. Uji stasioner dilakukan dengan uji akar
unit root (unit root test) yaitu menggunakan metode Philips Perron (PP). Asumsi
yang digunakan dalam mengukur akar unit adalah adanya konstanta dalam series.
Hasil pengujiannya dapat dilihat pada tabel 1 berikut:
Dari tabel 1 diketahui bahwa variabel LN_KREDIT dan LN_PDB sudah
stasioner pada level, sedangkan variabel SUKUBUNGA tidak stasioner pada level
sehingga perlu dilanjutkan pada first difference. Berdasarkan hasil uji akar unit
root order first difference, semua variabel tersebut sudah stasioner pada first
difference.
Tabel 1. Uji stasioneritas data
No
Variabel
Level
Firs Difference
(1)
(2)
(3)
(4)
1
LN_KREDIT
-4,929415*
-7,602967*
2
LN_PDB
-5,899970*
-21,30295*
3
SUKUBUNGA
-1,333822
-3,509885*
Keterangan: *signifikan pada α=5%
Penentuan Panjang Lag Optimum
Pemilihan lag yang optimum menjadi salah satu prosedur penting yang
harus dilakukan dalam pembentukan model (Enders, 2004). Pengujian panjang lag
optimal dapat memanfaatkan beberapa informasi yaitu menggunakan Likelihood
Ratio (LR), Final Prediction Error (FPE), Akaike Information Criterion (AIC),
Schwarz Criterion (SC) atau Hannan-Quinn Criterion (HQ). Besarnya lag yang
dipiilih adalah lag yang menghasilkan nilai kriteria paling kecil. Penentuan lag
optimal yang dalam penelitian ini menggunakan informasi dai nilai minimum
Akaike Information Criterion (AIC) test statistic.
Tabel 2. Pengujian lag optimal VAR
Variabel
AIC
D_SUKUBUNGA-
Lag 5
DLN_KREDIT
DLN_KREDIT-
Lag 5
DLN_PDB
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa panjang lag optimum adalah lima
melalui kriteria Akaike Information Criterion (AIC).
Hasil Uji Kausalitas Granger
Uji kausalitas granger digunakan untuk melihat apakah hubungan dua arah
antar variabel karena VAR membutuhkan adanya variabel yang saling
berinteraksi. Adapun penelitian ini melakukan uji kausalitas dengan menelusuri
pengaruhnya pada lag 5 yaitu sesuai proses penentuan lag optimal. Hasil
ringkasan dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 3. Uji Kausalitas Granger
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 06/09/13 Time: 21:30
Sample: 2000Q1 2011Q4
Lags: 5
Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob.
DLN_PDB does not Granger Cause DLN_KREDIT
DLN_KREDIT does not Granger Cause DLN_PDB
42
5.95303
2.66820
0.0006
0.0406
D_SUKUBUNGA does not Granger Cause DLN_KREDIT
DLN_KREDIT does not Granger Cause D_SUKUBUNGA
42
3.53220
3.29562
0.0121
0.0168
Berdasarkan hasil uji kausalitas granger pada tabel di atas, dapat dilihat
bahwa terdapat hubungan sebab akibat antara DLN_PDB denganDLN_KREDIT,
dan D_SUKUBUNGA dengan DLN_KREDIT.
Variance Decomposition (VD)
Variance Decomposition (VD) merupakan perangkat model VAR yang
memisahkan varians dari sejumlah variabel menjadi variable innovation dengan
asumsi
variabel-variabel
inovasi
tidak
saling
berkorelasi.
Variance
Decomposition dilakukan untuk dapat mencirikan struktur dinamis antar variabel
di dalam model VAR. Dengan kata lain, Variance Decomposition menghasilkan
informasi seberapa kuat kontribusi dari peranan variabel tertentu terhadap variabel
lainnya dalam model VAR.
Hasil dari Variance Decomposition terhadap kredit dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 4. Variance Decomposition untuk kredit Bank Umum
Period
S.E.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
0.025693
0.026144
0.026584
0.029196
0.029551
0.030861
0.031515
0.032490
0.032807
0.032899
0.033066
0.033088
0.033478
0.033482
0.033494
0.033602
DLN_KREDIT D_SUKUBUNGA
100.0000
97.13310
94.04641
92.76878
90.81346
83.90092
82.30497
79.73108
78.60368
78.16690
77.91585
77.91615
78.13106
78.10921
78.11078
78.03395
0.000000
2.866897
5.953591
7.231217
9.186544
16.09908
17.69503
20.26892
21.39632
21.83310
22.08415
22.08385
21.86894
21.89079
21.88922
21.96605
Dari tabel di atas terlihat bahwa pada periode pertama hingga periode ke16, kontribusi terbesar terhadap kredit adalah kredit itu sendiri, yaitu sebesar
78,03% hingga periode ke-16, sementara itu kontribusi suku bunga juga memiliki
pengaruh yang cukup besar terhadap kredit dimana periode ke-2 hanya sebesar
2,87% dan terus meningkat tajam hingga pada periode ke-16 menjadi sebesar
21,97%. Secara keseluruhan, dalam jangka panjang, kredit sendiri dan suku bunga
memiliki kontribusi yang dominan terhadap kredit.
Sedangkan hasil dari Variance Decomposition terhadap output nasional
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5. Variance Decomposition untuk output nasional
Period
S.E.
DLN_PDB
DLN_KREDIT
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
0.018580
0.022627
0.024472
0.024666
0.024800
0.024885
0.024920
0.024934
0.024937
0.024940
0.024941
0.024942
0.024942
0.024942
0.024942
0.024942
100.0000
90.57655
78.46991
78.50552
78.23432
78.38073
78.16995
78.17146
78.15484
78.15760
78.15357
78.15299
78.15266
78.15254
78.15251
78.15246
0.000000
9.423455
21.53009
21.49448
21.76568
21.61927
21.83005
21.82854
21.84516
21.84240
21.84643
21.84701
21.84734
21.84746
21.84749
21.84754
Berdasarkan tabel Variance Decomposition terhadap output nasional di
atas, terlihat bahwa pada periode pertama hingga ke-16, varians dari output
nasional disebabkan oleh kontribusi terbesar oleh output nasional sendiri yang
pada periode pertama sebesar 100% sampai periode ke-16 sebesar 78,15%.
kontribusi dari kredit pada periode kedua berpengaruh sebesar 9,42% dan terus
meningkat sampai puncaknya pada periode ke-16 sebesar 21,85%.
Hasil Variance Decomposition di atas secara keseluruhan menunjukkan
bahwa dalam jangka pendek, kontribusi variasi yang dominan terhadap output
nasional adalah output nasional sendiri, namun dalam jangka panjang variabel
kredit juga memberikan kontribusi yang relatif besar terhadap output nasional.
Hasil Impulse Response Function (IRF)
Perilaku goncangan (shock) suatu variabel terhadap variabel lainnya
dianalisis dengan melihat Impuls Responses Function dalam model VAR. Impuls
Responses Function
(IRF) perangkat model VAR yang digunakan untuk
menjelaskan respon sebuah variabel endogen jika mendapatkan goncangan
(shock) variabel lainnya sebesar satu standar deviasi. IRF berfungsi mengukur
besaran (perubahan dalam persen), orientasi (meningkat atau menurun) dan
panjang (seberapa lama shock memengaruhi variabel-variabel endogen). Dalam
penelitian ini, akan dianalisis respon variabel kredit terhadap shock suku bunga
SBI dan respon variabel output nasional terhadap shock kredit.
Gambar di bawah ini menunjukkan respon kredit terhadap suku bunga SBI
selama 48 periode. Awal periode, goncangan dari suku bunga memiliki pengaruh
positif terhadap kredit hingga periode kedua yang memliki pengaruh negatif.
Berarti peningkatan nilai suku bunga oleh Bank Indonesia direspon baik selama
triwulan I dan selanjutnya negatif dalam kurun waktu 1 tahun. Pada periode
kelima, goncangan dari perubahan suku bunga kembali memiliki pengaruh yang
positif dan setelah itu kembali negatif pada periode ke-6 sampai periode ke-8.
Sehingga pada periode tersebut, meningkatnya suku bunga akan menurunkan
jumlah kredit di Indonesia.
Response of DLN_KREDIT to Generalized One
S.D. D_SUKUBUNGA Innovation
.0100
.0075
.0050
.0025
.0000
-.0025
-.0050
-.0075
-.0100
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Gambar 4. Respon kredit bank umum terhadap guncangan (shock)
suku bunga SBI
Pada periode ke-10 sampai ke-13, suku bunga berpengaruh positif
terhadap kredit. Pengaruh negatif kembali diberikan pada periode ke-14 sampai
ke-20 dan berfluktuasi hingga periode ke-40. Setelah periode ke-40, pengaruh dari
perubahan suku bunga semakin mengecil kearah garis nol, hal ini menunjukkan
bahwa dalam jangka panjang pengaruh nilai suku bunga semakin berkurang dan
cukup stabil. Respon terendah dari kredit sebesar -0,78% pada periode ke-6
setelah terjadinya goncangan dan respon tertinggi sebesar 0,83% pada periode
pertama.
Goncangan dari kredit pada gambar di bawah ini memiliki pengaruh yang
positif terhadap output nasional pada awal periode. Goncangan dari kredit,
pengaruhnya naik dari awal periode hingga periode ke-2 yang merupakan respon
tertinggi sebesar 0,053%. Berarti penambahan kredit akan meningkatkan output
nasional. Setelah itu terus menurun sampai periode ke-3 sebesar -0,93% yang
merupakan respon terendah sehingga pada triwulan ketiga, penambahan kredit
akan menurunkan output nasional. Setelah periode ke-7, pengaruh goncangan
berfluktuasi semakin berkurang dan mengarah ke garis nol yang menunjukkan
bahwa inovasi dari kredit tidak terlalu berpengaruh terhadap output nasional.
Response of DLN_PDB to Generalized One
S.D. DLN_KREDIT Innovation
.006
.004
.002
.000
-.002
-.004
-.006
-.008
-.010
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Gambar 5. Respon output nasional terhadap guncangan (shock)
kredit bank umum
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Selama periode 2000-2011, penetapan suku bunga SBI olen Bank
Indonesia berfluktuatif dan cenderung menurun, sedangkan penyaluran
kredit Bank Umum dan output nasional menunjukkan tren meningkat.
2. Analisis Variance Decomposition menunjukkan bahwa :
-
dalam jangka pendek, kontribusi variasi yang dominan terhadap kredit
adalah kredit sendiri, namun dalam jangka panjang variabel suku
bunga SBI juga memberikan kontribusi yang relatif besar terhadap
penyaluran kredit.
-
dalam jangka pendek, kontribusi variasi yang dominan terhadap
output nasional adalah output nasional sendiri, namun dalam jangka
panjang variabel kredit juga memberikan kontribusi yang relatif besar
terhadap output nasional.
3. Hasil dari IRF menunjukkan bahwa :
-
adanya shock Suku bunga SBI akan direspon lebih baik oleh kredit
pada jangka pendek, sedangkan pada jangka panjang pengaruh nilai
suku bunga semakin berkurang dan cukup stabil.
-
adanya Shock kredit akan direspon lebih baik oleh output nasional
pada jangka pendek. Namun, pengaruh shock kredit semakin
berkurang dan mengarah ke garis nol pada jangka panjang.
Adapun saran yang dapat diberikan untuk dipertimbangkan dalam
kebijakan adalah sebagai berikut :
1. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter sebaiknya menetapkan suku
bunga SBI pada level yang mampu mendorong terjadinya ekspansi kredit,
sehingga diharapkan terjadi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
2. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter untuk menaikkan pertumbuhan
ekonomi nasional sebaiknya tidak melalui jalur kredit, karena sesuai
dengan hasil penelitian ini jalur kredit belum memberikan pengaruh
yangsignifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik (BPS). 2011. Laporan Perekonomian Indonesia .
Jakarta:BPS.
Bank Indonesia(BI). Berbagai Terbitan. Statistik Ekonomi dan Keuangan
Indonesia . Jakarta: BI.
Enders W. 2004. Applied Econometric Time Series. New York: John Wiley and
Son.
Hadikusuma, Ismail. 2007. Analisis Efektivitas Penetapan Suku Bunga SBI
Terhadap Penyaluran Kredit Serta Implikasinya Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Nasional. Bogor : IPB.
Handarudigdaya. 2011. Keterkaitan Kredit dengan Output Sektoral dan Inflasi
Periode 1993-2010. Jakarta: STIS.
Lukman Hakim. 2004. Perbandingan Peranan Jalur Kredit Pada Masa Sebelum
dan Ketika Krisis Ekonomi 1990.1-2000.4:1-36.
Nachrowi, D.N, dan Usman, Hardius. 2006. Pendekatan Populerdan Praktis
Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Utari, Diah G.A., Trinil Arimurti, dan Nurmalia Kurniati. 2012. Pertumbuhan
Kredit Optimal. Jakarta: Bank Indonesia.
Wibowo, Abadi. 2004. Pengaruh Hutang Luar Negeri dan Penanaman Modal
Asing terhadap Produk Domestik Bruto Triwulanan Tahun 1994-2003
[skripsi]. Jakarta : STIS.
1.1 Latar Belakang
Hampir semua ahli ekonomi berpendapat bahwa modal merupakan faktor
yang penting dalam mewujudkan pembangunan ekonomi suatu Negara. Papanek
dalam Wibowo (2004) mengatakan bahwa jika ada satu-satunya faktor tunggal
yang penting untuk pembangunan ekonomi suatu negara maka faktor tersebut
adalah modal. Modal bisa berasal dari sumber dana domestik atau bantuan dari
negara lain.
Lembaga perbankan merupakan pemain utama dalam penyediaan sumber
dana domestik di Indonesia sehingga memiliki peranan penting dalam
pembangunan ekonomi suatu Negara. Lembaga perbankan merupakan lembaga
intermediasi yang menghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan dana (pihak
surplus) dan menyalurkannya kepada masyarakat yang memerlukan dana (pihak
defisit). Salah satu jasa pelayanan perbankan yang utama adalah penyaluran
kredit. Kredit merupakan salah satu jasa perbankan yang terkait langsung dengan
sektor riil sebagai modal pembiayaan, baik pembiayaan investasi, modal kerja
maupun investasi yang pada akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan sektor
riil dan peningkatan output nasional.
Kebijakan pemerintah mengenai perbankan yang dikeluarkan pada tanggal
27 Oktober 1988 (Pakto’88) dapat dikatakan sebagai tonggak awal perkembangan
perbankan, baik jumlah bank dan jaringan kantor bank karena dalam pakto 88
tersebut memberikan kemudahan persyaratan membuka bank baru maupun
cabang bank. Perkembangan perbankan tersebut tentu diiringi dengan peningkatan
volume usaha , salah satunya penyaluran kredit perbankan, misalnya. Selama
periode 2000-2011 penyaluran kredit meningkat sangat pesat dari Rp.283.097
milyar menjadi Rp.2.200.094 milyar di tahun 2011 (Statistik Perbankan
Indonesia). Peningkatan jumlah kredit ini diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan pembiayaan pembangunan secara mandiri dan mengurangi
ketergantungan terhadap bantuan Negara lain. Mengingat, Indonesia sebagai
Negara yang sedang membangun sangat memerlukan modal dalam membiayai
investasi pembangunan yang sebaiknya berasal dari dana domestik.
Selain itu, kredit merupakan sumber utama pendapatan sektor perbankan
yakni berupa pendapatan bunga atas kredit yang dibayarkan oleh debitur kepada
pihak Bank. Di sisi lain, pihak Bank juga harus berhati-hati dalam menyalurkan
kredit agar terhindar dari resiko kredit berupa NPL yang tinggi. Salah satu cara
yang dilakukan bank untuk mengurangi resiko kredit ialah mengalokasikan
dananya pada instrument lain seperti penempatan dana pada Bank Indonesia
yang tentu saja memiliki tingkat risiko yang rendah. Penempatan dana pada Bank
Indonesia dapat
berupa Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang merupakan
instrument yang paling aman karena diterbitkan oleh pemerintah melalui Bank
Indonesia. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) juga merupakan instrumen yang paling
disenangi oleh perusahaan–perusahaan lembaga keuangan karena dianggap paling
aman dan memberikan cadangan likuiditas sekunder yang dapat memberikan
kepastian hasil. Dengan demikian, kredit juga memiliki ketertkaitan dengan suku
bunga SBI.
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah
BI dalam Handarudigdaya (2010) menyebutkan bahwa jalur kredit
merupakan salah satu dari 5 jalur transmisi kebijakan moneter dalam
memengaruhi perekonomian. Bahkan, Hakim dan Nopirin dalam Handarudigdaya
(2010) menyarankan agar BI menggunakan jalur kredit sebagai instrumen utama
pada mekanisme transmisi kebijakan moneter.
Kredit sebagai salah satu transmisi kebijakan moneter memiliki
keterkaitan dengan penetapan suku bunga SBI. Penurunan suku bunga SBI
penting dan menjadi penentu bagi penurunan bunga bank pada umumnya,
terutama kredit. Penurunan bunga kredit diharapkan dapat meningkatkan
penyaluran kredit sehingga mendorong pergerakan di sektor riil dan menjadi
stimulus bagi pertumbuhan ekonomi.
Penyaluran kredit memiliki dampak pengganda dalam perekonomian
Indonesia. Bagi debitur, kredit investasi dan modal kerja sangat berperan dalam
dunia usaha, sedangkan kredit konsumsi akan meningkatkan konsumsi
masyarakat itu sendiri. Bagi pihak Bank itu sendiri, kredit merupakan sumber
pendapatan utama mereka. Hal-hal di atas pada akhirnya akan berdampak pada
peningkatan PDB dan pertumbuhan ekonomi.
Perilaku hubungan variabel-variabel ekonomi memungkinkan adanya
hubungan 2 arah (kausalitas). Untuk itu, perlu dilakukan evaluasi terhadap arah
hubungan kredit dengan beberapa variabel ekonomi. Kredit dalam penelitian ini
adalah kredit yang disalurkan oleh Bank Umum, sedangkan variabel ekonomi
makro yang digunakan dibatasi pada output nasional yang diukur dari PDB dan
tingkat suku bunga SBI. Adapun permasalahan dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana gambaran jumlah kredit, output, suku bunga SBI di
Indonesia tahun 2000-2011?
2. Bagaimana kontribusi variasi suku bunga SBI terhadap penyaluran
kredit?
3. Bagaimana kontribusi variasi penyaluran kredit terhadap output
nasional?
4. Bagaimana respon penyaluran kredit terhadap shock suku bunga SBI?
5. Bagaimana respon output nasional terhadap shock penyaluran kredit?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. mengetahui gambaran jumlah kredit, output, suku bunga SBI di Indonesia
tahun 2000-2011?
2. mengetahui kontribusi variasi suku bunga SBI terhadap penyaluran kredit,
3. mengetahui kontribusi variasi penyaluran kredit terhadap output nasional,
4. mengetahui respon penyaluran kredit terhadap shock suku bunga SBI,
5. mengetahui respon output nasional terhadap shock penyaluran kredit.
2. LANDASAN TEORI
Definisi kredit yang diberikan menurut Bank Indonesia dalam Statistik
Perbankan Indonesia adalah semua penyedian uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu dalam rupiah dan valuta asing, berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank pelapor dengan bank dan pihak
ketiga bukan bank. Seluruh kredit yang diberikan tersebut termasuk pula data
pembelian surat berharga yang disertai dengan Nota Purchase Agreement (NPA),
pengambilalihan kredit jangka dalam anjak piutang, tagihan kepada nasabah
karena transaksi perdagangan yang telah jatuh waktu belum diselesaikan oleh
nasabah yang bersangkutan dan giro bersaldo debet. Berdasarkan jenis
penggunaan dibedakan menjadi tiga yaitu:
1. Kredit modal kerja adalah kredit jangka pendek untuk membiayai
keperluan modal kerja debitur
2. Kredit investasi adalah kredit jangka menengah atau panjang untuk
pembelian barang-barang modal dan jasa yang diperlukan antara lain guna
rehabilitasi, modernisasi, ekspansi dan relokasi proyek dan atau pendirian
usaha baru.
3. Kredit konsumsi kredit untuk keperluan konsumsi dengan cara , membeli,
menyewa atau dengan cara lain.
Kebijakan moneter adalah kebijakan otoritas moneter atau bank sentral
dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan
kegiatan perekonomian yang diinginkan. Dalam hal ini, besaran moneter
(monetary aggregates) antara lain dapat berupa uang beredar, uang primer atau
uang kredit perbankan. Dalam praktek, perkembangan kegiatan ekonomi yang
diinginkan tersebut adalah stabilitas ekonomi makro yang antara lain dicerminkan
oleh stabilitas harga (rendahnya laju inflasi), membaiknya perkembangan GDP riil
(pertumbuhan ekonomi), serta cukup luasnya lapangan/ kesempatan kerja yang
tersedia.
Mekanisme kebijakan moneter merupakan jalur yang dilalui oleh suatu
kebijakan moneter untuk mempengaruhi kondisi perekonomian, terutama
pendapatan nasional (Hakim, 2004). Kebijakan moneter di suatu negara
menggunakan suatu instrumen moneter yang akan mempengaruhi sasaran antara
untuk mencapai sasaran akhir berupa pertumbuhan ekonomi dan stabilitas harga.
Instrumen yang dimiliki Bank Sentral terdiri dari pengelolaan penawaran uang,
tingkat suku bunga dan cadangan minimum perbankan.
Tabel 2.1. Mekanisme Transmisi Standar
Instrumen
Sasaran
Sasaran Antara
Sasaran Akhir
1. Uang
1. Pendapatan
Operasional
1. OPT melalui
penjualan
surat
berharga
2. Cadangan
minimum
bank
1. Uang
primer
2. Tingkat
suku bunga
SBI; PUAB
beredar
(M2
2. Inflasi
dan
M3)
2. Kredit
perbankan
3. Nilai tukar
3. Kebijakan
diskonto
Sumber : Hakim (2004)
Mekanisme kebijakan moneter tersebut bekerja melalui lima jalur yaitu,
jalur suku bunga, nilai tukar, harga aset dan ekspektasi. Mekanisme transmisi
kebijakan moneter melalui jalur kredit didasarkan pada asumsi bahwa tidak semua
simpanan masyarakat oleh perbankan selalu disalurkan sebagai kredit kepada
dunia usaha (Warjiyo, 2004). Dalam konteks interaksi antara bank sentral dengan
perbankan dan para pelaku ekonomi dalam tahapan proses perputaran uang dalam
ekonomi, mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur kredit dapat
dijelaskan sebagai berikut. Pada tahap pertama, interaksi antara bank sentral
dengan perbankan terjadi di pasar uang rupiah, interaksi ini terjadi karena di satu
sisi bank sentral melakukan operasi moneter untuk pencapaian sasaran
operasionalnya baik berupa uang primer ataupun suku bunga jangka pendek,
sementara bank-bank melakukan transaksi di pasar uang untuk pengelolaan
likuiditasnya. Interaksi ini akan memengaruhi tidak saja perkembangan suku
bunga jangka pendek di pasar uang tetapi juga besarnya dana yang akan
dialokasikan ke bank-bank dalam bentuk instrument likuiditasnya maupun untuk
penyaluran kreditnya.
Kebijakan penetapan suku bunga yang dilakukan oleh pemerintah (Bank
Indonesia) ditujukan untuk mempengaruhi jumlah supply kredit dan demand
kredit. Mekanisme transmisi melalui jalur kredit bekerja dengan memanfaatkan
media pasar utang atau pasar kredit. Mekanisme transmisi melalui jalur kredit
dapat dibedakan melalui dua jalur. Pertama, bank lending channel yang
menekankan pengaruh kebijakan moneter pada kondisi keuangan bank, khususnya
di sisi aset. Kedua, balance sheet channel yang menekankan pengaruh kebijakan
moneter pada kondisi keuangan perusahaan dan selanjutnya mempengaruhi akses
perusahaan untuk mendapatkan kredit.
Besaran suku bunga sangat menentukan aktifitas perekonomian. Tingkat
suku bunga berhubungan erat dengan tingkat investasi masyarakat yang
selanjutnya akan mempengaruhi tingkat output nasional. Misalnya, ketika tingkat
suku bunga di pasar keuangan tinggi, maka akan menurunkan gairah investasi di
sektor riil karena masyarakat akan menyimpan atau menanamkan dananya di
lembaga-lembaga keuangan dengan membeli aset-aset keuangan (apabila tingkat
suku bunga SBI diturunkan maka diharapkan akan menaikan jumlah investasi,
begitu juga sebaliknya bila tingkat suku bunga SBI dinaikan maka akan
menurunkan jumlah investasi). Efektivitas dengan meningkatnya jumlah investasi
tersebut maka akan mendorong pertumbuhan nasional (GDP), GDP merupakan
salah satu tujuan akhir suatu kebijakan.
Suku Bunga
SBI
Kredit
PDB
Kredit yang tinggi akan meningkatkan akses kepada sektor keuangan dan
dapat mendukung pertumbuhan investasi dan perekonomian. Namun disisi lain
kondisi ini dapat mengarah kepada kerentanan sektor keuangan melalui
penurunan standar pemberian pinjaman leverange yang berlebihan dari harga aset
(Reinhart dan Robert, 2009).
Peningkatan
kredit
khususnya
kredit
konsumsi
dapat
memicu
pertumbuhan permintaan agregrat di atas output potensial yang mengakibatkan
perekonomian memanas. Pada gilirannya akan berdampak kepada peningkatan
inflasi, defisit current account serta apresiasi nilai tukar riil. Pada saat yang
bersamaan, selama periode ekspansi institusi perbankan cenderung memiliki
ekspektasi yang terlalu optimis pada kemampuan membayar nasabah dan
akibatnya kurang hati-hati dalam memberikan kredit kepada golongan beresiko
tinggi. Sebagai akibatnya terjadi penumpukan pinjaman yang berpotensi menjadi
bad loans pada periode ekonomi kontraksi.
Penelitian yang dilakukan oleh Kim (1999) dalam Lukman Hakim (2004)
menunjukkan hubungan pada model permintaan kredit (LKREDtD), variabel
independen yang berpengaruh positif terhadap variabel dependen adalah variabel
suku bunga kredit (LSKRED), dan variabel output riil harga konstan 1993
(LGDPR). Variabel yang mempunyai pengaruh negatif adalah suku bunga
obligasi yang diwakili oleh suku bunga SBI (LSBI). Sementara itu, pada model
penawaran kredit (LKREDtS), variabel yang mempunyai hubungan positif adalah
variabel output riil (LGDPR), total deposito (LDEP) dan variabel boneka (DUM)
yang merupakan representasi dari situasi krisis ekonomi Indonesia mulai periode
1997. Varibel yang mempunyai hubungan negatif adalah suku bunga SBI (LSBI).
Volume kredit permintaan dan penawaran di sini benilai sama dan merupakan
total kredit dari beberapa kelompok perbankan.
Kerentanan neraca perbankan, sistem keuangan dan makroekonomi
memiliki kaitan yang erat. Ketidakseimbangan kondisi makro yang tercermin dari
perubahan mendadak suku bunga dan nilai tukar dapat mempengaruhi
kemampuan membayar utang debitur dan pada saat yang bersamaan
meningkatkan kekhawatiran terhadap kondisi kesehatan sektor keuangan. Sebagai
contoh, sudden revearsal capital inflow dapat mendorong terjadinya hard landing
di perekonomian dan memaksa otoritas untuk meningkatkan suku bunga. Kondisi
ini selanjutnya akan menimbulkan tekanan pada sektor perbankan melalui credit
risk yang berasal dari peningkatan suku bunga, perlambatan ekonomi dan
penurunan nilai kolateral. Di lain pihak kekhawatiran terhadap kondisi sektor
keuangan akan mendorong ketidakstabilan kondisi makro akibat reaksi pasar.
3. METODOLOGI
3.1 Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder time series triwulanan dari
tahun 2000-2011. Data terserbut terdiri atas :
1. Data total kredit Bank umum yang diperoleh dari Statistik Perbankan
Indonesia.
2. Data Suku bunga Bank Indonesia / BI Rate yang diperoleh dari SEKI
Bank Indonesia.
3. Data PDB Riil triwulanan dengan tahun dasar 2000 yang diperoleh
dari BPS.
3.2 Metode Analisis
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif adalah metode analisis statistik sederhana yang
bertujuan untuk mempermudah penaksiran dan penjelasan dengan menganalisis
tabel, grafik, dan diagram. Penyajian analisis deskriptif dalam penelitian ini
menggunakan grafik untuk memberikan gambaran perkembangan kinerja suku
bunga SBI, kredit dan output nasional selama periode tahun 2000 sampai 2012.
Analisis Inferensia
Penelitian ini menggunakan metode Vector Autoregression (VAR), yaitu
suatu sistem persamaan yang diperlihatkan setiap peubah sebagai fungsi dari
konstanta dan nilai lag yang lain dari peubah lain dalam sistem itu sendiri. Jika
data yang digunakan stasioner dan tidak terintegrasi, maka metode VAR level
yang digunakan. Akan tetapi, ketika data yang digunakan tidak stasioner di level,
maka VAR first difference akan digunakan
Beberapa tahapan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya:
1. Uji Unit Root
Uji kestasioneran data dengan menggunakan Philips-Perron Test.
Misal
∑
terdapat
sebuah
model
:
, Hipotesis yang diuji adalah :
H0 :
H1 :
Keputusan : Tolak H0 jika t-statistic < t-critic atau | t-statistic| > t-critic.
Dimana t-critic adalah nilai kritis Mac-Kinnon.
Jika variabel yang digunakan tidak stasioner maka harus didifferensiasi
terlebih dahulu. Jika variabel mencapai I(1), maka variabel tersebut harus
didifferensiasi terlebih dahulu sebanyak satu kali untuk mencapai
stasioner. Jika variabel mencapai I(2), maka variabel tersebut harus
didifferensiasi menjadi sebanyak dua kali untuk menjadi stasioner.
2. Penentuan Lag Optimal
Terdapat beberapa tahap bentuk pengujian yang akan dilakukan untuk
memperoleh panjang lag optimal. Pada tahap pertama akan dilihat panjang
lag maksimum sistem VAR yang stabil. Stabilitas sistem VAR dilihat dari
nilai inverse root karakteristik AR polinomialnya. Suatu sistem VAR
dikatakan stabil (stasioner) jika seluruh root-nya memiliki modulus lebih
kecil dari satu dan semuanya terletak didalam unit circle. Pada tahap
kedua, panjang lag optimal akan dicari dengan menggunakan kriteria
Akaike Information Criteria (AIC) dan Schwarz Information Criteria
(SIC). Untuk menetapkan tingkat lag yang paling optimal, model VAR
harus diestimasi dengan berbeda-beda tingkat lag-nya, kemudian
dibandingkan dengan AIC dan SICnya. Nilai AIC dan SIC yang paling
kecil dipakai sebagai patokan pada tingkat lag paling optimal, karena nilai
AIC atau SIC minimum menggambarkan residual (error ) yang paling
kecil.
3. Uji Kausalitas (Granger Causality Test)
Model VAR harus memenuhi syarat adanya hubungan Granger
Causalitas yaitu mengisyaratkan adanya hubungan dua arah antar variabel
( hubungan kausalitas ). Dalam penelitian ini, untuk mengetahui adanya
hubungan Granger Causalitas menggunakan eviews 6.0 melalui perintah
view Granger
Causalitas
atau viewlag structure Granger
Causality/Block Exogeneity.
Ho : X does not Granger Causalitas Y
Ho : Y does not Granger Causalitas X
Tolak H0 jika probability > sign (α). Diharapkan tolak H0 untuk kedua
hipotesis tersebut. Jika hanya salah satu yang tolak H0 maka kedua
variabel tersebut hanya memiliki hubungan satu arah dan model VAR
tidak dapat digunakan.
4. Variance Decomposition
Variance Decomposition (VD) merupakan metode yang dapat
digunakan untuk melihat proporsi inovasi suatu variabel dalam
menentukan forcast error variance variabel lainnya dalam sebuah sistem.
Metode ini dilakukan untuk dapat mencirikan struktur dinamis antar
variabel di dalam model VAR.
Melalui perhitungan persentase squared prediction error dari sebuah
variabel akibat inovasi dalam variabel-variabel lain, dapat dilihat seberapa
besar variance error peramalan variabel tersebut yang disebabkan oleh
variabel itu sendiri dan variabel lainnya dalam system.
5. Impulse Response Function (IRF)
Seperti yang telah disebutkan di muka, VAR merupakan teknik yang
membiarkan data menentukan sendiri struktur dinamis dari sebuah model,
sehingga setelah estimasi dilakukan, adalah penting untuk mencirikan
struktur dinamis tersebut secara jelas. Sayangnya, koefisien hasil estimasi
model VAR sulit diartikan dan kurang dapat diandalkan. Untuk dapat
mencirikan struktur dinamis dalam model, menurut Sims, cara yang paling
baik adalah dengan menganalisa respon dari model (sistem) terhadap
kejutan (shock). IRF dapat melakukan hal ini dengan menunjukan
bagaimana respons dari setiap variabel endogen dalam sistem dari
sepanjang waktu jika mendapat kejutan (shock) dari variabel lainnya
sebesar satu standar deviasi. Melalui analisis IRF, dapat diketahui
besarnya respon yang terjadi, kecenderungan meningkat atau menurun,
dan dapat memberikan informasi seberapa lama respon tersebut terjadi
akibat adanya shock.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Pergerakan Suku Bunga Indonesia (SBI) periode Triwulan I –
Triwulan IV 2011 di Indonesia.
Sepanjang kurun waktu 2000-2006, suku bunga SBI berada pada level
7%-17% dimana pada triwulan IV-2001 naik hingga 17,62% dan menurun
kembali hingga triwulan II-2004 yang mencapai 7,34% sebagai respon dari 3
kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia pada tahun 2001 yaitu
normalisasi suku bunga, penjarangan lelang, dan pelonggaran ketentuan SBI.
Keadaan Indonesia yang semakin kondusif selama tahun 2004 karena pemilu
secara langsung berjalan lancar dan aman membuat SBI stabil hingga triwulan I
tahun 2005.
GAMBAR 1. SUKU BUNGA INDONESIA
PERIODE TRIWULAN I 2000 -TRIWULAN IV
2011
2011-Triw I
2011-Triw III
2010-Triw I
2010-Triw III
2009-Triw III
2009-Triw I
2008-Triw III
2008-Triw I
2007-Triw I
2007-Triw III
2006-Triw I
2006-Triw III
2005-Triw I
2005-Triw III
2004-Triw III
2004-Triw I
2003-Triw I
2003-Triw III
2002-Triw I
2002-Triw III
2001-Triw I
2001-Triw III
2000-Triw III
2000-Triw I
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Memasuki bulan Juli 2005, Bank Indonesia melakukan upaya penguatan
kerangka kerja kebijakan moneter melalui implementasi ITF dengan BI rate
sebagai satu-satunya policy reference rate atau suku bunga acuan bagi SBI. Di
tengah kondisi kuatnya tekanan eksternal berupa naiknya harga minyak dunia dan
siklus pengetatan moneter global, Bank Indonesia menaikkan BI rate tiga kali
sampai 10% pada triwulan III-2005.
Sejalan dengan keyakinan terhadap pulihnya kestabilan makroekonomi, BI
menerapkan kebijakan penurunan suku bunga secara terukur dan berhati-hati. Hal
tersebut tercermin dengan menurunnya BI rate hingga pada triwulan IV-2006
mencapai 9,75%.
Dinamika yang terjadi pada perekonomian global sepanjang tahun 2010
telah memberikan pengaruh positif pada perkembangan ekonomi Indonesia.
Sehingga langkah yang dilakukan oleh Bank Indonesia memutuskan untuk
mempertahankan BI rate pada level 6,5% karena dipandang masih kondusif untuk
menjaga stabilitas sistem keuangan. BI rate 6,5% tetap dipertahankan dan kondisi
ini tetap bertahan hingga triwulan IV 2010 karena dianggap cukup konsisten.
Arah kebijakan tersebut ditempuh karena melihat tekanan pada sistem keuangan
yang mulai menurun dan semakin membaik dan stabilnya sistem keuangan
domestik.
Suku bunga BI rate pada triwulan I tahun 2011 meningkat pada level
6,75% dan bertahan hingga triwulan III tahun 2011. Bank Indonesia kembali
menurunkan suku bunga BI rate pada triwulan IV-2011 menjadi 6%. Keputusan
tersebut didasarkan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja perekonomian pada
waktu itu, dan beberapa faktor resiko yang masih dihadapi, dan prospek ekonomi
ke depan.
Gambaran Pergerakan Nilai Kredit Bank Umum periode Triwulan I 2000 –
Triwulan IV 2011 di Indonesia.
Dalam kelangsungan hidup sektor riil, kredit memiliki peranan yang
sangat penting.Kredit juga merupakan salah satu sumber pembiayaan untuk sektor
riil. Kredit perbankan merupakan salah satu alternatif pembiayaan yang dapat
dipilih diantara berbagai alternatif lainnya. Gambaran mengenai pergerakan nilai
kredit bank umum dapat dilihat pada grafik berikut ini:
GAMBAR 2. KREDIT BANK UMUM
INDONESIA PERIODE TRIWULAN I 2000 TRIWULAN IV 2011
2500000
2000000
1500000
1000000
500000
2000-Triw I
2000-Triw III
2001-Triw I
2001-Triw III
2002-Triw I
2002-Triw III
2003-Triw I
2003-Triw III
2004-Triw I
2004-Triw III
2005-Triw I
2005-Triw III
2006-Triw I
2006-Triw III
2007-Triw I
2007-Triw III
2008-Triw I
2008-Triw III
2009-Triw I
2009-Triw III
2010-Triw I
2010-Triw III
2011-Triw I
2011-Triw III
0
Setelah tahun 2000, kredit mulai mengalami peningkatan secara perlahan
yang memberikan indikasi bahwa sektor riil mulai berjalan. Peningkatan
penyaluran kredit yang paling tinggi terjadi pada triwulan II tahun 2008 sebesar
10,84%, yaitu dari Rp 1.036.065 milyar pada triwulan I 2008 menjadi Rp
1.148.356 milyar pada triwulan II 2008. Pertumbuhan kredit bank umum tahun
2009 yang melambat dibandingkan tahun 2008. Hal ini disebabkan oleh kondisi
makro ekonomi, kondisi bisnis calon debitur, persaingan bank dalam memasarkan
kredit. Penurunan kredit yang terjadi di tahun 2009 diakibatkan oleh adanya imbas
krisis subprime mortage di Amerika Serikat yang memengaruhi dunia perbankan.
Kuatnya fundamental makroekonomi sejalan dengan terjaganya stabilitas
sistem keuangan. Stabilitas sistem keuangan didukung oleh membaiknya kinerja
sektor perbankan sebagai industri yang mendominasi sistem keuangan Indonesia.
Kinerja perbankan yang semakin solid tercermin dari perumbuhan kredit yang
hingga triwulan IV 2011 mencapai 5,8% yaitu dari Rp 2.079.261 milyar menjadi
Rp 2.200.094 milyar. Peningkatan kredit perbankan diikuti dengan membaiknya
kualitas kredit yang tercermin dari menurunnya jumlah nominal kredit
bermasalah.
Gambaran Pergerakan Output Nasional periode Triwulan I 2000 – Triwulan
IV 2011 di Indonesia.
Perkembangan nilai total output Indonesia berfluktuatif dan memiliki
kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat dari grafik
berikut ini:
GAMBAR 3. PDB INDONESIA PERIODE
TRIWULAN I 2000-TRIWULAN IV 2011
700000.00
600000.00
500000.00
400000.00
300000.00
200000.00
100000.00
2000-Triw I
2000-Triw III
2001-Triw I
2001-Triw III
2002-Triw I
2002-Triw III
2003-Triw I
2003-Triw III
2004-Triw I
2004-Triw III
2005-Triw I
2005-Triw III
2006-Triw I
2006-Triw III
2007-Triw I
2007-Triw III
2008-Triw I
2008-Triw III
2009-Triw I
2009-Triw III
2010-Triw I
2010-Triw III
2011-Triw I
2011-Triw III
0.00
Berdasarkan gambar di atas, nilai PDB cenderung meningkat dari waktu
ke waktu, namun demikian terjadi gerakan naik turun dalam setiap periode.
Setelah krisis ekonomi mencapai puncaknya, perekonomian Indonesia mulai
memasuki babak baru. Meskipun dalam grafik terlihat bahwa peningkatan PDB
pada periode awal tahun 2000 belum menunjukkan perkembangan yang
signifikan, namun secara perlahan nilai PDB terus mengalami peningkatan.
Selama periode triwulan I tahun 2000 hingga triwulan IV tahun 2011, PDB
mengalami peningkatan rata-rata 1,36% per triwulan. Peningkatan PDB yang
paling tinggi terjadi pada triwulan III tahun 2000.
Krisis ekonomi global di tahun 2008 dan 2009 yang melanda sebagian
besar negara-negara di dunia ternyata tidak menurunkan nilai PDB Indonesia
dalam jumlah yang besar. Salah satu penyebab utamanya adalah jalur transmisi
dampak dari krisis ekonomi global hanya berimbas pada komoditi-komoditi
ekspor akibat dari menurunnya permintaan dunia dari negara-negara importer
yang dilanda krisis seperti Amerika Serikat, Jepang, Singapura, dan negara-negara
lain.
Fluktuasi menunjukkan kesesuaian teori dengan kondisi yang sebenarnya,
dimana jika suku bunga dinaikkan maka akan terjadi penurunan jumlah kredit
yang berdampak pada penurunan GDP riil.
Analisis Time Series
Uji Stasioneritas
Uji stasioner digunakan agar hasil yang diperoleh tidak menyebabkan
regresi lancung (spurious regression) karena pada umumnya variabel-variabel
makroekonomi bersifat tidak stasioner. Uji stasioner dilakukan dengan uji akar
unit root (unit root test) yaitu menggunakan metode Philips Perron (PP). Asumsi
yang digunakan dalam mengukur akar unit adalah adanya konstanta dalam series.
Hasil pengujiannya dapat dilihat pada tabel 1 berikut:
Dari tabel 1 diketahui bahwa variabel LN_KREDIT dan LN_PDB sudah
stasioner pada level, sedangkan variabel SUKUBUNGA tidak stasioner pada level
sehingga perlu dilanjutkan pada first difference. Berdasarkan hasil uji akar unit
root order first difference, semua variabel tersebut sudah stasioner pada first
difference.
Tabel 1. Uji stasioneritas data
No
Variabel
Level
Firs Difference
(1)
(2)
(3)
(4)
1
LN_KREDIT
-4,929415*
-7,602967*
2
LN_PDB
-5,899970*
-21,30295*
3
SUKUBUNGA
-1,333822
-3,509885*
Keterangan: *signifikan pada α=5%
Penentuan Panjang Lag Optimum
Pemilihan lag yang optimum menjadi salah satu prosedur penting yang
harus dilakukan dalam pembentukan model (Enders, 2004). Pengujian panjang lag
optimal dapat memanfaatkan beberapa informasi yaitu menggunakan Likelihood
Ratio (LR), Final Prediction Error (FPE), Akaike Information Criterion (AIC),
Schwarz Criterion (SC) atau Hannan-Quinn Criterion (HQ). Besarnya lag yang
dipiilih adalah lag yang menghasilkan nilai kriteria paling kecil. Penentuan lag
optimal yang dalam penelitian ini menggunakan informasi dai nilai minimum
Akaike Information Criterion (AIC) test statistic.
Tabel 2. Pengujian lag optimal VAR
Variabel
AIC
D_SUKUBUNGA-
Lag 5
DLN_KREDIT
DLN_KREDIT-
Lag 5
DLN_PDB
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa panjang lag optimum adalah lima
melalui kriteria Akaike Information Criterion (AIC).
Hasil Uji Kausalitas Granger
Uji kausalitas granger digunakan untuk melihat apakah hubungan dua arah
antar variabel karena VAR membutuhkan adanya variabel yang saling
berinteraksi. Adapun penelitian ini melakukan uji kausalitas dengan menelusuri
pengaruhnya pada lag 5 yaitu sesuai proses penentuan lag optimal. Hasil
ringkasan dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 3. Uji Kausalitas Granger
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 06/09/13 Time: 21:30
Sample: 2000Q1 2011Q4
Lags: 5
Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob.
DLN_PDB does not Granger Cause DLN_KREDIT
DLN_KREDIT does not Granger Cause DLN_PDB
42
5.95303
2.66820
0.0006
0.0406
D_SUKUBUNGA does not Granger Cause DLN_KREDIT
DLN_KREDIT does not Granger Cause D_SUKUBUNGA
42
3.53220
3.29562
0.0121
0.0168
Berdasarkan hasil uji kausalitas granger pada tabel di atas, dapat dilihat
bahwa terdapat hubungan sebab akibat antara DLN_PDB denganDLN_KREDIT,
dan D_SUKUBUNGA dengan DLN_KREDIT.
Variance Decomposition (VD)
Variance Decomposition (VD) merupakan perangkat model VAR yang
memisahkan varians dari sejumlah variabel menjadi variable innovation dengan
asumsi
variabel-variabel
inovasi
tidak
saling
berkorelasi.
Variance
Decomposition dilakukan untuk dapat mencirikan struktur dinamis antar variabel
di dalam model VAR. Dengan kata lain, Variance Decomposition menghasilkan
informasi seberapa kuat kontribusi dari peranan variabel tertentu terhadap variabel
lainnya dalam model VAR.
Hasil dari Variance Decomposition terhadap kredit dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 4. Variance Decomposition untuk kredit Bank Umum
Period
S.E.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
0.025693
0.026144
0.026584
0.029196
0.029551
0.030861
0.031515
0.032490
0.032807
0.032899
0.033066
0.033088
0.033478
0.033482
0.033494
0.033602
DLN_KREDIT D_SUKUBUNGA
100.0000
97.13310
94.04641
92.76878
90.81346
83.90092
82.30497
79.73108
78.60368
78.16690
77.91585
77.91615
78.13106
78.10921
78.11078
78.03395
0.000000
2.866897
5.953591
7.231217
9.186544
16.09908
17.69503
20.26892
21.39632
21.83310
22.08415
22.08385
21.86894
21.89079
21.88922
21.96605
Dari tabel di atas terlihat bahwa pada periode pertama hingga periode ke16, kontribusi terbesar terhadap kredit adalah kredit itu sendiri, yaitu sebesar
78,03% hingga periode ke-16, sementara itu kontribusi suku bunga juga memiliki
pengaruh yang cukup besar terhadap kredit dimana periode ke-2 hanya sebesar
2,87% dan terus meningkat tajam hingga pada periode ke-16 menjadi sebesar
21,97%. Secara keseluruhan, dalam jangka panjang, kredit sendiri dan suku bunga
memiliki kontribusi yang dominan terhadap kredit.
Sedangkan hasil dari Variance Decomposition terhadap output nasional
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5. Variance Decomposition untuk output nasional
Period
S.E.
DLN_PDB
DLN_KREDIT
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
0.018580
0.022627
0.024472
0.024666
0.024800
0.024885
0.024920
0.024934
0.024937
0.024940
0.024941
0.024942
0.024942
0.024942
0.024942
0.024942
100.0000
90.57655
78.46991
78.50552
78.23432
78.38073
78.16995
78.17146
78.15484
78.15760
78.15357
78.15299
78.15266
78.15254
78.15251
78.15246
0.000000
9.423455
21.53009
21.49448
21.76568
21.61927
21.83005
21.82854
21.84516
21.84240
21.84643
21.84701
21.84734
21.84746
21.84749
21.84754
Berdasarkan tabel Variance Decomposition terhadap output nasional di
atas, terlihat bahwa pada periode pertama hingga ke-16, varians dari output
nasional disebabkan oleh kontribusi terbesar oleh output nasional sendiri yang
pada periode pertama sebesar 100% sampai periode ke-16 sebesar 78,15%.
kontribusi dari kredit pada periode kedua berpengaruh sebesar 9,42% dan terus
meningkat sampai puncaknya pada periode ke-16 sebesar 21,85%.
Hasil Variance Decomposition di atas secara keseluruhan menunjukkan
bahwa dalam jangka pendek, kontribusi variasi yang dominan terhadap output
nasional adalah output nasional sendiri, namun dalam jangka panjang variabel
kredit juga memberikan kontribusi yang relatif besar terhadap output nasional.
Hasil Impulse Response Function (IRF)
Perilaku goncangan (shock) suatu variabel terhadap variabel lainnya
dianalisis dengan melihat Impuls Responses Function dalam model VAR. Impuls
Responses Function
(IRF) perangkat model VAR yang digunakan untuk
menjelaskan respon sebuah variabel endogen jika mendapatkan goncangan
(shock) variabel lainnya sebesar satu standar deviasi. IRF berfungsi mengukur
besaran (perubahan dalam persen), orientasi (meningkat atau menurun) dan
panjang (seberapa lama shock memengaruhi variabel-variabel endogen). Dalam
penelitian ini, akan dianalisis respon variabel kredit terhadap shock suku bunga
SBI dan respon variabel output nasional terhadap shock kredit.
Gambar di bawah ini menunjukkan respon kredit terhadap suku bunga SBI
selama 48 periode. Awal periode, goncangan dari suku bunga memiliki pengaruh
positif terhadap kredit hingga periode kedua yang memliki pengaruh negatif.
Berarti peningkatan nilai suku bunga oleh Bank Indonesia direspon baik selama
triwulan I dan selanjutnya negatif dalam kurun waktu 1 tahun. Pada periode
kelima, goncangan dari perubahan suku bunga kembali memiliki pengaruh yang
positif dan setelah itu kembali negatif pada periode ke-6 sampai periode ke-8.
Sehingga pada periode tersebut, meningkatnya suku bunga akan menurunkan
jumlah kredit di Indonesia.
Response of DLN_KREDIT to Generalized One
S.D. D_SUKUBUNGA Innovation
.0100
.0075
.0050
.0025
.0000
-.0025
-.0050
-.0075
-.0100
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Gambar 4. Respon kredit bank umum terhadap guncangan (shock)
suku bunga SBI
Pada periode ke-10 sampai ke-13, suku bunga berpengaruh positif
terhadap kredit. Pengaruh negatif kembali diberikan pada periode ke-14 sampai
ke-20 dan berfluktuasi hingga periode ke-40. Setelah periode ke-40, pengaruh dari
perubahan suku bunga semakin mengecil kearah garis nol, hal ini menunjukkan
bahwa dalam jangka panjang pengaruh nilai suku bunga semakin berkurang dan
cukup stabil. Respon terendah dari kredit sebesar -0,78% pada periode ke-6
setelah terjadinya goncangan dan respon tertinggi sebesar 0,83% pada periode
pertama.
Goncangan dari kredit pada gambar di bawah ini memiliki pengaruh yang
positif terhadap output nasional pada awal periode. Goncangan dari kredit,
pengaruhnya naik dari awal periode hingga periode ke-2 yang merupakan respon
tertinggi sebesar 0,053%. Berarti penambahan kredit akan meningkatkan output
nasional. Setelah itu terus menurun sampai periode ke-3 sebesar -0,93% yang
merupakan respon terendah sehingga pada triwulan ketiga, penambahan kredit
akan menurunkan output nasional. Setelah periode ke-7, pengaruh goncangan
berfluktuasi semakin berkurang dan mengarah ke garis nol yang menunjukkan
bahwa inovasi dari kredit tidak terlalu berpengaruh terhadap output nasional.
Response of DLN_PDB to Generalized One
S.D. DLN_KREDIT Innovation
.006
.004
.002
.000
-.002
-.004
-.006
-.008
-.010
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Gambar 5. Respon output nasional terhadap guncangan (shock)
kredit bank umum
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Selama periode 2000-2011, penetapan suku bunga SBI olen Bank
Indonesia berfluktuatif dan cenderung menurun, sedangkan penyaluran
kredit Bank Umum dan output nasional menunjukkan tren meningkat.
2. Analisis Variance Decomposition menunjukkan bahwa :
-
dalam jangka pendek, kontribusi variasi yang dominan terhadap kredit
adalah kredit sendiri, namun dalam jangka panjang variabel suku
bunga SBI juga memberikan kontribusi yang relatif besar terhadap
penyaluran kredit.
-
dalam jangka pendek, kontribusi variasi yang dominan terhadap
output nasional adalah output nasional sendiri, namun dalam jangka
panjang variabel kredit juga memberikan kontribusi yang relatif besar
terhadap output nasional.
3. Hasil dari IRF menunjukkan bahwa :
-
adanya shock Suku bunga SBI akan direspon lebih baik oleh kredit
pada jangka pendek, sedangkan pada jangka panjang pengaruh nilai
suku bunga semakin berkurang dan cukup stabil.
-
adanya Shock kredit akan direspon lebih baik oleh output nasional
pada jangka pendek. Namun, pengaruh shock kredit semakin
berkurang dan mengarah ke garis nol pada jangka panjang.
Adapun saran yang dapat diberikan untuk dipertimbangkan dalam
kebijakan adalah sebagai berikut :
1. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter sebaiknya menetapkan suku
bunga SBI pada level yang mampu mendorong terjadinya ekspansi kredit,
sehingga diharapkan terjadi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
2. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter untuk menaikkan pertumbuhan
ekonomi nasional sebaiknya tidak melalui jalur kredit, karena sesuai
dengan hasil penelitian ini jalur kredit belum memberikan pengaruh
yangsignifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik (BPS). 2011. Laporan Perekonomian Indonesia .
Jakarta:BPS.
Bank Indonesia(BI). Berbagai Terbitan. Statistik Ekonomi dan Keuangan
Indonesia . Jakarta: BI.
Enders W. 2004. Applied Econometric Time Series. New York: John Wiley and
Son.
Hadikusuma, Ismail. 2007. Analisis Efektivitas Penetapan Suku Bunga SBI
Terhadap Penyaluran Kredit Serta Implikasinya Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Nasional. Bogor : IPB.
Handarudigdaya. 2011. Keterkaitan Kredit dengan Output Sektoral dan Inflasi
Periode 1993-2010. Jakarta: STIS.
Lukman Hakim. 2004. Perbandingan Peranan Jalur Kredit Pada Masa Sebelum
dan Ketika Krisis Ekonomi 1990.1-2000.4:1-36.
Nachrowi, D.N, dan Usman, Hardius. 2006. Pendekatan Populerdan Praktis
Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Utari, Diah G.A., Trinil Arimurti, dan Nurmalia Kurniati. 2012. Pertumbuhan
Kredit Optimal. Jakarta: Bank Indonesia.
Wibowo, Abadi. 2004. Pengaruh Hutang Luar Negeri dan Penanaman Modal
Asing terhadap Produk Domestik Bruto Triwulanan Tahun 1994-2003
[skripsi]. Jakarta : STIS.